EROTIKA MEDIA DAN PROGRAM SIARAN ORGASME
(Studi Analisis Wacana Tentang Erotika Media dan Program Siaran
ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) Di
VISI 89,6 FM)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan menyelesaikan Pendidikan
Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Diajukan Oleh :
NOVA LIDYA
040904061
ILMU KOMUNIKASI
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
Lembar Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Nova Lidya
NIM : 040904061 Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Erotika Media dan Program Siaran ORGASME
(Studi Analisis Wacana Tentang Erotika Media dan Program Siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) Di VISI 89,6 FM)
Medan, Mei 2008
Dosen Pembimbing Kepala Departemen
Drs.Syafruddin Pohan,Msi Drs. Amir Purba, MA
NIP. 050 058 861 NIP. 131 654 104
Dekan FISIP USU
Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA
BIODATA
Nama : NOVA LIDYA
N.I.M : 040904061
Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 05 Februari 1987 Anak : Tunggal
Alamat : Jl. Bakti Indah V No.67,Perumahan Tata Asri Gaperta Medan 20125
RIWAYAT PENDIDIKAN:
2004 – 2008 Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU 2001 – 2004 Sekolah Menengah Atas Swasta Budi Murni I Medan
1998 – 2001 Sekolah Menengah Pertama Swasta Perguruan Advent Timika, Papua
1992 – 1998 Sekolah Dasar Swasta Perguruan Advent Rawamangun Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI:
Sekretaris Kongres Pemuda Sumatera Kawasan Utara Tahun 2008 Bendahara Ikatan Mahasiswa Advent Medan (IMAM) Tahun 2007-2008 Bendahara Ikatan Mahasiswa Advent Medan (IMAM) Tahun 2006-2007 Panitia First IMAM Annual Diary Tahun 2006
PENGALAMAN KERJA:
Abstraksi .
Penelitian ini berjudul “Erotika Media dan Program Siaran ORGASME ” (Analisis Wacana Mengenai Erotika Media dan Program Siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) di VISI 89,6 FM). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membedah bagaimana erotika media ditampilkan dalam program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan).
Siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) memberikan begitu banyak pengetahuan seputar seks kepada pendengarnya, dan topik-topik yang dibahas pun merupakan fenomena penyimpangan seks dan berbagai pembahasan yang sudah tidak tabu untuk dibahas dengan bentuk talkshow di media radio ini.
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis dengan model pendekatan Teun A. van Dijk yang meneliti pada level teks. Dimensi teks akan dianalisis dengan elemen wacana seperti tematik, skematik, latar, detil, maksud, koherensi, koherensi pembeda, pengingkaran, bentuk kalimat, kata ganti, leksikon, pranggapan, grafis dan metafora.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga rekaman talkshow program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) selama bulan Maret 2008. Hasil penelitian ini menemukan bahwa isi teks dalam wacana siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) terdapat erotika media dalam penggunaan bahasa atau pemilihan katanya dan gaya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dan pemilihan kata yang digunakan merupakan stimulus yang dapat menimbulkan gairah dan imajinasi seksual terhadap pendengarnya. Selain itu, terdapat juga penyimpangan tujuan awal dari program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan).
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, peneliti mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat dan anugerah-Nya yang berkelimpahan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Erotika Media dan Program Siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan)”. Adapun skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial dari Departemen Ilmu Komunikasi.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini mengingat terbatasnya waktu, pengetahuan, dan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas peneliti menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang nantinya berguna di hari yang akan datang.
Tidak lupa pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, Msi selaku dosen pembimbing peneliti yang telah banyak membantu memotivasi dan membimbing peneliti selama penulisan skripsi ini. Terima kasih sedalam-dalamnya atas waktu, nasehat dan pemikiran yang telah diberikan kepada peneliti.
4. Ibu Dra. Lusiana A.Lubis,MA selaku dosen wali yang telah banyak membimbing peneliti selama perkuliahan.
5. Bapak/ Ibu dosen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada umumnya yang telah memberikan bekal pengetahuan selama masa perkuliahan.
6. Kak Icut, Kak Ros, Maya, Rotua dan seluruh staf yang ada di Departemen Ilmu Komunikasi yang membantu peneliti dalam hal administrasi selama ini.
peneliti merasa duka. Terima kasih telah memberikan banyak hal yang membuat peneliti menjadi lebih dewasa dan berpikir maju ke depan .Semoga pertemanan kita selalu ada meskipun jarak akan memisahkan kita nantinya.
8. Teman-teman Kom ’04 yang selalu mau memberikan informasi-informasi penting dan selalu mau berteman dengan peneliti terutama kepada Putriana S . Terima kasih telah mau membantu peneliti.
9. Terima Kasih kepada Yusuf Gandhi Putra yang sudah menyemangati dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Semua pihak yang turut membantu kelancaran penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca dan dapat memperluas pemikiran di masa yang akan datang. Terima kasih.
Medan, Mei 2008 Peneliti
Daftar Isi
Lembar Persetujuan
Abstraksi ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Perumusan Masalah ... 8
I.3 Pembatasan Masalah ... 8
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
I.4.1 Tujuan Penelitian ... 8
I.4.2 Manfaat Penelitian... 9
I.5 Kerangka Teori ... 9
I.5.1 Analisis Wacana Kritis ... 9
I.5.2 Model Teun A. Van Dijk ... 10
I.5.3 Radio... 10
I.5.4 Talkshow... 12
I.5.5 Erotika Media Massa ... 13
I.6 Kerangka Konsep ... 14
I.7 Operasional Konsep ... 15
II.1. Paradigma Kritis ... 18
II.1.1 Analisis Wacana Kritis ... 20
II.2. Model Teun A. Van Dijk ... 24
II.3. Komunikasi Massa ... 29
II.3.1. Talkshow ... 32
II.4. Radio ... 34
II.5. Erotika Media Massa ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45
III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45
III.1.1 Sejarah Singkat Radio VISI FM Medan ... 45
III.1.2. Karakteristik Radio VISI FM Medan ... 46
III.1.3. Program Siaran VISI FM Medan ... 47
III.2. Metode Penelitian ... 50
III.3. Subjek Penelitian ... 51
III.4.Unit dan Tingkat Analisis ... 52
III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 53
III.6. Metode Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 55
IV.1. Analisis Teks ... 55
IV.1.1. Analisis Teks Talkshow Siaran Orgasme Rekaman Pertama 55 IV.1.2. Analisis Teks Talkshow Siaran Orgasme Rekaman Kedua . 68 IV.1.2. Analisis Teks Talkshow Siaran Orgasme Rekaman Ketiga 78 IV.2. Diskusi dan Pembahasan ... 96
IV.2.1. Siaran Orgasme dan Erotika Media ... 97
IV.2.2. Makna Tersirat dalam Siaran Orgasme ... 99
BAB V PENUTUP ... 104
V.1 Kesimpulan ... 104
V.2 Saran ... 105
Daftar Pustaka ... 106
Lampiran
Daftar Tabel
Tabel III.1 Subjek Penelitian ... 52
Tabel III.2 Struktur Teks ... 52
Tabel III.3 Struktur Wacana Teun A. van Dijk ... 53
Tabel IV.1 Rekaman Pertama Siaran Orgasme ... 87
Tabel IV.2 Rekaman Kedua Siaran Orgasme ... 90
Abstraksi .
Penelitian ini berjudul “Erotika Media dan Program Siaran ORGASME ” (Analisis Wacana Mengenai Erotika Media dan Program Siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) di VISI 89,6 FM). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membedah bagaimana erotika media ditampilkan dalam program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan).
Siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) memberikan begitu banyak pengetahuan seputar seks kepada pendengarnya, dan topik-topik yang dibahas pun merupakan fenomena penyimpangan seks dan berbagai pembahasan yang sudah tidak tabu untuk dibahas dengan bentuk talkshow di media radio ini.
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis dengan model pendekatan Teun A. van Dijk yang meneliti pada level teks. Dimensi teks akan dianalisis dengan elemen wacana seperti tematik, skematik, latar, detil, maksud, koherensi, koherensi pembeda, pengingkaran, bentuk kalimat, kata ganti, leksikon, pranggapan, grafis dan metafora.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga rekaman talkshow program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) selama bulan Maret 2008. Hasil penelitian ini menemukan bahwa isi teks dalam wacana siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) terdapat erotika media dalam penggunaan bahasa atau pemilihan katanya dan gaya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dan pemilihan kata yang digunakan merupakan stimulus yang dapat menimbulkan gairah dan imajinasi seksual terhadap pendengarnya. Selain itu, terdapat juga penyimpangan tujuan awal dari program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan).
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Media dan masyarakat adalah dua bagian yang tidak dapat terpisahkan,
karena media tumbuh dan berkembang seiring dengan timbulnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya informasi. Pertumbuhan media dewasa ini sangt
cepat, hal ini juga disertai dengan kebutuhan masyarakat akan informasi yang
cepat dan akurat. Media cetak, elektronik dan media online telah memiliki tempat
tersendiri di hati penggunanya, karena masing-masing media tersebut memiliki
keunggulan tersendiri dalam memberikan dan menyajikan informasi pada
khalayaknya.
Media masssa adalah sarana komunikasi dan informasi yang berperan
untuk melakukan penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses
masyarakat secara masal pula. Informasi massal adalah informasi yang ditujukan
untuk masyarakat secara menyeluruh bukan hanya diperuntukkan untuk pribadi
tertentu saja.
Khalayak juga memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis dari
mengkonsumsi media massa. Manusia tidak saja perlu untuk memenuhi
kebutuhan fisiknya, namun ia juga harus memenuhi kebutuhan rohaninya,
jiwanya. Kebutuhan ini dapat terpuaskan dengan adanya media massa. Media
massa memenuhi kebutuhan tersebut dengan sajian yang menurut media yang
Radio khususnya merupakan media yang pada saat ini juga banyak
diminati berbagai kalangan usia, pendidikan dan kelas sosial. Keunggulan radio
siaran dari media lain adalah sifatnya yang santai. Komunikan yang menikmati
acara atau program siaran radio ini bisa sambil makan, tidur-tiduran, sambil
bekerja, bahkan sambil mengemudikan mobil. Tidak demikian dengan media
massa lainnya. penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan
menggunakan bahasa lisan, kalaupun ada lambang-lambang non-verbal yang
dipergunakan jumlahnya sangat minim.
Karena sifatnya auditif, untuk didengarkan lebih mudah orang
menyampaikan pesan dalam bentuk acara yang menarik. Acara yang menarik itu
guna untuk menarik para khalayak sasaran, karena banyaknya juga
kompetitor-kompetitor lainnya yang sedang merebut hati para pendengar radio. Agar program
siaran radio itu menarik tidak hanya siaran kata saja yang disampaikan tetapi
siaran seni suara juga. Siaran kata hanya terdiri dari kata-kata yang disampaikan
oleh penyiar di radio dan siaran seni suara merupakan segala bentuk kesenian
yang pokok isinya dilukiskan dengan musik.
Radio siaran yang mendapat julukan ‘kekuasaan kelima’ atau The fifth
estate tidak hanya memiliki fungsi untuk pemberian informasi dan menghibur
saja, tetapi radio siaran juga sebagai sarana pendidikan juga (Onong,1992:107).
Berdasarkan fungsi-fungsi media massa yang ada, maka dapat dikatakan
pula bahwa media massa memiliki peran di dalam menciptakan apa yang disebut
dengan daya tarik seks (sex appeal). Mengenai hal ini dapat diasumsikan bahwa
fungsi media massa sebagai salah satu sarana pembangkit gairah seks adalah
di dalam menciptakan apa yang berkaitan dengan seks. Entah itu standarisasi daya
tarik seks yang perlu dimiliki seseorang, apa yang perlu dilakukan untuk
mendapat daya tarik seks yang tinggi, apa yang akan didapat dengan memiliki
daya tarik seks tertentu, dan sebagainya.
Seks adalah topik pembicaraan yang paling menarik untuk dibahas. Selain
tidak bosannya untuk dibahas hingga pada saat ini, seks juga tidak tabu untuk
dibicarakan dengan bebasnya. Informasi mengenai masalah seks dapat dengan
mudah kita akses, baik di media cetak, elektronik maupun media online. Tetapi ,
pembahasan mengenai seks di Radio tidak banyak kita dapatkan pada saat ini.
ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) merupakan suatu
program atau acara siaran radio di VISI 89.6 FM yang membahas mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan Seks. Tujuan awal dibuatnya acara
ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) ini adalah
memberikan pendidikan seks kepada para pendengar. Acara ORGASME
(Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) yang dipandu oleh 2 penyiar
ini ternyata banyak menarik minat para pendengar radio di kota Medan, tidak
hanya orang dewasa yang mendengarnya tetapi remaja yang masih duduk
dibangku sekolah pun ikut mendengarnya. Hal ini dapat peneliti ketahui
dikarenakan program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang
Menggairahkan) ini dibuat berupa Talkshow tidak hanya pembahasan yang
dilakukan oleh penyiar itu saja. Ada perbincangan dan diskusi dari penyiar dan
pendengar yang menghubungi para penyiar secara on air.
Setiap minggunya program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar
masyarakat luas, khususnya di kalangan remaja. Talkshow atau program siaran
ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) ini disiarkan
setiap hari Kamis pukul 22.00 – 23.00 WID di Visi 89.6 FM. Topik yang menjadi
pembahasan pada program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang
Menggairahkan) ini diangkat daru kasus-kasus yang terjadi disekitar kita. Tanpa
kita sadari budaya Indonesia sekarang sudah melenceng menjadi budaya Barat
yang begitu bebasnya. Tetapi bukan itu yang peneliti ingin bahas, tetapi yang
peneliti ingin teliti adalah program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar
Seks yang Menggairahkan) yang penyampaian pesan dan informasinya
disampaikan semenarik mungkin sehingga bahasa verbal maupun non verbal yang
digunakan pun banyak yang melanggar aturan dan norma-norma karena
keerotisan bahasanya.
Walaupun pers di Indonesia sudah mengalami kebebasan tetapi tidak lepas
dari aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku di negara kita ini. Bebas
berekspresi dalam menyampaikan informasi sehingga kata-kata atau produksi teks
yang disampaikan dapat menimbulkan keerotisan media. Erotika media massa
banyak kita jumpai dimana saja, baik di surat kabar, majalah, televisi, radio,
telepon, internet, dan lain sebagainya. Padahal, pemerintah telah membuat
atura-aturan agar tidak terjadi eksploitasi seksualitas dan erotika.
Topik atau teks yang digunakan oleh penyiar pada program siaran
ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) ini terlalu vulgar
dan menimbulkan erotika media. Pemiihan kata-kata, kemasan kalimat yang
gunakan ternyata malah tidak mendidik para pendengar program siaran tersebut.
Seks yang Menggairahkan) ini adalah untuk mendidik generasi muda dimana
sasaran khalayak pendengar radio VISI 89.6 FM ini adalah kawula muda kota
Medan, tetapi peneliti melihat penyajiannya tidak mendidik tetapi hanya untuk
pembahasan seru-seruan saja.
Kalau memang mendidik, seharusnya pakar pendidikan seks dihadirkan
setiap talkshow itu disirakan. Lalu, bahasa yang digunakan pun pasti akan lebih
halus dan tidak menggunakan bahasa yang “Jorok”. Kata-kata yang digunakan
terlalu vulgar dan talkshow yang disiarkan pun di produksi secara tidak mendidik
dan menimbulkan erotika media massa. Selain itu, dengan bahasa dan
penyampaian yang begitu seronok, jam penayangan program ORGASME
(Obrolan Segar Seputar Seks yang Menggairahkan) tersebut masih tergolong
prime time. Dimana pada pukul 22.00-23.00 WIB masih banyak anak-anak
sekolah atau anak-anak yang dibwah umur yang mendengarkan program tersebut.
Sehingga, dengan kata-kata dan penyampaian informasi seks yang tidak mendidik
itu malah dapat menimbulkan efek negatif kepada mereka.
Beberapa topik yang pernah dibawakan dan dibahas dalam program
ORGASME ini yaitu; masturbasi, malam pertama, ngelamun jorok, titik
rangsangan, petting, phonesex, sex in the car, threesome, oral sex, air liur,
penyakit kelamin, payudara, Mr.Happy, dan lain sebagainya. Tidak heran, begitu
besar antusias para pendengar mengikuti diskusi program ORGASME (Obrolan
Segar Seputar Seks Yang Menggairahkan) ini. Peneliti dapat mengetahuinya dari
banyaknya pendengar yang mengirim sms ke VISI 89.6 FM, walaupun hanya
sekedar bertanya seperti; “Apakah orang yang sering melakukan masturbasi
“bagaimana caranya pacar saya dapat terangsang?”. Salah satu topik yang tidak
mendidik menurut peneliti dan ternyata menimbulkan efek negati kepada
pendengarnya adalah topik Phonesex, dimana talkshow yang begitu santai dan
disertai tawa dari kedua penyiar lalu teks atau kata-kata yang vulgar dan porno
disertai juga dengan desahan-desahan kedua penyiar. Dalam topik tersebut,
membahas bagaimana melakukan seks lewat telepon. Ternyata lewat telepon pun
kita bisa melakukan kegiatan seks, dan dalam program siaran ORGASME
(Obrolan Segar Seputar Seks Yang Menggairahkan) ini malah mengajarkan untuk
melakukan phonesex bersama pasangannya. Dan minggu depannya, ada salah
seorang pendengar setia program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks
Yang Menggairahkan) ini bercerita secara on air bahwa ia setelah mendengar
pembahasan minggu lalu mengenai Phonesex, ia tertarik dan akhirnya
mempraktekkannya dengan pasangannya.
Ada juga contoh kata-kata yang pernah dilontarkan oleh sang penyiar pada
tanggal 13 Desember 2007 dengan topik pembahasan “Malam Pertama”, yaitu :
“daripada kita kawin tanpa cinta, lebih enak seks aja!”
bertanya kepada salah satu penelepon : “ Ucok (Mr.Happy) apa
kabarnya?”
“Sabrina ini kan yang ngajak aku ML (Making Love) kemaren” (Sambil
membaca sms dari Sabrina)
“baca donk smsnya, aku mau tahu bagaimana cara keperawanannya
hilang”
Dan pada acara siaran ORGASME pada tanggal 17 Januari 2008 dengan
topik pembahasan “Air Liur”, ada juga beberapa kata-kata yang vulgar ,yaitu:
“ rasa air liur itu enak , klo ciuman itu pake fantasi yang enak”
“Klo kamu terujung banget mungkin kondom sangat membantu untuk
menghindari penyakit kelamin”
“Kamu mau gak nyium bibir cewek lain?”
“gimana pandangan kamu tentang air liur pas ciuman?”
“Loh…belum dimasukin koq udah capek cha?” (bertanya pada penelepon)
“Hmmm….hmmmm….ahhhhh…(desahan)…koq udah capek ?! kan belom
digoyang”
“ Mutiara di (Maaf) penis itu bukan untuk menambah kebesaran tetapi
untuk menambah sensasi dalam bercinta”
Hal ini jelas membuktikan bahwa teks dan penyajiannya ternyata dapat
mempengaruhi seseorang. Seharusnya, para pekerja media khususnya radio harus
berhati-hati dalam menggunakan kata-kata dan cara penyajiannya dalam
menyampaikan informasi. Jangan sampai, kita sebagai pekerja media melanggar
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, mengenai eksploitasi
seksualiatas dan erotika media massa. Dan jangan mempertontonkan dan menjual
pornografi dan pornoaksi demi keuntungan saja tetapi pada akhirnya malah
membuat moral bangsa kita semakin terpuruk.
Dari permasalahan itulah, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
bagaimana erotika media dan program siaran ORGASME (Obrolan Segar Seputar
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakanng masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
“Bagaimanakah erotika media ditampilkan dalam program siaran ORGASME
(Obrolan Segar Seputar Seks Yang Menggairahkan) di Visi 89,6 FM?”
I.3. PEMBATASAN MASALAH
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, maka
peneliti merasa perlu untuk membuat pembatasan masalah agar menjadi lebih
jelas.
a. Penelitian ini hanya dilakukan pada program siaran ORGASME (Obrolan
Segar Seputar Seks Yang Menggairahkan) di Visi 89.6 FM.
b. Penelitian ini dilakukan pada program siaran ORGASME (Obrolan Segar
Seputar Seks Yang Menggairahkan) yang disiarkan bulan Maret 2008.
c. Penelitian ini dilakukan pada program siaran ORGASME (Obrolan Segar
Seputar Seks Yang Menggairahkan) minimal 2 kali tayangan.
d. Penelitian ini menggunakan analisi wacana kritis dan focus penelitian hanya
pada level teks saja.
I.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN I.4.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengtahui bagaimana erotika media dalam program siaran
ORGASME (Obrolan Segar Seputar Seks Yang Menggairahkan) di Visi
89.6 FM.
b. Untuk mengetahui bagaimana makna tersirat, yang tampak secara nyata
dalam program siaran ORGASME.
I.4.2 Manfaat Penelitian
a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
penelitian komunikasi khususnya penelitian analisis wacana.
b. Secara teoritis, peneliti dapat menerapakan ilmu yang didapat selama ini
menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU sekaligus menambah
khasanah wawasan mengenai media dan analisis wacana.
I.5. KERANGKA TEORI
Setiap penelitian memerlukan titik tolak atau landasan berpikir dalam
memecahkan atau menyoroti sebuah masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39).
Kerlinger menyebutkan, teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi
dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalakan gejala
tersebut (Rakhmat, 2004:6).
I.5.1. Analisis Wacana Kritis
Dalam Analisis Wacana Kritis (critical Discourse analysis/CDA), wacana
menggambarkan semata dari aspek kebahasaan tetapi juga menghubungkan
dengan konteks. Artinya, bahasa dipakai untuk tujuan dan praktek tertentu
termasuk didalamnya praktek kekuasaan dalam melihat ketimpangan yang terjadi.
Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan
dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun
strategi-strategi didalamnya.
I.5.2. Model Teun A. van Dijk
Model ini sering disebut sebagai Kognisis sosial, menurut Van Dijk
penelitian atas wacana tidak cukup jika didasarkan pada analisis atas teks semata,
karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Perlu
dilihat bagaimana sesuatu teks diproduksi sehingga kita memperoleh suatu
pengetahuan kenapa teks bisa seperti itu (Eriyanto,2001:222).
Teks bukan sesuatu yang datang dari langit, bukan juga suatu ruang hampa
yang mandiri. Akan tetapi teks dibentuk dalam suatu praktek diskursus. Van Dijk
tidak hanya membongkar teks semata, tapi ia melihat bagaimana struktur sosial,
dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tersebut.
Wacana oleh van Dijk dibentuk oleh 3 dimensi: teks, kognisi sosial dan konteks
sosial.
I.5.3. Radio
Radio siaran mendapat julukan ‘kekuasan kelima’ atau The fifth estate,
adalah eksekutif, legislative, dan yudikatif. Ada 3 faktor yang mendukung
mengapa radio dijuluki kekuasaan kelima , yaitu :
a. Radio siaran bersifat langsung
Makna langsung sebagai sifat radio siaran ialah bahwa suatu pesan yang
akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit.
b. Radio siaran tidak mengenal jarak dan rintangan
Bagi radio tidak ada jarak dan waktu; begitu suatu pesan diucapkan oleh
seorang penyiar atau orator, pada saat itu juga dapat diterima oleh
khalayak. Bagi radio tidak apa pula jarak ruang, bagaimanapun jauhnya
sasaran yang dituju, radio dapat mencapainya.
c. Radio siaran memiliki daya tarik
terdapat 3 unsur yang menjadi daya tarik radio siaran, yaitu :
- kata-kata lisan (spoken words) - musik (music)
- efek suara (sound effect)
Dengan dihiasi musik dan didukung efek suara, seperti suara binatang,
hujan atau badai, mobil atau pesawat, dan lain-lain, suatu acara yang disajikan
radio menjadi hidup.
Berdasarkan sifat pendengar radio yang heterogen, pribadi, aktif dan
selektif, itu harus dipergunakan :
- kata-kata yang umum dan yang lazim dipakai - kata-kata yang tidak melanggar kesopanan - kata-kata yang mengesankan
- penggulangan kata-kata yang penting
Radio sebagai salah satu lembaga penyiaran di Indonesia merupakan
media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial,
budaya, politik dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai media informasi,pendidikan, hiburan, serta
kontrol sosial dan perekat sosial. Perlu ada aturan juga yang mengatur dan
mengawasi lembaga penyiaran yang ada, sehingga Undang-undang No.32 Tahun
32 mengatur Hal-hal penyiaran yang ada di Indonesia. Dalam Undang-undang
No.32 Tahun 2002 terdiri dari 64 Pasal. Secara umumnya, dalam UU Tentang
Penyiaran ini mengatakan bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara
bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam
pembentukan pendapat, sikap dan perilaku khalayak , maka penyelenggara
penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral , tata susilah
budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa.
I.5.4. Talkshow
Berbagai tayangan talkshow menghibur dan informatif belakangan ini
telah menjadi tayangan atau program andalan media elektronik. Kehadirannya
selalu ditunggu oleh pemirsa atau khalayak. Berbagai bentuk tayangan
dimunculkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya pemirsa radio,
yang haus akan acara/program yang informatif, namun juga menghibur. Salah satu
diantaranya tayangan yang informatif dan menghibur adalah talkshow. Saat ini,
komposisi program talkshow termasuk yang terbesar.
Talkshow dikategorikan menjadi dua, yaitu yang sifatnya ringan dan
menghibur dan yang sifatnya formal dan serius. Namun secara umum, talkshow
perbincangan, diskusi, wawancara dan interaksi dengan narasumber dan atau
pemirsa, yang dipandu oleh moderator, tanpa kehadiran aktor yang memerankan
karakter tertentu.
Talkshow yang sifatnya formal dan serius umumnya termasuk dalam
kategori berita, sementara talkshow yang sifatnya ringan dan menghibur termasuk
dalam kategori informasi. Untuk kategori yang kedua ini, talkshow biasanya
disampaikan dalam suasana yang santai dan penuh keakraban dengan
mengundang satu atau lebih narasumber untuk membahas topik yang sedang
hangat. Topik-topik yang sifatnya ringan dan mudah dicerna oleh pemirsa.
Suasana santai dan ringan itu juga tercermin dari kepiawaian sang tuan rumah
acara (host) alias moderator menghidupkan suasana dengan komentar-komentar
atau ulah jahil yang memancing tawa.
I.5.5. Erotika Media Massa
Pendidikan seks memang penting buat remaja pada saat ini, tapi
bagaimana jika pendidikan seks itu ditawarkan lewat media massa. Seharusnya,
media massa pun dapat lebih berhati-hati dalam hal ini, jangan sembarangan
mengatakan bahwa suatu acara atau suatu program bertujuan untuk mendidik
bahkan untuk mengajak kepada khalayak untuk tidak melakukan hubungan seks
sebelum menikah, dan ternyata dari cara penyampaian dan bahasa yang
dipergunakan tidak mencermikan hal tersebut.
Pertunjukan bicara (talkshow) televisi dan radio tentang seksualitas yang
menjurus porno itu dilarang dan sebagai pekerja media haruslah berhati-hati.
massa adalah stimulus eksternal, dan stimulus eksternal ini yang dapat
membangkitkan fantasi erotika dalam diri setiap orang. Dalam hal ini, media
elektronik seperti radio dapat membangkitkan gairah dan fantasi seksual pada para
pendengar program siaran ORGASME tersebut.
Media massa dipandang sebagai media yang cukup kuat memberi
pengaruh terhadap perkembangan seks seseorang. Entah itu merupakan pengaruh
yang buruk atau pengaruh yang baik pada diri seseorang tersebut. Efek media itu
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Apabila erotila di sebarluaskan melalui media massa, maka erotika it akan
membentuk efek media terhadap pembaca atau pendengarnya. Maksudnya
erotika ini akan menjadi stimulus. Dan stimulus ini akan menciptakan respons
bagi individu pembaca atau pendengar yang distimulus oleh media massa itu
(Bungin,2001:55-56).
I.6. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai
(Nawawi,1995:40). Kerangka konsep dalam penelitian ini menggunakan analisis
wacana dengan memakai model analisis Teun A Van Dijk.
Dalam analisisnya. Teun A Van Dijk memusatkan perhatiannya pada
beberapa hal, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Yang peneliti ingin
bahas hanya pada batas teks saja. Dimana teks terdiri dari beberapa struktur yang
masing-masing bagian saling mendukung, dan dibagi ke dalm 3 tingkatan yaitu
diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks. Kedua, superstruktur
merupakan kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan. Dan ketiga, struktur mikro merupakan makna local dari suatu teks
yang diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.
I.7. OPERASIONAL KONSEP
a. Tematik
Gambaran umum dari suatu teks. Bisa disebut sebagai gagasan inti,
ringkasan, atau yang utama dari teks. Topik atau tema apa yang hendak
disampaikan.
b. Skematik
Skema atau alur dari wacana. Alur tersebut menunjukkan bagaimana
bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk
kesatuan arti. Skema atau alur dari mulai pendahuluan/perkenalan, isi
pembicaraan, dan penutup atau kesimpulan.
c. Latar
Merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantic (arti) yang
ingin ditampilkan. Apa yang menjadi latar belakang atau peristiwa yang ditulis
atau disampaikan. Dan latar teks merupakan elemen yang berguna karena
dapat membongkar apa maksud yang ingin disampaikan.
d. Detil
Dalam elemen wacana detil komunikator dapat menampilkan informasi
yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan
e. Maksud
Elemen maksud melihat informasi mana hendak disampaikan dengan jelas,
kata-kata yang tegas guna mendapatkan makna yang diterima oleh khalayak.
f. Koherensi
Adalah pertalian atau jalinan antarkata atau kalimat dalam teks.
g. Koherensi kondisional
Dalam penggabunggan kalimat digunakan anak kalimat sebagai penjelas.
Dimana dalam 2 kalimat yang digabungkan, kalimat kedua adalah pnejelas
atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata
hubung seperti “yang” atau “dimana”.
h. Koherensi pembeda
Berhubungan dengan bagaimana dua peristiwa atau fakta yang hendak
dibedakan. Dua peristiwa dapat seolah-olah saling bertentangan dan
berseberangan.
i. Pengingkaran
Adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaimana wartawan
menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara implicit.
j. Bentuk kalimat
Menentukan apakah subjek diekspresikan secara eksplisit atau implicit
dalam teks.
k. Kata ganti
Elemen kata ganti merupaka elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komuniatas imajinatif.
Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata
atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia.
m. Praanggapan
Merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu
teks.
n. Grafis
Merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan
(yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks.
o. Metafora
Dalam penyampaian pesan pokok tidak hanya lewat teks tetapi juga
kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Paradigma Kritis
Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak
disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Menurut AS Hikam, paling tidak
ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana (Eriyanto,2001;4).
Pandangan pertama, diwakili oleh kaum posotivisme-empiris. Oleh
penganut aliran ini, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek
di luar dirinya. Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Aliran ini
menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan objek dan subjek
bahasa. Dalam pandangan konstrutivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai
alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek
sebagai penyampai pernyataan. Pandangan ketiga,disebut sebagai pandangan
kritiis. Pandangan ini mengoreksi pandangan konstrutivisme. Analisis wacana
tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses
penafsiran seperti pada analisis konstrutivisme. Analisis wacana dalam paradigma
ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan
reproduksi makna.
Menurut Hall, paradigma kritis bukan hanya mengubah pandangan
mengenai realitas yang dipandang alamiah tersebut, tetapi juga beragumentasi
bahwa media adalah kunci utama dari pertarungan kekuasaan tersebut, melalui
mana nilai-nilai kelompok dominan dimapankan, dibuat berpengaruh, dan
Bahasa di sini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar
diri si pembicara/penyiar. Tetapi merupakan representasi yang berperan dalam
membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu maupun strategi di
dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang
ada dalam setiap proses bahasa, batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi
wacana perspektif yang mesti dipakai, dan topik apa yang dibicarakan. Wacana
melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai
perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana
kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana
dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).
Analisis wacana dapat dikategorikan sebagai kelompok metode beraliran
kritis dalam penelitian komunikasi. Pertama, aliran kritis lebih menekankan pada
unsur-unsur filosofis komunikasi. Pertanyaan-pertanyaan yang sering
dikemukakan oleh kaum kritis adalah, siapa yang mengontrol arus komunikasi;
ideologi apa yang ada dibalik media?
Kedua, aliran kritis melihat struktur sosial sebagai konteks yang sangat
menentukan realitas, proses, dan dinamika komunikasi manusia. Ketiga, aliran
kritis ini lebih memusatkan perhatiannya pada siapa yang mengendalikan
komunikasi. Aliran ini beranggapan bahwa komunikasi hanya dimanfaatkan oleh
kelas yang berkuasa, baik untuk mempertahankan kekuasaannya maupun untuk
merepresi pihak-pihak yang menentang. Keempat, aliran kritis sangat yakin
dengan anggapan bahwa teori komunikasi menusia, khususnya teori-teori
komunikasi massa tidak mungkin akan dapat menjelaskan realitas secara utuh dan
komunikasi massa harus selalu berdampingan dengan teori-teori sosial
(Bungin,2003:153-155).
II.1.1 Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana termasuk dalam paradigma kritis. Wacana untuk
konsumsi publik bukan dilihat dalam keadaan mentah tapi sebaliknya adalah
wacana yang diorganisasi ulang dan dikontekstualisasikan agar sama dengan
bentuk ekspresi tertentu yang sedang digunakan. Bentuk ekspresi teks tertentu
mempunyai dampak besar atau apa yang terlihat, siapa yang melihat dan dari
perspektif sudut pandang macam apa.
Hal ini bisa dijelaskan bahwa ketika kita membaca teks, maka makna tidak
akan kita temukan dalam teks yang bersangkutan. Yang kita temukan adalah
pesan dalam sebuah teks. Sebuah peristiwa yang direkam oleh media massa baru
mendapat makna ketika peristiwa tersebut ditempatkan dalam identifikasi kultural
di mana berita tersebut hadir. Peristiwa demi peristiwa diatur dan dikelola
sedemikian rupa oleh para awak media, dalam hal ini oleh penyiar radio. Itu
berarti bahwa para awak media menempatkan peristiwa ke dalam peta makna.
Seluruh aktivitas dan pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media
massa. Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik
kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan.
Analisis wacana merupakan jenis penelitian yang berfokus pada
analisis struktur, strategi dan proses produksi dan reproduksi makna text dan talk
yang dilakukan secara eksplisit dan sistematis. Text berkaitan dengan struktur
merupakan struktur ekspresi dalam bentuk audio (suara, ucapan, dan sebagainya).
Akan tetapi, text dan talk tidak hanya dianalisis dari aspek strukturnya
(bentuknya) melalui perspektif semiotika tetapi juga dianalisis dari proses dan
konteks yang melatarbelakangi produksi dan reproduksi keduanya. Pokok soal
yang dipermasalahkan analisis wacana kritis adalah perihal bagaimana sebuah
realitas atau fakta dihadirkan kembali dalam pesan atau teks media. Problem
representasi ini tidak hanya menyangkut penyajian belaka, bahkan juga berkait
erat dengan soal pemilihan jenis fakta yang akan diangkat, perspektif yang
digunakan , narasumber, topik yang dipilih dan semacamnya.
Asumsi dasar analisis wacana kritis adalah bahwa realitas yang disajikan
teks-teks media massa adalah realitas yang terdistorsi dalam arus proses sejarah
dominasi antara kekuatan –kekuatan sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Analisis wacana sebagai salah satu dari analisis isi selain analisis ini
kualitatif yang banyak dipakai. Kalau analisis ini kuantitatif lebih menekankan
pada pertanyaan ”apa” (what), analisis wacana lebih melihat pada ”bagaimana’
(how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya
mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu
disampaikan. Lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa suatu berita
disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut,
analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks
(Eriyanto, 2001:xv).
Dalam Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/CDA), wacana
di sini tidak dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa di sini dianalisis bukan
menghubungkan dengan konteks. Artinya, bahasa dipakai untuk tujuan dan
praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan dalam melihat
ketimpangan yang terjadi.
Dalam Eriyanto (2001: 8-13) mengutip Fairclough dan wodak , Analisis
Wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada
saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Karakteristik Analisis
Wacana Kritis menurut Teun A. van Dijk , Fairclough dan Wodak adalah:
1. Tindakan
Wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana tidak ditempatkan
seperti dalam ruang tertutup dan internal. Ada beberapa konsekuensi yang harus
dipandang. Pertama wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan. Apakah
untuk mempengaruhi, membujuk, merayu, mendebat, bereaksi. Kedua, wacana
dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan
sesuatu yang di luar kendali.
2. Konteks
Analisis Wacana Kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti
layar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana diproduksi, dimengerti, dan
dianalisis pada suatu konteks tertentu. Menurut Gyu Cook, analisis wacana juga
memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan
siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan siatuasi apa; bagaimana perbedaab
tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk masing-masing pihak.
Ada tiga hal sentral yang harus ada dalam wacana, yakni teks, konteks,
dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang
musik gambar, efek suara, citra, an lain sebagainya. Konteks memasukkan semua
situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa,
seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi. Wacana
disini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama.
3. Historis
Salah satu aspek penting untuk mengerti teks adalah dengan menempatkan
wacana itu dalam konteks historis tertentu dimana wacana itu diciptakan.
Pemahaman akan wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberi
konteks historis dimana teks itu diciptakan.
4. Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun,
tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan
bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan berhubungan dengan kontrol
kekuasaan. Bisa berupa kontrol atas teks atau mengontrol struktur wacana.
5. Ideologi
Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi
dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan mereproduksi dan
melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan
membuat kesadaran kapada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken
for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium
melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan
kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga
II.2. Model Teun A. van Dijk
Analisis yang dikenal sebagai Pendekatan kognisi Sosial ini,
dikembangkan oleh pengajar di Universitas Amsterdam Belanda, dengan
tokohnya Teun A. van Dijk. Wacana di sini bukan hanya dilihat dari struktur
wacana, tetapi juga menyertakan bagaimana wacana itu diproduksi. Proses
produksi ini menyertakan suatu proses yang disebut kognisi sosial. Menurut Teun
A. van Dijk penelitian atas wacana tidak cukup jika didasarkan pada analisis atas
teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus
diamati. Perlu dilihat bagaimana sesuatu teks diproduksi sehingga kita
memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa seperti itu. Oleh karena itu
penelitian mengenai wacana tidak bisa mengeksklusi seakan-akan teks adalah
bidang yang kosong. Sebaliknya dia adalah bagian kecil dari struktur masyarakat
(Eriyanto,2001:222).
Pada dasarnya, realitas di dalam masyarakat informasi sekarang dibentuk
oleh berbagai teknik kontruksi sosial realitas. Konstruksi ini menciptakan
berbagai bentuk kejadian atau peristiwa yang tampaknya terjadi, padahal
semuanya tidak lebih dari sebuah rekayasa. Bisa dikatakan bahwa keyakinan atau
pengetahuan kita tentang dunia diperoleh melalui discourse dan komunikasi.
Teks dibentuk dalam suatu praktek diskursus. Teun A. van Dijk tidak
hanya membongkar teks semata, tapi ia melihat bagaimana struktur sosial,
dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks
tersebut. Wacana oleh Teun A. van Dijk dibentuk oleh tiga dimensi: teks, kognisi
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan
strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level
kognisi sosial dipelajari proses produksi berita yang melibatkan kognisi individu
dari wartawan. Sedangkan konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang
berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah (Eriyanto,2001:224).
Model analisis Teun A. van Dijk bisa digambarkan sebagai berikut :
(Eriyanto,2001:225)
a. Teks
Teks terdiri dari beberapa unsur dan tingkatan yang saling mendukung.
Pertama struktur makro, ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang
diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita.
Kedua superstruktur, merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan
kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam suatu berita
secara utuh. Ketiga struktur mikro, adalah makna wacana yang dapat diamati dari
bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak, kalimat,
parafrase, dan gambar.
Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat, dan proposisi
yang dipakai. Pernyataan tema pada level umum didukung oleh pilihan kata,
kalimat, atau retorika tertentu. Kita tidak hanya mengerti apa isi dari suatu teks Konteks
Kognisi Sosial
berita, tetapi juga elemen yang membentuk teks berita, kata, kalimat, paragraf,
dan proposisi. Kalau digambarkan maka struktur teks adalah sebgai berikut:
(Eriyanto,2001:227)
Pemakaian kata, kalimat, proposisi tertentu oleh media dipahami Teun A.
van Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan. Pemakaian kata-kata tertentu,
kalimat, gaya tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai cara untuk
mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi,
dan menyingkirkan lawan atau penentang.
b. Kognisi Sosial
dalam kerangka analisis wacana Teun A. van Dijk , perlu ada penelitian
mengenai kognisis sosial, atau kesadaran mental wartawan yang membentuk teks
tersebut. Seperti yang dijelaskan Eriyanto (2001:261), peristiwa dimengerti dan
dipahami didasarkan pada skema. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur
mental di mana tercakup di dalamnya bagaimana kita memandang manusia,
peranan sosial dan peristiwa.
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang diamati dari topik atau tema yang diangkat dari suatu teks
Super Struktur
Kerangka dari suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan
Struktur Mikro
Skema menunjukkan bahwa kita mengunakan struktur mental untuk
menyeleksi dan memproses informasi yang datang dari lingkungan. Skema
bekerja secara aktif untuk mengkonstruksi realitas. Membantu kita untuk
mamandu apakah yang harus kita pahami, maknai, dan ingat tentang sesuatu. Ada
beberapa macam skema/model yang dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Macam-macam Skema
Skema Person (Person Schemas). Skema ini adalah bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang lain. Bagaimana seorang penyiar misalnya, memandang dan memahai orang yang sudah tidak perawan yang kemungkinan besar akan berpengaruh terhadap berita yang akan disampaikan.
Skema Diri (Self Schcemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang.
Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat.
Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini barangkali yang paling banyak dipakai , karena hampir tiap hari kita selalu melihat, mendengar peristiwa yang lalu lalang. Dan setiap peristiwa selalu kita tafsirkan dan maknai dalam skema tertentu. Umumnya, skema peristiwa inilah yang paling banyak dipakai wartawan. (Eriyanto,2001:262)
Wartawan atau penyiar menggunakan model/skema dalam memahami
peristiwa yang diliputnya. Model itu memasukkan opini, sikap, persfektif dan
informasi lainnya. Menurut Teun A. van Dijk (dalam Erriyanto 2001:269) ada
Pertama seleksi, yaitu strategi yang komplek yang menunjukkan
bagaimana sumber, peristiwa, informasi diseleksi oleh wartawan untuk
ditampilkan ke dalam berita. Kedua reproduksi, berhubungan dengan apakah
informasi yang ditampilkan dikopi, digandakan, atau tidak dipakai sama sekali
oleh wartawan. Ini berhubungan dengan sumber berita. Ketiga penyimpulan,
strategi besar dalam memproduksi berita atau tulisan yang berhubungan dengan
mental wartawan adalah penyimpulan atau peringkasan informasi.
c. Konteks Sosial
konteks didefinisikan sebagai struktur (terrepresentasikan secara mental)
dari sifat situasi sosial yang relevan untuk produksi atau komprehensi wacana. Ini
terdiri dari kategori seperti situasi, setting (waktu atau tempat), tindakan yang
terjadi (meliputi wacana dan genre wacana), peserta dalam berbagai peran
komunikatif, sosial, atau institusional, serta mental representation: tujuan,
pengetahuan, opini, sikap, dan ideologi.
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat,
sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan
meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam
suatu masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan
bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat
praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Teun A. van Dijk, dalam analisis
mengenai masyarakat ini, hal yang penting yakni kekuasaan dan akses.
Praktik kekuasaan berhubungan dengan kepemilikan yang dimiliki oleh
suatu kelompok, satu kelompok untuk mengontrol kelompok lain. Biasanya
menunjukkan bagaimana kelompok yang berkuasa memiliki akses yang lebih
besar ke media dan kesempatan yang lebih besar untuk mempengaruhi khalayak.
Hal inilah yang terkadang menjadikan media bukanlah sesuatu yang netral, tetapi
bisa dikuasai oleh kelompok dominan, media memiliki kemungkinan besar
dikuasai oleh kelompok berkuasa atau kelompok-kelompok yang memegang
kekuasaan.
Untuk kalangan kritis (critical), media dipandang sebagai alat perjuangan
kelas. Makna dalam hal ini tidak ditentukan oleh struktur realitas, melainkan oleh
kondisi ketika pemaknaan dilakukan melalui praktek sosial, dimana terdapat
peluang yang sangat besar bagi terjadinya pertarungan kelas dan ideologi.
II.3. Komunikasi Massa
Istilah komunikasi berasal dari perkataan bahasa Inggris ”communication”
yang menurut Wilbur Schramm bersumber pada istilah Latin ”communis” yang
dalam bahasa Indonesia yang berarti ”sama” dan menurut Sir.Gerald Barry
”commuicare” yang berarti ”bercakap-cakap” (dalam Effendy, Onong,1990:1).
Jika kita berkomunikasi , berarti kita mengadakan kesamaan, dalam hal ini
kesamaan pengertian dan makna.
Menurut Hovland (dalam Effendy, Onong,1990:2), komunikasi
didefenisikan sebagai berikut : ”proses dimana seseorang (komunikator)
menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk
kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan)”.
Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk kegiatan komunikasi
comunication). Komunikasi massa menyiarkan informasi (ideas and information),
pendapat-pendapat, nilai-nilai (values) kepada komunikan yang beraneka ragam
dan dalam jumlah yang banyak denagan sekaligus menggunakan media massa.
Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan
yang dihasilkan, pembaca / pendengar / penonton yang akan coba diraihnya dan
efeknya terhadap mereka. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan
sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan
menggunakan media. Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa di sini ialah
komunikasi dengan menggunakan media massa modern, yang meliputi surat kabar
yang mempunyai sirkulasi yang luas, radio dan televisi yang siarannya ditujukan
kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Disebut
media massa apabila media itu menyebabakan khalayak secara serempak
bersama-sama memperhatikan pesan yang sama yang dikomunikasikan media itu
pada saat yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa, komunikasi massa adalah komunikasi yang
menggunakan media massa yang modern dalam penyampaian informasi maupun
pengetahuan kepada khalayak (komunikan) luas dan heterogen. Media massa
merupakan media yang sangat penting dalam menyiarkan berbagai informasi,
pengetahuan, pendidikan dan hiburan, yang dapat diterima secara serentak dan
sesaat oleh komunikannya.
Adapun ciri-ciri utama dari komunikasi massa, adalah:
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen
Selain memiliki ciri, komunikasi massa juga memiliki fungsi. Adapun
fungsi dari komunikasi massa yaitu :
1. Pengawasan (surveillance)
Pengawasan ini mengacu pada peranan berita dan informasi media
massa. media dianggap bertindak sebagai pengawas karena
orang-orang media inilah yang mengumpulkan segala informasi yang tidak
dapat diperoleh oleh masyarakat luas.
2. Interpretasi
Selain menyajikan fakta dan data, media massa juga harus mampu
melakukan interpretasi mengenai informasi yang disajikan atau tentang
suatu peristiwa.
3. Hubungan (linkage)
Media massa harus dapat berperan sebagai penghubung dari
unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan
secara langsung atau perorangan.
4. Sosialisasi
Media massa mentransmisikan nilai-nilai yang mengacu kepada
cara-cara dimana seseorang mengadopsi prilaku dan nilai dari suatu
kelompok. Adapun media yang paling mudah mentransmisikan
nilai-nilai adalah media elektronik(televisi dan radio) yang memiliki sifat
5. Hiburan
Adapun 70 persen dari isi dan informasi yang diberikan media
massa pada umumnya adalah untuk menghibur audiencenya, terutama
media-media elektronik seperti televisi, radio serta internet
(Effenfy,1995:29-31).
II.3.1 Talkshow
Talkshow merupakan suatu sajian perbincangan yang cukup menarik yang
biasanya mengangkat isu-isu yang tengah hangat dimasyarakat. Tema yang
diangkat juga bisa bermacam-macam. Mulai dari persoalan budaya, ekonomi,
politik, pendidikan, olehraga bahkan seks.
Talkshow adalah suatu acara perbincangan yang dapat dilihat setiap dari
melalui siaran televisi maupun didengar di radio. Wawancara tetap menjadi
sentral dalam talkshow dengan segala tipenya. Acara ini biasa diprduksi oleh
sekelompok pekerja khusus. Para pengisi acara didaftar atau dicatat. terlebih
dahulu, kemudian para anggota staf melukan riset dengan sangat hati-hati
terhadap latar belakang tamu mereka dan melengkapi dengan catatan-catatan
sebagai bahan atau materi pembawa acara. Sementara music director
mempersiapkan musik pengiring. Lalu produser acara yang selalu bergerak cepat,
dengan tenang dan hangat mempertunjukkan talkshow yang menjadi tanggung
jawabnya untuk menghibur dan menyenangkan hati para penonton dan pendengar.
Berbagai tayangan talkshow menghibur dan informatif belakangan ini
telah menjadi tayangan atau program andalan media elektronik. Kehadirannya
selalu ditunggu oleh pemirsa atau khalayak. Berbagai bentuk tayangan
yang haus akan acara/program yang informatif, namun juga menghibur. Salah satu
diantaranya tayangan yang informatif dan menghibur adalah talkshow. Saat ini,
komposisi program talkshow termasuk yang terbesar.
Tugas sebagai seorang pembawa acara talkshow tidaklah terlalu banyak,
tetapi sangat menuntut banyak latihan dan penuh tantangan. Acara-acara seperti
ini membutuhkan usaha keras dan kemampuan menyesuaikan diri dengan seluruh
anggota tim. Sudah tentu sebagai pembawa acara talkshow ini diharapkan mampu
mengembangkan keahlian dalam membawakan acara, sehingga sebuah acara
talkshow akan dapat berjalan sukses dan lancar walaupun tanpa adanya naskah
atau latihan sekalipun.
Namun secara umum, talkshow adalah program atau acara yang mengulas
suatu permasalahan melalui perbincangan, diskusi, wawancara dan interaksi
dengan narasumber dan atau pemirsa, yang dipandu oleh moderator, tanpa
kehadiran aktor yang memerankan karakter tertentu.
Talkshow dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1. Sifatnya ringan dan menghibur
Talkshow yang sifatnya ringan dan menghibur termasuk dalam kategori
informasi. Untuk kategori ini, talkshow biasanya disampaikan dalam suasana
yang santai dan penuh keakraban dengan mengundang satu atau lebih
narasumber untuk membahas topik yang sedang hangat. Topik-topik yang
sifatnya ringan dan mudah dicerna oleh pemirsa. Suasana santai dan ringan itu
juga tercermin dari kepiawaian sang tuan rumah acara (host) alias moderator
menghidupkan suasana dengan komentar-komentar atau ulah jahil yang
2. Sifatnya formal dan serius.
Talkshow yang sifatnya formal dan serius umumnya termasuk dalam
kategori berita.
Acara-acara talkshow yang laris juga di dominasi oleh talkshow yang
ringan dan menghibur yang biasanya menyajikan perbincangan seputar seks,
pernikahan, mistis dan dunia bintang yang menyajikan gosip-gosip dan profil
artis atau tokoh-tokoh lainnya yang dikenal masyarakat. Bagaimanapun
talkshow merupakan sajian menarik, karena talkshow memiliki peluanh untuk
menjadi kekuatan yang bisa mempengaruhi dan memunculkan isu di
masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya radio-radio maupu rumah
produksi yang berlomba-lomba membuat acara talkshow dengan topik yang
memikat masyarakat luas serta bisa dijual. Dengan demikian pola pandang
masyarakat terhadap program televisi dan radio siar akan bergeser dari hiburan
menjadi informatif.
II.4. Radio
Radio siaran (radio broadcast) adalah suatu aspek dari komunikasi.
Karena itu proses siaran dipelajari dan diteliti oleh ilmu komunikasi. Radio
merupakan salah satu jenis media massa (mass media) , yakni sarana atau saluran
komunikasi masssa (channel of mass communication), seperti halnya surat kabar,
majalah atau televisi. Ciri khas utama radio adalah auditif, yakni dikonsumsi
telinga atau pendengaran.
Radio siaran mendapat julukan ‘kekuasan kelima’ atau The fifth estate,
adalah eksekutif, legislative, dan yudikatif. Ada 3 faktor yang mendukung
mengapa radio dijuluki kekuasaan kelima , yaitu :
c. Radio siaran bersifat langsung
Makna langsung sebagai sifat radio siaran ialah bahwa suatu pesan yang
akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit.
d. Radio siaran tidak mengenal jarak dan rintangan
Bagi radio tidak ada jarak dan waktu; begitu suatu pesan diucapkan oleh
seorang penyiar atau orator, pada saat itu juga dapat diterima oleh
khalayak. Bagi radio tidak apa pula jarak ruang, bagaimanapun jauhnya
sasaran yang dituju, radio dapat mencapainya.
c. Radio siaran memiliki daya tarik
Terdapat 3 unsur yang menjadi daya tarik radio siaran, yaitu :
- kata-kata lisan (spoken words) - musik (music)
- efek suara (sound effect)
Menulis untuk radio adalah menulis untuk telinga. Tilislah berita yang
ingin disiarkan sambil bicara pada saat membacanya. Bahkan, tulisah
kalimat-kalimat didengar secara baik untuk telinga. Radio yang awalnya memang untuk
menyebarkan informasi sempat bergeser fungsinya lebih pada tujuan menghibur
atau radio musik. Sekarang saat informasi menjadi kebutuhan penting bagi
masyarakat, radio tetap menjadi alternatif menjanjikan. Sifat radio yang auditif
membutuhkan cara tersendiri dalam penulisannya.
Kelebihan radio, sebagai media massa, memang ada dalam hal daya
keluwesan (flexibility). Ia seakan dengan mudah berada di sekitar kita: pesan
diantarkan melalui kecepatan transitor, dan sekelompok orang yang tak saling
kenal (di mana pun ia berada) mendengarkannya. Jutaan radio penerima telah siap
menerima.
Kebanyakan program radio menyetel mata-mata acara yang terdiri dari
musik rekaman, diselingi dengan berita, olahraga, talkshow, iklan komersial, dan
materi-materi dramatik dan intelektual. Radio memiliki keampuhan tersendiri,
dalam menembus masyarakat. Karena variasi acaranya, radio memberi hal-hal
yang bersifat auditif kepada setiap orang. Radio mempunyai kecepatan lebih
dibanding mendium komunikasi lainnya dalam melayani materi informasinya.
Para penggemarnya, memang menyetel radio untuk mendapatkan hiburan dan
kekuatan untuk mencapai segera apa yang diimpikannya.
Dalam proses komunikasi sosial, peran utama radio sebagai media publik
adalah mewadahi sebanyak mungkin kebutuhan dan kepentingan pendengarnya.
Ada tiga bentuk kebutuhan, yaitu informasi, pendidikan dan hiburan. Bila salah
satu dari ketiga hal di atas tidak terpenuhi akan membuat radio kehilangan fungsi
sosialnya, kehilangan pendengarnya dan akhirnya akan digugat masyarakat karena
tidak berguna bagi mereka.
Radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa lainnya,
yaitu:
1. Auditori. Radio adalah ”suara”, untuk di dengar, karena isi siaran bersifat
”sepintas lalu” dan tidak dapat diulang.
2. Transmisi. Proses penyebarluasan atau disampaikan kepada pendengar
3. Mengandung gangguan. Seperti timbul – tenggelam (fading) dan
gangguan teknis ”channel noise factor”.
4. Theatre of Mind. Radio mencipta gambar (makes picture) dalam imajinasi
pendengar dengan kekuatan kata dan suara.
5. Identik dengan musik. Radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat
sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan musik.
Radio sebagai salah satu lembaga penyiaran di Indonesia merupakan
media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial,
budaya, politik dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai media informasi,pendidikan, hiburan, serta
kontrol sosial dan perekat sosial. Perlu ada aturan juga yang mengatur dan
mengawasi lembaga penyiaran yang ada, sehingga Undang-undang No.32 Tahun
32 mengatur Hal-hal penyiaran yang ada di Indonesia. Dalam Undang-undang
No.32 Tahun 2002 terdiri dari 64 Pasal. Secara umumnya, dalam UU Tentang
Penyiaran ini mengatakan bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara
bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam
pembentukan pendapat, sikap dan perilaku khalayak , maka penyelenggara
penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral , tata susilah
budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa
II.5. Erotika Media Massa
Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial, terutama di
alat mentransformasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah
masyarakat atau mentransformasikan informasi di antara masyarakat itu sendiri.
Sebagaimana sifat media massa selain mengandung nilai manfaat sebagi alat
transformasi , namun juga sering tidak sengaja menjadi media informasi yang
ampuh untuk menabur nilai-nilai baru yang tidak diharapkan masyarakat itu
sendiri.
Untuk meningkatkan daya saing suatu media massa, maka tidak jarang
media massa menggunakan berita atau gambar erotika sebagai daya tarik media
tersebut. Karena disadari atau tidak, objek-objek berita yang dikembangkan secara
komersial adalah berkisar harta,tahta dan wanita (bungin,2001:2).
Erotika adalah gairah seksual yang dibangkitkan dengan stimulus internal
maupun eksternal. Sedangkan erotika melalui media massa adalah stimulus
eksternal. Pengaruh stimulus eksternal melalui erotika bersifat subjektif dan
relatif, yaitu tergantung kepada pengalaman masing-masing individu. Walaupun
demikian, tetap ada byang bersifat universal , yaitu stimuluas eksternal yang dapat
membangkitkan fantasi erotika dalam diri setiap orang. Dalam hal ini, media
elektronik yaitu televisi,radio, dan internet bukanlah stimulus yang netral karena
dapat membangkitkan gairah dan fantasi seksual pada pemirsanya.
Sehubungan dengan perdebatan mengenai erotika dan porno (pornografi,
pornoaksi, pornomedia, pornoteks atau pornowicara) di media elektronik saat ini,
berkembang tiga anggapan di masyarakat. anggapan pertama, menilai tayangan
adegan seks tidak memberikan inspirasi pada penontonnya untuk melakukan
hubungan seks, namun justru cenderung memperkuat keinginan dalam hati
adegan-adegan itu hanya berfungsi sebagai katarsis (penyaluran emosi), artinya
apabila seseorang berkeinginan seksual, begitu melihat atau mendengar adengan
seks maka akan tersalurkan keinginannya itu. Ketiga, beranggapan adegan seks di
televisi, film maupun radio sama sekali tidak berpengaruh buruk. Artinya banyak
kasus menunjukkan, penonton tidak meniru begitu saja adegan-adegan seks
tersebut, akan tetapi peran lingkungan keluarga, latar belakang pendidikan dan
agama sangat mempengaruhi seseorang.
Pengaruh media massa ini tidak terlepas dari infiltrasi globalisasi
informasi dan budaya yang juga menyerang kehidupan kita. Globalisasi telah
membawa budaya luar yang lebih dulu telah menerima perilaku seks bebas ke
dalam pikiran-pikiran masyarakat luas sehingga dengan mudah
mempengaruhinya. Begitu sulit untuk mengidentifikasi adegan erotika yang
sering muncul di media elektronik. Kesulitan mengidentifikasi terdapat pada :
1. Ukuran erotika yang digunakan oleh badan sensor film yang begitu
longgar bila dibandingkan dengan ukuran-ukuran norma masyarakat.
2. Batas umur dan kedewasaan pemirsa atau pembaca yang menonton atau
membaca berita-berita erotika menjadi mudah ditangkap dan diterima oleh
masyarakat sebagai tontonan yang biasa-biasa saja dan sulit diidentifikasi
sebagai gejala erotika.
3. Ukuran-ukuran erotika yang hidup di masyarakat sangat bervariatif.
Karena itu ada masyarakat yang telah menentukan sebuah tanyangan
sebagai erotik namun pada masyarakat lain, tayangan tersebut justru