KAJIAN KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DARI MATERIAL
KOMPOSIT SERAT GERGAJIAN BATANG SAWIT DAN
GYPSUM SEBAGAI MATERIAL PENYERAP SUARA
MENGGUNAKAN METODE
IMPEDANCE TUBE
TESIS
Oleh :
KHAIRUL SUHADA 077015005 / MTM
PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DARI MATERIAL
KOMPOSIT SERAT GERGAJIAN BATANG SAWIT DAN
GYPSUM SEBAGAI MATERIAL PENYERAP SUARA
MENGGUNAKAN METODE
IMPEDANCE TUBE
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Pada Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh :
KHAIRUL SUHADA 077015005 / MTM
PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
T E S I S
BERJUDUL
KAJIAN KOEFISIEN ABSORPSI MATERIAL KOMPOSIT SERAT GERGAJIAN BATANG SAWIT DAN GYPSUM SEBAGAI
MATERIAL PENYERAP SUARA MENGGUNAKAN METODE IMPEDANCE TUBE
Telah Diseminarkan Dan Diuji Di Depan Komisi Pembimbing Dan Tim Penguji Fakultas Teknik USU Untuk Memperoleh Gelar Magister Nteknik
Pada tanggal 24 Juli 2010
...
Khairul Suhada
Kandidat
Tim Penguji,
...
Dr_Ing. Ikhwansyah Isranuri
Pembimbing Utama/Ketua Penguji
...
Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME
Judul Tesis : KAJIAN KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DARI MATERIAL KOMPOSIT SERAT GERGAJIAN BATANG SAWIT DAN GYPSUM SEBAGAI
MATERIAL PENYERAP SUARA
MENGGUNAKAN METODE IMPEDANCE
TUBE
Nama Mahasiswa : Khairul Suhada
Nomor Pokok : 077015005
Program Studi : Magister Teknik Mesin
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr_Ing. Ikhwansyah Isranuri
Ketua
Prof. Basuki Wirjo Sentono, Ms, Ph.D Dr. Nasruddin MN, M,Eng.Sc
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME
ABSTRAK
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dasar mengenai koefisien absorbsi bunyi material akustik yang dibuat dengan bahan dasar serat gergajian batang sawit dengan Gypsum. Variabel dalam penelitian ini adalah perubahan komposisi material serat gergajian batang sawit dan Gypsum. Pembuatan sampel diawali dengan penggergajian batang sawit yang menghasilkan serat batang sawit, pengeringan, pencampuran dengan air dan Gypsum, pencetakan dan pengeringan. Pembuatan sampel berbentuk silindris dengan dimeter 50,8 mm untuk kemudian benda uji diuji karakteristik akustiknya dengan menggunakan metode
impedance tube. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai Koefisien absorpsi yang paling tinggi pada Variasi serat gergajian batang sawit adalah pada campuran 0,4:1 pada frekuensi 4000 Hz dengan ketebalan 3 cm yaitu 0,408. Nilai Koefisien absorpsi yang paling rendah pada Variasi serat gergajian batang sawit adalah pada campuran 0,1:1 pada frekuensi 250 Hz dengan ketebalan 3 cm yaitu 0,115.Nilai Koefisien absorpsi yang paling tinggi pada Variasi Gypsum adalah pada pada campuran 0,2:1,25 pada frekuensi 150 Hz dengan ketebalan 2 cm yaitu 0,223. Nilai Koefisien absorpsi yang paling rendah pada Variasi Gypsum adalah pada pada campuran 0,2:2 pada frekuensi 4000 Hz dengan ketebalan 2 cm yaitu 0,055. Penyerapan suara semakin melemah pada frekuensi rendah yaitu dari frekuensi 150 Hz sampai 250 Hz dan semakin menguat pada frekuensi tinggi yaitu dari frekuensi 250 Hz sampai 4000 Hz pada variasi serat gergajian batang sawit dan penyerapan suara melemah dari frekuensi rendah 150 Hz dan semakin melemah pada frekuensi 4000 Hz pada variasi Gypsum.
ABSTRACT
The primary aim of this research is for knowing the basic characteristic about sound coefficient absorbtion of acoustic material which is made based on fiber stem palm with Gypsum. The variable in this research is the composition change of fiber stem palm and gypsum. Sample manufacture is started with sawing the stem palm that produced fiber stem palm, drying, mixing with water and gypsum, casting and drying. Sample manufacture have to shape cylinders with diameter 50.08 mm and then specimen is tested the it’s characteristic of absorbtion by Impedance Tube method. From this research that have been done could be conclusion that biggest coefficient absorbtion value was on sawing fiber stem palm variation on composition ratio 0.4:1 on frequency 4000 Hz namely 0.408. Lowest coefficient absorbtion value was on sawing fiber stem palm variation on composition ratio 0.1:1 on frequency 250 Hz with 3 cm thickness namely 0.115. Biggest coefficient absorbtion value was on Gypsum variation on composition ratio 0.2:1.25 on frequency 150 Hz with 2 cm thickness namely 0.223. Lowest coefficient absorbtion value was on Gypsum variation on composition ratio 0.2:2 on frequency 4000 Hz with 2 cm thickness namely 0.055. Sound absorbtion more and more lower on low frequency namely from 150 Hz until 250 Hz and more and more higher on high frequency namely from 250 Hz until 4000 Hz on sawing fiber stem palm variation on the contrary the absorbtion of sound strength on lower on low frequency namely from 150 Hz until 4000 Hz.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirohmaanirrohiim.
Segala Puji hanya kepada Allah SWT yang Maha Perkasa dan Bijaksana,
Penguasa Langit dan bumi serta apa-apa yang ada diantaranya, yang telah
memberikan Taufik kepada Hamba yang banyak dosa dan doif ini dalam
meyelesaikan tugas Thesis. Sholawat dan Salam kepada Dzainal Ambiya Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing Kita untuk memahami Kebesaran Allah
Ta’ala. Keberkahan dan keampunan mudah-mudahan terlimpah kepada seluruh
Guru-guru Saya khususnya di lingkungan Magister Teknik Mesin Universitas Sumatera
Utara.
Penulis sangat berharap Thesis ini yang berjudul “Kajian Koefisien
Absorpsi Material Komposit Serat Gergajian Batang Sawit Dan Gypsum
Sebagai Material Penyerap Suara Menggunakan Metode Impedance Tube”
menjadi suatu keberkahan dalam mengatasi limbah batang sawit dan menambah
keilmuan di bidang Akustik.
Di lembaran kertas ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berjasa besar dalam penyelessaian Thesis
ini, yaitu khususnya kepada kedua Orang Tua Penulis tercinta yang selalu
memberikan semangat untuk menuntut ilmu yang setinggi-tingginya. Tidak lupa pula
ucapan terimakasih saya yang sebanyak-banyaknya kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
sekaligus Dosen di bangku kuliah yang telah banyak memotivasi dan memperbaiki
mutu saya dalam hal dunia dan akhirat. Kepada Bapak Dr.-Ing. Ikswansyah Isranuri
sebagai Ketua Teknik Mesin sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
ide Thesis ini dan membimbing saya dalam hal Noise dan Vibration. Kepada Bapak
Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing II.yang telah
banyak memberikan masukkan dalam hal material komposit semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan beliau dengan keberkahan ilmu. Kepada Bapak DR.
Nasruddin MN, M,Eng.Sc sebagai Dosen Pembimbing III yang telah banyak
membimbing saya dalam hal penurunan rumus, semoga Allah SWT memberkahi
hidup beliau. Kepada seluruh Dosen Magister Teknik Mesin USU dan seluruh
Pegawai Magister Teknik Mesin serta seluruh sahabat-sahabat Mahasiswa Magister
Teknik Mesin khususnya stambuk 2007 semoga Allah membalas kebaikan atas segala
kebaikan dan pertolongan yang telah diberikan kepada saya.
Saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat Penulis harapkan
Penulis harapkan dapat perperan dalam hal menyempurnakan Thesis ini.
Medan, 04 September 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR...iii
RIWAYAT HIDUP...v
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL...ix
DAFTAR GAMBAR...xi
DAFTAR ISTILAH ... xvi
i BAB 1 PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2. Road Map Penelitian ...4
1.3. Perumusan Masalah ...6
1.4. Tujuan Penelitian ...7
1.5. Manfaat Penelitian ...8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...9
2.1. Material akustik...9
2. 2. Bunyi dan Kebisingan ...9
2.2.1.Pengaruh Kebisingan ...10
2.2.2. Teknik Pengendalian Kebisingan ...11
2.3. Frekuensi ...13
2.4. Periode ...14
2.5. Gerak Gelombang Bunyi ...15
2.6. Kecepatan Gelombang Bunyi ...16
2.8. Absorpsivitas Bunyi dan Refleksitas Bunyi...20
2.9. Metode Tabung Impedance...21
2.10. Penyerapan Dan Pemantulan Akustik...27
2.11. Gypsum ...29
2.11.1. Papan Gypsum ...30
2.12. Kelapa Sawit ...32
BAB 3 METODE PENELITIAN...33
3.1. Tempat dan Waktu ...33
3.2. Bahan ...34
3..3. Alat-alat Pembuatan Spesimen ...35
3. 4. Alat-alat Pengujian...37
3. 5. Metode Pembuatan Spesimen ...39
3.6. Variabel Penelitian ...39
3. 7. Set-Up Alat Uji Kemampuan Serap BunyiImpedence Tube ....40
3.8. Pelaksanaan Penelitian ...41
3.9. Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data ...42
3.9.1. Contoh Aplikasi Pengukuran...43
3.10. Perencanaan Pengujian...46
3.11. Validasi Alat ...46
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN...48
4.1. Hasil Pengujian Variasi serat ...48
4.1.1. Campuran 0,1;1 dengan ketebalan 1 cm ...48
4.1.2. Campuran 0,1;1 dengan ketebalan 2 cm ...56
4.1.3. Campuran 0,1;1 dengan ketebalan 3 cm ...63
4.1.4. Campuran 0,2;1 ...71
4.1.5. Campuran 0,3;1 ...73
4.2. Hasil Pengujian Variasi Gypsum ...77
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...81
5.1. Kesimpulan ...81
5.2 Saran...82
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1.1. Koefisien absorpsi gypsum ...6
2. Tabel 2.1. Toefisien penyerapan bunyi dari material akustik ...9
3. Tabel 2.2. Tingkat kebisingan rata-rata diukur pada beberapa jarak. ...10
4. Tabel 2.3. Tingkat kebisingan yang dizinkan oleh Walsh-Healey Public Contracts...11
5. Tabel 2.4. Batasan dari frekuensi...14
6. Tabel 2.5. Kecepatan gelombang suara...17
7. Tabel 2.6. Koefisien absorpsi dari material akustik...29
8. Tabel 2.7. Komposisi kimia gypsum ...30
9. Tabel 2.8. Koefisien absorpsi gypsum ...31
10.Tabel 2.9. Kuat tekan papan gypsum ...31
11.Tabel 2.10. Kuat impak papan gypsum...31
12.Tabel2.11. Karakteristik detail sifat fisik dan mekanis batang kelapa sawit ....32
13.Tabel 3.1. Kegiatan dan instansi pendukung penelitian...33
14.Tabel 3.2. Perbandingan campuran bahan specimen dengan memvariasikan serat batang sawit...39
15.Tabel 3.3. Perbandingan campuran bahan specimen dengan memvariasikan gypsum. ...40
16.Tabel 3.4. Parameter pengujian...46
17.Tabel 3.5. Koefisien absorpsi papan gypsum tebal 13 mm referensi ...46
18.Tabel 3.6. Koefisien absorpsi papan gypsum tebal 13 mm pengujian pengukuran FMIPA USU...47
15.Tabel 3.7. Galat koefisien absorpsi (α) ...47
16.Tabel 4.1. Koefisien absorpsi variasi serat batang sawit jenis campuran 0,1:1 dengan ketebalan 1 cm ...56
17.Tabel 4.2. Koefisien absorpsi variasi serat batang sawit jenis campuran 0,1:1 ketebalan 2 cm ...62
19.Tabel 4.4. Koefisien absorpsi variasi serat batang sawit jenis campuran
0,1:1 ketebalan 1, 2 dan 3 cm ...71
20. Tabel 4.5. Koefisien absorpsi variasi serat batang sawit jenis campuran
0,2:1 ketebalan 1, 2 dan 3 cm ...73
21. Tabel 4.6. Koefisien absorpsi variasi serat batang sawit jenis campuran
0,3:1 ketebalan 1, 2 dan 3 cm ...75
23. Tabel 4.8. Koefisien absorpsi variasi gypsum jenis campuran 0,2:1,25 dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1.1. Pohon kelapa sawit...1
2. Gambar 1.2. Panel akustik tipe sh 0011 - absorption panel / plain...3
3. Gambar 1.3. (a) glass wall (b) selencer knalpot dengan peredam glass wall ...3
4. Gambar 1.4. Skematik roadmap penelitian ...4
5. Gambar 1.5. Limbah batang kelapa sawit...7
6. Gambar 2.1. Gelombang transversal...15
7. Gambar 2.2. Gelombang longitudinal...15
8. Gambar 2.3. Intensitas bunyi ...18
9. Gambar 2.4. Analogi thermometer...19
10.Gambar 2.5. Tabung impedansi (resonator) ...21
11.Gambar 2.6. Dua gelombang yang merambat dengan arah berlawanan...23
12.Gambar 2.7. Ilustrasi Pengukuran gelombang ...25
13.Gambar 2.8. Pemantulan dan penyerapan bunyi pada suatu muka dataran dari dua media akustik ...28
14.Gambar 3.1. Gergajian batang sawit (serat bercampur serbuk) ...34
15.Gambar 3.2. Gypsum ...35
16.Gambar 3.3. Gergaji mesin ...35
17.Gambar 3.4. Timbangan...36
18.Gambar 3.5. Impedance tube ...37
19.Gambar 3.6. Osciloscop ...37
20.Gambar 3.7. Power amplifire ...37
21.Gambar 3.8. Sound generator ...38
22.Gambar 3.9. Condensor microphone ...38
23.Gambar 3.10. Speaker ...38
24.Gambar 3.11. Spesimen siap uji...39
26.Gambar 3.13. Diagram alir penelitian...43
27.Gambar 3.14. Pengukuran gelombang reflection (pantul) ...42
28.Gambar 3.15. Posisi microphone 35 cm ...43
29.Gambar 3.16. Posisi microphone 30 cm ...44
30.Gambar 3.17. Posisi microphone 25 cm ...44
31.Gambar 3.18. Posisi microphone 20 cm ...45
32.Gambar 4.1. (a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 150 Hz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...48
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 150 Hz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...49
33.Gambar 4.2. Standing wave ratio (SWR) ...50
34.Gambar 4.3. (a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 250 Hz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...51
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 250 Hz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...51
29. Gambar 4.4... (a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 500 Hz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...52
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 500 Hz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...52
30. Gambar 4.5. (a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 1 KHz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...53
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 1 KHz pada osciloscope dengan ketebalan 1 cm ...53
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 2 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 1 cm ...54
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 2 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 1 cm ...54
32. Gambar 4.7.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 4 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 1 cm ...55
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 4 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 1 cm ...55
33. Gambar 4.8.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 150 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...56
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 150 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...56
34. Gambar 4.9.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 250 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...57
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 250 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...57
35. Gambar 4.10.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 500 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...58
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 500 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...58
36. Gambar 4.11.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 1 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...59
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 1 KHz pada osciloscope
37. Gambar 4.12.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 2 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...60
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 2 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...60
38. Gambar 4.13.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 4 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 2 cm ...61
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 4 KHz pada osciloscoe
dengan ketebalan 2 cm ...61
39. Gambar 4.14.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 150 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...63
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 150 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...63
40. Gambar 4.15.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 250 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...64
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 250 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...64
41. Gambar 4.16.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 500 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...65
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 500 Hz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...65
42. Gambar 4.17.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 1 KHz pada osciloscope
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 1 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...66
43. Gambar 4.18.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 2 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...67
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 2 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...67
44. Gambar 4.19.
(a) Pengukuran tegangan maksimum pada frekuensi 4 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...68
(b) Pengukuran tegangan minimum pada frekuensi 4 KHz pada osciloscope
dengan ketebalan 3 cm ...68
45. Gambar 4.20. Grafik frekuensi versus koefisien absorpsi dan photo dengan pembesaran 100 kali pada campuran 0,1:1 ...70
46. Gambar 4.21. Grafik frekuensi versus koefisien absorpsi dan photo dengan pembesaran 100 kali pada campuran 0,2:1:...72
47. Gambar 4.22. Grafik frekuensi versus koefisien absorpsi dan photo dengan pembesaran 100 kali pada campuran 0,3:1 ...74
48. Gambar 4.23. Grafik frekuensi versus koefisien absorpsi dan photo dengan pembesaran 100 kali pada campuran 0,4:1 ...76
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR ISTILAH
Simbol Besaran Satuan
a amplitude... (m)
c speed of sound………... (m/s)
d depth………... (m)
f frequency………. (Hz)
g gravity acceleration……… (m/s2)
l length……….. (m)
m surface weight………. (kg/m2)
n attenuation coefficient……….
p sound pressure………. (db)
s stiffness……… (n/m)
t time……….. (s)
x static deflection……… (m)
a total absorption………... (m2-sabin)
b bending stiffness………. (nm)
c correction factor………. (db)
d sound energy density……….. (w-/m3)
e young’s modulus………. (pa)
il insertion loss………... (db)
lp sound pressure level... (db)
m total weight... (kg)
nr noise reduction... (db)
pwl sound power level... (db)
s area... (m2)
tc celsius temperature... (0c)
tk kelvin temperature……… (0k)
tl transmission loss……….. (db)
v volume……… (m3)
w sound power ... (w)
α absorption coefficient……….
path length difference... (m)
transmissibility………
loss factor………
geometric angle………... 0
λ wavelength……….. (m)
ξ damping coefficient……… (kg rad/s)
ρ density………. (kg/m3)
σ poisson’s ratio………..
τ transmission coefficient………..
ω angular frequency………... (rad/s)
δ noise reduction………... (db)
4m air absorption………... (1/m or
ABSTRAK
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dasar mengenai koefisien absorbsi bunyi material akustik yang dibuat dengan bahan dasar serat gergajian batang sawit dengan Gypsum. Variabel dalam penelitian ini adalah perubahan komposisi material serat gergajian batang sawit dan Gypsum. Pembuatan sampel diawali dengan penggergajian batang sawit yang menghasilkan serat batang sawit, pengeringan, pencampuran dengan air dan Gypsum, pencetakan dan pengeringan. Pembuatan sampel berbentuk silindris dengan dimeter 50,8 mm untuk kemudian benda uji diuji karakteristik akustiknya dengan menggunakan metode
impedance tube. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai Koefisien absorpsi yang paling tinggi pada Variasi serat gergajian batang sawit adalah pada campuran 0,4:1 pada frekuensi 4000 Hz dengan ketebalan 3 cm yaitu 0,408. Nilai Koefisien absorpsi yang paling rendah pada Variasi serat gergajian batang sawit adalah pada campuran 0,1:1 pada frekuensi 250 Hz dengan ketebalan 3 cm yaitu 0,115.Nilai Koefisien absorpsi yang paling tinggi pada Variasi Gypsum adalah pada pada campuran 0,2:1,25 pada frekuensi 150 Hz dengan ketebalan 2 cm yaitu 0,223. Nilai Koefisien absorpsi yang paling rendah pada Variasi Gypsum adalah pada pada campuran 0,2:2 pada frekuensi 4000 Hz dengan ketebalan 2 cm yaitu 0,055. Penyerapan suara semakin melemah pada frekuensi rendah yaitu dari frekuensi 150 Hz sampai 250 Hz dan semakin menguat pada frekuensi tinggi yaitu dari frekuensi 250 Hz sampai 4000 Hz pada variasi serat gergajian batang sawit dan penyerapan suara melemah dari frekuensi rendah 150 Hz dan semakin melemah pada frekuensi 4000 Hz pada variasi Gypsum.
ABSTRACT
The primary aim of this research is for knowing the basic characteristic about sound coefficient absorbtion of acoustic material which is made based on fiber stem palm with Gypsum. The variable in this research is the composition change of fiber stem palm and gypsum. Sample manufacture is started with sawing the stem palm that produced fiber stem palm, drying, mixing with water and gypsum, casting and drying. Sample manufacture have to shape cylinders with diameter 50.08 mm and then specimen is tested the it’s characteristic of absorbtion by Impedance Tube method. From this research that have been done could be conclusion that biggest coefficient absorbtion value was on sawing fiber stem palm variation on composition ratio 0.4:1 on frequency 4000 Hz namely 0.408. Lowest coefficient absorbtion value was on sawing fiber stem palm variation on composition ratio 0.1:1 on frequency 250 Hz with 3 cm thickness namely 0.115. Biggest coefficient absorbtion value was on Gypsum variation on composition ratio 0.2:1.25 on frequency 150 Hz with 2 cm thickness namely 0.223. Lowest coefficient absorbtion value was on Gypsum variation on composition ratio 0.2:2 on frequency 4000 Hz with 2 cm thickness namely 0.055. Sound absorbtion more and more lower on low frequency namely from 150 Hz until 250 Hz and more and more higher on high frequency namely from 250 Hz until 4000 Hz on sawing fiber stem palm variation on the contrary the absorbtion of sound strength on lower on low frequency namely from 150 Hz until 4000 Hz.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini dunia mendapatkan tantangan besar dalam mengolah limbah pohon
Kelapa Sawit yang sudah tidak produktif. Indonesia, khususnya Sumatera Utara,
memiliki banyak lahan perkebunan kelapa sawit. Laju perkembangan tanaman kelapa
sawit di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, telah mengalami kemajuan yang pesat
dalam beberapa tahun ini. Dari data statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia
2009 disebutkan bahwa luas area perkebunan kelapa sawit untuk seluruh daerah di
Indonesia mencapai 7.125.331 Ha dan di Sumatera Utara mencapai 636.242 Ha
dengan kerapatan 130 – 143 pohon per hektar. (www.deptan.com).
Pohon Kelapa Sawit yang sudah tidak produktif seperti yang ditunjukkan pada
gambar 1.1 sangat penting diusahakan agar menjadi material yang bermanfaat dan
bernilai ekonomis.
Secara umum, bahan yang bersifat lembut dan berpori diyakini mampu
menyerap energi suara yang melintasinya. Batang kelapa sawit memiliki sifat lembut
dan struktur yang berpori. Berdasarkan pemahaman ini, maka ada kemungkinan
batang kelapa sawit dapat dijadikan material akustik yang dapat menyerap energi
suara sehingga batang kelapa sawit ini dapat lebih berguna.
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang mana batangnya memiliki
sifat fisik yang berbeda dari kulit hingga inti. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Purboyo Guritno dan Basuki Wirjosentono, batang kelapa sawit memiliki sifat fisik
dan mekanis yang berbeda pada bagian inti, bagian tengah, dan bagian kulitnya.
Kekuatan, kerapatan, serta jumlah seratnya makin menurun dari bagian kulit
(Peripheral) hingga intinya. (Guritno, Purboyo & Basuki Wirjo Sentono, 2000).
Kebisingan merupakan salah satu masalah yang sangat penting untuk diatasi,
karena jelas mengganggu aktivitas maupun kesehatan pada manusia. Salah satu cara
untuk mencegah perambatan radiasi kebisingan pada komponen struktur mesin,
ruangan bangunan serta kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material
akustik yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi
dapat direduksi.
Setiap manusia pasti menginginkan suasana yang nyaman dan jauh dari
kebisingan, tetapi untuk membeli sebuah material akustik, katakanlah sebuah panel
akustik memerlukan biaya yang mahal, sebagai contoh panel akustik pada gambar 1.2
panel akustik tipe SH 0011 - Absorption Panel/Plain adalah 88.25 EUR untuk harga
yang terbuat dari serat batang sawit yang gratis kita dapatkan dan gypsum yang hanya
tiga puluh ribu rupiah per 20 kg, maka akan sangat terjangkau harganya.
Gambar 1.2 Panel akustik tipe SH 0011 - Absorption Panel / Plain (www. Aixfoam.com)
Sampai saat ini, bahan peredam suara yang umum digunakan pada Selencer
knlapot ialah glass wall seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.3 karena memiliki
koefifien absorpsivitas yang tinggi yaitu 0,99 tetapi harganya sangat mahah yaitu
sekitar Rp.300.000,- sampai jutaan, oleh karena itu sangat penting sekali menemukan
material akustik alternatif yang murah dan handal. (www. Aixfoam.com).
(a) (b)
Aplikasi material akustik (glass
wall) pada selencer knalpot
Gambar 1.3 (a) Glass Wall (b) Selencer knalpot dengan peredam glass wall
Pada tahap awal telah diselidiki kemungkinan penggunaan limbah batang
sawit sebagai bahan baku panel akustik. Meskipun dilaporkan (Ikhwansyah, Munir
bahwa bahan komposit polimer yang dibuat dari serat batang kelapa sawit ini cukup
layak diproduksi, namun material akustik yang terbuat dari serat batang kelapa sawit
dengan perekat gypsum sebagai bahan penyerap suara belum pernah diuji dan
penelitian dalam bidang material akustik yang terbuat dari limbah batang kelapa sawit
sangat murah dari segi ekonomis karena jumlah batang sawit yang sudah tidak
produktif sangat banyak.
1.2. Roadmap Penelitian
Cakupan penelitian dari tahun I, II, dan III ditunjukkan pada gambar 1.4.
Ikhwansya h, Munir, kajian awal karakterikti k akustik inti kelapa sawit dengan metode simulasi
Kajian eksperimental akustik bahan komposit polimer yang terbuat dari serat batang kelapa sawit yang dibuburkan memakai resin hasil riset tahun pertama Program Utama :
- Pembuatan
spesimen dari serat kelapa sawit yang dibuburkan dengan resin yang terbaik hasil tahun I
- Karakteristik
Akustik
- Transmision
Loss Penyelidikan
eksperimental karakteristik akustik bahan komposit polimer yang terbuat dari serat batang kelapa sawit alamiah dengan poliuretane dan resin
Program Utama : - Sifat Fisik Batang kelapa sawit - Pembuatan komposit spesimen secara sandwitch - Karakteristik akustik yaitu Koefisien reflection dan koefisien absorpsi
Simulasi Karakteriktik Akustik bahan komposit polimr yang terbuat dari serat batang kelapa sawit yang susunannya bervariasi menggunakan metode elemen hingga (MEH) Program Utama :
- Simulasi MEH
analisa dari tahun pertama dan tahun kedua
- Verifikasi hasil
eksperimental tahun pertama dan kedua
Tahun 2004 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
Rekomend
Menurut Memed, Santoso dan Sutigno (1992) yang meneliti sifat papan
gypsum dari kayu sengon mengemukakan bahwa, kadar air papan gypsum ada di
sekitar 12 – 13% dan tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Jenis partikel mempengaruhi
kerapatan papan gypsum yaitu yang terbuat dari wol kayu kerapatannya (1,23 g/cm3)
lebih tinggi daripada yang terbuat dari tatal (1,09 g/cm3). Walaupun dalam
pembuatannya diusahakan seragam mungkin. Hal ini disebabkan oleh tebal papan
gypsum yang berbeda, yaitu 1,405 cm untuk yang terbuat dari wol kayu dan 1,43 cm
yang terbuat dari tatal, sedang berat bahannya sama. Perlakuan berupa perendaman
partikel mempengaruhi penyerapan air dan pengembangan tebal setelah perendaman
papan gypsum selama 24 jam, demikian pula interaksi antara macam partikel dan
perendaman. Penyerapan air papan gypsum yang partikelnya direndam (21,27%)
lebih rendah dari pada partikelnya tidak terendam (30,66%). Demikian pula
pengembangan tebal papan gypsum yang partikelnya direndam (1,38%) lebih rendah
daripada yang partikelnya tidak direndam (1,965%). Sifat penyerapan air dan
pengembangan tebal erat hubungannya, sehingga wajar bila penyerapan air tinggi
maka pengembangan tebalnya juga tinggi. Data tersebut di atas tidak berbeda banyak
dari hasil penelitian Febrianto (1986) yang membuat papan gypsum dari selembar
kayu karet dengan kerapatan 1,03 – 1,06 g/cm3. Setelah papan gypsum direndam
selama 24 jam maka penyerapan airnya 32,39 – 48,98% dan pengembangan tebalnya
1,66 – 3,10%. Hidayati (1989) meneliti papan gypsum dari wol kayu tusam dengan
kerapatan 0,73 – 0,88 g/cm3. Penyerapan air setelah perendaman air dalam 24 jam
Hubner (1985) mengemukakan persyaratan papan gypsum menurut standar
Jerman, yaitu keteguhan lenturnya (modulus patah) 60 kg/cm2 untuk yang
kerapatannya 1 g/cm3, 75 – 80 kg/cm2untuk yang kerapatannya 1,1 g/cm3 dan 85 –
90 kg/cm3 untuk yang kerapatannya 1,2 g/cm3. Bila hal ini dibandingkan dengan data
papan gypsum dari kayu sengon maka papan gypsum dari tatal yang tidak direndam,
memenuhi persyaratan tersebut sedangkan yang lainnya tidak memenuhi syarat
walaupun perbedaannya tidak begitu besar.
Disebabkan gypsum memilki kemampuan serap suara seperti pada tabel 1.1
maka dengan alasan itulah gypsum dipakai sebagai perekat pada penelitian ini.
Tabel 1.1 Koefisien absorpsi gypsum
Sumber : (Doelle, Leslie L, 1993)
Frekuensi 150 Hz 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz
Koef. Serap Bunyi 0.29 0.10 0.05 0.04 0.07 0.09
1.2. Perumusan Masalah
Tanaman kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, dan setelah itu
biasanya pohon kelapa sawit akan di tebang kemudian di biarkan melapuk atau di
bakar. Jika tindakan pembakaran dilakukan, maka akan ada berjuta batang pohon
kelapa sawit yang akan dibakar yang tentu saja akan menimbulkan pencemaran udara
yang ikut memicu terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu
menjadikan batang pohon kelapa sawit menjadi lebih berguna sehingga tidak menjadi
sarang hama yang merusak pohon kelapa sawit seperti, tikus, kumbang dan gendon.
Dengan memanfaatkan batang sawit yang tidak produktif menjadi material akustik
berarti memberikan nilai tambah pada limbah batang kelapa sawit, dan pencemaran
lingkungan akibat pembakaran limbah batang sawit ini, secara bersamaan juga dapat
dikurangi. Limbah batang sawit yang biasanya dibakar ditunjukkan pada gambar 1.5.
Gambar 1.5 Limbah batang kelapa sawit
Material akustik berbahan batang sawit dengan perekat gypsum diperkirakan
akan mampu menjadi material akustik alternatif yang handal dan murah, untuk itulah
pengujian ini dilakukan untuk mengembangkan material akustik baru dan menjadi
solusi dari limbah batang sawit.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum penyelidikan
Tujuan umum penyelidikan ini adalah mendapatkan karakteristik akustik
seperti koefisien serap (absorbsi) bunyi pada beberapa frekuensi dari material
1.3.2. Tujuan khusus penyelidikan ini adalah:
1.Mengetahui harga amplitudo maksimal dan minimal pada tabung
impedance.
2.Mengetahui harga frekuensi yang paling baik diserap material yang diuji.
3.Mendapatkan jenis perbandingan antara air, gergajian batang sawit dan
gypsum yang paling tepat yang digunakan dalam pembuatan material
akustik alternatif tersebut, sehingga menghasilkan nilai koefisien serap yang
optimal.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penyelidikan ini adalah:
1. Menemukan material akustik alternatif yang handal dan murah.
2. Menjadi solusi masalah limbah dari batang kelapa sawit yang begitu besar
di dunia.
3. Mengeliminir terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu
masalah dunia yang diakibatkan dari pembakaran limbah batang kelapa
sawit.
4. Menambah informasi baru dalam keilmuan di bidang material akustik,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Akustik
Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk
menyerap suara/bising. Tiap-tiap material akustik memiliki nilai kemampuan
penyerapan bunyi yang berbeda-beda, seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Koefisien penyerapan bunyi dari material akustik.
Sumber : (Doelle, Leslie L, 1993)
Frekuensi (Hz)
Material 150 250 500 1000 2000 4000
Gypsum board (13 mm)
Kayu
Gelas
Tegel geocoustic (81 mm)
Beton yang dituang
Bata tidak dihaluskan
Steel deck (150 mm)
2.2. Bunyi dan Kebisingan
Bunyi, secara psikologis, didefinisikan sebagai hasil dari variasi-variasi
tekanan disuatu medium baik udara maupun air yang berlaku pada permukaan telinga
yang mengubah variasi tekanan menjadi sinyal-sinyal elektrik dan diterima otak
yang memiliki tekanan dan sebagai medium pemindah gelombang bunyi. Medium ini
dapat berupa udara, gas dan benda padat.
Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam sebuah kepuusannya (No. Kep 48
/MENLH/11/1996 ; tentang baku tingkat kebisingan) mengistilahkan “ Kebisingan
adalah bunyi yag tidak diinginkan dari usaha/kegiatan manusia dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan “. Tingkat kebisingan dari beberapa sumber dapat dilihat
pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tingkat kebisingan rata-rata diukur pada beberapa jarak.
Sumber Kebisingan Tingkat Kebisingan, dB
Detik arloji Halaman tenang Kantor
Pembicaraan normal, 1m Mobil di lalu lintas kota, 7m Industri
Ruang teletype surat kabar Motor tempel 10 HP, 17m Jet lepas landas, 1100m Motor sport, 10m
Mesin potong rumput, 3m Sirine, 50 HP, 30m Roket ruang angkasa
20 Sumber : (Hemond Jr, Conrad J, 1983)
2.2.1 Pengaruh Kebisingan
Kebisingan yang cukup tinggi, di atas 70 dB dapat menyebabkan
kegelisahan, kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan
kemunduran serius pada kondisi kesehatan seseorang. Bila hal ini
berkepanjangan dapat merusak pendengaran yang bersifat sementara
maupun permanen. Tingkat kebisingan yang cukup tinggi untuk
menyebabkan ketulian sementara atau permanen terjadi di industri. Berbagai
kriteria telah ditetapkan dan menyatakan tingkat kebisingan maksimum yang
tidak boleh dilampaui. Bila tingkat kebisingan melampaui tingkat kebisingan
yang membahayakan maka harus diambil suatu tindakan pencegahan untuk
mereduksinya.
Tabel 2.3 memperlihatkan batasan tingkat kebisingan pada industri yang
dizinkan oleh Walsh-Healey Public Contracts, yang jika dilampaui harus dilakukan
tindakan proteksi terhadap pekerja.
Tabel 2.3. Tingkat kebisingan yang dizinkan oleh Walsh-Healey Public Contracts.
Durasi, perhari (Jam)
Tingkat Bunyi (dB) 0.25 atau kurang
90 Sumber : (Hemond Jr, Conrad J, 1983)
2.2.2. Teknik Pengendalian Kebisingan
Pengendalian kebisingan merupakan tindakan penurunan/pengurangan
kebisingan di sumber-sumber kebisingan, mengontrol jalannya kebisingan dan
diizinkan. Penurunan kebisingan dengan metoda aplikasi akustik pada permesinan
sejak tahap desain merupakan hal yang paling efektif mengingat besarnya biaya yang
harus dikeluarkan dan persoalan pengendalian kebisingan bersifat multi
dimensi atau lintas ilmu.
Untuk mendapatkan suatu rancangan material akustik, komponen mesin
maupun ruangan yang bersifat low noise design, ada hal-hal tertentu yang harus
dilakukan, salah satunya adalah identifikasi. Source atau Noise Generation
Mechanism (NGM) harus diketahui, bersifat apakah NGM-nya, apakah air borne,
solid borne, ataupun fluid borne. Identifikasi ini mencakup sumber, propagasi dan
radiasi dan berdasarkan data-data kualitatif, eksperimen dan pengalaman.Dalam
mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan suatu sistem haruslah diketahui
komponen-komponen mana saja yang bersifat aktif maupun pasif. Dalam arti mana
saja yang memiliki NGM dan yang tidak memiliki NGM. Indentifikasi propagasi atau
jalannya rambatan bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial
meneruskan dan yang merefleksikan kembali dalam satu material. Dengan demikian,
dapat diketahui karakteristik atau perilaku rambatan. Identifikasi radiasi sangat
tergantung dari bentuk geometri dari stuktur mesin atau komponen. Bagian/area mana
saja yang berpotensial dan bersfat dominan. Radiasi juga dipengaruhi oleh situasi
sekitar objek yang menjadi permasalahan, seperti tipe medan bunyi, ruang terbuka
atau tertutup dan emisi dari mesin-mesin yang berdekatan. (Ikhwansyah, 2002).
Harga dari sebuah objek yang bergerak balik dan terus (back and forth)
dapat digunakan sebagai definisi dari frekuensinya, oleh karena itu frekuensi adalah
jumlah dari getaran-getaran yang terjadi dalam sebuah satuan waktu. Frekuensi juga
adalah jumlah dari waktu sebuah perulangan gelombang sempurna dengan waktu,
atau juga jumlah siklus yang terjadi dalam sebuah satuan waktu. Pada waktu lampau
satuan dari ukuran sebuah frekuensi didefinisikan sebagai banyaknya siklus perdetik
(cps). Sekarang, frekuensi ditentukan dalam satuan yang disebut Hertz (Hz). Satu
Hertz sama dengan satu siklus perdetik. Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia
berkisar 20 sampai 20.000 Hz. Perbandingan terbalik dari frekuensi adalah waktu
untuk sebuah siklus getaran yang sempurna yang diukur dalam perbandingan dari
waktu seperdetik, dan dikenal sebagai periode. Karena itu sebuah frekuensi dari
20 Hz akan memiliki sebuah Periode 0,05 detik, dan dapat kita tulis dalam persamaan
berikut:
f =
T
1
(Hz) (2.1)
Frekuensi dari sebuah gelombang suara menunjukan jumlah dari waktu
pembagian tekanan (compression portion) dari gelombang yang melalui suatu poin
dalam sebuah waktu, biasanya satu detik. Bagian tekanan dari gelombang diikuti
dengan penyertaan penipisan yang disebabkan ketika tekanan bunyi bergerak melalui
sebuah elastis medium dan menyebabkan partikel dari medium bergerak bersamaan
menjadi lebih rapat atau dekat, setelah melalui dari regangan dan rapatan (Pulse),
adalah seperti sebuah massa yang digantungkan pada ujung pegas. Ketika massa
ditekan dari posisi diamnya, massa cenderung kepada gerak osilasi dengan sebuah
periodik atau gerak berulang hingga energi dari pegas mencapai sebuah kondisi yang
stabil. Beberapa batasan frekuensi yang dapat dihasilkan dari beberapa sumber dapat
dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Batasan dari frekuensi.
Sumber : (Hemond Jr, Conrad J, 1983)
2.4. Periode
Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan satu pergerakan gelombang
siklus adalah definisi dari periode. Hubungan frekuensi dengan periode adalah
kebalikan dari frekuensi dan dapat ditulis dengan persamaan berikut:
Tp =
f
1
(s)
2.5. Gera
dengan jenis-jenis yang berbeda, tergantung dari
gerak par
tegak lurus ke
arah dari gerak gelombang seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
n) dari
medium sebagai gelombang suara seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gelombang longitudinal
k Gelombang Bunyi
Perjalanan dari energi melalui sebuah medium menghasilkan sebuah gerak
gelombang yang mana berkembang
tikel dalam suatu medium.
Aliran listrik, panas, atau energi cahaya adalah karakteristik sebuah
gelombang transversal yang tercipta ketika partikel bergerak pindah
Gambar 2.1 Gelombang transversal
Gerak gelombang longitudinal adalah hasil gerak partikel yang
berganti-ganti dari perapatan dan perenggangan (alternate compression and rarefactio
2.6. Ke
itentukan dengan
penerapan persamaan hukum thermodinamika gas sebagai berikut:
=
cepatan Gelombang Bunyi
Kecepatan dari gelombang suara tergantung dari sifat-sifat fisik (physical
properties) dari medium yang dilalui oleh gelombang bunyi tersebut. Untuk udara dan
kebanyakan gas, kecepatan suara pada medium ini dapat d
c
γ = Rasio dari panas spesifik pada tekanan konstan kepada panas spesifik pada
317 m2 / s2 K
M =
u Metrik. Untuk Sistem U.K persamaan kecepatan gelombang
unyinya adalah:
c = 49.03
dim :
c = Kecepatan gelombang suara
volume konstan
G = Konstanta gas = 8
T = Temperatur 0K
Berat molekul gas
Untuk udara pada tekanan atmosfer, persamaan 2.3 dapat direduksi dari satu
kepada dua bentuk persamaan, tergantung pada pemilihan sistem pengukuran, yaitu
U.K (English) ata
b
0
T (2.3.a)
ana
dim :
c = kecepatan gelombang bunyi (ft/s)
Untuk sistem Metrik persamaanya adalah:
c = 20,05 T0 (2.3.b)
ana
c
t. kecepatan rambat gelombang pada media
padat dapat dinyatakan sebagai berikut:
c =
dim :
= kecepatan gelombang bunyi (m/s)
Untuk kecepatan rambat gelombang pada benda padat sangat tergantung dari
dimensi dan properties material tersebu
E
(m/s) (2.4)
man
)
patan rambat gelombang pada berbagai jenis material dapat
dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kecepatan gelombang suara.
Sumber : (Hemond Jr, Conrad J, 1983)
Di a:
E = modulus young (MPa
ρ = massa jenis (Kg/m3)
Hubungan karakteristik kecepatan suara terhadap frekuensi dari gelombang
serta panjang gelombang dapat ditunjukan melalui persamaan berikut:
c = f . λ (2.5)
dimana λ adalah panjang gelombang (m).
2.7. Intensitas Suara
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang suara dalam suatu
daerah per satuan luas, intensitas bunyi sangat penting difahami untuk mengetahui
radiasi total dari suatu sumber bunyi dan juga tekanannya.
Untuk sebuah gelombang datar yang semakin menyebar (Plane Progrssive
Wave) dapat kita ketahui intensitasnya dengan persamaan berikut:
I =
c p
.
(
2
s m
J Joule
2 ) (
) (2.6)
Umumnya refrensi intensitas bunyi menggunakan refrensi intensitas yang
berdasarkan tekanan bunyi 10-12 W/m2 atau 10-16 W/cm2. Illustrasi keadaan intensitas
bunyi dapat dilihat pada gambar 2.3.
Analogi intensitas bunyi antara satuan W/m2 dengan dB dapat kita lihat
seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4 Analogi thermometer dengan intensitas bunyi
Karena intensitas (I) adalah sebuah fungsi dari tekanan persegi (p2), kita dapat
mengembangkan sebuah persamaan untuk tingkat tekanan bunyi (Sound pressure
Level)/SPL sebagai berikut:
SPL = 10 Log 2 0 2 1
p p
(dB) (2.7)
atau :
SPL = 20 Log 0 1
p p
(dB) (2.8)
Dimana:
P0 = tekanan refrensi sebagai tekanan bunyi yang mampu didengar pada sebuah
frekuensi 1000 Hz. Untuk sistim Internasional (SI) Po 10-12 W/m2 atau 10-16
W/cm2.
Selama daya bunyi (Sound Power Level)/PWL adalah sebuah ukuran total
radiasi energi suara dari sebuah sumber dan SPL adalah tekanan pada sebuah jarak
radial xr dari sumber suara, hubungan antara dua parameter ini dapat dilihat menjadi
suatu persamaan berikut:
PWL = SPL + 10 Log 2π xr2
L = SPL + 20 Log xr + 10 Log 2π (2.9.a)
tau da m pengukuran toleransi
PWL = SPL + 20 xr + 8 (metric)
i sifat material, frekuensi bunyi, dan (2.9)
PW
a la :
(2.9.b)
2.8. Absorpsivitas dan Refleksitas Bunyi
Konsep dari penyerapan Bunyi (Acoustic Absorption) merujuk kepada
kehilangan energi yang terjadi ketika sebuah gelombang bunyi menabrak dan
dipantulkan dari suatu permukaan benda. Kata “Absorpsi” sering digunakan oleh
orang-orang dengan mengakaitkan aksi dari sebuah bunga karang ketika terendam air.
Proses pemindahan daya bunyi dari suatu ruang tertentu, dalam mengurangi
tingkat tekanan bunyi dalam volume tertentu, dikenal sebagai penyerapan bunyi.
Proses ini berkaitan dengan penurunan jumlah energi bunyi dari udara yang menjalar
hingga ia mengenai suatu media berpori atau fleksibel. Bagian energi terserap ketika
gelombang bunyi dipantulkan darinya disebut dengan koefisien serapan bunyi dari
sudut gelombang bunyi ketika mengenai permukaan material tersebut. Secara
matematis dapat ditulis seperti rumus berikut:
Energy
oefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo tekanan dalam pola gelombang
tegak yang disusun di tabung. Tabung ini dapat digambarkan seperti gambar 2.5.
2.9. Metode tabung impedansi (Resonator)
Dalam mengukur koefisien serapan material salah satu metode standard yang
sering digunakan adalah metode tabung impedansi (resonator). Dengan metode
k
Keterangan : B = Tabung uta L = Troli untuk
ma
Gambar 2.5. Tabung impedansi (resonator).(SNI-Resonator)
Cepat rambat bunyi dalam tabung ditentukan dengan persamaan:
imana nyi dalam tabung
at bunyi diudara bebas
r = jari-jari tabung
f = frekuensi
koefisien serapan normal yang terjadi,
rkan loudspeaker yang menghasilkan gelombang, dan jika
sembarang waktu, mak
(2.14)
ikut:
(2.15)
A = amplitudo maksimum gelombang datang
d : c’ = cepat rambat bu
c = cepat ramb
Metode ini hanya mengukur
penggunaan metode ini untuk menunjukkan macam-macam sifat dari pada serapan
yangmana dimiliki oleh sebuah bahan.
Jika nada-nada murni yang dihasilkan oleh sebuah oscillator yang digunakan
untuk menggeta
perpindahan dari gelombang terjadi pada a dapat dinyatakan
sebagai berikut:
d1 = A sin (ωt – kx)
k = 2 π/λ
dan perpindahan gelombang pantulan dapat dinyatakan sebagai ber
A’ = amplitudo maksimum dari gelombang pantulan
ai akibat perpindahan pada setiap titik seperti pada gambar 2.6,
d
1 – A) dan λ/4 terpisah, yang pertama menjadi 0, λ/2, 3 λ /2 dan
lain-lai
1992).
Jika nilai maksimum dan minimum dari
A2 maka:
Gambar 2.6 Dua gelombang yang merambat dengan arah berlawanan d= 0
d1= A sin (ωt-kx) d2= A’ sin (ωt+kx)
Jadi sebag
besar d dapat diberikan dengan rumus:
= d1 + d2
= A sin (ωt – kx) + A’ sin (ωt + kx)
= A sin ωt cos kx – A cos ωt sin kx + A’ sin ωt cos kx + A’ cos ωt sin kx
= (A sin ωt cos kx + A’ sin ωt cos kx) + (A’ cos ωt sin kx – A cos ωt sin kx)
= A (1 + A) sin ωt cos kx + A (1 - A) cos ωt sin kx (2.16)
Dapat terlihat bahwa masing – masing nilai maksimum dan minimum adalah
A (1 + A) dan A (
n. Sedangkan yang kedua menjadi λ /4, 3 λ/4, 5 λ/4, 7 λ/4 dan sebagainya
(Rochmah,
amplitudo pada tabung adalah A1 dan
A) -(1
) A(1 A2
A1
A A
atau:
A2) (A1 Amplitudo A
A2) (A1
(2.18)
R.T.Muehleisen dari Illinois Institute of Technology mengkonversikan energi
gelombang suara menjadi energi listrik melalui Condensor Microphone yang
diperkuat Amplifire dan mengout-putkannya pada Osciloscope yang mampu
menunjukkaan kepada kita bentuk dari sinyal listrik dengan menunjukkan grafik
tegangan terhadap waktu pada layarnya, tergambar oleh pancaran electron yang
enum
e) untuk mempercepat gerakannya, sehingga jatuh tertuju pada layar
tabung. Susunan ini disebut dengan electron gun. Sebuah tabung juga mempunyai
Elektron-elektron disebut pancaran sinar katoda sebab mereka dibangkitkan
eh ca
m buk lapisan phosphor dari layar menimbulkan pancaran cahaya, biasanya
berwarna hijau atau biru, ini sama dengan pengambaran pada layar Televisi.
Oscilloscope terdiri dari tabung vacum dengan sebuah Cathode (electrode
negative) pada satu sisi yang menghasilkan pancaran electron dan sebuah Anode
(electrode positiv
elektroda yang menyimpangkan pancaran elektron keatas/kebawah dan
kekiri/kekanan.
ol thode dan ini menyebabkan Oscilloscope disebut secara lengkap dengan
Dalam penerapan teori diatas dalam penelitian aAbsorpsivitas suara pada
tabung impedance Tube R.T.Muehleisen mengilustrasikan gambar gelombang sinus
dan Baseline sebagai pengukuran energi suara maksimal (tegangan maksimal) dan
energi suara minimal (tegangan minimal) yang terjadi di dalam tabung impedance
sebagai respon dari energi suara yang dipancarkan oleh Signal Generator pada
Speaker, energi maksimal (A1) yang terjadi di dalam tabung impedance tube adalah
tegangan maksimal pengukuran (A) ditambah tegangan minimal pengukuran (B) pada
tabung impedance sewaktu diberi energi suara dan energi minimal pada tabung
impedance tube (A2) adalah tegangan maksimal pengukuran (A) dikurang tegangan
inimal pengukuran (B). (www. Iit.com). Illustrasi tersebut dapat dilihat pada
ambar 2.7.
Gambar 2.7. Ilustrasi pengukuran gelombang
diingat bahwa gambar gelombang sinus seperti pada gambar m
g
Sekali lagi perlu
2.7 bukanlah gelombang suara sesungguhnya, gelombang suara tidak dapat dilihat
listrik dalam bentuk sinus, segitiga, dan segi empat yang menumbuk lapisan phospor
pada layar osciloscope.
mengillustrasikan batas
Baseline pada gambar 2.7 adalah suatu teknik dalam
Pengukuran tegangan yang terjadi pada tabung impedance tube. Contoh aplikasi
terdapat pada Bab 3 sub Bab teknik pengambilan data.
t ditunjukan sebagai berbanding langsung terhadap
mplitudo kuadran yaitu: Tetapi energi dapa
a
A’= sebagian dari energi pantulan
2
Jika perbandingan maksimum dan minimum, A1/A2 diukur maka rumus yang
sesuai dapat dituliskan sebagai berikut:
2
2.10. Penyerapan dan Pemantulan Akustik
Bila suatu gelombang bunyi datang pada suatu permukaan batas yang
emisa
1. Dipantulkan semua.
m hkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda, maka kemungkinan yang
2. Ditransmisikan semua.
3. Sebagian gelom an dipa l a a gian lagi akan ditransmisikan.
ulan dan penyerapan bunyi pada suatu muka dataran dari dua media
akustik dapat dilihat pada gambar 2.8.
media akustik. (Doelle, Leslie L, 1993).
antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang
pantul.
ini juga mengikuti
bang ak ntu k n d n seba
Pemant
Gambar 2.8 Pemantulan dan penyerapan bunyi pada suatu muka dataran dari dua
Misalkan dua media akustik dengan sifat impedansi ρ1c1 dan ρ2c2, dimana
datang gelombang dari arah kiri merambat tegak terhadap antar muka. Jika ρ1c1 lebih
kecil dari ρ2c2, kemudian energi dari gelombang datang tak dapat ditransmisikan
melewati dataran
Pemantulan bunyi adalah fenomena dimana gelombang bunyi dibalikkan dari
suatu permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi Gelombang
datang
Gelombang diserap/ditransmis
ikan
Gelombang pantul
Ge
a g
lombang d tan
ρ1c1 ρ2c2
kaidah pemantu dengan sudut
di gypsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari lan, dimana sudut datangnya bunyi selalu sama
pantulan bunyi.
Penyerapan gelombang bunyi sangat bervariasi dari setiap material,
kemampuan serap material sangat tegantung pada struktur dan massa jenis material
rsebut. Koefisien beberapa material dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Koefisien absorpsi dari material akustik. te
Sumber : (Hemond Jr, Conrad J, 1983)
2.11. Gypsum
Gypsum adalah sebuah mineral yang kebanyakan umumnya di temukan di
lapisan sediment yang mengendap dan bersatu dengan halite, anhydrite, sulfur,
hydra
kimia
an modern dengan gypsum sudah dimulai sejak dulu
dimana gypsum digunakan sebagai pengisi pencetakan gigi dalam bidang kedokteran.
yang
terdiri dari inti utama dengan kertas pada
p n untuk m biasa dipakai dinding partisi seperti skat
k ning wall (penutu k), hanya saja gypsum iaplikasikan
u terior, kolom dinding atau penahan beban. Rumus kimia gypsum adalah
aSO4·2(H2O), berat molekul = 172,17 gm dan komposisinya seperti tabel 2.7.
Tabel 2.7 Komposisi kimia gypsum.
Nam
ted calcium sulfate. Gypsum akan menjadi lebih kuat apabila mengalami
penekanan. (Gypsum Association, 2007). Gypsum terbuat dari kalsium sulfat (CaSO4
2 H2O). gypsum memiliki criteria antara lain untuk dibentuk memiliki kestabilan
dan fisik yang tinggi, memiliki kemampuan untuk menyerap air dengan baik,
mudah untuk didapat.
Material gypsum tidak membahayakan bagi kesehatan manusia, sebagai
faktanya banyak pengobat
Gypsum juga digunakan sebagai plafon dimana gypsum mempunyai kelendutan
paling minimal, fleksibel dan memiliki kemampuan konduktivitas suhu yang rendah.
Berdasarkan sifat diatas gypsum sebagai plafon dengan mudah dapat di modifikasi
sesuai dengan kebutuhan.
Papan gypsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran
yang tidak terbakar dan dilapisi
ermukaannya. Selai plafon, gypsu
amar dan li p tembo tidak biasa d
ntuk eks
C
a Komposisi Persentasi Oxide
Oxygen 55,76 %
Total 100 % 100 %
2.11.1. Papan Gypsum
Papan gypsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran yang
terdiri dari inti utama yang tidak dapat terbakar dan dilapisi dengan kertas pada
permukaannya.(Gypsum A ifat tahan api, awet
dan b i rm . Salah satu penggunaan papan
gy tuk aian wah n tid alu b ngan an
gypsum dapat dilihat pada tabel 2.8, 2.9 dan
Sumb r : (www. Gypsum Association, 2007)
ssociation, 2007). Papan gypsum bers
tidak menim ulkan em si gas fo aldehida
psum cocok un pemak di ba atap da ak sel erhubu deng
kelembaban tinggi. Spesifikasi papan
2.10.
Tabel 2.8 Koefisien absorpsi gypsum.
Sumber : (Doelle, Leslie L, 1993)
Tabel 2.9 Kuat tekan papan gypsum.
Frekuensi 150 Hz 250 Hz 500 Hz 1000
Hz
2000 Hz
4000 Hz Koef. Serap
Bunyi
0.29 0.10 0.05 0.04 0.07 0.09
Tabel 2.10 Kuat impak papan gypsum.
mber : (www. Gypsu
2.12. Kelapa Sawit
Hasil penelitian mencatat volume batang kelapa sawit rata-rata 1,72
m3/pohon, apabila diambil 75% dari populasi akan diperoleh 128 pohon/ha, maka
akan tersedia volume batang kayu sebesar 165,12 m3/ha. Secara teknis setelah
mencapai umur tertentu (25 tahun), produktivitasnya menurun secara nyata, Karena
tuntutan persyaratan proses produksi, pengolahan dan pemasaran, infrastruktur harus
cukup mendukung, sehingga mempunyai kelayakan teknis dan ekonomis yang lebih
layak dibanding karet dan kelapa.
Karakteristik kayu kelapa sawit adalah sebagai berikut:
n aw
kompon
g me an rapuh.
Su m Association, 2007)
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak
masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).
1. Ta aman ke pa sla it han memiliki sedikit bagian kayu yang cukup keras.
e ki
ya
2. Batang kelapa sawit m mili en struktural dengan banyak poros
Karakteristik detail sifat fisik dan mekanis batang kelapa sawit dapat dilihat
pada tabel 2.11.
Tabel2.11. Karakteristik detail sifat fisik dan mekanis batang kelapa sawit.
umber : (Guritno, Purboyo & Basuki Wirjo Sentono, 2000)
Bagian Kerapatan (g/cm3)
Jumlah serat per cm2
Modulus patah (kg/cm2)
Modulus elastisitas (kg/cm2)
Kulit 0,53 67 217 15685
Tengah 0,42 52 194 9473
Inti 0,39 39 127 780
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai penggunaan inti batang sawit sebagai bahan baku spesimen
akustik ini merupakan penelitian lanjutan dari sebuah penelitian awal mengenai
potensi inti batang sawit sebagai bahan baku akustik. Adapun penelitian lanjutan ini
dirancang sebagai penelitian eksperimental laboratorium, maka dalam penelitian ini
metode campuran merata atau homogen, menjadi metode yang dipilih untuk
mencetak spesimen sedangkan metode pengujian absorpsivitas suara ini mengacu
pada m e tub
3.1. Tempat dan Waktu
tan pen be
Tabel 3.1 Kegiatan dan instansi pendukung penel
. Keterangan
etode ASTM C 1038 dengan menggunakan impedanc e.
l 3.1:
itian Keseluruhan kegia elitian ini dijelaskan dalam ta
No Kegiatan Instansi Pendukung
1. Pengadaan Bahan-bahan
Pengujian
-Toko-toko bahan di kota Medan
-PT. PN II Klumpang Kebun 2. Peracikan Spesimen Laboratorium Noise &
3. Pengujian Absorptivitas Laboratorium Fisika Instrumen Akustik FMIPA USU
Perkebunan
Kelapa Sawit
Perekat (Gypsum) diperoleh dari Toko-toko
Penjualan bahan bangunan
Vibration Center MTM USU
(Impedance Tube)
PTPN II dan
4. Asistensi Dengan Dosen Magister Teknik Mesin USU
3.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan spesimen akustik
ini adalah sebagai berikut:
1. Gergajian batang sawit.
Gergajian batang sawit. yang digunakan pada penelitian ini adalah seperti
yang ditunjukkan pada gambar 3.1 dan memiliki panjang serat dari ukuran partikel
sampai panjang maksimal 5 cm, panjang rata 2,2 cm, dan diameter serat
rata-rata 0,08 cm, densitas 0,40 gr/cm3, jumlah serat per cm2 50, modulus patah 190
Gamb rcampur serbuk)
2. Gypsum
Jenis gypsum i perekat pada spesimen ini adalah
gypsum SNI 15-0129-2004 m cor seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3.2.
igunakan dalam penelitian ini adalah air produksi PDAM Tirtanadi
edan.
.3. Alat-ala
n ini adalah
ebagai beri
1. Gergaji mesin
ar 3.1 Gergajian batang sawit (serat be
yang akan digunakan sebaga
erek A Plus khusus
Gambar 3.2 Gypsum
3. Air
Air yang d
M
3 t Pembuatan Spesimen
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pembuatan specime
ge aji m tunjukkan pada gambar 3.3 adalah
sebaga
as mesin : 2 Tak – 5,3 HP – 3,9 KW
Rantai : 3/8" pitch ( Rapid micro, Super )
a oli : Otomatis/Manual
. Timbangan
Timb erk Mettler Toledo, tipe
G024 delta range, da um 619/210 g seperti ditunjukkan pada
gambar 3.4.
Gambar 3.3 Gergaji mesin
Spesifikasi rg esin seperti yang di
i berikut:
Kapasit
Silinder : 72,2 cc
Ukuran bar : 32 – 63 cm/12.5" - 25"
Pomp
Kapasitas tangki bensin : 0,68 liter
Kapasitias tangki oli rantai : 0,36 liter
angan yang digunakan pada penelitian ini berm
ya timbang maksim 2
spesimen
eter dalam tabung
pedance dengan variasi ketebalan 1, 2 dan 3 cm.
.4. Alat Pengujian
Alat-alat pengujian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Impedance Tube
e Tube yang digunakan pada penelitian ini memiliki panjang 50 cm,
amet
2. Osciloscope
Alat yang digunakan bang suara pada pengujian
miliki kapasitas 25 MHz, akurasi pengukuran 5 V-10-3 mV, tipe
W GOS-622G seperti pada gambar 3.6.
Gambar 3.4 Timbangan
3. Cetakan campuran
Cetakan spesimen yang akan digunakan dalam pengujian terbuat dari pipa
PVC merk Maspion berdiameter 50,8 mm sesuai dengan diam
im
3
Impedanc
di er 5,08 cm dan tebal pipa 0,3 cm seperti pada gambar 3.5.
Gambar 3.5. Impedance tube
untuk mengukur gelom
Impedance Tube me
Gambar 3.6. Osciloscop
Gambar 3.7. Power Amplifire
4. Sound Generator
Spesifikasi Sound Generator pada gambar 3.8 yang digunakan dalam
penelitian ini bertipe GW Instek GFG-8216A kapasitas 1 MHz.
Gambar 3.9 Condensor microphone
Spesifikasi Condensor microphone pada gambar 3.9 diatas bermerk
rofessional wired condenser microphone type condenser dengan kapasitas frekuensi
spon 50 Hz – 18 KHz.
Spesifikasi:
250 Watt Stereo Merk Piwie Tipe AV-299 seperti pada gambar 3.7 disamping.
3. Power Amplifire
Gambar 3.8. Sound generator
5. Condensor Microphone
p
5. Speaker
S
Gambar 3.10 Speaker
3.5. Metode Pembuatan Spesimen
Pertam
me
dikeringkan dicam rata, lalu dicampur
dengan air dengan perbandingan an pada variabel bebas
pada sub Bab 3.6 kemudian diaduk sampai rata, setelah itu dimasukan kedalam
pesimen yang telah siap diuji seperti pada gambar 3.11.
esimen yang telah siap diuji
3.6. abel Penel
A. Variabel bebas dalam penelitian ini ada tiga yaitu:
pesifikasi Speaker diameter 8 cm, daya 20 Watt, 8 ohm.seperti pada gambar
3.10.
a-tama batang sawit digergaji dengan gergaji mesin sehingga
nghasilkan serat, serat dikeringkan sampai beratnya stabil/kering, serat yang telah
pur dengan gypsum dan diaduk hingga me
seperti yang telah ditentuk
cetakan lalu dikeringkan. S
Gambar 3.11. Sp
1
ersentasi berat (Kg) s
Tabel 3.2 Perbandingan campuran bahan specimen dengan variasikan serat
gergajian batang sawit.
Jenis Perbandingan dalam Kg (% Berat)
. Variasi perbandingan serat gergajian batang sawit, gypsum dan air dalam
p eperti pada tabel 3.2 dan 3.3.
mem
No Serat gergajian batang sawit Gypsum
1. 0,1 1
2. 0,2 1
1 1 3. 0,3
4 0,4
Tabel 3.3 Perbandingan campuran bahan specimen dengan memvariasikan gypsum.
Jenis Perbandingan dalam Kg (% Berat)
No Serat gergajian batang sawit Gypsum
1. 0,2 1,25
2. 0,2 1,50
3. 0,2 1,75
4 0,2 2
3.
. Variabel tetap
Variabel te olt).
.7. Set Up Alat Uji Koefisien Serap Bunyi Menggunakan Impedence Tube
Set up alat uji koefisien serap bunyi menggunakan impedence tube yang nyata
dan sket dapat dilihat pada gambar 3.12 dibawah ini. 2. Ketebalan yaitu: 1, 2 dan 3 (cm)
Frekuensi (f) yaitu: 150, 250, 500, 1000, 2000, 4000 (Hz)
tap pada penelitian ini ialah Volume Amplifire (V B
ta dan skets
3.8. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini akan mengikuti diagram alir sebagai upaya
optimal mendapatkan tujuan dari penelitian, seperti diperlihatkan pada gambar 3.13
dari diagram tersebut dapat dilihat urutan-urutan pelaksanaan mulai dari penelusuran
literatur, rancangan penelitian, pengujian dan pengamatan, analisa data-data Gambar 3.12 Set-up alat uji serap bunyi nya
pengujian spesimen, sampai pada analisa dan kesimpulan.
Mulai
Rancangan Penelitian
Pembuatan Spesimen
Pengujian dan Pengamatan
Analisa Data Ya atau
Tidak
Penulusuran Literatur
Gambar 3.13 Diagram Alir Penelitian
3.9. Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data
Pengukuran gelombang dilakukan dengan melihat tampilan bentuk
gelombang pantul pada monitor Oscilloscope, dengan mengeser posisi mikrophon di
sepanjang tabung impedance, maka kita akan mendapatkan tegangan maksimum dan
minimum pengukuran pada tabung yang diberi gelombang bunyi yang ditentukan
ekuensinya, setelah itu kita akan mendapatkan gelombang maksimum dan minimum
yang terjadi pada tabung impedance dengan menjumlahkan tegangan maksimum
pengukuran (A) dengan minimum pengukuran (B) dan mengurangkan harga tegangan
maksimum pengukuran (A) dengan minimum pengukuran (B). Puncak gelombang
tertinggi atau maksimal pada tabung adalah A1=(A+B) dan gelombang terendah atau
elombang pantul (reflection)
Standing Wave Ratio (SWR) =
Gambar 3.14 Pengukuran g
B
mum pengukuran
ersamaan berikut: Dimana:
A = tegangan maksimum pengukuran
B = tegangan mini
Maka koefisien absorpsi dapat kita tentukan dengan p
A2/A1)
A1 = tegangan maksimal pada tabung impedance
= A+B
ung impedance
A2 = tegangan minimal pada tab
= A-B