• Tidak ada hasil yang ditemukan

Small area in Geoinformatics and its applications to detect poverty pockets in Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Small area in Geoinformatics and its applications to detect poverty pockets in Jember"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

GEOINFORMATIKA PADA KASUS AREA KECIL DAN

PENERAPANNYA UNTUK MENDETEKSI

KANTONG-KANTONG KEMISKINAN DI JEMBER

TITIN

SISWANTINING

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Geoinformatika pada Kasus Area Kecil dan Penerapannya untuk Mendeteksi Kantong-kantong Kemiskinan di Jember” adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah dicantumkan di dalam teks dan Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 25 Juli 2013

(4)
(5)

TITIN SISWANTINING. Geoinformatika pada Kasus Area Kecil dan Penerapannya untuk Mendeteksi Kantong-kantong Kemiskinan di Jember. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN, KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO, NUNUNG NURYARTONO, dan I WAYAN MANGKU.

Statistik pindaian (scan statistic) merupakan metode dalam Geoinformatika yang mempertimbangkan unsur spasial untuk mendeteksi daerah secara geografis yang mempunyai potensi tinggi atau rendah, serta menguji parameter proporsi satu daerah dibandingkan dengan proporsi daerah lain secara statistika. Statistik pindaian dapat mendeteksi daerah yang ekstrim yang disebut hotspot. Hotspot

berarti sesuatu yang tidak biasa, anomali, penyimpangan, atau daerah dengan kondisi kritis. Statistik pindaian digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi daerah yang disebut Kondisi Luar Biasa (KLB). Statistik pindaian memerlukan informasi lengkap daerah yang akan dideteksi dengan data berukuran besar, sedangkan survei yang dilakukan biasanya hanya menggunakan ukuran contoh cukup kecil. Solusi yang dilakukan untuk menangani ukuran contoh kecil adalah dengan menaikkan jumlah contoh, namun diperlukan biaya, waktu dan tenaga yang besar. Di sisi lain, dalam statistika berkembang metode yang digunakan untuk menangani data dengan ukuran contoh kecil yaitu Small Area Estimation

(6)

hasil, dan sifat takbias. Metode HB memberikan hasil klasifikasi yang lebih baik dibanding dengan metode EBLUP, namun ada kelemahan metode HB yaitu harus memilih sebaran prior dan pembobot spasial yang sesuai. Aplikasi pada data kemiskinan menunjukkan bahwa berdasarkan peubah tak bebas konsumsi kalori, statistik pindaian berbasis SAE mampu melakukan klasifikasi secara benar menggunakan metode HB1 dan HB2 serta SEBLUP sebesar 100% pada 35 desa hasil Susenas 2008. Statistik pindaian berbasis SAE menghasilkan klasifikasi benar berdasarkan pengeluaran rumahtangga menggunakan HB2 sebesar 88,57% dan sebesar 62,85% menggunakan EBLUP. Statistik pindaian berbasis SAE pada seluruh desa di Kabupaten Jember berdasarkan konsumsi kalori menghasilkan klasifikasi benar menggunakan HB2 sebesar 70,45%, menggunakan SEBLUP sebesar 57,09%. Pendugaan proporsi desa termiskin berdasarkan pengeluaran rumah tangga menggunakan HB1 menghasilkan klasifikasi benar sebesar 93,93%, menggunakan EBLUP sebesar 97,95%. Banyaknya peubah tambahan ternyata tidak mempengaruhi hasil analisis dalam SAE maupun dalam statistik pindaian. Berdasarkan aplikasi pada pendeteksian desa miskin di Kabupaten Jember diperoleh bahwa metode SAE menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan dengan tanpa metode SAE. Konsumsi kalori lebih stabil dibandingkan dengan pengeluaran rumahtangga per bulan. Pendekatan spasial lebih baik dibandingkan dengan meode Bayes SAE non spasial, namun metode penentuan bobotnya masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Hasil pendeteksian kantong kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori menggunakan HB2, dan SEBLUP di desa tersurvei adalah Wringin telu, Ampel, Sidodadi, Garahan, Wringin Agung, Pringgowirawan, Sumber Pinang, Suren, dan desa Sumber Sari. Hasil pendeteksian kantong kemiskinan di desa tersurvei berdasarkan pengeluaran rumahtangga per bulan menggunakan HB2 di Kabupaten Jember adalah Serut, Jatiroto, Sukorejo, Sumberjambe, Gumukmas, Pringgowirawan, Sempolan, Suren, Randu Agung. Desa Pringgowirawan dan desa Suren merupakan desa termiskin berdasarkan konsumsi kalori dan pengeluaran rumahtangga di desa tersurvei. Kantong-kantong kemiskinan di seluruh desa di Jember berdasarkan konsumsi kalori menggunakan metode yaitu HB2, dan EBLUP adalah desa Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, Sumber Ketempah, Lembengan, Sumber anget, dan desa Karang Paiton. Terdapat sepuluh desa termiskin berdasarkan konsumsi kalori dan pengeluaran rumahtangga yaitu desa Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, dan desa Sumber Ketempah. Permasalahan tentang ukuran contoh kecil dalam Geoinformatika tidak mengganggu sifat statistik dari penduga. Dengan adanya aplikasi SAE dalam Geoinformatika ini maka tidak perlu melakukan penelitian terhadap semua anggota populasi tetapi cukup dengan memanfaatkan informasi yang sudah ada sehingga dari sisi biaya, waktu dan tenaga dalam melakukan survei tentang KLB akan sangat berkurang.

(7)

TITIN SISWANTINING. Small area in Geoinformatics and its applications to detect poverty pockets in Jember. Supervised by ASEP SAEFUDDIN, KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO, NUNUNG NURYARTONO, and I WAYAN MANGKU.

(8)

the need to choose prior variance and match spatial weight. Application on poverty data shows that based on calorie consumption as dependent variable, SAE based scan statistic can classify 100% correct using HB2 and SEBLUP on 35 villages of Susenas 2008 result. Based on household expenditure variable, SAE based scan statistic produce 88.57% correct classification using HB2 and 62.85% with EBLUP. Results of SAE based scan statistic in all villages in Jember district on calorie consumption variable yield 70.45% correct classification with HB2 and 57.09% with SEBLUP. Estimation of the poorest village proportion based on household expenditure using HB2 yields 93.93% and SEBLUP yields 97.95%. Amount of auxiliary variables does not affect analysis result both on SAE and scan statistic. Application on poor village detection in Jember district indicates better result than without SAE method in detecting high potential of poverty level. Calorie consumption is more stable than monthly household expenditure. Based on calorie consumption with HB2 and SEBLUP method of 35 surveyed village, poverty pockets are found in Wringin telu, Ampel, Sidodadi, Garahan, Wringin Agung, Pringgowirawan, Sumber Pinang, Suren, and Sumber Sari village. On the other hand, based on household expenditure, HB2 method yields poverty pockets in Serut, Jatiroto, Sukorejo, Sumberjambe, Gumukmas, Pringgowirawan, Sempolan, Suren, and Randu Agung. Pringgowirawan and Suren village are the two poorest village based on calorie consumption and household expenditure in surveyed village. These two poorest villages can be said as poverty pocket in order to be improvement target in minimizing poverty in Jember district. Poverty pockets in all Jember’s villages based on calorie consumption using HB2 and SEBLUP methods are Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, Sumber Ketempah, Lembengan, Sumber anget, and Karang Paiton village. This study finds 119 villages as poverty pockets in all villages of Jember district based on household expenditure by HB2 and EBLUP method. From 13 villages’ poverty pockets from calorie consumption and 119 villages from household expenditure in all villages of Jember district, there are 10 poorest villages, such as Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, and Sumber Ketempah. Problem of small sample size in Geoinformatics will not disturb statistic property of estimator. With SAE application in Geoinformatics, there is no need to study all population members. Available information is enough to study poverty pockets in order to save cost, time, and energy in surveying MLC.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

GEOINFORMATIKA PADA KASUS AREA KECIL

DAN PENERAPANNYA UNTUK MENDETEKSI

KANTONG-KANTONG KEMISKINAN DI JEMBER

Oleh:

TITIN

SISWANTINING

G161080021/STK

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Statistika

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R

(12)

Penguji Luar pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. I Made Sumertajaya, MS. Dr. Ir. Anang Kurnia, MS.

Penguji Luar pada Ujian Terbuka : Dr. Slamet Sutomo

(13)

..m1a Mahasiswa .. mor Pokok _セ ....gram Studi

Titin Siswantining G161080021 Statistika

Disetujui:

utro. MS. Komisi Pembim

gセN⦅@

Nセ ヲN@ Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. Ketua

MSc. Dr. Ir. I Wayan Mangku, MS. Anggota

Diketahui . . etua Program Studi Statistika

セ@

:Jr. Ir. Aji Hamim Wigena, MSc.

(14)

Penerapannya untuk Mendeteksi Kantong-kantong Kemiskinan di Jember

Nama Mahasiswa : Titin Siswantining Nomor Pokok : G161080021 Program Studi : Statistika

Disetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

Ketua Anggota

Dr. Ir.R. Nunung Nuryartono, MSc. Dr. Ir. I Wayan Mangku, MS.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, MSc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.

(15)
(16)

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia, rahmat dan hidayah Nya akhirnya disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Geoinformatika Pada Kasus Contoh Kecil Untuk Mendeteksi Kantong-kantong Kemiskinan di Jember”, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Statistika di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa selama kuliah dan sampai melaksanakan dan menyelesaikan tulisan ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih yang sebesar-sebarnya penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, saran, nasehat, kesabaran, pengertian, ketelitian dan dorongan moral kepada penulis dari awal hingga selesainya disertasi ini; Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, MSc., Bapak Dr. Ir. I Wayan Mangku, MS. atas saran, arahan, kesabaran, pengertian dalam membimbing penulis sampai selesainya disertasi ini.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Departemen Matematika, Fakultas MIPA, dan Universitas Indonesia yang telah mengijinkan dan memberikan dorongan untuk melanjutkan studi S3. 2. Segenap keluarga terutama kepada suami dan anak-anak tercinta serta

kakak-kakak dan adik-adik yang telah memberikan semangat, keluasan, kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan hati, pengertian, nasihat, bantuan, dukungan, dorongan, serta doa.

3. Teman-teman seperjuangan dalam payung Hibah Geoinformatika: Dr. Yekti W, MSi., Etis Sunandi, SSi, MSi., Dariani Matualage, SSi, MSi., Ida Marijati, SSi, MSi., Dian Kusumaningrum, SSi, MSi., Siti Rahmah Rahimah, SSi., MSi. dan sebagainya yang selalu siap diganggu setiap saat.

4. Dr. Anang Kurnia, MS. beserta keluarga, yang sabar dan tidak bosan untuk direpoti.

5. Dr. Agnes Tuti Rumiati, MSc., dan Dr. Asfiah Mahdiani yang setia menanyakan kemajuan disertasi. Drs. Bachtiar S. dan Drs. Januri yang selalu tidak berhenti dalam membantu doa. Serta saudara muda sekaligus teman senasib : Dr. Nusar Hajarisman, M.Si. sebagai tempat curhat.

6. Adi Wibowo, SSi, MSi., Rizki Reza, SSi, Luthfatul Amaliana, SSi, Michelino, SSi., Emy M. SSi, Andion, Siti Fatimah, Dr. Dewi, RSS., MSi, Dr. Alfian, M.Si., Dra. Rianti Setiadi, M.Si., Yuri, SSi., Bodro yang telah bersedia membantu dengan sepenuh hati.

7. Serta berbagai pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya satu per satu.

Dengan segala kerendahan hati dan kesadaran diri, kami menyadari bahwa disertasi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya penulis sangat berharap mendapatkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya ilmiah penulis selanjutnya. Harapan penulis semoga disertasi ini bermanfaat untuk banyak pihak yang berkait. Aamiin YRA.

(17)
(18)

TITIN SISWANTINING. Small area in Geoinformatics and its applications to detect poverty pockets in Jember. Supervised by ASEP SAEFUDDIN, KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO, NUNUNG NURYARTONO, and I WAYAN MANGKU.

(19)

Application on poor village detection in Jember district indicates better result than without SAE method in detecting high potential of poverty level. Calorie consumption is more stable than monthly household expenditure. Based on calorie consumption with HB2 and SEBLUP method of 35 surveyed village, poverty pockets are found in Wringin telu, Ampel, Sidodadi, Garahan, Wringin Agung, Pringgowirawan, Sumber Pinang, Suren, and Sumber Sari village. On the other hand, based on household expenditure, HB2 method yields poverty pockets in Serut, Jatiroto, Sukorejo, Sumberjambe, Gumukmas, Pringgowirawan, Sempolan, Suren, and Randu Agung. Pringgowirawan and Suren village are the two poorest village based on calorie consumption and household expenditure in surveyed village. These two poorest villages can be said as poverty pocket in order to be improvement target in minimizing poverty in Jember district. Poverty pockets in all Jember’s villages based on calorie consumption using HB2 and SEBLUP methods are Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, Sumber Ketempah, Lembengan, Sumber anget, and Karang Paiton village. This study finds 119 villages as poverty pockets in all villages of Jember district based on household expenditure by HB2 and EBLUP

method. From 13 villages’ poverty pockets from calorie consumption and 119 villages from

household expenditure in all villages of Jember district, there are 10 poorest villages, such as Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, and Sumber Ketempah. Problem of small sample size in Geoinformatics will not disturb statistic property of estimator. With SAE application in Geoinformatics, there is no need to study all population members. Available information is enough to study poverty pockets in order to save cost, time, and energy in surveying MLC.

(20)

TITIN SISWANTINING. Geoinformatika pada Kasus Area Kecil dan Penerapannya untuk Mendeteksi Kantong-kantong Kemiskinan di Jember. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN, KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO, NUNUNG NURYARTONO, dan I WAYAN MANGKU.

Statistik pindaian (scan statistic) merupakan metode dalam Geoinformatika yang mempertimbangkan unsur spasial untuk mendeteksi daerah secara geografis yang mempunyai potensi tinggi atau rendah serta menguji signifikansi penduga parameter proporsi satu daerah dibandingkan dengan proporsi daerah lain secara statistika. Statistik pindaian mendeteksi daerah yang ekstrim (maksimum atau minimum) yang disebut hotspot. Hotspot berarti sesuatu yang tidak biasa, anomali, penyimpangan, atau daerah dengan kondisi kritis. Statistik pindaian digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi daerah yang disebut Kondisi Luar Biasa (KLB). Statistik pindaian memerlukan informasi lengkap tentang daerah yang akan dideteksi dengan data berukuran besar, sedangkan survei yang dilakukan biasanya hanya menggunakan ukuran contoh cukup kecil. Salah satu solusi yang dilakukan untuk menangani ukuran contoh kecil adalah dengan cara menaikkan jumlah ukuran contoh, namun diperlukan biaya, waktu dan tenaga yang besar. Di sisi lain, dalam statistika berkembang suatu metode yang digunakan untuk menangani data survei dengan ukuran contoh kecil, yang disebut sebagai Small Area Estimation (SAE).

Meskipun tidak untuk membandingkan antar daerah, keuntungan terbesar dari SAE adalah dapat digunakan untuk menduga parameter daerah secara lengkap, baik daerah yang tersurvei maupun tidak. Dengan data dugaan yang lengkap maka statistik pindaian dapat digunakan untuk mendeteksi adanya hotspot atau Kondisi Luar Biasa (KLB).

Berdasarkan perlunya nilai penduga yang lengkap, maka diperlukan aplikasi SAE pada statistik pindaian. Kualitas dari hasil aplikasi SAE pada statistik pindaian dipengaruhi oleh (i) besarnya ukuran contoh dari sisi hotspot, (ii) kualitas pendugaan SAE dari model dengan sejumlah peubah tambahan dan metode pendugaannya, sehingga metode pendugaan SAE perlu dikaji. Kualitas SAE dalam menangani kasus ukuran contoh kecil telah banyak diteliti, begitu pula halnya dengan statistik pindaian, yang masing-masing diteliti secara terpisah. Disertasi ini mengkaji statistik pindaian pada kasus ukuran contoh kecil, yang merupakan aplikasi dari SAE pada statistik pindaian.

Hasil pendugaan yang diperoleh melalui survei disebut sebagai penduga langsung (Direct Estimate), namun biasanya akurasi dan presisinya rendah. SAE merupakan metode untuk menyelesaikan permasalahan ukuran contoh kecil. Dalam masalah RLK pada Geoinformatika terdapat proporsi penduga langsung, yang berpotensi untuk digantikan oleh penduga melalui SAE.

(21)

permasalahan dalam mendeteksi potensi tinggi dan signifikan secara statistika, walaupun ukuran contohnya kecil. Kajian simulasi dan kajian aplikasi pada data riil dievaluasi menggunakan sifat statistik. Kemudian analisis dilanjutkan dengan mengevaluasi klasifikasi benar pada hasil yang diperoleh. Klasifikasi benar melalui kajian simulasi pada area tersurvei diperoleh 100% klasifikasi benar menggunakan metode Bayes dan non-Bayes SAE. Metode Bayes yang digunakan adalah Hierarchical Bayes (HB) spasial dan non-spasial, sedangkan metode non-Bayes yang digunakan adalah EBLUP dan SEBLUP. Untuk area yang tidak tersurvei (daerah yang lebih luas) maka RLK bertambah besar. Dengan menggunakan HB1 (pembobot korelasi spasial) SAE dengan proporsi hotspot 0,95 mampu menduga secara benar sebesar 80,97%, klasifikasi benar menggunakan HB2 (tetangga terdekat) sebesar 75,62%. Klasifikasi benar pada simulasi menggunakan metode EBLUP sebesar 65,99%. Dari sisi sifat penduga, kedua metode (HB dan EBLUP) mempunyai sifat stabil dalam hasil, dan sifat takbias. Metode HB memberikan hasil klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode EBLUP, terlihat dari hasil klasifikasi benar yang cukup tinggi, namun demikian ada kelemahan metode HB yaitu harus memilih sebaran prior dan pembobot spasial yang sesuai.

Pendugaan parameter pada area yang tidak tersurvei, tidak dapat dilakukan menggunakan DE. Aplikasi pada data kemiskinan menunjukkan bahwa berdasarkan peubah tak bebas konsumsi kalori, statistik pindaian berbasis SAE mampu melakukan klasifikasi secara benar menggunakan metode HB1 dan HB2 serta SEBLUP sebesar 100% pada 35 desa hasil Susenas 2008. Statistik pindaian berbasis SAE menghasilkan klasifikasi benar berdasarkan pengeluaran rumahtangga menggunakan HB2 sebesar 88,57% dan klasifikasi benar sebesar 62,85% menggunakan EBLUP. Statistik pindaian berbasis SAE pada seluruh desa di Kabupaten Jember berdasarkan konsumsi kalori menghasilkan klasifikasi benar menggunakan HB1 sebesar 46,96%, klasifikasi benar menggunakan HB2 sebesar 70,45%, klasifikasi benar menggunakan SEBLUP sebesar 57,09%. Pendugaan proporsi desa termiskin berdasarkan pengeluaran rumah tangga menggunakan HB1 menghasilkan klasifikasi benar sebesar 93,93%, menggunakan EBLUP menghasilkan klasifikasi benar sebesar 97,95%. Banyaknya peubah tambahan (sedikit atau banyak jumlahnya) tidak mempengaruhi hasil analisis dalam SAE maupun dalam statistik pindaian.

(22)

Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, Sumber Ketempah, Lembengan, Sumber anget, dan desa Karang Paiton. Ditemukan kantong-kantong kemiskinan seluruh desa di Kabupaten Jember berdasarkan pengeluaran rumahtangga dengan menggunakan dua metode HB2, dan EBLUP sebanyak seratus sembilan desa. Dari tiga belas desa yang merupakan kantong kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori dan seratus sembilan desa yang merupakan kantong kemiskinan berdasarkan pengeluaran rumahtangga terdapat sepuluh desa termiskin berdasarkan keduanya yaitu desa Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, dan desa Sumber Ketempah. Sepuluh desa tersebut merupakan kantong kemiskinan di seluruh desa di Jember.

(23)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kebaruan Penelitian (Novelti) 6

Sistematika Penulisan 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Perkembangan Penelitian Berbagai Metode SAE Spasial dan Non-Spasial

9

Rasio Log Kemungkinan (RLK) 10

Statistik Pindaian 12

Penduga Area Kecil 18

EBLUP 20

Hierarchical Bayes (HB) 21

SEBLUP 24

SpatialHierarchical Bayes (HB Spasial) 24

Pendugaan SAE untuk Area Lebih Luas 26

3 PENDUGAAN SAE PENGGANTI PERAN STATISTIK PADA STATISTIK PINDAIAN

27

Pendahuluan 27

Metodologi 27

Pendekatan teoritis 28

Pendekatan simulasi 32

Hasil dan Pembahasan 40

Hasil pendekatan teoritis 40

Hasil pendekatan simulasi 40

Hasil simulasi statistik pindaian 45

Sintesis antara pendekatan teoritis dan pendekatan simulasi 50

(24)

4 PENDETEKSIAN KANTONG-KANTONG KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBER

53

Pendahuluan 53

Metodologi 55

Sumber data 55

Metode analisis 56

Hasil dan Pembahasan 56

Kantong kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori (P1) 56 Kantong kemiskinan berdasarkan pengeluaran rumah tangga (P2) 60 Peta Geoinformatik kantong kemiskinan berdasarkan konsumsi

kalori (P1)

65 Peta Geoinformatik kantong kemiskinan berdasarkan pengeluaran rumah tangga (P2)

69 Perbandingan kantong kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori (P1) dan pengeluaran rumahtangga (P2)

73 Sintesis statistik pindaian berbasis SAE untuk menentukan KLB kemiskinan di Jember

75

4.4 Penutup 76

5. PEMBAHASAN UMUM 79

Kajian Teori 79

Kajian simulasi SAE 79

Simulasi tatistik pindaian 80

Aplikasi 81

6 KESIMPULAN DAN SARAN 84

DAFTAR PUSTAKA 85

DAFTAR LAMPIRAN 91

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH 129

RIWAYAT HIDUP 131

(25)

TAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Rangkuman hasil statistik pindaian menggunakan simulasi 35 area

tersurvei

45 Tabel 3.2 Rangkuman hasil simulasi statistik pindaian HB 35 area tersurvei 46 Tabel 3.3 Rangkuman hasil statistik pindaian simulasi SEBLUP 35 area

tersurvei

47 Tabel 3.4 Klasifikasi HB1 35 area tersurvei dengan hotspot 0,95 47 Tabel 3.5 Klasifikasi HB2 35 area tersurvei dengan hotspot 0,95 47 Tabel 3.6 Rangkuman simulasi statistik pindaian 35 dan 247 area 48 Tabel 3.7 Klasifikasi HB1 dari seluruh 247 area dengan hotspot awal 0,95 49 Tabel 3.8 Klasifikasi HB1 dari seluruh 247 area dengan hotspot awal 0,6 49 Tabel 3.9 Klasifikasi HB2 dari seluruh 247 area dengan hotspot awal 0,95 49 Tabel 3.10 Klasifikasi HB2 dari seluruh 247 area dengan hotspot awal 0,60 49 Tabel 3.11 Klasifikasi EBLUP dari seluruh 247 area dengan dengan hotspot

awal 0,95

50 Tabel 3.12 Klasifikasi EBLUP dari seluruh 247 area dengan dengan hotspot

awal 0,6

50 Tabel 3.13 Rangkuman hasil metode SAE dan Statistik Pindaian 52 Tabel 4.1 Metode yang digunakan untuk menduga banyaknya kasus

kemiskinan

57 Tabel 4.2 Rangkuman desa miskin berdasarkan konsumsi kalori (P1) 35 desa

tersurvei

57 Tabel 4.3 Klasifikasi desa miskin 35 desa tersurvei berdasarkan konsumsi

kalori (P1) menggunakan HB1-HB4, EBLUP dan SEBLUP

601 Tabel 4.4 Rangkuman statistik pindaian berdasarkan konsumsi kalori (P1)

seluruh 247 desa di Jember

60 Tabel 4.5 Klasifikasi desa miskin berdasarkan konsumsi kalori (P1)

menggunakan pendugaan sintetik untuk seluruh 247 desa melalui HB1-HB4, EBLUP dan SEBLUP

61

Tabel 4.6 Rangkuman Satscan berdasarkan pengeluaran rumah tangga (P2) di 35 desa tersurvei

63 Tabel 4.7 Klasifikasi desa miskin berdasarkan 35 desa tersurvei berdasarkan

pengeluaran rumah tangga (P2) menggunakan HB2, dan EBLUP

(26)

Tabel 4.8 Hasil statistik pindaian berdasarkan pengeluaran rumah tangga (P1) 64 Tabel 4.9 Klasifikasi desa miskin berdasarkan pengeluaran rumah tangga (P2)

menggunakan pendugaan sintetik untuk 247 desa di Jember

65 Tabel 4.10 Rangkuman analisis aplikasi SAE Geoinformatika pada data

kemiskinan Kabupaten Jember

78

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Alur kerangka pemikiran disertasi 3

Gambar 1.2 Bagan tahapan kerja disertasi 7

Gambar 1.3 Bagan penulisan disertasi 8

Gambar 2.1 State of the art dan novelti dari disertasi 11

Gambar 3.1 Bagan disain simulasi 34

Gambar 3.2 Bagan pendugaan parameter menggunakan HB SAE dan EBLUP

pada Model Fay-Herriot.

38 Gambar 3.3 Bagan algoritma Gibbs untuk menduga p, dan pada HB SAE 39

Gambar 3.4 Bagan pendugaan pada simulasi EBLUP 39

Gambar 3.5 Mutlak bias metode HB1 dan HB2 41

Gambar 3.6 Mutlak bias metode EBLUP dan SEBLUP 42

Gambar 3.7 Rasio Ragam simulasi DE/ ragam simulasi HB 35 area tersurvei 42 Gambar 3.8 Rasio Ragam simulasi DE terhadap ragam simulasi EBLUP dan

SEBLUP 35 area tersurvei

43 Gambar 3.9 Rasio Ragam sim DE terhadap ragam HB1 dan HB2 simulasi 247

area

44 Gambar 4.1 Perbandingan rasio ragam DE terhadap ragam HB1 dan HB2

berdasarkan konsumsi kalori (P1) dari 35 desa tersrvei

57 Gambar 4.2 Rasio ragam DE terhadap ragam EBLUP dan SEBLUP berdasarkan

konsumsi kalori (P1) dari 35 desa tersurvei

57 Gambar 4.3 Rasio ragam DE/ragam HB1 dan HB2 berdasarkan pengeluaran

rumah tangga (P2) dari 35 desa tersurvei

61 Gambar 4.4 Rasio ragam DE/Ragam EBLUP dan SEBLUP berdasarkan

Pengeluaran rumah tangga (P2) dari 35 desa tersurvei

62 Gambar 4.5 Pemetaantingkat kemiskinan 35 desa tersurvei berdasarkan

konsumsi kalori (P1) menggunakan DE

(27)

Gambar 4.6 Pemetaan tingkat kemiskinan 35 desa tersurvei berdasarkan konsumsi kalori (P1) menggunakan HB1

66 Gambar 4.7 Pemetaan tingkat kemiskinan 35 desa tersurvei berdasarkan

konsumsi kalori (P1) menggunakan HB2

67 Gambar 4.8 Pemetaan tingkat kemiskinan 35 desa tersurvei berdasarkan

konsumsi kalori (P1) menggunakan SEBLUP

67 Gambar 4.9 Pemetaan tingkat kemiskinan seluruh 247 desa berdasarkan

konsumsi kalori (P1) menggunakan HB2.

68 Gambar 4.10 Pemetaan tingkat kemiskinan seluruh 247 desa berdasarkan

konsumsi kalori (P1) menggunakan EBLUP

69 Gambar 4.11 Pemetaan tingkat kemiskinan 35 desa tersurvei berdasarkan

pengeluaran rumah tangga (P2) menggunakan DE

70 Gambar 4.12 Pemetaan tingkat kemiskinan 35 desa tersurvei berdasarkan

pengeluaran rumah tangga (P2) menggunakan HB2

70 Gambar 4.13 Pemetaan tingkat kemiskinan 35 desa tersurvei berdasarkan

pengeluaran rumah tangga (P2) menggunakan EBLUP

71 Gambar 4.14 Pemetaan tingkat kemiskinan seluruh 247 desa berdasarkan

Pengeluaran rumah tangga (P2) menggunakan HB2

72 Gambar 4.15 Pemetaan tingkat kemiskinan seluruh 247 desa berdasarkan

pengeluaran rumah tangga (P2) menggunakan EBLUP

72 Gambar 4.16 Rangkuman kantong-kantong kemiskinan berdasarkan peubah tak

bebas konsumsi kalori (P1) dan pengeluaran rumahtangga (P2) menggunankan HB2 dan EBLUP untuk 35 desa tersurvei

74

Gambar 4.17 Rangkuman kantong-kantong kemiskinan berdasarkan peubah tak bebas konsumsi kalori (P1) dan pengeluaran rumahtangga (P2) menggunankan HB2 dan EBLUP untuk seluruh 247 desa di Jember

75

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Pembuktian sifat tak bias, ragam kecil, konsistensi dari peubah acak

binomial

92 Lampiran 2a Program simulasi HB2 dari 35 area tersurvei 94

Lampiran 2b Program simulasi SEBLUP 106

Lampiran 3 Tabel Parameter dan hasil pendugaan parameter melalui simulasi 111 Lampiran 4a Tabel Hasil simulasi HB dari seluruh 247 area di Jember dengan

statistik pindaian.

(28)

Lampiran 4b Tabel Hasil statistik pindaian simulasi EBLUP dari seluruh 247 area di Jember

112 Lampiran 5a Tabel Rangkuman hasil statistik pindaian simulasi area berjumlah

kecil (35 area/desa tersurvei) dan area berjumlah banyak (seluruh 247 area/desa di Jember)

113

Lampiran 5b Tabel Rangkuman perbandingan hasil statistik pindaian berbagai metode

113 Lampiran 6a Tabel Rangkuman proporsi berdasarkan konsumsi kalori per hari

(P1)

114 Lampiran 6b Tabel Rangkuman proporsi pengeluaran tangga per kapita (P2) 115 Lampiran 7a Tabel Pemetaan KLB desa miskin di Kabupaten Jember

berdasarkan Susenas BPS

117 Lampiran 7b Tabel Rangkuman berdasarkan konsumsi kalori (P1) dan

pengeluaran rumahtanggaper kapita (P2)

118 Lampiran 8a Tabel Rangkuman hasil statistik pindaian dari 35 desa tersurvei dan

seluruh 247 desa di Kabupaten Jember berdasarkan konsumsi kalori (P1)

127

Lampiran 8b Tabel Rangkuman hasil statistik pindaian 35 desa tersurvei dan seluruh 247 desa di Kabupaten Jember berdasarkan pengeluaran rumah tangga per kapita (P2)

127

(29)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Geoinformatika (disebut juga Geomatika) merupakan integrasi dari ilmu dan teknologi untuk mengoleksi, mentransformasi, mengembangkan, dan menjeneralisasi informasi dari basis data spasial dan data bukan spasial (Rai, Sahoo & Ahmad 2009; Sahoo 2005). Beberapa bagian penting dalam Geoinformatika yaitu Remote Sensing (RS), Geographical Information Sciences

(GISc), Global Positioning Systems (GPS), Relational Data Base Management Systems (RDBMS), Geographical Information Systems (GIS) (Dietmar 2006). Tujuan utama dari Geoinformatika adalah mendeteksi hotspot geospasial dan

hotspot spatio-temporal dalam penentuan potensi suatu lokasi secara cepat (Patil 2007). Hotspot dapat mengidentifikasi suatu wilayah yang nilai (frekuensi) nya tinggi. Apabila wilayah yang berdekatan frekuensinya rendah, maka gambar

surface plotnya akan berupa puncak di antara lembah, begitu juga sebaliknya (Patil & Meyer 2009). Hotspot berarti sesuatu yang tidak biasa, anomali, penyimpangan, daerah kritis (Kulldorff & Nagarwala 1995; Patil & Taillie 2003).

Untuk mendeteksi adanya hotspot digunakan prinsip pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam Geoinformatika didasarkan pada nisbah atau rasio dari fungsi kemungkinan, sedangkan fungsi kemungkinan dalam hal ini didasarkan pada contoh. Akurasi dan presisi dari contoh tergantung dari ukuran contoh. Rasio dari fungsi kemungkinan merupakan rasio antara fungsi kemungkinan berdasarkan data dibandingkan dengan fungsi kemungkinan apabila hipotesis nol benar. Jika ukuran contoh kecil maka fungsi kemungkinan akan mempunyai nilai yang kecil. Hasil rasio fungsi kemungkinan tersebut juga kecil, sehingga sulit untuk mendeteksi perbedaan karena kecenderungan kesimpulannya menjadi tidak nyata. Dalam keadaan demikian memungkinkan adanya ketidaktepatan dalam menguji hipotesis disebabkan oleh ukuran contoh yang kecil. Oleh karenanya peneliti akan sulit untuk mengatakan apakah hasil tersebut terjadi karena kebetulan atau sesungguhnya (Kalla 2009). Patil & Meyers (2009) menyatakan bahwa apabila ukuran contoh kecil maka pengujian hipotesis tidak memberikan perbedaan proporsi antara daerah satu dengan lainnya. Rao (2003) mengemukakan bahwa suatu domain dipandang sebagai “kecil” apabila contoh domain-khusus tidak cukup kuat dalam mendukung penduga langsung (DE,

Direct Estimate), untuk memperoleh ketelitian yang sesuai. Domain dengan ukuran contoh kecil meliputi “wilayah lokal”, “subdomain”, “subgrup kecil”, “subprovinsi”, dan “domain minor”. Sedangkan suatu domain (wilayah) dikatakan besar (atau mayor) jika contoh domain-khusus cukup besar untuk menghasilkan DE dengan presisi yang sesuai. Suatu DE adalah penduga yang didasarkan hanya pada domain-khusus data contoh.

(30)

mengambil keuntungan secara detil dalam survei contoh dan sensus. Metode yang tepat untuk memberi solusi dalam hal ini adalah Small Area Estimation atau disingkat SAE (Elbers et.al. 2002, Rao 2003, Parsons & Schenker 2008). Sebagai contoh, Hentschel et al. (2000) mengusulkan untuk mengkombinasikan antara data survey dengan data sensus. Vogt (2010) menyatakan bahwa untuk pertama kalinya Jerman pada tahun 2011 akan melakukan sensus berdasarkan data administrasi yang sudah ada dengan memanfaatkan pencatatan yang tersedia, tidak menggunakan metode lama dengan cara mencacah setiap individu. Namun tidak semua informasi dapat diperoleh melalui pencatatan administrasi, seperti pendidikan, pelatihan, pekerjaan. Informasi tentang pendidikan, pelatihan, pekerjaan tersebut dapat diperoleh melalui survei. Metode sensus seperti ini dapat menghemat biaya karena sebagian informasi telah diperoleh melalui pencatatan administrasi, dan sebagian melalui survei (Vogt 2010).

SAE merupakan pendekatan yang menggunakan data survei dan meminjam kekuatan dari data yang mewakili karakteristik populasi (sebagai contoh data administrasi) seperti pada data sensus. Metode ini menggunakan informasi tambahan yang memungkinkan untuk menghubungkan data survei dengan data administrasi agar dapat diperoleh pendugaan dalam wilayah kecil, sehingga diperoleh pendugaan yang efisien (Gosh & Rao 1994). Metode ini membantu memperbaiki informasi dan ukuran contoh menjadi lebih efektif. Misalnya, peneliti dapat mengkombinasikan informasi wilayah serupa atau informasi tambahan dari pencatatan administrasi (Jiang & Lahiri 2006). Statistik yang digunakan untuk menduga parameter melalui data sampel di SAE disebut sebagai DE.

SAE digunakan untuk menduga parameter, atau digunakan untuk memprediksi, namun tidak digunakan untuk menguji klaster mana yang paling signifikan secara statistika. Klaster suatu daerah yang lebih tinggi atau lebih rendah dari daerah lain disebut sebagai most likely cluster (MLC) atau Kondisi Luar Biasa (KLB). Salah satu cara untuk menentukan KLB adalah dengan Statistik Pindaian, merupakan metode geoinformatika yang mempertimbangkan unsur spasial untuk mendeteksi daerah secara geografis yang mempunyai potensi tinggi atau rendah dan mengevaluasi signifikansi parameter satu daerah dibandingkan dengan daerah lain secara statistika (Jung, Kulldorff & Klassen 2007). Pada penelitiannya, Jung et al. (2007) menggunakan statistik pindaian untuk mendeteksi daerah KLB yang dilanda penyakit kanker prostat di Maryland.

Kulldorff scan statistic merupakan metode spatial scan statistic yang digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi signifikansi secara statistika dari klaster spasial (spatial clusters). Sedangkan Spatial Satscan merupakan perangkat lunak statistik pindaian spasial yang digunakan untuk mendeteksi adanya hotspot. Tujuan dari statistik pindaian spasial adalah mengidentifikasi konsentrasi spasial dari individu-individu dengan kondisi tertentu (Hsu et al. 2004; Andrade et al.

2004; Odoi et al. 2004; Sheehan et al. 2004; Heffernan et al. 2004; Washington et al. 2004). Oleh karena itu, statistik pindaian spasial memerlukan informasi lengkap tentang populasi agar klaster spasial pada suatu daerah dapat dideteksi.

(31)

mendeteksi hotspot atau Kondisi Luar Biasa (KLB). Peneliti biasanya menggunakan penduga langsung yang mempunyai ukuran contoh kecil sebagai input dalam statistik pindaian. Sedangkan statistik pindaian memerlukan informasi lengkap yang tidak dapat diperoleh dari penduga langsung berbasis survei. Oleh karena itu, pada disertasi ini digunakan hasil pendugaan SAE untuk menggantikan DE. Diharapkan penduga parameter hasil pendugaan melalui SAE dapat digunakan untuk menggantikan peran statistik DE untuk menguji signifikansi daerah satu dengan lainnya melalui statistik pindaian. Rangkuman tentang alur kerangka pemikiran disertasi ini secara umum, dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Sehubungan dengan perlunya data penduga yang lengkap pada statistik pindaian, maka diperlukan aplikasi SAE pada statistik pindaian. Kualitas dari hasil aplikasi SAE pada statistik pindaian dipengaruhi oleh kualitas pendugaan SAE dari model dengan sejumlah peubah tambahan dan metode pendugaannya. Sehingga perlu dikaji pengaruh metode pendugaan SAE. Penelitian sebelumnya oleh Siswantining et al. (2012b) menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi hasil pendugaan Hierarchical Bayes (HB) SAE pada statistik pindaian memberikan hasil yang baik.

Gambar 1.1. Alur kerangka pemikiran disertasi

Informasi Tambahan

Informasi Terbatas

SAE

Bayes Non-Bayes

HB1

HB2

HB3

HB4

EBLUP

SEBLUP

Pendugaan Parameter

Daerah Tersurvei

Prediksi Daerah Lebih Luas

Sifat-sifat Statistik

Statistik

Pindaian

Pemilihan

Metode SAE

Kajian

Teori Simulasi

Penerapan Data Riil

KLB

berbasis SAE

Sifat-sifat Statistik

Pengklasi fikasian

Benar

(32)

Perumusan Masalah

Dalam upaya aplikasi SAE pada statistik pindaian hal yang menjadi perhatian utama adalah kualitas statistik pindaian sebagai hasil akhir proses aplikasi. Ukuran contoh menjadi sesuatu yang patut diperhatikan pada statistik pindaian karena menjadi dasar pengujian hipotesis dengan uji Rasio Log Kemungkinan (RLK) pada kemampuan uji dan distribusi. Apabila ukuran contoh kecil, maka RLK tidak mampu mengatasi penolakan hipotesis (cenderung menerima hipotesis, berarti tidak ada hotspot). Sebaran dari statitik uji pada statistik pindaian tidak mempunyai bentuk analitik sehingga Kulldorff (1997) menggunakan pendekatan numerik Markov Chain Monte Carlo (MCMC) untuk menyelesaikannya.

Studi berkaitan dengan pendugaan SAE telah banyak dipelajari. Beberapa penelitian tentang model dan metode pendugaan SAE antara lain dilakukan oleh Matualage (2012) yang meneliti EBLUP untuk menduga pengeluaran per kapita menggunakan satu peubah tambahan yaitu prosentase keluarga penerima

Askeskin, sedangkan Sunandi (2011) menduga proporsi keluarga miskin menggunakan Hierarchical Bayes (HB) SAE melalui peubah respon konsumsi kalori, dan 8 peubah tambahan.

Untuk mendeteksi adanya hotspot, diperlukan informasi yang cukup untuk setiap wilayah studi (ukuran contohnya besar atau memerlukan informasi populasi). Namun, pada kenyataannya, informasi seperti itu jarang didapatkan, karena biasanya untuk menggali informasi dilakukan dengan survei, padahal biasanya survei menggunakan ukuran contoh kecil dan tidak setiap daerah mempunyai informasi yang cukup karena kemungkinan daerahnya tidak terambil sebagai contoh. Secara statistika, apabila ukuran contohnya kecil maka ragamnya akan besar. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu solusinya adalah memanfaatkan metode SAE.

SAE mampu melakukan pendugaan parameter untuk data berukuran kecil, bahkan mungkin pendugaan pada daerah yang tidak tersurvei. SAE dapat memperbaiki kesalahan, karena ragam dari pendugaan SAE biasanya lebih kecil daripada ragam pendugaan langsung (DE). Berdasarkan hasil tersebut maka SAE diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti DE untuk wilayah yang tersurvei. Selain itu, untuk keperluan hotspot dan prediksi seluruh wilayah, maka perlu dilakukan pendugaan dengan menggunakan SAE Bayes dan non-Bayes, baik spasial maupun non spasial. Analisis data menggunakan SAE, dilakukan dengan bahasa R 2.13.1. (Gomez-Rubio 2007), sedangkan untuk menguji hotspot

Geoinformatika digunakan perangkat lunak Satscan (Kulldorff 1997).

(33)

ukuran contoh kecil. Oleh karenanya untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan presisi, perlu dilakukan pendugaan menggunakan metode SAE. Lebih lanjut untuk menduga keseluruhan desa yang ada di Kabupaten Jember maka desa-desa yang tidak tersurvei akan diduga melalui pendugaan sintetik. Selanjutnya hasil analisis SAE tersebut digunakan sebagai input untuk statistik pindaian guna mendapatkan kantong-kantong kemiskinan (dalam istilah statistik pindaian disebut sebagai Most Likely Cluster atau Kondisi Luar Biasa (KLB) di Jember.

Berdasarkan uraian sebelumnya maka beberapa hal yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimana mengembangkan pendugaan parameter proporsi dalam Geoinformatika jika ukuran contoh kecil, untuk pendugaan parameter pada daerah tersurvei dan daerah tidak tersurvei, serta menggunakan pembobot spasial ?.

2. Bagaimana mengkaji performa hasil pendugaan parameter berbasis wilayah kecil dalam Geoinformatika setelah statistiknya digantikan oleh hasil pendugaan SAE?.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menggantikan peran DE dengan penduga SAE pada masalah Geoinformatika (dalam mencari hotspot) untuk:

1. Mengembangkan metodologi statistik pindaian pada kasus wilayah kecil dengan memperhitungkan unsur spasial pada daerah tersurvei dan pada daerah tidak tersurvei dengan memanfaatkan informasi yang tersedia.

2. Mengkaji melalui kajian teori dan simulasi tentang performa dari penduga parameter berbasis wilayah kecil dalam Geoinformatika setelah statistiknya digantikan oleh hasil pendugaan SAE.

3. Mengaplikasikan Geoinformatika berbasis wilayah kecil yang diperoleh pada tujuan pertama dan kedua untuk mendeteksi kantong-kantong kemiskinan di Jember.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memanfaatkan data administrasi yang tersedia sehingga tidak perlu semua data harus diperoleh dari sensus. Aplikasi pemetaan kemiskinan (poverty mapping) diperlukan sebagai tambahan informasi tentang peta desa miskin di Jember, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih tepat sasaran.

Ruang Lingkup Penelitian

(34)

suatu daerah tertentu, dalam hal ini Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan General Linear Mixed Model (GLMM), model Bernoulli campuran, dan model Fay-Herriot.

Kebaruan Penelitian (Novelti)

Kebaruan penelitian ini adalah menggantikan peran penduga langsung (DE) dengan penduga hasil dari pendugaan melalui wilayah kecil untuk mencari

hotspot dalam Geoinformatika.

1. Mengembangkan metodologi pendugaan parameter proporsi dengan memperhitungkan pengaruh spasial dengan pendekatan Bayes dan non-Bayes SAE pada daerah atau wilayah yang tersurvei dan wilayah tidak tersurvei. 2. Mengkaji performa penduga parameter proporsi dalam Geoinformatika

berbasis wilayah kecil.

3. Mengaplikasikan Geoinformatika berbasis wilayah kecil untuk mendeteksi desa termiskin (KLB miskin) atau kantong-kantong kemiskinan di Kabupaten Jember, baik berdasarkan survei maupun berdasarkan hasil pendugaan melalui SAE pada daerah yang tidak tersurvei.

Secara umum, tahapan kerja disertasi ini dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar tersebut menunjukkan rangkuman penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini.

Sistematika Penulisan

Disertasi ditulis dalam 7 bab, bahasan umum pada tiap bab sebagai berikut : Bab 1. Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, tujuan,

kerangka pemikiran dan keterbaruan.

Bab 2. Tinjauan pustaka, membahas tentang perkembangan penelitian SAE spasial dan non spasial, log rasio kemungkinan, statistik pindaian. Log Rasio kemungkinan ini digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis dalam Satscan. Pada disertasi ini metode diaplikasikan pada pemetaan kemiskinan.

Bab 3. Penduga SAE Sebagai Pengganti Peran Statistik pada Statistik Pindaian. Pada bab ini dibahas tentang pendahuluan, metodologi yang meliputi pendekatan teori dan pendekatan simulasi. Bab in mengupas hasil dan dan pembahasan yang mengaitkan antara kajian teori dengan kajian simulasi dan kesimpulan.

Bab 4. Pendeteksian kantong-kantong kemiskinan Kabupaten Jember. Pada bab ini dibahas tentang metodologi yang berisi sumber data, dan metode analisis. Hasil dan pembahasan dibagi dalam kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori dan kemiskinan berdasarkan pengeluaran rumahtangga per bulan. Dari hasil ini diperoleh kantong kemiskinan yang kemudian dilakukan pemetaan Geoinformatik kantong kemiskinannya.

(35)

lanjut dalam proses disertasi. Hal ini diperlukan agar terdapat keterkaitan antar bab, dan dapat diketahuinya hal-hal yang masih perlu untuk tindak lanjut proses berikutnya.

Bab 6. Kesimpulan dan saran. Pada bab ini dibahas tentang simpulan dan saran serta merupakan bab akhir yang merupakan penutup dari disertasi. Berdasarkan kesimpulan diperoleh temuan yang bermanfaat dalam khasanah statistika maupun temuan secara umum.

Penulisan Disertasi secara umum dirangkum pada Gambar 1.3.

Gambar 1.2. Bagan tahapan kerja disertasi

Pendugaan Bayes dan non-Bayes SAE model Fay-Herriot

Pengujian Sifat-sifat Statistik

Pendugaan Geoinformatika menggunakan SAE

Perlu Penelitian Lanjutan

Pendugaan berlaku untuk contoh kecil ? T

Y Stop Data berbasis

(36)

Gambar 1.3. Bagan penulisan disertasi

BAB V. PEMBAHASAN UMUM 1. Hal Menarik dari Bab Sebelumnya 2. Keterkaitan dengan Bab Sebelumnya

dan hal yang Perlu Tindak Lanjut BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang 2. Perumusan Masalah 3. Tujuan

4. Ruang Lingkup

5. Kebaruan Penelitian (Novelty) 6. Sistematika Penulisan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkembangan Penelitian SAE Spasial

dan Non Spasial

2. Rasio Log Kemungkinan (RLK) 3. Statistik Pindaian

4. Small Area Estimation (SAE)

5. Pendugaan SAE untuk Area Lebih Luas

BAB III. PENDUGA SAE SEBAGAI PENGGANTI PERAN STATISTIK PADA STATISTIK PINDAIAN 1. Pendahuluan

2. Metodologi

3. Hasil dan Pembahasan 4. Penutup

BAB IV. PENDETEKSIAN KANTONG-KANTONG KEMISKINAN DI JEMBER 1. Pendahuluan

2. Metodologi

3. Hasil dan Pembahasan 4. Penutup

(37)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Penelitian Berbagai Metode SAE Spasial dan Non-Spasial Analisis statistik menggunakan ukuran contoh kecil secara umum akan mengganggu efisiensi dan ketakbiasan dari penduga parameter (Hart & Clark 1999; Bland 2008). Ide tentang ukuran contoh kecil dimulai W.S. Gosset yang mengenalkan dirinya dengan nama samaran sebagai Student. Gosset menunjukkan adanya permasalahan untuk ukuran contoh kecil dalam statistika. Hal pertama yang dipelajari dalam statistika adalah adanya perbedaan antara standard deviasi nilai parameter populasi sebenarnya  dan standard deviasi sampel s. Padahal ahli statistika sebelumnya mengatakan bahwa antara galat baku  dengan s sama. Gosset juga telah menemukan bahwa untuk ukuran contoh kecil ternyata tidak dapat menggunakan distribusi normal (Box 1987). Dengan mempelajari perilaku nilai observasi dengan pengulangan contoh secara acak, Gosset belum dapat menunjukkan bentuk matematisnya, yang akhirnya dapat dibuktikan juga secara analisis bahwa apabila menguji rataan pada ukuran contoh kecil maka statistik uji yang digunakan mempunyai pendekatan sebaran t-student (Bhattacharyya 1977).

Beberapa tahun terakhir ini, pemanfaatan statistika area kecil meningkat sejalan dengan perkembangan untuk merumuskan kebijakan dan program-program pemerintah yang lebih efisien (Rao 2003). Ghosh, et al. (1998) telah mengetengahkan tentang Generalized Linear Models (GLM) untuk SAE. Malec et al. (1997) telah mengembangkan SAE untuk peubah biner. Pentingnya pemanfaatan SAE juga semakin diperlukan seiring dengan era otonomi daerah dimana sistem ketatanegaraan bergeser dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada tingkat pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, kebutuhan informasi yang akurat sampai pada level desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyusun sistem perencanaan, pemantauan atau penilaian pembangunan daerah atau implementasi kebijakan penting lainnya (Kurnia 2009).

Penelitian tentang pendekatan metode SAE dengan GIS telah dilakukan oleh Reynolds (2009) dan Taylor & Chavez (2002) menggunakan metode sintetik; Fujii (2004), Tiglao (2002) menggunakan teknik simulasi serta Elbers et al. (2000) menggunakan metode macro level dari Elbers, Lanjouw and Lanjouw (ELL). Suciu (2001) menggunakan SAE untuk mengetahui lokasi atau tempat tinggal penduduk yang tidak mempunyai asuransi kesehatan. Penelitian tersebut telah menemukan suatu area yang potensial untuk targetting. Vrolijk et al. (2005) dan Simler & Nhate (2005) mengintegrasikan SAE dengan pemetaan, permasalahan dalam ukuran contoh kecil, kemudian dilakukan pendugaan parameter berdasarkan contoh yang ada. Pemetaan yang digunakan dalam makalah tersebut belum diuji signifikansi antara daerah satu dengan daerah lainnya, lalu dilakukan pemetaan menggunakan cara pemisahan biasa (secara deskriptif), tanpa dilakukan pengujian hipotesis.

(38)

Lanjouw, Lanjouw, & Pogi (2000), dan Olivia et al. (2008), menggunakan metode

macro level dari Elbers et al 2000. Sedangkan Petrucci et al. (2006 dan 2009) menggunakan metode EBLUP (Empirical Best Linier Unbiased Prediction). Molina, Salvati & Pratesi (2009), Petrucci, Pratesi & Salvati (2006), dan Petrucci & Salvati (2004) telah meneliti tentang pentingnya pengaruh spasial EBLUP, kemudian menduga Mean Square Error (MSE) dari SEBLUP. Moura & Migon (2002) mengemukakan tentang model spasial Bayes SAE untuk parameter proporsi. Gehrung & Scholz (2009) melakukan simulasi data untuk menentukan distribusi spasial biomasa di eropa. Penelitian tentang pemetaan kemiskinan dilakukan oleh Ministry of Planning, Royal Government of Cambodia (Fujii 2003) serta Fujii (2008) dan Than (2003) menggunakan metode ELL. Hasil penelitian tersebut sangat berguna bagi pembuat kebijakan untuk mendapatkan informasi beberapa aspek secara geografis. Penelitian tersebut menghasilkan peta visual yang dapat menunjukkan lokasi potensial untuk target geografis yang lebih efisien. Namun demikian pada penelitian tersebut belum dilakukan pengujian hipotesis tentang lokasi potensial satu dengan lainnya apakah signifikan secara statistika atau tidak. Oleh karenanya, diperlukan suatu penelitian yang juga melakukan pengujian hipotesis parameter proporsi untuk mengetahui apakah suatu daerah berpotensi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain, sedangkan data yang dimiliki terbatas. Apabila hanya menggunakan SAE saja, maka hanya akan diperoleh suatu pendugaan parameter proporsi saja, atau memprediksi saja, tanpa dapat mengetahui proporsi tersebut signifikan secara statistika atau tidak antara daerah satu dengan daerah lainnya. Sedangkan apabila menggunakan Geoinformatika memerlukan ukuran contoh yang besar, informasi yang berasal dari keseluruhan anggota populasi (Kulldorff 2010).

Berdasarkan hal yang sudah dijelaskan, maka diperlukan penelitian tentang pendeteksian daerah yang mempunyai anggota sedikit (area kecil) atau bahkan mungkin daerah tersebut tidak mempunyai anggota (tidak tersurvei), namun hasil yang diperoleh dapat mengatasi masalah keragaman besar, ketidak-konsistenan, serta mempunyai kuasa uji yang tinggi (Price et al. 2010). Metode yang sesuai untuk menduga parameter dengan kondisi bahwa jumlah klaster sedikit atau mungkin anggota daerah tidak ada, adalah menggunakan suatu metode pendugaan area kecil atau SAE (Rao 2003; Elliot & Savitz 2010). Kemudian untuk mendeteksi klaster dengan potensi yang tinggi digunakan Geoinformatika, sehingga metode pendekatan yang tepat untuk mengatasi hal yang sudah dijelaskan adalah melakukan pendugaan parameter melalui pendekatan SAE spasial atau non spasial yang digunakan untuk menggantikan peran penduga langsung (DE). Siswantining, et al. (2011a & b) telah mencoba menggunakan SAE untuk statistik pindaian. Gambaran tentang state of the art dari disertasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Rasio Log Kemungkinan (RLK)

(39)

Pendugaan Kemungkinan Maksimum (PKM). PKM merupakan prosedur yang diperkenalkan oleh Neyman & Pearson dan diakui sejak tahun 1928 serta mendapat perhatian dari R.A. Fisher yang pada saat itu mencari penyelesaian suatu pertanyaan tentang “inverse probability” (Hart & Clark 1999).

2.1. State of the art dan novelti dari disertasi.

RLK merupakan rasio logaritma kemungkinan dari hipotesis alternatif terhadap hipotesis nol. Log Kemungkinan merupakan perkalian fungsi peluang dari peubah acak yang identik dan saling bebas. Uji Rasio Kemungkinan yang cocok mempunyai sifat asimtotik yang baik, tak-bias; namun ada alasan yang tidak diijinkan yaitu ukuran contohnya kecil (Lehman 2006).

Maximum Likelihood Estimation (Penduga Kemungkinan Maksimum = PKM) berlaku pada situasi ukuran contoh besar, namun biasanya ukuran contoh 60 sudah cukup. Sifat statistika dari PKM dan kesepakatan konvensional secara umum menunjukkan bahwa ukuran contoh sangat penting, baik untuk pendugaan maupun untuk inferensi (Hart & Clark 1999).

Prosedur dasar dari fungsi kemungkinan (Hogg et al. 2013): 1

( ; ) n ( ; ), i i

Lx f x  

 

Untuk menguji hipotesis H0:   0 terhadap H1:   0 dapat digunakan pengujian rasio log kemungkinan (RLK). RLK merupakan � ̂

� ; GIS

Pemetaan tanpa menguji daerah yang mempunyai potensi tinggi

Berbagai publikasi

SAE

Pendugaan menggunakan data kecil

Berbagai publikasi

GEOINFORMATIKA

Pendugaan menggunakan data besar. Menguji daerah yang mempunyai risiko (potensi) tinggi (KLB)

Berbagai publikasi

SAE + GIS

 Elbers et al.2000 & 2004 : ELL

 Fujii, 2003 & 2004 : ELL

 Olivia et al., 2008 : ELL

 Petrucci et al., 2006 & 2009 : EBLUP

 Reynolds , 2009 : sintetik

SAE + GIS + GEOINFORMATIKA

Belum ada publikasi terkait kecuali dari penulis yang disampaikan di Seminar Nasional, 2011, dan jurnal internasional, 2012, (NOVELTI)

 Menggantikan peran DE dengan hasil pendugaan parameter berdasarkan area kecil, yang memperhitungkan unsur spasial, pada daerah tersurvei dan daerah tidak tersurvei.

(40)

ekivalen dengan  2 log    2 log c, c merupakan suatu nilai sedemikian hingga memenuhi

0[ ]

Pc

    .

Teorema (Hogg et al. 2013). Misalkan X1, ...., Xn mempunyai fungsi kemungkinan bersama L(). Misalkan r0 merupakan banyaknya parameter yang bebas dengan mengandaikan H0 benar dimana H0 :  0; dan misalkan r merupakan banyaknya parameter yang bebas dengan mengandaikan H1 benar dimana H1: α. Maka untuk ukuran contoh besar n, sebaran dari  2 log  mempunyai pendekatan sebaran 2 dengan derajat bebas (r – r0 ).

Statistik Pindaian

Kulldorff & Nagarwala (1995) dan Kulldorff (1997) memperkenalkan metode pindaian, yang dapat mendeteksi cluster (wilayah) yang mempunyai potensi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain berdasarkan lokal-ruang atau ruang-waktu dalam data level grup, yang kemudian disebut sebagai statistik pindaian (scan statistic). Statistik pindaian menggunakan jendela sirkular (lingkaran) atau silindrikal untuk mengidentifikasi kasus dalam ruang dan waktu. Metode statistik pindaian spasial merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi pengelompokan daerah yang memiliki intensitas paling tinggi dari suatu kejadian dan signifikan secara statistika. Kelompok daerah yang mempunyai intensitas paling tinggi tersebut disebut dengan KLB. Kelompok daerah tersebut diperoleh dengan melakukan proses pemindaian pada sebuah jendela atau area yang diteliti dan mencatat jumlah pengamatan serta pengamatan yang diharapkan di dalam setiap area (Kulldorff 1997).

Kulldorff (1997) mengembangkan dua model yaitu model Poisson dan model Bernoulli. Untuk ukuran contoh kecil, kedua model tersebut mirip. Model Bernoulli merupakan model dimana terdapat dua kategori hasil yang saling menyisih (mutually exclusive), misalnya sukses atau gagal; cacat atau tidak cacat; miskin atau tidak miskin; sembuh atau tidak sembuh; terinfeksi penyakit atau tidak. Penelitian akan diaplikasikan untuk mengamati kasus kemiskinan yang peluang kejadiannya tidak kecil, sehingga model yang digunakan adalah model Bernoulli. Selain model diskret, model data kontinu juga dikembangkan oleh Kulldorff, Huang, Konty (2010).

(41)

Menurut Kulldorff (1997), statistik pindaian tergantung pada total ukuran contoh yang diobservasi. Misalkan B sebagai daerah kejadian, B  G; G merupakan area studi yaitu keseluruhan daerah yang akan diteliti. B dapat diasumsikan sebagai himpunan dari k buah percobaan Bernoulli yang saling bebas. Misalkan N merupakan proses titik. NB merupakan bilangan acak dari titik dalam himpunan B G. Misalkan N1, N2, ..., Nk merupakan peubah-peubah acak Bernoulli yang tersebar secara identik dan saling bebas, dengan peluang sukses p dari k percobaaan dalam B. Peubah acak NB = N1 + N2 + ... + Nk merupakan banyaknya sukses dalam B, sehingga NB merupakan peubah acak Binomial, dan nB juga sebagai jumlah unit terkena kasus tertentu di daerah B; nZ merupakan jumlah unit terkena kasus tertentu dalam jendela pemindaian dan nG merupakan jumlah unit yang mengalami kasus tertentu di dalam area studi. Z merupakan kumpulan daerah yang potensial untuk menjadi KLB.

Kulldorff (1997) menjelaskan bahwa nY menyatakan banyaknya kejadian atau banyaknya unit yang terkena kasus tertentu di dalam suatu sub-region Y, NY merupakan jumlah total unit dalam subregion Y, dengan p merupakan peluang unit terkena kasus tertentu di dalam jendela pemindaiandan q merupakan peluang unit terkena kasus tertentu di luar jendela pemindaian.

Studi area yaitu keseluruhan daerah yang diteliti G, sub-region yaitu partisi area dari studi area Y. Titik kejadian atau titik pusat koordinat daerah kejadian merupakan titik pusat koordinat dari subregion. Jendela pemindaian merupakan kumpulan daerah potensial untuk menjadi KLB, dinotasikan Z, Z  G. Klaster potensial merupakan jendela pindaian yang mempunyai nilai RLK tertinggi. NY merupakan jumlah keseluruhan individu di dalam subregion Y, NG merupakan jumlah keseluruhan individu di dalam studi area, dan NZ merupakan jumlah keseluruhan individu dalam jendela pemindaian. Sedangkan p merupakan peluang suatu unit terkena kasus tertentu pada jendela pemindaian, dan q merupakan peluang suatu unit terkena kasus tertentu di luar jendela pemindaian.

Statistik pindaian spasial didasarkan pada uji rasio kemungkinan. KLB merupakan area yang berhubungan dengan statistik uji dari rasio kemungkinan. Untuk menemukan klaster, pertama kali dibangun koleksi zone (jendela pemindaian) dan setiap zone merupakan kandidat untuk menjadi KLB. Dengan perkataan lain, koleksi zone merupakan ruang parameter untuk setiap klaster terhadap maksimum rasio kemungkinan. Bentuk circular digunakan untuk memindai zone dari semua peubah. Untuk data titik, koleksi semua zone adalah semua kemungkinan area circular yang dipusatkan pada setiap titik. Hal ini dilakukan untuk semua lokasi sampai pada ukuran klaster maksimum sebesar 50% total populasi (Jung & Kulldorff 2007).

Algoritma yang digunakan untuk menentukan KLB (Kulldorff 1997) yaitu : 1. Menentukan daerah yang akan diteliti

2. Menentukan data spasial untuk setiap lokasi

3. Membentuk kumpulan jendela pemindaian. Setiap jendela pemindaian merupakan kandidat dari MLC atau KLB

4. Membentuk hipotesis H0 dan H1 untuk model Bernoulli. 5. Membangun RLK berdasarkan H0 dan H1.

6. Menghitung RLK untuk setiap jendela pemindaian

(42)

8. Melakukan pengujian hipotesis dengan cara menggunakan pengujian hipotesis Monte Carlo. Jika hasil pengujian tidak signifikan maka jendela pemindaian merupakan daerah potensial. Tetapi jika hasilnya signifikan maka jendela pemindaian merupakan KLB.

Terdapat dua tahapan dalam setiap jendela pemindaian yaitu tahap menetukan jarak dan tahap membuat circular window (jendela lingkaran). Pada tahapan menentukan jarak, tahapan pertama adalah memilih sembarang sub-region yang diwakili oleh titik pusat koordinat (longitude, lattitude). Jarak Euclid dihitung antar titik pusat koordinat yang mewakili sub-region. Jarak diurutkan dari urutan terkecil (terdekat) sampai terbesar (terjauh). Urutan jarak titik pusat koordinat satu dengan koordinat lainnya, disusun dalam suatu array. Tahapan kedua yaitu tahapan membuat jendela lingkaran. Pada tahapan ini, dipilih sub-region sembarang yang diwakili oleh titik pusat koordinat. Suatu lingkaran yang berpusat pada titik pusat koordinat dibentuk, kemudian jari-jari lingkaran diperbesar secara kontinu sesuai dengan urutan array-nya. Setiap titik pusat koordinat yang masuk pada lingkaran, dihitung jumlah unit yang terkena kasus tertentu yaitu mZ dan jumlah seluruh unit di dalam lingkaran NZ. Langkah tersebut diulangi untuk setiap lokasi. Dihitung RLK dari setiap jendela pemindaian yang terbentuk, yaitu pasangan (mz, NZ). Biasanya ukuran NZ tidak melebihi 50 % dari jumlah NG. Setiap titik pusat koordinat yang masuk pada jendela lingkaran dicatat jumlah mz dan NZ nya. Jari-jari lingkaran berhenti diperbesar apabila NZ telah mencapai 50 % dari NG.

Berdasarkan kumpulan dari jendela pemindaian dengan nilai rasio kemungkinan dari masing-masing pasangan (mz, NZ) maka ditentukan daerah potensial atau calon KLB yang mempunyai nilai RLK tertinggi. Kemudian ditentukan apakah jendela pemindaian tersebut memang suatu KLB atau hanya menjadi daerah potensial (potensial cluster) dengan menggunakan pengujian signifikansi secara statistik. KLB yang akan terbentuk memiliki p-value lebih kecil dari suatu tingkat signifikansi α yang telah ditentukan. Apabila p-value lebih besar dari signifikansi yang ditetapkan maka suatu daerah dikatakan sebagai daerah potensial, bukan sebagai KLB.

Jika sebaran dari statistik ujinya dapat ditemukan atau dapat didekati ke suatu sebaran tertentu maka akan didapatkan suatu titik kritis pada suatu tingkat signifikansi tertentu. Secara matematis, untuk memperoleh fungsi sebaran dari statistik pindaian sangat kompleks, oleh karena itu digunakan cara lain untuk mendapatkan titik kritis, yaitu dengan melakukan pendekatan secara probabilistik, melalui pengujian hipotesis Monte Carlo (Kulldorff 1997).

Untuk melakukan pengujian hipotesis dari permasalahan yang telah diuraikan, maka hipotesis yang diperlukan dalam Satscan dapat ditulis seperti berikut :

H0: p = q menyatakan bahwa tidak ada kasus atau tidak ada KLB pada studi area karena proporsi di dalam daerah sama dengan proporsi di luar daerah. Atau proporsi terkena kasus tertentu dalam jendela pemindaian tidak lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi unit terkena kasus tertentu di luar kasus.

(43)

Fungsi peluang banyaknya kejadian i

y

m dalam suatu sub-region ke –i, adalah:

 

1

,

1 ,

i y

yi i

i

i yi i yi

i

i

Ny m m

y i

Y m Ny m

i i

y

Ny

m p p y Z

f m

Ny q q y Z

m                      (2.1)

i = 1, 2, ..., k ; Z merupakan region atau daerah; Nyi merupakan banyak kejadian

di populasi.

Fungsi kemungkinan merupakan perkalian dari fungsi peluang apabila kejadiannya identik dan saling bebas. Oleh karena itu, fungsi kemungkinan dari persamaan (2.1) adalah:

i

y

L( , ; Z) = yi 1 i yi yi 1 i yi

i i i

Ny m Ny m

m m

i i

y y

Z y Z

Ny Ny

p q p p q q

m m                  

Fungsi kemungkinan untuk setiap jendela pemindaian untuk setiap pasangan (mZ, NZ) adalah:

( ) ( )

( , , ) mz(1 )NZ mz mG mz(1 ) NG NZ mG mz

L Z p qppq  q    .

mG merupakan banyak kejadian pada studi area G. Persamaan ini menyatakan peluang sukses dari satu daerah dikalikan dengan peluang gagal di daerah tersebut dikalikan dengan peluang sukses di luar daerah dikalikan dengan peluang gagal di luar daerah. Mz menyatakan banyak kasus di satu daerah, NZ menyatakan jumlah populasi di satu daerah, mG menyatakan total banyak kasus di seluruh daerah, dan NG menyatakan total populasi di seluaruh daerah.

Untuk mendeteksi zone KLB, ditentukan zone

^

Z yang memaksimumkan fungsi kemungkinan. Dengan perkataan lain,

 

 

 

^ ) ! ! ( , , ) ! ! ! !

1

i yi

1

i yi

yi yi

yiZ yiZ

yiZ yiZ

i i i i i i

Ny m Ny m

m m

i i

y Z i y y y Z i y y

Ny Ny

L Z p q

Ny m m Ny m m

p

q

p

q

         

  

) !

1 1 (2.2)

! !

i i i

NZ mz NG NZ mG mz

mz mG mz i

y G i y y

Ny

p p q q

Ny m m

    

 

Referensi

Dokumen terkait