• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Personel Satuan Lalu Lintas Kepolisian Kota Besar Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Personel Satuan Lalu Lintas Kepolisian Kota Besar Medan"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA

TERHADAP KINERJA PERSONEL SATUAN LALU

LINTAS KEPOLISIAN KOTA BESAR MEDAN

TESIS

Oleh

M. ANGGI NAULIFAR SIREGAR

077019014/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH BUDAYA KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA

TERHADAP KINERJA PERSONEL SATUAN LALU

LINTAS KEPOLISIAN KOTA BESAR MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

M. ANGGI NAULIFAR SIREGAR

077019014/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PERSONEL SATUAN LALU LINTAS KEPOLISIAN KOTA BESAR MEDAN Nama Mahasiswa : M. Anggi Naulifar Siregar

Nomor Pokok : 077019014

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Drs. Syahyunan, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : 1. Prof. Dr. Rismayani, SE, MS

Anggota : 2. Drs. Syahyunan, M.Si

3. Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si

4. Dr. Parulian Simanjuntak, MA

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul:

Pengaruh Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Personel

Satuan Lalu Lintas Kepolisian Kota Besar Medan adalah benar hasil karya saya

sendiri yang belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, September 2009 Yang membuat pernyataan

(6)

ABSTRAK

Salah satu permasalahan utama di organisasi Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) di Indonesia adalah kinerja atau produktivitas kerja yang belum maksimal. Padahal untuk melaksanakan tugas pokoknya yaitu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sangat dibutuhkan suatu kinerja yang sangat maksimal, terlebih pada saat sekarang ini dimana masyarakat yang sudah sangat kritis terhadap segala aspek, maka POLRI harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, produktif, dan profesional. Kurang maksimalnya kinerja di organisasi POLRI ini sering dikaitkan dengan budaya kerja dan lingkungan kerja.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja Sat Lantas Poltabes Medan dan sejauhmana pengaruh budaya kerja terhadap disiplin kerja Sat Lantas Poltabes Medan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Manajemen Sumber Daya Manusia yang berhubungan dengan budaya kerja, lingkungan kerja, disiplin kerja dan kinerja.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dan jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Adapun penelitian ini bersifat eksplanatori. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan mengedar daftar pertanyaan terhadap sampel sebanyak 40 (empat puluh) responden dan studi dokumentasi. Untuk menguji hipotesis digunakan regresi linier berganda dengan melakukan uji F dan uji t.

Hasil penelitian dan kesimpulan menunjukkan bahwa Secara simultan budaya kerja dan lingkungan kerja sangat-sangat signifikan sekali berpengaruh terhadap kinerja personel Sat Lantas Poltabes Medan. Secara parsial budaya kerja (X1) dan

lingkungan kerja (X2) signifikan berpengaruh terhadap kinerja personel Sat Lantas

(Y). Hal ini memberi arti budaya kerja (X1) dan lingkungan kerja (X2) sangat-sangat

menentukan sekali terhadap kenaikan kinerja personel Sat Lantas (Y) karena dengan adanya budaya kerja (X1) yang baik dan lingkungan kerja (X2) yang sehat tentunya

memotivasi para personel untuk terus meningkatkan kompetensinya dan kemampuannya dalam bertugas. Secara parsial variabel budaya kerja berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja personel Sat Lantas Poltabes Medan. Hal ini memberi arti dengan adanya budaya kerja yang baik tentunya personel akan lebih bersemangat melaksanakan tugas yang tentunya berdampak terhadap peningkatan disiplin kerja personel Sat Lantas Poltabes Medan.

(7)

ABSTRACT

One of the main problems in the organization of the Republic of Indonesia National Police (INP) in Indonesia is the performance or work productivity is not maximized. And to carry out their main tasks is to protect and serve the community desperately needed a very maximum performance, especially at this time where people are already very critical of all aspects, then the police would have the human resources quality, productive, and professional. Less maximum performance in police organizations is often associated with the work culture and work environment. Formulation of the problem in this research is the extent to which culture influences work and work environment on performance Poltabes Medan and then what extent the influence of culture on work discipline then Poltabes Medan.

The theory used in this study is the Theory of Human Resource Management related to the work culture, work environment, work discipline and performance.

The approach used in this study is to survey and the type of research is quantitative descriptive. The study is explanatory. Data collection techniques with interviews and questionnaires to give sample of 40 (forty) of the respondents and study documentation. To test the hypothesis used multiple linear regression with F test and t test.

Research results and conclusions show that simultaneously work culture and work environment is very, very significant influence on the performance of the Traffic Unit personnel Poltabes Medan. Culture partially (X1) and the work

environment (X2) significantly affect the performance of the Traffic Unit personnel

(Y). This gives the sense of work culture (X1) and the work environment (X2) very,

very crucial to increase the performance of the Traffic Unit personnel (Y) due to the work culture (X1) is good and the work environment (X2) must motivate healthy the

personnel to continue to improve the competence and ability to serve. Variable partially working culture have a significant effect on work discipline Traffic Unit personnel Poltabes Medan. This gives meaning to the existence of a good working culture would be more enthusiastic personnel perform tasks that would have an impact on improving work discipline Traffic Unit personnel Poltabes Medan.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

karuniaNya yang luar biasa sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari

perkuliahan pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, sampai dengan penyelesaian tesis ini dengan judul

“Pengaruh Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Personel

Satuan Lalu Lintas Kepolisian Kota Besar Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis

ini dapat diselesaikan, untuk itu perkenankan penulis memberikan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus Ketua

Komisi Pembimbing dalam tesis ini yang telah memberi kesempatan, perhatian

telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis dari awal sehingga

selesainya tesis ini.

3. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan tuntunan dan pengarahan, pengajaran serta memberi

(9)

4. Ibu Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si, selaku Senior dan Tim Pembanding

yang telah banyak memberikan pengajaran, semangat yang yang luar biasa

untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Dr. Parulian Simanjuntak, MA dan Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si

selaku Tim Pembanding dalam memberikan pengetahuan dan perbaikan, kritik

dalam menyelesaikan tesis ini kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai dan staff Administrasi Program Studi

Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Terima kasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada

sangat yang kubanggakan Ayahanda tersayang Brigjen Pol (Purn) Drs. H.

Djafar Siregar, MM yang telah memberikan nasehat pengajaran dan semangat

luar biasa, dan Ibunda tercinta Supina yang senantiasa mendidik, mendoakan

kepada penulis dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Mertua

H. Yusuf Muhammad serta Ibu Mertua Sri Setyaningsih atas doa dan perhatian

kepada penulis.

8. Teristimewa kepada Istriku tercinta Fitri Patria Sari yang dengan setia dan

penuh perhatian memberikan doa, motivasi, dukungan serta kesabaran yang

luar biasa mulai masa studi sampai penulisan tesis ini. Terlebih di mana pada

saat studi ini berjalan telah memberikan putra ke-3, dan Insya Allah sekarang

sedang hamil anak yang ke-4, merupakan motivasi bagi penulis untuk

(10)

9. Anak-anakku yang kubanggakan Safira Naulifia Tiara Siregar, Raisa Shabira

Khairani Siregar dan Mohammad Rezky Akbar Siregar, semoga dapat menjadi

anak-anak yang soleh dan kiranya tesis ini dapat menjadi motivasi dan

inspirasi yang kuat buat kalian agar dapat meraih jenjang pendidikan yang lebih

baik dari Mama dan Papa.

10. Penulis juga menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada kakak

Ir. Regina Okfaria Siregar, MM dan adik Indra Tagor Malelo Siregar semoga

penulis dapat menjadi pangihutan pemberi inspirasi dalam keluarga.

11. Teman-teman mahasiswa, khususnya angkatan XII Program Studi Magister

Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis

baik moril maupun materil.

Sebagai manusia yang tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan, penulis

menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak

kekurangan. Dalam rangka penyempurnaan tesis ini penulis mengharapkan masukan,

pendapat dan kritik yang membangun dan dapat dikembangkan dalam penelitian

lebih lanjut.

Medan, September 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

M. Anggi Naulifar Siregar, lahir di Jakarta 20 September 1975, anak ke dua

dari tiga bersaudara, dari pasangan Ayahanda Djafar Siregar dan Ibunda Supina.

Menikah dengan Fitri Patria Sari tahun 2002 dan dikaruniai empat orang anak, Safira

Naulifia Tiara Siregar, Raisa Shabira Khairani Siregar, Mohammad Rezky Akbar

Siregar, dan Mohammad Akhtar Rizkillah Siregar.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar (SD) SD Bhayangkari Medan tamat

tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMP 1 Denpasar 1991, Sekolah

Menengah Atas (SMA) SMA 70 Jakarta tahun 1994, Lulus Akademi Kepolisian

Semarang tahun 1998.

Setelah lulus dari Akademi Kepolisian tahun 1998 pertama kali melaksanakan

tugas di Polda Jawa Barat sampai tahun 2003. Pada tahun 2003 sampai tahun 2005

mengikuti pendidikan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Setelah selesai

pendidikan PTIK dinas di Polda Sumatera Utara dan saat ini menjabat sebagai Kasi

STNK Direktorat Lalu Lintas Polda Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Putri Hijau

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 4

I.3. Tujuan Penelitian ... 4

I.4. Manfaat Penelitian ... 5

I.5. Kerangka Berpikir ... 5

I.6. Hipotesis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

II.1. Penelitian Terdahulu ... 10

II.2. Teori tentang Budaya Kerja ... 12

II.2.1. Pengertian Budaya Kerja dan Terbentuknya Budaya Kerja ... 12

II.2.2. Perilaku dan Sikap Budaya Positif ... 18

(13)

II.3. Teori tentang Lingkungan Kerja ... 21

II.3.1. Pengertian dan Jenis Lingkungan Kerja ... 21

II.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja ... 24

II.3.3. Indikator Lingkungan Kerja ... 30

II.4. Teori tentang Kinerja ... 30

II.4.1. Pengertian dan Indikator Kinerja ... 30

II.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 38

II.4.3. Pengertian dan Pengukuran Kinerja ... 41

II.5. Teori tentang Disiplin Kerja ... 42

II.5.1. Pengertian Disiplin Kerja ... 42

II.5.2. Jenis-jenis Disiplin Kerja ... 43

III.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 50

III.6.1. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel pada Hipotesis Pertama ... 50

III.6.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Pada Hipotesis Kedua ... 52

III.7. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 53

III.7.1. Uji Validitas ... 53

III.7.2. Uji Reliabilitas ... 57

III.8. Model Analisis Data ... 59

III.8.1. Model Analisis Data pada Hipotesis Pertama ... 59

(14)

III.9. Pengujian Asumsi Klasik ... 62

III.9.1. Uji Normalitas ... 62

III.9.2. Uji Multikolinearitas ... 62

III.9.3. Uji Heteroskedastisitas ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

IV.1. Hasil Penelitian ... 64

IV.1.1. Gambaran Umum Sat Lantas Poltabes Medan ... 64

A. Visi Sat Lantas Poltabes Medan ... 65

IV.1.2. Karakteristik Responden ... 71

IV.1.3. Penjelasan Responden Atas Variabel Penelitian .... 74

A. Penjelasan Responden Atas Variabel Budaya Kerja ... 74

B. Penjelasan Responden Atas Variabel Lingkungan Kerja ... 75

C. Penjelasan Responden Atas Variabel Kinerja Personel Sat Lantas ... 78

D. Penjelasan Responden Atas Variabel Disiplin Kerja ... 79

IV.2. Pembahasan ... 82

IV.2.1. Uji Asumsi Klasik pada Hipotesis Pertama ... 82

A. Uji Normalitas Data ... 82

B. Uji Multikolinieritas ... 83

(15)

IV.2.2. Uji Asumsi Klasik pada Hipotesis Kedua ... 86

A. Uji Normalitas Data ... 86

B. Uji Heteroskedastisitas ... 87

IV.2.3. Pengujian Hipotesis Pertama ... 89

A. Analisis Koefisien Determinasi (R2) ... 89

B. Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) .... 89

C. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ... 90

D. Hasil Persamaan Regresi ... 92

IV.2.4. Pengujian Hipotesis Kedua ... 93

A. Analisis Koefisien Determinasi (R2) ... 93

B. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ... 93

C. Hasil Persamaan Regresi ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

V.1. Kesimpulan ... 96

V.2. Saran ... 97

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Definisi Operasional Variabel pada Hipotesis Pertama ... 51

3.2 Definisi Operasional Variabel pada Hipotesis Kedua ... 53

3.3. Hasil Uji Validitas Variabel ... 54

3.4. Hasil Uji Reliabilitas Variabel ... 58

4.1. Komposisi Personel Sat Lantas Poltabes Medan ... 69

4.2. Statistik Demograpi Responden Penelitian ... 72

4.3. Uji Multikolinieritas pada Hipotesis Pertama ... 84

4.4. Hasil Analisis Koefisien Determinasi pada Hipotesis Pertama ... 89

4.5. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan pada Hipotesis Pertama ... 90

4.6. Nilai t Hitung Hipotesis Pertama ... 91

4.7. Hasil Analisis Koefisien Determinasi pada Hipotesis Kedua ... 93

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama ... 9

1.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua ... 9

2.1. Proses Terbentuknya Budaya Kerja ... 17

4.1. Struktur Organisasi Poltabes Medan ... 68

4.2. Struktur Organisasi Sat Lantas Poltabes Medan ... 70

4.3. Grafik Uji Normalitas pada Hipotesis Pertama ... 83

4.4. Grafik Uji Heteroskedastisitas pada Hipotesis Pertama ... 85

4.5. Grafik Uji Normalitas pada Hipotesis Kedua ... 87

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

I Daftar Pertanyaan ... 102

II Data Hasil Penelitian ... 123

III Data Uji Coba Instrumen Uji Validitas dan Reliabilitas ... 126

IV Hasil Uji Coba Instrumen Uji Validitas dan Reliabilitas ... 129

V Hasil Analisis Deskriptif ... 135

VI Hasil Analisis Regresi ... 150

VII Tabel r ... 159

VIII Tabel t ... 160

(19)

ABSTRAK

Salah satu permasalahan utama di organisasi Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) di Indonesia adalah kinerja atau produktivitas kerja yang belum maksimal. Padahal untuk melaksanakan tugas pokoknya yaitu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sangat dibutuhkan suatu kinerja yang sangat maksimal, terlebih pada saat sekarang ini dimana masyarakat yang sudah sangat kritis terhadap segala aspek, maka POLRI harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, produktif, dan profesional. Kurang maksimalnya kinerja di organisasi POLRI ini sering dikaitkan dengan budaya kerja dan lingkungan kerja.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja Sat Lantas Poltabes Medan dan sejauhmana pengaruh budaya kerja terhadap disiplin kerja Sat Lantas Poltabes Medan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Manajemen Sumber Daya Manusia yang berhubungan dengan budaya kerja, lingkungan kerja, disiplin kerja dan kinerja.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dan jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Adapun penelitian ini bersifat eksplanatori. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan mengedar daftar pertanyaan terhadap sampel sebanyak 40 (empat puluh) responden dan studi dokumentasi. Untuk menguji hipotesis digunakan regresi linier berganda dengan melakukan uji F dan uji t.

Hasil penelitian dan kesimpulan menunjukkan bahwa Secara simultan budaya kerja dan lingkungan kerja sangat-sangat signifikan sekali berpengaruh terhadap kinerja personel Sat Lantas Poltabes Medan. Secara parsial budaya kerja (X1) dan

lingkungan kerja (X2) signifikan berpengaruh terhadap kinerja personel Sat Lantas

(Y). Hal ini memberi arti budaya kerja (X1) dan lingkungan kerja (X2) sangat-sangat

menentukan sekali terhadap kenaikan kinerja personel Sat Lantas (Y) karena dengan adanya budaya kerja (X1) yang baik dan lingkungan kerja (X2) yang sehat tentunya

memotivasi para personel untuk terus meningkatkan kompetensinya dan kemampuannya dalam bertugas. Secara parsial variabel budaya kerja berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja personel Sat Lantas Poltabes Medan. Hal ini memberi arti dengan adanya budaya kerja yang baik tentunya personel akan lebih bersemangat melaksanakan tugas yang tentunya berdampak terhadap peningkatan disiplin kerja personel Sat Lantas Poltabes Medan.

(20)

ABSTRACT

One of the main problems in the organization of the Republic of Indonesia National Police (INP) in Indonesia is the performance or work productivity is not maximized. And to carry out their main tasks is to protect and serve the community desperately needed a very maximum performance, especially at this time where people are already very critical of all aspects, then the police would have the human resources quality, productive, and professional. Less maximum performance in police organizations is often associated with the work culture and work environment. Formulation of the problem in this research is the extent to which culture influences work and work environment on performance Poltabes Medan and then what extent the influence of culture on work discipline then Poltabes Medan.

The theory used in this study is the Theory of Human Resource Management related to the work culture, work environment, work discipline and performance.

The approach used in this study is to survey and the type of research is quantitative descriptive. The study is explanatory. Data collection techniques with interviews and questionnaires to give sample of 40 (forty) of the respondents and study documentation. To test the hypothesis used multiple linear regression with F test and t test.

Research results and conclusions show that simultaneously work culture and work environment is very, very significant influence on the performance of the Traffic Unit personnel Poltabes Medan. Culture partially (X1) and the work

environment (X2) significantly affect the performance of the Traffic Unit personnel

(Y). This gives the sense of work culture (X1) and the work environment (X2) very,

very crucial to increase the performance of the Traffic Unit personnel (Y) due to the work culture (X1) is good and the work environment (X2) must motivate healthy the

personnel to continue to improve the competence and ability to serve. Variable partially working culture have a significant effect on work discipline Traffic Unit personnel Poltabes Medan. This gives meaning to the existence of a good working culture would be more enthusiastic personnel perform tasks that would have an impact on improving work discipline Traffic Unit personnel Poltabes Medan.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Salah satu permasalahan utama di organisasi Kepolisian Republik Indonesia

(POLRI) di Indonesia adalah kinerja atau produktivitas kerja yang belum maksimal.

Padahal untuk melaksanakan tugas pokoknya yaitu melindungi, mengayomi dan

melayani masyarakat sangat dibutuhkan suatu kinerja yang sangat maksimal, terlebih

pada saat sekarang ini di mana masyarakat yang sudah sangat kritis terhadap segala

aspek, maka POLRI harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas,

produktif, dan profesional. Kurang maksimalnya kinerja di organisasi POLRI ini

sering dikaitkan dengan budaya kerja dan lingkungan kerja.

Sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, tercantum pada Pasal 13 di mana tugas pokok POLRI adalah memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta sebagai pelindung,

pengayom dan pelayan masyarakat. Dengan adanya undang-undang ini, maka Satuan

Lalu Lintas Kepolisian Kota Besar Medan (Sat Lantas Poltabes Medan), yang

merupakan bagian dari organisasi POLRI harus bisa memberikan pelayanan yang

terbaik bagi masyarakat Kota Medan, khususnya untuk menciptakan keamanan,

keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan raya di seluruh wilayah

hukum Poltabes Medan. Terlebih pada saat sekarang era pasca reformasi, di mana

(22)

agar lebih profesional dalam melayani masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawab tersebut, maka sangat dibutuhkan suatu kinerja yang produktif

sehingga bisa menjalankan tujuan dari organisasi POLRI ini pada umumnya. Untuk

menciptakan kinerja yang produktif ini maka budaya kerja dan lingkungan kerja

sangat mempengaruhi produktivitas Sat Lantas Poltabes Medan dalam melayani

masyarakat di lingkungan kerjanya.

Sat Lantas Poltabes Medan mendukung lembaga induknya dalam

menjalankan tugas pokoknya untuk melayani masyarakat khususnya bagi para

pengguna jalan raya di Kota Medan. Seiring dengan uraian di atas, Sat Lantas

Poltabes Medan sebagai organisasi yang menangani kelancaran dan kenyamanan

bagi pengguna jalan raya di Kota Medan tidak dapat terhindar dari tuntutan

masyarakat untuk lebih baik lagi dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Seiring

dengan adanya reformasi pada tahun 1998, maka budaya kerja di lingkungan POLRI

mengalami perubahan yang sangat mendasar sehingga adanya perubahan ini

berdampak kepada Sat Lantas Poltabes Medan harus siap menghadapi keadaan

kondisi masyarakat yang kritis pada saat ini. Budaya Kerja yang dulu berlaku di Sat

Lantas Poltabes Medan, pelan-pelan mengalami perubahan. Adanya perubahan

budaya kerja ini mempengaruhi kinerja dari organisasi ini. Contoh dari perubahan ini

diantaranya adalah pada masa sebelum era reformasi, seorang anggota POLRI dapat

dikatakan sebagai masyarakat kelas satu (VIP) di mana mendapat perlakuan

(23)

sekarang adalah sebagai pelayan masyarakat di mana harus bisa melayani

masyarakat layaknya sebagai seorang pembantu rumah tangga kepada majikannya.

Di sisi lain lingkungan kerja juga mempengaruhi produktivitas kerja Sat

Lantas Poltabes Medan. Setiap organisasi menginginkan produktivitas kerja yang

tinggi dari anggotanya. Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya

produktivitas kerja anggota. Di antaranya adalah faktor lingkungan kerja.

Lingkungan kerja yang sehat akan menciptakan kondisi yang sehat pula bagi

peningkatan produktivitas kerja anggota.

Lingkungan kerja bagi para anggota akan mempunyai pengaruh yang tidak

kecil terhadap jalannya operasi organisasi. Lingkungan kerja ini yang akan

mempengaruhi para anggota organisasi sehingga dengan demikian baik langsung

maupun tidak langsung akan dapat mempengaruhi produktivitas organisasi.

Lingkungan kerja yang baik dan memuaskan para anggota tentu akan meningkatkan

produktivitas kerja dari para anggota. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak baik

akan menurunkan produktivitas kerja para anggota dan secara tidak langsung juga

menurunkan produktivitas organisasi.

Titik tolak daripada lingkungan kerja ini adalah tingginya produktivitas

organisasi. Dengan demikian perbaikan lingkungan kerja ini sama sekali bukan untuk

tujuan mewah atau pengadaan fasilitas-fasilitas untuk kemewahan anggota. Oleh

(24)

perbaikan lingkungan kerja ini, pengadaan fasilitas-fasilitas untuk anggota adalah

sekedar untuk mendorong kenaikan produktivitas tersebut.

Dari uraian di atas jelaslah budaya kerja dan lingkungan kerja mempengaruhi

dari kinerja Sat Lantas Poltabes Medan. Faktor budaya kerja diduga turut

mendukung tercapainya tujuan dari Sat Lantas Poltabes Medan untuk melayani

masyarakat. Budaya kerja yang baik dapat dipelihara apabila antara unsur pimpinan

(Perwira) dan anggota bekerja dalam satu tim dan mau bekerja sama serta

berkomunikasi dengan baik. Di samping faktor budaya kerja, lingkungan kerja

diduga juga turut mempengaruhi kinerja dari personel Sat Lantas Poltabes Medan.

Lingkungan kerja yang dimiliki Sat Lantas Poltabes Medan ini seperti fasilitas yang

diterima oleh personel Sat Lantas Poltabes Medan dan kondisi kerja yang dialami

oleh seluruh personel.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Sejauhmana pengaruh budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja Sat

Lantas Poltabes Medan?

2. Sejauhmana pengaruh budaya kerja terhadap disiplin kerja Sat Lantas

(25)

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1.a. Mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya kerja dan lingkungan kerja

terhadap kinerja Sat Lantas Poltabes Medan.

b. Mengetahui variabel yang paling dominan (budaya kerja dan lingkungan

kerja) terhadap kinerja Sat Lantas Poltabes Medan.

2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya kerja terhadap disiplin kerja

Sat Lantas Poltabes Medan.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Sebagai masukan bagi pimpinan-pimpinan POLRI dalam mengambil

kebijakan untuk meningkatkan kinerja personel.

2. Sebagai masukan bagi Sat Lantas Poltabes Medan dalam hal pengaruh

budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja personelnya.

3. Memberikan kontribusi kepada dunia pendidikan khususnya perkembangan

ilmu manajemen sumber daya manusia.

(26)

I.5. Kerangka Berpikir

I.5.1. Hubungan Budaya Kerja terhadap Kinerja Sat Lantas Poltabes Medan

Setiap organisasi memiliki keunikan budaya kerja dan berbeda satu sama

lainnya. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para pakar, bahwa budaya kerja

itu merupakan nilai-nilai, norma-norma dan keyakinan yang dianut bersama atas

tindakan, sikap dan tingkah laku dalam melaksanakan tugas. Dengan adanya

nilai-nilai kebersamaan yang terkandung dalam budaya kerja, akan mudah mencapai

tujuan secara bersama. Sedangkan tujuan yang sama dari individu-individu akan

akan mempengaruhi motivasi dalam diri masing-masing. Motivasi yang kuat dapat

membuat seseorang berusaha lebih keras dan sudah barang tentu akan menghasilkan

kinerja yang tinggi. Sebaliknya apabila motivasi lemah, akan menghasilkan kinerja

yang rendah.

Nilai-nilai yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman bekerja, rasa

komitmen atau loyal membuat orang akan berusaha lebih keras. Budaya kerja

menggambarkan perilaku diri dan juga perilaku organisasi, perilaku yang baik akan

dapat pula membangun kerja sama dan komunikasi yang baik secara vertikal maupun

horizontal. Apabila dalam suatu organisasi telah terbentuk suatu kerja sama serta

komunikasi yang baik sesama anggota dan pimpinan, tujuan organisasi akan tercapai.

Para personel Sat Lantas Poltabes Medan yang bertugas untuk menciptakan

keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas jalan raya di Kota

(27)

budaya kerja yang baik maka tidak akan diperoleh hasil kinerjanya. Keberhasilan

dalam melaksanakan tugas, sangat ditentukan oleh budaya kerja yang baik.

Dari uraian di atas tercermin hubungan erat antara budaya kerja dan kinerja,

oleh karena itu diduga bahwa budaya kerja memberikan kontribusi yang berarti

terhadap kinerja personel Sat Lantas Poltabes Medan.

I.5.2. Hubungan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Sat Lantas Poltabes Medan

Menurut Mangkunegara (2004) Faktor lingkungan kerja organisasi sangat

menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang

dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja

yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim

kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang memadai.

Dengan adanya lingkungan kerja yang baik di Sat Lantas Poltabes Medan

mulai dari gaji, pembinaan karier, jam kerja yang jelas, dan fasilitas kerja bagi

seluruh personel maka pasti akan membuat kinerja organisasi Sat Lantas Poltabes

Medan semakin baik. Apabila masing-masing individu terjamin faktor-faktor yang

disebutkan di atas pasti motivasi untuk bekerja melayani masyarakat akan tinggi pula

dan akan jauh dari pelanggaran.

Berdasarkan uraian di atas tergambar hubungan antara lingkungan kerja

terhadap kinerja seseorang. Atas dasar pemikiran tersebut maka diasumsikan bahwa

(28)

I.5.3. Hubungan Antara Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Sat Lantas Poltabes Medan

Kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan

pelaksanaan tugas serta individu yang bekerja. Begitu juga dengan para personel Sat

Lantas Poltabes Medan, mereka terlibat secara langsung untuk mewujudkan kinerja

dalam membentuk keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas

di jalan raya. Untuk mencapai kinerja yang baik, para polisi lalu lintas harus

menyiapkan diri. Sesuai dengan pendapat Siagian (1997) menyatakan bahwa

“pengamatan menunjukkan bahwa dua sumber penyebab mengapa aparatur sering

dipandang tidak bekerja dengan efektif dan produktif yaitu: (1) perilaku negatif dari

para aparatur, (2) tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dituntut tugas”.

Untuk menghilangkan perilaku yang negatif, haruslah dibentuk budaya kerja

yang baik. Budaya kerja yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik dan

cenderung akan membentuk kinerja yang baik pula. Oleh karena itu budaya kerja

sebagai faktor dominan, mempengaruhi kinerja para personel Sat Lantas Poltabes

Medan.

Di samping budaya kerja, lingkungan kerja turut mempengaruhi kinerja

personel. Dengan lingkungan kerja yang baik personel polisi lalu lintas akan dapat

menyesuaikan diri, kreatif, bersikap positif, dan terbuka terhadap segala perubahan.

Dengan adanya ini semua maka akan membantu dan meringankan pelaksanaan tugas.

Dengan meringankan beban pelaksanaan tugas, akan menimbulkan semangat

(29)

Lantas Poltabes Medan. Berdasarkan analisis di atas, diperkirakan bahwa budaya

kerja dan lingkungan kerja secara bersama-sama memberi kontribusi terhadap

kinerja.

Kerangka berpikir budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja

Sat Lantas Poltabes Medan, dapat dilihat pada gambar berikut:

I.5.4. Hubungan Budaya Kerja terhadap Disiplin Kerja Sat Lantas Poltabes Medan

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama

Gambar 1.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dihipotesiskan sebagai berikut:

1. Budaya kerja dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja Sat Lantas

Poltabes Medan.

2. Budaya kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja Sat Lantas Poltabes Medan. Budaya Kerja

Lingkungan Kerja

Kinerja Personel

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

Sihombing (2004) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh keterlibatan

dalam pengambilan keputusan, penilaian pada lingkungan kerja, dan motivasi

berprestasi terhadap kepuasan kerja pamong belajar”. Populasi penelitian ini adalah

pamong belajar yang ada pada 9 BPKB (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar)

di Indonesia yang secara teknis operasional sudah berfungsi, sedangkan sampel

penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan di empat Balai

Pengembangan Kegiatan Belajar yaitu BPKB Medan, BPKB Jayagiri, BPKB

Ungaran, BPKB Ujung Pandang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

survey. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda, parsial dan

serempak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) keterlibatan pamong belajar

dalam pengambilan keputusan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja pamong belajar, (2) lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif

dan signifikan terhadap kepuasan kerja pamong belajar, (3) motivasi berprestasi

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, (4) secara

bersama-sama keterlibatan pamong belajar dalam pengambilan keputusan,

lingkungan kerja, dan motivasi berprestasi mempunyai pengaruh yang positif dan

(31)

Ginting (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh gaji, pendidikan

dan pelatihan serta lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai kantor pusat PD Pasar

Medan”. Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai di kantor pusat PD Pasar

Medan yang berjumlah 131 orang dan sampel pada penelitian ini sebanyak 100

orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan metode

analisis data regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaji,

pendidikan dan pelatihan serta lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang positif

dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Analisis data dengan menggunakan analisis

regresi berganda dengan metode penelitian survey.

Rahayuningsih (2006) meneliti dengan judul “Analisis budaya organisasi,

kepuasan gaji, kepuasan kerja, motivasi, gender dan latar belakang pendidikan dalam

produktivitas kerja staf akunting”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya

organisasi berhubungan kepuasan kerja, motivasi dan kepuasan gaji. Kepuasan kerja

juga berhubungan dengan motivasi dan produktivitas kerja. Sedangkan kepuasan gaji

berhubungan dengan motivasi dan produktivitas kerja serta motivasi berhubungan

dengan produktivitas. Selanjutnya latar belakang pendidikan juga berhubungan

dengan budaya organisasi dan kepuasan kerja serta gender berhubungan dengan

kepuasan gaji. Namun hasilnya menunjukkan bahwa gender tidak berhubungan

dengan motivasi.

Kusumawarni (2007) dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh Semangat

dan Disiplin Kerja terhadap Produktivitas Karyawan pada Perusahaan Daerah Air

(32)

karyawan kantor PDAM yang berjumlah 92 karyawan. Karena penelitian ini

merupakan penelitian populasi, maka dalam hal ini tidak memakai sampel penelitian.

Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel semangat kerja (X1) yang terdiri dari

presensi, tanggung jawab, kerjasama, hubungan yang harmonis, kegairahan kerja dan

disiplin kerja (X2) yang terdiri dari ketepatan waktu, mampu memanfaatkan dan

menggunakan perlengkapan dengan baik, menghasilkan pekerjaan yang memuaskan,

mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh perusahaan, memiliki tanggung jawab

yang tinggi. Sedangkan variabel produktivitas kerja (Y) terdiri dari sub variabel yaitu

hasil kerja dan kualitas. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah angket. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputasi

program SPSS 12,0 dan dianalisis dengan tehnik regresi linier berganda. Adapun

besarnya koefisien diterminasi (r2) diperoleh 71,2% sedangkan sisanya 28,8% yang

merupakan pengaruh dari faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

II.2. Teori tentang Budaya Kerja

II.2.1. Pengertian Budaya Kerja dan Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” sebagai bentuk jamak dari

kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal

pikiran, nilai-nilai dan sikap mental (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002).

Budidaya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris di kenal

sebagai culture (latin cotere) yang semula artinya mengolah atau mengerjakan

(33)

mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity), dan hasil karyanya

(performance). Budidaya dapat juga diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani dan

materi termasuk potensi-potensi maupun keterampilan masyarakat atau kelompok

manusia. Budaya selalu bersifat sosial dalam arti penerusan tradisi sekelompok

manusia yang dari segi materialnya dialihkan secara historis dan diserap oleh

generasi-generasi menurut “nilai” yang berlaku. Nilai di sini adalah ukuran-ukuran

yang tertinggi bagi perilaku manusia.

Sedangkan menurut Puspowardojo (1985), budaya secara harfiah berasal dari

Bahasa Latin yaitu Cotere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah,

memelihara ladang. Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan

kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan

melalui kehidupan sosial, seni agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan

pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. Menurut Koentjaraningrat budaya

adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.

Slocum (1995) dalam West (2000) menyatakan budaya sebagai

asumsi-asumsi dan pola-pola makna yang mendasar, yang dianggap sudah selayaknya dianut

dan dimanifestasikan oleh semua pihak yang berpartisipasi dalam organisasi. Budaya

diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang

terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi

(Osborn dan Peter, 2000). Sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula

(34)

memandang budaya sebagai sesuatu yang mengacu pada nilai-nilai, keyakinan,

praktek, ritual dan kebiasaan-kebiasaan dari sebuah organisasi. Dan membantu

membentuk perilaku dan menyesuaikan persepsi. Pentingnya budaya dalam

mendukung keberhasilan satuan kerja menurut Newstrom dan Davis (1993); budaya

memberikan identitas pegawainya, budaya juga sebagai sumber stabilitas serta

kontinyuitas organisasi yang memberikan rasa aman bagi pegawainya, dan yang

lebih penting adalah budaya membantu merangsang pegawai untuk antusias akan

tugasnya. Sedangkan tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber

daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu

hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dalam komunikasi dengan orang

lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan (Triguno, 2004). Secara

sederhana kerja didefinisikan sebagai segala aktivitas manusia mengerahkan energi

bio-psiko-spiritual dirinya dengan tujuan memperoleh hasil tertentu (Sinamo, 2002).

Menurut Hasibuan (2000) kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani, dan

pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh

imbalan prestasi tertentu. Kerja perlu diartikan sebagai kegiatan luhur manusia.

Bukan saja karena kerja manusia dapat bertahan hidup tetapi juga kerja merupakan

penciptaan manusia terhadap alam sekitarnya menjadi manusiawi. Dengan demikian

kerja juga merupakan realisasi diri (Puspowardojo, 1985). Pada hakekatnya bekerja

merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. Bekerja

merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan

(35)

suatu tujuan (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Dalam agama Islam

bekerja adalah ibadah, perintah Tuhan atau panggilan mulia. Sinamo (2002)

membagi kerja dalam delapan doktrin yaitu kerja sebagai rahmat, kerja adalah

amanah, kerja adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja

adalah seni, kerja adalah kehormatan, kerja adalah pelayanan. Sedangkan

Dostoyevsky dalam Sofo (2003) mengganti istilah kerja dengan kata

“pembelajaran”.

Sebenarnya budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum

disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan

perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat istiadat,

agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau

organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan

mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja.

(Triguno, 2004) Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh

pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan

pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau

organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita,

pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja” (Triguno, 1996).

Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari

nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk

senantiasa bekerja lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani

(36)

Sedangkan menurut Sulaksono, (2002) budaya kerja adalah ‘the way we are

doing here” artinya sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas. Dengan

demikian, maka setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai perbedaan dalam

cara bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya pula nilai-nilai yang sesuai untuk

diambil dalam kerangka kerja organisasi. Seperti nilai-nilai apa saja yang sepatutnya

dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka,

kemudian falsafah yang dianutnya seperti “budaya kerja” merupakan suatu proses

tanpa akhir” atau “terus menerus”. Biech dalam Triguno (2004) menyatakan bahwa

semuanya mempunyai arti proses yang panjang yang terus menerus disempurnakan

sesuai dengan tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip

pedoman yang diakui.

Dari berbagai pengertian tentang budaya kerja dapat disimpulkan bahwa

budaya kerja adalah nilai-nilai, norma-norma dan keyakinan yang dianut bersama

atas tindakan, sikap dan tingkah laku dalam melaksanakan tugas.

Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu berdiri. “being

developed as they learn to cope with problems of external adaption and internal

integration” artinya pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja atau

organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan

eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi

(Ndraha, 2003). Perlu waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan tahun untuk

membentuk budaya kerja. Pembentukan budaya diawali oleh (para) pendiri

(37)

di mana besarnya pengaruh yang dimilikinya akan menentukan suatu cara tersendiri

apa yang dijalankan dalam satuan kerja atau organisasi yang dipimpinnya. Gambar

berikut merupakan proses terbentuknya budaya kerja dalam satuan kerja atau

organisasi:

Sumber: Robbins (1996: 302)

Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Budaya Kerja

Robbins (1996) menjelaskan bagaimana budaya kerja dibangun dan

dipertahankan ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya

budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan

pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat

diterima, baik dan yang tidak. Bagaimana bentuk sosialisasi akan tergantung

kesuksesan yang dicapai dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun

secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk

melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang pada akhirnya akan muncul

budaya kerja yang diinginkan. Meskipun perubahan budaya kerja memakan waktu

lama dan mahal (Brown, 1995, Furnham dan Gunter, 1993; Scheider, Gunarson dan

Nilles-Jolly, 1994 dalam Sofo, 2003).

KRITERIA SELEKSI

PUNCAK PIMPINAN

SELEKSI

BUDAYA KERJA FILSAFAT

(38)

Sementara Collins dan Porras dalam Sinamo (2002) mengatakan bahwa

Satuan kerja atau organisasi akan mampu mencapai sukses tertinggi jika ia memiliki;

“1) Sasaran-sasaran dan target-target yang agung; 2) Keteguhan tetapi sekaligus

fleksibel; 3) Budaya kerja yang dihayati secara fanatik; 4) Daya inovasi yang kreatif;

5) Sistem pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari dalam; 6) Orientasi mutu

pada kesempurnaan, dan 7) Kemampuan untuk terus menerus belajar dan berubah

secara damai”.

II.2.2. Perilaku dan Sikap Budaya Positif

Dilihat dari perilaku kedekatan dengan sesamanya, seperti bertetangga,

bergaul yang pada akhirnya membuat keterikatan yang kuat dengan tetangga.

Tetangga dijadikan teman dekat bahkan dianggap sebagai keluarga, oleh karenanya

jika terjadi saling kekurangan maka mereka tidak segan-segan saling membantu.

Perasaan keakraban dengan sesamanya ini merupakan sifat dasar yang melekat pada

orang Indonesia. Dengan keakraban dan kekerabatan yang kental mempunyai

dampak yang lebih jauh dengan skala lebih besar yakni mudah terciptanya kerja

gotong royong diantara mereka.

Budaya kerja gotong royong ini masih sangat dominan berlaku di daerah

pedesaan. Kepala Kampung misalnya dalam mengatur tata lingkungan yang bersih

sering mengajak warganya bekerja secara gotong royong untuk membersihkan

lingkungan dari kotoran yang mencemar desanya. Perilaku dan sikap budaya positif

lainya adalah rajin dan tekun, di mana kebiasaan bekerja itu dimulainya sejak fajar

(39)

hari saja. Dengan sikap budaya gotong royong, tekun, ramah tamah dan mempunyai

sikap kejuangan yang ulet tanpa mudah menyerah itu membuat budaya kerja

Indonesia yang diistilahkan “taklekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan”

(Prawirosentono, 1999).

II.2.3. Perilaku dan Sikap Budaya Negatif

Disamping perilaku (behaviour) dan sikap (attitude) yang positif seperti

dijelaskan di atas, warga negera Indonesia juga ditandai dengan perilaku dan sikap

yang sebut saja sebagai negatif. Perilaku dan sifat negatif tersebut dalam beberapa

dekade ini semakin marak saja menjadi kebiasaan hidup berbagai kalangan dan

lapisan masyarakat Indonesia. Kebiasaan negatif tersebut seolah-olah merupakan

bagian dari kehidupan bangsa Indonesia, sehingga merupakan budaya yang bersifat

kontraproduktif. Menurut Prawirosentono mengatakan bahwa perilaku dan sikap

negatif tersebut bukan semata-mata produk modern atau hasil negatif pembangunan

nasional, tetapi telah lama menjadi bagian budaya bangsa Indonesia.

Ada beberapa perilaku negatif yang hampir merata dilakukan bangsa

Indonesia adalah sebagai berikut (Prawirosentono, 1999):

a. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur

Hampir semua bagian lapisan masyarakat (bawah, menengah dan atas) pada

berbagai kasus dengan jenis dan intensitas yang berbeda melakukan tindakan tidak

disiplin baik pelanggaran hukum/peraturan pemerintah maupun terhadap tugas atau

(40)

yang dilakukan oleh pagawai, karyawan, pejabat dan bahkan Kepala Desa sekalipun

akan berdampak merugikan bangsa dan khususnya masyarakat sekitar.

b. Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri.

Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri juga merupakan faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang. Orang yang tidak tegas atau selalu basa basi,

ragu-ragu dalam mengambil keputusan sehingga keputusan tersebut tertunda-tunda hal ini

sangat berbahaya, sebab kalau keputusan itu menyangkut hajat hidup orang banyak

maka dapat mengakibatkan kepentingan masyarakat sangat dirugikan. Dan karena

merasa tidak percaya diri maka dia tidak mampu berpikir, sehingga tidak dapat

mengoperasikan pekerjaannya/melaksanakan tugasnya secara maksimal, dan sebagai

implikasinya tujuan organisasi tidak tercapai (Prawirosentono, 1999).

Di dalam suatu organisasi/lembaga pemerintah tidak terlihat adanya budaya

tentang persaingan, budaya kerja keras, budaya tentang pengambilan resiko serta

budaya kreativitas dan inovasi. Yang sering terlihat adalah budaya kerja menunggu

perintah dari atasan, menunggu petunjuk dari atasan serta mengikuti peraturan dari

atasan tidak ada keberanian bertindak (tidak ada hak otonominya) (Siagian, 1997).

Pada lembaga pemerintah para pegawainya bekerja terikat dengan peraturan

yang ada, sehingga kebebasan berkreativitas tidak ada dan ini menimbulkan

keberanian untuk bermalas-malas atau mangkir di saat bekerja. Hal seperti inilah

berlaku pula bagi para personel Sat Lantas Poltabes Medan di tempat penelitian ini,

mereka bekerja setengah hati karena memang tidak mampu melakukan aktivitas

(41)

II.3. Teori tentang Lingkungan Kerja

II.3.1. Pengertian dan Jenis Lingkungan Kerja

Menurut Nitisemito (1982), lingkungan kerja adalah: “sesuatu yang ada

di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan

tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik dan lain-lain”.

Komaruddin (1979) menyatakan bahwa lingkungan kerja sebagai kehidupan

sosial, psikologi dan fisik dalam organisasi yang berpengaruh terhadap pekerjaan

dalam melaksanakan tugas. Sedangkan menurut Reksohadiprodjo (1984), pengaturan

lingkungan kerja adalah pengaturan penerangan tempat kerja, pengontrolan terhadap

udara, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan tentang keamanan kerja.

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan

manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam

suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap

para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang

memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan

kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan

motivasi kerja karyawan.

Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia

dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian

lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh

(42)

waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja

yang efisien.

Menurut Nitisemito (1982) bahwa lingkungan kerja sebagai berikut:

“Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”.

Selanjutnya Menurut Sedarmayati (2001) bahwa “Lingkungan kerja adalah

keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana

seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai

perseorangan maupun sebagai kelompok”. Secara garis besar, jenis lingkungan kerja

terbagi menjadi 2 yakni: (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non

fisik.

A. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat

di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung

maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua

kategori, yakni:

1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat

kerja, kursi, meja dan sebagainya).

2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan

kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur,

kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau

(43)

Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan,

maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan

tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar

memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

B. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama

rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga

merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut

Nitisemito (1982) perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang

mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status

jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana

kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.

Santoso (2001) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang

pencetus teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak

manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang

bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak

manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas.

Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam

organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.

Lingkungan kerja di sekitar pekerja harus mendapat perhatian. Sebab hal

(44)

karyawan dapat melaksanakan tugas tanpa mengalami gangguan sehingga dapat

mencurahkan perhatian penuh terhadap pekerjaannya.

Perhatian terhadap lingkungan kerja dalam hal ini dapat berupa perbaikan

jam kerja, misalnya perbaikan pos lalu lintas tempat bekerja, perbaikan sarana serta

prasarana dan lain-lain sehingga karyawan merasa tenang dan nyaman dalam

melaksanakan tugas.

Untuk itu elemen mana yang tidak baik harus segera mendapat perhatian atau

perbaikan karena lingkungan kerja yang baik merupakan salah satu cara yang dapat

ditempuh agar para pekerja dapat melakukan tugasnya dengan baik serta menambah

semangat dan kegairahan untuk bekerja.

II.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga

dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi

lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila

manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.

Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang

lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga

dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem

kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi

(45)

Menurut Sedarmayanti (2001) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan

karyawan, adalah:

1. Penerangan/cahaya di tempat kerja.

2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja.

3. Kelembaban di tempat kerja.

4. Sirkulasi udara di tempat kerja.

5. Kebisingan di tempat kerja.

6. Getaran mekanis di tempat kerja.

7. Bau tidak sedap di tempat kerja.

8. Tata warna di tempat kerja.

9. Dekorasi di tempat kerja.

10.Musik di tempat kerja.

Berikut ini akan diuraikan masing-masing faktor tersebut dikaitkan dengan

kemampuan manusia, yaitu:

1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna

mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan

adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang

kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan

pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga

(46)

Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

a. Cahaya langsung.

b. Cahaya setengah langsung.

c. Cahaya tidak langsung.

d. Cahaya setengah tidak langsung.

2. Temperatur di Tempat Kerja

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur

berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal,

dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri

tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan

dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari

20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.

Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi

pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan

karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah

bagaimana karyawan dapat hidup.

3. Kelembaban di Tempat Kerja

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa

dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh

temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban,

(47)

keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.

Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan

menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem

penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin

aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia

selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu

di sekitarnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga

kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan

kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah

bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber

utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman

merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya

oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat

adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan

kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu

mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

5. Kebisingan di Tempat Kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya

adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak

(48)

mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan

kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa

menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara

bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan

efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.

Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan

tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu:

a. Lamanya kebisingan.

b. Intensitas kebisingan.

c. Frekwensi kebisingan.

Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya,

diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang

sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat

yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu tubuh

karena ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun

frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila

frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara

umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal:

a. Konsentrasi bekerja.

(49)

c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap: mata,

syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.

7. Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai

pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang

terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air

condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

menghilangkan bau-bauan yang mengganggu di sekitar tempat kerja.

8. Tata Warna di Tempat Kerja

Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan

sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan

penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh

besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan

rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang

perasaan manusia.

9. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi

tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara

mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

10.Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,

(50)

Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan

di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan

mengganggu konsentrasi kerja.

II.3.3. Indikator Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2001) indikator lingkungan kerja sebagai berikut:

1. Penerangan.

2. Suhu udara.

3. Suara bising.

4. Penggunaan warna.

5. Ruang gerak yang diperlukan.

6. Keamanan kerja.

II.4. Teori tentang Kinerja

II.4.1. Pengertian dan Indikator Kinerja

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja"

yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.

Pengertian Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak

memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.

Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot

Gambar

Grafik Uji Normalitas pada Hipotesis Pertama  ..............................  83
Tabel r  .........................................................................................
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama
Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Budaya Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak utama dari penggunaan teknologi dalam pendidikan akan berpengaruh besar terhadap guru apabila guru sebagai pendidik bisa mengembangkan pembelajarannya melalui teknologi

Dalam hubungan antara manusia dengan sesamanya, terdapat kebutuhan sosial budaya yang harus dipenuhi dalam perwujudan arsitektur berupa kebutuhan – kebutuhan

Feed Vapor product Liquid product Process Steam F1 F2 F3 T1 T2 T3 T5 T4 T6 P1 L1 AC Mencapai L.Key dengan menyesuaikan pemanasan.. Tujuh

hanya dilaksanakan hingga tahap pengembangan saja dan dilanjutkan uji kelayakan media. Hasil pengembangan berupa aplikasi android yang memuat materi matriks. Hasil penilaian

Jumlah pasien stroke iskemik yang dirawat dalam satu bulan.. 2 Pasien IMA mendapatkan terapi aspirin dalam 24 jam sejak datang

Hasil pengamatan pada pelaksanaan tin- dakan kedua ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan perencanaan diantaranya adalah saat tiba ditempat (lokasi)

Ada 3 hal yang melatar belakangi penelitian ini, yaitu : (1) Pengembangkan sistem semi manual dapat ditingkatkan menjadi sistem terkomputerisasi yang lebih mapan; (2)

Makanan yang masuk ke tubuh dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan, dengan proses air ditarik melalui pori-pori ke dalam ronga tengah, spongosol,