BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
KETE RANGAN
5 PEMBAHASAN UMUM
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari bab sebelumnya secara umum dapat dikelompokkan dalam masalah kajian teori, kajian simulasi yaitu simulasi SAE dan simulasi statistik pindaian, dan masalah pendugaan pada aplikasi SAE untuk statistik pindaian dalam mendeteksi desa termiskin di Jember.
Kajian teori
Dari kajian teori, penduga SAE memiliki sifat takbias, ragam kecil. Penduga statistik pindaian memiliki sifat takbias, ragam minimum, dan konsisten. Sifat takbias dari penduga SAE pada statistik pindaian dapat dievaluasi melalui besarnya nilai rasio O/E, sedangkan sifat konsisten dari penduga statistik pindaian dievaluasi melalui stabil dalam hasil. Penduga HB mempunyai bias mutlak kecil dan ragam kecil; sedangkan penduga EBLUP SAE mempunyai kedua sifat takbias dan ragam kecil.
Dari kajian teori pada penduga statistik pindaian yang diperoleh mengindikasikan bahwa penduga proporsi dari statistik pindaian dapat digantikan oleh penduga proporsi melalui SAE. Penduga langsung proporsi statistik pindaian adalah penduga DE, namun penduga DE bila digunakan pada contoh kecil akan memberikan ragam yang besar. Di sisi lain, statistik pindaian memerlukan ukuran contoh besar. Oleh karena itu dalam hal ukuran contoh kecil maka penduga DE perlu digantikan dengan penduga proporsi SAE, sehingga diharapkan nantinya penduga statistik pindaian tidak berubah sifat statistiknya.
Kajian simulasi SAE
Dari kajian simulasi SAE, ternyata terdapat perbedaan karakteristik antara penduga menggunakan metode Bayes dengan penduga menggunakan metode non- Bayes dalam memperhitungkan pengaruh spasial.
1. Ragam HB spasial tidak efisien di semua area, namun ragam HB spasial lebih kecil dibandingkan dengan ragam DE, bahkan besarnya rasio ragam DE/ragam HB spasial bernilai dua kali lipat. Sedangkan ragam non-Bayes spasial SEBLUP merata di semua area. Hal ini berarti bahwa ragam SEBLUP kecil. Ragam SEBLUP juga merupakan ragam yang paling kecil di antara semua ragam SAE lainnya.
2. Apabila jumlah area cukup besar (areanya cukup banyak), maka pengaruh spasial pada metode HB terlihat. Hal seperti ini tidak berlaku pada metode non-Bayes. Dalam hal ini, walaupun tanpa pengaruh spasial namun apabila ukuran contoh cukup besar, maka gambaran tentang rasio ragam DE terhadap ragam EBLUP menyerupai sebaran normal. Hal ini menandakan bahwa jika pada data yang mempunyai sebaran Binomial dan dengan ukuran contoh berjumlah besar maka sebaran data tersebut akan mendekati sebaran normal (sesuai dengan teori teorema limit pusat dalam statistika). Baik area berjumlah kecil atau area berjumlah banyak maka ragam metode SAE pasti
lebih kecil dibandingkan dengan metode DE, termasuk juga pengaruh spasialnya. Pada simulasi area berjumlah kecil, pengaruh spasial terlihat jelas. Namun sayangnya, pada simulasi area berjumlah besar, matriks pembobot belum ditemukan sehingga hal ini belum dapat dikatakan secara umum mengenai matriks pembobot spasial pada area berjumlah besar.
Selain dilihat dari sisi perbedaan karakteristik, disertasi ini juga melihat sisi persamaan karakteristik dalam metode Bayes dan non-Bayes yaitu dari sisi jumlah peubah bebas yang digunakan. Peubah bebas yang digunakan dalam SAE Bayes, non-Bayes, spasial dan non spasial tidak mempengaruhi hasil analisis SAE, karena peran peubah bebas dalam SAE adalah sebagai informasi tambahan (wakil informasi dari kondisi populasi yang tidak tersurvei atau tidak mempunyai data). Oleh karenanya jumlah peubah tambahan tidak berpengaruh apabila peubah tambahan yang diambil mempunyai korelasi besar terhadap peubah respon (peubah takbebas). Namun demikian peubah tambahan sangat membantu dalam menduga area yang lebih luas. Apabila peubah tambahan tidak ada, maka pendugaan pada area lebih luas tidak dapat dilakukan.
Simulasi statistik pindaian
Apabila area berjumlah banyak maka rasio observasi terhadap nilai harapan (rasio O/E) semakin kecil atau semakin mendekati nilai 1. Hal ini menunjukkan bahwa apabila jumlah data besar maka nilai observasi cenderung mendekati nilai parameter sebenarnya. Hal ini berlaku juga pada statistik pindaian yang menggunakan pendekatan non-Bayes, untuk data yang berjumlah banyak, maka rasio antara observasi terhadap nilai harapannya mendekati nilai 1.
Pada area yang berjumlah kecil, hasil analisis menggunakan statistik pindaian menunjukkan bahwa metode Bayes atau non-Bayes yang memperhitungkan informasi spasial lebih bagus dibandingkan dengan metode yang tidak memperhitungkan informasi spasial. Selain itu, jika menggunakan HB spasial pada area yang berjumlah kecil terdapat kestabilan dalam hasil (HB1, HB2). SEBLUP lebih bagus dibandingkan dengan EBLUP. Hal ini sesuai dengan Satscan dimana Satscan merupakan statistik pindaian spasial. Selain itu, informasi mengenai spasial sangat penting karena informasi ini dapat untuk mengetahui lokasi atau posisi geografi secara lebih tepat.
Pada area yang lebih luas, sifat takbias dan kestabilan dalam hasil tersebut masih ditemukan (hasil pendeteksian klaster yang diperoleh masih relatif sama antar metode SAE). Selain itu, dengan didukung oleh ragam yang efisien yang dimiliki oleh SAE maka aplikasi SAE pada statistik pindaian untuk area yang berjumlah besar masih mempunyai sifat-sifat statistik yaitu takbias, ragam kecil dan stabil dalam hasil.
Semua aplikasi SAE pada statistik pindaian yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun ukuran contoh kecil, hasil statistik pindaian tetap memenuhi sifat-sifat statistik yaitu mempunyai sifat takbias, dan ada kestabilan dalam hasil yang diperoleh, baik untuk area yang tersurvei maupun seluruh area (area yang tidak tersurvei). Setelah dilakukan simulasi dan aplikasi pada data riil ternyata hasil luaran yang diperoleh dari statistik pindaian masih menunjukkan sifat takbias dan kestabilan dalam hasil, baik untuk area yang
berjumlah kecil maupun area yang berjumlah besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa penduga SAE dapat digunakan sebagai pengganti DE pada statistik pindaian walaupun ukuran contohnya kecil. Selain itu, apabila dilihat dari kesalahan klasifikasi, untuk area atau area berjumlah kecil (area tersurvei) menunjukkan tidak ditemukannya salah klasifikasi, sedangkan untuk area yang berjumlah banyak (area lebih luas) maka ditemukan salah klasifikasi.
Berdasarkan hasil semua kajian menunjukkan bahwa aplikasi SAE pada statistik pindaian merupakan teknik yang sangat membantu apabila tidak tersedia data yang dapat digunakan untuk meneliti keseluruhan populasi. Dengan memanfaatkan informasi yang tersedia sudah dapat digunakan untuk menduga ke area yang lebih luas dan dapat digunakan untuk menduga daerah yang dapat membedakan satu dengan lainnya.
Aplikasi
Dari sisi aplikasi, pada desa yang tersurvei, diperoleh hasil bahwa berdasarkan konsumsi kalori per kapita per hari ternyata semua metode menunjukkan KLB yang sama, sedangkan berdasarkan pengeluaran rumahtangga per bulan menunjukkan bahwa desa KLB miskin dari berbagai metode memberikan hasil yang berbeda. Hal ini merupakan suatu temuan yang sangat sesuai dengan teori ekonomi yang mengatakan bahwa kebutuhan konsumsi kalori per hari per kapita di desa relatif sama, sedangkan pengeluaran rumahtangga per bulan di desa sangat bervariasi antara keluarga satu dengan keluarga lainnya. Hasil analisis menggunakan HB2 menunjukkan bahwa desa Pringgowirawan dan Suren merupakan desa KLB miskin, baik berdasarkan konsumsi kalori per hari per kapita, maupun berdasarkan pengeluaran per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa desa Pinggowirawan dan Suren perlu lebih diperhatikan karena merupakan desa KLB berdasarkan kedua kriteria kemiskinan.
Penggambaran dalam peta spasial, menunjukkan bahwa ternyata 35 desa tersurvei secara acak. Dengan menggunakan peta juga dapat dideteksi lokasi desa yang termiskin dengan lebih mudah. Dari sisi aplikasi, daerah yang mempunyai potensi keiskinan tertinggi dari seluruh 247 desa berada di Jember tengah utara.
Pengklasifikasian benar menggunakan HB1, HB2, EBLUP dan SEBLUP mempunyai klasifikasi benar sebesar 100%, pada daerah tersurvei dari peubah takbebas konsumsi kalori. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi SAE pada statistik pindaian masih menghasilkan klasifikasi benar yang tinggi. Selain itu menunjukkan juga bahwa konsumsi kalori dapat digunakan untuk menentukan tingkat kemiskinan. Untuk pendugaan tingkat kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori pada seluruh 247 desa di Jember diperoleh hasil pengklasifikasian benar HB2 sebesar 70,85 % dan EBLUP sebesar 68,02 %. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh pembobot spasial terhadap pengklasifikaiannya.
Berdasarkan semua hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa peubah konsumsi kalori dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan kemiskinan dari suatu area, serta HB2 merupakan metode SAE yang sesuai digunakan dalam berbagai keperluan, baik area berjumlah kecil (area tersurvei) ataupun area berjumlah besar (seluruh area).
Berdasarkan hasil ditunjukkan bahwa metode EBLUP pada jumlah data sedikit dan jumlah data yang besar tetap menghasilkan ragam kecil. Kelebihan metode EBLUP dibandingkan dengan HB adalah RLK yang lebih besar, p-value
lebih kecil. Namun dari ketakbiasan, metode HB mempunyai penduga yang bias mutlaknya lebih kecil dibandingkan dengan metode EBLUP.
Kekurangan dalam melakukan pendugaan untuk area lebih luas (247 desa) menggunakan SAE adalah dalam hal pembobotan. Hasil analisis menunjukkan ada beberapa desa yang terdeteksi sebagai desa KLB miskin. Informasi ini sangat berguna bagi pengambil kebijakan agar memberikan perhatian lebih khusus tindak lanjut implementasi program kebijakan pengentasan kemiskinan.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Pendeteksian hotspot dalam Geoinformatika memerlukan informasi seluruh area dari populasi, padahal pada kenyataannya seringkali informasi lengkap tersebut jarang diperoleh. Pada masalah pendeteksian kantong-kantong kemiskinan, data yang tersedia biasanya diperoleh melalui SUSENAS, padahal survei tersebut hanya dilakukan pada beberapa area survei (area kecil dan biasanya ukuran contohnya kecil) saja, sedangkan untuk mendeteksi hotspot
menggunakan statistik pindaian diperlukan informasi tentang seluruh area populasi. Untuk mensolusi keterbatasan tersebut, maka analisis menggunakan SAE spasial mampu menyelesaikan persoalan area kecil, termasuk memprediksi area yang tidak tersurvei. SAE mempunyai sifat statistik (tak bias, ragam kecil, stabil), dimana sifat seperti ini juga dimiliki oleh statistik pindaian. Sehingga untuk menangani masalah dalam menentukan hotspot pada area kecil digunakan statistik pindaian berbasis SAE spasial, dimana hasil pendugaan melalui SAE menggantikan peran penduga langsung. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa adanya area kecil tidak mempengaruhi hasil pendugaan yang diperoleh dalam statistik pindaian. Sifat takbias, kestabilan penduga hotspot dalam menentukan KLB melalui statistik pindaian berbasis SAE ini masih dapat dipertahankan. Pendeteksian hotspot di area tersurvei memberikan klasifikasi benar sebesar 100%, sedangkan area tidak tersurvei memberikan klasifikasi yang belum maksimal. Hal ini disebabkan karena belum diperoleh suatu pembobotan spasial yang sesuai.
Pada penelitian ini untuk mengganti peran penduga langsung (DE) dengan SAE digunakan empat penduga HB dengan berbagai pembobot spasial dan non- spasial. Hasil kajian simulasi menunjukkan bahwa HB2 SAE lebih baik dibandingkan dengan ketiga HB lainnya. Statistik pindaian berbasis HB2 SAE (Hierarchical Bayes dengan pembobot spasial tetangga terdekat) dapat digunakan untuk mendeteksi area tersurvei maupun area yang tidak tersurvei. Dalam hal lain penggunaan metode non-Bayes menunjukkan bahwa metode SEBLUP SAE lebih baik digunakan untuk aplikasi pada statistik pindaian, walaupun tidak mudah untuk memperoleh matriks pembobot bagi pendugaan area yang lebih luas. Kedua metode yaitu HB2 dan SEBLUP merupakan metode penduga yang baik apabila matriks pembobotnya adalah tetangga terdekat. Dengan mengaplikasikan SAE pada statistik pindaian akan memberikan penghematan biaya dalam menentukan KLB dengan tidak perlu melakukan penelitian untuk seluruh populasi, tetapi cukup dengan memanfaatkan data atau informasi administrasi yang tersedia.
Pendugaan untuk area lebih luas sedangkan data yang tersedia terbatas perlu menentukan pembobotan yang cepat dan tepat, karena kemungkinan akan menemui masalah singularitas lebih besar. Kendala seperti ini dapat disiasati dengan menemukan ciri-ciri penggunaan pembobotan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Artinya pembobotan tertentu hanya digunakan pada kondisi tertentu. Ketepatan klasifikasi menggunakan metode Bayes sama baiknya dengan metode non-Bayes SAE pada area yang berjumlah sedikit (35 area). Kelemahan pada metode Bayes SAE adalah perlu adanya informasi awal. Di samping itu, p-value pada statistik pindaian menggunakan metode Bayes lebih besar dibandingkan dengan p-value dari metode non-Bayes SAE.
Berdasarkan hasil peta Geoinformatik menunjukkan bahwa survei yang dilakukan oleh BPS di Jember dilakukan secara acak. Secara umum dapat dikatakan bahwa aplikasi pendeteksian potensi desa miskin berdasarkan data survei dengan ukuran contoh cukup kecil yang tersedia di Kabupaten Jember memberikan hasil bahwa penggunaan metode SAE lebih baik dibandingkan dengan tanpa metode SAE. Sedangkan berdasarkan peubah tak bebas yang digunakan, menunjukkan bahwa konsumsi kalori memberikan hasil statistik pindaian yang lebih stabil dan ragam yang lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran rumah tangga per kapita.
SAE dengan pendekatan spasial lebih baik bila dibandingkan dengan Bayes non spasial. SAE dapat digunakan untuk data yang tidak diketahui lokasi spasialnya secara tepat. Hasil statistik pindaian dan peta Geoinformatik menunjukkan bahwa kantong kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori di Kabupaten Jember terdapat di desa: Ampel, Sumber Kejayan, Tegalrejo, Tegalwaru, Pakusari, Gambiran, Plalangan, Ajung, Glagahwero, Sumberjeruk, Sumber Ketempah, Lembengan, Sumber Anget, dan Karang Paiton. Hasil kajian ini dapat digunakan pemerintah Kabupaten Jember sebagai dasar implementasi program pengentasan kemiskinan agar tepat sasaran, maka tigabelas desa tersebut harus merupakan prioritas sasaran utamanya.
Berhubung pembobotan spasial dapat mempengaruhi perolehan pindaian statistik maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara yang tepat dalam menentukan pembobotan spasial, terutama untuk jumlah area yang besar.
Saat ini penetapan kebutuhan konsumsi kalori untuk penduduk di Indonesia masih secara umum, tidak dibagi ke dalam konsumsi kalori desa, kota. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, maka penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pemisahan konsumsi kalori desa, kota karena kemungkinan keperluan konsumsi kalori dari masyarakat desa berbeda dengan masyarakat perkotaan.