BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Penelitian Berbagai Metode SAE Spasial dan Non-Spasial Analisis statistik menggunakan ukuran contoh kecil secara umum akan mengganggu efisiensi dan ketakbiasan dari penduga parameter (Hart & Clark 1999; Bland 2008). Ide tentang ukuran contoh kecil dimulai W.S. Gosset yang mengenalkan dirinya dengan nama samaran sebagai Student. Gosset menunjukkan adanya permasalahan untuk ukuran contoh kecil dalam statistika. Hal pertama yang dipelajari dalam statistika adalah adanya perbedaan antara standard deviasi nilai parameter populasi sebenarnya dan standard deviasi sampel s. Padahal ahli statistika sebelumnya mengatakan bahwa antara galat baku dengan s sama. Gosset juga telah menemukan bahwa untuk ukuran contoh kecil ternyata tidak dapat menggunakan distribusi normal (Box 1987). Dengan mempelajari perilaku nilai observasi dengan pengulangan contoh secara acak, Gosset belum dapat menunjukkan bentuk matematisnya, yang akhirnya dapat dibuktikan juga secara analisis bahwa apabila menguji rataan pada ukuran contoh kecil maka statistik uji yang digunakan mempunyai pendekatan sebaran t-student (Bhattacharyya 1977).
Beberapa tahun terakhir ini, pemanfaatan statistika area kecil meningkat sejalan dengan perkembangan untuk merumuskan kebijakan dan program- program pemerintah yang lebih efisien (Rao 2003). Ghosh, et al. (1998) telah mengetengahkan tentang Generalized Linear Models (GLM) untuk SAE. Malec et al. (1997) telah mengembangkan SAE untuk peubah biner. Pentingnya pemanfaatan SAE juga semakin diperlukan seiring dengan era otonomi daerah dimana sistem ketatanegaraan bergeser dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada tingkat pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, kebutuhan informasi yang akurat sampai pada level desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyusun sistem perencanaan, pemantauan atau penilaian pembangunan daerah atau implementasi kebijakan penting lainnya (Kurnia 2009).
Penelitian tentang pendekatan metode SAE dengan GIS telah dilakukan oleh Reynolds (2009) dan Taylor & Chavez (2002) menggunakan metode sintetik; Fujii (2004), Tiglao (2002) menggunakan teknik simulasi serta Elbers et al. (2000) menggunakan metode macro level dari Elbers, Lanjouw and Lanjouw (ELL). Suciu (2001) menggunakan SAE untuk mengetahui lokasi atau tempat tinggal penduduk yang tidak mempunyai asuransi kesehatan. Penelitian tersebut telah menemukan suatu area yang potensial untuk targetting. Vrolijk et al. (2005) dan Simler & Nhate (2005) mengintegrasikan SAE dengan pemetaan, permasalahan dalam ukuran contoh kecil, kemudian dilakukan pendugaan parameter berdasarkan contoh yang ada. Pemetaan yang digunakan dalam makalah tersebut belum diuji signifikansi antara daerah satu dengan daerah lainnya, lalu dilakukan pemetaan menggunakan cara pemisahan biasa (secara deskriptif), tanpa dilakukan pengujian hipotesis.
Penelitian tentang gabungan pendekatan SAE, pemetaan dan GIS telah dilakukan oleh Elbers et al. (2000 dan 2004), Fujii (2003 dan 2004), Hentscel,
Lanjouw, Lanjouw, & Pogi (2000), dan Olivia et al. (2008), menggunakan metode
macro level dari Elbers et al 2000. Sedangkan Petrucci et al. (2006 dan 2009) menggunakan metode EBLUP (Empirical Best Linier Unbiased Prediction). Molina, Salvati & Pratesi (2009), Petrucci, Pratesi & Salvati (2006), dan Petrucci & Salvati (2004) telah meneliti tentang pentingnya pengaruh spasial EBLUP, kemudian menduga Mean Square Error (MSE) dari SEBLUP. Moura & Migon (2002) mengemukakan tentang model spasial Bayes SAE untuk parameter proporsi. Gehrung & Scholz (2009) melakukan simulasi data untuk menentukan distribusi spasial biomasa di eropa. Penelitian tentang pemetaan kemiskinan dilakukan oleh Ministry of Planning, Royal Government of Cambodia (Fujii 2003) serta Fujii (2008) dan Than (2003) menggunakan metode ELL. Hasil penelitian tersebut sangat berguna bagi pembuat kebijakan untuk mendapatkan informasi beberapa aspek secara geografis. Penelitian tersebut menghasilkan peta visual yang dapat menunjukkan lokasi potensial untuk target geografis yang lebih efisien. Namun demikian pada penelitian tersebut belum dilakukan pengujian hipotesis tentang lokasi potensial satu dengan lainnya apakah signifikan secara statistika atau tidak. Oleh karenanya, diperlukan suatu penelitian yang juga melakukan pengujian hipotesis parameter proporsi untuk mengetahui apakah suatu daerah berpotensi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain, sedangkan data yang dimiliki terbatas. Apabila hanya menggunakan SAE saja, maka hanya akan diperoleh suatu pendugaan parameter proporsi saja, atau memprediksi saja, tanpa dapat mengetahui proporsi tersebut signifikan secara statistika atau tidak antara daerah satu dengan daerah lainnya. Sedangkan apabila menggunakan Geoinformatika memerlukan ukuran contoh yang besar, informasi yang berasal dari keseluruhan anggota populasi (Kulldorff 2010).
Berdasarkan hal yang sudah dijelaskan, maka diperlukan penelitian tentang pendeteksian daerah yang mempunyai anggota sedikit (area kecil) atau bahkan mungkin daerah tersebut tidak mempunyai anggota (tidak tersurvei), namun hasil yang diperoleh dapat mengatasi masalah keragaman besar, ketidak-konsistenan, serta mempunyai kuasa uji yang tinggi (Price et al. 2010). Metode yang sesuai untuk menduga parameter dengan kondisi bahwa jumlah klaster sedikit atau mungkin anggota daerah tidak ada, adalah menggunakan suatu metode pendugaan area kecil atau SAE (Rao 2003; Elliot & Savitz 2010). Kemudian untuk mendeteksi klaster dengan potensi yang tinggi digunakan Geoinformatika, sehingga metode pendekatan yang tepat untuk mengatasi hal yang sudah dijelaskan adalah melakukan pendugaan parameter melalui pendekatan SAE spasial atau non spasial yang digunakan untuk menggantikan peran penduga langsung (DE). Siswantining, et al. (2011a & b) telah mencoba menggunakan SAE untuk statistik pindaian. Gambaran tentang state of the art dari disertasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Rasio Log Kemungkinan (RLK)
Uji Rasio Kemungkinan dikemukakan oleh Vu & Maller (1996), yang menyebutkan bahwa distribusi asimtotik (asymptotic distribution) bukan merupakan pendekatan yang baik untuk ukuran contoh kecil. Oleh karena itu Vu menggunakan Rasio Log Kemungkinan (RLK). RLK merupakan rasio dari
Pendugaan Kemungkinan Maksimum (PKM). PKM merupakan prosedur yang diperkenalkan oleh Neyman & Pearson dan diakui sejak tahun 1928 serta mendapat perhatian dari R.A. Fisher yang pada saat itu mencari penyelesaian suatu pertanyaan tentang “inverse probability” (Hart & Clark 1999).
2.1. State of the art dan novelti dari disertasi.
RLK merupakan rasio logaritma kemungkinan dari hipotesis alternatif terhadap hipotesis nol. Log Kemungkinan merupakan perkalian fungsi peluang dari peubah acak yang identik dan saling bebas. Uji Rasio Kemungkinan yang cocok mempunyai sifat asimtotik yang baik, tak-bias; namun ada alasan yang tidak diijinkan yaitu ukuran contohnya kecil (Lehman 2006).
Maximum Likelihood Estimation (Penduga Kemungkinan Maksimum = PKM) berlaku pada situasi ukuran contoh besar, namun biasanya ukuran contoh 60 sudah cukup. Sifat statistika dari PKM dan kesepakatan konvensional secara umum menunjukkan bahwa ukuran contoh sangat penting, baik untuk pendugaan maupun untuk inferensi (Hart & Clark 1999).
Prosedur dasar dari fungsi kemungkinan (Hogg et al. 2013): 1 ( ; ) n ( ; ), i i L x f x
Untuk menguji hipotesis H0: 0 terhadap H1: 0 dapat digunakan pengujian rasio log kemungkinan (RLK). RLK merupakan � ̂
� ; GIS
Pemetaan tanpa menguji daerah yang mempunyai potensi tinggi Berbagai publikasi