PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010
TESIS
OLEH :
LASMA IMELDA S. 087012010/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF LACTATING MOTHER’S ATTITUDE ABOUT EXCLUSIVE BREASTFEEDING POLICY ON BREASTFEEDING IN THE WORKING AREA OF PADANG BULAN HEALTH CENTER
ON MEDAN BARU DISTRICT MEDAN CITY IN 2010
TESIS
OLEH : LASMA IMELDA S.
087012010/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LASMA IMELDA S. 087012010/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis :
Nama Mahasiswa : Lasma Imelda S. Nomor Induk Mahasiswa : 087012010
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Erika Revida, M.S) (
Ketua Anggota
Drs. Amru Nasution, M.Kes)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Tanggal lulus : 26 April 2011
Telah diuji
Pada Tanggal : 26 April 2011
==============================================================
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Erika Revida, M.S Anggota : 1. Drs.Amru Nasution, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2011
ABSTRAK
Indonesia menargetkan cakupan ASI Eksklusif Tahun 2010 sebesar 80%. Tetapi pada kenyataannya hal itu sangat sulit untuk dicapai. Di Kota Medan cakupannya hanya sebesar 3% pada Tahun 2007 dan menurun jadi hanya 1,33% pada Tahun 2009. Kecamatan Medan Baru merupakan kecamatan dengan pencapaian ASI Eksklusif yang sangat rendah yakni 0% selama Tahun 2007-2008 dan 0,32% pada Tahun 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di Kecamatan Medan Baru. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory. Populasi penelitian adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi berusia 6-12 bulan dengan total sampel 98 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan variabel keunggulan, kesesuaian, dan kesulitan memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI (p<0,05), sedangkan variabel triabilitas dan observabilitas tidak berpengaruh terhadap pemberian ASI (p>0,05). Kesulitan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemberian ASI di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.
Disarankan kepada Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih meningkatkan upaya-upaya pemasyarakatan Kebijakan ASI Eksklusif melalui gerakan pemberdayaan masyarakat, bina suasana, advokasi dan membangun kemitraan guna meningkatkan cakupan ASI Eksklusif di Puskesmas Padang Bulan khususnya dan di Kota Medan pada umumnya.
ABSTRACT
Indonesia has targetted the coverage of Exclusive Breastfeeding in 2010 will reach 80%. Yet this target is still difficult to meet in Medan City which is only 3% in 2007 and decreased into only 1,33% in 2009. Medan Baru District was one of the district in Medan City with very low Exlcusive breastfeeding’s coverage which is only 0% during 2007-2008 and 0,32% in 2009.
This research is aimed to analyze how the attitude of lactating mother about Exclusive Breastfeeding Policy (relative advantage, compatibility, complexity, triability, and observability), influence the action of breastfeeding in Medan Baru District, Medan City. Explanatory survey was done for 98 lactating mothers with 6-12 months old baby as sample. The data were collected by interview using questioner. Data analysis using regression linear test on α=0,05.
This study showed that relative advantage, compatibility, and complexity had influence on breastfeeding (p<0,05%). Other factors (triability, and observability) had no influence on breastfeeding. The attitude of lactating mothers on complexity aspect was the most influencing variable on breastfeeding in the working area of Padang Bulan Health Center of Medan Baru District, Medan City.
The heads of both Health Center and Medan District of Health were suggested to improve the socialization of exclusive breastfeeding policy through empowering society movement, making good condition, advocation, and partnership, to gain higher coverage of exclusive breastfeeding in Padang Bulan Health Center and Medan City in general. Keywords : Attitude, Policy, Breastfeeding.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan Sembah kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala
rahmat dan penyelenggaranNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
tesis yang berjudul “Pengaruh Sikap Ibu Menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif
terhadap Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan
Baru Kota Medan Tahun 2010”.
Dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis tidak terlepas dari
bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. Erika Revida, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Amru
Nasution, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing atas kesabaran, bimbingan,
6. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Syarifah, M.S selaku Dosen Pembanding
Tesis yang sudah banyak memberikan bimbingan dan masukan.
7. dr. Erwin Effendi, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan.
8. dr. Rehulina Ginting, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Padang Bulan beserta staf
9. Suamiku tercinta Satriawan Mikhael Purba serta ananda Gaby Valenia Rosa
Purba&Christo Kinarta Purba yang senantiasa mendukung, mengasihi dan
mendoakan penulis. There’s no words can describe how much I love U all guys. You all are the best thing in my life.Thank U for being the part of my life..GBUs. 10.Ayahanda tercinta Justinus Liman Sagala (Alm) dan Ibunda tercinta Fatima
Theresia br Tanggang: mansai balga do holong dohot panghokkopmu tu au
inangku naburju. Pasu-pasu ma au inang. Panjang umur jala mauliate ma dainang.
11.Ayahanda mertua Sabar Purba dan Ibunda mertua Lidia br Pelawi (Alm).
12.Para ibu/subyek penelitian yang sudah meluangkan waktu untuk wawancara.
13.Selly Sitepu, Lina Sari Lubis, Sr. Lidwina Naibaho, Lady Rosary, Kak Afni dan
B’Sugianto Panjaitan serta semua pihak yang telah memberi semangat dan
bantuan kepada penulis selama perkuliahan ini. Tuhan memberkati kita sekalian.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan guna
menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan
diberkati oleh Tuhan Yesus, amin.
Medan, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Lasma Imelda Sagala, lahir di Berastagi pada tanggal 20 September 1974. Anak
keenam dari enam bersaudara dari Ayahanda Justinus Liman Sagala dan Ibunda Fatima
Theresia Sitanggang. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1981 di SD Negeri
040457 Berastagi. Kemudian lanjut ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1
Berastagi pada tahun 1987-1990, lalu melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas
di SMA Negeri Berastagi dan tamat tahun 1993. Tahun 1993-1997 melanjutkan
pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya
pada Tahun 2001-2002 mengikuti pendidikan Akta IV di Universitas Jambi.
Pada tahun 2000-2003 bekerja sebagai PNS di RSJ Jambi. Pada tahun 2003-2005
bekerja sebagai staf RSU Parapat Kabupaten Simalungun. Tahun 2005-2009 bekerja
sebagai staf Puskesmas Berastagi Kabupaten Karo. Tahun 2010 sampai sekarang bekerja
sebagai staf Puskesmas Medan Tuntungan Kota Medan. Penulis menikah pada tahun
2002 dengan Satriawan Mikhael Purba dan sudah dikaruniai 2 orang anak.
Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S2 di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Hipotesis ... 8
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Pengertian Sikap ... 10
2.2. Pengertian Inovasi ... 11
2.3. Karakteristik Inovasi... 12
2.4. Pengertian Kebijakan ... 14
2.5. ASI Eksklusif ... 16
2.5.1. Pengertian ASI Eksklusif ... 16
2.5.2. Manfaat ASI ... 19
2.5.2.1. Manfaat ASI untuk Bayi ... 19
2.5.2.2. Manfaat ASI Bagi Ibu ... 20
2.5.3. Bahaya Susu Formula ... 21
2.6. Kebijakan ASI Eksklusif ... 24
2.5.1. Kendala Pelaksanaan Program PP-ASI ... 27
2.7. Landasan Teori ... 28
2.8. Kerangka Konsep ... 31
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 32
3.1. Jenis Penelitian ... 32
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
3.3. Populasi dan Sampel ... 32
3.3.1. Populasi ... 32
3.3.2. Sampel ... 33
3.4.1. Data Primer ... 33
3.4.2. Data Sekunder ... 34
3.4.3. Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 34
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 35
3.5.1. Variabel Dependen ... 35
3.5.2. Variabel Independen ... 35
3.6. Metode Pengukuran ... 36
3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen ... 36
3.6.2. Pengukuran Variabel Independen ... 37
3.7. Metode Analisis Data ... 39
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41
4.1.1. Data Geografis ... 41
4.1.2. Data Jumlah Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... 42
4.1.3. Sarana Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan ... 43
4.1.4. Data Jumlah Tenaga Kerja Di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... 44
4.1.5. Sarana dan Fasilitas Puskesmas ... 45
4.2. Analisis Univariat ... 48
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 48
4.2.2. Deskripsi Sikap RespondenTerhadap Karakteristik Inovasi Kebijakan ASI Eksklusif ... 49
4.2.3. Pemberian ASI ... 50
4.3. Analisis Bivariat ... 51
4.3.1. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 52
4.3.2. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 53
4.3.3. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Kesulitan Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 53
4.3.4. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Triabilitas Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 53
4.3.5. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 54
BAB 5. PEMBAHASAN ... 57
5.1. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 57
5.2. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 60
5.3. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Kesulitan Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI... 63
5.4. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Triabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 66
5.5. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 68
5.6. Keterbatasan Penelitian ... 70
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
6.1. Kesimpulan ... 72
6.2. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
DAFTAR
No. Judul Halaman TABEL
3.1. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... .. 36
3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... .. 39
4.1. Jumlah Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Bulan Tahun 2010 ... 42
4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... . 42
4.3. Distribusi Mata Pencaharian Penduduk di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... . 43
4.4. Distribusi Sarana Kesehatan Di Wilayah Kerja Pusk.Padang Bulan ... . 44
4.5. Distribusi Tenaga Kerja Puskesmas Padang Bulan ... . 45
4.6. Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 ... 48
4.7. Distribusi Sikap Responden tentang Karakteristik Inovasi Kebijakan ASI Eksklusif (Keunggulan, Kesesuaian, Kesulitan, Triabilitas, dan Observabilitas) di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 ... 49
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pemberian ASI ... 51
4.9. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson ... 52
4.10. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Karakteristik Inovasi
DAFTAR
No. Judul Halaman GAMBAR
2.1. Paradigma Proses Keputusan Inovasi... 29
DAFTAR
No. Judul Halaman LAMPIRAN
1. Lembar Pertanyaan/Kuesioner ... 77
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 86
3. Hasil Uji Statistik ... 90
4. Distribusi Jumlah Bayi yang Diberi ASI Eksklusif di Kota Medan ... 110
5. Distribusi Sikap Responden Tentang Keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif ... 111
6. Distribusi Sikap Responden Tentang Kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif ... 112
7. Distribusi Sikap Responden Tentang Kesulitan Kebijakan ASI Eksklusif ... 113
8. Distribusi Sikap Responden Tentang Triabilitas Kebijakan ASI Eksklusif ... 114
ABSTRAK
Indonesia menargetkan cakupan ASI Eksklusif Tahun 2010 sebesar 80%. Tetapi pada kenyataannya hal itu sangat sulit untuk dicapai. Di Kota Medan cakupannya hanya sebesar 3% pada Tahun 2007 dan menurun jadi hanya 1,33% pada Tahun 2009. Kecamatan Medan Baru merupakan kecamatan dengan pencapaian ASI Eksklusif yang sangat rendah yakni 0% selama Tahun 2007-2008 dan 0,32% pada Tahun 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di Kecamatan Medan Baru. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory. Populasi penelitian adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi berusia 6-12 bulan dengan total sampel 98 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan variabel keunggulan, kesesuaian, dan kesulitan memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI (p<0,05), sedangkan variabel triabilitas dan observabilitas tidak berpengaruh terhadap pemberian ASI (p>0,05). Kesulitan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemberian ASI di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.
Disarankan kepada Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih meningkatkan upaya-upaya pemasyarakatan Kebijakan ASI Eksklusif melalui gerakan pemberdayaan masyarakat, bina suasana, advokasi dan membangun kemitraan guna meningkatkan cakupan ASI Eksklusif di Puskesmas Padang Bulan khususnya dan di Kota Medan pada umumnya.
ABSTRACT
Indonesia has targetted the coverage of Exclusive Breastfeeding in 2010 will reach 80%. Yet this target is still difficult to meet in Medan City which is only 3% in 2007 and decreased into only 1,33% in 2009. Medan Baru District was one of the district in Medan City with very low Exlcusive breastfeeding’s coverage which is only 0% during 2007-2008 and 0,32% in 2009.
This research is aimed to analyze how the attitude of lactating mother about Exclusive Breastfeeding Policy (relative advantage, compatibility, complexity, triability, and observability), influence the action of breastfeeding in Medan Baru District, Medan City. Explanatory survey was done for 98 lactating mothers with 6-12 months old baby as sample. The data were collected by interview using questioner. Data analysis using regression linear test on α=0,05.
This study showed that relative advantage, compatibility, and complexity had influence on breastfeeding (p<0,05%). Other factors (triability, and observability) had no influence on breastfeeding. The attitude of lactating mothers on complexity aspect was the most influencing variable on breastfeeding in the working area of Padang Bulan Health Center of Medan Baru District, Medan City.
The heads of both Health Center and Medan District of Health were suggested to improve the socialization of exclusive breastfeeding policy through empowering society movement, making good condition, advocation, and partnership, to gain higher coverage of exclusive breastfeeding in Padang Bulan Health Center and Medan City in general. Keywords : Attitude, Policy, Breastfeeding.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi
(AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). AKB tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, salah satunya adalah faktor gizi. Status gizi ibu pada waktu
melahirkan dan gizi bayi merupakan faktor tidak langsung maupun langsung sebagai
penyebab kematian bayi. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan gizi bayi sangat perlu
mendapat perhatian yang serius. Gizi untuk bayi yang paling sempurna adalah Air Susu
Ibu (ASI) (Notoatmodjo, 2007).
Pemberian ASI pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) sejak dini. ASI sangat bermanfaat bagi bayi karena
mengandung komposisi zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yaitu zat pembangun (protein,
mineral), zat pengatur (vitamin, mineral, protein) dan zat tenaga (karbohidrat, lemak),
mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya serta mengandung zat-zat
kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari infeksi (Sunardjo, 1997).
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menyepakati Innocenti Declaration di Italia Tahun 1992 tentang perlindungan, promosi dan dukungan terhadap penggunaan ASI. Disepakati pula pencapaian pemberian ASI Eksklusif sebesar 80%
pada tahun 2000. Depkes kemudian mencanangkan GNPP ASI (Gerakan Nasional
Declaration ini bertujuan untuk melindungi, meningkatkan, dan mendukung pemberian ASI (Amiruddin, 2008). Indonesia juga ikut dalam gerakan Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan agenda dunia internasional untuk mengurangi kesenjangan/disparitas antara negara kaya dan negara miskin dengan cara meningkatkan
derajat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Gerakan ini diluncurkan tahun 2000 dan
target waktunya adalah pada tahun 2015. Dari 8 (delapan) tujuan MDGs, 2 (dua) diantaranya menyangkut bidang kesehatan ibu dan anak yaitu pada tujuan ke-4
(mengurangi kematian balita) dan tujuan ke-5 (memperbaiki Kesehatan Ibu). Lebih dari
50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI Eksklusif merupakan
salah satu usaha untuk mendukung tercapainya kesehatan ibu dan anak yang lebih baik
sehingga AKB dapat dikurangi.
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang bayi yang optimal
baik fisik maupun mental serta kecerdasannya, maka pemberian ASI Eksklusif perlu
mendapat perhatian masyarakat khususnya ibu menyusui agar dapat terlaksana dengan
benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah menyusui secara dini dengan posisi
yang benar, teratur, dan eksklusif. Oleh karena itu, salah satu yang perlu mendapat
perhatian adalah bagaimana ibu menyusui dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya
secara eksklusif sampai 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur
2 (dua) tahun (Soetjiningsih, 1997).
Data pada Tahun 2005 menunjukkan bahwa sedikitnya 96% ibu menyusui
anaknya (BKKBN, 2005). Namun cakupan pemberian ASI yang tinggi saja tidaklah
cukup untuk mencapai ASI secara eksklusif, tetapi harus diikuti dengan pola pemberian
Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 128 ayat 1 (satu) menyatakan bahwa setiap bayi
berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak ia dilahirkan sampai ia berumur 6 (enam)
bulan, kecuali ada indikasi medis yang menyebabkan si bayi tidak dapat diberikan ASI
Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja selama 6 bulan
dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan
pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan
kebutuhan bayi.
Menkes melalui Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 menetapkan bahwa
pemberian ASI secara eksklusif diperpanjang dari yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan
(Amiruddin, 2008). Menurut hasil Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2005, pencapaian ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan hanya 4%-12% dan
daerah perdesaan 4%-25%. Pencapaian ASI yang diberikan ibu dengan kriteria usia
5-6 bulan terdapat 1%-16% di perkotaan dan perdesaan 2%-16% pencapaiannya. Salah
satu penyebab rendahnya pencapaian ASI yaitu masih rendahnya dukungan dari petugas
kesehatan dalam pemberian ASI terkait karena kurangnya motivasi dalam melaksanakan
tugas. Hal ini membutuhkan penanganan segera untuk peningkatan keberhasilan program
ASI (Depkes RI, 2005).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007
menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif hingga 7,2%.
Dengan begitu jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat
dari 16,7% pada Tahun 2002 menjadi 27,9% pada Tahun 2007. United Nations
Berdasarkan hasil penelitian UNICEF di Indonesia Tahun 2003, setelah krisis ekonomi dilaporkan bahwa hanya 14% bayi yang disusui dalam 12 jam pertama setelah
kelahiran. Kolostrum dibuang oleh kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik
bagi bayi. UNICEF juga mencatat penurunan yang tajam dalam pemberian ASI
berdasarkan tingkat umur si bayi. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 63% bayi
disusui hanya pada bulan pertama, 45% bulan kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan
keempat, 12% bulan kelima, dan hanya 6% yang bertahan hingga bulan keenam. Bahkan
lebih dari 5% dari total populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali.
Kenyataan rendahnya pemberian ASI Eksklusif oleh ibu menyusui di Indonesia
disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor internal yang meliputi rendahnya
pengetahuan serta sikap ibu tentang kesehatan secara umum dan ASI Eksklusif secara
khususnya dan faktor eksternal yang meliputi kurangnya dukungan keluarga, masyarakat,
petugas kesehatan maupun pemerintah sebagai pembuat kebijakan terhadap pemberian
ASI Eksklusif, gencarnya promosi susu formula, adanya faktor sosial budaya serta
kurangnya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak (Sulistriani, 2004)
Suradi dalam Amiruddin (2008), menyatakan bahwa pemberian ASI masih
rendah, disebabkan pelaksanaan tatalaksana pelayanan kesehatan yang salah. Beberapa
pelayanan kesehatan memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir sebelum
ibunya mampu memproduksi ASI. Hal itu menyebabkan bayi tidak terbiasa mendapatkan
ASI dari ibunya, dan akhirnya tidak mau lagi mengonsumsi ASI. Hal lain yang lebih
memengaruhi dalam pemberian ASI pada bayi adalah adanya anggapan yang salah dari
mereka tidak mandiri, bayi cepat lapar, dan pertumbuhan bayi kurang cepat. Kurangnya
dukungan dari keluarga juga merupakan faktor terhambatnya pemberian ASI.
Pemerintah telah menetapkan target cakupan pemberian ASI Eksklusif pada
Tahun 2010 untuk bayi usia 0-6 bulan sebesar 80%. Pada kenyataannya, data hasil
Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2006 menunjukkan bahwa cakupan
pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih jauh dari target, yakni hanya 21,2%.
Wilayah Sumatera Utara sendiri merupakan wilayah yang memiliki cakupan pemberian
ASI Eksklusif dengan persentase cukup rendah yakni 33,92% pada Tahun 2006,
26,39% Tahun 2008 dan 36,72% pada Tahun 2009.
Data dari Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2008-2010, menunjukkan bahwa
cakupan ASI Eksklusif di Kota Medan Tahun 2007 hanya 3%. Tahun 2008 naik menjadi
3,04%, sedangkan Tahun 2009 menurun menjadi hanya 1,33%. Dari 21 kecamatan yang
ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Polonia adalah kecamatan dengan angka cakupan
ASI Eksklusif yang termasuk yang tertinggi selama 3 (tiga) tahun berturut-turut yakni
6,04% pada Tahun 2007, Tahun 2008 naik menjadi 14,65%, sedangkan Tahun 2009
menurun lagi menjadi 8,15%. Kecamatan Medan Labuhan juga cukup tinggi angka
cakupan ASI Eksklusifnya dibandingkan kecamatan lainnya yang ada di Kota Medan
yakni 6,51% pada Tahun 2007, 19,50% Tahun 2008, sedangkan Tahun 2009 menurun
menjadi 6,60%. Kecamatan Medan Baru merupakan satu-satunya kecamatan yang
cakupan ASI Eksklusifnya 0 (nol) selama dua tahun berturut-turut (Tahun 2007-2008),
sedangkan pada tahun 2009 hanya terdapat 1 (satu) orang bayi yang mendapat ASI
Eksklusif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa untuk Kota Medan, target pemerintah
dari harapan. Untuk lebih lanjut, penyebaran jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif
di setiap kecamatan Kota Medan dapat dilihat pada lampiran 3 (halaman 110).
Puskesmas Padang Bulan merupakan satu-satunya puskesmas yang berada di
Kecamatan Medan Baru sehingga Kecamatan Medan Baru menjadi wilayah kerja
Puskesmas Padang Bulan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas
kesehatan dan beberapa orang ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan,
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi ibu sehingga tidak memberikan
ASI Eksklusif pada bayinya antara lain adalah kurangnya keyakinan ibu tentang ASI
Eksklusif termasuk keunggulan dan kesesuaian ASI Eksklusif tersebut dengan keadaan
dan kebutuhan bayi mereka karena dengan memberikan ASI membuat bayi mereka
menjadi tidak mandiri dan tidak gemuk, adanya anggapan bahwa memberikan susu
formula dapat menaikkan prestise sosial mereka, serta anggapan terdapatnya banyak kesulitan dalam memberikan ASI Eksklusif antara lain karena ibu menyusui tersebut
bekerja, atau merasa ASInya kurang baik kuantitas maupun kualitasnya. Masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan merupakan masyarakat kota dengan tingkat
ekonomi rata-rata berkecukupan. Umumnya suami dan istri dalam suatu keluarga
bekerja, sehingga waktu dan perhatian yang diberikan kepada bayinya relatif kurang,
sehingga cenderung kurang memikirkan pola pemberian ASI Eksklusif, apalagi untuk
menerapkannya kepada bayinya. Kesibukan para ibu mengakibatkan keinginan mereka
untuk memperoleh informasi akan kesehatan termasuk ASI Eksklusif masih minim. Tapi
rata-rata mereka sudah mengetahui bahwa ASI Eksklusif diberikan sampai bayi berumur
6 bulan, walau dari beberapa ibu menyusui yang diwawancarai tersebut masih ada yang
bayi berusia 4 (empat) bulan. Sebagian kecil lagi dari ibu-ibu tersebut juga masih ada
yang tidak mengetahui atau salah mengartikan program ASI Eksklusif. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa pemasyarakatan kebijakan ASI Eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Padang Bulan masih belum berhasil dan berjalan lambat. Dalam hal ini,
kebijakan ASI Eksklusif dapat dikatakan suatu inovasi, karena sebelumnya hanya
diberikan sampai bayi berusia 4 bulan. Walaupun sebenarnya Program ASI Eksklusif
6 bulan telah dicanangkan sejak Tahun 2004, tetapi tampaknya sosialisasi kebijakan ini
masih kurang sehingga penyerapan masyarakat khususnya ibu menyusui akan hal ini
berjalan sangat lamban.
Untuk memasyarakatkan suatu inovasi, perlu diketahui hal-hal yang
memengaruhi penyerapan inovasi tersebut. Cepat lambatnya penyerapan inovasi oleh
masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri sehingga tujuan penetapan
kebijakan tersebut dapat tercapai. Menurut Rogers (dalam Hanafi, 1981), ada lima
karakteristik inovasi yaitu meliputi keunggulan (relative advantage), kesesuaian (compatibility), kesulitan (complexity), kemampuan diuji cobakan/triabilitas (trialability), dan kemampuan untuk diamati/observabilitas (observability). Karakteristik dari inovasi ini berpengaruh kepada kegiatan-kegiatan persuasi yang akan dilakukan sehingga
masyarakat akan memutuskan menolak atau menerima inovasi tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk menganalisa
penyebab lambatnya inovasi ASI Eksklusif ini diterima oleh masyarakat khususnya oleh
para ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan, dengan cara meneliti
pengaruh sikap ibu menyusui tersebut tentang keunggulan, kesesuaian, kesulitan,
wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan
Tahun 2010.
1.2.Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada
pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian,
kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di wilayah kerja
Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sikap ibu menyusui
tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan
observabilitas) terhadap pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.
1.4.Hipotesis
Ada pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan,
kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di wilayah
1.5.Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan dan pengembangan berkelanjutan
bagi peneliti sejenis guna meningkatkan sosialisasi keunggulan, kesesuaian,
ketidaksulitan, triabilitas, observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif sehingga
capaian cakupan ASI Eksklusif dapat ditingkatkan.
2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Medan dan Dinas Kesehatan Kota
Medan untuk menyusun peraturan daerah yang dituangkan dalam program
pelaksana untuk lebih menggiatkan lagi usaha pemasyarakatan Kebijakan ASI
Eksklusif guna meningkatkan cakupan ASI Eksklusif khususnya di Kota Medan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sikap
Menurut Purwanto (1998), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan yang diyakini orang tersebut. Sedangkan
menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat
terlihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Jadi sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.
Sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sikap positif dan sikap negatif.
Individu yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek akan cenderung membantu,
menyenangi, dan berbuat sesuatu yang menguntungkan objek tersebut. Sebaliknya, bila
ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu objek, maka ia akan cenderung menjauhi,
menghindari, membenci, atau tidak menyukai objek tersebut (Purwanto, 1998). Festinger
dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sering kali timbul perasaan tidak nyaman
pada seseorang karena pada saat yang bersamaan orang tersebut memegang dua ide yang
saling bertentangan yang disebut dengan disonansi kognitif. Disonansi (ketidak-
seimbangan) biasanya terjadi ketika seseorang merasakan adanya inkonsistensi logis
diantara kognisinya (pengetahuan, pendapat atau keyakinannya), contohnya: pada
umumnya setiap orang setuju bahwa merokok dapat merugikan kesehatan. Tetapi pada
prakteknya, masih banyak diantara orang tersebut yang masih tetap merokok. Cara
keselarasan antara sikap dan tindakan. Keberhasilan mencapai keseimbangan (kosonansi)
ini menunjukkan adanya perubahan sikap, dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.
2.2. Pengertian Inovasi
Menurut Drucker (1996), inovasi adalah tindakan yang memberikan sumber daya
kekuatan dan kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan. Sedangkan menurut
Rogers (dalam Hanafi, 1981) inovasi adalah ide, tindakan, atau barang yang dianggap
baru oleh seseorang. Tidak menjadi soal apakah ide tersebut betul-betul baru atau tidak
jika diukur dengan selang waktu sejak digunakan atau diketemukan pertama kali.
Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang
menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
(bagi orang itu). Suatu inovasi mungkin telah diketahui oleh seseorang beberapa waktu
yang lalu, tetapi ia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya,
apakah ia menerima atau menolaknya.
Hamijoyo (dalam Sa’ud, 2008) menyatakan bahwa inovasi sering juga diartikan
sebagai segala hal yang baru atau pembaharuan. Sepintas lalu istilah inovasi hampir sama
pengertiannya dengan perubahan, namun tidak semua perubahan adalah pembaharuan
atau inovasi. Suatu perubahan dapat digolongkan pada inovasi apabila perubahan
tersebut dilakukan dengan sengaja untuk memperbaiki keadaan sebelumnya agar
menguntungkan bagi peningkatan kualitas hidup pemakainya.
Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi,
tetapi juga mencakup sikap hidup, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju proses
berarti suatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan
praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan
oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat
digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan
masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu setiap individu dan seluruh warga
masyarakat yang bersangkutan.
2.3. Karakteristik Inovasi
Secara umum “karakteristik inovasi“ dapat diartikan berdasarkan kata
“karakteristik” dan ”inovasi”. Karakteristik adalah ciri khas/watak/karakter yang dimiliki
oleh suatu hal, benda atau individu. Karakteristik inovasi bisa diartikan sebagai ciri-ciri
atau karakter yang dimiliki oleh suatu ide/gagasan atau objek baru (ilmu pengetahuan,
teknologi, maupun bidang pengembangan masyarakat).
Rogers dalam Hanafi (1981: 146-156) mengemukakan ada 5 (lima) karakteristik
inovasi yang meliputi: 1)keunggulan (relative advantage), 2) kesesuaian (compatibility), 3) kesulitan (complexity), 4) kemampuan diuji cobakan/triabilitas (trialability) dan 5) kemampuan diamati/observabilitas (observability).
a. Keunggulan adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih
unggul/bermanfaat dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini menjelaskan sejauh
mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Hal ini dapat diukur
dari beberapa segi, seperti segi ekonomi (keuntungan ekonomi,rendahnya biaya
kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan/manfaat yang
dirasakan oleh penerima, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsinya.
b. Kesesuaian adalah derajat kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai (values) yang berlaku dalam masyarakat, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan dari si
penerima/pengadopsi. Jika suatu inovasi tidak sesuai dengan nilai yang berlaku
atau norma yang diyakini oleh penerima, maka inovasi itu tidak dapat
diterima/diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat itu (compatible). Misalnya
penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang
penggunaan alat tersebut, maka tentu saja penyebaran inovasi tersebut menjadi
terhambat.
c. Kesulitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk
dipahami dan digunakan oleh penerimanya/pengadopsinya. Beberapa inovasi
tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi
dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh
pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Misalnya
masyarakat pedesaan terpencil yang tidak mengetahui tentang teori penyebaran
bibit penyakit melalui kuman, diberitahu oleh penyuluh kesehatan agar
membiasakan memasak sampai mendidih air yang akan diminum, karena air yang
tidak dimasak sempurna jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Bagi
mereka hal itu sulit untuk dipahami karena dengan mata telanjang mereka tidak
melihat kumannya dan merepotkan dalam melaksanakannya karena dari nenek
d. Triabilitas adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-cobakan dalam batas
tertentu oleh pengadopsinya. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan dalam setting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat
diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan
(mendemonstrasikan) keunggulannya misalnya penggunaan laptop yang memiliki webcamera sebagai alat berkomunikasi antar manusia yang terpisah jarak. Tetapi karena kecanggihan dan keunggulannya, pemakainya seakan berhadapan
langsung (face to face).
e. Observabilitas adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat/teramati
oleh penggunanya. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi,
semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan, kesesuaian,
kemampuan untuk diuji cobakan (triabilitas), dan kemampuan untuk diamati
(observabilitas) serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat
kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi (Plomp, 1996).
2.4 Pengertian Kebijakan
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan.
Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk
pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi
lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi,
yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata
nilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota
organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya
bersifat pemberi solusi (problem solving) dan proaktif. Berbeda dengan hukum (law) dan peraturan (regulation), kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepretatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga
diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik.
Kebijakan harus memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
Masih banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan konsepsi tentang kebijakan.
Beberapa orang menyebut policy dalam sebutan ”kebijaksanaan”, yang maknanya sangat berbeda dengan kebijakan. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh
seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal organisasi.
Contoh kebijakan adalah: (1) Undang-Undang, (2) Peraturan Pemerintah, (3) Keppres,
(4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7) Keputusan Direktur. Setiap
kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh
obyek kebijakan. Contoh di atas juga memberi pengetahuan pada kita semua bahwa
2.5. ASI Eksklusif
2.5.1. Pengertian ASI Eksklusif
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/MENKES/SK/IV/2004, ASI Eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara
eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi mulai ia lahir sampai berumur 6 bulan
tanpa tambahan pemberian cairan seperti air putih, madu, air jeruk, air teh, susu formula,
dan sebagainya atau tambahan makanan lainnya seperti pisang, biskuit, bubur susu,
bubur nasi, tim, dan sebagainya (Roesli, 2005).
ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai nilai
yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun
susu buatan seperti susu sapi atau susu kerbau (Suhardjo, 1992). ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan tanpa makanan dan atau
minuman lain selain ASI, kecuali apabila si bayi menderita sesuatu penyakit sehingga
diperlukan pemberian obat yang sebagian besar terbuat dalam kemasan sirup tetes
(drops). (Depkes, 2001).
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang
dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan yang
sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya dengan tatalaksana menyusui yang benar.
ASI sebagai bahan makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi
normal sampai usia 6 bulan dan ketika mulai diberikan makanan padat dapat diteruskan
sampai usia 2 tahun atau lebih (Soetjiningsih, 1997).
Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari
penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi. Bayi dengan ASI Esklusif
ternyata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak
diberikan ASI Eksklusif (Suharjo, 1992).
ASI juga meningkatkan daya tahan tubuh bayi, yaitu bayi yang baru lahir secara
alamiah mendapat imonoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari.
Namun, kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi
sendiri baru membuat zat kekebalan sehingga mencapai kadar protektif pada waktu
berusia sekitar 9 sampai 12 tahun. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun,
sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi
kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan tersebut akan hilang atau berkurang
apabila bayi diberi ASI, karena adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan
yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan
jamur (Soetjiningsih, 1997).
ASI meningkatkan kecerdasan, yaitu mengingat bahwa kecerdasan anak berkaitan
erat dengan otak maka jelas bahwa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan
kecerdasan adalah pertumbuhan otak. Sementara itu, faktor terpenting dalam proses
pertumbuhan termasuk pertumbuhan otak adalah nutrisi yang diberikan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas nutrisi secara langsung juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan, termasuk pertumbuhan otak. Telah disinggung sebelumya
bahwa periode tumbuh pesat otak yang pertama sangat penting karena hanya pada masa
inilah terjadi pertumbuhan otak yang terpesat. Kesempatan ini hendaknya dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya agar otak bayi dapat tumbuh optimal. Kesempatan
bahwa bila seorang bayi menderita kekurangan gizi berat pada masa pertumbuhan otak
cepat pertama maka akan terjadi pengurangan jumlah sel otak sebanyak 15-20%.
Sebenarnya alam telah membekali manusia dengan obat pencegahan gangguan gizi pada
periode ini. Obat yang dimaksud adalah formula yang ajaib yang diberikan Tuhan pada
para ibu, yaitu Air Susu Ibu (Suhardjo, 1992).
Secara keseluruhan, pemberian ASI Eksklusif mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Hanya ASI sampai umur 6 bulan.
2. Segera setelah bayi lahir, ia dilap kecuali kedua tangannya dan dipotong tali
pusarnya, bayi langsung direbahkan di dada ibunya dengan kulit bayi melekat
pada kulit ibu dan dibiarkan mencari sendiri puting susu ibunya. Kulit bayi
dibiarkan tetap bersentuhan dengan kulit ibu selama satu jam agar menyusu
sendiri (Inisiasi Menyusu Dini). Selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan,
biasanya untuk penimbangan.
3. Tidak memberikan makanan pralakteal seperti air gula atau air tajin kepada bayi
baru lahir.
4. Menyusu sesuai kebutuhan bayi (on demand).
5. Berikan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari pertama, yang bernilai gizi
tinggi) kepada bayi.
6. Cairan lain yang diperbolehkan hanya vitamin/ mineral dan obat dalam bentuk
2.5.2. Manfaat ASI
Ada berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari pemberian ASI, yaitu ASI dapat
bermanfaat bagi bayi, perkembangan kesehatan ibu, sosial ekonomi, lingkungan keluarga
dan masyarakat.
2.5.2.1. Manfaat ASI untuk Bayi
Hasil penelitian terhadap 300 bayi prematur membuktikan bahwa bayi prematur
yang diberi ASI Eksklusif mempunyai IQ yang lebih tinggi secara bermakna (8,3 poin
lebih tinggi) dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI Eksklusif. Selain itu juga
ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI Eksklusif, ketika berusia 9,5 tahun mempunyai
IQ 12,9 poin lebih tinggi dibandingkan anak yang ketika bayi tidak diberi ASI Eksklusif
(Roesli, 2008).
ASI mengandung zat protektif seperti lactobacillus protektus yang berfungsi mengubah asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan
bersifat asam, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti shigella, jamur serta E.Coli yang sering mengakibatkan diare. Selain itu di dalam ASI terdapat laktoferin yang berfungsi dalam menghambat pertumbuhan kandida. Manfaat lain
pemberian ASI bagi bayi : (1) sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua
kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan, (2) meningkatkan daya tahan tubuh
karena mengandung berbagai zat antibodi/kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit.
ASI juga akan mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga, dan infeksi saluran
pernapasan, (3) melindungi anak dari serangan alergi, (4) mengandung asam lemak yang
diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI Eksklusif potensial lebih pandai,
rahang yang bagus, (7) mengurangi risiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada
anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung, (8) menunjang
perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif akan lebih cepat bisa jalan, dan
(9) menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual
dan hubungan sosial yang baik (Soetjiningsih, 1997).
2.5.2.2. Manfaat ASI Bagi Ibu
Selain memberi keuntungan bagi bayi, menyusui secara eksklusif dapat
memberikan keuntungan pada ibu. Menurut Roesli (2008), ada beberapa manfaat bagi
ibu yang menyusui secara eksklusif yaitu:
a. Mengurangi pendarahan setelah melahirkan. Apabila bayi disusui setelah
dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah melahirkan (post
partum) akan berkurang. Pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin
yang berguna juga untuk konstriksi/ penutupan pembuluh darah sehingga akan
lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kejadian anemia dan angka
kematian ibu yang melahirkan.
b. Menunda haid dan kehamilan. Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman,
murah dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI Eksklusif dan belum haid,
98% tidak akan hamil pada enam bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak
akan hamil sampai bayi berusia dua belas bulan.
c. Mengecilkan rahim dan lebih cepat langsing. Kadar oksitosin ibu menyusui yang
meningkat akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses
pengecilan ini akan lebih cepat dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui. Oleh
yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui
secara eksklusif akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil.
d. Mengurangi kemungkinan menderita kanker. Pada ibu yang memberikan ASI
Eksklusif, umumnya kemungkinan menderita kanker payudara dan indung telur
berkurang. Pada umunya bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui sampai
berumur 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan
berkurang sampai sekitar 25%.
e. Tidak merepotkan dan hemat waktu. ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa
harus menyiapkan atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol dan tanpa
menunggu agar susu tidak terlalu panas.
f. Memberi kepuasan bagi ibu ; Ibu yang berhasil memberikan ASI Eksklusif akan
merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (ikatan
batin/emosional dengan bayinya).
2.5.3. Bahaya susu formula
Berbagai dampak negatif yang terjadi pada bayi akibat dari pemberian susu
formula, antara lain :
1) Pencemaran
Susu buatan sering tercemar bakteri, terutama bila ibu menggunakan botol dan
tidak merebusnya setiap selesai memberi minum. Bakteri tumbuh sangat cepat
2) Infeksi
Susu formula tidak mengandung antibodi untuk melindungi tubuh bayi terhadap
infeksi. Bayi yang diberi susu formula lebih sering sakit diare dan infeksi saluran
nafas.
3) Pemborosan
Ibu dari kelompok ekonomi rendah mungkin tidak mampu membeli cukup susu
formula untuk bayinya. Mereka mungkin memberi dalam jumlah lebih sedikit dan
mungkin menaruh sedikit susu atau bubuk susu kedalam botol, sebagai akibatnya
bayi yang diberi susu formula sering kelaparan dan akhirnya dapat menyebabkan
kurangnya gizi pada bayi.
4) Kekurangan Vitamin
Susu formula tidak mengandung vitamin yang cukup untuk bayi. ASI
mengandung lebih banyak vitamin C dan vitamin D.
5) Kekurangan Zat Besi
Zat besi dari susu formula tidak diserap sempurna seperti zat besi dari ASI. Bayi
yang diberi minuman buatan seperti susu formula dapat terkena anemia karena
kekurangan zat besi.
6) Lemak Yang Tidak Cocok
Susu formula yang terbuat dari susu sapi mengandung banyak asam lemak jenuh
dibandingkan ASI. Untuk pertumbuhan bayi yang sehat di perlukan asam lemak
esensial dan asam linoleat yang cukup, dan mungkin juga tidak mengandung
(obesitas) pada bayi, dan sebagian susu formula tidak banyak mengandung energi
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan bayi.
7) Protein Yang Tidak Cocok
Susu formula mengandung terlalu banyak kasein yang merupakan campuran
asam amino yang tidak cocok dan sulit dikeluarkan atau dicerna oleh ginjal bayi
yang belum sempurna. Petugas kesehatan sering menganjurkan kepada ibu-ibu
untuk mengencerkan susu formula dengan air untuk mengurangi protein total.
Tetapi susu yang diencerkan tidak mengandung asam amino esensial yang cukup
yang diperlukan bagi pertumbuhan otak bayi.
8) Tidak Bisa Dicerna
Susu formula Iebih sulit dicema karena tidak mengandung enzim lipase untuk
mencema lemak. Karena susu formula lambat dicerna maka Iebih lama untuk
mengisi lambung bayi dari pada ASI, akibatnya bayi tidak cepat lapar. Bayi yang
diberi susu formula bisa dapat menderita sembelit, yaitu tinja menjadi lebih keras
dan tebal.
9) Alergi
Bayi yang diberi susu formula terlalu dini kemungkinan menderita lebih banyak
masalah alergi, misalnya asma. Penggunaan susu formula yang tidak tepat dapat
menimbulkan bahaya.
Menurut Nursalam (2005), ada 3 (tiga) macam bahaya yang ditimbulkan akibat
(1) Infeksi : dapat menyebabkan bayi menderita diare. Bayi dengan susu formula,
4 (empat) kali Iebih banyak terkena diare dibandingkan dengan yang diberi ASI.
Infeksi umumnya disebabkan karena bakteri.
(2) Oral moniliasis : bayi yang mengkonsumsi susu formula, 6 (enam) kali lebih banyak
terkena moniliasis pada mulut bayi.
(3) Marasmus gizi : suatu keadaan gizi buruk yang disebabkan kekurangan kalori dan
protein. Pengenceran susu dengan air yang melebihi ketentuan bukan saja
menurunkan kadar kalori tetapi juga kadar protein, sehingga kebutuhan bayi akan
kedua zat gizi utama tersebut tidak terpenuhi.
2.6. Kebijakan ASI Eksklusif
Kebijakan-kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI Eksklusif :
1. Inpres No.14/1975: Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa
salah satu program dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes No.240/1985: Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan
kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut
setara atau lebih baik mutunya daripada ASI.
3. Permenkes No.76/1975: Mengharuskan produsen susu kental manis untuk
mencantumkan pada label produknya bahwa susu ini tidak cocok untuk bayi, dengan
warna tulisan merah dan cukup mencolok.
4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana
5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan
menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.
7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas
tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional
9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit,
rumah bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.
Untuk meningkatkan pemberian ASI, pemerintah mengeluarkan Program
Peningkatan Pemberian ASI PP-ASI (Stranas, 2001). Terdapat 7 (tujuh) Pokok Program
Strategi Nasional PP-ASI untuk sektor terkait (Pemerintah, Swasta, LSM) yaitu:
(1). Kebijakan dan legislasi; (2). Pendidikan dan Pelatihan; (3). Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE); (4). Pelayanan Kesehatan; (5).Pengembangan pelayanan sosial bagi
tenaga kerja wanita (Nakerwan); (6). Partisipasi masyarakat; (7). Riset.
Program PP-ASI tersebut diterapkan kepada masyarakat meliputi advokasi dan
sosialisasi pengambilan keputusan (swasta, LSM, organisasi profesi), pendidikan dan
pelatihan meningkatkan kemampuan petugas dan tempat pelayanan kesehatan,
tempat-tempat umum, tempat-tempat kerja dalam pelayanan ASI, komunikasi, selain itu termasuk juga
informasi dan edukasi (KIE) dengan mengembangkan bahan KIE, penyebarluasan KIE
baik secara berkelompok, perorangan, maupun melalui media massa, pelayanan
kesehatan dengan cara meningkatkan peranan petugas dan sarana pelayanan kesehatan
dalam PP-ASI (revitalisasi RS Sayang Bayi), meningkatkan fasilitas PP-ASI di
ASI antara pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi dan media, memperkuat sistem
penerapan legislasi di bidang pangan dan kesehatan khususnya tentang PP-ASI serta
melakukan riset terapan di bidang PP-ASI (Stranas, 2001).
Untuk mendukung Program PP-ASI, pemerintah juga telah menetapkan
10 (sepuluh) Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM). Program ini
merupakan program yang diadaptasi dari program yang dicanangkan oleh WHO pada tahun 1989 di Jenewa, mengenai usaha melindungi dan mempromosikan serta
mendukung program mensukseskan menyusui (WHO, 1989 dalam Biancuzzo, 2000).
Kesepuluh langkah tersebut yaitu: (1). Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui,
(2). Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan, (3). Menjelaskan
kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya melalui unit
rawat jalan kebidanan dengan memberikan penyuluhan: manfaat ASI dan rawat gabung,
perawatan payudara, makanan ibu hamil, KB, senam hamil dan senam payudara,
(4). Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat narkose umum, bayi
disusui setelah ibu sadar, (5). Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui
dan cara mempertahankannya, melalui penyuluhan yang dilakukan di ruang perawatan,
(6). Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru
lahir, (7). Melaksanakan rawat gabung yang merupakan tanggung jawab bersama antara
dokter, bidan, perawat dan ibu, (8). Memberikan ASI kepada bayi tanpa dijadual,
(9). Tidak memberikan dot atau kompeng, (10). Membentuk dan membantu
pengembangan kelompok pendukung ibu menyusui, seperti adanya pojok laktasi yang
menyusui sampai anak berusia 2 tahun, dan demonstrasi perawatan bayi serta payudara
ibu. Pelaksanaan dan pengembangan program tersebut didukung oleh berbagai program
antara lain program peningkatan status gizi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil,
revitalisasi UPGK dan posyandu serta memantapkan program pemberdayaan perempuan.
2.6.1. Kendala Pelaksanaan Program PP- ASI :
Berbagai kendala yang dihadapi dalam PP-ASI yang menghambat pemberian ASI
adalah : (a). Perilaku menyusui yang kurang mendukung misalnya membuang kolostrum
karena dianggap tidak bersih dan kotor, (b). Pemberian makanan/ minuman sebelum ASI
keluar; (c). Kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI cukup untuk bayinya; (d). Ibu
kembali bekerja setelah cuti bersalin, yang menyebabkan penggunaan susu botol/susu
formula secara dini,sehingga menggeser/ menggantikan kedudukan ASI. (e). Gencarnya
promosi susu formula, baik melalui petugas kesehatan maupun melalui media massa,
bahkan dewasa ini secara langsung kepada ibu-ibu, (f). Sikap petugas kesehatan yang
kurang mendukung tercapainya keberhasilan PP-ASI, (g). Lemahnya perencanaan
terpadu dalam program PP-ASI, (h). Kurangnya intensitas dan kontinuitas dari kegiatan
PP-ASI di tingkat pelayanan maupun di masyarakat, (i). Lemahnya penerapan sanksi
terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan yang terkait dengan PP-ASI,
(j). Masalah yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan karena tidak stabilnya situasi
politik dewasa ini (sering terjadi perubahan dalam instansi pemerintah), yang
berpengaruh negatif terhadap program, yang pada akhirnya menghambat kelancaran
kegiatan PP-ASI, (k). Pelaksanaan program Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) masih
2.6. Landasan Teori
Menurut Rogers (dalam Hanafi, 1987), munculnya inovasi dapat melalui
beberapa tahap, yaitu (a) timbulnya suatu masalah yang memerlukan adanya suatu
inovasi, (b) dilakukan penelitian-penelitian dasar maupun terapan yang ditujukan untuk
menciptakan inovasi, (c) tahap pengembangan inovasi, (d) tahap komersialisasi inovasi,
(e) tahap adopsi inovasi, dan (f) munculnya dampak atau akibat dari adopsi inovasi. Jadi
suatu inovasi selalu memerlukan tahap-tahap yang tidak selalu sederhana untuk dapat
diketahui dampak atau akibat keberadaanya. Untuk mengatahui sejauh mana kelebihan
dan kekurangan suatu inovasi, digunakan seperangkat kriteria yang juga bermanfaat
untuk mengidentifikasi sejauh mana tingkat kecepatan adopsinya (karakteristik inovasi).
Proses pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi dapat dilihat pada bagan
Gambar 2.1. Paradigma Proses Keputusan Inovasi (Rogers, 1983).
Model paradigma proses pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi melalui
4 (empat) tahap yakni :
1. Tahap pertama yaitu pengenalan. Pada tahap ini seseorang mengetahui adanya
inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu
berfungsi. Pada tahap ini jarang sekali seseorang membuka diri terhadap
pesan-pesan inovasi jika merasa belum membutuhkan inovasi tersebut. Jika pesan-pesan
inovasi disodorkan, pengaruh penyodoran itu akan sangat kecil jika inovasi belum Variabel Penerima :
1.Sifat-sifat pribadi (a.l. sikap umum terhadap perubahan)
2.Sifat-sifat sosial (a.l. kekosmopolitan)
3.Kebutuhan nyata terhadap inovsi
4.Dan sebagainya
Sistem Sosial : 1.Norma-norma sistem 2.Toleransi terhadap penyimpangan 3.Kesatuan komunikasi Pengenalan I Persuasi II Keputusan III Konfirmasi IV Adopsi Terus Mengadopsi Diskontinuasi : 1. Ganti yang baru 2. Kecewa
selaras dengan kebutuhan, sikap dan atau kepercayaan penerima inovasi (selective perception). Selective perception ini bertindak sebagai kunci jendela hati terhadap pesan-pesan inovasi karena ide-ide tersebut masih baru.
2. Tahap kedua yaitu persuasi. Pada tahap ini, si penerima informasi tentang inovasi
membentuk sikap berkenan/menerima atau tidak berkenan/menolak inovasi
tersebut. Pada tahap ini seseorang terlibat secara psikologis dengan inovasi itu.
Dia dengan giat akan mencari keterangan mengenai ide baru tersebut.
Kepribadiannya begitu pula norma-norma dalam sistem sosialnya mempengaruhi
dimana dia harus mencari informasi, pesan apa saja yang tidak terima dan
bagaimana menafsir keterangan yang diperoleh. Selective perception penting dalam menentukan sikap. Pada tahap persuasi inilah persepsi umum terhadap
inovasi dibentuk. Karakteristik inovasi memegang peranan sangat
penting/menjadi bahan pertimbangan bagi si penerima dalam mengambil
keputusan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.
3. Tahap ketiga yaitu tahap pengambilan keputusan. Pada tahap ini seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan keputusan untuk
menerima atau menolak inovasi itu. Keputusan ini meliputi pertimbangan lebih
lanjut apakah inovasi dicoba atau tidak. Percobaan dalam skala kecil seringkali
menjadi bagian dari keputusan untuk menerima dan yang paling penting adalah
jalan untuk mengurangi risiko.
4. Tahap keempat yaitu konfirmasi. Pada tahap ini seseorang mencari
penguat/peneguh bagi kepusan inovasi yang telah dibuat sebelumnya. Pada tahap
bertentangan dengan inovasi. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada
keputusan untuk menerima atau menolak inovasi selama jangka waktu yang tidak
terbatas.
[image:50.612.152.526.212.366.2]2.7.Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Pemberian ASI Sikap Ibu Menyusui tentang Kebijakan ASI
Eksklusif :
- Keunggulan (Relative Advantages) - Kesesuaian (Compatibility) - Kesulitan (Complexity) - Triabilitas (Triability)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan menggunakan
pendekatan explanatory research yaitu suatu penelitian yang menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa, yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh sikap ibu menyusui tentang keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan
observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap pemberian ASI di wilayah kerja
Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan
Baru Kota Medan, dengan pertimbangan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan ini pada Tahun 2007-2008 tidak ada sama sekali
dan pada Tahun 2009 hanya terdapat 1 (satu) orang bayi yang diberi ASI Ekslusif. Waktu
penelitian adalah pada Bulan Desember 2010-Januari 2011.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi usia
6 bulan-12 bulan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan
dengan usia bayi 6 bulan-12 bulan adalah untuk menilai apakah ibu tersebut memberikan
ASI saja sampai bayi berada pada tahap umur tertentu ( 0,1,2,3,4,5 atau 6 bulan), agar
tidak terlalu lama recall ibu sewaktu bayinya berusia 6 bulan. 3.3.2 Sampel
Menurut Arikunto (2001), “Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipandang
representatif terhadap populasi yang diteliti”. Pada prinsipnya semakin besar
sampel-sampel yang diambil akan semakin baik. Arikunto (2001) menyatakan bahwa, ”untuk
sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Selanjutnya jika jumlah
subyeknya besar dapat diambil 10%-15% atau 20%-25%.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil total sampling dengan kriteria eksklusif yakni seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi usia 6 bulan-12 bulan yang memenuhi
syarat kesehatan dalam memberikan ASI kepada bayinya (ibu menyusui yang tidak
berpenyakit HIV, sedang menjalani sitotoksik kemoterapi atau terapi berbahaya lainnya
seperti terapi radioaktif) yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru Kota Medan pada Bulan November 2010 yakni sejumlah
98 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari dokumen atau catatan Puskesmas Padang Bulan dan
Dinas Kesehatan Kota Medan.
3.4.3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas alat ukur adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevaliditasannya atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari
variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas instrumen penelitian yang digunakan
adalah validitas konstruk dengan mengetahui nilai total setiap item pada analisis reliabilitas yang tercantum pada nilai correlation corrected item. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung
(r–hitung) lebih besar dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi
95% (Riduwan, 2005).
Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat ba