ALASAN HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN
TERHADAP TERDAKWA MENURUT
HUKUM ACARA PIDANA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
D
D
I
I
M
M
P
P
O
O
S
S
M
M
A
A
R
R
U
U
D
D
U
U
T
T
M
M
A
A
N
N
I
I
K
K
NIM. 070200430FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 1
ALASAN HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN
TERHADAP TERDAKWA MENURUT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
D
D
I
I
M
M
P
P
O
O
S
S
M
M
A
A
R
R
U
U
D
D
U
U
T
T
M
M
A
A
N
N
I
I
K
K
NIM. 070200430Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr. M. Hamdan, SH, MH
Pembimbing I
Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum
Pembimbing II
Abul Khair, SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rakhmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini
berjudul “Alasan Hukum Penangguhan Penahanan Terhadap Terdakwa
Menurut Hukum Acara Pidana”.
Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :
- Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
- Bapak Dr. M. Hamdan, SH, M.Hum, sebagai Ketua Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
- Bapak Abul Khiar, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I Penulis.
- Bapak Muhammad Nuh, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis.
- Bapak dan Ibu Dosen serta semua unsur staf administrasi di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
- Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan Umumnya
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan rasa terima-kasih yang
tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda, semoga kebersamaan yang kita
jalani ini tetap menyertai kita selamanya.
Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Medan, Januari 2011
Penulis
Dimpos Marudut Manik
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
ABSTRAKSI ... v
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 5
D. Keaslian Penulisan ... 6
E. Tinjauan Kepustakaan ... 6
F. Metodologi Penulisan ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II. ALASAN HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN TERHADAP TERDAKWA ... 15
A. Penahanan ... 15
B. Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP ... 17
BAB III MEKANISME PENANGGUHAN PENAHANAN
TERHADAP TERDAKWA ... 31
A. Syarat Penangguhan Penahanan ... 31
B. Jaminan Penangguhan Penahanan... 33
C. Mekanisme Penangguhan Penahanan Terhadap Terdakwa ... 36
BAB IV. AKIBAT HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN TERHADAP TERDAKWA ... 49
A. Lembaga Terkait Dalam Proses Penangguhan Penahanan ... 49
B. Penangguhan Penahanan Menurut PP No.27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No.M.14-PW.07.03/1983 Angka 8 Tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ... 60
C. Akibat Hukum Penangguhan Penahanan Terhadap Terdakwa ... 66
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
ABSTRAK
ALASAN HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN TERHADAP TERDAKWA MENURUT HUKUM ACARA PIDANA
D
DIIMMPPOOSSMMAARRUUDDUUTTMMAANNIIKK**
PROF. DR. SYAFRUDDIN KALO, SH, M.HUM** ABUL KHAIR, SH, M.Hum ***
Penangguhan penahanan adalah penangguhan tahanan tersangka/ terdakwa dari penahanan, tetapi penahanan masih sah dan resmi berlaku. Namun pelaksanaan penahanan dihentikan dengan jalan mengeluarkan tersangka/terdakwa dari tahanan setelah instansi yang menahan menetapkan syarat-syarat penangguhan yang harus dipenuhi oleh tersangka/terdakwa yang ditahan atau orang lain yang bertindak untuk menjamin penangguhan. pengeluaran tersangka/terdakwa dari tahanan atau yang dikenal dengan penangguhan memberikan konstribusi terhadap hal-hal dapat menganggu proses penyidikan dan peradilan, seperti pelaku dapat menghilangkan barang bukti atau melarikan diri. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah alasan hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa, bagaimana mekanisme penangguhan penahanan terhadap terdakwa dan bagaimana akibat hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan metode yuridis
normative. Dan dalam pelaksanannya menggunakan penelitian kepustakaan
(library research).
Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data maka diketahui alasan
hukum disebabkannya penangguhan penahanan terhadap terdakwa beraneka ragam
sesuai dengan kepentingan dan keadaan terdakwa. Pengajuan alasan penangguhan
penahanan seperti dilihat dari beberapa point di atas menjelaskan suatu keadaan
tertentu dari terdakwa sendiri dan akibat perbuatannya terhadap masyarakat
banyak. Sehingga dalam kondisi ini meskipun penangguhan penahanan yang
diajukan oleh terdakwa dengan alasan sakit atau hendak melahirkan dapat saja
ditolak tatkala kasus tersebut berhubungan dengan tindak pidana pembunuhan,
korupsi atau tindak pidana berat lainnya yang sangat mengganggu keadilan
masyarakat banyak. mekanisme penangguhan penahanan terhadap terdakwa
instansi yang menahan atau yang bertanggungjawab secara yuridis atas penahanan
dengan syarat dan jaminan yang ditetapkan, ada persetujuan dari orang tahanan
untuk memenuhi syarat yang ditetapkan serta memenuhi jaminan yang ditentukan.
Akibat hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa adalah tidak ditahannya
seorang tahanan dalam rumah tahanan negara. Atau jika prosesnya masih di
kepolisian berarti terdakwa dapat tinggal di rumahnya. Apabila ia kabur maka
orang yang menjamin harus membayar jaminannya tersebut.
* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ** Pembimbing 1, Dosen Fakultas Hukum USU
ABSTRAK
ALASAN HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN TERHADAP TERDAKWA MENURUT HUKUM ACARA PIDANA
D
DIIMMPPOOSSMMAARRUUDDUUTTMMAANNIIKK**
PROF. DR. SYAFRUDDIN KALO, SH, M.HUM** ABUL KHAIR, SH, M.Hum ***
Penangguhan penahanan adalah penangguhan tahanan tersangka/ terdakwa dari penahanan, tetapi penahanan masih sah dan resmi berlaku. Namun pelaksanaan penahanan dihentikan dengan jalan mengeluarkan tersangka/terdakwa dari tahanan setelah instansi yang menahan menetapkan syarat-syarat penangguhan yang harus dipenuhi oleh tersangka/terdakwa yang ditahan atau orang lain yang bertindak untuk menjamin penangguhan. pengeluaran tersangka/terdakwa dari tahanan atau yang dikenal dengan penangguhan memberikan konstribusi terhadap hal-hal dapat menganggu proses penyidikan dan peradilan, seperti pelaku dapat menghilangkan barang bukti atau melarikan diri. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah alasan hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa, bagaimana mekanisme penangguhan penahanan terhadap terdakwa dan bagaimana akibat hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan metode yuridis
normative. Dan dalam pelaksanannya menggunakan penelitian kepustakaan
(library research).
Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data maka diketahui alasan
hukum disebabkannya penangguhan penahanan terhadap terdakwa beraneka ragam
sesuai dengan kepentingan dan keadaan terdakwa. Pengajuan alasan penangguhan
penahanan seperti dilihat dari beberapa point di atas menjelaskan suatu keadaan
tertentu dari terdakwa sendiri dan akibat perbuatannya terhadap masyarakat
banyak. Sehingga dalam kondisi ini meskipun penangguhan penahanan yang
diajukan oleh terdakwa dengan alasan sakit atau hendak melahirkan dapat saja
ditolak tatkala kasus tersebut berhubungan dengan tindak pidana pembunuhan,
korupsi atau tindak pidana berat lainnya yang sangat mengganggu keadilan
masyarakat banyak. mekanisme penangguhan penahanan terhadap terdakwa
instansi yang menahan atau yang bertanggungjawab secara yuridis atas penahanan
dengan syarat dan jaminan yang ditetapkan, ada persetujuan dari orang tahanan
untuk memenuhi syarat yang ditetapkan serta memenuhi jaminan yang ditentukan.
Akibat hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa adalah tidak ditahannya
seorang tahanan dalam rumah tahanan negara. Atau jika prosesnya masih di
kepolisian berarti terdakwa dapat tinggal di rumahnya. Apabila ia kabur maka
orang yang menjamin harus membayar jaminannya tersebut.
* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ** Pembimbing 1, Dosen Fakultas Hukum USU
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang–undang atau yang
bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang
bagaimana selayaknya berbuat dalam masyarakat.
Hukum bukanlah semata – mata sekedar sebagai pedoman untuk dilihat
dan dibaca atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan atau ditaati.
Dapatlah dikatakan bahwa setiapindividu melaksanakan hukum. Setiap hari kita
melaksanakan hukum. Bahkan seringkali kita tanpa sadari kita melaksanakan
hukum. Jadi pelaksanaan hukum bukan dimonopoli oleh pihak tertentu seperti
pejabat atau penegak hukum.
Dalam kehidupan bermasyarakat pasti terwujud suau interaksi, dimana
intereaksi tersebut memerlukan batasan–batasan atau bisa dikatakan suatu
aturan yang mengatur interaksi tersebut.
Dengan telah disahkannya Rancangan Undang–Undang Hukum Acara
Pidana menjadi Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), membawa
perubahanyang mendasar bagi hukum acara pidana Indonesia yang sebelumnya
berpedoman pada HIR. Perubahan yang mendasar tersebut sesuai dengan tujuan
KUHAP itu sendiri yaitu memberikan perlindungan hak asasi bagi tersangka
atau terdakwa dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum. Tujuan
nampaknya sudah bukan merupakan suatu tujuan utama, namun tujuan
perlindungan atas harkat dan martabat seorang tersangka atau tertuduh atau
terdakwalah yang merupakan tujuan yang utama.
Permasalahan mengenai penahanan akan tetap menjadi suatu
pembicaraan yang sangat menarik karena penahanan sangat erat kaitannya
dengan perampasan hak kebebasan seseorang.
Dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP, diterangkan bahwa suatu penahanan
adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik
atau penuntut umum atauhakim dengan penetapannya, dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang–undang ini. Dari pengertian tersebut diatas jelas
dinyatakan bahwa penahanan merupakan penempatan tersangka atau terdakwa
disuatu tempat tertentu dan hanya boleh dilakukan oleh panyidik, penuntut
umum, hakim dengan suatu penetapan dalam hal serta dengan tata cara yang
diatur dalam pasal lain dalam KUHAP.
Oleh karena penahanan tersebut merupakan pembatasan terhadap suatu
kebebasan yang dimiliki oleh seseorang khususnya kebebasan bergerak
seseorang maka hendaknya penahanan tersebut dilakukan bilamana memang
sangat diperlukan bagi kepentingan penegakan hukum. Selain itu penahanan
juga menimbulkan dua pertentangan asas yaitu disatu pihak penahanan
menyebabkan hilangnya kebebasan bergerak seseorang, dan di pihak yang lain
penahanan dilakukan untuk menjaga ketertiban yang harus dipertahankan demi
kepentingan umum atas perbuatan jahat yang disangkakan kepada tersangka
pejabat yang berwenang melakukan penahanan harus sesuai dengan KUHAP,
hal ini untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam pelaksanaan penahanan
yang nantinya dapat menyebabkan akibat hukum yang fatal bagi pejabat yang
melakukan penahanan berupa adanya tuntutan ganti kerugian atau rehabilitasi
sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 95 KUHAP dan bahkan bisa berupa
ancaman pidana sesuai dengan Pasal 9 ayat 2 Undang–undang No.4 Tahun
2004.
Negara Republik Indonesia mengakui, memberi perhatian dan
menjunjung tinggi hak kemerdekaan seseorang, walaupun seseorang itu telah
diduga melakukan suatu tindak pidana. Ketentuan ini memberi arti, bahwa hak
dan kebebasan manusia benar-benar dijamin dan dilindungi sepenuhnya oleh
negara. Jadi apabila ada seseorang dari warga masyarakat yang melanggar
ketentuan-ketentuan hukum pidana maka alat-alat kekuasaan negara yang diberi
wewenang untuk mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan hukum, bekerja
secara tertib, tidak berbuat sewenang-wenang serta menjunjung tinggi hak azasi
warga negara.
Adapun tujuan hukum acara pidana menurut Andi Hamzah adalah
“Supaya suatu peraturan hukum pidana dilakukan sedemikian rupa, bahwa
seseorang yang melanggar peraturan yang diancam dengan hukuman
pidana mendapat hukuman itu secara setimpal dengan kesalahannya” 1
1
Berkenaan dengan hal sebagaimana disebutkan di atas maka apabila
telah cukup bukti yang menjelaskan kedudukan seseorang sebagai pelaku suatu
tindak pidana maka kepada pelaku dapat dilakukan penahanan. Penahanan
dapat dilakukan oleh semua instansi di tingkat penyidikan sampai ke
pengadilan, yang berarti juga penahanan bukan hanya merupakan wewenang
penyidik.
Dimensi begitu pentingnya penahanan ini memberikan konstribusi
kelancaran penyidikan serta menghindari melarikan dirinya seseorang yang
disangkakan telah melakukan tindak pidana. Meskipun demikian pentingnya
penahanan tersebut kepada seorang tersangka/terdakwa tetap diberikan hak oleh
undang-undang untuk melakukan penangguhan penahanan.
Penangguhan penahanan adalah ditangguhkannya penahanan tersangka/ terdakwa, tetapi penahanan masih sah dan resmi berlaku. Namun
pelaksanaan penahanan dihentikan dengan jalan mengeluarkan
tersangka/terdakwa dari tahanan setelah instansi yang menahan menetapkan syarat-syarat penangguhan yang harus dipenuhi oleh tersangka/terdakwa yang ditahan atau orang lain yang bertindak untuk menjamin penangguhan. Masa penangguhan penahanan tidak termasuk status masa penahanan.
Praktek pengeluaran tersangka/terdakwa dari tahanan atau yang dikenal
dengan penangguhan memberikan konstribusi terhadap hal-hal dapat
menganggu proses penyidikan dan peradilan, seperti pelaku dapat
menghilangkan barang bukti atau melarikan diri. Dengan demikian maka
penangguhan mensyaratkan hal-hal tertentu seperti adanya jaminan agar
penangguhan dapat terlaksana.
Berdasarkan hal yang bertolak belakang tersebut maka diketengahkan
Terdakwa Dalam Perkara Pidana Menurut Hukum Acara Pidana (Studi Kasus
Pengadilan Negeri Medan)”.
Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang diajukan di dalam penelitian skripsi
ini adalah:
1. Apakah alasan hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa?
2. Bagaimana mekanisme penangguhan penahanan terhadap terdakwa?
3. Bagaimana akibat hukum penangguhan penahanan terhadap terdakwa?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui alasan hukum disebabkannya penangguhan penahanan
terhadap terdakwa.
2. Untuk mengetahui mekanisme penangguhan penahanan terhadap terdakwa?
3. Untuk mengetahui akibat hukum penangguhan penahanan terhadap
terdakwa.
Manfaat penelitian di dalam pembahasan skripsi ditujukan kepada
berbagai pihak terutama:
a. Secara praktis sebagai bahan masukan bagi masyarakat luas khususnya
tentang alasan hukum yang dapat diajukan seorang terdakwa dalam proses
b. Secara teoritis sebagai bahan masukan penambahan referensi tentang
perkembangan hukum pidana khususnya dalam menerapkan penangguhan
penahanan.
Keaslian Penulisan
Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Alasan Hukum Penangguhan
Penahanan Terhadap Terdakwa Menurut Hukum Acara Pidana” ini merupakan
luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penlisan skripsi yang bertemakan
mengenai penahanan memang sudah cukup banyak diangkat dan dibahas,
namun skripsi dengan adanya penangguhan penahanan ini belum pernah ditulis
sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi
lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik. Bila di kemudian hari
ternyata terdapat judul yang sama, maka menjadi tanggung jawab penulis.
Tinjauan Kepustakaan
Untuk membahas permasalahan yang telah disampaikan diatas, maka
ada beberapa hal yang dapat dipakai acuan atau pedoman untuk mencari
jawaban atas permasalahan tersebut.
Penahanan merupakan salah satu tindakan yang dilakukan dalam hal
membantu proses penyelidikan, penyidikan dan proses peradilan. Dalam Pasal
tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum
atau hakim dengan penetapannya, dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang–undang ini. Dari pengertian tersebut diatas jelas dinyatakan
bahwa penahanan merupakan penempatan tersangka atau terdakwa disuatu
tempat tertentu dan hanya boleh dilakukan oleh panyidik, penuntut
umum,hakim dengan suatu penetapan dalam hal serta dengan tata cara yang
diatur dalam Pasal lain dalam KUHAP. Secara garis besar KUHAP menyatakan
bahwa penahanan tersebut harus didasarkan adanya syarat – syarat tertentu
antara lain bahwa tersangka atau terdakwa diduga keras melakukan suau tindak
pidana berdasarkan buktiyang cukup, adanya keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatannya kembali.
Moeljatno membagi syarat penahanan tersebut menjadi 2 yaitu :2
2
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 43. 1. Syarat Obyektif :
a. Terhadap tindakan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima
tahun atau lebih ;
b. Tindak pidana tetentu seperti tersebut dalam Pasal 21 ayat 4 huruf b
KUHAP meskipun ancaman pidananya kurang dari lima tahun.
2. Syarat Subyektif :
a. Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan untuk kepentingan
b. Untuk mencegah tersangka atau terdakwa melarikan diri.
c. Untuk mencegah tersangka atau terdakwa merusaka atau menghilangkan
barang bukti.
d. Untuk mencegah tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana.
Mengingat pada dasarnya bahwa penahanan tersebut adalah perampasan
terhadap hak kebebasan bergerak seseorang sehingga harus dilaksanakan
dengan penuh kehati–hatian dan sesuai dengan ketentuan yang ada.
M. Yahya Harahap menyatakan: Penahanan sebagai upaya paksa, tidak
dengan sendirinya menghilangkan harkat dan martabat tersangka. tidak pula
dapat melenyapkan hak–hak asasi yang melekat padadirinya secara keeluruhan.
Namun demikian sepanjang yang berkenaan dengan beberapa hak asasi yang
berhubungan dengan harkat dan martabatnya serta hak yang perlu untuk
melindungi kepentingan pribadinya, tidak boleh dikurangi dan harus dijamin
oleh hukum sekalipun dia berada dalam penahanan.3
1. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum
atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing–masing, dapat mengadakan Dalam KUHAP diatur suatu upaya yang mungkin cukup
menggembirakan untuk para tersangka atau terdakwa agar kebebasan
bergeraknya tidak dibatasi oleh adanya penahanan. Upaya tersebut ialah suatu
penangguhan terhadap adanya suatu penahanan yang diatur dalam Pasal 31
KUHAP yang isinya:
3
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid 1,
penangguhan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang,
berdasarkan syarat yang ditentukan.
2. Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu –
waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau
terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dalam Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan SKEP
KABARESKRIM No. Pol. SKEP/82/XII/2006/Bareskrim tanggal 15 Desember
2006 yang merupakan petunjuk pelaksana bagi kepolisian dalam pelaksanaan
administrasi penyidikan disebutkan: Pejabat yang berwenang menandatangani
Surat Perintah Penangguhan Penahanan adlah Penyidik Perkara yang ditunjuk
sesuai Sprindik Penyidik Pembantu atas limpahan kewenangan dari Penyidik
yang bersangkutan.
Surat Perintah Penangguhan Penahanan menurut Pedoman
Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan SKEP KABARESKRIM No. Pol.
SKEP/82/XII/2006/Bareskrim harus memuat :
1. Pertimbangan, bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terhadap cukup bukti
tersangka diduga keras melakukan tindak pidana dantelah dikenakan
penahanan, akan tetapi dengan mempertimbangkan permintaan tersangka
dan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan UU, serta situasi
masyarakat setempat, maka perlu dikeluarkan surat perintah ini
2. Dasar berisikan : Pasal-pasal KUHAP Nomor dan Tanggal Laporan Polisi,
Nomor dan Tanggal Surat Perintah Penahanan Serta Surat Permohonan
3. Identitas orang yang akan ditangguhkan penahanannya.
4. Uraian singkat tentang syarat serta jaminan penangguhan penahanan
5. Jenis dan tempat penahanan yang telah ditentukan dalam Surat Penahanan.
6. Tanggal dimulainya Penangguhan Penahanan.
7. Surat Perintah Penangguhan Penahanan dibuat dalam rangkap
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) lembar yaitu :
a. 4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara
b. 1 (satu) lembar untuk tersangka
c. 1 (satu) lembar untuk keluarga tersangka
d. 1 (satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri
e. 1 (satu) lembar untuk Penuntut Umum
f. 1 (satu) lembar untuk Pejabat Rutan/ Cabang Rutan
g. 1 (satu) lembar untuk arsip
8. Penomoran Surat Perintah Penangguhan Penahanan dibuat sama dengan
Nomor Surat Perintah Penahanan, diberi tambahan kode huruf “C” dan
dicatat dalam Buku Register Tahanan (B-9).
Menurut H. Haris bahwa: Pemberian penangguhan penahanan oleh
penyidik, penuntut umum maupun hakim harus berdasarkan asas praduga tak
bersalah atau Presumtion of innocence, bahwa setiap orang yang disangka,
ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan dianggap
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.4
M. Yahya Harahap berpendapat bahwa: Penetapan jaminan dalam
penagguhan penahanan tidak mutlak. Tanpa jaminan tindakan pemberian
penangguhan penahanan tetap sah menurut hukum. Cuma agar syarat
penangguhan penahanan benar–benar ditaati, ada baiknya penangguhan
dibarengi dengan penetapan jaminan. Cara yang demikianlah yang lebih dapat
dipertanggung jawabkan demi upaya memperkecil tahanan melarikan diri.
Dalam hal penangguhan penahanan ini pejabat yang berwenang
menahan tersangka atau terdakwa tersebut tidak diwajibkan untuk mengabulkan
setiap adanya permohonan penangguhan penahanan dan dapat menolak
permohonan penangguhan penahanan tersebut dengan suatu alasan tertentu dan
tetap menempatkan tersangka atau terdakwa dalam tahanan.
Bila suatu penangguhan penahanan tersebut dikabulkan oleh pejabat
yang melakukan penahanan maka berdasarkan ketentuan dalam KUHAP,
pejabat tersebut dapat menetapkan suatu jaminan baik berupa jaminan uang
atau jaminan orang. Penetapan ada atau tidaknya suatu jaminan dalam KUHAP
bersifat fakultatif.
5
Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman No. 14–PW.07.03/1983
menyatakan bahwa dalam hal ada permintaan untuk menangguhkan penahanan
yang dikabulkan, maka diadakan perjanjian antara pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkat pemeriksaan dengan tersangka atau penasihat hukumnya
4
H. Haris, Pengantar Hukum Acara Pidana, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 105.
5
beserta syarat–syarat. Berdasarkan ketentuan tersebut maka penangguhan
penahanan pada dasarnya dilaksanakan dengan sebuah perjanjian antara pejabat
yang berwenang menahan dengan tersangka atau terdakwa atau penasihat
hukumnya.
Metodologi Penulisan
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Materi penelitian
Materi penelitian yang dipergunakan bersumber dari data sekunder.
Data sekunder yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan
dengan objek atau materi penelitian yang meliputi:
Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 1981).
Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang
diteliti.
Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum dan kamus
Bahasa Indonesia.
2. Alat Pengumpul Data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah melalui studi dokumen yang berupa pengambilan data yang berasal dari
bahan literatur atau tulisan ilmiah sesuai dengan objek yang diteliti.
Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif yang menguraikan hasil penelitian dengan kalimat-kalimat sehingga
dapat memecahkan rumusan masalah.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat
dalam bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti
penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian
Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta
Sistematika Penulisan.
Bab II. Tinjauan Umum Tentang Kompensasi
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Pengertian dan
Syarat Sahnya Perjanjian, Jenis-Jenis Perjanjian, Pengertian
Kompensasi serta Kompensasi atau Set-Off Dalam Undang-Undang
No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Bab III. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Nasabah
Nasabah, Sejarah dan Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan
Nasabah, Fungsi dan Tujuan Lembaga Penjamin Simpanan Nasabah
serta Hal-Hal Yang Dijamin Dalam Lembaga Penjamin Simpanan
Nasabah.
Bab IV. Kelembagaan Kompensasi Dalam Pelaksanaan Penjaminan
Simpanan Nasabah
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap
permasalahan yang diajukan yaitu Penerapan Kelembagaan
Kompensasi (Set-Off) Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004
Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Akibat Hukum
Diterapkannya Kelembagaan Kompensasi (Set-Off) Dalam Hukum
Hutang Piutang serta Perlindungan Hukum Kelembagaan
Kompensasi (Set-Off) Dalam Lembaga Jaminan Simpanan
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana
BAB II
ALASAN HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN TERHADAP
TERDAKWA
Penahanan
Maksud penahanan menurut penjelasan Pasal 1 butir 21 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP): “Penahanan
adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik
atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 21 KUHAP, semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan. Juga dari ketentuan tersebut telah diseragamkan istilah tindakan penahanan. Tidak dikacaukan lagi dengan berbagai ragam istilah seperti yang dulu dalam HIR, yang membedakan dan mencampur aduk antara penangkapan, penahanan sementara dan tahanan sementara, yang dalam peristilahan Belanda disebut de verdachte aan te houden (Pasal 60 ayat (1) HIR) yang berarti menangkap tersangka, dan untuk menahan sementara digunakan istilah voorlopige aan houding (Pasal 62 ayat (1) HIR). Serta untuk perintah penahanan yang dimaksud Pasal 83 HIR dipergunakan istilah
zijin gevangen houding bevelen.6
KUHAP hanya mengenal dua istilah dengan batas wewenang yang
tegas, yakni penangkapan yang wewenangnya diberikan kepada penyidik. Batas
waktunya hanya 1 hari dan mesti ada surat tugas serta surat perintah
penangkapan. Berbeda dengan Herzien Indonesia Reglement (selanjutnya
disingkat HIR), memberi wewenang penangkapan baik kepada Polri atau Jaksa,
dan dalam tempo 10 hari boleh dilakukan penangkapan tanpa surat perintah.
6
Selain penangkapan KUHAP juga mengenal panahanan. Istilahnya cukup
sederhana tanpa embel-embel kata sementara. KUHAP hanya mengenal istilah
penahanan, yang wewenangnya diberikan kepada semua instansi penegak
hukum yaitu kepolisian, kejaksanaan dan kehakiman. Masing-masing
mempunyai batas waktu yang ditentukan secara limitatif.
Sehubungan dengan penetapan waktu yang sangat terbatas bagi setiap
instansi merupakan hal baru yang sangat menggembirakan dalam dunia
penegakan hukum. Sebab dengan pembatasan yang limitatif tersebut, tercipta
tegaknya kepastian hukum dalam penahanan. Tidak lagi seperti pada masa HIR,
yang memberi keleluasaan bagi Ketua Pengadilan Negeri untuk
memperpanjang penahanan tanpa batas, sehingga sering terjadi perpanjangan
tahanan yang melebihi satu atau dua tahun. Benar-benar tak ada kepastian
hukum bagi seorang tersangka atau yang ditahan.
Tujuan penahanan disebutkan dalam Pasal 20 KUHAP yang
menjelaskan:
a. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran kepentingan penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan penyidikan itu sendiri secara objektif. Tergantung kepada kebutuhan tingkat upaya penyidik untuk menyelesaikan fungsi pemeriksaan penyidikan yang tuntas dan sempurna sehingga penyidikan benar-benar mencapai hasil pemeriksaan yang akan diteruskan kepada penuntut umum, untuk dipergunakan sebagai dasar pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Berarti jika pemeriksaan penyidikan sudah cukup, penahanan tidak diperlukan lagi, kecuali ada alasan untuk tetap menahan tersangka (Pasal 20 ayat (1)).
c. Demikian juga penahanan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan. Hakim berwenang melakukan penahanan dengan penetapan yang didasarkan kepada perlu tidaknya penahanan dilakukan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan (Pasal 20 ayat (3)).7
Dimaksudkan landasan penahanan meliputi dasar hukum, keadaan,
serta syarat-syarat yang memberi kemungkinan melakukan tindakan penahanan.
Antara yang satu dengan yang lain dari dasar tersebut, saling menopang kepada
unsur yang lain. Sehingga kalau salah satu unsur tidak ada, tindakan penahanan
kurang memenuhi asas legalitas meskipun tidak sampai dikualifikasi sebagai
tindakan yang tidak sah (ilegal). Misalnya yang terpenuhi hanya unsur landasan
hukum atau yang sering juga dinamakan landasan unsur objektif, tetapi tidak
didukung unsur keperluan atau yang disebut unsur subjektif, serta tidak
dikuatkan unsur syarat-syarat yang ditentukan undang-undang, penahanan yang
seperti itu lebih bernuansa kezaliman dan kurang berdimensi relevansi dan
urgensi.
Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP
Menurut HIR (Herzeine Inlands Regelement)
Pada masa HIR (Herzeine Inlands Reglement), penangguhan penahanan
diatur dalam Pasal 358. Dalam pasal tersebut diatur tentang wewenang Hakim
untuk menangguhkan penangkapan atau penahanan dengan perjanjian dan perlu
dengan suatu jaminan.
7
Hakim menentukan apabila ada alasan untuk dapat memberikan
penangguhan penahanan dengan ditentukan syarat-syaratnya sebagai berikut:
Syarat Mutlak (Pasal 358 HIR)
1) Tersangka harus menyatakan kesanggupannya bila dikemudian hari
“Surat Perintah Penangguhan Penahanan sementara” itu dicabut
sewaktu-waktu tersangka bersedia ditahan kembali.
2) Tersangka selama dalam waktu penangguhan, kemudian ia
dipersalahkan lagi terhadap tindak pidana lain, ia harus bersedia ditahan
bila terhadap tindak pidana lain itu ia perlu ditahan.
Syarat Alternatif
Tersangka harus menyediakan sejumlah uang tanggungan yang diminta
sebagai syarat oleh Hakim. Hakim menentukan jumlahnya dan tempat uang
disimpan. Uang tanggungan ini dapat juga disediakan oleh orang lain, tidak
perlu oleh tersangka sendiri. Tanggungan ini dapat berupa uang, barang atau
orang lain (zakelijke borg dan personalijke borg).
Setelah Hakim menentukan penangguhan penahanan, maka setiap waktu
Hakim bisa mencabut surat penetapan penangguhan penahanan. Apabila
dikhawatirkan si tersangka melarikan diri dengan adanya pemberian
penangguhan penahanan. Penyidik dapat menahan tersangka dengan cepat
memberitahukan kepada Hakim dengan permintaan agar surat penangguhan
penahanannya itu ditarik kembali. Hakim yang akan menentukan dan melihat
Kembali kepada pemeriksaan atas diri tersangka, sebagaimana telah
diuraikan diatas bahwa pemeriksaan terhadap diri tersangka itu harus
dititikberatkan pada perbuatan-perbuatan pidana yang telah ia lakukan sehingga
memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana Pasal yang telah dilanggarnya.
Dalam pemeriksaan tersebut harus diungkapkan waktu perbuatan pidana itu
dilakukan, jalannya perbuatan itu sendiri dilakukan (misalnya dengan
penganiayaan, pembunuhan dan sebagainya). Dan juga pihak-pihak lain yang
turut membantu terjadinya perbuatan Tindak Pidana tersebut.
Menurut KUHAP
Penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 KUHAP.
Memperhatikan ketentuan Pasal 31 KUHAP, pengertian penangguhan tahanan
tersangka atau terdakwa dari penahanan, mengeluarkan tersangka atau terdakwa
dari penahanan sebelum habis masa atau waktu penahanannya berakhir.
Tahanan yang resmi dan sah masih ada dan belum habis, namun
pelaksanaan penahanan yang masih harus di jalani tersangka atau terdakwa
ditangguhkan, sekalipun masa penahanan yang diperintahkan kepadanya belum
habis. Dengan adanya penangguhan penahanan, seorang tersangka atau
terdakwa dikeluarkan dan tahanan pada saat masa tahanan yang salah dan resmi
sedang berjalan.
Penangguhan penahanan ini tidak sama dengan pembebasan dari
tahanan. Perbedaannya terutama ditinjau dari segi hukum maupun alasan dan
pembebasan dari tahanan.
Dari segi hukum, pelaksanaan dan persyaratan :
Pada penangguhan penahanan masih sah dan resmi serta masih benda dalam
batas waktu penahanan yang dibenarkan Undang-Undang. Namun
pelaksanaan penahanan dihentikan dengan jalan mengeluarkan tahanan
setelah instansi yang menahan menetapkan syarat-syarat penanguhan yang
harus dipenuhi.
Sedangkan pada pembebasan dari tahanan harus berdasar ketentuan
Undang-Undang. Tanpa dipenuhi unsur-unsur yang ditetapkan Undang-Undang,
pembebasan dari tahanan tidak dapat dilakukan. Umpamanya, oleh karena
pemeriksaan telah selesai sehingga tidak diperlukan penahanan. Atau oleh
karena penahanan yang dilakukan tidak sah dan betentangan dengan
Undang-Undang maupun karena batas waktu penahan yang dikenakan telah
habis, sehingga tahanan harus dibebabaskan dari hukum. Atau bisa juga
oleh karena lamanya penahanan yang dijalani sudah sesuai dengan hukuman
pidana yang dijatuhkan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap. Disamping itu dari segi pelaksanaan pembebasan tahanan, dilakukan
tanpa syarat jaminan.
Menurut penegasan yang terdapat dalam Pasal 31 Ayat I KUHAP,
penangguhan penahanan terjadi:
Karena permintaan Tersangka atau Terdakwa.
jawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan jaminan yang
ditetapkan.
Ada persetujuan dari orang tahanan untuk mematuhi syarat yang
ditetapkan serta memenuhi jaminan yang ditentukan. 14Gambaran terjadinya
penangguhan penahanan seolah-olah didasarkan pada bentuk kontrak atau
perjanjian dalam hubungan perdata. Itu sebabnya cenderung untuk mengatakan
terjadinya penangguhan penahanan berdasarkan perjanjian antara orang tahanan
atau orang yang menjamin dengan pihak instansi yang menahan. Orang tahanan
berjanji akan melaksanakan dan memenuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan
instansi yang menahan sebagai imbalan atau tegen prestasi pihak yang menahan
mengeluarkan dari tahanan dengan menangguhkan penahanan.
Dari proses terjadinya penangguhan penahanan, masing-masing pihak
melakukan prestasi dan tegen prestasi. Prestasi yang dilakukan oleh tahanan
atau orang yang menjamin mematuhi syarat yang ditetapkan adalah satu pihak
dan pihak lainnya yaitu pihak yang menahan memberi imbalan sebagai tegen
prestasi berupa penangguhan penahanan. Penangguhan penahanan tidak sama
dengan pembebasan dari tahanan. Dalam penangguhan penahanan batas waktu /
masa penahanan masih secara sah berlaku dan dibenarkan menurut
Undang-Undang, tetapi pelaksanaan penahanannya ditangguhkan / dihentikan setelah
persyaratan penangguhan dipenuhi oleh Tersangka / Terdakwa dan atau orang
lain yang bertindak menjamin penangguhan penahanan. Ditangguhkan atau
dihentikan setelah persyaratan penangguhan dipenuhi oleh Tersangka /
penahanan.
Lembaga penanguhan penahanan dengan jaminan uang atau orang
seperti yang diatur dalam Pasal 31 KUHAP merupakan suatu lembaga baru
dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia, yang diatur secara tegas dalam
Undang-Undang.8
Menurut M.Yahya Harahap menyatakan bahwa seperti yang sudah kita
katakan salah satu perbedaan antara penangguhan penahanan dan pembebasan
tahanan, terletak pada “syarat”. Faktor “syarat” ini merupakan “dasar” atau
landasan pemberian penangguhan penahanan. Sedang dalam tindakan
pembebasan tahanan, dilakukan tanpa syarat, sehingga tadi tidak merupakan
faktor yang mendasari pembebasan.
Dalam KUHAP maupun dalam peraturan-peraturan pelaksanaannya
tidak ditetapkan tentang penangguhan penahanan. Dengan demikian berarti
pembentuk undang-undang menyerahkan hal itu kepada Aparat penegak hukum
untuk menetapkannya. Hal tersebut tercakup dalam makna dapat ditarik dari
kalimat terakhir Pasal 31 ayat 1 KUHAP yang menyatakan “Berdasarkan syarat
yang ditentukan”. Dalam penjelasan ayat 31 KUHAP dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan syarat ditentukan ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau
kota.
9
Penetapan syarat-syarat penangguhan penahanan oleh Instansi yang
8
Ratna Sari, Penyidikan dan Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana, Penerbit: Kelompok studi Hukum dan Masyarakat, Desember 1995, hal.39
9
akan memberikan penangguhan penahanan adalah faktor yang menjadi dasar
pemberian penangguhan penahanan. Tanpa adanya syarat-syarat yang
ditetapkan lebih dulu, penangguhan penahanan tidak dapat diberikan. Sehingga
dengan demikian instansi yang menahan seorang tersangka atau terdakwa
terlebih dahulu menetapkan syarat-syarat agar penangguhan penahanan dapat
diberikan. Kemudian tahanan yang bersangkutan menyatakan bersedia untuk
menaati syarat-syarat tersebut. Atas kesediaan tersebut, barulah instansi yang
berwenang memberikan penangguhan penahanan memproses permohonan
penangguhan penahanan. Dengan demikian penetapan syarat dalam
penangguhan penahanan merupakan conditio sinequanon dalam pemberian
penangguhan penahanan.
Alasan Hukum Penangguhan Penahanan Terhadap Seorang Terdakwa
Sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 KUHAP yang berbunyi:
(1)atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan-penangguhan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan.
(2)Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud ayat (1).
Rumusan Pasal 31 ayat (1) KUHAP di atas, memberikan kebebasan penentuan “penangguhan penahanan”. Kepada aparat penegak hukum sesuai kewenangannya masing-masing.
Selanjutnya penjelasan resmi pasal tersebut memuat: “masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa tahanan”.
Dengan penjelasan ini berarti berbeda dengan “penahanan rumah” dan “penahanan kota” karena baik penahanan rumah maupun penahanan kota diperhitungkan pada masa tahanan, (1/3 dan 1/5 dari jumlah lamanya ditahan).
Berdasarkan rumusan Pasal 31 ayat (1) KUHAP maka penangguhan penahanan dapat dilakukan:
Dengan syarat, yang dalam Lampiran Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.14.PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983, syarat tersebut dimuat dalam perjanjian.
Dengan jaminan uang dan syarat yang tercantum dalam perjanjian. Dengan jaminan orang dan syarat yang tercantum dalam perjanjian.10
Tentang alasan penangguhan penahanan tidak ada disinggung dalam Pasal 31 KUHAP maupun juga dalam penjelasan pasal tersebut. Kalau begitu ditinjau dari segi yuridis mengenai alasan penangguhan dianggap tidak relevan untuk dipersoalkan oleh KUHAP.
Uraian di atas belum menjelaskan alasan penangguhan tetapi masih menjelaskan syarat daripada penangguhan penahanan itu sendiri. Sedangkan alasan penangguhan penahana itu sendiri dapat dilihat uraian berikut ini.
11
1. Penangguhan penahanan diajukan dengan alasan karena tahanan masih
berada di bawah umur
Persoalan pokok dalam penangguhan berkisar pada masalah syarat dan jaminan penangguhan. Akan tetapi, sekalipun undang-undang tidak menentukan alasan penangguhan, dan memberi kebebasan dan kewenangan penuh kepada instansi yang menahan untuk menyetujui atau tidak menangguhkan, sepatutnya instansi yang bersangkutan mempertimbangkan dari sudut kepentingan dan ketertiban umum dengan jalan pendekatan sosiologis, psikologis, preventif, korektif dan edukatif. Uraian berikut ini mencoba melihat beberapa perkara yang pernah dikabulkan penangguhan penahanan.
Contoh kasus dalam point pertama ini adalah penangguhan penahanan
Ant (16) dan My (15) yang menjadi tersangka kasus pornografi dikabulkan oleh
Pengadilan yang sedang memeriksa kasus tersebut. Latar belakang pengajuan
penangguhan penahanan, dikarenakan selama ditahan di Polres Cilegon dua
10
kliennya dicampur bersama tahanan dewasa. Selain itu mereka juga masih
butuh pembinaan oleh orangtua. Terkait penangguhan penahanan Ant dan
My, alasan lainnya adalah karena kedua tersangka masih di bawah umur. 12
Kasus kedua tersangka Kota Cilegon digegerkan oleh video tarian
telanjang (striptis) yang dilakukan dua bar girl New LM, Ant dan My. Tarian
itu direkam oleh dua pria dewasa yang saat ini belum ditangkap polisi. Kedua
pria dewasa itu bisa merekam dua bar girl menari telanjang di atas meja
karaoke atas jasa seorang Siti Khodijah. Video berdurasi 1 menit 8 detik itu
marak dimiliki warga Cilegon melalui handphone.13
2. Penangguhan penahanan dengan alasan agar tahanan dapat bekerja kembali
sebagai ibu rumah tangga atau sebagai pegawai pada suatu perusahaan.
Kasus ini menjelaskan bahwa identifikasi masalah penangguhan
penahanan tersebut bukan semata-mata terdakwa masih berada di bawah umur,
tetapi lebih kepada sifat pembinaan yaitu pembinaan agar kedua terdakwa tidak
lagi mengulang perbuatannya.
Point kedua ini sepertinya kurang logis sebagai dasar atau alasan dapat
dilakukannya penangguhan penahanan. Hal ini dimungkinkan karena kasus
yang menyangkut dikabulkannya penangguhan penahanan karena kasus
tersebut yaitu kasus atas nama Prita dengan dakwaan telah menyebarkan
informasi yang tidak benar melalui teknologi informasi menggunakan internet
11
Utrech, Pengantar Hukum Indonesia, Terjemahan Moh. Saleh Djindang, Sinar Harapan, Jakarta, 1989, hal. 231.
12
Redaksi, “Penangguhan Penahanan Dua Penari Striptis Dikabulkan”,
tentang tidak atau kurang bagusnya pelayanan sebuah rumah sakit telah
menyita perhatian publik, dan sepertinya publik memberikan dukungan kepada
Prita. Selain itu dakwaan yang diancamkan kepada Prita tidak akan
memberikan efek mengganggu ketertiban umum, sehingga kepada Prita dapat
diberikan penangguhan penahanan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang mengeluarkan penetapan
yang menyatakan bahwa terdakwa Prita Mulyasari tidak lagi berstatus tahanan
kota. Penetapan tersebut menyusul adanya permohonan penangguhan
penahanan yang diajukan oleh kuasa hukum Prita, OC Kaligis bersama tim.
Permohonan tersebut dilakukan dengan alasan agar Prita bisa bekerja kembali,
baik itu sebagai ibu rumah tangga atau sebagai pegawai di bank.14
3. Penangguhan penahanan dengan alasan pemeriksaan perkara sudah selesai
dilaksanakan.
Point ketiga ini menyangkut dikabulkan permohonan penangguhan
penahanan Pilot Marwoto Komar.Polda DIY melalui surat yang dikeluarkan
Direktur Reserse Kriminal, mengabulkan permohonan penangguhan penahanan
kapten pilot Marwoto Komar. Penangguhan penahanan terhadap pilot pesawat
Garuda yang mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Adisucipto
Yogyakarta . Penangguhan itu dikabulkan karena pemeriksaan terhadap
13
Ibid.
14
Marwoto sudah dianggap selesai.15
4. Penangguhan penahanan dengan alasan agar terdakwa berkesempatan untuk
belajar di sekolah.
Kasus Marwoto yang dikabulkannya permohonan penangguhan
penahanan karena pemeriksaan perkara sudah selesai dilaksanakan, sehingga
tinggal pelaksanaan pemeriksaan di Pengadilan menjelaskan bahwa kondisi
terdakwa itu sendiri dalam hal dikabulkannya permohonan penangguhan
penahanan. Atau dengan perkataan lain bahwa dakwaan yang diajukan kepada
terdakwa bukanlah merupakan suatu kejahatan yang dikehendaki oleh korban
tetapi semata-mata merupakan kecelakaan pesawat korban. Artinya korban
dalam hal ini sebagai pilot harus bertanggung jawab atas kecelakaan itu sendiri.
Masalah tentang diajukannya seorang pilot sebagai terdakwa sempat
menjadi polemik hukum di negeri ini, sehingga perlu diselesaikan secara
berhati-hati.
Setelah lebih sebulan menjalani masa penahanan di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Pati, empat orang cewek ABG anggota ”Geng Nero”
yang saat ini menjadi terdakwa perkara pengeroyokan terhadap sejumlah siswa,
akhirnya mendapat penangguhan penahanan16
Permohonan penangguhan penahanan disampaikan penasihat hukum
terdakwa untuk memberi kesempatan kepada terdakwa yang masih berstatus
15
PAB Indonesia, “Polda DIY Kabulkan Penangguhan Penahanan Pilot Marwoto”,
16
sebagai pelajar untuk mengikuti proses kegiatan belajar di sekolah.
Melihat beberapa kasus yang disadur dari beberapa situs di internet
tersebut dapat dipahami bahwa alasan penangguhan penahanan tersebut
beraneka ragam sesuai dengan kepentingan dan keadaan terdakwa. Pengajuan
alasan penangguhan penahanan seperti dilihat dari beberapa point di atas
menjelaskan suatu keadaan tertentu dari terdakwa sendiri dan akibat
perbuatannya terhadap masyarakat banyak. Sehingga dalam kondisi ini
meskipun penangguhan penahanan yang diajukan oleh terdakwa dengan alasan
sakit atau hendak melahirkan dapat saja ditolak tatkala kasus tersebut
berhubungan dengan tindak pidana pembunuhan, korupsi atau tindak pidana
berat lainnya yang sangat mengganggu keadilan masyarakat banyak.
Oleh sebab itu terkadang meskipun ditemukan alasan penanggungan
penahanan tersebut kurang masuk akal dan signifikan dengan perkara yang
didakwakan dapat dikabulkan. Hal ini dimungkinkan perkara tersebut kurang
direspon oleh masyarakat atau merupakan perkara yang kurang mendapatkan
respek masyarakat umum. Hal ini dapat dilihat dalam kasus di atas seperti
Kasus Prita dan Kasus pilot Marwoto yang dikabulkan penangguhan
penahanannya, hal ini disebabkan baik itu secara sosiologis, psikologis,
pereventif, korektif dan edukatif perkara yang diajukan kepada terdakwa tidak
mengganggu ketertiban umum.
Artinya seorang pelaku korupsi atau pembunuh yang sedang hamil
menciptakan suatu kepastian hukum apabila dikabulkannya permohonan
penangguhan penahanan dengan sebab hamil. Karena apabila ia akan
melahirkan maka aparat penegak hukum akan dapat memberikan pelayanan
maksimal tanpa perlu mengabulkan permohonan penangguhan penahanan.
Hal ini senada juga dengan apa yang dikemukakan oleh M. Yahya
Harahap bahwa pemberian penangguhan penahanan bagi pelaku tindak pidana
pembunuhan, narkotik, penyelundupan atau korupsi, secara umum bertentangan
dengan kepentingan dan ketertiban umum. Ditinjau dari segi sosiologis dan
psikologis penangguhan penahanan atas kejahatan tindak pidana semacam itu
bertentangan dengan tujuan preventif dan korektif serta tidak mencerminkan
upaya edukatif bagi anggota masyarakat. Oleh sebab itu, kebebasan dan
kewenangan menangguhkan penahanan, jangan semata-mata bertitik tolak dari
sudut persyaratan dan jaminan yang ditetapkan, tetapi juga harus mengkaji dan
mempertimbangkan lebih dalam dari sudut yang lebih luas khususnya dalam
memberikan arti keadilan bagi masyarakat luas.17
17
BAB III
MEKANISME PENANGGUHAN PENAHANAN TERHADAP TERDAKWA
A. Syarat Penangguhan Penahanan
Salah satu perbedaan antara penangguhan penahanan dengan
pembebasan dari tahanan, terletak pada syarat. Faktor ini merupakan dasar atau
andasan pemberian penangguhan penahanan. Sedang dalam tindakan
pembebasan dilakukan tanpa syarat, sehingga tidak merupakan faktor yang
mendasari pembebasan.
Faktor syarat merupakan dasar dalam penangguhan penahanan, dapat
dibaca dalam kalimat terakhir Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang berbunyi
“berdasarkan syarat yang ditentukan”. Berdasarkan bunyi kalimat ini,
penetapan syarat oleh instansi yang memberi penangguhan adalah faktor yang
menjadi dasar dalam pemberian penangguhan penahanan. Tanpa adanya syarat
yang ditetapkan lebih dulu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan.
Tetapkan dulu syarat, dan atas syarat yang ditetapkan instansi yang menahanan,
tahanan yang bersangkutan menyatakan kesediaan untuk menaati, baru instansi
yang berwenang memberi penangguhan. Dengan demikian penetapan syarat
merupakan conditoo sine quanon dalam pemberian penangguhan.
undang-undang adalah:
a. Wajib lapor.
b. Tidak keluar rumah.
c. Tidak keluar kota.18
Itulah syarat yang dapat ditetapkan dalam pemberian penangguhan
penahanan. Membebankan kepada tahanan untuk melapor setiap hari. Satu kali
dalam setiap tiga hari atau satu kali seminggu, dan sebagainya. Atau
pembebanan syarat bisa berupa tidak keluar rumah maupun tidak keluar kota.
Instansi yang menahan dapat memilih salah satu syarat, tetapi dapat juga
dua syarat. Paling logis hanya dua syarat, yakni wajib lapor ditambah salah satu
syarat yang lain. Misalnya syarat wajib lapor dengan syarat tidak keluar rumah,
kurang logis untuk menetapkan syarat tidak keluar kota. Keluar rumah saja
sudah tidak boleh, dengan sendirinya keluar kotapun tidak mungkin.
Penangguhan penahanan dapat terjadi apabila ada:
a. Permintaan dari tersangka/terdakwa.
b. Permintaan disetujui oleh instansi yang menahan dengan syarat dan jaminan
yang ditetapkan.
c. Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi
syarat dan jaminan yang ditetapkan.
18
Bambang Sutiyoso, Aktualitas Hukum Dalam Era Reformasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004., hal. 212.
Jaminan Penangguhan Penahanan
Jaminan penangguhan penahanan bisa berupa:
a. Jaminan Uang yang ditetapkan secara jelas dan disebutkan dalam surat
perjanjian penangguhan penahanan. Uang jaminan tersebut disimpan di
kepaniteraan Pengadilan Negeri yang penyetorannya dilakukan oleh
tersangka/terdakwa atau keluarganya atau kuasa hukumnya berdasarkan
formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh instansi yang menahan. Bukti
setoran tersebut dibuat dalam rangkap tiga dan berdasarkan bukti setoran
tersebut maka instansi yang menahan mengeluarkan surat perintah atau
surat penetapan penangguhan penahanan.
b. Jaminan orang, maka si penjamin harus membuat pernyataan dan kepastian
kepada instansi yang menahan bahwa penjamin bersedia bertanggung jawab
apabila tersangka/terdakwa yang ditahan melarikan diri. Untuk itu harus ada
surat perjanjian penangguhan penahanan pada jaminan yang berupa orang
yang berisikan identitas orang yang menjamin dan instansi yang menahan
menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin
(uang tanggungan)
Penyetoran uang tanggungan baru bisa dilaksanakan apabila:
a. Tersangka/terdakwa melarikan diri
c. Penyetoran uang tanggungan ke kas negara dilakukan oleh orang yang
menjamin melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri.
d. Pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas jaminan dari si
penjamin.19
Penetapan jaminan dalam penagguhan penahanan tidak mutlak. Tanpa
jaminan tindakan pemberian penangguhan penahanan tetap sah menurut
hukum. Cuma agar syarat penangguhan penahanan benar– benar ditaati, ada
baiknya penangguhan dibarengi dengan penetapan jaminan. Cara yang
demikianlah yang lebih dapat dipertanggungjawabkan demi upaya memperkecil
tahanan melarikan diri.
Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman No. 14 – PW.07.03/1983
menyatakan bahwa dalam hal ada permintaan untuk menangguhkan penahanan
yang dikabulkan, maka diadakan perjanjian antara pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkat pemeriksaan dengan tersangka atau penasihat hukumnya
beserta syarat – syarat. Berdasarkan ketentuan tersebut maka penangguhan
penahanan pada dasarnya dilaksanakan dengan sebuah perjanjian antara pejabat
yang berwenang menahan dengan tersangka atau terdakwa atau penasihat
hukumnya.
Penetapan besarnya jaminan uang dalam pelaksanaan penangguhan
penahanan ditetapkan berdasar kesepakatan antara aparat penegak hukum yang
19
melakukan penahanan dengan tersangka/terdakwa, keluarga tersangka/terdakwa
atau penasihat hukum tersangka/terdakwa yang disesuaikan dengan kejahatan
atau perbuatan yang disangkakan kepada tersangka/terdakwa.
Seorang penjamin yang menjamin terdakwa dalam penangguhan
penahanan memiliki tanggungjawab penuh atas keberadaan terdakwa tersebut.
Apabila terdakwa tersebut melarikan diri maka si penjamin harus bertanggung
jawab menemukan terdakwa tersebut. Sebaliknya jika perkara itu dilanjutkan
proses hukumnya dan dinyatakan lengkap (dengan istilah P-21) untuk
dilimpahkan ke Penuntut Umum (Jaksa), maka uang jaminan itu SEJATINYA
harus dikembalikan Penyidik kepada tersangka/keluarga atau melalui penasehat
hukumnya.
Dari tahap-tahap yang dilalui oleh tersangka untuk dapat ditangguhkan
penahanannya sebagaimana diuraikan diatas, yang menjadi soal dan perlu
dijawab adalah bagaimanakah status uang jaminan (uang titipan) yang
diberikan oleh keluarga tersangka atau penasehat hukumnya melalui penyidik.
Untuk mencari jawaban yang benar, maka harus tetap berpedoman kepada
aturan hukum yang ada, yaitu Bab X pasal 35 dan 36 Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 1983 tentang peraturan pelaksana Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 35:
(1)Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan dikepaniteraan pengadilan negeri.
menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.
Pasal 36:
(1)Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
(2)Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.
(3)Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.
C. Mekanisme Penangguhan Penahanan Terhadap Terdakwa
Mekanisme pertama penangguhan penahanan tetap disandarkan kepada
ketentuan Pasal 31 ayat (1) KUHAP, sebagaimana yang pernah dijelaskan
dalam pembahasan-pembahasan terdahulu baik itu dalam bab tinjauan pustaka
maupun dalam awal pembahasan bab hasil penelitian dan pembahasan yaitu:
1. Karena permintaan tersangka atau terdakwa.
2. Permintaan itu disetujui oleh instansi yang menahan atau yang
bertanggungjawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan jaminan
yang ditetapkan.
3. Ada persetujuan dari orang tahanan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan
serta memenuhi jaminan yang ditentukan.
di atas, seolah-olah didasarkan pada bentuk kontrak atau perjanjian dalam
hubungan perdata. Itu sebabnya cenderung untuk mengatakan mekanisme
penangguhan penanan berdasarkan perjanjian antara orang tahanan atau orang
yang menjamin dengan pihak instansi yang melakukan penahanan.
Orang tahanan berjanji akan melaksanakan dan memenuhi syarat dan
jaminan yang ditetapkan instansi yang menahan, dan sebagai imbalan atau
tegen prestasi pihak yang menahan mengeluarkan dari tahanan dengan
menangguhkan penahanan. Dan proses terjadinya penangguhan penahanan
masing-masing pihak melakukan prestasi dan tegen prestasi.
Prestasi yang dilakukan orang tahanan atau orang yang menjamin,
mematuhi syarat yang ditetapkan dan memenuhi jaminan yang ditentukan.
Berarti te doen atas syarat yang ditetapkan, dan nakoming atas jaminan yang
ditentukan. Dan atas prestasi te doen dan nakoming tadi, pihak yang menahan
memberi imbalan sebagai tegen prestasi berupa penangguhan penahanan.
Wewenang penangguhan penahanan dapat diberikan oleh semua instansi
penegak hukum . Pasal 31 ayat (1) KUHAP tidak membatasi kewenangan
penangguhan penahanan terhadap instansi tertentu saja. Masing-masing instansi
penegak hukum yang berwenang memeirntahkan penahanan, sama-sama
mempunyai wewenang untuk menangguhkan penahanan. Baik penyidik,
penuntut umum maupun hakim mempunyai kewenangan untuk menangguhkan
penahanan. Selama tahanan yang bersangkutan masih berada dalam lingkungan
tanggung jawab yuridis mereka. Kewenangan menangguhkan penahanan
jawab yuridis instansi yang lain.
Penyidik hanya berwenang menangguhkan penahanan, selama tahanan
berada dalam tanggung jawab yuridisnya. Jika tanggung jawab yuridis atas
penahanan sudah beralih ke tangan penuntut umum, tanggal kewenangan
penyidik, terhitung sejak saat terjadi peralihan penahanan kepada instansi
penuntut umum. Sebaliknya, selama tahanan berada dalam tanggung jawab
yuridis penyidik, penuntut umum belum mempunyai kewenangan untuk
mencampuri tindakan penangguhan penahanan. Demikian juga Pengadilan
Negeri, tidak dapat mencampuri penangguhan penahanan selama tahanan masih
berada dalam tanggung jawab yuridis penuntut umum. Begitu juga seterusnya,
tahanan yang berada dalam tanggung jawab yuridis Pengadilan Negeri,
penangguhan penahanan sepenuhnya menjadi kewenangannya. Pengadilan
Tinggi atau Mahkamah Agung tidak berwenang untuk mencampuri.
Seperti yang sudah dikatakan, salah satu perbedaan antara penangguhan
penahanan dengan pembebasan dari tahanan, terletak pada syarat. Faktor ini
merupakan dasar atau landasan pemberian penangguhan penahanan. Sedang
dalam tindakan pembebasan dilakukan tanpa syarat, sehingga tidak merupakan
faktor yang mendasari pembebasan.
Bahwa faktor syarat merupakan syarat dasar dalam penangguhan
penahanan, dapat dibaca dalam kalimat terakhir Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang
berbunyi “Berdasarkan syarat yang ditentukan”. Dari bunyi kalimat ini,
penetapan syarat oleh instansi yang memberik penangguhan adalah faktor yang
yang ditetapkan lebih dahulu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan.
Tetapkan dahulu syarat dan atas syarat yang ditetapkan instansi yang menahan ,
tahanan yang bersangkutan menyatakan kesediaan untuk menaati, baru instansi
yang berwenang memberikan penangguhan. Dengan demikian, penetapan
syarat merupakan conditio sine quanon dalam pemberian penangguhan.
Adapun mengenai syarat syarat apa yang harus ditetapkan instansi yang
berwenang, tidak dirinci dalam Pasal 31 KUHAP. Penegasan dan rincian syarat
yang harus ditetapkan dalam penangguhan penahanan. Dari penjelasan ini
diperoleh penegasan syarat apa yang dapat diteapkan instansi yang menahan:
1. Wajib lapor.
2. Tidak keluar rumah, atau
3. Tidak keluar kota.
Itulah syarat yang dapat ditetapkan dalam pemberian penangguhan
penahanan. Membebankan kepada tahanan untuk melapor setiap hari, satu kali
dalam setiap hari atau satu kali seminggu dan sebagainya. Atau pembebanan
syarat berupa tidak keluar rumah maupun tidak keluar kota.
Apakah ketiga syarat itu dapat sekaligus ditetapkan dalam pemberian
penangguhan. Tentu dapat, instansi yang menahan dapat memilih salah syarat
tetapi dapat juga dua syarat. Yang paling logis hanya dua syarat, yakni syarat
wajib lapor ditambah salah satu syarat yang lain. Misalnya syarat wajib lapor
dengan syarat tidak keluar rumah atau tidak keluar kota, karena kalau sudha
ditetapkan syarat wajib lapor dengan tidak keluar rumah, kurang logis untuk
sendirinya keluar kotapun tidak mungkin. Jadi kurang masuk akal jika sekaligus
ketiganya ditetapkan sebagai syarat.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bagaimana penetapan syarat
penangguhan penahanan. Penanggungan penahanan yang diberikan tanpa syarat
oleh instansi yang menahan, bertentangan dengan ketentuan Pasal 31 ayat (1)
KUHAP dan penangguhan penahanan yang tidak sah, karena bertentangan
dengan hukum dan undang-undang.
Akan tetapi, kalau syarat yang disebut dalam Penjelasan Pasal 31
KUHAP diuji dengan jenis penahanan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1)
KUHAP, terdapat keadaan yang kurang sinkron. Seolah-olah penjelasan Pasal
31 meniadakan keberadaan jenis penahanan rumah dan penahanan kota. Sebab
apa yang telah dilembagakan Pasal 22 ayat (1) sebagai jenis penahanan, telah
dijadikan sebagai syarat penangguhan oleh penjelasan Pasal 31. Bukanlah hal
ini mengandung pertentangan. Seorang tersangka atau terdakwa yang
ditangguhkan penahanannya dari Rutan, akan kembali berada dalam status
penahanan jika di antara salah satu syarat wajib lapor dan tidak keluar rumah.
Misalnya A diberi penangguhan penahanan dengan syarat wajib lapor dan tidak
keluar rumah atau keluar rumah. Kalau begitu, kejadian yang sebenarnya dalam
kasus ini, bukan penangguhan penahanan. Yang terjadi dalam konkreto ialah
pengalihan penahanan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 23 KUHAP.
Dari kenyataan yang disebut di atas, semestinya penjelasan Pasal 31
dalam penangguhan penahanan. Mengapa orang yang sudah ditangguhkan
penahanannya dari Rutan dijebloskan lagi ke dalam status penahanan rumah
atau kota. Dengan demikian makna dan tujuan penangguhan penahanan
tersebut tidak murni dan tidak konsekuen. Bertitik tolak dari pengkajian ini
syarat yang benar-benar murni dan konsekuen dalam penangguhan penahanan
hanyalah syarat pertama, yakni wajib lapor. Tidak tepat jika ikut dibebankan
syarat larangan keluar rumah atau kota. Pembebanan syarat yang demikian,
bertentangan dengan jenis penahanan yang dirinci dalam Pasal 22 ayat (1). Dan
sekaligus pembebasan syarat yang demikian memperkosa hak asasi tersangka
atau terdakwa. Karena di alinea kedua penjelasan Pasal 31 telah menegaskan
pula bahwa masa penangguhan penahanan tidak termasuk masa status tahanan.
Sudah dikatakan, Pasal 31 ayat (1) KUHAP telah menyinggung masalah
jaminan dalam penangguhan penahanan. Cuma pasal itu tidak mengatur lebih
jauh bagaimana tata cara pelaksanaan pemberian jaminan. Sekalipun Pasal 31
ayat (1) telah menentukan bentuk jaminan uang atau jaminan orang, pasal itu
tidak menentukan cara pelaksanaan. Pelaksanaan lebih lanjut diatur dalam Bab
X, PAsal 35 dan 36 PP No. 27 Tahun 1983.
Apakah unsur jaminan merupakan faktor yang menentukan dalam
pemberian penangguhan penahanan. Apakah unsur jaminan serupa fungsinya
dengan syarat penangguhan. Seperti yang sudah dijelaskan, penetapan syarat
penangguhan merupakan faktor conditio sine quanon dalam penangguhan
penahanan. Tanpa penetapan persyaratan penangguhan dianggap tidak sah dan
penetapan jaminan, apakah penetapan jaminan merupakan conditio dalam
pemberian penangguhan penahanan. Tidak mutlak, penetapan jaminan dalam
penangguhan penahanan bersifat fakultatif, sesuai dengan ketentuan Pasal 31
ayat (1) dalam kalimat yang berbunyi “Dengan cara atau tanpa jaminan uang
atau jaminan orang”. Dari bunyi kalimat ini, jaminan uang atau jaminan orang
dapat ditetapkan instansi yang menahan dalam pemberian penangguhan. Kalau
begitu sifat penetapan jaminan adalah fakultatif, terserah kepada pendapat dan
penilaian instansi yang menahan untuk membebani yang bersangkutan dengan
jaminan. Tanpa jaminan, tindakan pemberian penangguhan penahanan tetap sah
menurut hukum. Oleh karena itu, keliru pendapat yang mendudukkan unsur
jaminan sebagai faktor yang bersifat mutlak dalam penangguhan. Unsur
jaminan dapat dikesampingkan cuma agar syarat penangguhan penahanan
benar-benar ditaati, ada baiknya penangguhan diikuti dengan jaminan. Cara
yang demikian lebih dapat dipertanggung jawabkan demi upaya memperkecil
tahanan melarikan diri.
Apabila diperhatikan Pasal 31 ayat (1) KUHAP. Dalam pasal ini telah
ditentukan dua bentuk jaminan, yakni jaminan uang atau jaminan orang. Tata
cara pelaksanaan jaminan itu diatur kemudian dalam Bab X, Pasal 35 dan Pasal
36 PP No. 27 Tahun 1983. Sedang mengenai petunjuk pelaksanaan jaminan
tersebut diatur dalam angka 8. Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No.
M.14-PW.07.03/1983, tanggal 10 Desember 1983.
Pada permulaan uraian sudah digambarkan penangguhan mirip dengan
perjanjian perdata, seolah-olah merupakan perjanjian bersyarat yang diberengi
dengan prestasi dan tegen prestasi. Kebenaran anggapan ini sejalan dengan apa
yang dirumuskan dalam angka 8 huruf a Lampiran Keputusan Menteri
Kehakiman No. M.14-PW.07.03/1983, yang berbunyi “dalam hal ada
permintaan untuk menangguhkan penahanan yang dikabulkan maka diadakan
perjanjian antara pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan
dengan tersangka atau penasehat hukumnya beserta syarat-syaratnya”.
Berdasarkan ketentuan di atas, penangguhan penahanan dengan jaminan
atau tanpa jaminan diadakan dan dilaksanakan dalam bentuk perjanjian antara
tersangka atau terdakwa atau penasehat hukumnya dengan instansi yang
bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan. Hanya ada yang perlu
dipertanyakan sehubungan dengan bunyi rumusan ketentuan tersebut, karena
hanya menyebut tersangka saja. Seolah-olah penangguhan penahanan hanya
dapat diberikan kepada tahanan yang pemeriksaan perkaranya masih dalam
tingkat penyidikan. Padahal ketentuan itu sendiri mengakui penangguhan
penahanan dapat dikabulkan oleh pejabat yang berwenang dalam semua tingkat
pemeriksaan. Lagi pula Pas