PEMILIHAN TETUA YANG MEMILIKI UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) BERSARI BEBAS PADA BEBERAPA GENOTIF
SKRIPSI
OLEH :
NADYAFANI HIDAYATI ELFAN 070307002 / BDP – PET
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMILIHAN TETUA YANG MEMILIKI UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
BERSARI BEBAS PADA BEBERAPA GENOTIF
SKRIPSI
OLEH :
NADYAFANI HIDAYATI ELFAN 070307002 / BDP – PET
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pemilihan Tetua yang Memiliki Umur Genjah dan Produksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Bersari Bebas pada Beberapa Genotif.
Nama : Nadyafani Hidayati Elfan
Nim : 070307002
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
ABSTRACT
NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: The Selection of Short-Age but Highly Productive Parents of Open Pollinated Genotypes of Corn (Zea mays L.). The study was conducted under the guidance of EVA SARTINI BAYU and HOT SETIADO.
The study aimed at obtaining short-age but highly productive open pollinated genotypes of corn.The research was conducted at the Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, of ±25 metres above sea level, from November 2010 until February 2011.The research was used randomized block design of one factor treatment and four replications. The factor is the varieties, which include Arjuna, Kalingga, Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Kuning, and Bayu varieties.
The result showed that shorter-age genotypes than the description were successfully obtained. The genotypes did not show significantly and better performance of the height plan 2-7 weeks after ripening, number of leaves 2-7 weeks after ripening, leaves bend, number of leaves above the cob, age out male flowers, age out of the female flowers, harvesting age, number of rows per cob, number of seeds per cob, dry weight of seeds per cob, 100 seed dry weight, seed dry weight production per plot, and the rate of seed filling. Genotif showed low
diversity criteria.
ABSTRAK
NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: Pemilihan Tetua yang Meiliki umur Genjah danProduksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) bersari Bebas pada Beberapa Genotif. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Hot Setiado.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan tanaman yang memiliki umur genjah dan produksi tinggi pada tanaman jagung (Zea mays L.) bersari bebas pada beberapa genotip. Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 mdpl mulai dari bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011, Menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan dan empat ulangan, Faktor varietas, yaitu Sukmaraga X Arjuna, Kalingga X Lamuru, dan Bayu X Srikandi kuning.
Hasil penelitian menunjukkan diperolehnya genotif yang memiliki umur genjah yang lebih cepat dari deskripsi, bahwa genotif tidak berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman 2-7 MST, jumlah daun 2-7 MST, kelengkungan daun, jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, berat kering biji per tongkol, berat kering 100 biji, produksi berat kering biji per plot, dan laju pengisian biji. Keragaman genotif menunjukkan kriteria rendah.
RIWAYAT HIDUP
Nadyafani Hidayati Elfan dilahirkan di Medan pada 03 Juli 1989 dari
pasangan Mazrielfan Muaz dengan Erniwaty Sjam. Penulis merupakan anak ke 1
dari 3 bersaudara.
Menamatkan pendidikan SD di SDN IKIP Padang tahun 2001, SMP
Negeri 12 Medan tahun 2004, SMA Swasta Dharma Pancasila Medan tahun 2007.
Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara, Medan pada
Fakultas Pertanian program studi Pemuliaan Tanaman tahun 2007, melalui jalur
PMP.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Budidaya Pertanian 2006-2010, Asisten Laboratorium Dasar
Pemuliaan Tanaman 2010-2011.
Selama bulan Juni hingga Juli 2010 penulis mengikuti Praktek Kerja
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kapada Allah SWT atas segala rahmad,
karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Adapun judul penelitian ini adalah ”Pemilihan Tetua yang Memiliki Umur
Genjah dan Produksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Bersari Bebas pada Beberapa Genotif”
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MS selaku
ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Hot Setiado. MSc. PhD selaku anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan. Ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda tercinta Mazrielfan Muaz dan
Ibunda Erniwaty Sjam atas kasih sayang, dukungan dan do’anya. Untuk adik saya
Asyarifani Zuhdi Elfan dan Rafifani Murfid Elfan terima kasih atas segala do’a
dan dukungannya. Disamping itu penulis berterima kasih kepada sahabat-sahabat
terbaik saya Wiwit, Aldebaran, Indra, Bayu, Koko, Bg Syahril, Yusuf, Cici, Dwi
R, Aya, Adnan, Satria, Ferdi, Nida, Andri, dan teman-teman saya di Pemuliaan
Tanaman angkatan 2007 dan 2008 atas segala bantuan dan dukungan selama
penulis menjalani perkuliahan di Kampus FP USU.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak yang memerlukan.
Medan, Juli 2011
Penyiangan ... 20
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20
Panen ... 20
Peubah Amatan ... 20
Tinggi Tanaman (cm) ... 20
Jumlah Daun (helai) ... 20
Kelengkungan Daun(cm) ... 20
Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) ... 21
Umur Keluar Bunga Jantan (he) ... 21
Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 21
Umur Panen (hari) ... 21
Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 22
Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 22
Berat Biji per Tongkol (g) ... 22
Berat 100 Biji (g) ... 22
Produksi Biji kering per Plot (g) ... 22
Laju Pengisian Biji (g/hari) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Tinggi Tanaman (cm) ... 23
Jumlah Daun (helai) ... 23
Kelengkungan Daun ... 24
Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) ... 25
Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ... 25
Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 26
Umur Panen (hari) ... 26
Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 27
Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 28
Berat Biji per Tongkol (g) ... 28
Berat 100 Biji (g) ... 29
Produksi Biji Kering per Plot (g) ... 39
Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 30
Pendugaan Karakter Genetik ... 30
Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36
Saran ... 36
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa genotipe (cm) ... 23
2 Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa genotipe (helai)……. 24
3 Rataan umur keluar bunga jantan dari beberapa genotipe (hari)... 24
4 Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa genotipe (hari)... 25
5 Rataan kelengkungan daun (cm)... 25
6 Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai)... 26
7 Rataan umur panen dari beberapa genotipe (hari)... 26
8 Rataan Jumlah Baris pertongkol (baris)... 27
9 Rataan jumlah biji per tongkol (biji)... 28
10 Rataan berat biji per tongkol dari beberapa genotipe (g)... 28
11 Rataan berat 100 biji per tongkol (g)... 29
12 Rataan produksi biji kering per plot (g)... 29
13 Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotipe……… 30
14 Nilai duga variabilitas genetik dan fenotipe serta nilai heritabilitas
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1 Data rataan tinggi tanaman 2 MST (cm) 36
2 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 2 MST 36
3 Data rataan tinggi tanaman 3 MST (cm) 36
4 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST 36
5 Data rataan tinggi tanaman 4 MST (cm) 37
6 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST 37
7 Data rataan tinggi tanaman 5 MST (cm) 37
8 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST 37
9 Data rataan tinggi tanaman 6 MST (cm) 38
10 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST 38
11 Data rataan tinggi tanaman 7 MST (cm) 38
12 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST 38
13 Data rataan jumlah daun 2 MST (helai) 39
14 Daftar sidik ragam jumlah daun 2 MS 39
15 Data rataan jumlah daun 3 MST (helai) 39
16 Daftar sidik ragam jumlah daun 3 MST 39
17 Data rataan jumlah daun 4 MST (helai) 40
18 Daftar sidik ragam jumlah daun 4 MST 40
19 Data rataan jumlah daun 5 MST (helai) 40
20 Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST 40
22 Daftar sidik ragam jumlah daun 6 MST 41
23 Data rataan jumlah daun 7 MST dari tanaman F2 (helai) 41
24 Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST 41
25 Data rataan kelengkungan daun (cm) 42
26 Daftar sidik ragam kelengkungan daun 42
27 Data rataan jumlah daun di atas tongkol (helai) 42
28 Daftar sidik ragam jumlah daun di atas tongkol 42
29 Data rataan umur keluar bunga jantan (hari) 43
30 Daftar sidik ragam umur keluar bunga jantan 43
31 Data rataan umur keluar bunga betina (hari) 43
32 Daftar sidik ragam umur keluar bunga betina 43
33 Data rataan umur panen (hari) 44
34 Daftar sidik ragam umur panen 44
35 Data rataan jumlah baris per tongkol (baris) 44
36 Daftar sidik ragam jumlah baris pertongkol 44
37 Data rataan jumlah biji per tongkol (biji) 45
38 Daftar sidik ragam jumlah biji pertongkol 45
39 Data rataan berat biji per tongkol (g) 45
40 Daftar sidik ragam berat biji pertongkol 45
41 Data rataan berat 100 biji (g) 46
42 Daftar sidik ragam berat 100 biji 46
43 Data rataan produksi biji kering per plot (g) 46
44 Daftar sidik ragam pengamatan produksi biji kering per plot 46
46 Daftar sidik ragam laju pengisian biji 47
47 Deskripsi Varietas Arjuna 48
48 Deskripsi Varietas Sukmaraga 49
49 Deskripsi Varietas lamuru 50
50 Deskripsi Varietas Kalingga 51
51 Deskripsi Varietas srikandi kuning 52
52 Deskripsi Varietas Bayu 53
53 Bagan Lahan Penelitian 54
54 Bagan plot Penelitian 55
55 Jadwal Penelitian 56
56
57
Skema Pembentukan Varietas Bersari Bebas
Gambar Lahan Keseluruhan
57
58
58 Gambar perbandingan tongkol jagung beberapa genotype 59
ABSTRACT
NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: The Selection of Short-Age but Highly Productive Parents of Open Pollinated Genotypes of Corn (Zea mays L.). The study was conducted under the guidance of EVA SARTINI BAYU and HOT SETIADO.
The study aimed at obtaining short-age but highly productive open pollinated genotypes of corn.The research was conducted at the Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, of ±25 metres above sea level, from November 2010 until February 2011.The research was used randomized block design of one factor treatment and four replications. The factor is the varieties, which include Arjuna, Kalingga, Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Kuning, and Bayu varieties.
The result showed that shorter-age genotypes than the description were successfully obtained. The genotypes did not show significantly and better performance of the height plan 2-7 weeks after ripening, number of leaves 2-7 weeks after ripening, leaves bend, number of leaves above the cob, age out male flowers, age out of the female flowers, harvesting age, number of rows per cob, number of seeds per cob, dry weight of seeds per cob, 100 seed dry weight, seed dry weight production per plot, and the rate of seed filling. Genotif showed low
diversity criteria.
ABSTRAK
NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: Pemilihan Tetua yang Meiliki umur Genjah danProduksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) bersari Bebas pada Beberapa Genotif. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Hot Setiado.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan tanaman yang memiliki umur genjah dan produksi tinggi pada tanaman jagung (Zea mays L.) bersari bebas pada beberapa genotip. Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 mdpl mulai dari bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011, Menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan dan empat ulangan, Faktor varietas, yaitu Sukmaraga X Arjuna, Kalingga X Lamuru, dan Bayu X Srikandi kuning.
Hasil penelitian menunjukkan diperolehnya genotif yang memiliki umur genjah yang lebih cepat dari deskripsi, bahwa genotif tidak berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman 2-7 MST, jumlah daun 2-7 MST, kelengkungan daun, jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, berat kering biji per tongkol, berat kering 100 biji, produksi berat kering biji per plot, dan laju pengisian biji. Keragaman genotif menunjukkan kriteria rendah.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama berabad-abad jagung ditanam sebelum orang Eropa datang ke
Amerika. Jagung kultivar modern berbeda dari jagung primitif daam memiliki
lebih tanaman produktif karena adanya peningkatan jumlah dan peningkatan berat
biji individu pada tongkol jagung (Sleeper and Poehlman, 2006).
Jagung memiliki peranan penting dalam industri berbasis agribisnis. Saat
ini, pemanfaatan jagung terbesar pada industri pakan ternak khususnya pakan
unggas. Kelangsungan pasokan jagung sama halnya dengan kelangsungan usaha
pabrik pakan. Untuk tahun 2009, Departemen Pertania melalui Direktorat Jendral
Tanaman Pangan mengklaim bahwa produksi jagung saat ini mencapai 18 juta ton
(http://www.poultryindonesia.com, 2009).
Produksi jagung tahun 2009 (ATAP) sebesar 17.63 juta ton pipilan kering,
meningkat sebanyak 1.31 juta ton (8.04 persen) dibandingkan tahun 2008.
Produksi jagung tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 18.02 juta ton
pipilan kering, meningkat sebanyak 386.79 ribu ton (2.19 persen) dibandingkan
tahun
Karbohidrat dalam biji jagung mengandung gula pereduksi (glukosa dan
fruktosa), sukrosa, polisakarida dan pati. Kadar gula pada endosperm sweet corn
sebesar 5 - 6% dan kadar pati 10 - 11%, sedangkan pada jagung biasa hanya 2 -
3% atau setengah dari kadar gula sweet corn. Gula yang disimpan dalam
biji sweet corn adalah sukrosa yang dapat mencapai jumlah 11%
Jagung dimanfaatkan untuk konsumsi, bahan baku industri pangan,
industri pakan dan bahan bakar. Kebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan seiring berkembangnya industri pakan dan pangan. Oleh
karenanya, penyerapan tenaga kerja, perbandingan pasokan dan permintaan
jagung dapat menopang perekonomian nasional. Pengembangan jagung di
Indonesia memiliki prospek yang positif. Pasalnya, Indonesia memiliki
ketersediaan lahan cukup luas. Selain itu, dukungan penerapan teknologi, benih
varietas unggul dan harga yang menarik menjadi modal untuk mengembangkan
jagung (http://www.poultryindonesia.com, 2009).
Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas
areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun, 80% di antaranya ditanami varietas
unggul yang terdiri atas 56% jagung bersari bebas (komposit) dan 24% hibrida,
sedang sisanya varietas lokal (Pingali 2001). Data Nugraha et al. (2002),
menunjukkan, luas areal tanam jagung varietas unggul telah mencapai 75% (48%
besari bebas, 27% hibrida). Dari data tersebut Nampak bahwa sebagian besar
petani masih menggunakan benih jagung bersari bebas. Hal ini terkait dengan
harga benih jagung bersari bebas lebih murah daripada benih jagung hibrida, atau
karena benih hibrida sukar diperoleh, terutama di daerah terpencil. Keluaran
jangka panjang (lima tahun) yang diharapkan dari pemuliaan jagung bersari bebas
pada umumnya adalah varietas unggul berumur genjah (90 hari), tahan terhadap
cekaman biotik (hama, penyakit), abiotik (kekeringan, lahan masam, N rendah),
dan hasil stabil. Keluaran jangka pendek adalah tersedianya populasi dasar untuk
membentuk varietas komposit dan sintetik, dan tersedianya famili yang tahan
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian untuk menciptakan varietas unggul berumur genjah (90 hari), tahan
terhadap cekaman biotik (hama, penyakit), abiotik (kekeringan, lahan masam, N
rendah), dan hasil stabil pada beberapa varietas jagung (Zea mays L.).
Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan bahan tanaman yang memiliki umur genjah dan
produksi tinggi pada tanaman jagung (Zea mays L.) bersari bebas pada beberapa
genotip.
Hipotesis Penelitian
Adanya perbedaan karakter morfologis dan produktif pada beberapa
genotip tanaman jagung (Zea mays L.) yang bersari bebas.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Tjitrosoepomo (2004) taksonomi jagung adalah sebagai berikut :
kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales,
family Poaceae, genus Zea, spesies Zea mays.
Zea mays termasuk dalam golongan poaceae (Graminae) atau family
rumput-rumputan. Anggota / jenis lain dari family ini adalah gandum, sorghum,
dan padi. Jagung merupakan tanaman annual, monocotyledoneae dsn dapat
tumbuh sampai ketinggian 12 feet (Decoteau, 2000).
Akar serabut yang tumbuh di pangkal batang, menyebar luas sebagai akar
lateral yang toleran terhadap tanah relative basah tidak tergenang namun rentan
terhadap kekeringan. Kemudian akar seminal (seminal cord) yang tumbuh ke
bawah (sub soil) dari lembaga benih jagung dan mampu mencapai sub soil pada
kedalaman 1,5 - 2 meter. Fungsi akar seminal untuk meningkatkan kemampuan
akar dalam meningkatkan daya tahan tanaman jagung terutama pada saat
kekeringan di musim kemarau
Batang tanaman kaku, tingginya berkisar antara 1,5 -2,5 m dan terbungkus
oleh pelepah daun yang berselang seling yang berasal dari setiap buku. Buku
batang mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkusnya
rapat-rapat panjang batang utama, sering melingkupi hingga buku berikutnya.
Kasifikasi kriteria tinggi tanaman jagung dinyatakan rendah apabila < 160
cm, tinggi tanaman jagung dinyatakan sedang pada interval 160-200 cm, dan
dinyatakan tinggi apabila >200 cm (Sitompul, 2007)
Daun jagung berbentuk pedang, tumbuh lebar dan panjang dengan kelopak
daunnya tampak melekat sehingga batang jagung tampak gepeng. Jagung hibrida
old type dengan daun jagung kurang tegak dan 1/3 ujung daun melengkung ke
bawah (kurva) sehingga menutupi daun dibawahnya dari sinar matahari
(ternaungi). Jagung hibrida new type dengan daun jagung tumbuh lurus menjulang
ke atas, hanya ujung daun agak melengkung ke bawah, sehingga mampu
meningkatkan efisiensi sinar matahari dalam mendukung proses karbon asimilasi.
Sehingga dapat ditanam dalam populasi tinggi dengan produksi lebih tinggi
dibanding jagung hibrida old type
Bunga jantan jagung berada di ujung batang dalam bentuk malai di ujung.
Jika kepala sari dari tassel pecah maka terbentuklah kabut debu serbuk sari. Telah
dihitung bahwa sebuah tassel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk sari.
Bunga betina tumbuh dibagian bawah tanaman dalam bentuk bulir majemuk atau
sering disebut tongkol yang tertutup rapat oleh upih yang disebut kulit ari.
Muncul dari tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks) yaitu
kepala putik. Sewaktu reseptif rambut sutra ini lengket, sehingga serbuk sari
manapun yang tertiup kearah rambut ini akan melekat. Setiap rambut
dihubungkan oleh tangkai putik yang panjang kebakal buah tunggal yang setelah
dibuahi menjadi biji atau inti biji (kernel) (Loveless, 1989).
Serbuk sari mengandung hormon pertumbuhan dan merangsang
dan GA. Selanjutnya buah dan biji juga kaya akan hormon pertumbuhan.
Pematangan buah melibatkan sekelompok hormon yang berbeda dengan hormon
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Hormon tersebut berasal dari serbuk sari
yang aktivitasnya akan meningkat karena pengaruh lingkungan yang
mempengaruhi cepatnya proses pematangan buah (Gardner,dkk, 1991).
Syarat Tumbuh
Iklim
Perkecambahan benih optimal pada suhu 270C dan berlangsung lambat
atau gagal berkecambah pada suhu dibawah 190C. Setelah berkecambah
pertumbuhan bibit dan tanaman dapat berlangsung pada kisaran suhu 19 -400C,
tetapi terbaik pada suhu 21 - 300C. Suhu rendah kurang berpengaruh terhadap fase
bibit tetapi setelah itu, suhu harus lebih tinggi untuk pertumbuhan yang baik. Suhu
rendah mempengaruhi pertumbuhan khususnya setelah mulai tumbuh bunga
jantan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan berkisar 20 - 500 mm per
tahun. Curah hujan kurang atau lebih dari angka diatas akan menurunkan
produksi. Air banyak dibutuhkan pada saat perkecambahan dan setelah berbunga.
Idealnya tanaman jagung membutuhkan curah hujan 100 - 125 mm per bulan
dengan distribusi yang merata (Ginting,1995).
Selama pertumbuhannya tanaman jagung harus mendapatkan sinar
matahari yang cukup karena sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman
jagung bila banyak ternaungi pertumbuhannya akan terhambat dan menghasilkan
Pengaruh panjang hari terhadap pertumbuhan batang biasanya kurang jelas
dibandingkan pengaruh pembungaan. Hari panjang menyebabkan peningkatan
panjang ruas dan tinggi tanaman, terutama terhadap tanaman hari pendek seperti
jagung. Aktivitas enzim nitrat reduktase pada saat tanaman ternaungi menurun,
karena reduksi nitrat bergantung pada proses fotosintesis sehingga hasil asimilasi
tidak maksimal digunakan untuk pembentukan biji.(Gardner,dkk,1991).
Produksi atau hasil biji suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal. hasil biji per tanaman sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis,
dimana proses fotosintesis sangat dipengaruhi oleh cahaya. Semakin banyak
cahaya yang diterima oleh tanaman jagung maka akan mengakibatkan
meningkatnya laju fotosintesis sehingga hasil per tanaman tinggi (Thompson dan
Kelly, 1957).
Tanah
Tanaman jagung tidak membutuhkan persyaratan khusus karena tanaman
ini dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah asalkan tanah tersebut subur,
gembur, kaya akan bahan organik dan drainase maupun aerasi baik. Kemasaman
tanah (pH) yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman jagung antara
5,5 - 6,5; tetapi yang paling baik adalah 6,8. Kemasaman tanah dibawah 5,5
kurang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung, tanah tersebut sudah perlu
dikapur (Ginting,1995).
Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 - 7,0. Jagung toleran
terhadap keasaman tinggi dan resisten pada keracunan aluminium, yang sering
antara 6,0 - 6,5 tetapi dibutuhkan pemupukan agar pertumbuhan tanaman bagus
dan tidak terganggu (Thompson dan Kelly, 1957).
Varietas
Varietas merupakan sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, biji, dan ekspresi
karakteristik genotipe atau kombinasi genotip yang dapat membedakan
jenis/spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan
Varietas hibrida adalah varietas yang berasal dari turunan pertama (F1)
pada persilangan beberapa genotipe terpilih yang tidak sama. Dari persilangan
antara 2 galur inbreed akan menghasilkan F1, bila F1 ditanam akan tumbuh jagur
dengan hasil yang tinggi. Perbanyak hibrida F1 secara kawin acak akan
mengakibatkan generasi berikutnya produksi berkurang, depresi inbreeding dan
keseragaman berkurang (Hasyim, 2008).
Keuntungan varietas hibrida yaitu pada kondisi optimum mampu
berproduksi lebih tinggi, lebih mudah diperoleh daya gabung dan kekurangannya
yaitu komponen penyusunan terbatas dan produksi benih sulit, karena setiap kali
menanam harus memperbarui benih (Mangoendidjojo, 2003).
Kultivar hibrida merupakan generasi pertama progeny dari dua tanaman
dengan genetik atau garis inbreed yang berbeda. Semua tanaman adalah
heterozigot. Yang secara normal seragam dan dapat ditujukan kevigoran
hibridanya. Kultivar hibrida bagaimana pun tidak dapat digunakan sebagai
Dalam garis besar secara singkat kegiatan yang telah mengantarkan
kesuksesan praktek yang besar dari jagung hibrida adalah :
1. Memilih tanaman yang dikehendaki dalam populasi penyerbukan bebas.
2. Selfing (penyerbukan sendiri) tanaman ini melalui berbagai generasi untuk
membuat galur hibrid yang homozigot.
3. Mengawinsilangkan galur yang dipilih.
(Allard, 1994).
Varietas jagung yang berbunga lebih awal cenderung masak lebih cepat
dibandingkan dengan varietas jagung yang berbunga lambat. Genotip atau varietas
yang mempunyai umur berbunga lebih pendek, maka umur masak genotip atau
varietas tersebut juga lebih pendek atau biasa disebut dengan berumur genjah
(Effendi dan Sulistiati (1991).
Seleksi
Diantara hal-hal seleksi, ada dua yang sangat penting untuk memahami
prinsip pemuliaan :
1. Seleksi dapat bekerja efektif hanya dalam perbedaan yang dapat
diwariskan.
2. Seleksi tidak dapat menciptakan variabilitas, tetapi hanya bekerja pada
sifat yang ada. Pemuliaan dengan cara ini menyebabkan naiknya
homozigositas.
(Allard, 1992).
Seleksi dibuat baik untuk garis superior dan untuk tanaman unggul dalam
dari tanaman jagung, tetapi dapat dilengkapi dengan tes ketahanan karakter
penginapan khusus, penyakit resistensi, kualitas gabah, atau lainnya yang sesuai
untuk tujuan pembiakan selama setiap generasi penangkaran sanak, peternak
hanya memiilih tanaman yang kuat dengan kematangan yang sesuai, akar dan
batang yang kuat, tahan penyakit, serangga dan sifat-sifat yang diinginkan lainnya
karena benih yang digunakan untuk menanam tunggal saling digunakan dalam
produksi komersial dari jagung hibrida diproduksi di pabrik in-breed, penting
bahwa inbree menghasilkan produksi biji tinggi. Secara umum, inbreed lebih kuat
cenderung memberikan progeny hibrida lebih kuat (Sleeper and Poehlman, 2006).
Dua bentuk seleksi dikatakan tersedia untuk para petani, pemilihan positif
dan negatif. Dalam hal sederhana seleksi negatif adalah menghasilkan tanaman
terburuk dan dibuang sementara seleksi positif adalah menghasilkan tanaman
terpilih. Mungkin deskripsi sederhana berhubungan dengan kriteria tanaman yang
dipilih dari populasi. Jika kurang dari 50% tanaman dipertahankan maka ini akan
menjadi seleksi positif. Jika lebih dari 50 % tanaman yang dipilih maka ini dapat
dianggap seleksi negatif (Brown and Caligari, 2008).
Variabilitas
Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetic
mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis
tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada
lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman
tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang
berpedoman pada nilai variabilitas genetik dan fenotif serta heritabilitas dapat
membantu ketajaman seleksi sehingga hasil yang didapatkan akan lebih baik.
Variabilitas genetik yang tinggi akan mempengaruhi variabilitas fenotifik dalam
suatu populasi, sehingga pemulia mempunyai peluang yang lebih besar dalam
melakukan seleksi (Sitompul dan Guritno, 1995).
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika
mereka berada di lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh
terhadap perkembangan karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan
lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun harus disadari bahwa
keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh
perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas
di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan
dimana individu itu berada (Allard, 1992).
Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program
pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan
manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan seleksi atau dapat
dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan
kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai
faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari
genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama
para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan
Heritabilitas
Salah satu analisis yang umum digunakan untuk mengevaluasi sumbangan
perbedaan genetik terhadap keragaman penampilan tanaman adalah heritabilitas
(heritability) yaitu suatu ukuran tingkat pengaruh genetik terhadap fenotip. Ini
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
H2 = V(P) – V(E)/V(P)
Dimana V(P) adalah keragaman individu dalam suatu proporsi, akibat perbedaan
genetik dan perbedaan lingkungan dan V(E) keragaman lingkungan. Akan tetapi
tanaman tingkat tinggi bukanlah suatu organisme yang ideal untuk percobaan
genetik, karena waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu siklus cukup
panjang (Sitompul dan Guritno, 1995).
Menurut Hadiati, Murdaningsih, Baihaki dan Rostini (2003) heritabilitas
merupakan suatu tolak ukur yang bersifat kuantitatif untuk menentukan apakah
perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau
lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan
pada generasi selanjutnya. Heritabilitas juga merupakan parameter yang
digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan
gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor
lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkanbahwa factor genetik relatif
lebih berperan dibandingkan dengan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai
nilai heritabilitas yang tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada
keturunan berikutnya (Alnopri, 2004).
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi
penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini
diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang
disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti
luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistatis. Nilai
heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh
variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila
seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu
Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian dilaksanakan
mulai bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Februari 2011.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji hasil selfing jagung
yang terdiri dari 3 genotip yaitu: F2 VBA (Sukmaraga X Arjuna), F2 VDC
(Kalingga X Lamuru), F2 VFE (Bayu X Srikanndi kuning), pupuk urea, TSP,
KCL, fungisida, insektisida dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah lahan,
gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur lahan dan
pertumbuhan tanaman, timbangan analitik untuk menimbang bobot biji, kalkulator
untuk menghitung data dan alat tulis untuk mencatat data serta alat-alat lain yang
mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial
yang terdiri dari 3 genotif jagung keturunan kedua hasil selfing dan bersari bebas
yaitu:
VB (Sukmaraga) X VA (Arjuna) : F2 VBA
VF (Bayu) X VE (Srikandi Kuning) : F2 VFE
Jumlah ulangan : 4 ulangan
Jumlah plot dalam blok : 3 plot
Jumlah plot : 12 plot
Jumlah sampel per plot : 6 tanaman
Jumlah tanaman per plot : 24 tanaman
Jarak tanaman : 30 cm x 60 cm
Jumlah tanaman seluruhnya : 288 tanaman
Luas plot : 250 cm x 150 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
aditif sebagai berikut :
Yij = µ + αi+ βj+ Єij
i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5,6 Dimana :
Yij :hasil pengamatan perlakuan ke-1 dalam ulangan ke-j
µ : nilai rata-rata
αi : efek ulangan ke-i
βj : efek perlakuan ke-j
Єij : galat dari blok ke- I varietas ke-j (Bangun, 1991).
Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam rancangan acak kelompok
(RAK) non faktorial. Jika perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda
Nilai Harapan Kuadrat Tengah Bagi Analisis Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Dari hasil analisis sidik ragam digunakan untuk mendapatkan nilai kuadrat
tengah persilangan (KTp) dan kuadrat tengah error (KTe) yang selanjutnya
digunakan untuk menentukan nilai varian genotip (σ2g) dan varian fenotip (σ2 p).
Nilai varian genotip dan fenotip untuk setiap karakter diduga melalui
analisis dari nilai harapan variannya yaitu:
KTp - (σ2e) Varian genetik (σ2g) =
r
Varian fenotip (σ2p) = (σ2g) + (σ2e)
Dalam Stansfield (1991) untuk melihat luas sempitnya variabilitas genetik
Dengan kriteria sebagai berikut:
(σ2g) > 2(σσ2g) : variabilitas genetik luas (σ2g) ≤ 2(σσ2g) : variabilitas genetik sempit (σ2p) > 2(σσ2p) : variabilitas fenotifik luas (σ2p) ≤ 2(σσ2p) : variabilitas fenotifik sempit.
Nilai heritabilitas dalam arti luas dihitung berdasaskan rumus:
e
Diagram chat asal usul benih
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan
Lahan yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu dibersihkan
dari gulma dan sampah, lalu dilakukan pembuatan plot percobaan berukuran
250cm X 150cm, jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 50 cm yang
berfungsi sebagai drainase. Tanah diolah dengan kedalaman olah ± 20 cm.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam pada lahan
penelitian. Setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 24 lubang tanam. Setiap
lubang tanam ditanami 2 benih perlubang tanam. Kemudian lubang tanam ditutup
dengah tanah top soil.
Pemupukan
Pupuk urea diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan pada saat
tanaman berumur 3 minggu setelah tanaman (MST) dengan dosis pupuk urea
3,75 g/tanaman, pupuk KCl dan TSP diberikan pada saat tanaman 3 MST dengan
dosis pupuk KCl 1,87 g/tanaman dan TSP 1,87 g/tanaman.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Penjarangan
dilakukan dengan cara memotong salah satu tanaman sehingga pada setiap lubang
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari, atau sesuai dengan kondisi
lingkungan. Penyiraman dilakukan agar kondisi air pada lahan penelitian tetap
berada pada kondisi yang cukup untuk tanaman.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan antara gulma dan
tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan cangkul.
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dengan
dosis 0,5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan
penyemprotan fungisida dengan dosis 1 cc/liter air.
Panen
Panen dilakukan dengan mengambil tongkol jagung dengan menggunakan
tangan. Adapun kriteria panennya adalah rambut tongkol telah berwarna hitam
dan bila biji ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas.
Peubah Amatan
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan pucuk daun
tertinggi tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman
Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah
membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu sejak
tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.
Umur berbunga jantan (hari)
Umur berbunga jantan diamati pada saat keluar bunga jantan pada
tanaman sampel. Kriteria yang digunakan adalah munculnya daun bendera
pembungkus malai.
Umur berbunga betina (hari)
Umur berbunga betina diamati pada saat keluar bunga betina pada
tanaman sampel yaitu keluarnya silk dari tongkol.
Kelengkungan daun
Kelengkungan daun merupakan nisbah antara panjang daun dengan jarak
antara ujung daun hingga pangkal daun dalam keadaan melengkung yang
dinyatakan dengan : a/b
Dimana: a = panjang daun
b= jarak antara ujung daun hingga pangkal daun dalam posisi
Jumlah daun di atas tongkol
Jumlah daun di atas tongkol dihitung dengan menghitung jumlah daun
yang berada diatas tongkol utama.
Umur panen (hari)
Umur panen dihitung pada saat dilakukannya pemanenan pada setiap
tanaman sampel.
Jumlah baris per tongkol (g)
Jumlah baris per tongkol dihitung dari setiap tanaman sampel.
Jumlah biji per tongkol (biji)
Jumlah biji pertongkol dihitung pada setiap tanaman sampel.
Berat biji per tongkol (g)
Berat biji pertongkol ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan pada
setiap tanaman sampel.
Berat 100 biji (g)
Berat 100 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil pada setiap
tanaman sampel.
Produksi biji kering per plot (g)
Produksi biji kering per plot (g) diambil dari seluruh tanaman per plot
Laju pengisian biji (g/hari)
Laju pengisian biji dihitung dengan membagi bobot biji tiap tongkol
dengan selisih antar umur panen dan umur keluar rambut.
berat biji (g)
LPB =
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi tanaman (Cm)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter tinggi tanaman 2 s/d 7
MST dapat dilihat pada Lampiran 1 s/d 12. Hasil analisis sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi
tanaman 2 s/d 7 MST. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip (cm)
Populasi
Tinggi Tanaman Pada Umur (Cm)
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman 7 MST yang
tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 223.50 cm dan yang terendah pada
genotip F3 VBA yaitu 218.30 cm.
Jumlah daun (helai)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah daun 2 s/d 7 MST
menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata pada parameter jumlah daun
pada 2 s/d 7 MST. Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip (helai)
Populasi
Jumlah Daun Pada Umur (Cm)
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah daun 7 MST yang
tertinggi terdapat pada genotip F3 VBA yaitu 14.55 helai dan yang terendah pada
genotip F3 VDC dan F3 VFE yaitu 14.05 helai.
Kelengkungan daun (Cm)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter kelengkungan daun (cm)
dapat dilihat pada Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan
bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter kelengkungan daun (cm).
Rataan kelengkungan daun (cm) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Rataan kelengkungan daun (cm) dari beberapa genotip (hari)
Populasi Kelengkungan Daun
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rataan kelengkungan daun (cm)
tertinggi terdapat pada genotip F3 VAB yaitu 1.65 cm dan yang terlama terdapat
pada genotip F3 VBA yaitu 1.58 cm.
Jumlah daun di atas tongkol (helai)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah daun di atas
tongkol dapat dilihat pada Lampiran 27. Hasil analisis ragam tersebut
menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun
diatas tongkol. Rataan jumlah daun di atas tongkol dari beberapa genotip dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai)
Populasi Rataan
F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 6.78 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 6.93 F3VFE(Bayu x Srikandi Kuning) 6.65
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah daun di atas tongkol
tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 6.93 helai dan yang terendah
terdapat pada genotip F3 VEF yaitu 6.65 helai.
Umur keluar bunga jantan (hari)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter umur keluar bunga jantan
(hari) dapat dilihat pada Lampiran 29. Hasil analisis sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter umur keluar
bunga jantan. Rataan umur keluar bunga jantan (hari) dari beberapa genotipe
dapat dilihat pada Tabel 5.
Populasi Umur Berbunga F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 54.38
F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 53.50 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 53.85
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa rataan umur keluar bunga jantan
tercepat terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 54.38 hari dan yang terlama terdapat
pada genotip F3 VDC yaitu 52.19 hari.
Umur keluar bunga betina (hari)
Hasil analisis data secara statistik dengan dari parameter umur keluar
bunga betina (hari) dapat dilihat pada Lampiran 31. Hasil analisis sidik ragam
tersebut menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter
umur keluar bunga betina. Rataan umur keluar bunga betina (hari) dari beberapa
genotip dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa genotip (hari).
Populasi Rataan
F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 58.15 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 56.75 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 58.33
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa rataan umur keluar bunga betina
tercepat terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 58.33 hari dan yang terlama terdapat
pada genotip F3 VBA yaitu 58.15 hari.
Umur panen (hari)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter umur panen (hari) dapat
genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter umur panen. Rataan umur panen
(hari) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan umur panen dari beberapa genotip (hari)
Populasi Rataan F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 82.938
F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 87.250 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 84.750
Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa rataan panen tercepat terdapat pada
genotip F3 VAB yaitu 82.875 hari dan yang terlama terdapat pada genotip F3 VDC
yaitu 87.25 hari.
Jumlah baris per tongkol (baris)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah baris per tongkol
(baris) dapat dilihat pada Lampiran 35. Hasil analisis ragam tersebut
menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah baris
per tongkol (baris). Rataan jumlah baris per tongkol (baris) dari beberapa genotip
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Jumlah Baris pertongkol (baris)
Populasi Rataan
F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 13.75 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 14.79 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 14.39
Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah baris per tongkol
tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 13.75 baris dan yang terendah
Jumlah biji per tongkol (biji)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah biji per tongkol
(biji) dapat dilihat pada Lampiran 37. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan
bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah biji per tongkol
(biji). Rataan jumlah biji per tongkol (biji) dari beberapa genotip dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan jumlah biji per tongkol (biji)
Populasi Rataan
F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 381.79 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 429.04 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 412.92
Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah biji per tongkol tertinggi
terdapat pada genotip VDC yaitu F3 429.04 biji dan yang terendah terdapat pada
genotip F3 VBA yaitu 381.79 biji.
Berat kering biji pertongkol (g)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter berat biji per tongkol (g)
dapat dilihat pada Lampiran 39. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa
genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter berat biji per tongkol (g). Rataan
berat biji per tongkol (g) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan berat biji per tongkol dari beberapa genotipe (g)
Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa rataan berat biji per tongkol
tertinggi terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 115.29 g dan yang terendah terdapat
pada genotip F3 VBA yaitu 100.53 g.
Berat kering 100 biji (g)
Hasil analisis data secara statistik dari karakter berat 100 biji (g) dapat
dilihat pada Lampiran 41. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa
genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter berat 100 biji (g). Rataan berat
100 biji (g) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan berat 100 biji per tongkol (g).
Populasi Rataan
F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 26.36 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 25.45 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 27.45
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa rataan berat 100 biji tertinggi
terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 27.45 g dan yang terendah terdapat pada
genotip F3 VDC yaitu 25.45 g.
Produksi biji kering per plot (g)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter produksi biji kering per
plot (g) dapat dilihat pada Lampiran 43. Hasil analisi ragam tersebut
menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter produksi biji
kering per plot (g). Rataan produksi biji kering per plot (g) dari beberapa genotip
dapat dilihat pada Tabel 12.
Populasi Rataan F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 1771.47
F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 1976.07 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 1771.47
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa rataan produksi biji kering per plot
tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 1976.07 g dan yang terendah
terdapat pada genotip F3 VBA dan F3 VFE yaitu 1771.47 g.
Laju pengisian biji (g/hari)
Hasil analisis data secara statistik dari parameter laju pengisian biji
(g/hari) dapat dilihat pada Lampiran 45. Hasil analisis ragam tersebut
menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter laju
pengisian biji (g/hari). Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotip
dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotip
Populasi Rataan
F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 3.49 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 3.54 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 4.10
Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rataan laju pengisian biji tertinggi
terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 4.10 g/hari dan yang terendah terdapat pada
genotip F3 VBA yaitu 3.49 g/hari.
Pendugaan Karakter Genetik
Nilai duga variabilitas genetik, variabilitas fenotipe dan heritabilitas untuk
Tabel 14. Nilai duga variabilitas genetik dan fenotip serta nilai heritabilitas beberapa peubah amatan dari 3 genotipe tanaman jagung
Dari tabel 14 di atas diperoleh variabilitas genetik dari seluruh parameter
tanaman memiliki variabilitas genetik yang sempit kecuali parameter jumlah biji
per tongkol dan parameter yang memiliki variabilitas fenotip yang luas yaitu
parameter tinggi tanaman, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, berat
kering per tongkol. Serta diperoleh 5 karakter yang memiliki nilai duga
heritabilitas sedang yaitu parameter laju pengisian biji (0.31).
Pembahasan
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa parameter tinggi tanaman
jagung pada genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) adalah 218.30 cm termasuk
kategori tinggi sesuai dengan deskripsi masing-masing varietas. Begitu juga pada
genotip F3 VDC (Kalingga x Lamuru) adalah 223.50 termasuk karakter tanaman
tinggi, dan pada genotip F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) adalah 222.10 cm
termasuk karakter tanaman tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Situmorang
(2007) yang menyatakan klasifikasi kriteria tinggi tanaman jagung dinyatakan
rendah apabila < 160 cm, tinggi tanaman jagung dinyatakan sedang pada interval
160-200 cm, dan dinyatakan tinggi apabila >200 cm. Hal ini dikarenakan
pengaruh panjang hari yang menyebabkan terjadinya peningkatan panjang ruas
dan tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner,dkk (1991) yang
menyatakan panjang hari menyebabkan peningkatan panjang ruas dan tinggi
tanaman, terutama terhadap tanaman hari pendek seperti jagung.
Dari hasil penelitian diperoleh genotipe baru yang memiliki umur genjah
pada genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) adalah 82 hari sedangkan berdasarkan
deskripsi 85-90 hari, F3 VDC (Kalingga x Lamuru) adalah 87 hari sedangkan
menurut deskripsi 90-96 hari, F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) adalah 84 hari
sedangkan menurut deskripsi 87-97 hari. Hal ini karena pengaruh lingkungan
yang mendukung aktivitas hormon yang terkandung di dalam serbuk sari yang
berasal dari tetua yang berbeda untuk mempercepat proses pematangan buah
sehingga diperoleh genotipe yang memiliki umur genjah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Gardner,dkk (1991) yang menyatakan pematangan buah melibatkan
pertumbuhan. Hormon tersebut berasal dari serbuk sari yang aktivitasnya akan
meningkat karena pengaruh lingkungan yang mempengaruhi cepatnya proses
pematangan buah.
Dari hasil analisi data menunjukkan bahwa parameter berat kering 1000
biji mengalami penurunan dibandingkan deskripsi varietasnya itu sendiri. Pada
genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) menghasilkan 263.6 gr sedangkan
berdasarkan deskripsi 273-310 gr. Genotip F3 VDC (Kalingga x Lamuru)
menghasilkan 254.5 gr sedangkan menurut deskripsi 275-302 gr, dan genotip F3
VFE (Bayu x Srikandi Kuning) menghasilkan 274.5 gr sedangkan berdasarkan
deskripsi 271-310 gr. Penurunan produksi berat kering 1000 biji per plot ini
dikarenakan lahan penelitian terletak pada daerah yang ternaungi mengakibatkan
aktivitas enzim pada proses fotosintesis terganggu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gardner,dkk (1991) yang menyatakan bahwa aktivitas enzim nitrat reduktase pada
saat tanaman ternaungi menurun, karena reduksi nitrat bergantung pada proses
fotosintesis sehingga hasil asimilasi tidak maksimal digunakan untuk proses
pembentukan biji.
Hasil analisis statistik diperoleh nilai heritabilitas untuk setiap karakter
memiliki nilai heritabilitas 0 yang berarti rendah. Nilai heritabilitas yang rendah
disebabkan faktor lingkungan lebih mempengaruhi terhadap pembentukan
karakter setiap parameternya. Hal ini sesuai dengan pendapat Welsh (2005) yang
menyatakan bahwa nilai heritabilitas secara teoritus berkisar 0 sampai 1. Nilai 0
ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan,
Hasil analisis statistik diperoleh kriteria variabilitas genetik adalah sempit
kecuali parameter jumlah biji per tongkol. Hal ini disebabkan lingkungan lebih
mempengaruhi susunan genetik. Sehingga susunan genetik seragam akibatnya
keragaman genetik tidak muncul. Hal ini sesuai pendapat Sitompul dan Guritno
(1995) yang menyatakan keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan
susunan genetik yang terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal
dari jenis tanaman yang sama.
Pada karakter vegetatif genotip F3 VFE untuk parameter tinggi tanaman
memiliki nilai teringgi (227.90) dibandingkan dengan genotip yang lain dan
berbanding lurus dengan parameter berat biji / tongkol (115.29). Hal ini karena
tinggi tanaman dan berat biji yang dihasilkan dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
hal ini didukung juga oleh nilai heritabilitas yang rendah yang artinya factor
lingkungan lebih dominan ketimbang factor genetiknya itu sendiri. Hal ini sesuai
dengan literatur Thompson and Kelly (1957) yang menyatakan produksi atau hasil
biji suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. hasil biji per tanaman
sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, dimana proses fotosintesis sangat
dipengaruhi oleh cahaya. Semakin banyak cahaya yang diterima oleh tanaman
jagung maka akan mengakibatkan meningkatnya laju fotosintesis sehingga hasil
per tanaman tinggi.
Pada karakter generatif genotip F3 VBA untuk parameter umur keluar
bunga jantan memiliki nilai tertinggi (58,38) dibandingkan genotip yang lain dan
berbanding lurus dengan parameter umur keluar bunga betina (58.15) serta umur
panen (87.12). hal ini karena umur berbunga jantan dan betina yang pendek maka
memperpendek waktu panen. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi dan
Sulistiati (1991) yang menyatakan varietas jagung yang berbunga lebih awal
cenderung masak lebih cepat dibandingkan dengan varietas jagung yang berbunga
lambat. Genotip atau varietas yang mempunyai umur berbunga lebih pendek,
maka umur masak genotip atau varietas tersebut juga lebih pendek atau biasa
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian untuk parameter tinggi tanaman dapat dikategorikan
sebagai tanaman yang tinggi karena tingginya > 200 cm untuk setiap
genotipenya.
2. Dari hasil penelitian diperoleh genotipe yang memiliki umur genjah, yaitu
genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 82 hari, F3 VDC (Kalingga x
Lamuru) 87 hari, dan genotip F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 84 hari.
3. Dari hasil penelitian diperoleh produksi berat kering 1000 biji pada
genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 263.6 gr, genotip F3 VDC (Kalingga
x Lamuru) 254.5 gr, dan genotip F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning)
274.5gr
4. Nilai duga heritabilitas memiliki kriteria rendah untuk seluruh karakter
kecuali pada karakter laju pengisian biji (0.31) sedang.
5. Nilai duga variabilitas genetik memiliki kriteria sempit kecuali parameter
jumlah biji per tongkol.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk memperoleh umur genjah
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R.W., 1992. Pemuliaan Tanaman 1. Terjemahan Manna. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Allard, R.W., 1994. Pemuliaan Tanaman 2. Terjemahan Manna. PT. Bina Aksara. Jakarta.
Alnopri, 2004. Variabilitas Genetika dan Heritabilitas Sifat-Sifat Pertumbuhan Bibit Tujuh Genotipe Kopi Robusta-Arabika. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia. Volume 6 Nomor 2, 2004.
Bangun, M. K. 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan
Brown, J and Caligari, J., 2008. Plant Breeding. Blackwell Publishing. India.
Decoteu, D. R., 2000. Vegetables Crop. Prentice Hall. Upper Sadle River, London.
Gardner, F. P., Breant, P., and Roger, L. M.., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. UI-Press. Jakarta.
Ginting, S., 1995. Jagung. USU Press. Medan
Hartmann, H. T. and D. E. Kester. 1995. Plant Propagation Principles and Practice Prentice Hall. New York.
Hasyim, H., 2008. Ringkasan Bahan Kuliah Pemuliaan Tanaman. USU-Press, Medan. Diakses tanggal 26 Juni 2010.
Lovelss. A. R.,1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia. Jakarta.
Mangoendidjojo. W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Nugraha, U.S., A. Hasanuddin, dan Subandi., 2002. Perkembangan teknologi budi daya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al . (Eds.) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan.
Pingali, P., 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/ 2000. Mexico, D.F.: CIMMYT
Rubatzky, V. and m. Yamaguchi., 1998. Sayuran Dunia. Terjemahan Alih Bahasa Catur Horison. ITB Press Jilid I. Penerbit ITB, Bandung
Sitompul, S. M.., dan B.Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press, Yogyakarta.
Situmorang, S., Ichsan., Rumontam., Ansari. 2007. Sertifikasi & Deskripsi Padi, Jagung, dan Kacangan. UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Medan.
Splittstoesser. W.E.1984. Vegetables Growing Handbook. Van Norstrand Reinhold Company. New York.
Sleeper, D. A., and J. M. Poehlman., 2006. Breeding Field Crops 5. Blackwell Publishing, India.
Stansfield, W. D., 2005. Schaum’s Outline Series Theory and Problem of Genetics. Mc Graw Hill, New York.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, suatu Pendekatan Biometrik, Terjemahan Ir. Bambang Sumatri. IPB-Press, Bogor.
Thompson, H. C and W. C.Kelly. 1957. Vegetables Crops. Mc Graw-Hill Book Company, New York.
Tjitrosoepomo, G., 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lovelss. A. R.,1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia. Jakarta.
Mangoendidjojo. W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Nugraha, U.S., A. Hasanuddin, dan Subandi., 2002. Perkembangan teknologi budi daya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al . (Eds.) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan.
Pingali, P., 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/ 2000. Mexico, D.F.: CIMMYT
Rubatzky, V. and m. Yamaguchi., 1998. Sayuran Dunia. Terjemahan Alih Bahasa Catur Horison. ITB Press Jilid I. Penerbit ITB, Bandung
Sitompul, S. M.., dan B.Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press, Yogyakarta.
Situmorang, S., Ichsan., Rumontam., Ansari. 2007. Sertifikasi & Deskripsi Padi, Jagung, dan Kacangan. UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Medan.
Splittstoesser. W.E.1984. Vegetables Growing Handbook. Van Norstrand Reinhold Company. New York.
Sleeper, D. A., and J. M. Poehlman., 2006. Breeding Field Crops 5. Blackwell Publishing, India.
Stansfield, W. D., 2005. Schaum’s Outline Series Theory and Problem of Genetics. Mc Graw Hill, New York.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, suatu Pendekatan Biometrik, Terjemahan Ir. Bambang Sumatri. IPB-Press, Bogor.
Thompson, H. C and W. C.Kelly. 1957. Vegetables Crops. Mc Graw-Hill Book Company, New York.
Tjitrosoepomo, G., 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lampiran 1. Data rataan tinggi tanaman 2 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 2. Data rataan tinggi tanaman 2 MST (cm)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 3. Data rataan tinggi tanaman 3 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 4. Data rataan tinggi tanaman 3 MST
Lampiran 5. Data rataan tinggi tanaman 4 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 6. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST (cm)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 7. Data rataan tinggi tanaman 4 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST (cm)
Lampiran 9. Data rataan tinggi tanaman 6 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 10. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST (cm)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 11. Data rataan tinggi tanaman 7 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 12. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST (cm)
Lampiran 13. Data rataan Jumlah Daun 2 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 14. Daftar sidik ragam Jumlah 2 Daun MST (cm)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 15. Data rataan jumlah daun 3 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 16. Daftar sidik ragam jumlah daun 3 MST (cm)
Lampiran 17. Data rataan Jumlah Daun 4 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 18. Daftar sidik ragam Jumlah 4 Daun MST (cm)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 19. Data rataan jumlah daun 5 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 20. Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST (cm)
Lampiran 21. Data rataan Jumlah Daun 6 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 22. Daftar sidik ragam Jumlah 6 Daun MST (cm)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 23. Data rataan jumlah daun 7 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 24. Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST (cm)
Lampiran 25. Data rataan kelengkungan daun (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 26. Daftar sidik ragam kelengkungan daun (cm)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 27. Data rataan jumlah daun di atas tongkol (helai)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 28. Daftar sidik jumlah daun di atas tongkol (helai)
Lampiran 29. Data rataan umur keluar bunga jantan (hari)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 30. Daftar sidik ragam umur keluar bunga jantan (hari)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 31. Data rataan umur keluar bunga betina (hari)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 32. Daftar sidik ragam umur keluar bunga betina (hari)
Lampiran 33. Data rataan umur panen (hari)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 34. Daftar sidik ragam umur panen (hari)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 35. Data rataan jumlah baris per tongkol (baris)
Tabel Rataan Jumlah Baris Per Tongkol
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 36. Daftar sidik ragam jumlah baris per tongkol (baris)
Lampiran 37. Data rataan jumlah biji per tongkol (biji)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 38. Daftar sidik ragam jumlah biji per tongkol (biji)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 39. Data rataan berat kering biji per tongkol (gram)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 40. Daftar sidik ragam berat kering biji per tongkol (gram)
Lampiran 41. Data rataan berat kering 100 biji per tongkol (gram)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 42. Daftar sidik ragam berat kering 100 biji per tongkol (gram)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 43. Data rataan produksi berat biji kering per plot (gram)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 44. Daftar sidik ragam produksi berat biji kering per plot (gram)
Lampiran 45. Data rataan laju pengisian biji (hari)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3 4
Lampiran 46. Daftar sidik ragam laju pengisian biji (hari)
Sumber dB JK KT F F.05 Ket
Lampiran 47. Deskripsi Varietas Arjuna
Nama Varietas : Arjuna
Golongan Varietas : Besari bebas
Umur : 50% keluar rambut ±55 hari, panen 85-90 hari
Batang : Tinggi sedang
Daun : Panjang dan Lebar
Tongkol : Cukup besar dan silinder
Biji : Umumnya mutiara
Warna Daun : Hijau
Warna Biji : Kuning, kadang-kadang terdapat biji putih pada satu tongkol
Kedudukan Tongkol : Kurang lebih di tengah batang
Kelobot : Tidak semua tongkol tertutup dengan baik
Perakaran : Baik
Baris Biji : Lurus dan rapat
Jumlah Baris per Tongkol : 12-17 baris
Bobot 1000 Biji : ± 272 gr
Kerebahan : Cukup tahan
Lampiran 48 Deskripsi Varietas Sukmaraga
Nama Varietas : Sukma Raga
Golongan Varietas : Besari bebas
Umur : 50% keluar rambut ±55 hari, panen 86 hari
Batang : Tinggi dan tegak
Daun : Panjang, sedang sampai Lebar
Tongkol : Besar silinder dan panjang
Biji : Setengah mutiara (semi flint)
Warna Daun : Hijau agak tua
Warna Biji : Kuning tua
Kedudukan Tongkol : Kurang lebih di tengah batang
Kelobot : Menutup tongkol dengan baik
Perakaran : Baik
Baris Biji : Lurus dan rapat
Jumlah Baris per Tongkol : 12-18 baris
Bobot 1000 Biji : ±310 gr
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan Terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit karat dan bercak daun.
Keterangan : Dapat di kembangkan di dataran rendah sampai ketinggian