PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ,
INVESTASI, INFLASI DAN PENGANGGURAN
TERHADAP PENDAPATAN DAERAH
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
OLEH
S.BETTI DELIANA TAMBUN 107017030/AKT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ,
INVESTASI, INFLASI DAN PENGANGGURAN
TERHADAP PENDAPATAN DAERAH
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat ntuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
OLEH
S.BETTI DELIANA TAMBUN 107017030/AKT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian: PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO , INVESTASI, INFLASI DAN
PENGANGGURAN TERHADAP PENDAPATAN DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa: S.BETTI DELIANA TAMBUN
Nomor Pokok : 107017030 Program Studi : Ilmu Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr.Bastari,MM,BKP Drs.Syamsul Bahri TRB,MM, Ak
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE)
Telah Diuji pada
Tanggal: 17 Oktober 2012
PANITIA PENGUJI TESIS:
Ketua : Dr. Bastari, MM,BKP
Anggota : 1. Drs.Syamsul Bahri TRB,MM, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dra.Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ,
INVESTASI, INFLASI DAN PENGANGGURAN TERHADAP
PENDAPATAN DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Untuk mengetahui Pengelolaan sumber-sumber daya termasuk sumber daya finansial, digunakanlah tolok ukur meliputi analisis Pendapatan daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi, Inflasi dan pengangguran. Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri di dalam pengelolaan kewenangannya yang ditandai dengan makin kuatnya Kapasitas Fiskal suatu daerah. Sementara itu untuk beberapa hal yang mungkin masih kekurangan dana, daerah masih diberi bantuan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana Perimbangan. Namun tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah. Analisis data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar daerah masih tergantung kepada Pemerintah Pusat dalam pembiayaan Pembangunan. Disamping itu data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi berbagai sektor perekonomian terhadap Pendapatan Daerah, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, jasa dan bagaimana trend pendapatan daerah dari tahun ke tahun (turun – naik dan seberapa besarannya). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh PDRB, Investasi, Inflasi, dan Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara. Untuk tujuan analisis , penelitian ini menggunakan data time series tahunan dari tahun 1991- 2011 (21 Tahun). Pengujian hipotesis diuji dengan menggunakan derajat signifikan 5%. Model analisa kuantitatif yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Sedangkan hubungan antara variabel dijelaskan dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, PDRB , Investasi, Inflasi, Pengangguran berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Secara parsial, PDRB dan Investasi berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Sedangkan variabel Inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Pendapatan daerah. Variabel Pengangguran berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pendapatan Daerah.
Kata kunci : PDRB, Investasi, Inflasi, Pengangguran dan Pendapatan Daerah.
EFFECT OF GROSS DOMESTIC REGIONAL PRODUCT, INVESMENT, INFLATION AND UNEMPLOYMENT TO REGIONAL REVENUE OF NORTH
SUMATRA PROVINCE
ABSTRACT
To determine the management of resources, including financial resources, is used benchmarks include the analysis of regional income, Gross Domestic Regional Product, investment, inflation and unemployment. In the era of regional autonomy, is expected to become self-sufficient in the management of the authority which is characterized by increasingly strong fiscal capacity of a region. Meanwhile, for some things that may still lack of funds, the area is still given assistance from the Central Government in the form of Fund Balance. However, the original purpose of decentralization is to bring a strong regional fiscal capacity to support the creation of local independence. Analysis of regional income data can be used to determine how large an area is dependent on the central government in financing development. Besides regional income data can be used to knowing the contribution of various sectors of the economy to Revenue, such as agriculture, mining, industry, trade, services and how the revenue trend from year to year (down - up and how its magnitude). This study aimed to analyze the influence of Gross Domestic Regional Product, Investment, Inflation, and Unemployment 0f Regional Revenue North Sumatra Province. For purposes of analysis, this study uses annual time series data from the year 1991 - 2011 (21 Years). Testing hypotheses were tested using a 5% significance level. Quantitative analysis model used is multiple linear regression models. While the relationship between the variables are listed with descriptive analysis. The results of this study indicate that simultaneous, Gross Domestic Regional Product, Investment, Inflation, Unemployment significant effect of Regional revenue. Partially, Gross Domestic Regional Product and Investment significant effect of Regional revenue. While the inflation variable is not significant negative effect of Regional revenues. Unemployment Variables not significant positive effect of regionalrevenue.
Keywords: Gross Domestic Regional Product, investment, inflation, unemployment and Regional Revenue.
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur hanya bagi Tuhan yang Maha Kuasa karena Kasih
KaruniaNya, hikmat dan bijaksana, kekuatan dan penyertaan-Nya begitu besar
kepada penulis sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan Terimakasih yang tulus kepada
Bapak Dr. Bastari, MM,BKP, sebagai Pembimbing Utama dan Bapak
Drs.Syamsul Bahri TRB,MM, Ak sebagai Pembimbing Pendamping yang banyak
memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga Tesis ini dapat
selesai. Selanjutnya Penulis juga mengucapkan Terimakasih kepada seluruh pihak
atas bantuan, bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian Tesis ini, kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H,MSc (CTM), SpA(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara,
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program
Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan
sekaligus sebagai komisi pembanding
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, Msi, Ak , selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan
5. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku komisi pembanding yang
telah memberikan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan Tesis ini.
6. Ibu Sony, pegawai kantor BPS kota Tebing Tinggi, yang telah membantu
penulis dalam memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
7. Bapak Dr.Parapat Gultom, MSIE dan seluruh Bapak/ Ibu Dosen Pengajar
dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ilmu Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Ayahanda St.SM.Tambun dan Ibunda D.br Sinaga yang selalu mendoakan
penulis agar senantiasa sukses dalam keluarga , pendidikan dan karir.
9. Teristimewa buat Suami saya Janter Maraden Gultom dan anak-anak saya
tersayang; Bryan Alfredominggos Gultom, Gilbert Winanda Gultom dan
Iglesya Maria Ningsih br Gultom yang senantiasa berdoa, memberikan
semangat serta kesediaannya “mengerti” karena kesibukan penulis dalam
Pendidikan dan dalam penyelesaian Tesis ini.
10. Sahabat penulis ; Dewi Chrisanty Limbong, Bangkit Parulian Silaban dan
semua rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Akuntansi Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna. Namun penulis berharap Tesis ini kelak dapat berguna bagi seluruh
pembaca. Tuhan Memberkati. Amin.
Medan, 17 Oktober 2012 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : S.BETTI DELIANA TAMBUN
2. Tempat/Tgl Lahir : Saranggiting, 13 April 1967
3. Alamat : Jl. Gatot subroto Lk 03 kel. Pabatu
Kota Tebing Tinggi
4. Agama : Kristen Prostestan
5. Pekerjaan : PNS
6. Status : Menikah
7. Pendidikan:
a. Tahun 1973 – 1979 : SD Negeri 091724 Silau Dunia
b. Tahun 1979 – 1982: SMP Swasta Ampera Silau Dunia
c. Tahun 1982 – 1985: SMEA Negeri Tebing Tinggi
d. Tahun 1986 – 1991: Pendidikan Akuntansi (S1) IKIP Medan
e. Tahun 2010 – 2012: Magister Akuntansi USU Medan
Riwayat Pekerjaan :
a. Tahun 1991 – 1999 : Guru SMK Swasta Surya Nusantara Tebing Tinggi
b. Tahun 1999- 2003 : Guru SMP Negeri 10 Tebing Tinggi
DAFTAR ISI
1.3.Tujuan Penelitian... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
2.1.4. Lain-lain pendapatan daerah ... 29
2.2. Teori Tentang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 30 2.2.1. Pengertian PDRB ... 30
2.2.2. Metode Perhitungan PDRB ... 34
2.2.3. Pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Daerah ... 35
2.3. Teori tentang Investasi ... 36
2.3.1. Pengertian Investasi ... 36
2.3.2. Faktor-faktor yang memengaruhi Investasi ... 40
2.3.3. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Investasi ... 41
2.3.4. Pengaruh Tingkat suku bunga terhadap investasi ... 41
2.3.5. Pengaruh tingkat inflasi terhadap investasi ... 41
2.3.6. Pengaruh Infrastruktur terhadap investasi ... 42
2.3.7. Pengaruh Investasi terhadap Pendapatan Daerah ... 42
2.4. Teori tentang Inflasi ... 43
2.4.1. Pengertian inflasi ... 43
2.4.2. Jenis-jenis inflasi ... 45
2.4.3. Masalah sosial dari inflasi ... 49
2.4.4. Pengaruh Inflasi terhadap Pendapatan Daerah ... 51
2.5. Teori tentang Pengangguran... 53
2.5.1.Jenis Pengangguran dan sebab-sebabnya ... 56
2.5.2.Pengaruh Pengangguran terhadap pendaparan ... 57
BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 64
4.5. Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian .. 69
4.5.1. Identifikasi variabel penelitian. ... 69
4.5.2. Defenisi operasional variabel penelitian. ... 69
4.6. Model Analisis Data ... 72
4.7. Pengujian Asumsi klasik ... 74
4.7.1. Uji Normalitas ... 74
4.7.2. Uji multikolinieritas ... 75
4.7.3. Uji autokorelasi ... 76
4.7.4. Uji heteroskedastisitas ... 77
4.8. Uji Kesesuaian (Test of goodness Fit) ... 78
4.8.1. Koefisien determinasi... 78
4.8.2. Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t) . 79 4.8.3 Uji signifikansi parameter simultan (uji statistik F) .. 79
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80
5.1. Hasil Penelitian ... 80
5.1.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 80
5.1.1.1. Lokasi dan keadaan geografis ... 80
5.1.1.2. Kondisi Demografi ... 81
5.1.1.3. Kondisi Perekonomian di Provinsi Sumatera Utara ... 83
5.1.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 92
5.1.2.1. Uji Normalitas ... 92
5.1.2.2. Uji Multikolinearitas ... 96
5.1.2.3. Uji Autokorelasi ... 97
5.1.2.4. Uji Heteroskedastisitas ... 98
5.1.3. Hasil Uji kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 99
5.1.3.1. Uji Koefisien Determinasi (R²) ... 99
5.1.3.2. Uji signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 100
5.1.3.3.. Uji signifikansi Parameter Simultan (uji Statistik F) ... 104
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN ... 112
6.1. Kesimpulan... 112
6.2. Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 115
Lampiran I ... 119
Lampiran II... 120
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 10
Tabel 4.1 Defenisi operasional variabel dan pengukuran variabel ... 71
Tabel 4.2 Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi ... 77
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk menurut hasil sensus ... 82
Tabel 5.2 Perbandingan Persentase Penduduk beberapa Provinsi di P.Sumatera Tahun 2000, 2005 dan 2010... 83
Tabel 5.3 Kontribusi Penerimaan Daerah terhadap pendapatan Dearah Tahun 2003- 2011 dalam % ... 84
Tabel 5.4 Inflasi Propinsi Sumatera Utara Tahun 1991-2011 ... 92
Tabel 5.5 Pengangguran Provinsi Sumatera Utara Tahun 1991-2011 ... 91
Tabel 5.6 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 96
Tabel 5.7 Coefficientsa ... 96
Tabel 5.8 Model Summaryb ... 97
Tabel 5.9 Koefisien Determinasi Model summary ... 99
Tabel 5.10 Coefficientsa ... 100
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1. Komponen Penerimaan Daerah di era desentralisasi fiskal ... 15
Gambar 2.2 Demand Pull Inflation ... 45
Gambar 2.3 Cost push inflation ... 47
Gambar 2.4. Struktur penduduk berdasarkan usia ... 54
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ... 66
Gambar 5.1 Perkembangan Pendapatan Daerah tahun 1991-2011 ... 86
Gambar 5.2 Perkembangan PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 1991-2011 ... 87
Gambar 5.3 Investasi Propinsi Sumatera Utara Tahun 1991-2011 ... 90
Gambar 5.4 Normal P-P Plot of Regression Standardize Residual ... 93
Gambar 5.5 Histogram ... 94
Gambar 5.6 Scatterplots ... 98
Gambar 5.7 Pengaruh Variabel independen terhadap variabel dependen.. 105
..
.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Hasil Pengumpulan data... 119 Lampiran 2 Hasil Pengolahan SPSS ... 120 Lampiran 3 Nilai Durbin – Watson (DW)... 124
xi
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO , INVESTASI, INFLASI DAN PENGANGGURAN TERHADAP PENDAPATAN
DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Ilmu Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
Penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang Penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah Penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, 17 Oktober 2012
Penulis,
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ,
INVESTASI, INFLASI DAN PENGANGGURAN TERHADAP
PENDAPATAN DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Untuk mengetahui Pengelolaan sumber-sumber daya termasuk sumber daya finansial, digunakanlah tolok ukur meliputi analisis Pendapatan daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi, Inflasi dan pengangguran. Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri di dalam pengelolaan kewenangannya yang ditandai dengan makin kuatnya Kapasitas Fiskal suatu daerah. Sementara itu untuk beberapa hal yang mungkin masih kekurangan dana, daerah masih diberi bantuan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana Perimbangan. Namun tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah. Analisis data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar daerah masih tergantung kepada Pemerintah Pusat dalam pembiayaan Pembangunan. Disamping itu data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi berbagai sektor perekonomian terhadap Pendapatan Daerah, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, jasa dan bagaimana trend pendapatan daerah dari tahun ke tahun (turun – naik dan seberapa besarannya). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh PDRB, Investasi, Inflasi, dan Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara. Untuk tujuan analisis , penelitian ini menggunakan data time series tahunan dari tahun 1991- 2011 (21 Tahun). Pengujian hipotesis diuji dengan menggunakan derajat signifikan 5%. Model analisa kuantitatif yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Sedangkan hubungan antara variabel dijelaskan dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, PDRB , Investasi, Inflasi, Pengangguran berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Secara parsial, PDRB dan Investasi berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Sedangkan variabel Inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Pendapatan daerah. Variabel Pengangguran berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pendapatan Daerah.
Kata kunci : PDRB, Investasi, Inflasi, Pengangguran dan Pendapatan Daerah.
EFFECT OF GROSS DOMESTIC REGIONAL PRODUCT, INVESMENT, INFLATION AND UNEMPLOYMENT TO REGIONAL REVENUE OF NORTH
SUMATRA PROVINCE
ABSTRACT
To determine the management of resources, including financial resources, is used benchmarks include the analysis of regional income, Gross Domestic Regional Product, investment, inflation and unemployment. In the era of regional autonomy, is expected to become self-sufficient in the management of the authority which is characterized by increasingly strong fiscal capacity of a region. Meanwhile, for some things that may still lack of funds, the area is still given assistance from the Central Government in the form of Fund Balance. However, the original purpose of decentralization is to bring a strong regional fiscal capacity to support the creation of local independence. Analysis of regional income data can be used to determine how large an area is dependent on the central government in financing development. Besides regional income data can be used to knowing the contribution of various sectors of the economy to Revenue, such as agriculture, mining, industry, trade, services and how the revenue trend from year to year (down - up and how its magnitude). This study aimed to analyze the influence of Gross Domestic Regional Product, Investment, Inflation, and Unemployment 0f Regional Revenue North Sumatra Province. For purposes of analysis, this study uses annual time series data from the year 1991 - 2011 (21 Years). Testing hypotheses were tested using a 5% significance level. Quantitative analysis model used is multiple linear regression models. While the relationship between the variables are listed with descriptive analysis. The results of this study indicate that simultaneous, Gross Domestic Regional Product, Investment, Inflation, Unemployment significant effect of Regional revenue. Partially, Gross Domestic Regional Product and Investment significant effect of Regional revenue. While the inflation variable is not significant negative effect of Regional revenues. Unemployment Variables not significant positive effect of regionalrevenue.
Keywords: Gross Domestic Regional Product, investment, inflation,
unemployment and Regional Revenue.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pada konteks ekonomi makro, tolak ukur keberhasilan perekonomian suatu
daerah antara lain adalah Pendapatan daerah, tingkat kesempatan kerja dan
tingkat harga. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah pada bulan Januari
2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam
merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi dan
kemampuan daerah itu sendiri. Otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan
asas desentralisasi, pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada Pemerintah
Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan
kondisi dan potensi wilayahnya.
Dalam manajemen pemerintahan daerah, kemampuan mengelola
sumber-sumber daya lokal yang terbatas merupakan suatu syarat keberhasilan
penyelenggaraan otonomi daerah. Pengelolaan sumber-sumber daya termasuk
sumber daya finansial umumnya dilakukan dalam bentuk upaya peningkatan
pendapatan daerah, peningkatan efisiensi penggunaan sumber dana , serta
meningkatkan efektivitas penggunaan dana .
Untuk mengetahui Pengelolaan sumber-sumber daya termasuk sumber daya
finansial, digunakanlah tolok ukur meliputi analisis Pendapatan daerah, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi, Inflasi dan pengangguran. Analisis
data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar daerah masih
data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi
berbagai sektor perekonomian terhadap Pendapatan Daerah, misalnya sektor
pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, jasa dan bagaimana trend
pendapatan daerah dari tahun ke tahun (turun – naik dan seberapa besarannya) .
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa Pendapatan Daerah terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah. Berdasarkan Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur
Sumatera Utara akhir tahun anggaran 2010, bahwa besarnya Pendapatan Daerah
Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar Rp 4.324.386.168.226,28 atau 99,67%
dari target Rp 4.324.533.568.922. yang bersumber dari PAD sebesar
Rp2.901.063.112.695,28 yakni 100,48% terealisasi dari target sebesar
Rp2.887.297.542.688,- Dengan demikian perolehan PAD meningkat melebihi
target yang direncanakan . Ketika Pendapatan asli daerah meningkat, tentu akan
berdampak peningkatan pembangunan di daerah. Masyarakatpun akan merasakan
manfaat dari pembangunan yang dilakukan. Disamping itu, salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi suatu daerah dalam suatu periode tertentu
adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB merupakan data yang sangat
dibutuhkan dalam rangka perencanaan pembangunan daerah dan dapat digunakan
sebagai alat evaluasi terhadap hasil-hasil pembangunan dibidang ekonomi. Dalam
menghitung pendapatan regional, hanya dipakai konsep domestik, berarti seluruh
nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor /lapangan usaha yang
memerhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara
agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan
pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi
dalam proses produksi di daerah tersebut. Dengan kata lain PDRB menunjukkan
gambaran Production originated (BPS, Sumatera Utara.2011). Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan
dapat dinilai efektifitasnya oleh pemerintah untuk mendorong aktifitas
perekonomian domestik.
Salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi adalah
bertambahnya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan
menyebabkan pertambahan jumlah tenaga kerja yang lebih besar, dan akan
menyebabkan ukuran pasar domestiknya akan lebih besar pula. Perekonomian
Sumatera Utara pada Triwulan IV-2011 diperkirakan tumbuh 6,36 % melambat
dibandingkan triwulan IV tahun sebelumnya sebesar 6,89%. Kegiatan konsumsi
masyarakat menjadi salah satu penopang utama tumbuhnya PDRB Sumatera
Utara (Bank Indonesia Medan 2011). Namun demikian Pertumbuhan ekonomi
yang ada selama ini belum mampu merangsang pertumbuhan lapangan pekerjaan
yang diperlukan dalam mengantisipasi pengangguran dan pertambahan tenaga
kerja baru, hal ini dapat dilihat dari masih tingginya tingkat persentase jumlah
pengangguran di Sumatera Utara.
Inflasi merupakan penomena ekonomi yang selalu menarik untuk dibahas
terutama berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap agregat makro
ekonomi. Pertama, inflasi domestik yang tinggi menyebabkan tingkat balas jasa
negatif), sehingga dapat mengganggu mobilisasi dana domestik dan bahkan dapat
mengurangi tabungan domestik yang menjadi sumber dana bagi investasi. Kedua
inflasi dapat menyebabkan daya saing barang ekspor berkurang dan dapat
menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan dan sekaligus dapat meningkatkan
utang luar negri. Ketiga, inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan dengan
terjadinya transfer sumber daya dari konsumen dan golongan berpenghasilan tetap
kepada produsen. Keempat, inflasi yang tinggi dapat mendorong terjadinya
pelarian modal ke luar negeri. Kelima inflasi yang tinggi akan dapat menyebabkan
kenaikan tingkat bunga nominal yang dapat mengganggu tingkat investasi yang
dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan tingkat ekonomi tertentu (Hera Susanti,
et .al ;1995)
Keberhasilan menekan tingkat inflasi sedemikian rupa berdampak pada
perkembangan tingkat pendapatan asli daerah dengan asumsi bahwa cerminan dari
adanya kenaikan permintaan agregat, karena dengan naiknya permintaan agregat,
maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik.
Dengan naiknya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut
produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja.
Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya
harga-harga (inflasi) maka pengangguran berkurang dan akan meningkatkan pendapatan.
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu
negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang
bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan
kesejahteraan
pengangguran.
Pengangguran dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan
tingkat kemakmuran yang dapat dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran
bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat lebih
rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya).
Pengangguran menyebabkan pendapatan daerah yang berasal dari sektor pajak
khususnya pajak penghasilan akan berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran
yang tinggi menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan
masyarakatpun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar
masyarakatpun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk
kegiatan perekonomian pemerintah akan berkurang sehingga kegiatan
pembangunan pun akan terus menurun. Secara nasional, angka pengangguran di
Indonesia merupakan bom waktu bila tidak diselesaikan segera. Jumlah
pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta jiwa atau 9,06% dari keseluruhan
angkatan kerja. Jumlah ini dua kali lipat lebih dari jumlah pengangguran terbuka
sebesar 4,3 juta jiwa atau 4,86 % tahun 1996 setahun sebelum krisis moneter
melanda Indonesia, termasuk didalamnya Provinsi Sumatera Utara. Hal ini juga
ditambah dengan krisis moral para penyelenggara negara dengan maraknya
korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat menghambat masuknya investor asing
sehingga mengurangi lapangan kerja. Tujuan akhir dari pembangunan ekonomi
suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan
tingkat pengangguran disuatu daerah relatif tinggi, hal ini akan menghambat
pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah diimpikan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti hal-hal
tersebut diatas dengan judul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto,
investasi, inflasi dan Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi
Sumatera Utara ”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Apakah Produk Domestik Regional Bruto , Investasi,
Inflasi dan Pengangguran berpengaruh baik secara parsial maupun Simultan
terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh
Produk Domestik Regional Bruto, Investasi, Inflasi, Pengangguran terhadap
Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara baik secara parsial maupun
secara simultan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberi manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan yaitu:
1. Penulis, mengetahui dan menambah pengetahuan tentang struktur
perbandingan kemajuan perekonomian daerah lain dengan Provinsi
Sumatera Utara .
2. Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara , Sebagai informasi mengenai
pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Investasi, inflasi dan
pengangguran terhadap Pendapatan Daerah.
3. Akademis,Sebagai bahan referensi bagi Peneliti lain untuk Penelitian
selanjutnya tentang Pendapatan Daerah Diharapkan dapat melengkapi
penelitian-penelitian sejenis sebelumnya.
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sentosa dan Rahayu (2005) , dalam penelitiannya menemukan Faktor-faktor Total
pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kediri. Adapun perbedaan
utama penelitian ini adalah bahwa fokus perhatian akan dilakukan terhadap
Provinsi Sumatera Utara, periode penelitian dan variabelnya.
Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan dalam
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Sentosa dan Rahayu (2005),
diantaranya:
1. Fokus perhatian akan dilakukan terhadap Provinsi Sumatera Utara.
Pertimbangan utamanya adalah bahwa daerah sesungguhnya merupakan
ujung tombak pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Daerah secara
langsung mengetahui preferensi masyarakat lokal dan potensi sumber daya
kabupaten/kota yang terus meningkat sejak diberlakukannya Undang-undang
otonomi daerah.
2. Data pendapatan daerah, PDRB, Investasi, inflasi, dan tingkat pengangguran
pada umumnya dibuat setiap tahun sehingga dapat digunakan untuk
membandingkan besarnya pendapatan daerah dari tahun ke tahun. Analisis
ini berguna untuk menilai seberapa jauh Faktor eksternal yaitu PDRB,
Investasi, Inflasi dan Pengangguran dapat memengaruhi Pendapatan Daerah.
Sedangkan pada penelitian Sentosa dan Rahayu menggunakan variabel
pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB terhadap PAD kabupaten
Kediri.
3. Populasi dan sampel
Sentosa dan Rahayu mengamati populasi Kabupaten Kediri dalam tenggang
waktu 1989 – 2002 sedangkan replikasi penelitian ini mengamati populasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Tentang Pendapatan Daerah
2.1.1. Pengertian pendapatan daerah
Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas
umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak
pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah (UU No 33 Tahun 2004). Sehubungan dengan hal tersebut,
pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Pendapatan Daerah merupakan hak Pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan. Semua barang
dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah
domestik, tanpa memerhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau
dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan “Produk Domestik Regional
Bruto” daerah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya
kegiatan produksi tersebut merupakan “Pendapatan Regional”.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang
digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau
dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki penduduk
daerah tersebut dapat ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar
tidak sama dengan pendapatan yang diterima daerah tersebut. Menurut UU No 33
Tahun 2004 , Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari ;
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain penerimaan yang syah.
Secara garis besar penerimaan daerah dalam era desentralisasi fiskal di Indonesia
dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Sumber : UU No 33 tahun 2004
Gambar 2.1. Komponen Penerimaan Daerah di era desentralisasi fiskal.
Penerimaan Retribusi daerah Pajak daerah
Dana cadangan daerah
Pembangunan Daerah merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional , maka dalam hal ini sudah tentu memerlukan dana untuk membiayai
pembangunan. Untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan dan
mengurus rumah tangganya sendiri, maka Pemerintah Daerah diberi kesempatan
untuk menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah. Untuk itu
Pemerintah Pusat memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah
(Desentralisasi). Sejalan dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaannya
juga ikut terdesentralisasi. Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai
sendiri biaya pembangunannya. Di Indonesia pelaksanaan desentralisasi fiskal
sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah mempunyai prinsip dan tujuan
antara lain: (Mardiasmo, 2002);
1. Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance).
2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi
kesenjangan pelayanan publik antar daerah.
3. Meningkatkan efisiensi peningkatan sumber daya nasional
4. Tata kelola, transparan dan akuntabel, dalam pelaksanaan kegiatan
pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran .
5. Mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro.
Adapun hubungan Pendapatan Daerah dengan beragam variabel fisik dan
sosial ekonomi adalah untuk mengidentifikasikan variabel mana yang
Meskipun perbedaan tidak berlaku di semua wilayah dengan kekuatan (tingkatan)
yang sama, tetapi terdapat aspek-aspek umum yang dapat memberikan beberapa
generalisasi penyebab utama perbedaan Pendapatan Daerah ;
1. Faktor Geografis.
Apabila suatu wilayah yang sangat luas, distribusi dari sumber daya nasional,
sumber energi, sumber daya pertanian, topografi, iklim dan curah hujan tidak akan
merata. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang lebih baik
akan menyebabkan suatu wilayah berkembang lebih baik
2. Faktor Historis
Tingkat pembangunan suatu masyarakat juga bergantung pada masa yang lalu
untuk menyiapkan masa depan. Bentuk organisasi ekonomi yang hidup di masa
lalu menjadi alasan penting yang dihubungkan dengan isu insentif, untuk pekerja
dan pengusaha. Sistem feodal memberikan sangat sedikit insentif untuk pekerja
keras. Sistem industri dimana pekerja merasa tereksploitasi, bekerja tanpa
istirahat, suatu perencanaan dan sistem yang membatasi akan memberi sedikit
insentif dan menyebabkan pembangunan terhambat.
3. Faktor Politik
Ketidakstabilan politik dapat menjadi penghambat pembangunan yang sangat
kuat. Tidak stabilnya suhu politik sangat memengaruhi perkembangan dan
pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu
untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi disuatu
wilayah tidak akan berkembang. Selain itu, jika pemerintah stabil tapi lemah,
sendiri dan menolak tekanan atau kontrol sosial akan menggagalkan tujuan dari
kebijakan pembangunan.
4. Faktor Administrasi (birokrasi)
Faktor administrasi yang efisien atau tidak efisien berpengaruh dalam
menambah kesenjangan antar wilayah. Saat ini pemerintah dalam menjalankan
fungsinya membutuhkan administrator yang jujur, terdidik, terlatih dan efisien
karena birokrasi yang efisien akan berhasil dalam pembangunan regional dan
sebaliknya.
5. Faktor Sosial
Banyak faktor sosial yang menjadi penghalang dalam pembangunan.
Penduduk di wilayah yang belum berkembang tidak memiliki lembaga dan
keinginan (attitude) yang kondusif untuk pembangunan ekonomi. Di lain pihak penduduk dari wilayah yang lebih maju memiliki kelembagaan dan keinginan
yang kondusif untuk pembangunan.
6. Faktor Ekonomi
Penyebab secara ekonomis seperti perbedaan dalam faktor produksi, proses
kumulatif dari berbagai faktor, siklus kemiskinan yang buruk, kekuatan pasar
yang bebas dan efek ”backwash” dan efek menyebar (spread) dan pasar tidak sempurna, berlangsung dan menambah perbedaan dalam pembangunan ekonomi.
UU No 33 tahun 2004 menunjukkan bahwa komponen penerimaan daerah
terdiri dari : 1) Penerimaan daerah, 2) Pendapatan daerah, 3) Pembiayaan daerah.
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut UU No 33 tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terdiri dari :
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
a. Pajak Daerah
Menurut UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak,
adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi menjadi
beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak
Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan. Seperti halnya dengan pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai
peranan ganda yaitu:
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, dan agar pemungutan
pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak
harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo, 2006);
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni pencapaian keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adail. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yaitu
dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan keberatan banding kepada
majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan Pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan bagi warga
negaranya.
3. Pemungutan Pajak tidak mengganggu perekonomian ( syarat ekonomis)
Pemungutan Pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdangangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
4. Pemungutan Pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Dalam memungut Pajak dikenal ada tiga sistem pemungutan yaitu
(Mardiasmo, 2006):
1. Official Assessment System , adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2. Self Assessment system, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak dan/ atau
pengusaha kena pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3. With Holding System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang terhadap wajib pajak.
b. Retribusi Daerah
Pemerintah pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Dengan UU ini
dicabut UU Nomor 18 Tahun 1997, sebagaimana sudah diubah dengan UU
Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya UU pajak dan retribusi daerah yang baru di
satu sisi memberikan keuntungan daerah dengan adanya sumber-sumber
pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber pendapatan asli daerah
yang harus dihapus karena tidak boleh lagi dipungut oleh daerah, terutama berasal
dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan
ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan
retribusi perizinan tertentu.
a). Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis retribusi umum adalah; 1)
Retribusi layanan kesehatan. 2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
3). Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan Akte catatan sipil.4) Retribusi
Pelayanan Pemakaman dan pengabuan mayat. 5) Retribusi pelayanan parkir
tepi jalan umum. 6) Retribusi pelayanan pasar. 7) Retribusi pengujian
kenderaan bermotor. 8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran .9)
Retribusi penggantian biaya cetak peta. 10) Rteribusi penyediaan/penyedotan
kakus. 11). Retribusi pengelolaan limbah cair. 12) Retribusi pelayanan tera/
tera ulang. 13) Retribusi pelayanan pendidikan. 14) Retribusi pengendalian
Menara telekomunikasi.
b). Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Jenis retribusi jasa usaha yakni: 1)
Retribusi pemakaian kekayaan daerah.2) Retribusi pasar grosir/pertokoan. 3)
Retribusi tempat pelelangan . 4) Retribusi Terminal. 5) Retribusi tempat khusus
parkir. 6). Retribusi tempat penginapanan/ pesanggeraan/ villa. 7). Retribusi
rumah potong hewan. 8). Retribusi pelayanan kepelabuhan . 9). Retribusi
tempat rekreasi dan oleh raga. 10). Retribusi penyeberangan air. 11). Retribusi
c). Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai pembayarann atas
pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Jenis retribusi perizinan tertentu yakni;
1) Retribusi izin mendirikan bangunan.2). Retribusi tempat penjualan minuman
beralkohol. 3). Retribusi izin gangguan. 4) Retribusi Izin trayek. 5). Retribusi
izin usaha perikanan.
Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka pendek
dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, namun dalam jangka panjang dapat
menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan
menurunnya pendapatan asli daerah (Brahmantio ,2002). Hal ini sesuai dengan
pendapat Mardiasmo 2002 yang menyatakan ; Untuk kepentingan jangka pendek
pungutan yang bersifat retribusi lebih relevan dibanding pajak. Alasan yang
mendasari, pungutan ini secara langsung berhubungan dengan masyarakat.
Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan publik
tidak mengalami peningkatan. Oleh karena itu belanja yang dialokasi pemerintah,
hendaknya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat (Mardiasmo, 2002 )
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Undang-undang no 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut menurut objek pendapatan
yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok masyarakat. Halim (2004) menyebutkan bahwa Jenis
pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
a). Bagian laba perusahaan milik daerah
b). Bagian laba lembaga keuangan bank.
c). Bagian laba lembaga keuangan non bank.
d). Bagian laba atas pernyataan modal/investasi.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Menurut UU No 33 tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan asli Daerah
yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak
termasuk dalam jenis pajak daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Halim (2004) menyebutkan jenis pendapatan ini meliputi objek
pendapatan berikut;
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
b) Penerimaan Jasa Giro
c) Pendapatan Bunga
d) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
e) Penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah.
Halim (2004) membedakan 2 (dua) faktor yang memengaruhi Pendapatan
Asli Daerah suatu daerah, yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal. Faktor
eksternal terdiri dari investasi, inflasi, PDRB dan jumlah penduduk, sedangkan
faktor Internal terdiri dari sarana dan prasarana, insentif, penerimaan subsidi,
penerimaan pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan
Dalam rangka melaksanakan wewenang sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang-undang no 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU no 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
oleh karena itu Pemerintah Daerah harus melakukan maksimalisasi Pendapatan
Daerah. Untuk peningkatan Pendapatan Daerah dapat dilaksanakan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Intensifikasi, melalui upaya: 1). Pendapatan dan peremajaan objek dan subjek
pajak dan retribusi daerah. 2). Mempelajari kembali pajak daerah yang
dipangkas guna mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi. 3).
Mengintensifikasi penerimaan retribusi yang ada. 4). Memperbaiki sarana dan
prasarana pungutan yang belum memadai
b. Penggalian sumber-sumber penerimaan baru (ekstensifikasi).
Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan agar
tidak menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Sebab pada dasarnya, tujuan
meningkatkan Pendapatan daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan demikian upaya
ekstensifikasi lebih diarahkan kepada upaya untuk mempertahankan potensi
daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
c. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsur yang penting
bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah
pembayaran pajak dan retribusi sudah merupakan kewajiban masyarakat
kepada negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang
2.1.3. Dana Perimbangan .
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas Dana bagi hasil
,Dana alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
1. Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah dengan memerhatikan potensi daerah penghasil
berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi . Menurut UU no 33 Tahun 2004, dana bagi
hasil bersumber dari:
a. Pajak, DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas: a). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan proporsi 90% untuk daerah dan
10% untuk Pemerintah Pusat. Dari 90% bagian daerah tersebut akan dibagi
menjadi 16,2% untuk provinsi bersangkutan, 64,8% untuk kabupaten/kota
yang bersangkutan dan 9% untuk biaya pemungutan. Dari 10% bagian
pemerintah pusat seluruhnya dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota
dengan perincian: 6,5 % dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten
dan kota, dan 3,5% dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang
realisasi penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan pada tahun
sebelumnya mencapai atau melampaui target yang ditetapkan.
Penerimaan negara dari BPHTB dibagi dengan alokasi 20% untuk pemerintah
pusat dan 80% untuk daerah. Dari bagian pemerintah pusat sebesar 20%
tersebut, akan dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh
kabupaten/ kota. Dari bagian daerah sebesar 80% tersebut, dibagi dengan
perincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, dan 64% untuk
kabupaten/kota yang bersangkutan.
c). Pajak Penghasilan Wajib pajak orang pribadi dalam negeri (PPh
WPOPDN) dan Pajak penghasilan pasal 21 (PPh psl 21).
DBH yang berasal PPh WPOPDN dan PPh psl 21 dibagi dengan porsi 80%
untuk pemerintah pusat, dan 20% untuk pemerintah daerah . Dari 20%
bagian daerah tersebut akan dialokasikan untuk Provinsi yang bersangkutan
sebesar 8% dan untuk kabupaten/kota sebesar 12%. Dari 12% bagian
kabupaten/kota tersebut dengan perincian 8,4% untuk kabupaten/kota tempat
wajib pajak terdaftar dan 3,6% dibagi untuk seluruh kabupaten/kota dalam
provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.
b. Sumber Daya Alam (SDA)
a). Kehutanan, berasal dari:
1). Iuran Izin Usaha Pemanfaatan hutan (HUPH) dengan alokasi 20% untuk
pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Dari 80% bagian daerah 16% untuk
provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk kabupaten/kota penghasil.
2). Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) , dengan alokasi 20% untuk
pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Dari 80% bagian daerah
kabupaten/kota penghasil sebesar 32%, dan sisanya sebesar 32% dibagikan
merata untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi.
3). Dana Reboisasi, dengan alokasi 60% untuk pemerintah pusat dan 40%
untuk kabupaten/kota penghasil dan dana tersebut digunakan untuk menandai
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
b). Pertambangan umum, berasal dari:
1). Iuran tetap (landrent), dengan alokasi 20% untuk pemerintah pusat dan
80% untuk daerah. Dari 80% bagian daerah tersebut dibagikan untuk provisi
yang bersangkutan sebesar 16% dan sisanya sebesar 64% untuk
kabupaten/kota penghasil
2). Iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty ), yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dialokasikan untuk pemerintah pusat sebesar 20% dan daerah
sebesar 80%. Dari 80% bagian daerah tersebut dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan sebesar 16%, untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 32%, dan
sisanya sebesar 32% dibagikan secara merata untuk kabupaten/kota lainnya
dalam provinsi yang bersangkutan.
c). Perikanan, berasal dari Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan hasil
Perikanan di alokasikan 20% untuk Pemerintah pusat dan 80% untuk daerah
dan dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluurh kabupaten/kota.
d). Pertambangan minyak bumi
Penerimaan negara dari pertambngan minyak bumi dalam bentuk dana bagi
hasil dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi
komponen pajak dan pungutan lainnya dialokasikan kepada pemerintah
daerah sebesar 15,5% tersebut dibagi: sebesar 15% dibagi untuk provinsi
yang berangkutan sebesar 3%, untuk kabupaten atau kota penghasil sebesar
6% dan sisanya sebesar 6% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten
/kota dalam provinsi yang bersangkutan. Sebesar 0,5% yang diperuntukkan
untuk menambah anggaran pendidikan dasar dibagi untuk menambah
anggaran pendidikan dasar dibagi untuk provinsi yang bersangkutan sebesar
0,1% untuk kabputen/kota penghasil sebesar 0 ,2% dan sisanya 0,25
dibagikan secar merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi
bersangkutan.
e). Pertambangan Gas bumi
Penerimaan negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk dana bagi hasil
dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen
pajak dan pungutan lainnya dialokasikan kepada Pemerintah Pusat sebesar
69,5% dan sisanya 30,5% untuk daerah. Dari bagian daerah sebesar 30,5%
tersebut dibagi : 1). Sebesar 30% dibagi untuk provinsi yang bersangkutan
sebesar 6%, untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 12% dan sisanya sebesar
12% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten /kota dalam provinsi
yang bersangkutan. 2) sebesar 0,5% yang diperuntukkan untuk menambah
anggaran pendidikan dasar dibagi untuk provinsi yang bersangkutan sebesar
0,1%, untuk kabupaten/kota penghasil sebesar 0,2% dan sisanya sebesar
0,2% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi
bersangkutan. Penerimaan Negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk
dana bagi hasil dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi
sebesar 69,5% dan sisanya sebesar 30,5% untuk daerah. Dari bagian daerah
sebesar 30,5% tersebut dibagi : a)10% untuk provinsi yang bersangkutan dan
20% untuk dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam
provinsi yang bersangkutan. b) sebesar 0,5% yang diperuntukkan untuk
menambah anggaran pendidikan dasar dibagi untuk provinsi yang
bersangkutan sebear 0,17% dan sisanya sebear 0,33% dibagikan secara
merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi bersangkutan.
f). Pertambangan Panas bumi
Pertambangan Panas bumi berasal dari setoran bagian pemerintah dan iuran
tetap dan iuran produksi. Penerimaan negara dari setoran bagian pemerintah
serta iuran tetap dan iuran produksi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan
kepada pemerintah pusat sebesar 20% dan 80% untuk daerah. Dari bagian
daerah kabupaten/kota penghasil sebesar 32% dan sisanya sebesar 32%
dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang
bersangkutan.
2. Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan Peraturan pemerintah no 55 tahun 2005 tentang dana
perimbangan bahwa dana alokasi khusus untuk mendanai kegiatan khusus yang
menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional sesuai dengan fungsi
yang merupakan perwujudan tugas pemerintahan di bidang tertentu khususnya
dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
Berdasarkan peraturan menteri dalam negeri no 30 tahun 2007 penggunaan
dana perimbangan khususnya dana alokasi khusus (DAK) dialokasikan kepada
daerah tertentu untuk menandai kebutuhan fisik, sarana, dan prasarana dasar yang
menjadi urusan daerah antara lain program dan kegiatan pendidikan, kesehatan
dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis
terkait sesuai dengan peraturan –peraturan perundang-undangan.
Selain dana bagi hasil dan dana alokasi umum kepada daerah juga disediakan
dana alokasi khusus (DAK) yang digolongkan kedalam bantuan yang bersifat
specific grant . Pada awalnya DAK yang disediakan bagi daerah seluruhnya bersmber dari dana reboisasi yang dialokasikan sebesar 40% dari penerimaannya.
Namun dari tahun 2003 selain untuk membiayai kegiatan reboisasi di daerah
penghasil, DAK diberikan juga dalam DAK non DR yang disediakan bagi daerah
tertentu untuk menandai kebutuhan khusus seperti: a) kebutuhan yang tidak dapat
diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi umum dan/ atau
b). Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dalam
perkembangannya, realisasi DAK senantiasa menunjukkan kecenderungan yang
meningkat dari tahun ke tahun.
DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk menandai kegiatan khusus
yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional yang
menjadi prioritas daerah. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam
APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah mengutamakan
kegiatan pembagnunan pengadaan peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana
pengadaan sarana fisik penunjang. Daerah tertentu sebagaimana dimaksud adalah
daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan :
a. Kriteria umum yaitu dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah
yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikuranagi belanja
pegawai negeri sipil daerah ( PNSD).
b. Kriteria khusus yaitu dirumuskan berdasarkan ; 1) peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus, misalnya UU no
21 tahun 2001 tentang otonomi khususnya Papua dan UU no 18 tahun 2001
tentang otonomi khusus propinsi nanggroe aceh darussalam dan 2)
karakteristik daerah .
c. Kriteria teknis yaitu disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan
khusus yang akan didanai DAK. Kriteria teknis dirumuskan melalui indek
teknis oleh menteri teknis terkait. Menteri Teknis menyampaikan kriteria
teknis kepada Menteri keuangan.
3. Dana Alokasi Umum
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 26 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyusunan APBD bahwa penggunaan Dana Alokasi Umum agar
diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan, kesejahteraan
pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan fisik sarana dan
prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan umum yang
dibutuhkan masyarakat.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan belanja pegawai, kebutuhan fiskal dan potensi
daerah. Komponen variabel kebutuhan fiskal (fiscal needs) yang digunakan untuk pendekatan perhitungan DAU dan kebutuhan daerah terdiri dari; indeks jumlah
penduduk, indeks luas wilayah, indeks pembangunan manusia (IPM) , indeks
kemahalan konstruksi (IKK) dan indeks produk domestik regional bruto (PDRB)
perkapita , sedangkan kapasitas fiskal dicerminkan dari pendapatan asli derah,
dana bagi hasil dan sumber daya alam.
Menurut Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2005 besaran keseluruhan Dana
alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri
neto. Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari dana alokasi umum akan
memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber
pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung
jawabnya.
Sesuai dengan UU no 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah, bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (provinsi,
kabupaten/kota) dialokasikan atas dasar celah fiskal (fiscal gap) dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal
daerah (fiscal capasity), sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut , distribusi dana alokasi umum kepada daerah –daerah yang memiliki kemampuan relatif
besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai
relatif besar. Dengan konsep ini sebenarnya daerah yang fiscal capasitynya lebih besar dari fiscal needs hitungan dana alokasi umumnya negatif.
2.1.4. Lain-lain pendapatan daerah
Lain-lain pendapatan daerah bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk
memperoleh pendapatan selain dari PAD dan dana perimbangan yang terdiri
dari hibah dan dana darurat. Dalam rangka melaksanakan wewenang sebagaimana
yang diamanatkan oleh Undang-undang no 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU no 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah harus melakukan maksimalisasi
Pendapatan Daerah. Peningkatan Pendapatan Daerah dilaksanakan
langkah-langkah sebagai berikut:
1). Intensifikasi, melalui upaya: a). Pendapatan dan peremajaan objek dan subjek
pajak dan retribusi daerah. b). Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas
guna mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi. c).
Mengintensifikasi penerimaan retribusi yang ada. d). Memperbaiki sarana dan
prasarana pungutan yang belum memadai.
2). Penggalian sumber-sumber penerimaan baru (ekstensifikasi).
Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan agar
tidak menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Sebab pada dasarnya, tujuan
meningkatkan Pendapatan Daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan demikian upaya
ekstensifikasi lebih diarahkan kepada upaya untuk mempertahankan potensi
3). Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsur yang penting
meningkat bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah
bahwa pembayaran pajak dan retribusi sudah merupakan kewajiban masyarakat
kepada negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang
bagaimana yang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat.
2.2. Teori Tentang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2.2.1. Pengertian PDRB
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi adalah topik yang banyak
diperbincangkan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Masing-masing pemerintah daerah berlomba-lomba untuk memanfaatkan
kesempatan yang ada agar tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat.
Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu keadaan dimana terdapat
peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari suatu daerah.
Pertumbuhan ekonomi daerah dikatakan meningkat jika ada kenaikan PDRB dari
tahun sebelumnya. PDRB adalah semua barang dan jasa yang dihasilkan dari
kegiatan-kegiatan ekonomi yang ada pada suatu daerah tertentu yang dapat
menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya oleh berbagai unit produksi di Provinsi Sumatera Utara dalam satu
tahu Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan kedalam sembilan lapangan
usaha yaitu :
1. Pertanian, perikanan, pertenakan dan kehutanan.
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Konstruksi
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Transportasi dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
Besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah/Propinsi sangat
bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut.
Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor produksi daerah
menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sumber daya alam dalam
hal ini adalah sumber daya alam dalam arti seluas-luasnya. Jika suatu daerah
sumber daya alamnya baik, maka faktor ini merupakan faktor yang turut
menyukseskan keberhasilan pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang berhubungan dengan Produk
Domestik Regional Bruto yaitu:
1. Teori pertumbuhan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat
yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) ) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai
rill, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga sekaligus
menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) yang berarti secara
wilayah selain di tentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah
tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah
(Richardson, 1991)
Boediono ( 1985 ) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang jadi persentase
pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah
penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu
akan berlanjut. Ada ahli ekonomi yang membuat definsi lebih ketat yaitu
pertumbuhan haruslah bersumber dari proses interen perekonomian tersebut,
ketentuan yang terakhir ini sangat penting diperhatikan dalam ekonomi wilayah
karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi petumbuhan itu
tercipta karena banyaknya bantuan/suntikan dana dari pemerintah pusat dan
pertumbuhan itu terhenti apabila suntikan dana dihentikan. Dalam kondisi seperti
ini sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh, adalah wajar suatu wilayah
terbelakang mendapat suntikan dana dalam proporsi yang lebih besar
dibandingkan wilayah lain akan tetapi setelah suatu jangka waktu tertentu wilayah
tersebut mestilah tetap bisa tumbuh walaupun tidak memperoleh alokasi yang
berlebihan .
2. Teori Pertumbuhan ekonomi Adam Smith
Adam Smith berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada dua
faktor pertumbuhan yaitu Output total dan pertumbuhan penduduk. Menurut
Smith, pertumbuhan output dipengaruhi unsur-unsur berikut: 1). Sumber alam
Smith berpendapat bahwa, tingkat pertumbuhan output suatu negara akan
ditentukan oleh sumber daya alam yang dimilikinya. Sedangkan untuk
mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sumber alam harus
dimanfaatkan oleh tenaga kerja yang terspesialisasi . Dalam hal ini, menurut
Adam Smith penduduk merupakan faktor yang pasif dalam pertumbuhan. Tenaga
kerja juga akan bertambah sesuai dengan kebutuhan jika upah dibayarkan diatas
upah subsistem (upah untuk bertahan hidup atau upah alam). Pertumbuhan akan
macet ketika sumber-sumber alam telah habis diolah, sehingga pertumbuhan tidak
akan menguntungkan lagi dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
minimum.
3. Teori Pertumbuhan ekonomi David Ricardo
Menurut David Ricardo, akumulasi modal dan kemajuan teknologi dapat
memperlambat berlakunya hukum tambahan yang semakin berkurang (the law of diminishing return). David Ricardo berpendapat bahwa pertumbuhan akan selalu terjadi selama akumulasi modal dan kemajuan teknologi berlangsung. Teknologi
pada suatu waktu akan mandek ketika akumulasi modal tidak ada . Kemajuan
teknologi tidak akan menciptakan produktivitas yang bertahan lama karena
pertambahan penduduk selanjutnya akan menurunkan tingkat upah dan
keuntungan para pengusaha.
4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Joseph Schumpeter
Teori Pertumbuhan Ekonomi Joseph Schumpeter menekankan pada peranan
yang dilakukan para wirausahawan. Para wirausahawan selalu mencari terobosan
untuk mendapatkan inovasi untuk dapat meraih keuntungan yang lebih banyak