KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL
AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA
SAWIT DAN
POLYURETHANE
DENGAN METODE
IMPEDANCE TUBE
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
RAJA NAPOSO HARAHAP NIM. 050401033
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL
AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA
SAWIT DAN
POLYURETHANE
DENGAN METODE
IMPEDANCE TUBE
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
RAJA NAPOSO HARAHAP NIM. 050401033
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL
AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA
SAWIT DAN
POLYURETHANE
DENGAN METODE
IMPEDANCE TUBE
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
RAJA NAPOSO HARAHAP NIM. 050401033
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL
AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA
SAWIT DAN
POLYURETHANE
DENGAN METODE
IMPEDANCE TUBE
RAJA NAPOSO HARAHAP
NIM. 05 0401 033
Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/Penguji
Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001
Penguji I Penguji I
Ir. Tugiman, MT Ir. Zamanhuri, MT
NIP.195704121985031004 NIP. 19451105197106100
Diketahui Oleh,
Ketua Depertemen Teknik Mesin
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas terucap selain ucapan puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Skripsi ini adalah
KAJIAN EKPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA SAWIT DAN POLYURETHANEDENGAN METODEIMPEDANCE TUBE .
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Alm. Ayahanda tersayang, terima kasih atas nasehat dan dorongan yang ayahanda berikan untuk terus belajar sampai kapan itu dan mama tercinta terima kasih ananda haturkan atas segala nasehat, dorongan, cinta dan kasih sayang serta do anya yang telah mama berikan selama saya belajar dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan, diskusi, bimbingan, nasehat, dan pelajaran berharga selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin, ST.MT. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin.
5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi dan seluruh pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin.
6. Seluruh Asisten Laboratorium pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberi bekal selama praktikum berlangsung.
7. Rekan-rekan satu tim riset dalam Skripsi ini, pak Suhardiman, Awi, dan Mirza yang telah banyak membantu dan bahu-membahu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Adik-adikku tercinta yang selalu memberikan dukungannya yang membuat abanganda tetap bersemangat.
9. Teman-teman mahasiswa Teknik Mesin USU khususnya Gunawan, Balko, Ilham, dan Zulfirman serta stambuk 2005 Solidarity Forever yang senantiasa membantu, memotivasi dan masukan guna penyelesaian Skripsi ini.
Akhir kata semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bahan literatur bagi rekan - rekan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian Skripsi yang ada kaitannya dengan Skripsi penulis.
Medan, 24 Mei 2010
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR NOTASI viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 4 1.3 Batasan Masalah 5
1.4 Metodologi 6
1.5 Sistematika Penulisan 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1.5 Tingkatan Intensitas Bunyi 22 2.1.6 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi 23 2.1.7 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat
Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi 24 2.1.8 Telinga Manusia dan Pendengaran 25 2.2 MATERIAL AKUSTIK 27 2.2.1. Gejala Penyerapan Suara Dalam Material 30 2.3 MATERIAL KOMPOSIT 31 2.3.1 Jenis-Jenis Material Komposit 32 2.3.2 Kelebihan Bahan Komposit 34 2.3.3 Kelapa Sawit 34 2.3.4 Polyurethane 35 2.4 KOEFISIEN SERAP BUNYI 37
2.5 TRANSMISSION LOSS 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 54
3.1 TEMPAT DAN WAKTU 54 3.2 PEMBUATAN SPESIMEN 55 3.2.1 Peralatan dan Bahan Spesimen 55 3.2.2 Pembuatan Spesimen 56 3.3 PENGUJIAN KOEFISIEN SERAPAN BUNYI 62 3.3.1 Set Up Peralatan Pengujian Koefisien Absorbsi 62 3.3.2 Teknik Pengukuran dan Analisa Data Pengujian
Koefisien Absorbsi 68 3.4 PENGUJIANTRANSMISSION LOSS 69 3.4.1 Set Up Peralatan PengujianTransmission Loss 69 3.4.2 Teknik Pengukuran dan Analisa Data Pengujian
Transmission Loss 76
BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 78 4.1 DATA PENGUJIAN KOEFISIEN ABSORBSI 78 4.1.1 Specimen Dengan Tebal 20 mm 79 4.1.2 Specimen Dengan Tebal 30 mm 82 4.1.3 Specimen Dengan Tebal 40 mm 84 4.1.4 Specimen Dengan Tebal 50 mm 86 4.2 ANALISA DATA PENGUJIAN KOEFISIEN ABSORSI 88 4.2.1 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 20 mm 88 4.2.2 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 30 mm 94 4.2.3 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 40 mm 95 4.2.4 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 50 mm 97 4.3 DATA PENGUJIANTRANSMISSION LOSS 102 4.4 ANALISA DATA PENGUJIANTRANSMISSION LOSS 104 4.4.1 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 20 mm 104 4.4.2 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 30 mm 107 4.4.3 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 40 mm 109 4.4.4 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 50 mm 111 4.5 VALIDITAS HASIL DENGAN PEMBANDING 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 118
5.1 Kesimpulan 118
5.2 Saran 121
DAFTAR PUSTAKA 122
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR NAMA GAMBAR HAL
Gambar 1.1 Hamparan Batang Kelapa Sawit yang belum dimanfaatkan 2
Gambar 2.1a Gelombang Transversal 9
Gambar 2.1b Gelombang Longitudinal 9
Gambar 2.2 Rambatan Gelombang bunyi dari medium kurang rapat
ke medium yang lebih rapat 11
Gambar 2.3 Rambatan Gelombang bunyi dari medium lebih rapat
ke medium yang kurang rapat 11
Gambar 2.4 Radiasi Bunyi dari Bel 12
Gambar 2.5 Dua implus tunggal yang memiliki ketinggian (magnitude) atau
Amplitudo berbeda menjauh dari sumber bunyi 12
Gambar 2.6 Gelombang Sinusoida dengan beberapa macam frekuensi 14
Gambar 2.7 Hubungan antara daya bunyi dan intensitas pada bidang
gelombang berbentuk bola 23
Gambar 2.8 Anatomi Telinga Manusia 25
Gambar 2.9 Kontur Kekerasan Sama 26
Gambar 2.10 Sabine Absorptivities of Common Constructional Materials 29
Gambar 2.11 Absorption Properties of Acoustic Materials 30
Gambar 2.12 Ilustrasi Penyerapan Energi Suara oleh Bahan Akustik 31
Gambar 2.13 Ikatan Uretan dan Reaksi PembentukanPolyurethane 36
Gambar 2.14 Penggunaan Material Akustik pada Jalur Rambatan
pada Dinding Ruang Mesin 38
Gambar 2.15 Penggunaan Material Akustik untuk meredam Kebisingan
pada Mesin Pendingin 39
Gambar 2.16 Pemantulan dan Penyerapan Bunyi dari Media Akustik 40
Gambar 2.17 Tabung Impedansi (resonator) 42
Gambar 2.19 DiskripsiReflection,Sound Absorbtion, danTransmission Loss 48
Gambar 2.20 Proses Terjadinya Transmission Loss pada Material Akustik 49
Gambar 2.21 Sound Transmission Loss Measurement System 50
Gambar 2.22 Penentuan NilaiSound Transmission Class(STC)
dengan Kurva TL Tertentu 51
Gambar 3.1 Penampang Permukaan dan Inti Batang Kelapa Sawit 57
Gambar 3.2 Pemotongan Serat Batang kelapa sawit dengan Panjang 5 mm 57
Gambar 3.3a Pemotongan Cetakan 58
Gambar 3.3b Cetakan yang telah jadi dan telah dilapisi Isolasi Bening 58
Gambar 3.4a Penimbangan Serat Sawit yang telah dipotong 58
Gambar 3.4b Mengukur BanyaknyaPolyurethane 58
Gambar 3.5a Polyurethane 59
Gambar 3.5b PencampuranPolyurethanedengan Serat Sawit 59
Gambar 3.6a Memasukkan campuran poliuretan dengan sawit ke dalam Cetakan 59
Gambar 3.6b Pengepresan pada Permukaan Material 59
Gambar 3.7a Spesimen yang telah dibuka 60
Gambar 3.7b Pengukuran spesimen 60
Gambar 3.7c Specimen yang telah jadi 60
Gambar 3.8 Skematik untuk Pembuatan Spesimen 61
Gambar 3.9 Skema Alat Uji Koefisien Absorbsi 63
Gambar 3.10 Set Up Peralatan Pengujian Koefisien absorbsi 63
Gambar 3.11 Impedance Tubemengacu standar ASTM C-384 64
Gambar 3.12 Bentuk gelombang sebelum diletakkan Spesimen 66
Gambar 3.13 Gambar untuk Mendapatkan A1 dan A2 67
Gambar 3.14 Skematik Alat UjiTransmission Loss 69
Gambar 3.15 Set Up Peralatan PengujianTransmission Loss 70
Gambar 3.16 Sistem Pengukuran pada PengujianTransmission LossMengacu
standar ASTM E-1050 71
Gambar 3.18 Data decibelSound Level Metersebelum diletakkan spesimen 73
Gambar 3.19 Posisi SLM diletakkan pada lubang Ruang Penerima Bunyi 74
Gambar 3.20 Grafik kontur STC untuk penentuan nilai STC-nya 75
Gambar 3.21 Diagram Alir Pelaksanaan Riset 77
Gambar 4.1a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 20 mm 79
Gambar 4.1b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 20 mm 79
Gambar 4.1c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 20 mm 79
Gambar 4.1d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 20 mm 79
Gambar 4.1e Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1500 Hz Tebal 20 mm 80
Gambar 4.1f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 20 mm 80
Gambar 4.2 Gambar Bentuk Gelombang Bunyi 250 Hz denganbase line
untuk mencari A1 dan A2 81
Gambar 4.3a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 30 mm 82
Gambar 4.3b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 30 mm 82
Gambar 4.3c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 30 mm 82
Gambar 4.3d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 30 mm 82
Gambar 4.3e Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1500 Hz Tebal 30 mm 83
Gambar 4.3f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 30 mm 83
Gambar 4.4a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 40 mm 84
Gambar 4.4b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 40 mm 84
Gambar 4.4c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 40 mm 84
Gambar 4.4d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 40 mm 84
Gambar 4.4e Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1500 Hz Tebal 40 mm 85
Gambar 4.4f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 40 mm 85
Gambar 4.5a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 50 mm 86
Gambar 4.5b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 50 mm 86
Gambar 4.5c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 50 mm 86
Gambar 4.5d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 50 mm 86
Gambar 4.5f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 50 mm 87
Gambar 4.6 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Aborbsi dengan ketebalan 20 mm 93
Gambar 4.7 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Absorbsi dengan tebal 30 mm 95
Gambar 4.8 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Absorbsi dengan tebal 40 mm 97
Gambar 4.9 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Absorbsi dengan tebal 50 mm 99
Gambar 4.10 Grafik Koefesien Reduksi Bunyi (NRC) 101
Gambar 4.11 Grafik koefisien Absorbsi untuk seluruh Ketebalan Spesimen 101
Gambar 4.12 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 20 mm 106
Gambar 4.13 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 20 mm 107
Gambar 4.14 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 30 mm 108
Gambar 4.15 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 30 mm 109
Gambar 4.16 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 40 mm 110
Gambar 4.17 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 40 mm 111
Gambar 4.18 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 50 mm 112
Gambar 4.19 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 50 mm 113
DAFTAR TABEL
TABEL NAMA TABEL HAL
Tabel 2.1 Jarak Rentang Frekuensi yang ditransmisikan dan diterima
oleh Sumber dan Penerima Bunyi 14
Tabel 2.2 Cepat Rambat Bunyi pada Berbagai Material 16
Tabel 2.3 Skala Intensitas Kebisingan 18
Tabel 2.4 Skala Koreksi Pembobotan -A 22
Tabel 2.5 Koefisien penyerapan Bunyi dari Material akustik 38
Tabel 2.6 Koefisien Serapan Bunyi dari beberapa Material Akustik 47
Tabel 2.7 NilaiTransmission Lossdan STC dari Material Akustik 52
Tabel 2.8 Nilai STC dari berbagai Material Akustik 53
Tabel 3.1 Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Spesimen 55
Tabel 3.2 Peralatan yang digunakan dalam Pembuatan Spesimen 56
Tabel 3.3 Karakteristik Sifat Fisik dan Mekanis Batang Kelapa Sawit 56
Tabel 3.4 Data Spesimen Uji 60
Tabel 3.5 Peralatan Pengujian Koefisien Absorbsi 65
Tabel 3.6 Data Pengamatan Koefisien Absorbsi 68
Tabel 3.7 Peralatan PengujianTransmission Loss 72
Tabel 3.8 Data PengujianTransmission Loss 74
Tabel 3.9 Data PengamatanTransmission Loss 76
Tabel 4.1 Data untuk Tebal Spesimen 20 mm 81
Tabel 4.2 Data untuk Tebal Spesimen 30 mm 83
Tabel 4.3 Data untuk Tebal Spesimen 40 mm 85
Tabel 4.4 Data untuk Tebal Spesimen 50 mm 87
Tabel 4.5 Koefesien Absorbsi,Reflectiondan Impedansi untuk tebal 20 mm 92
Tabel 4.6 Tabel Koefisien Absorbsi untuk Tebal Spesimen 30 mm 94
Tabel 4.7 Nilai Impedansi pada Ketebalan Spesimen 30 mm 94
Tabel 4.8 Koefesien Absorbsi,Reflection, impedansi dan NRC
untuk Tebal Spesimen 30 mm 94
Tabel 4.10 Nilai Impedansi pada Ketebalan Spesimen 40 mm 96
Tabel 4.11 Koefesien Absorbsi,Reflection, impedansi dan NRC
untuk Tebal Spesimen 40 mm 96
Tabel 4.12 Koefisien Absorbsi untuk Tebal Spesimen 50 mm 97
Tabel 4.13 Nilai Impedansi akustik pada Ketebalan Spesimen 50 mm 98
Tabel 4.14 Koefesien Absorbsi,Reflection, impedansi dan NRC
untuk Tebal Spesimen 50 mm 98
Tabel 4.15 Tabel Rekapitulasi Hasil Data Analisa 100
Tabel 4.16 Data Hasil PengujianTransmission Loss 103
Tabel 4.17 NilaiTransmission Lossuntuk Tebal Spesimen 30 mm 107
Tabel 4.18 NilaiTransmission Lossuntuk Tebal Spesimen 40 mm 109
Tabel 4.19 NilaiTransmission Lossuntuk Tebal Spesimen 50 mm 111
Tabel 4.20 Nilai RekaputulasiTransmission LossHasil Data Analisa 113
Tabel 4.21 Tabel Koefesien AbsorbsiPolyurethaneMurni 115
Tabel 4.22 Koefisien AbsorbsiPolyurethanedengan Serat Batang Sawit
Dengan Tebal 50 mm 116
Tabel 4.23 Data Transmission LossPolyurethaneMurni Tebal 50 mm 117
DAFTAR NOTASI
SIMBOL ARTI SATUAN
f Frekuensi Hz
T Waktu/Periode det
c Cepat Rambat Bunyi m/det
Rasio Panas Spesifik Udara
-Pa Tekanan Atmosfir Pa
Massa Jenis Bahan (Kerapatan) Kg/m3
T Suhu K
Modulus elastisitas (Young s Modulus) MPa
K Modulus Bulk N/m2
Panjang Gelombang Bunyi mm
I Intensitas Bunyi W/m2
W Daya Akustik Watt
A Luas Penampang mm2
V Kecepatan Partikel m/det
P Tekanan Pa
Tegangan Pa
Tekanan Bunyi Pa
Tekanan Bunyi Ditransmisikan Pa Tekanan bunyi dipantulkan Pa Amplitudo tekanan bunyi N/m2
t Waktu det
k1,k2 Bilangan Gelombang pada Media 1 dan Media 2
-Lp Tingkat Tekanan Bunyi dB pref Tekanan Bunyi Referensi N/m2
p(t) Tekanan Bunyi Ditransmisikan Pa Iref Intensitas Referensi W/m2
Ws Total Daya bunyi Watts
Is(r) Maksimum Intensitas Bunyi pada Jarak Radius (r) W/m2
r Jarak dari Titik Tengah Akustik Sumber Bunyi ke
Wo Daya Bunyi Referensi 10 Watts
Wa Daya Suara Diserap Watts Wi Daya Suara yang Tiba pada Permukaan Bahan Watts Koefisien Serap Bunyi Sabin R Koefisien Pantul Bunyi Sabin
Z Impedansi rayls
d Diameter dalam Tabung cm fh Frekuensi Tertinggi Pengukuran Hz
c Cepat Rambat Bunyi di Udara Bebas m/det
r Jari-jari cm
Tr Waktu Dengung det
A Total Absorbsi dalam Ruang sabin.m2
NR Noise Reduction (reduksi bunyi) dB L1 Tingkat Tekanan Bunyi dalam Ruang Sumber Bunyi dB
L2 Tingkat Tekanan Bunyi dalam Ruang Penerima Bunyi dB
TL Transmission Loss dB
S Luas Permukaan Partisi atau material m2 A2 Penyerapan Total sabin.m2
M Massa Kg
k Konstanta
-Akar Tekanan Bunyi Rata rata Pa
Ed Energi bunyi datang dB
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi selain membawa dampak positif dalam kehidupan manusia juga banyak menimbulkan dampak negatif yang merugikan manusia seperti di antaranya polusi suara yang berupa bising atau noise. Smith & Jones (1992) menyatakan bahwa kebisingan didefinisikan sebagai bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki telinga manusia dan mempunyai intensitas dan kekerapan yang tidak teratur. Dalam Smith & Jones (1992), King (1947) menyatakan bahwa pada suatu lingkungan tertentu, kebisingan dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya kecelakaan. Selain itu kebisingan juga dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, menimbulkan kesalahan komunikasi, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya kematian. Salah satu cara untuk mencegah perambatan/radiasi kebisingan pada komponen/struktur mesin, ruangan/bangunan serta dalam konteks K3 kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material komposit alami (material akustik) yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi dapat direduksi.
Material komposit alami (indigenous materials) seperti serat batang kelapa sawit (oil palm frond fiber), sekam padi (rice husk), serabut kelapa (coconut fiber), eceng gondok (eichhornia crassipes), dan serat nenas mempunyai potensi komersial yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai material pengganti komposit serat kaca (glass fiber). Hal ini dikarenakan harga yang relatif rendah, proses yang sederhana dan juga jumlahnya yang melimpah di sekitar lingkungan kita [18].
tahun 2009 disebutkan bahwa luas area perkebunan kelapa sawit untuk seluruh daerah di Indonesia mencapai7.125.331 Juta Hadan di Sumatera Utara mencapai 636.242 Ha dengan kerapatan 130 143 pohon per hektar. Hamparan tanaman kelapa sawit tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1. Hamparan batang pohon kelapa sawit di Sumatra Utara
Sebuah tanaman kelapa sawit memiliki umur ekonomis hingga 25 tahun, dan setelah itu pohon kelapa sawit tersebut biasanya akan ditebang kemudian dibiarkan melapuk atau dibakar. Padahal jika ini dibiarkan terus-menerus selain menimbulkan polusi udara, kegiatan pembakaran tersebut dapat merugikan para petani tanpa mengetahui keuntungan yang ada di dalam batang-batang kelapa sawit yang belum terungkap. Oleh karena itu perlu disadari dan dilakukan tindakan-tindakan yang bisa menjadikan batang pohon kelapa lebih berguna sehingga tidak menjadi limbah yang dapat mencemarkan lingkungan.
Secara umum, batang sawit merupakan bahan yang bersifat lembut dan berpori diyakini mampu menyerap energi suara yang melintasinya. Berdasarkan pemahaman ini, maka ada kemungkinan batang kelapa sawit dapat dijadikan material akustik yang bisa menyerap energi suara sehingga batang kelapa sawit ini dapat lebih berguna.
lain-lain) sudah merupakan sebuah persyaratan yang kemudian diperkuat dengan undang-undang.
Pengurangan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin atau menempatkan peredam pada sumber bising. Pengurangan kebisingan pada media transmisi dapat dilakukan dengan modifikasi ruangan dan penyusunan panel-panel partisi absorber yang baik antara sumber bising dan manusia. Pengendalian kebisingan pada penerima dilakukan dengan memproteksi telinga. Salah satu metode reduksi bising seperti yang telah disebutkan di atas adalah dengan menggunakan bahan penyerap suara/absorber. Penggunaan material absorber menjadi solusi paling baik dalam penerapan metode pengendalian bising. Selama ini panel penyerap suara yang dikembangkan menggunakan serat absorber sintetis yang diimpor sehingga harganya menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan material absorber yang mempunyai kualitas baik dengan bahan baku yang terbuat dari serat alami dan tersedia melimpah di sekeliling kita.
Telah banyak riset yang berhubungan dengan material komposit, khususnya tentang karakteristik akustiknya. Contohnya pada skripsi Abdul Munir Hidayat Lubis yang berjudul Kajian Awal Karakteristik Akustik Inti Batang Kelapa Sawit Sebagai Material Teknik Akustik Alternatif Dengan Metode Simulasi , melaporkan bahwa inti batang kelapa sawit dapat digunakan untuk meredam kebisingan yang terjadi di perumahan dan industri kecil [9]. Kemudian juga pada skripsi Aditia Yunanda yang berjudul Simulasi Karakteristik Serap Bunyi Bahan Komposit Polimer Melalui Pendekatan Pengujian Mekanika Material Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga yang menginformasikan bahwa serat batang kelapa dapat menjadi alternatif material akustik yang lebih ekonomis dan didapat nilai koefesien serap bunyi dengan berbagai tingkat frekuensi dengan cara pendekatan simulasi metode elemen hingga [13]. Oleh karena itu riset kali ini dilakukan sebagai kelanjutan dari riset-riset yang telah ada. Namun material akustik yang terbuat dari serat batang kelapa sawit dengan resin poliurethan sebagai bahan peredam pada knalpot di bidang mesin belum pernah diuji dan penelitian dalam bidang material akustik yang terbuat dari limbah batang kelapa sawit sangat terbatas. Mengacu pada kajian awal karakteriktik akustik serat batang kelapa sawit dengan metode simulasi tahun 2004 menyatakan bahwa koefisien serap (absorbsi) bunyi dapat mencapai 51% hingga 77% pada frekuensi 125 Hz - 500 Hz. Dan tendensinya menunjukan bahwa semakin tinggi frekuensinya maka koefisien serap semakin kecil [9]. Sedangkan untuk material polimer blowing agent jenis poliurethan tendensinya menunjukan bahwa semakin besar frekuensi bunyi yang dipancarkan semakin besar pula koefisien serap (absorbsi) yang dimilikinya.
1.2 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan mendapatkan nilai karakteristik akustik suatu material komposit dari bahan dasar serat batang kelapa sawit dengan resin
polyurethane.
3. Mendapatkan ketebalan pada spesimen sebagai peredam suara yang paling tepat digunakan dalam pembuatan material akustik alternatif.
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Pemanfaatan limbah dari batang kelapa sawit menjadi lebih ekonomis. 2. Mengeliminir terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu
masalah dunia yang diakibatkan dari pembakaran limbah batang kelapa sawit.
3. Menjadikan material komposit ini sebagai salah satu pertimbangan dalam menanggulangi kebisingan.
4. Dapat digunakan sebagai pengembangan pengetahuan bagi penelitian berikutnya khususnya dibidang material akustik.
1.3 BATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini penulis membataskan masalah yang dihadapi mulai dari membuat spesimen uji hingga melakukan tahapan pengujian dan kemudian menganalisa karakteristik akustiknya. Pembatasan masalah tersebut meliputi :
1. Pembuatan spesimen dengan perbandingan berat campuran serat batang kelapa sawit dan resin polyurethane adalah 1:3, hanya pada ketebalan 20 mm, 30 mm, 40 mm, dan 50 mm, dengan pengujian dilakukan pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz untuk setiap ketebalan spesimen.
2. Melakukan pengujian koefisien absorbsi dengan metode Impedance Tube
mengacu pada standar ASTM C-384, untuk mendapatkan bentuk dan data gelombang bunyi pada setiap frekuensi tersebut menggunakan
3. Melakukan pengujian Transmission Loss dengan metode Impedance Tube
mengacu pada standar ASTM E-1050, untuk mendapatkan data tingkat tekanan bunyi dalam satuan decibel (dB) pada setiap frekuensi tersebut menggunakan Sound Level Meter (SLM) hingga menganalisanya untuk mendapatkan nilai Sound Transmission Loss (STL) dan Sound Transmission Class(STC) pada spesimen tersebut.
1.4 METODOLOGI
Pada penelitian ini peneliti mencoba mendapatkan harga karakteristik akustik dari material komposit dengan bahan dasar serat batang kelapa sawit dan
blowing agent resinpolyurethanedengan memodelkannya sesuai dengan metode tabung impedansi. Tahap tahap yang dilakukan dalam penelitian ini hingga selesai adalah :
1. Membuat model fisik dari campuran serat batang kelapa sawit yang telah dihaluskan dengan bahan kimiapolyurethane.
2. Menguji material yang telah jadi dengan menggunakanimpedansi tube
dan menggunakanoscilloscopeyang dibantusoftware easyscope 2.0.
3. Mengetahui bentuk dan data gelombang bunyi yang terdapat pada
oscilloscope kemudian menghitung koefisien serap bunyi, koefisien reduksi bising (NRC), koefisien pantul dan impedansi spesimen.
4. Menguji spesimen dengan menggunakan jenis dan bentuk impedance tubeyang lain dibantu dengan alat pengukuran bunyi atauSound Level Meter(SLM).
5. Mendapatkan data tingkat tekanan bunyi atau sound pressure level
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Tugas skripsi ini meliputi 5 bab, yang sistematika dan tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan segala hal mengenai latar belakang mengapa dilakukannya tugas ini, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Mengulas secara singkat semua hal yang berkaitan dengan teori-teori dasar dari berbagai bentuk sumber pustaka yang didapatkan penulis untuk menunjang dan mendukung eksperimen ini, dari itu teori tentang gelombang bunyi, material properties suatu bahan, sampai memberikan pengertian tentang material komposit, terutama material akustik.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Memaparkan metode penelitian secara teknis dari kedua pengujian yang dilakukan mulai dari pemilihan bahan untuk dijadikan material akustik, kemudian membuat model fisik dari spesimen, alat uji, skematik pengujian, prosedur pengujian dan diagram alir pengujian. BAB IV : HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
Hasil-hasil pengujian akan diolah dan klasifikasikan sesuai dengan kelompok perbandingannya untuk kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan pada tahapan selanjutnya, penulis memberikan hasil perhitungan untuk mencari koefesien absorbsi dan
Transmission Loss, serta grafik-grafik hasil dari analisa pengujian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI
Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini.
2.1.1 Pengertian Gelombang
Gerak gelombang muncul di dalam hampir tiap-tiap cabang fisika, seperti gelombang air, gelombang bunyi, gelombang cahaya, gelombang radio, dan gelombang elektromagnetik lainnya. Sebuah perumusan mengenai atom dan partikel-partikel sub-atomik dinamakan mekanika gelombang. Jelaslah bahwa sifat-sifat gelombang sangat penting di dalam fisika.
Gelombang dapat didefenisikan sebagai getaran yang merambat melalui medium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karena adanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus. Medium pada proses perambatan gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan rambatan gelombang. Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara, maka partikel-partikel udara akan bergerak osilasi (lokal) saja.
Gelombang berdasarkan medium perambatannya dapat dikategorikan menjadi gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik terdiri dari partikel-partikel yang bergetar, dalam perambatannya memerlukan medium. Contohnya gelombang bunyi, gelombang pada air, gelombang tali. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Perambatan gelombang ini tidak memerlukan medium dan bergerak mendekati kelajuan cahaya. Contohnya sinar gamma ( ), sinar X, sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang radar, gelombang TV, gelombang radio.
cahaya. Sedangkan gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah merambatnya searah dengan arah getarnya, contohnya gelombang bunyi dan gelombang pada pegas. Gelombang ini terdiri dari rapatan dan regangan. Rapatan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan mendekat selama sesaat. Regangan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan menjauh selama sesaat. Rapatan dan regangan berhubungan dengan puncak dan lembah pada gelombang transversal. Gelombang transversal dan gelombang longitudinal dapat digambarkan secara grafis pada gambar 2.1.
Gambar 2.1aGelombang Transversal (diambil dari Cutnell & Johnson, 1992)
Gambar 2.1bGelombang Longitudinal(diambil dari Stanley Wolfe, 2003)
2.1.2 Pengertian Bunyi
Bunyi, secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar. Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara (Sound Research Laboratories Ltd, 1976) dan energi yang terkandung dalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh (Egan, 1972). Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang menyatakan bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara yang terjadi bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel yang bergerak.
Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi mempunyai dua defenisi, yaitu:
1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyiObyektif.
2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut sebagai bunyisubyektif.
Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu kolam dari titik dimana batu dijatuhkan.
Berbicara, tentang substansi yang menjalar apabila gelombang bunyi mencapai tapal batas maka gelombang bunyi tersebut akan terbagi dua yaitu sebagian energi ditransmisikan/diteruskan dan sebagian lagi direfleksikan/dipantulkan. Suatu penelitian mengenai terjadinya penjalaran bunyi, mendeteksi dan penggunaan bunyi sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut akan pengalihan energi mekanik (Giancoli, 1998). Gambar 2.2 dan 2.3 adalah perambatan gelombang bunyi pada kondisi medium yang berbeda.
Gambar 2.2Rambatan Gelombang bunyi dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat [18].
Gambar 2.3Rambatan Gelombang bunyi dari medium lebih rapat ke medium yang kurang rapat [18].
Pada udara, variasi-variasi tekanan ini berbentuk kompresi (compressions) dan regangan (rarefactions) yang periodik. Pada gambar 2.4 dan 2.5, bel meradiasikan nada murni (pure tone) ke semua arah, sehingga menciptakan satu dataran gelombang melingkar. Getaran yang terjadi terus-menerus (continuaes) hingga berhenti pada bel menyebabkan deret kompresi dan regangan udara yang bergerak secara longitudinal dari sumber. Amplitudo gelombang dibawa serta oleh tekanan, yang mana semakin besar amplitudo maka semakin besar juga kompresi dan regangan yang terjadi.
Gambar 2.4Radiasi bunyi dari bel
Gambar 2.5 Dua implus tunggal yang memiliki ketinggian (magnitude) atau amplitudo berbeda menjauh dari sumber bunyi.
2.1.3 Sifat Sifat Bunyi
Pengertian mengenai sifat-sifat dasar fisik bunyi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam mengembangkan suatu pendekatan secara sistematis terhadap masalah kontrol kebisingan. Bunyi mempunyai beberapa sifat seperti: asal dan perambatan bunyi, frekuensi bunyi, cepat rambat bunyi, panjang gelombang, intensitas, kecepatan partikel dan lain-lainya sebagai berikut.
2.1.3.a Asal dan Perambatan Bunyi
Semua benda yang dapat bergetar mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan bunyi. Bila ditinjau dari arah getarnya, bunyi termasuk gelombang longitudinal dan bila dilihat dari medium perambatannya, bunyi termasuk gelombang mekanik.
2.1.3.b Frekuensi Bunyi
Frekuensi merupakan gejala fisis obyektif yang dapat diukur oleh instrumen-instrumen akustik. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali.
Frekuensi adalah banyaknya getaran per banyaknya waktu pada waktu lampau satuan dari ukuran sebuah frekuensi didefinisikan sebagai banyaknya siklus perdetik (cps). Sekarang, frekuensi ditentukan dalam satuan yang disebut
f
= 1 / T
(2-1) dimana : f = Frekuensi (Hz)T = Waktu (detik)
Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi; gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi[6, Hal 7].
T = f
1 (s) (2-2)
dimana : = Frekuensi (Hz) = periode (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6].
Tabel 2.1Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.
Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia 85 5000
Anjing 450 1080
Kucing 780 1520
Piano 30 4100
Pitch Music Standart 440
f
= 1 / T
(2-1)dimana : f = Frekuensi (Hz) T = Waktu (detik)
Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi; gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi[6, Hal 7].
T = f
1 (s) (2-2)
dimana : = Frekuensi (Hz) = periode (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6].
Tabel 2.1Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.
Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia 85 5000
Anjing 450 1080
Kucing 780 1520
Piano 30 4100
Pitch Music Standart 440
f
= 1 / T
(2-1)dimana : f = Frekuensi (Hz) T = Waktu (detik)
Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi; gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi[6, Hal 7].
T = f
1 (s) (2-2)
dimana : = Frekuensi (Hz) = periode (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6].
Tabel 2.1Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.
Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia 85 5000
Anjing 450 1080
Kucing 780 1520
Piano 30 4100
Terompet 190 990
Drum 95 180
Kelelawar 10.000 120.000 Jangkrik 7.000 100.000 Burung Nuri 2.000 13.000 Burung Kakak Tua 7.000 120.000
Mesin Jet 5 50.000
Mobil 15 30.000
Penerima Bunyi Rentang Frekuendi (Hz)
Manusia 20 20.000
Anjing 15 50.000
Kucing 60 65.000
Kelelawar 1000 120.000
Jangkrik 100 15.000
Burung Nuri 250 21.000 Burung Kakak Tua 150 150.000
Sumber:hhtp://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=173
2.1.3.c Cepat Rambat Bunyi
Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan [6, Hal 10].
=
(2-3)atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis :
= 20,05
dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)
= Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41) Pa= Tekanan atmosfir (Pascal)
= Kerapatan (Kg/m3)
Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan [6, Hal 11].
=
(2-4)dimana : E = Modulus young (N/m2)
= Kerapatan (Kg/m3)
Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.
c
= K (2-5)dimana : K = Modulus bulk (N/m2)
= Kerapatan (Kg/m3)
Karena bunyi merupakan gelombang maka bunyi mempunyai cepat rambat yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
1. Kerapatan partikel medium yang dilalui bunyi. Semakin rapat susunan partikel medium maka semakin cepat bunyi merambat, sehingga bunyi merambat paling cepat pada zat padat. Tabel 2.2 disajikan beberapa kecepatan bunyi dalam material tertentu.
Tabel 2.2Cepat rambat bunyi pada berbagai material [Hemond, 1983]
Material Kecepatan bunyi (ft/s) Kecepatan bunyi (m/s)
Udara 1,1 335
Timah 3,7 1128
Air 4,5 1385
Beton 10,2 3109
Kayu 11,1 3417
Kaca 15,5 4771
Baja 16 4925
persamaan matematis (v = v0 + 0,6.t) dimana v0adalah cepat rambat pada
suhu nol derajat dan t adalah suhu medium. Besar kecilnya cepat rambat bunyi pada suatu medium sangat tergantung pada temperatur medium tersebut (Beranek & L ver, 1992).
2.1.3.d Panjang Gelombang
Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh perambatan bunyi selama tiap siklus. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut sesuai [6, Hal 12]
= (2-6)
dimana : = Panjang gelombang bunyi (m) c = Cepat rambat bunyi (m/s)
f = Frekuensi (Hz)
2.1.3.e Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas [6, Hal 15
].
Intensitas bunyi dalam arah tertentu di suatu titik adalah laju energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan dalam arah tersebut melewati satu-satuan luasan yang tegak lurus arah tersebut di titik bersangkutan. Untuk tujuan praktis dalam dalam pengendalian kebisingan lingkungan, tingkat tekanan bunyi sama dengan tingkat intensitas bunyi (Doelle, 1972).Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan :
= (2-7)
dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)
W = Daya akustik (Watt)
Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2. Tingkat tekanan bunyi
[image:41.595.151.503.181.387.2]beberapa macam bising dan bunyi tertentu ditunjukkan dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3Skala intensitas Kebisingan
Jenis Bising/Bunyi Desibel Kriteria
Jet tinggal landas, meriam,
mesin, uap, halilintar, band rock. 100-130 Menulikan Bising lalu lintas, peluit polisi,
knalpot truk. 80-100 Sangat keras Kantor yang bising, radio pada
umumnya, perusahaan. 60-80 Keras Percakapan pada umumnya,
radio perlahan, rumah bising. 40-60 Sedang Kantor pribadi, ruang tenang,
percakapan yang tenang. 20-40 Lemah Gemirisik daun, bisikan, nafas
manusia. S/d 20 Sangat lemah
2.1.3.f Kecepatan Partikel
Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel pada persamaan.
= (2-8)
dimana : = Kecepatan partikel (m/s) p = Tekanan (Pa)
= Massa jenis bahan (Kg/m3)
c = cepat rambat bunyi (m/s)
Dengan menggunakan kesetimbangan momentum antara momentum linear dan impuls gaya pada gelombang longitudinal untuk permasalahan solid borne
maka dapat dianologikan menjadi persamaannya adalah :
= (2-9)
= Massa jenis bahan (Kg/m3)
c= Kecepatan bunyi merambat pada batang (m/s)
v= Kecepatan partikel (m/s) dengan asumsi bahwa :
1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang 2. Persamaan di atas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid
3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan.
2.1.3.g Titinada
Sifat sensasi pendengaran yang memungkinkan kita menyusun bunyi dalam suatu skala yang berkisar dari frekuensi rendah ke tinggi disebut dengan titinada. Secara subyektif fisiologis, titinada sama dengan frekuensi. Titinada terutama tergantung pada frekuensi bunyi perangsang, makin tinggi frekuensinya, makin tinggi pula titinadanya.
2.1.3.h Warna Nada
Sensasi bunyi yang mempunyai titinada disebut nada. Nada murni adalah sensasi bunyi frekuensi tunggal, ditandai dengan ketunggalan titinadanya. Bunyi ini dapat dihasilkan dengan memukul garpu tala atau dengan memainkan nada rendah secara lembut pada suling.
Kebanyakan bunyi musik tidak menghasilkan nada murni saja, tetapi menghasilkan bunyi yang terdiri dari beberapa frekuensi tambahan, yang disebut dengan nada kompleks. Nada kompleks adalah sensasi bunyi yang ditandai oleh lebih dari satu frekuensi. Frekuensi terendah yang berada dalam suatu nada kompleks disebut nada dasar, sedangkan komponen-komponen dengan frekuensi lebih tinggi disebut nada atas atau parsial.
2.1.3.i Kekerasan Bunyi
bunyi dan intensitas bunyi. Phon adalah satuan tingkat kekerasan bunyi, yang dibentuk oleh suatu percobaan psikologis yang sangat luas. Skala phon ikut memperhatikan kepekaan telinga yang berbeda terhadap bunyi dengan frekuensi yang berbeda.
2.1.4 Tekanan Bunyi dan Tingkatan Tekanan Bunyi
Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus (frekuensi). Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai :
= sin (2 ) (2-10)
dan persamaan untuk gelombang ditransmisikan dan dipantulkan adalah :
= sin(2 ) (2-11)
= sin(2 + ) (2-12)
dimana : = Tekanan bunyi (N/m2atau Pa)
= Tekanan bunyi ditransmisikan (N/m2atau Pa)
= Tekanan bunyi dipantulkan (N/m2atau Pa)
= Amplitudo tekanan bunyi (N/m2)
f = Frekuensi (Hz)
t = Waktu (detik)
k1,k2 = Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 =2
x = jarak dari sumber gelombang (m)
Penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan getaran partikel udara karena adanya gelombang bunyi disebut tekanan bunyi.
Tingkat tekanan bunyi diukur oleh sound level meter yang terdiri atas mikrofon, penguat, dan instrument output (keluaran) yang mengukur tingkat tekanan bunyi dalam decibel. Nilai tingkat tekanan bunyi ini sangat bervariasi, yaitu pada rentang 2 x 10-5N/m2hingga 600 N/m2. Bermacam-macam alat/ piranti
tingkat bunyi yang dibuat dalam berbagai ukuran oleh beberapa perusahaan, dapat digunakan untuk sejumlah tujuan dalam akustik lingkungan. Ini merupakan instrumen yang penting dalam menilai dan mengendalikan bunyi bising dan getaran. Tingkat tekanan bunyi di definisikan dalam persamaan berikut sesuai dengan [6, Hal 17]:
= 10 ( ) dB (2-13)
dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level (SPL))(dB)
pref = Tekanan bunyi referensi, 10-5N/m2untuk bunyi udara.
p (t) = Tekanan bunyi ditranmisikan (Pa)
Pada umumnya, suatu instrumensound level meterdilengkapi denganfitur
pembobotan frekuensi A, B, C, danflat-weighting(pembobotan datar). 1. Frekuensi Pembobotan A
A-weighted sound level(tingkat pembobotan bunyi A) ini memberikan hubungan tingkat tekanan bunyi dengan respon manusia untuk berbagai jenis sumber bunyi (Hemond, 1983). Akibatnya, tingkat pembobotan jenis ini paling sering digunakan dalam keperluan pengendalian kebisingan. Satuan tingkat pembobotan bunyi A adalahdecibeldengan simbol dB(A).
2. Frekuensi Pembobotan B
Pembobotan B ini tidak digunakan lagi dalam instrument untuk pengukuran akustik.
3. Frekuensi Pembobotan C
Respon pembobotan C ini cukup uniform dari 50 hingga 5000 Hz. Oleh karenanya, pembobotan jenis ini sering digunakan bila pembobotan datar tidak terdapat dalam instrumensound level meter. Ketika pembobotan C digunakan, satuan yang digunakan adalahdecibeldengan symbol dB(C). 4. Flat-weighting(Pembobotan datar dB)
Nilai tingkat tekanan bunyi yang didapat dari hasil pengukuran sound lever meter
[image:45.595.147.505.180.395.2]dalam skala decibel (dB), dapat dikonversikan ke dalam satuan dB(A) melalui suatu skala koreksi pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4Skala koreksi pembobotan -A
Frekuensi (Hz) Skala Koreksi
31,5 -39,2
63 -26,1
125 -16
250 -8,6
500 -3,3
1000 0
2000 +1,4
4000 +1,8
8000 +1,9
Contohnya dalam suatu pengukuran tingkat tekanan bunyi (Lp) suatu sumber bunyi dengan menggunakan sound level meter yang disertai dengan octave band filter, didapat nilai tingkat tekanan bunyi sebesar 100 dB pada frekuensi pengukuran 63 Hz. Dan bila diinginkan nilai tingkat tekanan bunyi dalam satuan dB(A), maka dengan menggunakan tabel 2.4 di atas, maka didapat:
Lp = 100 dB 26,1 = 73,9 dB(A)
2.1.5 Tingkatan Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi. Intensitas bunyi bergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak secara paralel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi.
Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara adalah sebagai berikut [6, Hal 15] :
dimana :prms = Akar kuadrat tekanan bunyi rata-rata (Pa)
Imax = Intensitas maksimum (W/m2)
= Kerapatan udara (Kg/m3)
c = Cepat rambat bunyi di udara (m/s) Tingkatan Intensitas bunyi didefinisikan dalam rumus berikut [6, Hal 17] :
= 10 (2-15)
dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)
Iref = Intensitas referensi (10-12W/m2)
2.1.6 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi
Daya bunyi adalah radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam satuan Watts. Intensitas merupakan besaran yang setara dengan daya gelombang yang merambat per satuan luas muka gelombang. Berbeda dengan gelombang bidang, gelombang speris yang berpropagasi ke segala arah dengan bidang berbentuk bola (speris) seperti yang disajikan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7Hubungan antara daya bunyi dan intensitas pada bidang gelombang berbentuk bola.
Sebagaimana yang berlaku untuk gelombang bidang, maka intensitas gelombang speris dapat dihitung dengan prinsip yang sama. Hanya saja karena muka gelombang berbentuk sperik (bola) maka luasnya adalah 4 . Sehingga hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi dapat ditulis dalam persamaan :
= (4 ) ( ) (2-16)
Is(r) = Maksimum intensitas bunyi pada jarak radius (W/m2)
r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajinersphere(m)
Tingkatan daya bunyi didefinisikan dalam persamaan :
= 10 log (2-17)
dimana : Lw = Tingkatan daya bunyi (dB)
W = Daya bunyi (Watts)
W0 = Daya bunyi referensi (10-12Watts)
2.1.7 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi
Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik dalam daerah bebas dengan mengkombinasikan persamaan pada [6, hal 15 dan 17], maka diperoleh tingkat intensitas bunyi sebagai berikut:
= 10 = 10 = 10 +10 (2-18)
= 10
dimana : K = Konstanta =Iref c/p2ref= c/400
Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka :
= + 10 log
Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya bunyi dan intensitas berhubungan pada persamaan :
W = I . A
Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi adalah :
10 =10 + 10 (2-19)
= + 10
dimana : A = Luas permukaan daerah (m2)
2.1.8 Telinga Manusia dan Pendengaran
[image:48.595.135.449.229.443.2]Jika tekanan gelombang bunyi yang berubah mencapai telinga luar, getaran yang diterima gendang telinga diperbesar oleh tulang-tulang kecil di telinga tengah dan diteruskan melewati cairan ke ujung-ujung syaraf telinga dalam. Syaraf akhirnya meneruskan impuls ini ke otak, dimana proses mendengar tahap akhir terjadi, maka sensasi bunyi tercipta. Gambar 2.8 menunjukkan anatomi dari telinga manusia.
Gambar 2.8Anatomi telinga manusia
Pada saat gelombang bunyi mencapai telinga manusia, terjadi suatu penerimaan dan dikatakan terdengar. Bagian luar dan bagian dalam telinga sebenarnya adalah penerima gelombang suara, yang sinyalnya diteruskan ke otak dan kemudian dianalisis di sana. Keseluruhan proses terdiri dari rangkaian beberapa proses tunggal. Gelombang bunyi yang jatuh ke dalam telinga merangsang gendang telinga menjadi getaran paksa.Rantai dari tiga tulang rawan pada pendengaran meneruskan getaran ini ke jendela yang berbentuk oval dan mengantarkan getaran itu ke dalam cairan telinga bagian dalam.Perilimpa
memenuhi saluran dalam kokhlea, yang dibagi menurut panjangnya menjadi tiga kolom cairan oleh dua lapisan pemisah (membran Paries vestibularis dan membran basilaris). Saluran-saluran ini dihubungkan satu sama lain pada ujung
pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membranbasilaryang terentang di dalamperilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi.
[image:49.595.142.488.394.640.2]Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle, 1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9Kontur kekerasan sama
pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membran basilaryang terentang di dalamperilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle, 1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9Kontur kekerasan sama
pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membran basilaryang terentang di dalamperilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle, 1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran terlihat pada gambar 2.9.
2.2 MATERIAL AKUSTIK
Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk menyerap suara/bising. Material akustik adalah suatu bahan yang dapat menyerap energi suara yang datang dari sumber suara. Pada dasarnya semua bahan dapat menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-beda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur pada bahan tersebut.
Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik, dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian [19, Trihandoko], yaitu : (1) Material berpori(porous materials), (2) Membran penyerap(panel absorbers), (3) Rongga penyerap(cavity resonators), dan Manusia dan furnitur.
1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umum digunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan bahan gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang saling mengait sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan rongga yang sempit dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi, dari energi suara menjadi energi vibrasi, kalor atau perubahan momentum. Daya penyerapan atau peredaman dari suatu jenis material adalah fungsi dari frekuensi. Penyerapan relatif rendah pada frekuensi rendah dan meningkat terhadap ketebalan material (perhatikan gambar 2.10a, kurva 1, 2, dan 3, kemudian kurva 9, 10, 11 dari gambar 2.10b). Absorpsivitas frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan cara melapisi material sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan tile, secara varial akan menghasilkan efektivitas reduksi yang cukup besar. 2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus) yang
merubah energi suara menjadi energi vibrasi dan kalor. Membran penyerap sangat efisien pada frekuensi rendah (gambar 2.11b). Penambahan porous absorber pada bagian ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih jauh meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah.
3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume tertentu dapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek osilasi udara pada bagian leher (neck) yang terhubung dengan voulume udara dalam rongga ketika menerima energi suara menghasilkan efek penyerapan suara, menyerap energi suara paling efisien pada pita frekuensi yang sempit di dekat sumber gaungnya (gambar 2.11c). Peredam jenis ini biasanya dalam bentuk elemen tunggal, seperti blok beton standar dengan rongga yang ditempatkan didalamnya; bentuk lain terdiri dari panil yang berlubang-lubang dan kisi-kisi kayu dengan selimut absorbsi diantaranya. Selain memberikan nilai estetika arsitektur, sistem yang baru saja dijelaskan (bentuk kedua) memberikan absorbsi yang berguna untuk rentang frekuensi yang lebih lebar daripada kemungkinan yang diberikan oleh elemen tunggal berongga (struktur sandwich).
rooms). Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang besar.
Gambar 2.10 Sabine absorptivities of common constructional materials, (1) occupied, audience, orchestra, chorus areas, including the floor beneath. (2) well-upholstered, cloth-covered seat (perforated bottoms) without audience. (3a) curtain (18 oz/yd2) hung to half area. (3b)
Leather-covered upholstered seats, without audience, over a reflective floor. (4) Concrete-block wall, unpainted (approximate). (5) Wooden platform, with air space below. (6) Wooden floor. (7) Concrete-block wall, painted (approximate). (8a) Smooth plaster on brick (but see 14) . (8b) Poured concrete, unpainted. (9a) 2-in fiberglass blanket on rigid backing. (9b) Same with 9a but with 1-in. air space between blanket and backing. (10) Heavy carpet on 40 oz (1.35 kg/m2) underpad. Unpainted acoustic tile.
Gambar 2.11 Absorption properties of acoustic materials. (a1) Glued
acoustic tile ceiling on rigid backing. (a2) Material a1 after two coats of
paint (brush or roller). (b) Material a1 suspended away from wall. (c) 2.5
cm thick fiberglass (50 kg/m3) on rigid backing. (d) c but 10 cm thick. (e) 6
mm plywood 75 mm from rigid backing. (f) e with sound isolation blanket . (g) Slotted two-well concrete block, singe-cavity resonator. (h) Perforated panerl resonator with isolation blanket, 10 percent open urea [18].
2.2.1 Gejala Penyerapan Suara Dalam Material
[image:53.595.191.467.86.483.2]Nilai absorpsivitas suara dihitung menggunakan persamaan dibawah ini:
=
(2-20) [image:54.595.181.448.206.453.2]Dimana Wa dan Wi masing-masing adalah daya suara yang diserap dan daya suara yang tiba pada permukaan bahan. Secara ilustratif, gejala penyerapan suara oleh suatu bahan akustik dapat dilihat pada gambar 2.12 berikut.
Gambar 2.12 Ilustrasi penyerapan energi suara oleh bahan akustik [19, Trihandoko].
Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan penyerap suara antara lain adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain, busa, acoustic tiles, resonator,dan lain-lain.
2.3 MATERIAL KOMPOSIT
Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu :
1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat yang kurangductiletetapi lebih rigid serta lebih kuat.
2. Matriks umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan regiditas yang lebih rendah.
Saat ini jenis komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit berpenguat serat. Hal ini karena serat sebagai penguat memiliki keuntungan sebagai berikut:
1. Memiliki perbandingan panjang dengan diameter (aspect ratio) yang besar. Hal ini menggambarkan bahwa bila digunakan sebagai penguat dalam komposit, serat akan memiliki luas daerah kontak yang luas dengan matriks dibanding bila menggunakan penguat lain. Dengan demikian diharapkan akan terbentuk ikatan yang baik antara serat dengan matriks. 2. Size effect . Serat memiliki ukuran yang kecil sehingga jumlah cacat per
satuan volume serat akan lebih kecil dibandingkan material lain. Dengan demikian serat akan memiliki sifat mekanik yang baik dan konsisten. 3. Serat memiliki densitas yang rendah sehingga memilki sifat mekanik
spesifik (sifak mekanik per satuan densitas) yang tinggi.
4. Fleksibilitas serat dan diameternya yang kecil membuat proses manufaktur serat menjadi mudah.
2.3.1 Jenis Jenis Material Komposit
Berdasarkan jenis penguatnya komposit dibagi:
1. Material komposit serat (fibricus composite), yaitu komposit yang terdiri dari serat dan bahan dasar yang diprosuksi secara fabrikasi, misalnya serat + resin sebagai bahan perekat, sebagai contoh adalah FRP (Fiber Reinforce Plastic) plastik diperkuat dengan serat dan banyak digunakan, yang sering disebutfiber glass.
2. Komposit lapis (laminated composite), yaitu komposit yang terdiri dari lapisan dan bahan penguat, contohnya polywood, laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya.
3. Komposit partikel (particulate composite), yaitu komposit yang terdiri dari partikel dan bahan penguat seperti butiran (batu dan pasir) yang diperkuat dengan semen yang sering kita jumpai sebagai betin.
Berdasarkan matriksnya, komposit dibagi menjadi:
1. Metal matrix composites (MMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks logam.
2. Ceramic matrix composites (CMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks keramik.
3. Polymer matrix composites (PMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks polimer.
Ditinjau dari matriks yang digunakan, komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit bermatriks polimer. Hal ini karena polimer memiliki proses manufaktur yang relatif sederhana, sifat mekanik yang baik, dan membentuk ikatan yang baik dengan sebagian besar penguat.
2.3.2 Kelebihan Bahan Komposit
Bahan komposit mempunyai sifat-sifat mekanik dan fisika yang banyak, diantaranya:
1. Gabungan bahan dasar dan penguat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari bahan dasarnya.
2. Bahan komposit mempunyai berat yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan konvesional. Ini memberikan informasi yang penting dalam penggunaannya karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekuatan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvesional, pengurangan berat adalah suatu aspek yang penting dalam industri pembuatan komposit seperti automobile dan pesawat terbang, karena berhubung dengan penghematan bahan bakar.
3. Bahan komposit tahan terhadap kikisan.
4. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi daya guna, yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik dan dapat dihasilkan dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan bahan dasar untuk menghasilkan komposit hybrid.
2.3.3 Kelapa Sawit
Kelapa Sawit yang mempunyai nama latin adalah (Elaeis) merupakan tanaman industri penting penghasil minyak makan, minyak industri, maupun bahan bakar (biodisel). Kepala sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun dan bisa mencapai tinggi 24 meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis (15°LU 15°LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan yang stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit [9].
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Selain buahnya, ternyata batang kelapa sawit yang selama ini dianggap sebagai limbah bisa dijadikan salah satu bahan yang dapat berguna. Batang kelapa sawit yang mempunyai sifat lembut dan berpori diyakini dapat menyerap energi suara yang mengenainya. Dengan asumsi yang demikian maka dilakukanlah penelitian material komposit yang berbahan dasar serat batang komposit untuk membuktikan penyerapan energi suara yang terjadi.
2.3.4 Polyurethane
Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung urethane
grup (-NH-CO-O-) hasil reaksi dari polyol dengan isocyanate. Poliuretan dapat berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat berpengaruh adalah spandex. Polyurethane dihasilkan dari reaksidiisocyanatesdengandi-alcohols. Terkadangdi-alcohol digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut polyurea yang memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut
polyurethane juga (karena polyurea tidak begitu terkenal). Polyurethane dapat berikatan dengan baik denganhidrogensehingga dapat membentuk suatu kristal. Oleh karena itu, polyurethane sering digunakan untukco-polymerblok buatan dengan sifat elastis yang lembut khas polimer.Co-Polymerblok ini memiliki sifat termo-plastikelastomers(Anonim, 2007).
Komponen utama yang penting dari suatupolyurethane adalahisocyanate
yang molekulnya berisi duaisocyanate(diisocyanates). Molekul ini juga dikenal sebagaimonomersatau monomer unit.Isocyanatesdapat berbau harum, seperti
diphenylmethane diisocyanate(MDI) atau toluene diisocyanat (TDI); atau alifatik, seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone diisocyanate(IPDI).
dari rantai yang pendek (low-molecular) sepertiethylene glycol, 1,4-butanediol
(BDO),diethylene glycol (DEG), gliserin, dantrimethylolsejenis metana (TMP). Sampai saat ini polyurethane