• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan Tetua yang Memiliki Umur Genjah dan Produksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Bersari Bebas pada Beberapa Genotif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemilihan Tetua yang Memiliki Umur Genjah dan Produksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Bersari Bebas pada Beberapa Genotif"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIHAN TETUA YANG MEMILIKI UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) BERSARI BEBAS PADA BEBERAPA GENOTIF

SKRIPSI

OLEH :

NADYAFANI HIDAYATI ELFAN 070307002 / BDP – PET

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMILIHAN TETUA YANG MEMILIKI UMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

BERSARI BEBAS PADA BEBERAPA GENOTIF

SKRIPSI

OLEH :

NADYAFANI HIDAYATI ELFAN 070307002 / BDP – PET

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : Pemilihan Tetua yang Memiliki Umur Genjah dan Produksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Bersari Bebas pada Beberapa Genotif.

Nama : Nadyafani Hidayati Elfan

Nim : 070307002

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(4)

ABSTRACT

NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: The Selection of Short-Age but Highly Productive Parents of Open Pollinated Genotypes of Corn (Zea mays L.). The study was conducted under the guidance of EVA SARTINI BAYU and HOT SETIADO.

The study aimed at obtaining short-age but highly productive open pollinated genotypes of corn.The research was conducted at the Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, of ±25 metres above sea level, from November 2010 until February 2011.The research was used randomized block design of one factor treatment and four replications. The factor is the varieties, which include Arjuna, Kalingga, Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Kuning, and Bayu varieties.

The result showed that shorter-age genotypes than the description were successfully obtained. The genotypes did not show significantly and better performance of the height plan 2-7 weeks after ripening, number of leaves 2-7 weeks after ripening, leaves bend, number of leaves above the cob, age out male flowers, age out of the female flowers, harvesting age, number of rows per cob, number of seeds per cob, dry weight of seeds per cob, 100 seed dry weight, seed dry weight production per plot, and the rate of seed filling. Genotif showed low

diversity criteria.

(5)

ABSTRAK

NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: Pemilihan Tetua yang Meiliki umur Genjah danProduksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) bersari Bebas pada Beberapa Genotif. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Hot Setiado.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan tanaman yang memiliki umur genjah dan produksi tinggi pada tanaman jagung (Zea mays L.) bersari bebas pada beberapa genotip. Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 mdpl mulai dari bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011, Menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan dan empat ulangan, Faktor varietas, yaitu Sukmaraga X Arjuna, Kalingga X Lamuru, dan Bayu X Srikandi kuning.

Hasil penelitian menunjukkan diperolehnya genotif yang memiliki umur genjah yang lebih cepat dari deskripsi, bahwa genotif tidak berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman 2-7 MST, jumlah daun 2-7 MST, kelengkungan daun, jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, berat kering biji per tongkol, berat kering 100 biji, produksi berat kering biji per plot, dan laju pengisian biji. Keragaman genotif menunjukkan kriteria rendah.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nadyafani Hidayati Elfan dilahirkan di Medan pada 03 Juli 1989 dari

pasangan Mazrielfan Muaz dengan Erniwaty Sjam. Penulis merupakan anak ke 1

dari 3 bersaudara.

Menamatkan pendidikan SD di SDN IKIP Padang tahun 2001, SMP

Negeri 12 Medan tahun 2004, SMA Swasta Dharma Pancasila Medan tahun 2007.

Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara, Medan pada

Fakultas Pertanian program studi Pemuliaan Tanaman tahun 2007, melalui jalur

PMP.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi anggota Himpunan

Mahasiswa Budidaya Pertanian 2006-2010, Asisten Laboratorium Dasar

Pemuliaan Tanaman 2010-2011.

Selama bulan Juni hingga Juli 2010 penulis mengikuti Praktek Kerja

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kapada Allah SWT atas segala rahmad,

karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul penelitian ini adalah ”Pemilihan Tetua yang Memiliki Umur

Genjah dan Produksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Bersari Bebas pada Beberapa Genotif”

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MS selaku

ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Hot Setiado. MSc. PhD selaku anggota

komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan. Ucapan

terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda tercinta Mazrielfan Muaz dan

Ibunda Erniwaty Sjam atas kasih sayang, dukungan dan do’anya. Untuk adik saya

Asyarifani Zuhdi Elfan dan Rafifani Murfid Elfan terima kasih atas segala do’a

dan dukungannya. Disamping itu penulis berterima kasih kepada sahabat-sahabat

terbaik saya Wiwit, Aldebaran, Indra, Bayu, Koko, Bg Syahril, Yusuf, Cici, Dwi

R, Aya, Adnan, Satria, Ferdi, Nida, Andri, dan teman-teman saya di Pemuliaan

Tanaman angkatan 2007 dan 2008 atas segala bantuan dan dukungan selama

penulis menjalani perkuliahan di Kampus FP USU.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

seluruh pihak yang memerlukan.

Medan, Juli 2011

(8)
(9)

Penyiangan ... 20

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20

Panen ... 20

Peubah Amatan ... 20

Tinggi Tanaman (cm) ... 20

Jumlah Daun (helai) ... 20

Kelengkungan Daun(cm) ... 20

Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) ... 21

Umur Keluar Bunga Jantan (he) ... 21

Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 21

Umur Panen (hari) ... 21

Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 22

Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 22

Berat Biji per Tongkol (g) ... 22

Berat 100 Biji (g) ... 22

Produksi Biji kering per Plot (g) ... 22

Laju Pengisian Biji (g/hari) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Tinggi Tanaman (cm) ... 23

Jumlah Daun (helai) ... 23

Kelengkungan Daun ... 24

Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) ... 25

Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ... 25

Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 26

Umur Panen (hari) ... 26

Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 27

Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 28

Berat Biji per Tongkol (g) ... 28

Berat 100 Biji (g) ... 29

Produksi Biji Kering per Plot (g) ... 39

Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 30

Pendugaan Karakter Genetik ... 30

Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa genotipe (cm) ... 23

2 Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa genotipe (helai)……. 24

3 Rataan umur keluar bunga jantan dari beberapa genotipe (hari)... 24

4 Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa genotipe (hari)... 25

5 Rataan kelengkungan daun (cm)... 25

6 Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai)... 26

7 Rataan umur panen dari beberapa genotipe (hari)... 26

8 Rataan Jumlah Baris pertongkol (baris)... 27

9 Rataan jumlah biji per tongkol (biji)... 28

10 Rataan berat biji per tongkol dari beberapa genotipe (g)... 28

11 Rataan berat 100 biji per tongkol (g)... 29

12 Rataan produksi biji kering per plot (g)... 29

13 Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotipe……… 30

14 Nilai duga variabilitas genetik dan fenotipe serta nilai heritabilitas

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1 Data rataan tinggi tanaman 2 MST (cm) 36

2 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 2 MST 36

3 Data rataan tinggi tanaman 3 MST (cm) 36

4 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST 36

5 Data rataan tinggi tanaman 4 MST (cm) 37

6 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST 37

7 Data rataan tinggi tanaman 5 MST (cm) 37

8 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST 37

9 Data rataan tinggi tanaman 6 MST (cm) 38

10 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST 38

11 Data rataan tinggi tanaman 7 MST (cm) 38

12 Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST 38

13 Data rataan jumlah daun 2 MST (helai) 39

14 Daftar sidik ragam jumlah daun 2 MS 39

15 Data rataan jumlah daun 3 MST (helai) 39

16 Daftar sidik ragam jumlah daun 3 MST 39

17 Data rataan jumlah daun 4 MST (helai) 40

18 Daftar sidik ragam jumlah daun 4 MST 40

19 Data rataan jumlah daun 5 MST (helai) 40

20 Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST 40

(12)

22 Daftar sidik ragam jumlah daun 6 MST 41

23 Data rataan jumlah daun 7 MST dari tanaman F2 (helai) 41

24 Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST 41

25 Data rataan kelengkungan daun (cm) 42

26 Daftar sidik ragam kelengkungan daun 42

27 Data rataan jumlah daun di atas tongkol (helai) 42

28 Daftar sidik ragam jumlah daun di atas tongkol 42

29 Data rataan umur keluar bunga jantan (hari) 43

30 Daftar sidik ragam umur keluar bunga jantan 43

31 Data rataan umur keluar bunga betina (hari) 43

32 Daftar sidik ragam umur keluar bunga betina 43

33 Data rataan umur panen (hari) 44

34 Daftar sidik ragam umur panen 44

35 Data rataan jumlah baris per tongkol (baris) 44

36 Daftar sidik ragam jumlah baris pertongkol 44

37 Data rataan jumlah biji per tongkol (biji) 45

38 Daftar sidik ragam jumlah biji pertongkol 45

39 Data rataan berat biji per tongkol (g) 45

40 Daftar sidik ragam berat biji pertongkol 45

41 Data rataan berat 100 biji (g) 46

42 Daftar sidik ragam berat 100 biji 46

43 Data rataan produksi biji kering per plot (g) 46

44 Daftar sidik ragam pengamatan produksi biji kering per plot 46

(13)

46 Daftar sidik ragam laju pengisian biji 47

47 Deskripsi Varietas Arjuna 48

48 Deskripsi Varietas Sukmaraga 49

49 Deskripsi Varietas lamuru 50

50 Deskripsi Varietas Kalingga 51

51 Deskripsi Varietas srikandi kuning 52

52 Deskripsi Varietas Bayu 53

53 Bagan Lahan Penelitian 54

54 Bagan plot Penelitian 55

55 Jadwal Penelitian 56

56

57

Skema Pembentukan Varietas Bersari Bebas

Gambar Lahan Keseluruhan

57

58

58 Gambar perbandingan tongkol jagung beberapa genotype 59

(14)

ABSTRACT

NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: The Selection of Short-Age but Highly Productive Parents of Open Pollinated Genotypes of Corn (Zea mays L.). The study was conducted under the guidance of EVA SARTINI BAYU and HOT SETIADO.

The study aimed at obtaining short-age but highly productive open pollinated genotypes of corn.The research was conducted at the Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, of ±25 metres above sea level, from November 2010 until February 2011.The research was used randomized block design of one factor treatment and four replications. The factor is the varieties, which include Arjuna, Kalingga, Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Kuning, and Bayu varieties.

The result showed that shorter-age genotypes than the description were successfully obtained. The genotypes did not show significantly and better performance of the height plan 2-7 weeks after ripening, number of leaves 2-7 weeks after ripening, leaves bend, number of leaves above the cob, age out male flowers, age out of the female flowers, harvesting age, number of rows per cob, number of seeds per cob, dry weight of seeds per cob, 100 seed dry weight, seed dry weight production per plot, and the rate of seed filling. Genotif showed low

diversity criteria.

(15)

ABSTRAK

NADYAFANI HIDAYATI ELFAN: Pemilihan Tetua yang Meiliki umur Genjah danProduksi Tinggi pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) bersari Bebas pada Beberapa Genotif. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Hot Setiado.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan tanaman yang memiliki umur genjah dan produksi tinggi pada tanaman jagung (Zea mays L.) bersari bebas pada beberapa genotip. Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 mdpl mulai dari bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011, Menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan dan empat ulangan, Faktor varietas, yaitu Sukmaraga X Arjuna, Kalingga X Lamuru, dan Bayu X Srikandi kuning.

Hasil penelitian menunjukkan diperolehnya genotif yang memiliki umur genjah yang lebih cepat dari deskripsi, bahwa genotif tidak berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman 2-7 MST, jumlah daun 2-7 MST, kelengkungan daun, jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, berat kering biji per tongkol, berat kering 100 biji, produksi berat kering biji per plot, dan laju pengisian biji. Keragaman genotif menunjukkan kriteria rendah.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selama berabad-abad jagung ditanam sebelum orang Eropa datang ke

Amerika. Jagung kultivar modern berbeda dari jagung primitif daam memiliki

lebih tanaman produktif karena adanya peningkatan jumlah dan peningkatan berat

biji individu pada tongkol jagung (Sleeper and Poehlman, 2006).

Jagung memiliki peranan penting dalam industri berbasis agribisnis. Saat

ini, pemanfaatan jagung terbesar pada industri pakan ternak khususnya pakan

unggas. Kelangsungan pasokan jagung sama halnya dengan kelangsungan usaha

pabrik pakan. Untuk tahun 2009, Departemen Pertania melalui Direktorat Jendral

Tanaman Pangan mengklaim bahwa produksi jagung saat ini mencapai 18 juta ton

(http://www.poultryindonesia.com, 2009).

Produksi jagung tahun 2009 (ATAP) sebesar 17.63 juta ton pipilan kering,

meningkat sebanyak 1.31 juta ton (8.04 persen) dibandingkan tahun 2008.

Produksi jagung tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 18.02 juta ton

pipilan kering, meningkat sebanyak 386.79 ribu ton (2.19 persen) dibandingkan

tahun

Karbohidrat dalam biji jagung mengandung gula pereduksi (glukosa dan

fruktosa), sukrosa, polisakarida dan pati. Kadar gula pada endosperm sweet corn

sebesar 5 - 6% dan kadar pati 10 - 11%, sedangkan pada jagung biasa hanya 2 -

3% atau setengah dari kadar gula sweet corn. Gula yang disimpan dalam

biji sweet corn adalah sukrosa yang dapat mencapai jumlah 11%

(17)

Jagung dimanfaatkan untuk konsumsi, bahan baku industri pangan,

industri pakan dan bahan bakar. Kebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus

mengalami peningkatan seiring berkembangnya industri pakan dan pangan. Oleh

karenanya, penyerapan tenaga kerja, perbandingan pasokan dan permintaan

jagung dapat menopang perekonomian nasional. Pengembangan jagung di

Indonesia memiliki prospek yang positif. Pasalnya, Indonesia memiliki

ketersediaan lahan cukup luas. Selain itu, dukungan penerapan teknologi, benih

varietas unggul dan harga yang menarik menjadi modal untuk mengembangkan

jagung (http://www.poultryindonesia.com, 2009).

Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas

areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun, 80% di antaranya ditanami varietas

unggul yang terdiri atas 56% jagung bersari bebas (komposit) dan 24% hibrida,

sedang sisanya varietas lokal (Pingali 2001). Data Nugraha et al. (2002),

menunjukkan, luas areal tanam jagung varietas unggul telah mencapai 75% (48%

besari bebas, 27% hibrida). Dari data tersebut Nampak bahwa sebagian besar

petani masih menggunakan benih jagung bersari bebas. Hal ini terkait dengan

harga benih jagung bersari bebas lebih murah daripada benih jagung hibrida, atau

karena benih hibrida sukar diperoleh, terutama di daerah terpencil. Keluaran

jangka panjang (lima tahun) yang diharapkan dari pemuliaan jagung bersari bebas

pada umumnya adalah varietas unggul berumur genjah (90 hari), tahan terhadap

cekaman biotik (hama, penyakit), abiotik (kekeringan, lahan masam, N rendah),

dan hasil stabil. Keluaran jangka pendek adalah tersedianya populasi dasar untuk

membentuk varietas komposit dan sintetik, dan tersedianya famili yang tahan

(18)

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian untuk menciptakan varietas unggul berumur genjah (90 hari), tahan

terhadap cekaman biotik (hama, penyakit), abiotik (kekeringan, lahan masam, N

rendah), dan hasil stabil pada beberapa varietas jagung (Zea mays L.).

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan bahan tanaman yang memiliki umur genjah dan

produksi tinggi pada tanaman jagung (Zea mays L.) bersari bebas pada beberapa

genotip.

Hipotesis Penelitian

Adanya perbedaan karakter morfologis dan produktif pada beberapa

genotip tanaman jagung (Zea mays L.) yang bersari bebas.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu

syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Tjitrosoepomo (2004) taksonomi jagung adalah sebagai berikut :

kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales,

family Poaceae, genus Zea, spesies Zea mays.

Zea mays termasuk dalam golongan poaceae (Graminae) atau family

rumput-rumputan. Anggota / jenis lain dari family ini adalah gandum, sorghum,

dan padi. Jagung merupakan tanaman annual, monocotyledoneae dsn dapat

tumbuh sampai ketinggian 12 feet (Decoteau, 2000).

Akar serabut yang tumbuh di pangkal batang, menyebar luas sebagai akar

lateral yang toleran terhadap tanah relative basah tidak tergenang namun rentan

terhadap kekeringan. Kemudian akar seminal (seminal cord) yang tumbuh ke

bawah (sub soil) dari lembaga benih jagung dan mampu mencapai sub soil pada

kedalaman 1,5 - 2 meter. Fungsi akar seminal untuk meningkatkan kemampuan

akar dalam meningkatkan daya tahan tanaman jagung terutama pada saat

kekeringan di musim kemarau

Batang tanaman kaku, tingginya berkisar antara 1,5 -2,5 m dan terbungkus

oleh pelepah daun yang berselang seling yang berasal dari setiap buku. Buku

batang mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkusnya

rapat-rapat panjang batang utama, sering melingkupi hingga buku berikutnya.

(20)

Kasifikasi kriteria tinggi tanaman jagung dinyatakan rendah apabila < 160

cm, tinggi tanaman jagung dinyatakan sedang pada interval 160-200 cm, dan

dinyatakan tinggi apabila >200 cm (Sitompul, 2007)

Daun jagung berbentuk pedang, tumbuh lebar dan panjang dengan kelopak

daunnya tampak melekat sehingga batang jagung tampak gepeng. Jagung hibrida

old type dengan daun jagung kurang tegak dan 1/3 ujung daun melengkung ke

bawah (kurva) sehingga menutupi daun dibawahnya dari sinar matahari

(ternaungi). Jagung hibrida new type dengan daun jagung tumbuh lurus menjulang

ke atas, hanya ujung daun agak melengkung ke bawah, sehingga mampu

meningkatkan efisiensi sinar matahari dalam mendukung proses karbon asimilasi.

Sehingga dapat ditanam dalam populasi tinggi dengan produksi lebih tinggi

dibanding jagung hibrida old type

Bunga jantan jagung berada di ujung batang dalam bentuk malai di ujung.

Jika kepala sari dari tassel pecah maka terbentuklah kabut debu serbuk sari. Telah

dihitung bahwa sebuah tassel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk sari.

Bunga betina tumbuh dibagian bawah tanaman dalam bentuk bulir majemuk atau

sering disebut tongkol yang tertutup rapat oleh upih yang disebut kulit ari.

Muncul dari tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks) yaitu

kepala putik. Sewaktu reseptif rambut sutra ini lengket, sehingga serbuk sari

manapun yang tertiup kearah rambut ini akan melekat. Setiap rambut

dihubungkan oleh tangkai putik yang panjang kebakal buah tunggal yang setelah

dibuahi menjadi biji atau inti biji (kernel) (Loveless, 1989).

Serbuk sari mengandung hormon pertumbuhan dan merangsang

(21)

dan GA. Selanjutnya buah dan biji juga kaya akan hormon pertumbuhan.

Pematangan buah melibatkan sekelompok hormon yang berbeda dengan hormon

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Hormon tersebut berasal dari serbuk sari

yang aktivitasnya akan meningkat karena pengaruh lingkungan yang

mempengaruhi cepatnya proses pematangan buah (Gardner,dkk, 1991).

Syarat Tumbuh

Iklim

Perkecambahan benih optimal pada suhu 270C dan berlangsung lambat

atau gagal berkecambah pada suhu dibawah 190C. Setelah berkecambah

pertumbuhan bibit dan tanaman dapat berlangsung pada kisaran suhu 19 -400C,

tetapi terbaik pada suhu 21 - 300C. Suhu rendah kurang berpengaruh terhadap fase

bibit tetapi setelah itu, suhu harus lebih tinggi untuk pertumbuhan yang baik. Suhu

rendah mempengaruhi pertumbuhan khususnya setelah mulai tumbuh bunga

jantan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan berkisar 20 - 500 mm per

tahun. Curah hujan kurang atau lebih dari angka diatas akan menurunkan

produksi. Air banyak dibutuhkan pada saat perkecambahan dan setelah berbunga.

Idealnya tanaman jagung membutuhkan curah hujan 100 - 125 mm per bulan

dengan distribusi yang merata (Ginting,1995).

Selama pertumbuhannya tanaman jagung harus mendapatkan sinar

matahari yang cukup karena sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman

jagung bila banyak ternaungi pertumbuhannya akan terhambat dan menghasilkan

(22)

Pengaruh panjang hari terhadap pertumbuhan batang biasanya kurang jelas

dibandingkan pengaruh pembungaan. Hari panjang menyebabkan peningkatan

panjang ruas dan tinggi tanaman, terutama terhadap tanaman hari pendek seperti

jagung. Aktivitas enzim nitrat reduktase pada saat tanaman ternaungi menurun,

karena reduksi nitrat bergantung pada proses fotosintesis sehingga hasil asimilasi

tidak maksimal digunakan untuk pembentukan biji.(Gardner,dkk,1991).

Produksi atau hasil biji suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor

eksternal. hasil biji per tanaman sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis,

dimana proses fotosintesis sangat dipengaruhi oleh cahaya. Semakin banyak

cahaya yang diterima oleh tanaman jagung maka akan mengakibatkan

meningkatnya laju fotosintesis sehingga hasil per tanaman tinggi (Thompson dan

Kelly, 1957).

Tanah

Tanaman jagung tidak membutuhkan persyaratan khusus karena tanaman

ini dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah asalkan tanah tersebut subur,

gembur, kaya akan bahan organik dan drainase maupun aerasi baik. Kemasaman

tanah (pH) yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman jagung antara

5,5 - 6,5; tetapi yang paling baik adalah 6,8. Kemasaman tanah dibawah 5,5

kurang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung, tanah tersebut sudah perlu

dikapur (Ginting,1995).

Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 - 7,0. Jagung toleran

terhadap keasaman tinggi dan resisten pada keracunan aluminium, yang sering

(23)

antara 6,0 - 6,5 tetapi dibutuhkan pemupukan agar pertumbuhan tanaman bagus

dan tidak terganggu (Thompson dan Kelly, 1957).

Varietas

Varietas merupakan sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies

yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, biji, dan ekspresi

karakteristik genotipe atau kombinasi genotip yang dapat membedakan

jenis/spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan

Varietas hibrida adalah varietas yang berasal dari turunan pertama (F1)

pada persilangan beberapa genotipe terpilih yang tidak sama. Dari persilangan

antara 2 galur inbreed akan menghasilkan F1, bila F1 ditanam akan tumbuh jagur

dengan hasil yang tinggi. Perbanyak hibrida F1 secara kawin acak akan

mengakibatkan generasi berikutnya produksi berkurang, depresi inbreeding dan

keseragaman berkurang (Hasyim, 2008).

Keuntungan varietas hibrida yaitu pada kondisi optimum mampu

berproduksi lebih tinggi, lebih mudah diperoleh daya gabung dan kekurangannya

yaitu komponen penyusunan terbatas dan produksi benih sulit, karena setiap kali

menanam harus memperbarui benih (Mangoendidjojo, 2003).

Kultivar hibrida merupakan generasi pertama progeny dari dua tanaman

dengan genetik atau garis inbreed yang berbeda. Semua tanaman adalah

heterozigot. Yang secara normal seragam dan dapat ditujukan kevigoran

hibridanya. Kultivar hibrida bagaimana pun tidak dapat digunakan sebagai

(24)

Dalam garis besar secara singkat kegiatan yang telah mengantarkan

kesuksesan praktek yang besar dari jagung hibrida adalah :

1. Memilih tanaman yang dikehendaki dalam populasi penyerbukan bebas.

2. Selfing (penyerbukan sendiri) tanaman ini melalui berbagai generasi untuk

membuat galur hibrid yang homozigot.

3. Mengawinsilangkan galur yang dipilih.

(Allard, 1994).

Varietas jagung yang berbunga lebih awal cenderung masak lebih cepat

dibandingkan dengan varietas jagung yang berbunga lambat. Genotip atau varietas

yang mempunyai umur berbunga lebih pendek, maka umur masak genotip atau

varietas tersebut juga lebih pendek atau biasa disebut dengan berumur genjah

(Effendi dan Sulistiati (1991).

Seleksi

Diantara hal-hal seleksi, ada dua yang sangat penting untuk memahami

prinsip pemuliaan :

1. Seleksi dapat bekerja efektif hanya dalam perbedaan yang dapat

diwariskan.

2. Seleksi tidak dapat menciptakan variabilitas, tetapi hanya bekerja pada

sifat yang ada. Pemuliaan dengan cara ini menyebabkan naiknya

homozigositas.

(Allard, 1992).

Seleksi dibuat baik untuk garis superior dan untuk tanaman unggul dalam

(25)

dari tanaman jagung, tetapi dapat dilengkapi dengan tes ketahanan karakter

penginapan khusus, penyakit resistensi, kualitas gabah, atau lainnya yang sesuai

untuk tujuan pembiakan selama setiap generasi penangkaran sanak, peternak

hanya memiilih tanaman yang kuat dengan kematangan yang sesuai, akar dan

batang yang kuat, tahan penyakit, serangga dan sifat-sifat yang diinginkan lainnya

karena benih yang digunakan untuk menanam tunggal saling digunakan dalam

produksi komersial dari jagung hibrida diproduksi di pabrik in-breed, penting

bahwa inbree menghasilkan produksi biji tinggi. Secara umum, inbreed lebih kuat

cenderung memberikan progeny hibrida lebih kuat (Sleeper and Poehlman, 2006).

Dua bentuk seleksi dikatakan tersedia untuk para petani, pemilihan positif

dan negatif. Dalam hal sederhana seleksi negatif adalah menghasilkan tanaman

terburuk dan dibuang sementara seleksi positif adalah menghasilkan tanaman

terpilih. Mungkin deskripsi sederhana berhubungan dengan kriteria tanaman yang

dipilih dari populasi. Jika kurang dari 50% tanaman dipertahankan maka ini akan

menjadi seleksi positif. Jika lebih dari 50 % tanaman yang dipilih maka ini dapat

dianggap seleksi negatif (Brown and Caligari, 2008).

Variabilitas

Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetic

mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis

tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada

lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman

tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang

(26)

berpedoman pada nilai variabilitas genetik dan fenotif serta heritabilitas dapat

membantu ketajaman seleksi sehingga hasil yang didapatkan akan lebih baik.

Variabilitas genetik yang tinggi akan mempengaruhi variabilitas fenotifik dalam

suatu populasi, sehingga pemulia mempunyai peluang yang lebih besar dalam

melakukan seleksi (Sitompul dan Guritno, 1995).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika

mereka berada di lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh

terhadap perkembangan karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan

lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun harus disadari bahwa

keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh

perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas

di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan

dimana individu itu berada (Allard, 1992).

Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program

pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan

manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan seleksi atau dapat

dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan

kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai

faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari

genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama

para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan

(27)

Heritabilitas

Salah satu analisis yang umum digunakan untuk mengevaluasi sumbangan

perbedaan genetik terhadap keragaman penampilan tanaman adalah heritabilitas

(heritability) yaitu suatu ukuran tingkat pengaruh genetik terhadap fenotip. Ini

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

H2 = V(P) – V(E)/V(P)

Dimana V(P) adalah keragaman individu dalam suatu proporsi, akibat perbedaan

genetik dan perbedaan lingkungan dan V(E) keragaman lingkungan. Akan tetapi

tanaman tingkat tinggi bukanlah suatu organisme yang ideal untuk percobaan

genetik, karena waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu siklus cukup

panjang (Sitompul dan Guritno, 1995).

Menurut Hadiati, Murdaningsih, Baihaki dan Rostini (2003) heritabilitas

merupakan suatu tolak ukur yang bersifat kuantitatif untuk menentukan apakah

perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau

lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan

pada generasi selanjutnya. Heritabilitas juga merupakan parameter yang

digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan

gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor

lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkanbahwa factor genetik relatif

lebih berperan dibandingkan dengan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai

nilai heritabilitas yang tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada

keturunan berikutnya (Alnopri, 2004).

Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi

(28)

penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini

diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang

disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti

luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistatis. Nilai

heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh

variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila

seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas

(29)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian dilaksanakan

mulai bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Februari 2011.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji hasil selfing jagung

yang terdiri dari 3 genotip yaitu: F2 VBA (Sukmaraga X Arjuna), F2 VDC

(Kalingga X Lamuru), F2 VFE (Bayu X Srikanndi kuning), pupuk urea, TSP,

KCL, fungisida, insektisida dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah lahan,

gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur lahan dan

pertumbuhan tanaman, timbangan analitik untuk menimbang bobot biji, kalkulator

untuk menghitung data dan alat tulis untuk mencatat data serta alat-alat lain yang

mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial

yang terdiri dari 3 genotif jagung keturunan kedua hasil selfing dan bersari bebas

yaitu:

VB (Sukmaraga) X VA (Arjuna) : F2 VBA

(30)

VF (Bayu) X VE (Srikandi Kuning) : F2 VFE

Jumlah ulangan : 4 ulangan

Jumlah plot dalam blok : 3 plot

Jumlah plot : 12 plot

Jumlah sampel per plot : 6 tanaman

Jumlah tanaman per plot : 24 tanaman

Jarak tanaman : 30 cm x 60 cm

Jumlah tanaman seluruhnya : 288 tanaman

Luas plot : 250 cm x 150 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier

aditif sebagai berikut :

Yij = µ + αi+ βj+ Єij

i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5,6 Dimana :

Yij :hasil pengamatan perlakuan ke-1 dalam ulangan ke-j

µ : nilai rata-rata

αi : efek ulangan ke-i

βj : efek perlakuan ke-j

Єij : galat dari blok ke- I varietas ke-j (Bangun, 1991).

Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam rancangan acak kelompok

(RAK) non faktorial. Jika perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda

(31)

Nilai Harapan Kuadrat Tengah Bagi Analisis Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Dari hasil analisis sidik ragam digunakan untuk mendapatkan nilai kuadrat

tengah persilangan (KTp) dan kuadrat tengah error (KTe) yang selanjutnya

digunakan untuk menentukan nilai varian genotip (σ2g) dan varian fenotip (σ2 p).

Nilai varian genotip dan fenotip untuk setiap karakter diduga melalui

analisis dari nilai harapan variannya yaitu:

KTp - (σ2e) Varian genetik (σ2g) =

r

Varian fenotip (σ2p) = (σ2g) + (σ2e)

Dalam Stansfield (1991) untuk melihat luas sempitnya variabilitas genetik

(32)

Dengan kriteria sebagai berikut:

(σ2g) > 2(σσ2g) : variabilitas genetik luas (σ2g) ≤ 2(σσ2g) : variabilitas genetik sempit (σ2p) > 2(σσ2p) : variabilitas fenotifik luas (σ2p) ≤ 2(σσ2p) : variabilitas fenotifik sempit.

Nilai heritabilitas dalam arti luas dihitung berdasaskan rumus:

e

Diagram chat asal usul benih

(33)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu dibersihkan

dari gulma dan sampah, lalu dilakukan pembuatan plot percobaan berukuran

250cm X 150cm, jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 50 cm yang

berfungsi sebagai drainase. Tanah diolah dengan kedalaman olah ± 20 cm.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam pada lahan

penelitian. Setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 24 lubang tanam. Setiap

lubang tanam ditanami 2 benih perlubang tanam. Kemudian lubang tanam ditutup

dengah tanah top soil.

Pemupukan

Pupuk urea diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan pada saat

tanaman berumur 3 minggu setelah tanaman (MST) dengan dosis pupuk urea

3,75 g/tanaman, pupuk KCl dan TSP diberikan pada saat tanaman 3 MST dengan

dosis pupuk KCl 1,87 g/tanaman dan TSP 1,87 g/tanaman.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Penjarangan

dilakukan dengan cara memotong salah satu tanaman sehingga pada setiap lubang

(34)

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari, atau sesuai dengan kondisi

lingkungan. Penyiraman dilakukan agar kondisi air pada lahan penelitian tetap

berada pada kondisi yang cukup untuk tanaman.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan antara gulma dan

tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan cangkul.

Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dengan

dosis 0,5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan

penyemprotan fungisida dengan dosis 1 cc/liter air.

Panen

Panen dilakukan dengan mengambil tongkol jagung dengan menggunakan

tangan. Adapun kriteria panennya adalah rambut tongkol telah berwarna hitam

dan bila biji ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas.

Peubah Amatan

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan pucuk daun

tertinggi tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman

(35)

Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah

membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu sejak

tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.

Umur berbunga jantan (hari)

Umur berbunga jantan diamati pada saat keluar bunga jantan pada

tanaman sampel. Kriteria yang digunakan adalah munculnya daun bendera

pembungkus malai.

Umur berbunga betina (hari)

Umur berbunga betina diamati pada saat keluar bunga betina pada

tanaman sampel yaitu keluarnya silk dari tongkol.

Kelengkungan daun

Kelengkungan daun merupakan nisbah antara panjang daun dengan jarak

antara ujung daun hingga pangkal daun dalam keadaan melengkung yang

dinyatakan dengan : a/b

Dimana: a = panjang daun

b= jarak antara ujung daun hingga pangkal daun dalam posisi

(36)

Jumlah daun di atas tongkol

Jumlah daun di atas tongkol dihitung dengan menghitung jumlah daun

yang berada diatas tongkol utama.

Umur panen (hari)

Umur panen dihitung pada saat dilakukannya pemanenan pada setiap

tanaman sampel.

Jumlah baris per tongkol (g)

Jumlah baris per tongkol dihitung dari setiap tanaman sampel.

Jumlah biji per tongkol (biji)

Jumlah biji pertongkol dihitung pada setiap tanaman sampel.

Berat biji per tongkol (g)

Berat biji pertongkol ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan pada

setiap tanaman sampel.

Berat 100 biji (g)

Berat 100 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil pada setiap

tanaman sampel.

Produksi biji kering per plot (g)

Produksi biji kering per plot (g) diambil dari seluruh tanaman per plot

(37)

Laju pengisian biji (g/hari)

Laju pengisian biji dihitung dengan membagi bobot biji tiap tongkol

dengan selisih antar umur panen dan umur keluar rambut.

berat biji (g)

LPB =

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi tanaman (Cm)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter tinggi tanaman 2 s/d 7

MST dapat dilihat pada Lampiran 1 s/d 12. Hasil analisis sidik ragam tersebut

menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi

tanaman 2 s/d 7 MST. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip (cm)

Populasi

Tinggi Tanaman Pada Umur (Cm)

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman 7 MST yang

tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 223.50 cm dan yang terendah pada

genotip F3 VBA yaitu 218.30 cm.

Jumlah daun (helai)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah daun 2 s/d 7 MST

(39)

menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata pada parameter jumlah daun

pada 2 s/d 7 MST. Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip (helai)

Populasi

Jumlah Daun Pada Umur (Cm)

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah daun 7 MST yang

tertinggi terdapat pada genotip F3 VBA yaitu 14.55 helai dan yang terendah pada

genotip F3 VDC dan F3 VFE yaitu 14.05 helai.

Kelengkungan daun (Cm)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter kelengkungan daun (cm)

dapat dilihat pada Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan

bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter kelengkungan daun (cm).

Rataan kelengkungan daun (cm) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel

3.

Tabel 3. Rataan kelengkungan daun (cm) dari beberapa genotip (hari)

Populasi Kelengkungan Daun

(40)

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rataan kelengkungan daun (cm)

tertinggi terdapat pada genotip F3 VAB yaitu 1.65 cm dan yang terlama terdapat

pada genotip F3 VBA yaitu 1.58 cm.

Jumlah daun di atas tongkol (helai)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah daun di atas

tongkol dapat dilihat pada Lampiran 27. Hasil analisis ragam tersebut

menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun

diatas tongkol. Rataan jumlah daun di atas tongkol dari beberapa genotip dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai)

Populasi Rataan

F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 6.78 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 6.93 F3VFE(Bayu x Srikandi Kuning) 6.65

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah daun di atas tongkol

tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 6.93 helai dan yang terendah

terdapat pada genotip F3 VEF yaitu 6.65 helai.

Umur keluar bunga jantan (hari)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter umur keluar bunga jantan

(hari) dapat dilihat pada Lampiran 29. Hasil analisis sidik ragam tersebut

menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter umur keluar

bunga jantan. Rataan umur keluar bunga jantan (hari) dari beberapa genotipe

dapat dilihat pada Tabel 5.

(41)

Populasi Umur Berbunga F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 54.38

F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 53.50 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 53.85

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa rataan umur keluar bunga jantan

tercepat terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 54.38 hari dan yang terlama terdapat

pada genotip F3 VDC yaitu 52.19 hari.

Umur keluar bunga betina (hari)

Hasil analisis data secara statistik dengan dari parameter umur keluar

bunga betina (hari) dapat dilihat pada Lampiran 31. Hasil analisis sidik ragam

tersebut menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter

umur keluar bunga betina. Rataan umur keluar bunga betina (hari) dari beberapa

genotip dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa genotip (hari).

Populasi Rataan

F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 58.15 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 56.75 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 58.33

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa rataan umur keluar bunga betina

tercepat terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 58.33 hari dan yang terlama terdapat

pada genotip F3 VBA yaitu 58.15 hari.

Umur panen (hari)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter umur panen (hari) dapat

(42)

genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter umur panen. Rataan umur panen

(hari) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan umur panen dari beberapa genotip (hari)

Populasi Rataan F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 82.938

F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 87.250 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 84.750

Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa rataan panen tercepat terdapat pada

genotip F3 VAB yaitu 82.875 hari dan yang terlama terdapat pada genotip F3 VDC

yaitu 87.25 hari.

Jumlah baris per tongkol (baris)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah baris per tongkol

(baris) dapat dilihat pada Lampiran 35. Hasil analisis ragam tersebut

menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah baris

per tongkol (baris). Rataan jumlah baris per tongkol (baris) dari beberapa genotip

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Jumlah Baris pertongkol (baris)

Populasi Rataan

F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 13.75 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 14.79 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 14.39

Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah baris per tongkol

tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 13.75 baris dan yang terendah

(43)

Jumlah biji per tongkol (biji)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter jumlah biji per tongkol

(biji) dapat dilihat pada Lampiran 37. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan

bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah biji per tongkol

(biji). Rataan jumlah biji per tongkol (biji) dari beberapa genotip dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan jumlah biji per tongkol (biji)

Populasi Rataan

F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 381.79 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 429.04 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 412.92

Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah biji per tongkol tertinggi

terdapat pada genotip VDC yaitu F3 429.04 biji dan yang terendah terdapat pada

genotip F3 VBA yaitu 381.79 biji.

Berat kering biji pertongkol (g)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter berat biji per tongkol (g)

dapat dilihat pada Lampiran 39. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa

genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter berat biji per tongkol (g). Rataan

berat biji per tongkol (g) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan berat biji per tongkol dari beberapa genotipe (g)

(44)

Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa rataan berat biji per tongkol

tertinggi terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 115.29 g dan yang terendah terdapat

pada genotip F3 VBA yaitu 100.53 g.

Berat kering 100 biji (g)

Hasil analisis data secara statistik dari karakter berat 100 biji (g) dapat

dilihat pada Lampiran 41. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa

genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter berat 100 biji (g). Rataan berat

100 biji (g) dari beberapa genotip dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan berat 100 biji per tongkol (g).

Populasi Rataan

F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 26.36 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 25.45 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 27.45

Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa rataan berat 100 biji tertinggi

terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 27.45 g dan yang terendah terdapat pada

genotip F3 VDC yaitu 25.45 g.

Produksi biji kering per plot (g)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter produksi biji kering per

plot (g) dapat dilihat pada Lampiran 43. Hasil analisi ragam tersebut

menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter produksi biji

kering per plot (g). Rataan produksi biji kering per plot (g) dari beberapa genotip

dapat dilihat pada Tabel 12.

(45)

Populasi Rataan F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 1771.47

F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 1976.07 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 1771.47

Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa rataan produksi biji kering per plot

tertinggi terdapat pada genotip F3 VDC yaitu 1976.07 g dan yang terendah

terdapat pada genotip F3 VBA dan F3 VFE yaitu 1771.47 g.

Laju pengisian biji (g/hari)

Hasil analisis data secara statistik dari parameter laju pengisian biji

(g/hari) dapat dilihat pada Lampiran 45. Hasil analisis ragam tersebut

menunjukkan bahwa genotip tidak berbeda nyata terhadap parameter laju

pengisian biji (g/hari). Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotip

dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotip

Populasi Rataan

F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 3.49 F3 VDC (Kalingga x Lamuru) 3.54 F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 4.10

Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rataan laju pengisian biji tertinggi

terdapat pada genotip F3 VFE yaitu 4.10 g/hari dan yang terendah terdapat pada

genotip F3 VBA yaitu 3.49 g/hari.

Pendugaan Karakter Genetik

Nilai duga variabilitas genetik, variabilitas fenotipe dan heritabilitas untuk

(46)

Tabel 14. Nilai duga variabilitas genetik dan fenotip serta nilai heritabilitas beberapa peubah amatan dari 3 genotipe tanaman jagung

Dari tabel 14 di atas diperoleh variabilitas genetik dari seluruh parameter

tanaman memiliki variabilitas genetik yang sempit kecuali parameter jumlah biji

per tongkol dan parameter yang memiliki variabilitas fenotip yang luas yaitu

parameter tinggi tanaman, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, berat

kering per tongkol. Serta diperoleh 5 karakter yang memiliki nilai duga

heritabilitas sedang yaitu parameter laju pengisian biji (0.31).

(47)

Pembahasan

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa parameter tinggi tanaman

jagung pada genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) adalah 218.30 cm termasuk

kategori tinggi sesuai dengan deskripsi masing-masing varietas. Begitu juga pada

genotip F3 VDC (Kalingga x Lamuru) adalah 223.50 termasuk karakter tanaman

tinggi, dan pada genotip F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) adalah 222.10 cm

termasuk karakter tanaman tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Situmorang

(2007) yang menyatakan klasifikasi kriteria tinggi tanaman jagung dinyatakan

rendah apabila < 160 cm, tinggi tanaman jagung dinyatakan sedang pada interval

160-200 cm, dan dinyatakan tinggi apabila >200 cm. Hal ini dikarenakan

pengaruh panjang hari yang menyebabkan terjadinya peningkatan panjang ruas

dan tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner,dkk (1991) yang

menyatakan panjang hari menyebabkan peningkatan panjang ruas dan tinggi

tanaman, terutama terhadap tanaman hari pendek seperti jagung.

Dari hasil penelitian diperoleh genotipe baru yang memiliki umur genjah

pada genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) adalah 82 hari sedangkan berdasarkan

deskripsi 85-90 hari, F3 VDC (Kalingga x Lamuru) adalah 87 hari sedangkan

menurut deskripsi 90-96 hari, F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) adalah 84 hari

sedangkan menurut deskripsi 87-97 hari. Hal ini karena pengaruh lingkungan

yang mendukung aktivitas hormon yang terkandung di dalam serbuk sari yang

berasal dari tetua yang berbeda untuk mempercepat proses pematangan buah

sehingga diperoleh genotipe yang memiliki umur genjah. Hal ini sesuai dengan

pendapat Gardner,dkk (1991) yang menyatakan pematangan buah melibatkan

(48)

pertumbuhan. Hormon tersebut berasal dari serbuk sari yang aktivitasnya akan

meningkat karena pengaruh lingkungan yang mempengaruhi cepatnya proses

pematangan buah.

Dari hasil analisi data menunjukkan bahwa parameter berat kering 1000

biji mengalami penurunan dibandingkan deskripsi varietasnya itu sendiri. Pada

genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) menghasilkan 263.6 gr sedangkan

berdasarkan deskripsi 273-310 gr. Genotip F3 VDC (Kalingga x Lamuru)

menghasilkan 254.5 gr sedangkan menurut deskripsi 275-302 gr, dan genotip F3

VFE (Bayu x Srikandi Kuning) menghasilkan 274.5 gr sedangkan berdasarkan

deskripsi 271-310 gr. Penurunan produksi berat kering 1000 biji per plot ini

dikarenakan lahan penelitian terletak pada daerah yang ternaungi mengakibatkan

aktivitas enzim pada proses fotosintesis terganggu. Hal ini sesuai dengan pendapat

Gardner,dkk (1991) yang menyatakan bahwa aktivitas enzim nitrat reduktase pada

saat tanaman ternaungi menurun, karena reduksi nitrat bergantung pada proses

fotosintesis sehingga hasil asimilasi tidak maksimal digunakan untuk proses

pembentukan biji.

Hasil analisis statistik diperoleh nilai heritabilitas untuk setiap karakter

memiliki nilai heritabilitas 0 yang berarti rendah. Nilai heritabilitas yang rendah

disebabkan faktor lingkungan lebih mempengaruhi terhadap pembentukan

karakter setiap parameternya. Hal ini sesuai dengan pendapat Welsh (2005) yang

menyatakan bahwa nilai heritabilitas secara teoritus berkisar 0 sampai 1. Nilai 0

ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan,

(49)

Hasil analisis statistik diperoleh kriteria variabilitas genetik adalah sempit

kecuali parameter jumlah biji per tongkol. Hal ini disebabkan lingkungan lebih

mempengaruhi susunan genetik. Sehingga susunan genetik seragam akibatnya

keragaman genetik tidak muncul. Hal ini sesuai pendapat Sitompul dan Guritno

(1995) yang menyatakan keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan

susunan genetik yang terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal

dari jenis tanaman yang sama.

Pada karakter vegetatif genotip F3 VFE untuk parameter tinggi tanaman

memiliki nilai teringgi (227.90) dibandingkan dengan genotip yang lain dan

berbanding lurus dengan parameter berat biji / tongkol (115.29). Hal ini karena

tinggi tanaman dan berat biji yang dihasilkan dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

hal ini didukung juga oleh nilai heritabilitas yang rendah yang artinya factor

lingkungan lebih dominan ketimbang factor genetiknya itu sendiri. Hal ini sesuai

dengan literatur Thompson and Kelly (1957) yang menyatakan produksi atau hasil

biji suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. hasil biji per tanaman

sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, dimana proses fotosintesis sangat

dipengaruhi oleh cahaya. Semakin banyak cahaya yang diterima oleh tanaman

jagung maka akan mengakibatkan meningkatnya laju fotosintesis sehingga hasil

per tanaman tinggi.

Pada karakter generatif genotip F3 VBA untuk parameter umur keluar

bunga jantan memiliki nilai tertinggi (58,38) dibandingkan genotip yang lain dan

berbanding lurus dengan parameter umur keluar bunga betina (58.15) serta umur

panen (87.12). hal ini karena umur berbunga jantan dan betina yang pendek maka

(50)

memperpendek waktu panen. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi dan

Sulistiati (1991) yang menyatakan varietas jagung yang berbunga lebih awal

cenderung masak lebih cepat dibandingkan dengan varietas jagung yang berbunga

lambat. Genotip atau varietas yang mempunyai umur berbunga lebih pendek,

maka umur masak genotip atau varietas tersebut juga lebih pendek atau biasa

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian untuk parameter tinggi tanaman dapat dikategorikan

sebagai tanaman yang tinggi karena tingginya > 200 cm untuk setiap

genotipenya.

2. Dari hasil penelitian diperoleh genotipe yang memiliki umur genjah, yaitu

genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 82 hari, F3 VDC (Kalingga x

Lamuru) 87 hari, dan genotip F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning) 84 hari.

3. Dari hasil penelitian diperoleh produksi berat kering 1000 biji pada

genotip F3 VBA (Sukmaraga x Arjuna) 263.6 gr, genotip F3 VDC (Kalingga

x Lamuru) 254.5 gr, dan genotip F3 VFE (Bayu x Srikandi Kuning)

274.5gr

4. Nilai duga heritabilitas memiliki kriteria rendah untuk seluruh karakter

kecuali pada karakter laju pengisian biji (0.31) sedang.

5. Nilai duga variabilitas genetik memiliki kriteria sempit kecuali parameter

jumlah biji per tongkol.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk memperoleh umur genjah

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W., 1992. Pemuliaan Tanaman 1. Terjemahan Manna. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Allard, R.W., 1994. Pemuliaan Tanaman 2. Terjemahan Manna. PT. Bina Aksara. Jakarta.

Alnopri, 2004. Variabilitas Genetika dan Heritabilitas Sifat-Sifat Pertumbuhan Bibit Tujuh Genotipe Kopi Robusta-Arabika. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

Indonesia. Volume 6 Nomor 2, 2004.

Bangun, M. K. 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan

Brown, J and Caligari, J., 2008. Plant Breeding. Blackwell Publishing. India.

Decoteu, D. R., 2000. Vegetables Crop. Prentice Hall. Upper Sadle River, London.

Gardner, F. P., Breant, P., and Roger, L. M.., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. UI-Press. Jakarta.

Ginting, S., 1995. Jagung. USU Press. Medan

Hartmann, H. T. and D. E. Kester. 1995. Plant Propagation Principles and Practice Prentice Hall. New York.

Hasyim, H., 2008. Ringkasan Bahan Kuliah Pemuliaan Tanaman. USU-Press, Medan. Diakses tanggal 26 Juni 2010.

(53)

Lovelss. A. R.,1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia. Jakarta.

Mangoendidjojo. W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Nugraha, U.S., A. Hasanuddin, dan Subandi., 2002. Perkembangan teknologi budi daya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al . (Eds.) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan.

Pingali, P., 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/ 2000. Mexico, D.F.: CIMMYT

Rubatzky, V. and m. Yamaguchi., 1998. Sayuran Dunia. Terjemahan Alih Bahasa Catur Horison. ITB Press Jilid I. Penerbit ITB, Bandung

Sitompul, S. M.., dan B.Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press, Yogyakarta.

Situmorang, S., Ichsan., Rumontam., Ansari. 2007. Sertifikasi & Deskripsi Padi, Jagung, dan Kacangan. UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Medan.

Splittstoesser. W.E.1984. Vegetables Growing Handbook. Van Norstrand Reinhold Company. New York.

Sleeper, D. A., and J. M. Poehlman., 2006. Breeding Field Crops 5. Blackwell Publishing, India.

Stansfield, W. D., 2005. Schaum’s Outline Series Theory and Problem of Genetics. Mc Graw Hill, New York.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, suatu Pendekatan Biometrik, Terjemahan Ir. Bambang Sumatri. IPB-Press, Bogor.

Thompson, H. C and W. C.Kelly. 1957. Vegetables Crops. Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Tjitrosoepomo, G., 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(54)

Lovelss. A. R.,1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia. Jakarta.

Mangoendidjojo. W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Nugraha, U.S., A. Hasanuddin, dan Subandi., 2002. Perkembangan teknologi budi daya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al . (Eds.) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan.

Pingali, P., 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/ 2000. Mexico, D.F.: CIMMYT

Rubatzky, V. and m. Yamaguchi., 1998. Sayuran Dunia. Terjemahan Alih Bahasa Catur Horison. ITB Press Jilid I. Penerbit ITB, Bandung

Sitompul, S. M.., dan B.Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press, Yogyakarta.

Situmorang, S., Ichsan., Rumontam., Ansari. 2007. Sertifikasi & Deskripsi Padi, Jagung, dan Kacangan. UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Medan.

Splittstoesser. W.E.1984. Vegetables Growing Handbook. Van Norstrand Reinhold Company. New York.

Sleeper, D. A., and J. M. Poehlman., 2006. Breeding Field Crops 5. Blackwell Publishing, India.

Stansfield, W. D., 2005. Schaum’s Outline Series Theory and Problem of Genetics. Mc Graw Hill, New York.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, suatu Pendekatan Biometrik, Terjemahan Ir. Bambang Sumatri. IPB-Press, Bogor.

Thompson, H. C and W. C.Kelly. 1957. Vegetables Crops. Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Tjitrosoepomo, G., 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(55)

Lampiran 1. Data rataan tinggi tanaman 2 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 2. Data rataan tinggi tanaman 2 MST (cm)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 3. Data rataan tinggi tanaman 3 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 4. Data rataan tinggi tanaman 3 MST

(56)

Lampiran 5. Data rataan tinggi tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 6. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST (cm)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 7. Data rataan tinggi tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST (cm)

(57)

Lampiran 9. Data rataan tinggi tanaman 6 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 10. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST (cm)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 11. Data rataan tinggi tanaman 7 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 12. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST (cm)

(58)

Lampiran 13. Data rataan Jumlah Daun 2 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 14. Daftar sidik ragam Jumlah 2 Daun MST (cm)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 15. Data rataan jumlah daun 3 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 16. Daftar sidik ragam jumlah daun 3 MST (cm)

(59)

Lampiran 17. Data rataan Jumlah Daun 4 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 18. Daftar sidik ragam Jumlah 4 Daun MST (cm)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 19. Data rataan jumlah daun 5 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 20. Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST (cm)

(60)

Lampiran 21. Data rataan Jumlah Daun 6 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 22. Daftar sidik ragam Jumlah 6 Daun MST (cm)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 23. Data rataan jumlah daun 7 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 24. Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST (cm)

(61)

Lampiran 25. Data rataan kelengkungan daun (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 26. Daftar sidik ragam kelengkungan daun (cm)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 27. Data rataan jumlah daun di atas tongkol (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 28. Daftar sidik jumlah daun di atas tongkol (helai)

(62)

Lampiran 29. Data rataan umur keluar bunga jantan (hari)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 30. Daftar sidik ragam umur keluar bunga jantan (hari)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 31. Data rataan umur keluar bunga betina (hari)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 32. Daftar sidik ragam umur keluar bunga betina (hari)

(63)

Lampiran 33. Data rataan umur panen (hari)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 34. Daftar sidik ragam umur panen (hari)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 35. Data rataan jumlah baris per tongkol (baris)

Tabel Rataan Jumlah Baris Per Tongkol

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 36. Daftar sidik ragam jumlah baris per tongkol (baris)

(64)

Lampiran 37. Data rataan jumlah biji per tongkol (biji)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 38. Daftar sidik ragam jumlah biji per tongkol (biji)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 39. Data rataan berat kering biji per tongkol (gram)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 40. Daftar sidik ragam berat kering biji per tongkol (gram)

(65)

Lampiran 41. Data rataan berat kering 100 biji per tongkol (gram)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 42. Daftar sidik ragam berat kering 100 biji per tongkol (gram)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

Lampiran 43. Data rataan produksi berat biji kering per plot (gram)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 44. Daftar sidik ragam produksi berat biji kering per plot (gram)

(66)

Lampiran 45. Data rataan laju pengisian biji (hari)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3 4

Lampiran 46. Daftar sidik ragam laju pengisian biji (hari)

Sumber dB JK KT F F.05 Ket

(67)

Lampiran 47. Deskripsi Varietas Arjuna

Nama Varietas : Arjuna

Golongan Varietas : Besari bebas

Umur : 50% keluar rambut ±55 hari, panen 85-90 hari

Batang : Tinggi sedang

Daun : Panjang dan Lebar

Tongkol : Cukup besar dan silinder

Biji : Umumnya mutiara

Warna Daun : Hijau

Warna Biji : Kuning, kadang-kadang terdapat biji putih pada satu tongkol

Kedudukan Tongkol : Kurang lebih di tengah batang

Kelobot : Tidak semua tongkol tertutup dengan baik

Perakaran : Baik

Baris Biji : Lurus dan rapat

Jumlah Baris per Tongkol : 12-17 baris

Bobot 1000 Biji : ± 272 gr

Kerebahan : Cukup tahan

(68)

Lampiran 48 Deskripsi Varietas Sukmaraga

Nama Varietas : Sukma Raga

Golongan Varietas : Besari bebas

Umur : 50% keluar rambut ±55 hari, panen 86 hari

Batang : Tinggi dan tegak

Daun : Panjang, sedang sampai Lebar

Tongkol : Besar silinder dan panjang

Biji : Setengah mutiara (semi flint)

Warna Daun : Hijau agak tua

Warna Biji : Kuning tua

Kedudukan Tongkol : Kurang lebih di tengah batang

Kelobot : Menutup tongkol dengan baik

Perakaran : Baik

Baris Biji : Lurus dan rapat

Jumlah Baris per Tongkol : 12-18 baris

Bobot 1000 Biji : ±310 gr

Kerebahan : Tahan rebah

Ketahanan Terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit karat dan bercak daun.

Keterangan : Dapat di kembangkan di dataran rendah sampai ketinggian

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa genotip (cm)
Tabel 2. Rataan jumlah daun  2 s/d 7 MST dari beberapa genotip (helai)
Tabel 4. Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai)
Tabel 6.  Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa genotip (hari).
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data pada Lampiran 4-62 diperoleh varietas berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga betina, laju pengisian biji,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering.. Pupuk berpengaruh

Hasil penelitian menunjukkan tanaman perlakuan kolkisin berbeda nyata dengan kontrol pada karakter warna biji, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar

Hasil analisis ragam pada tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada karakter umur tassel, umur panen, tinggi tanaman, lebar daun,

Karakter umur berbunga betina tanaman jagung di Jatimulyo menunjukkan hasil tidak berbeda nyata, sedangkan umur berbunga betina di Sengkaling yang memiliki umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengelolaan gulma berpengaruh tidak nyata pada tinggi tanaman umur 3,6 dan 9 MST dan Bobot 100 biji namun berpengaruh nyata terhadap

Pemberian pupuk NPK majemuk sebanyak 300 kg/ha menghasilkan tinggi tanaman 251,55 cm pada umur 6 mst, jumlah daun per tanaman sebanyak 15,65 helai pada umur 6 mst, luas daun per tanaman

Konsentrasi Plant Catalyst dan interaksinya dengan dosis Solid Decanter berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang umur 3,4,5,6 dan 7 MST, bobot tongkol dengan