• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

II.3.1. Talkshow

Talkshow merupakan suatu sajian perbincangan yang cukup menarik yang biasanya mengangkat isu-isu yang tengah hangat dimasyarakat. Tema yang diangkat juga bisa bermacam-macam. Mulai dari persoalan budaya, ekonomi, politik, pendidikan, olehraga bahkan seks.

Talkshow adalah suatu acara perbincangan yang dapat dilihat setiap dari melalui siaran televisi maupun didengar di radio. Wawancara tetap menjadi sentral dalam talkshow dengan segala tipenya. Acara ini biasa diprduksi oleh sekelompok pekerja khusus. Para pengisi acara didaftar atau dicatat. terlebih dahulu, kemudian para anggota staf melukan riset dengan sangat hati-hati terhadap latar belakang tamu mereka dan melengkapi dengan catatan-catatan sebagai bahan atau materi pembawa acara. Sementara music director mempersiapkan musik pengiring. Lalu produser acara yang selalu bergerak cepat, dengan tenang dan hangat mempertunjukkan talkshow yang menjadi tanggung jawabnya untuk menghibur dan menyenangkan hati para penonton dan pendengar. Berbagai tayangan talkshow menghibur dan informatif belakangan ini telah menjadi tayangan atau program andalan media elektronik. Kehadirannya selalu ditunggu oleh pemirsa atau khalayak. Berbagai bentuk tayangan dimunculkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya pemirsa radio,

yang haus akan acara/program yang informatif, namun juga menghibur. Salah satu diantaranya tayangan yang informatif dan menghibur adalah talkshow. Saat ini, komposisi program talkshow termasuk yang terbesar.

Tugas sebagai seorang pembawa acara talkshow tidaklah terlalu banyak, tetapi sangat menuntut banyak latihan dan penuh tantangan. Acara-acara seperti ini membutuhkan usaha keras dan kemampuan menyesuaikan diri dengan seluruh anggota tim. Sudah tentu sebagai pembawa acara talkshow ini diharapkan mampu mengembangkan keahlian dalam membawakan acara, sehingga sebuah acara talkshow akan dapat berjalan sukses dan lancar walaupun tanpa adanya naskah atau latihan sekalipun.

Namun secara umum, talkshow adalah program atau acara yang mengulas suatu permasalahan melalui perbincangan, diskusi, wawancara dan interaksi dengan narasumber dan atau pemirsa, yang dipandu oleh moderator, tanpa kehadiran aktor yang memerankan karakter tertentu.

Talkshow dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1. Sifatnya ringan dan menghibur

Talkshow yang sifatnya ringan dan menghibur termasuk dalam kategori informasi. Untuk kategori ini, talkshow biasanya disampaikan dalam suasana yang santai dan penuh keakraban dengan mengundang satu atau lebih narasumber untuk membahas topik yang sedang hangat. Topik-topik yang sifatnya ringan dan mudah dicerna oleh pemirsa. Suasana santai dan ringan itu juga tercermin dari kepiawaian sang tuan rumah acara (host) alias moderator menghidupkan suasana dengan komentar-komentar atau ulah jahil yang memancing tawa.

2. Sifatnya formal dan serius.

Talkshow yang sifatnya formal dan serius umumnya termasuk dalam kategori berita.

Acara-acara talkshow yang laris juga di dominasi oleh talkshow yang ringan dan menghibur yang biasanya menyajikan perbincangan seputar seks, pernikahan, mistis dan dunia bintang yang menyajikan gosip-gosip dan profil artis atau tokoh-tokoh lainnya yang dikenal masyarakat. Bagaimanapun talkshow merupakan sajian menarik, karena talkshow memiliki peluanh untuk menjadi kekuatan yang bisa mempengaruhi dan memunculkan isu di masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya radio-radio maupu rumah produksi yang berlomba-lomba membuat acara talkshow dengan topik yang memikat masyarakat luas serta bisa dijual. Dengan demikian pola pandang masyarakat terhadap program televisi dan radio siar akan bergeser dari hiburan menjadi informatif.

II.4. Radio

Radio siaran (radio broadcast) adalah suatu aspek dari komunikasi. Karena itu proses siaran dipelajari dan diteliti oleh ilmu komunikasi. Radio merupakan salah satu jenis media massa (mass media) , yakni sarana atau saluran komunikasi masssa (channel of mass communication), seperti halnya surat kabar, majalah atau televisi. Ciri khas utama radio adalah auditif, yakni dikonsumsi telinga atau pendengaran.

Radio siaran mendapat julukan ‘kekuasan kelima’ atau The fifth estate, setelah pers dianggap sebagai ‘kekuasaan keempat’ dan tiga lembaga lainnya

adalah eksekutif, legislative, dan yudikatif. Ada 3 faktor yang mendukung mengapa radio dijuluki kekuasaan kelima , yaitu :

c. Radio siaran bersifat langsung

Makna langsung sebagai sifat radio siaran ialah bahwa suatu pesan yang akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit.

d. Radio siaran tidak mengenal jarak dan rintangan

Bagi radio tidak ada jarak dan waktu; begitu suatu pesan diucapkan oleh seorang penyiar atau orator, pada saat itu juga dapat diterima oleh khalayak. Bagi radio tidak apa pula jarak ruang, bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju, radio dapat mencapainya.

c. Radio siaran memiliki daya tarik

Terdapat 3 unsur yang menjadi daya tarik radio siaran, yaitu : - kata-kata lisan (spoken words)

- musik (music)

- efek suara (sound effect)

Menulis untuk radio adalah menulis untuk telinga. Tilislah berita yang ingin disiarkan sambil bicara pada saat membacanya. Bahkan, tulisah kalimat-kalimat didengar secara baik untuk telinga. Radio yang awalnya memang untuk menyebarkan informasi sempat bergeser fungsinya lebih pada tujuan menghibur atau radio musik. Sekarang saat informasi menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat, radio tetap menjadi alternatif menjanjikan. Sifat radio yang auditif membutuhkan cara tersendiri dalam penulisannya.

Kelebihan radio, sebagai media massa, memang ada dalam hal daya tembus. Informasi yang disiarkannya punya nilai kesegeran (immediacy) dan

keluwesan (flexibility). Ia seakan dengan mudah berada di sekitar kita: pesan diantarkan melalui kecepatan transitor, dan sekelompok orang yang tak saling kenal (di mana pun ia berada) mendengarkannya. Jutaan radio penerima telah siap menerima.

Kebanyakan program radio menyetel mata-mata acara yang terdiri dari musik rekaman, diselingi dengan berita, olahraga, talkshow, iklan komersial, dan materi-materi dramatik dan intelektual. Radio memiliki keampuhan tersendiri, dalam menembus masyarakat. Karena variasi acaranya, radio memberi hal-hal yang bersifat auditif kepada setiap orang. Radio mempunyai kecepatan lebih dibanding mendium komunikasi lainnya dalam melayani materi informasinya. Para penggemarnya, memang menyetel radio untuk mendapatkan hiburan dan kekuatan untuk mencapai segera apa yang diimpikannya.

Dalam proses komunikasi sosial, peran utama radio sebagai media publik adalah mewadahi sebanyak mungkin kebutuhan dan kepentingan pendengarnya. Ada tiga bentuk kebutuhan, yaitu informasi, pendidikan dan hiburan. Bila salah satu dari ketiga hal di atas tidak terpenuhi akan membuat radio kehilangan fungsi sosialnya, kehilangan pendengarnya dan akhirnya akan digugat masyarakat karena tidak berguna bagi mereka.

Radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa lainnya, yaitu:

1. Auditori. Radio adalah ”suara”, untuk di dengar, karena isi siaran bersifat ”sepintas lalu” dan tidak dapat diulang.

2. Transmisi. Proses penyebarluasan atau disampaikan kepada pendengar melalui pemancaran (transmisi).

3. Mengandung gangguan. Seperti timbul – tenggelam (fading) dan gangguan teknis ”channel noise factor”.

4. Theatre of Mind. Radio mencipta gambar (makes picture) dalam imajinasi pendengar dengan kekuatan kata dan suara.

5. Identik dengan musik. Radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan musik.

Radio sebagai salah satu lembaga penyiaran di Indonesia merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi,pendidikan, hiburan, serta kontrol sosial dan perekat sosial. Perlu ada aturan juga yang mengatur dan mengawasi lembaga penyiaran yang ada, sehingga Undang-undang No.32 Tahun 32 mengatur Hal-hal penyiaran yang ada di Indonesia. Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2002 terdiri dari 64 Pasal. Secara umumnya, dalam UU Tentang Penyiaran ini mengatakan bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap dan perilaku khalayak , maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral , tata susilah budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa

II.5. Erotika Media Massa

Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial, terutama di masyarakat kota. Oleh karena itu, maka media massa sering digunakan sebagai

alat mentransformasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat atau mentransformasikan informasi di antara masyarakat itu sendiri. Sebagaimana sifat media massa selain mengandung nilai manfaat sebagi alat transformasi , namun juga sering tidak sengaja menjadi media informasi yang ampuh untuk menabur nilai-nilai baru yang tidak diharapkan masyarakat itu sendiri.

Untuk meningkatkan daya saing suatu media massa, maka tidak jarang media massa menggunakan berita atau gambar erotika sebagai daya tarik media tersebut. Karena disadari atau tidak, objek-objek berita yang dikembangkan secara komersial adalah berkisar harta,tahta dan wanita (bungin,2001:2).

Erotika adalah gairah seksual yang dibangkitkan dengan stimulus internal maupun eksternal. Sedangkan erotika melalui media massa adalah stimulus eksternal. Pengaruh stimulus eksternal melalui erotika bersifat subjektif dan relatif, yaitu tergantung kepada pengalaman masing-masing individu. Walaupun demikian, tetap ada byang bersifat universal , yaitu stimuluas eksternal yang dapat membangkitkan fantasi erotika dalam diri setiap orang. Dalam hal ini, media elektronik yaitu televisi,radio, dan internet bukanlah stimulus yang netral karena dapat membangkitkan gairah dan fantasi seksual pada pemirsanya.

Sehubungan dengan perdebatan mengenai erotika dan porno (pornografi, pornoaksi, pornomedia, pornoteks atau pornowicara) di media elektronik saat ini, berkembang tiga anggapan di masyarakat. anggapan pertama, menilai tayangan adegan seks tidak memberikan inspirasi pada penontonnya untuk melakukan hubungan seks, namun justru cenderung memperkuat keinginan dalam hati seseorang yang memang berniat melakukan hubungan seks. Kedua, beranggapan

adegan-adegan itu hanya berfungsi sebagai katarsis (penyaluran emosi), artinya apabila seseorang berkeinginan seksual, begitu melihat atau mendengar adengan seks maka akan tersalurkan keinginannya itu. Ketiga, beranggapan adegan seks di televisi, film maupun radio sama sekali tidak berpengaruh buruk. Artinya banyak kasus menunjukkan, penonton tidak meniru begitu saja adegan-adegan seks tersebut, akan tetapi peran lingkungan keluarga, latar belakang pendidikan dan agama sangat mempengaruhi seseorang.

Pengaruh media massa ini tidak terlepas dari infiltrasi globalisasi informasi dan budaya yang juga menyerang kehidupan kita. Globalisasi telah membawa budaya luar yang lebih dulu telah menerima perilaku seks bebas ke dalam pikiran-pikiran masyarakat luas sehingga dengan mudah mempengaruhinya. Begitu sulit untuk mengidentifikasi adegan erotika yang sering muncul di media elektronik. Kesulitan mengidentifikasi terdapat pada :

1. Ukuran erotika yang digunakan oleh badan sensor film yang begitu longgar bila dibandingkan dengan ukuran-ukuran norma masyarakat.

2. Batas umur dan kedewasaan pemirsa atau pembaca yang menonton atau membaca berita-berita erotika menjadi mudah ditangkap dan diterima oleh masyarakat sebagai tontonan yang biasa-biasa saja dan sulit diidentifikasi sebagai gejala erotika.

3. Ukuran-ukuran erotika yang hidup di masyarakat sangat bervariatif. Karena itu ada masyarakat yang telah menentukan sebuah tanyangan sebagai erotik namun pada masyarakat lain, tayangan tersebut justru belum masuk kategoti erotik.

4. Menonton berita dan gambar-gambar erotik, bagi orang-orang tertentu adalah hiburan dan pelepas ketegangan sehingga secara objektif keadaan itu diharapkan oleh orang tersebut. Dalam hal ini, dengan cara apapun mereka berharap agar dapat melihat, membaca atau mendengar berita, dan gambar-gambar itu, walaupun dengan cara sembunyi-sembunyi.

Perdebatan tentang erotika dan pornografi sering muncul ke permukaan , tidak hanya karena sarat dengan nilai-nilai seksual, namun sering perdebatan muncul hanya untuk menentukan makna sesungguhnya dari erotika atau pornografi itu sendiri. Perdebatan erotika dimulai dari persoalan etik-emik. Makna etik erotika dan pornografi sebenarnya sama karena keduanya menyodorkan objek seks sebagai muatannya. Namun dari sini kemudian batasan-batasan emik dibuat oleh orang lain yang sedang ”menikmati” erotika dan pornografi itu sehingga merangsang fantasi seksual.

Andre Dworkin berpendapat bahwa erotika merupakan porno kelas tinggi; diproduksi secara lebih baik dan ditujukan untuk konsumsi golongan yang lebih tinggi. Sama dengan callgirl dan pelacur kaki lima. Yang satu dipandang lebih baik, tetapi keduanya menawarkan service yang sama, yaitu seks. Sedangkan eksistensi kedua-duanya disebabkan oleh sistem nilai seksual yang sama (Bungin,2001:28-29).

Erotika adalah gairah seksual yang dibangkitkan dengan adanya stimulus internal dan eksternal. Dan media elektronik adalah salah satu stimulus eksternal. Pornografi dan erotika dapat dibedakan. Istilah ’porno’ selalu dikaitkan dengan objek-objek seks yang menjijikan (merangsang nafsu), tidak sehat dan merugikan

martabat individu. Sedangkan erotika adalah mengenai objek seks yang alami, sehat, menyenangkan, dan detail serta mendekati realitas. Pada kebanyakan orang, pornografi tidak mampu merangsang nafsu birahi, karena justru pornografi menjijikan , sedangkan erotika justru secara lembut dapat membangkitkan fantasi birahi yang indah.

Pada perilaku verbal, seks yang diperbincangkan jauh dari objek seks itu sendiri secara visual. Namun, perilaku seks visual selalu menghindarkan objek-objek seks dalam bentuk-bentuk yang sebenarnya. Dan juga karena sifat visual yang lebih ’berkesan’ dari verbal, maka visualisasi seksual ini lebih banyak dipandang sebagai pelaku erotika dan porno. Film dan fotografi, umpamanya selalu menyuguhkan objek-objek manusia sebagai sasaran langsung dalam karya-karyanya dan hal ini dipandang sebagai karya yang sarat dengan makna erotika dan porno. Padahal, erotika dan pornografi yang disuguhkan melalui perilaku verbal pun banyak kita temukan dan memberi dampak yang pasti.

Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa dorongan perilaku seks tertentu berhubungan dengan pengaruh lingkungan sosial. Sehingga pendidikan seks itu penting buat perkembangan diri seseorang tersebut. Selain faktor lingkungan sosial yang disebut sebagai faktor eksternal, maka faktor internal juga sangat mempengaruhi individu dalam berperilaku seks. Hormon dapat berpengaruh besar terhadap dorongan seksual individu, terutama saat anak laki-laki dan perempuan menjadi dewasa.

Perilaku seks manusia juga berhubungan dengan perkembangan sosial dan budaya masyarakat. Pada masyarakat tradisional, sikap dan perilaku seks dimaknai sebagai sikap dan perilaku privasi yang hanya boleh ada, dilakukan,

serta diperbincangkan dalam hubungan-hubungan suami-istri. Nilai-nilai tradisional memberi bingkai yang kuat terhadap kesakralan nilai seksual ini dalam institusi perkawinan.

Dalam masyarakat yang sedang mengalami transformasi nilai dari agraris ke industri atau dari tradisional ke modern bahkan ke postmodern seperti sekarang ini. Perilaku seks secara tertutup dan terbatas dalam perkawinan dipandang sebagai nilai yang tradisional. Sejalan dengan itu pula bahwa pengenalan nilai-nilai seksual baru secara terbuka, tidak sopan (vulgar), dan bebas dianggap sebagai nilai-nilai baru dan lebih cocok pada masyarakat modern yang dicita-citakan. Sedangkan pada masyarakat postmodern, seks terbuka dan vulgar dipandang sebagai hak azasi manusia yang harus dihormati oleh orang lain tanpa mereka pertimbangkan bahwa hak mereka itu telah menggangu orang disekitarnya.

Erotika menjadi sebuah inovasi manakala perilaku tersebut menjadi sebuah gagasan atau ide, dimana ide itu mampu diangkat kepermukaan dan menembus batas norma perkawinan. Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Dengan demikian, perilaku penyimpangan bukannya sebuah tindakan semata, tetapi sebuat konsekuensi dari adanya norma dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut. Didalam masyarakat normal, perilaku seks menyimpang adalah cermin memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perkawinan dan norma seksual pada umumnya di masyarakat tersebut, serta pola-pola lain disekitar norma pengaturan perilaku seks di masyarakat. Dan dengan melemahnya struktur sosial lain seperti keluarga,

lembaga pendidikan, lembaga agama maupun lembaga sekuritas sosial dan sebagainya dalam mengontrol perilaku seks menyimpang ini, membuat masyarakat kota tanpa beban apapun dapat melalukan perilaku seks menyimpang.

Berita erotika media massa baik cetak maupun elektronik adalah media yang amat dekat dengan khalayak dan sekaligus menjadi media yang kuat pengaruhnya terhadap masyarakat. Gambaran mengenai bagaimana masyarakat memperoleh informasi erotika dari media massa menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat. informasi erotika atau mengenai seks itu bisa diperoleh dari berbagai sumber. Informasi mengenai seks dan erotika itu berdasarkan fenomena-fenomena yang ditemukan disekitar kita. Fenomena erotika itulah yang diangkat dan dijadikan sebagai sebuat berita dan gambaran seks (Bungin,2001:135) .

Informasi mengenai seks dan erotika tersebut yang diterima oleh khalayak dapat dikembangkan oleh fantasi mereka mengenai seks. Apalagi mereka yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai seks dan erotika yang banyak. Dan dari sekian banyak media massa, media massa radio dikatakan sebagai media yang cukup kuat membangkitkan fantasi erotika. Seperti dalam penelitian ini, radio memiliki kemampuan theater of mind , sehingga para pendengar radio siar akan mulai berimajinasi di dalam pikiran mereka masing-masing tentang informasi mengenai seks dan erotika yang mereka dengar. Walaupun dalam media massa radio khususnya informasi mengenai seks dan erotika terbatas,terputus-putus atau serba sedikit, namun hal itu sudah cukup dapat membangkitkan fantasi erotik karena pada umumnya berita, gambar atau informasi media massa amat

realistik. Kekuatan realistik inilah yang amat membantu seseorang untuk membangun kerangka fantasi yang serba indah.

Dokumen terkait