HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DAN JUMLAH ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59
BULAN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Ilmu Gizi
Disusun Oleh : ANI FITRYANINGSIH
J310110031
PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
iii HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DAN JUMLAH ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59
BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMS GILINGAN SURAKARTA Ani Fitryaningsih J310110031
Pembimbing : 1. Dr Mutalazimah, SKM, M.Kes 2. Ruli Sudaryanto, SST, SGz
Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Email : ani3053@gmail.com
ABSTRACT
Stunting are the condition of the body that is highly short with a standard level of devisi to 2 primary school under median length or the height. Among other affecting factors are intake eat, infectious disease, the level of education, level of income parents, and the level knowledge parents, the number of children in family, and weight born. To assess correlations weight born and the number of children in a family by the incident stunting in toddlers age 24-59 months in the work area of puskesmas gilingan surakarta. This research used crosssectional design within 83 sample toddlers who were selected through simple random sampling technique. Data the number of children in get through interview while weight born in gathered from kms and books cohort puskesmas. The analysis used both pearson product moment and rank the spearman. Most toddlers have weight born that is normal (90.4 %). The number of children in family in the category of large (61,4 %). Toddlers who experienced weight of low birth have a normal nutrition is 87.5 % higher compared with toddlers that experienced weight born normal have a normal nutrition only 58,7 %. Families with the number of children small have a normal nutrition is 62.5 % and families with the number of children large have a normal nutrition is 60.8 %. There are no correlation weight born with the genesis stunting (p=0,431). There are no correlation the number of children in a family by the incident stunting (p= 0,592). There are no correlation weight born and the number of children in a family by stunting scene in toddlers age 24-59 months primary health center of Gilingan Surakarta.
iv ABSTRAK
Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dengan tingkat standar devisi -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Faktor yang mempengaruhi stunting, antara lain asupan makan, penyakit infeksi, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan orang tua, dan tingkat pengetahuan orang tua, jumlah anak dalam keluarga, dan berat badan lahir. Mengetahui hubungan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan crosssectional dengan jumlah 83 sampel balita dengan tekhnik simple random sampling. Data jumlah anak di dapatkan melalui wawancara sedangkan berat badan lahir di peroleh dari KMS dan Buku Kohort Puskesmas. Analisis menggunakan uji statistik pearson product moment dan rank spearman. Hasil : Sebagian besar balita memiliki berat badan lahir yaitu normal (90,4%). Jumlah anak dalam keluarga dalam kategori besar (61,4%). Balita yang mengalami berat badan lahir rendah memiliki status gizi normal lebih tinggi yaitu 87,5% dibanding dengan balita yang mengalami berat badan lahir normal yang memiliki status gizi normal hanya 58,7%. Keluarga dengan jumlah anak kecil yang memiliki status gizi normal yaitu sebesar 62,5% dan jumlah anak besar yang memiliki status gizi normal hanya 60,8%. Tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian stunting (p=0,431). Tidak ada hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting (p=0,592). Tidak ada hubungan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta.
1 PENDAHULUAN
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat, terutama dalam siklus kehidupan. Masalah gizi atau kekurangan gizi umumnya terjadi pada balita karena setiap siklus kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (Depkes RI, 2007). Pemantauan pertumbuhan pada balita sangat penting karena untuk mengetahui ada atau tidaknya hambatan pada saat masa pertumbuhan sejak dini seperti stunting. Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dengan tingkat standar devisi -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan (Manary dan Solomons, 2009).
Faktor yang mempengaruhi stunting, antara lain asupan makan,
penyakit infeksi, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan orang tua, tingkat pengetahuan orang tua, jumlah anak dalam keluarga, dan berat badan lahir. Kurangnya daya beli atau pendapatan ekonomi yang rendah dalam satu keluarga secara tidak langsung akan menyebabkan masalah status pada ibu hamil dimana kekurangan zat besi pada ibu hamil akan berpengaruh
terhadap status gizi janin yang akan dilahirkan (Nurhaeni, 2008).
Berat lahir rendah merupakan faktor risiko yang sangat signifikan untuk pertumbuhan terutama enam bulan pertama. Berat bayi rendah diikuti asupan makan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, sering terjadi infeksi selama masa pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan akan terhambat akhirnya menjadi pendek (stunting) dan cenderung memiliki status gizi kurang atau buruk (ACC/SCN, 2000). Jumlah anak >2 merupakan faktor risiko stunting pada usia 24-36 bulan, terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2013) menyatakan bahwa ada kaitannya jumlah anak dengan stunting. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kurangnya pengetahuan mengetahui jumlah anak yang dianjurkan oleh pemerintah dan tingkat pendidikan orang tua (Nurjanah, 2013).
2 dan 17% pendek (Riskesdas, 2013).
Survey pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Gilingan Surakarta angka prevalensi stunting pada tahun 2013 adalah 16,6% dan pada tahun 2014 angka prevalensi stunting sebesar 15,8%. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan meneliti tentang hubungan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surkarta yang terdiri dari Kelurahan Gilingan, Kelurahan Punggawan, Kelurahan Kestalan. Penelitian dilaksanakan secara bertahap mulai bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2016 di Puskesmas Gilingan Surakarta. Subyek penelitian ini adalah ibu dan balita usia 24-59 bulan dengan sampel 83 orang. Variabel yang diteliti adalah berat badan lahir balita, jumlah anak dalam keluarga, dan stunting. Data-data yang dikumpulkan adalah tinggi badan balita menggunakan antropometri. Data berat badan lahir diukur dengan melihat buku KMS dan
data jumlah anak menggunakan metode wawancara dengan kuesioner. Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel, sedangkan analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yaitu berat badan lahir dan jumlah anak dengan kejadian stunting. Analisis dilakukan menggunakan uji korelasi product moment.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat
Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kondisi Ibu Balita
Variabel F % Usia Ibu <34 th 34-40 th >40 th 59 16 8 71,1 19,3 9,6 Pendidikan Ibu Tidak sekolah SD SMP SMA Tamat PT 1 12 21 44 5 1,2 14,5 25,3 53 6 Pekerjaan Ibu PNS Karyawan swasta/pabrik Pedagang Buruh
Ibu Rumah Tangga Tidak bekerja 1 18 3 1 54 6 1.2 21.7 3.6 1.2 65.1 7.2 Pendapatan Sesuai UMR Tidak Sesuai UMR
41 42
3 Tabel 1 menunjukkan bahwa
usia ibu balita lebih banyak ibu yang berusia dibawah 34 tahun yaitu sebesar 59 ibu balita dengan presentase 71,1%. Umur yang baik untuk seorang ibu yang hamil sebaiknya tidak terlalu tua ataupun terlalu muda. Umur yang kurang dari 20 tahun atau yang lebih dari 35 tahun, akan berisiko tinggi pada saat melahirkan dan sangat menentukan berat badan lahir bayi yang dikandungnya (Ruswana, 2006).
Pendidikan terakhir ibu sebagian besar SMA sebesar 44 orang dengan presentase 53% pekerjaan ibu balita di wilayah tersebut banyak yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 54 orang dengan jumlah presentase sebesar 65,1%. Hasil dari penelitian ini didapatkan ibu dengan pendapatan keluarga tidak sesuai dengan UMR yaitu ada sebanyak 42 orang dengan presentase sebesar 50,6%.
Dikatakan sesuai UMR pada
penelitian ini jika pendapatan dalam stu bulan itu Rp 1.200.000,- sedangkan tidak sesuai UMR jika pendapatan dalam sebulan <Rp 1.200.000,-. Hal ini dapat dikatakan bahwa pendapatan yang tidak sesuai dengan UMR masih dapat mencukupi kebutuhan makan keluarga sehingga status gizi anak tetap baik meskipun jumlah anak dalam keluarga >2.
Pendidikan akan mempengaruhi status gizi balita, tingkat pendidikan dapat dilihat kenyataannya dari balita yang memiliki ibu dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan mendapatkan wawasan serta ilmu cara menguasai tentang masalah pertumbuhan, perkembangan dan pengetahuan gizi. Pekerjaan ibu rumah tangga akan lebih mengatahui tumbuh kembang anaknya dan seharusnya lebih mengutamakan menu makanan yang bergizi seimbang untuk anaknya. Ibu yang bekerja diluar rumah akan lebih cenderung tidak memperhatikan tumbuh kembang anak, sehingga terkadang status gizi anak tidak maksimal terpenuhi.
Tabel 2 Distribusi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Kategori F %
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
40 43
48,2 51,8 Umur
<36 bulan 36-48 bulan >48 bulan
42 25 16
4 Tabel 2 menunjukkan bahwa
sebagian besar balita berjenis kelamin laki-laki berjumlah 43 orang dengan presentase (51,8%), untuk umur balita sebagian besar berumur <36 bulan berjumlah 42 orang dengan presentase (50,6%). Penelitian Purwaningrum dan Wardani (2012) mengatakan bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi asupan makan yang dikonsumsi, jenis kelamin laki-laki asupan makan yang dikonsumsi lebih banyak deandingkan dengan jenis kelamin perempuan.
Umur merupakan faktor penting dalam menentukan status gizi seseorang. Kesalah dalam penentuan umur akan menyebabkan intrepretasi status gizi salah, karena pada saat kita mengintrepretasikan status gizi dalam berat badan dan tinggi badan tidak disertai umur maka akan sulit dan akan menimbulkan kesalahan yang lebih fatal, akibatnya status gizi tidak sesuai dengan umur (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2013). Tabel 3 Distribusi Berat badan lahir, Jumlah anak dalam keluarga, dan Kejadian stunting
Variabel F %
Berat Badan Lahir BBLR
Normal
8 75
9,6 90,4 Jumlah Anak
≥2 51 61,4
<2 32 38,6
Kejadian Stunting Stunting
Normal
32 51
38,6 61,4
Sebagian besar keluarga memiliki jumlah anak lebih dari ≥2 atau dalam kategori besar yaitu 61,4%, dan balita yang memiliki berat badan lahir normal lebih tinggi debandingkan dengan berat badan lahir rendah yaitu sebesar 90,4%. Distribusi karakteristik statistik deskrptif berdasarkan berat badan lahir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik Statistik Deskriptif Berdasarkan Berat Badan Lahir
Statistik Deskriptif
Berat Badan Lahir (gram) Mean
Standar Deviasi Minimal
Maksimal
3066,27 478,699 1500 4200
5 Tabel 5 Karakteristik Statistik
Deskriptif Berdasarkan Jumlah Anak Dalam Keluarga
Statistik Deskriptif Jumlah Anak Mean
Standar Deviasi Minimal
Maksimal
2,11 1,012
1 5
Mean atau rata-rata jumlah anak dalam keluarga berdasarkan Tabel 5 yaitu 2,11 dapat diartikan bahwa keluarga memiliki jumlah anak yang besar. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah anak dalam keluarga sebagian besar berjumlah 2 anak (38,6%). Menurut Faradevi (2011) jumlah anak dalam keluarga akan mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga. Tingkat pendapatan dalam satu keluarga dalam jumlah banyak ataupun sedikit akan mempengaruhi tingkat ketersediaan pangan yang berbeda. Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan status ekonomi yang rendah akan memiliki peluang atau rentan terhadap gizi buruk.
Tabel 6. Distribusi Z-Score indeks TB/U Balita Usia 24-59 Bulan
Statistik Deskriptif z-score TB/U Mean
Standar Deviasi Minimal
Maksimal
-1,57 1,47 -7,09 2,33
Rata-rata nilai TB/U dari Tabel. 6 diatas termasuk dalam kategori status gizi normal yaitu -1,57 yang berarti nilai TB/U menurut z-score >-2 SD. Nilai minimum dari data penelitian TB/U tersebut yaitu sebesar -7,09 yang berarti masuk dalam kategori stunting yaitu >-3 SD. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian balita yang mengalami stunting tersebut berada dalam keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, sehingga penanganan untuk lebih lanjut dalam menangani asupan setiap harinya tidak maksimal, dan faktor genetik dari kedua orangtua juga dapat mempengaruhi anak tersebut.
6 untuk balita yang mengalami stunting yaitu dibawah 20%.
Tabel 7
Distribusi Berat Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting Berat
Badan Lahir
Z-Score TB/U
Total
*
p Stunting Normal
N %
Total N
%
Total N
% Total BBLR
Normal 1 31
12.5 41.3
7 44
87.5 58.7
8 75
100
100 0,431 *Uji Korelasi Product Moment
Tabel 7 menunjukkan bahwa responden dengan z-score TB/U dalam kategori normal yang memiliki berat badan lahir rendah presentasenya lebih tinggi yaitu 87,5% dibandingkan dengan presentase responden dengan dengan z-score TB/U dalam kategori normal yang memiliki berat badan normal hanya 58,7%. Berdasarkan analisis bivariat menghasilkan p>0,431 yang berarti Ho diterima sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah Kerja Puskesmas Gilingan Surakarta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan cara melihat buku KMS (Kartu Menuju Sehat) dan buku Kohort yang ada di Puskesmas data berat badan lahir sudah baik, karena berat badan lahir sudah diatas normal yaitu >2500 gram. Tetapi untuk satu atau dua balita juga ada
yang memiliki berat badan lahir rendah dikarenakan waktu hamil atau waktu dalam kandungan, umur ibu balita yang belum cukup untuk hamil, status gizi ibu pada saat hamil, dan keadaan ekonomi yang rendah akan mengakibatkan ibu hamil kekurangan asupan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin pada saat pertumbuhan plasenta yang lebih luas. Jika bayi tersebut mengalami status gizi kurang sejak awal kehamilan yang dikarenakan asupan ibu tidak mencukupi kebutuhannya maka akan berdampak pada berat badan saat lahir yaitu anak yang lahir akan menjadi pendek.
vii tidak ada hubungan berat badan
lahir dengan stunting karena ditemukan dari 83 responden riwayat berat badan lahir rendah hanya dialami 8 orang, hal ini juga menjadi faktor yang memungkinkan terjadinya data yang kurang signifikan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutiari dan Wulandari (2011) menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir normal dengan nilai p>0,354. Tidak adanya hubungan dikarenakan anak yang mengalami BBLR mampu mengejar keterlambatan pertumbuhan layaknya anak yang memiliki berat badan lahir normal, faktor yang mempengaruhi yaitu asupan yang dikonsumsi sehingga untuk mecapai pertumbuhan dan status gizi baik, selain asupan juga pola asuh yang sudah baik.
Hal yang sama juga dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2011) mengatakan bahwa
riwayat berat badan lahir <2500 gram dengan berat badan lahir >2500 gram tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting dengan nilai p >0,057. Balita dengan usia 2-3 tahun merupakan kelompok yang rentan atau rawan terhadap status gizi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi kurang atau buruk pada balita adalah berat lahir rendah. Bayi dengan berat lahir rendah mengalami pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat pada organ-organ tubuhnya.
Selain itu Rasyid, Mayulu, dan Kandaou (2011) mengemukakan bahwa sebagian orang tua yang belum begitu mengerti tentang pemenuhan asupan zat gizi pada balita serta faktor ekonomi, faktor lingkungan yang kurang bersih atau hygiene dan balita yang sangat kurang dalam perawatan atau asuhan yang akan memudahkan balita tersebut mudah terkena penyakit infeksi.
Tabel 8
Distribusi Jumlah Anak Dalam Keluarga dengan Kejadian Stunting Z-Score TB/U Total
p* Stunting Normal
Jumlah Anak
N %
Total
N %
Total
N %
Total Besar
Kecil
20 12
39.2 37.5
31 20
60.8 62.5
51 32
100
100 0,592 *Uji Korelasi Product Moment
viii Berdasarkan tabel 13 diatas
menunjukkan bahwa responden dengan z-score TB/U dalam kategori normal yang memiliki jumlah anak kategori kecil presentasenya lebih tinggi yaitu 62,5% dibandingkan presentase responden dengan z-score TB/U dalam kategori normal yang memiliki jumlah anak dalam keluarga dengan kategori besar hanya 60.8%. Hasil uji analisis korelasi Person Product Moment menunjukkan p value 0,592 yang berarti Ho diterima dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah Kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Karundeng, dkk (2015) mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah anak dengan stunting yang memiliki nilai p value sebesar 0,90.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2013) yang menyatakan bahwa jumlah anak >2 merupakan faktor risiko stunting pada usia 24-36 bulan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kurangnya pengetahuan mengetahui jumlah anak yang dianjurkan oleh
pemerintah dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah (Nurjanah, 2013). Jumlah anak dalam satu keluarga akan mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga, jika dalam satu keluarga memiliki banyak anak dengan keadaan keluarga yang berstatus ekonomi rendah maka akan mempunyai peluang anak mengalami kurang gizi.
Pada penelitian ini faktor yang dapat melatar belakangi tidak ada hubungan jumlah anak dengan kejadian stunting yaitu ibu yang sudah memiliki anak banyak dan mengetahui pengalaman tentang merawat anak meskipun pendidikan kurang, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) jumlah anak dihubungkan dengan cara merawat anak dan memberikan asupan makan pada anak sehingga asupan gizi anak dapat tercukupi dan tidak akan mengalami keadaan status gizi yang kurang.
Ibu yang memiliki anak lebih dari 2 tentu akan sangat berpengalaman dalam merawat anak serta mengetahui bagaimana cara untuk menyukupi asupan makan anak untuk yang anak yang selanjutnya. Akan tetapi pada saat penelitian dilakukan ada beberapa
ix balita yang dititipkan kepada
neneknya dikarenakan orang tua balita sibuk bekerja untuk memenuhi nafkah anaknya, hal ini akan meyebabkan pemberian asupan makan untuk balita tidak maksimal karena terkadang nenek lupa dengan jam makan anaknya atau tidak hanya memberikan makanan seadanya saja.
SIMPULAN
Sebagian besar balita memiliki berat badan lahir normal sebanyak 90,4% sedangkan jumlah anak dalam keluarga dalam kategori ≥2 lebih besar yaitu 61,4% dengan mayoritas balita mengalmi status gizi normal yaitu sebanyak 61,4%.
Tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta (p>0,431).
Tidak ada hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta (p>0,592).
SARAN
Beradasarkan penelitian yang dilakukan maka perlu meningkatkan penyuluhan serta motivasi tentang pemenuhan asupan dan nutrisi untuk janin yang dikandung pada ibu hamil dengan umur yang masih
muda dengan cara mengoptimalkan pertemuan dengan ibu hamil dan perlu meneliti faktor-faktor seperti tempat tinggal dan pemberian makanan sejak dini yang berpengaruh terhadap status gizi. REFERENSI
ACC/SCN & International Food Policy Research Institute (IFPRI). 2000. 4th Report on The World nutrition Situation, NutritionThroughout The Life Cyl.
Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat. Jogjakarta : AR Group
Candra, A. 2013. Hubungan Underlying Factors Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1-2 Tahun. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Malang
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Jakarta
Faradevi, R. 2011. Perbedaan Besar Pengeluaran Jumlah Anak Serta Asupan Energi Dan Protein Balita Antara Balita Kurus Dan Normal. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Fitri, 2012. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting Pada Balita (12-59 Bulan) Di Sumatera. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : PT Dian Rakyat
x Karundeng, LR., Ismanto, AY., dan
Kundre, R. 2015. Hubungan Jarak Kelahiran Dan Jumlah Anak Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas KAO Kecamatan KAO Kabupaten Halmahera Utara. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manary, M. J., dan Solomons, N. W.
(2009). Gizi Kesehatan Masyarakat, Gizi dan Perkembangan Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan Public Health Nutrition Editor. Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., & Arab, L. Blackwell Publishing Ltd, Oxford.
Nurjanah, N, et al. 2013. Hubungan Jarak Kelahiran dan Jumlah Balita Dengan Status Gizi di Rw 07 Wilayah Kerja Puskesmas Cijerah Kota Bandung.
Purwaningrum, S dan Wardani, Y. 2012. Hubungan Antara Asupan Makanan Dan Status Kesadaran Gizi Keluarga Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon Bantul. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
2013. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013
Ruswana. 2006. Ibu Hamil Resiko Tinggi. Availble ://www.Media Castore.com/cybermed/detail-PYK=178,hml. Diakses pada tanggal 23 Mei 2015
Septria, DW. 2015. Hubungan Presepsi Ibu Dan Partisipasi Balita Ke Posyandu Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 36-59 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. Program Studi Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Supariasa, IDN., Bakri, B., dan
Fajar, I. 2013. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Kedokteran EGC