• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Beras Pandan Wangi dan Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Beras Pandan Wangi dan Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISASI BERAS PANDAN WANGI DAN PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP STABILITAS MUTU SELAMA PENYIMPANAN

Oleh NATALIA F24103100

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KARAKTERISASI BERAS PANDAN WANGI DAN PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP STABILITAS MUTU SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : NATALIA

Dilahirkan pada tanggal 1 Desember 1984 Lulus pada tanggal Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(3)

Natalia. F24103100. Karakterisasi Beras Pandan Wangi dan Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Rizal Syarief, DESS. dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma. 2007

RINGKASAN

Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Didukung dengan kekayaan sumber daya alam, Indonesia memiliki berbagai jenis varietas beras. Hal ini memungkinkan para konsumen untuk memilih jenis beras yang disukai menurut citarasa yang diinginkan. Salah satu yang menjadi varietas unggul dan merupakan produk asli dari Indonesia adalah beras beraroma pandan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, komponen utama yang membentuk aroma pandan pada beras pandan wangi adalah 2-acetyl-1-pyrolline. Komponen aroma ini merupakan komponen yang identik dengan wangi pandan. Hal ini menyebabkan padi produksi Cianjur ini sejak tahun 1993 ditetapkan menjadi beras pandan wangi.

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik beras pandan wangi sejak dari pasca panen hingga menjadi beras giling. Karakteristik yang diamati meliputi karakteristik fisiko-kimia gabah dan beras secara umum. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengetahui jenis kemasan plastik yang dapat menjadi alternatif untuk mempertahankan aroma pandan wangi. Pengujian organoleptik ini akan diuji menggunakan uji rangking dan rating selama delapan minggu. Parameter yang akan diamati antara lain rasa, aroma, dan kepulenan.

Hasil pengukuran terhadap butiran gabah dan beras pandan wangi menunjukkan bahwa beras pandan wangi termasuk beras giling pandan wangi termasuk kategori beras berukuran panjang (rata-rata 6.2 mm) dan berbentuk agak bulat (rata-rata nisbah p/l 2.4). Densitas beras pandan wangi dalam 1 L wadah adalah sebesar 863,2 g. Persentase beras kepala, beras patah dan menir pada kadar air 14% (bobot basah) berturut-turut adalah 47,6%, 17,0%, dan 36,6%. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 300 g beras pandan wangi giling yang dilakukan sebanyak 10 kali diketahui bahwa sudut curah sampel beras tersebut adalah sebesar 27,70 ± 1,6. Butir beras pandan wangi memiliki bagian berkapur pada bagian perut ditunjukkan dengan adanya bagian yang bewarna putih. Bagian berkapur yang ditemukan pada pandan wangi termasuk jenis white belly. Bagian ini tidak bisa menjadi penciri pandan wangi hal ini dapat dilihat dari analisis amilosa dengan metode IRRI dan menggunakan FTIR. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 8 minggu pengamatan, panelis lebih menyukai beras dan nasi yang dikemas dengan plastik LDPE

(4)

RIWAYAT HIDUP

Lahir di Jakarta, 1 Desember 1984, penulis memiliki nama lengkap Natalia. Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah umum di SMU Kristen IPEKA Sunter pada tahun 2003. Penulis lalu melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan Tek- nologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui program SPMB.

Selama kuliah penulis pernah menjadi Panitia Baur 2005 sebagai sie kesehatan, Panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2006 sebagai sie kesekretariatan. Pada tahun 2006-2007, penulis melakukan penelitian dengan judul Karakterisasi Beras Varietas Pandan Wangi dan Pengaruh Kemasan Terhadap Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan. Penulis menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2007.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan pimpinanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir ini tepat waktu dan memenuhi segala persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS sebagai pembimbing utama, yang telah mendukung penulis dalam pelaksanaan studi serta memberi kritik dan saran bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA sebagai dosen pembimbing kedua yang telah menyedia akan waktu untuk membimbing dan memberi masukkan bagi penulis dan bersedia menjadi dosen penguji. 3. Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. Atas kesediaan dan waktunya untuk

menguji dan memberi masukan bagi penulis

4. Papi, mami, dan Christian yang telah mendukung dan mendoakan penulis selama penyelesaian studi ini.

5. Seluruh keluarga dan sanak famili di Cirebon, Bandung, Jakarta dan Surabaya yang telah mendukung penulis selama ini.

6. My beloved best friend, William, Santi, Hengky, Meylia, Imelda, Iin, Rudy, Indra, Hans, Tomas, Franky, Ellen, dan semua temen-temen IPEKA untuk semua dukungannya.

7. Pak Theja, Pak Jonny, Bu Ully, Bu Gretty, Bu Suryani, Bu Lucy, Pak Satya, Pak Pras, dan guru-guru IPEKA yang terus berdoa dan mendukung penulis hingga saat ini.

8. Anak-anak KTBku, Tata, JR, Susanti, Lisa, Mayland dan Febby yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

(6)

10.Teman-teman JSMP - Indy, Pauline, Nana, Ola, Dey, Fanny, Bebe dan Betsy-

11.Seluruh teman-teman seperjuangan ITP 40 (Agnes, Aji, Kanin, Erik, Martin, Andreas, Agus, Eko, Anggita, Nooy, Hendy, Meiko, Steph, Wati, Iin, Lala, Adie MR, Hizkia, dan semua yang ga bisa disebutin satu persatu) terutama untuk golongan C ”Ceria” untuk kebersamaan dan doanya.

12.Tya dan Tilo, teman satu dosen PA untuk semua bantuan, doa, dan semangatnya

13.Temen-temen anak dan “mantan” anak beras : Tya, Tilo, Reza, Anz, Lasty, Acha, Pauline, Widhi, dan Wati untuk semua dukungannya. 14.Anak-anak kos Perwira 52 untuk semua tawa dan kebersamaannya 15.Keluarga besar GKY Sunter atas seluruh doa dan kebersamaannya. 16.Seluruh staff dosen, teknisi laboratorium dan karyawan Departemen

ITP yang telah banyak membantu penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

(7)

DAFTAR ISI

B. PROSES PENGOLAHAN GABAH MENJADI BERAS...4

C. BERAS PANDAN WANGI...6

D. WHITE BELLY……….…..9

E. KADAR AMILOSA...9

F. BAHAN PENGEMAS...10

E. KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK...12

III.BAHAN DAN METODE A. ALAT DAN BAHAN...14

B. METODE PENELITIAN...14

B.1. Analisis Efisiensi Pengolahan Beras Pandan Wangi di Cianjur...14

B.2. Analisis Karakteristik Mutu Fisik Gabah dan Beras Pandan Wangi..15

B.3. Analisis Amilosa Beras Pandan Wangi………..17

B.4. Analisis uji stabilitas ...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Analisis Efisiensi Pengolahan Beras Pandan Wangi di Cianjur...………..………...………21

B.Analisis Mutu Fisik Beras Dan Gabah Pandan Wangi...23

C.Analisis Amilosa Beras Pandan Wangi……….30

(8)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN…….………36

B. SARAN……….37

DAFTARA PUSTAKA……….38

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengelompokkan gabah dan beras giling menurut USDA………7 Tabel 2. Kandungan gizi beras pandan wangi per 100 g...8 Tabel 3. Pengelompokkan beras menurut kandungan amilosa...10 Tabel 4. Permeabilitas plastik tipis terhadap N2, O2, CO2, dan H20…….………11 Tabel 5. Perlakuan yang diberikan kepada pada beras selama uji stabilitas...20 Tabel 6. Indeks kristalinitas pati beras pandan wangi pada absorbansi 1047 dan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur fisik gabah………...3

Gambar 2. Mekanisme pemecah kulit rubber roll husker...5

Gambar 3. Struktur gugus 2-acetyl-1-pyroline………...…7

Gambar 4. Pengelompokkan chalkiness……….9

Gambar 5. Proses polimerisasi dalam pembentukkan nylon-6……….12

Gambar 6. Pengeringan oleh petani...20

Gambar 7. Proses perontokkan gabah dari malainya………21

Gambar 8. Proses penggilingan gabah menjadi beras pecah kulit………21

Gambar 9. Rata-rata persentase beras dalam berbagai kadar air………...26

Gambar 10. Bagian white belly pada beras pandan wangi……..………..27

Gambar 11. Perbandingan kadar amilosa komponen white belly dan non white belly...29

Gambar 12. Skema grafik hasil pengukuran dengan FTIR………30

Gambar 13. Kurva standar amilosa...32

Gambar 14. Grafik skor aroma beras selama penyimpanan...…...33

Gambar 15. Grafik skor aroma nasi selama penyimpanan...33

Gambar 16. Grafik skor warna beras selama penyimpanan...34

(11)

SKRIPSI

KARAKTERISASI BERAS PANDAN WANGI DAN PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP STABILITAS MUTU SELAMA PENYIMPANAN

Oleh NATALIA F24103100

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KARAKTERISASI BERAS PANDAN WANGI DAN PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP STABILITAS MUTU SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : NATALIA

Dilahirkan pada tanggal 1 Desember 1984 Lulus pada tanggal Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(13)

Natalia. F24103100. Karakterisasi Beras Pandan Wangi dan Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Rizal Syarief, DESS. dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma. 2007

RINGKASAN

Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Didukung dengan kekayaan sumber daya alam, Indonesia memiliki berbagai jenis varietas beras. Hal ini memungkinkan para konsumen untuk memilih jenis beras yang disukai menurut citarasa yang diinginkan. Salah satu yang menjadi varietas unggul dan merupakan produk asli dari Indonesia adalah beras beraroma pandan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, komponen utama yang membentuk aroma pandan pada beras pandan wangi adalah 2-acetyl-1-pyrolline. Komponen aroma ini merupakan komponen yang identik dengan wangi pandan. Hal ini menyebabkan padi produksi Cianjur ini sejak tahun 1993 ditetapkan menjadi beras pandan wangi.

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik beras pandan wangi sejak dari pasca panen hingga menjadi beras giling. Karakteristik yang diamati meliputi karakteristik fisiko-kimia gabah dan beras secara umum. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengetahui jenis kemasan plastik yang dapat menjadi alternatif untuk mempertahankan aroma pandan wangi. Pengujian organoleptik ini akan diuji menggunakan uji rangking dan rating selama delapan minggu. Parameter yang akan diamati antara lain rasa, aroma, dan kepulenan.

Hasil pengukuran terhadap butiran gabah dan beras pandan wangi menunjukkan bahwa beras pandan wangi termasuk beras giling pandan wangi termasuk kategori beras berukuran panjang (rata-rata 6.2 mm) dan berbentuk agak bulat (rata-rata nisbah p/l 2.4). Densitas beras pandan wangi dalam 1 L wadah adalah sebesar 863,2 g. Persentase beras kepala, beras patah dan menir pada kadar air 14% (bobot basah) berturut-turut adalah 47,6%, 17,0%, dan 36,6%. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 300 g beras pandan wangi giling yang dilakukan sebanyak 10 kali diketahui bahwa sudut curah sampel beras tersebut adalah sebesar 27,70 ± 1,6. Butir beras pandan wangi memiliki bagian berkapur pada bagian perut ditunjukkan dengan adanya bagian yang bewarna putih. Bagian berkapur yang ditemukan pada pandan wangi termasuk jenis white belly. Bagian ini tidak bisa menjadi penciri pandan wangi hal ini dapat dilihat dari analisis amilosa dengan metode IRRI dan menggunakan FTIR. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 8 minggu pengamatan, panelis lebih menyukai beras dan nasi yang dikemas dengan plastik LDPE

(14)

RIWAYAT HIDUP

Lahir di Jakarta, 1 Desember 1984, penulis memiliki nama lengkap Natalia. Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah umum di SMU Kristen IPEKA Sunter pada tahun 2003. Penulis lalu melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan Tek- nologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui program SPMB.

Selama kuliah penulis pernah menjadi Panitia Baur 2005 sebagai sie kesehatan, Panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2006 sebagai sie kesekretariatan. Pada tahun 2006-2007, penulis melakukan penelitian dengan judul Karakterisasi Beras Varietas Pandan Wangi dan Pengaruh Kemasan Terhadap Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan. Penulis menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2007.

(15)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan pimpinanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir ini tepat waktu dan memenuhi segala persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS sebagai pembimbing utama, yang telah mendukung penulis dalam pelaksanaan studi serta memberi kritik dan saran bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA sebagai dosen pembimbing kedua yang telah menyedia akan waktu untuk membimbing dan memberi masukkan bagi penulis dan bersedia menjadi dosen penguji. 3. Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. Atas kesediaan dan waktunya untuk

menguji dan memberi masukan bagi penulis

4. Papi, mami, dan Christian yang telah mendukung dan mendoakan penulis selama penyelesaian studi ini.

5. Seluruh keluarga dan sanak famili di Cirebon, Bandung, Jakarta dan Surabaya yang telah mendukung penulis selama ini.

6. My beloved best friend, William, Santi, Hengky, Meylia, Imelda, Iin, Rudy, Indra, Hans, Tomas, Franky, Ellen, dan semua temen-temen IPEKA untuk semua dukungannya.

7. Pak Theja, Pak Jonny, Bu Ully, Bu Gretty, Bu Suryani, Bu Lucy, Pak Satya, Pak Pras, dan guru-guru IPEKA yang terus berdoa dan mendukung penulis hingga saat ini.

8. Anak-anak KTBku, Tata, JR, Susanti, Lisa, Mayland dan Febby yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

(16)

10.Teman-teman JSMP - Indy, Pauline, Nana, Ola, Dey, Fanny, Bebe dan Betsy-

11.Seluruh teman-teman seperjuangan ITP 40 (Agnes, Aji, Kanin, Erik, Martin, Andreas, Agus, Eko, Anggita, Nooy, Hendy, Meiko, Steph, Wati, Iin, Lala, Adie MR, Hizkia, dan semua yang ga bisa disebutin satu persatu) terutama untuk golongan C ”Ceria” untuk kebersamaan dan doanya.

12.Tya dan Tilo, teman satu dosen PA untuk semua bantuan, doa, dan semangatnya

13.Temen-temen anak dan “mantan” anak beras : Tya, Tilo, Reza, Anz, Lasty, Acha, Pauline, Widhi, dan Wati untuk semua dukungannya. 14.Anak-anak kos Perwira 52 untuk semua tawa dan kebersamaannya 15.Keluarga besar GKY Sunter atas seluruh doa dan kebersamaannya. 16.Seluruh staff dosen, teknisi laboratorium dan karyawan Departemen

ITP yang telah banyak membantu penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

(17)

DAFTAR ISI

B. PROSES PENGOLAHAN GABAH MENJADI BERAS...4

C. BERAS PANDAN WANGI...6

D. WHITE BELLY……….…..9

E. KADAR AMILOSA...9

F. BAHAN PENGEMAS...10

E. KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK...12

III.BAHAN DAN METODE A. ALAT DAN BAHAN...14

B. METODE PENELITIAN...14

B.1. Analisis Efisiensi Pengolahan Beras Pandan Wangi di Cianjur...14

B.2. Analisis Karakteristik Mutu Fisik Gabah dan Beras Pandan Wangi..15

B.3. Analisis Amilosa Beras Pandan Wangi………..17

B.4. Analisis uji stabilitas ...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Analisis Efisiensi Pengolahan Beras Pandan Wangi di Cianjur...………..………...………21

B.Analisis Mutu Fisik Beras Dan Gabah Pandan Wangi...23

C.Analisis Amilosa Beras Pandan Wangi……….30

(18)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN…….………36

B. SARAN……….37

DAFTARA PUSTAKA……….38

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengelompokkan gabah dan beras giling menurut USDA………7 Tabel 2. Kandungan gizi beras pandan wangi per 100 g...8 Tabel 3. Pengelompokkan beras menurut kandungan amilosa...10 Tabel 4. Permeabilitas plastik tipis terhadap N2, O2, CO2, dan H20…….………11 Tabel 5. Perlakuan yang diberikan kepada pada beras selama uji stabilitas...20 Tabel 6. Indeks kristalinitas pati beras pandan wangi pada absorbansi 1047 dan

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur fisik gabah………...3

Gambar 2. Mekanisme pemecah kulit rubber roll husker...5

Gambar 3. Struktur gugus 2-acetyl-1-pyroline………...…7

Gambar 4. Pengelompokkan chalkiness……….9

Gambar 5. Proses polimerisasi dalam pembentukkan nylon-6……….12

Gambar 6. Pengeringan oleh petani...20

Gambar 7. Proses perontokkan gabah dari malainya………21

Gambar 8. Proses penggilingan gabah menjadi beras pecah kulit………21

Gambar 9. Rata-rata persentase beras dalam berbagai kadar air………...26

Gambar 10. Bagian white belly pada beras pandan wangi……..………..27

Gambar 11. Perbandingan kadar amilosa komponen white belly dan non white belly...29

Gambar 12. Skema grafik hasil pengukuran dengan FTIR………30

Gambar 13. Kurva standar amilosa...32

Gambar 14. Grafik skor aroma beras selama penyimpanan...…...33

Gambar 15. Grafik skor aroma nasi selama penyimpanan...33

Gambar 16. Grafik skor warna beras selama penyimpanan...34

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rendemen beras dari bentuk gabah hingga beras giling...42

Lampiran 2. Persentase butir hampa dan kotoran dari 100 g gabah...42

Lampiran 3. Persentase butir hijau. butir kuning. dan butir kapur...42

Lampiran 4. Pengukuran nisbah panjang per lebar gabah dan beras pandan wangi. ...42

Lampiran 5. Pengukuran derajat putih beras utuh dengan Whiteness meter...43

Lampiran 6. Pengukuran persentase beras kepala, beras patah, dan menir...43

Lampiran 7. Pengukuran sudut curah beras pandan wangi...44

Lampiran 8. Perbandingan amilosa pada komponen white belly dan komponen yang tidak mengandung white belly...44

(22)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Didukung dengan kekayaan sumber daya alam, Indonesia memiliki berbagai jenis varietas beras. Hal ini memungkinkan para konsumen untuk memilih jenis beras yang disukai menurut citarasa yang diinginkan. Salah satu yang menjadi varietas unggul dan merupakan produk asli dari Indonesia adalah beras beraroma pandan.

Sebagaimana di wilayah Asia yang lain, Indonesia juga memiliki varietas beras beraroma. Beras beraroma di wilayah Asia menjadi suatu komoditi premium karena aroma, tekstur, dan flavor yang dihasilkan. Pandan wangi merupakan varietas lokal yang menjadi ciri khas daerah Cianjur, khususnya di Kecamatan Warungkondang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, komponen utama yang membentuk aroma pandan pada beras pandan wangi adalah 2-acetyl-1-pyrolline. Komponen aroma ini merupakan komponen yang identik dengan wangi pandan. Hal ini menyebabkan padi produksi Cianjur ini sejak tahun 1993 ditetapkan menjadi beras pandan wangi.

(23)

Beras giling yang berasal dari penggilingan padi di desa umumnya dikemas dengan bahan pengemas plastik. Karena aroma merupakan hal yang sangat penting dalam produk pandan wangi, dibutuhkan jenis bahan pengemas yang baik untuk menjaga aroma tersebut. Tiap jenis plastik memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan pengamatan selama waktu penyimpanan tertentu untuk mendapatkan jenis kemasan yang terbaik.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik beras pandan wangi sejak dari pasca panen hingga menjadi beras giling. Karakteristik yang diamati meliputi karakteristik fisiko-kimia gabah dan beras.

Karakteristik fisik yang diamati antara lain bentuk dan ukuran gabah, densitas gabah, chalkiness serta perbandingan beras utuh, patah, dan menir. Karakteristik kimia yang akan diamati adalah kadar amilosa dari beras pandan wangi dengan metode FTIR maupun metode IRRI.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. GABAH

Gabah merupakan hasil perontokkan padi dari malainya (Patiwiri, 2006). Butiran-butiran gabah ini memiliki bentuk oval memanjang, bewarna kecoklatan, dan teksturnya yang kasar. Pada proses berikutnya gabah akan dikupas kulitnya dan menjadi beras pecah kulit. Bagian terluar gabah merupakan sekam. Pada bagian dalam sekam terdapat bagian-bagian lain seperti epicarp, mesocarp, dan terakhir lapisan aleuron. Bagian paling dalam dari gabah merupakan endosperm yang tidak lain adalah isi butiran padi.

Gambar 1. Struktur fisik gabah ( Patiwiri, 2006)

(25)

B. PROSES PENGOLAHAN GABAH MENJADI BERAS

Pengolahan gabah menjadi beras meliputi beberapa proses seperti perontokkan, pemecahan kulit (sekam), dan penyosohan. Gabah pandan wangi sangat melekat kuat pada malainya. Karena itu proses penggebotan tidak dapat dilakukan sebagaimana padi jenis lainnya yang ada di Indonesia.

Sebelum dilakukan penggilingan dan penyosohan, gabah pandan wangi perlu dirontokkan dari batangnya dengan mesin perontok padi. Perontokkan ini bertujuan membuang kotoran-kotoran dan benda-benda asing dari gabah sehingga beras giling yang dihasilkan terbebas dari kotoran-kotoran tersebut (Patiwiri, 2006).

Prinsip dasar perontokkan ini hampir sama dengan proses pembersihan, yakni memanfaatkan perbedaan ukuran dan berat antara gabah dan benda asing. Benda asing yang berukuran besar antara lain jerami, gumpalann tanah, dan butiran batu. Benda asing yang berukuran lebih kecil dari gabah antara lain debu, pasir, serangga. Sedangkan benda asing yang berukuran hampir sama dengan gabah antara lain butir hampa, batu dan logam. Pemisahan benda-benda asing ini dilakukan dengan menggunakan aliran angin maupun ayakan.

Setelah dilakukan perontokkan, proses selanjutnya adalah pemecahan kulit Proses ini bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang seminimal mungkin pada butiran beras. Alat yang digunakan untuk pemecahan kulit disebut huller. Sebagian besar gabah yang masuk ke dalam alat ini ada yang sudah terkupas kulitnya dan ada yang belum. Proses ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh gabah yang sekamnya benar-benar terbuang. Proses ini akan berjalan dengan baik apabila gabah memiliki kadar air antara 13-15 % (Patiwiri, 2006). Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sukar lepas dari gabahnya. Di samping itu bila kadar airnya lebih rendah maka butiran padi yang dihasilkan akan mudah pecah. Hal ini akan berdampak pada tinggi rendahnya rendemen beras patah dan menir yang dihasilkan.

(26)

gabah pada bagian dasarnya memberikan tegangan geser pada sisi gabah yang menyebabkan sekam menjadi sobek dan terkupas. Prinsip ini digunakan untuk menggembangkan mesin-mesin pemecah kulit modern. Beberapa jenis mesin pemecah kulit ini antara lain engelberg husker, rubber roll husker, impeller husker, vaccuumhusker. Mesin pemecah kulit yang banyak digunakan saat ini adalah tipe rol karet (rubber roll husker) memecah sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan (Gambar 2).

Gambar 2. Mekanisme kerja pemecah kulit (rubber roll husker)

Hasil dari pemecahan kulit merupakan beras pecah kulit yang berwarna agak kecoklatan dan tidak bercahaya. Di samping tidak menarik secara visual, bekatul membuat rasa nasi yang dihasilkan kurang enak dan beras menjadi cepat tengik karena tingginya kandungan lemak di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan proses lebih lanjut untuk membuat beras menjadi lebih putih dan bersih. Proses ini dinamakan penyosohan.

Berkaitan dengan kualitas proses penyosohan terdapat tiga besaran yang dipakai untuk mengukur yaitu derajat sosoh, hasil sosoh dan susut sosoh. Derajat sosoh adalah tingkat pembuangan lapisan bekatul dan lembaga pada beras pecah kulit. Semakin tinggi derajat sosoh maka kualitas penyosohan semakin baik. Standar sosoh yang diterapkan di Indonesia maupun negara-negara penghasil beras lainnya adalah derajat sosoh 90%, 95%, dan 100%. Hal ini didasarkan pada penghitungan bahwa bekatul yang ada pada beras pecah kulit maksimal terdapat sebanyak 10%. Semakin tinggi derajat sosoh, semakin putih beras yang dihasilkan.

(27)

dengan permukaan kasar dan menggesek dengan permukaan yang rata. Permukaan yang kasar berfungsi untuk mengikis lapisan bekatul yang terdapat pada beras pecah kulit sedangkan permukaan yang rata diperlukan untuk menghilangkan kulit ari sehingga diperoleh permukaan yang lebih mengkilap dan bersih.

Setelah diperoleh beras giling, umumnya beras mengalami proses akhir yang disebut grading supaya diperoleh beras giling yang sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan BULOG. Alat yang digunakan untuk melakukan proses ini adalah rice grader. Alat ini akan memisahkan beras giling menjadi beras kepala, beras patah dan menir. Semakin banyak rendemen beras kepala yang diperoleh maka penerimaan konsumen semakin baik.

Menurut Juliano (1976), alat ini berupa suatu tabung yang pada bagian dalam dindingnya terdapat ratusan lubang-lubang kecil dengan ukuran jenis padi yang lebih panjang (beras kepala). Selain itu terdapat pula suatu wadah logam yang dapat berputar pada porosnya. Wadah ini diatur sudutnya sehingga dapat diperoleh jumlah beras kepala, beras patah, dan menir sesuai dengan yang diinginkan. Semakin tinggi sudut kemiringan wadah tersebut, semakin besar rendemen beras patah dan menir yang dihasilkan.

Ketika mesin dinyalakan, butiran beras kepala yang memiliki ukuran lebih besar akan tertinggal pada lubang-lubang yang ada pada bagian dalam dinding tabung. Namun, beras patah maupun menir akan tertinggal dalam wadah berputar tersebut. Hal ini perlu dilakukan berulang-ulang supaya diperoleh rendemen beras kepala yang lebih baik.

C. BERAS PANDAN WANGI

(28)

lama waktu tanam, rendemen yang rendah, serta ketahanan terhadap penyakit yang rendah.

Beras pandan wangi merupakan salah satu komoditi beras unggulan yang banyak beredar di Indonesia. Komoditi beras ini banyak terdapat di lumpung padi di Cianjur, Jawa Barat. Merek dagang “Pandan Wangi” merupakan ciri khas padi produksi Cianjur dan sudah dikenal sejak tahun 1993 (Ramadhan, 2002).

Subspesies padi yang ditanam di dunia secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga subspesies yaitu tipe japonica, javanica (bulu), dan indica. Pengelompokkan ini didasarkan pada bentuk gabah baik dari ukuran panjang maupun lebarnya. Japonica memiliki butiran yang pendek membulat , sedangkan indica memiliki bentuk memanjang. Subspesies javanica memiliki ukuran butiran yang besar, yaitu memiliki panjang dan lebar butiran yang tinggi.

Tabel 1. Pengelompokkan gabah dan beras giling menurut USDA

Ukuran Skala USDA

Gabah Beras giling Ukuran (mm)

Sangat panjang (extra long) 7.0

Panjang (long grain) >6,6 6.0-6.99 Sedang (medium grain) 5,5-6,6 5.5-5.99 Pendek (short grain) <5,5 5.5

Bentuk (rasio panjang per lebar)

Lonjong (slender) >3,1 3.0

Sedang (medium) 2,1-3,1 -

Agak bulat (bold) <2,1 2.0-3.0

Bulat (round) 2.0

Sumber : Soenarjo et al. (1991)

(29)

2-acetyl-1-pyrroline. Menurut Buttery et al. (1983), komponen ini juga ditemukan pada analisis terhadap komponen volatile dari daun pandan (Pandanus amaryllifolius). Selain pada padi pandan wangi, aroma ini juga ditemukan pada berbagai padi beraroma yang terdapat di seluruh Asia. Komponen 2-acetyl-1-pyrolline paling banyak mengandung gugus alkohol, kemudia aldehid dan keton, serta asam dan komponen lainnya.

Gambar 3. Struktur gugus 2-acetil-1-pirolin

Varietas unggul lokal Pandan Wangi umumnya ditanam di dataran sedang dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut. Pandan wangi mengandung berbagai zat gizi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, gula pereduksi, zat besi, dan tembaga. Persentase kadar gula yang dikandung dalam beras pandan wangi lebih besar dibandingkan kadar protein dan lemak. Kandungan gizi beras ini lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2. Kandungan zat gizi beras pandan wangi per 100 g.

No. Parameter Satuan Jumlah

1. Kadar protein % 8.97

2. Kadar lemak % 0.32

3. Kadar gula pereduksi % 63.39

4. Fe Ppm 4.65

5. Cu Ppm 6.42

6. Kalori g/kg 14.81

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur (2001)

(30)

terikat ini menyebabkan pandan wangi sulit dirontokkan dengan cara tradisional (penggebotan), melainkan harus menggunakan mesin perontok padi.

Tingginya harga beras pandan wangi seringkali membuat beras istimewa ini hanya dapat dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke atas saja. Perbedaan harga yang cukup signifikan antara petani dan distributor membuat praktik pencampuran semakin mungkin dilakukan oleh para pedagang maupun distributor. Hal ini banyak dilakukan untuk meningkatkan keuntungan sekaligus meningkatkan daya saing dengan produk impor yang semakin banyak di pasaran.

D. WHITE BELLY

Pengapuran atau chalkiness adalah suatu hal yang cukup berpengaruh dalam menentukkan nilai jual beras giling. Chalkiness dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipe, seperti white centre, white belly, milky white,dan opaque. Perbedaan keempat tipe ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Pengelompokkan chalkiness (Hoshikawa, 1975)

White Belly merupakan suatu area pada bagian ventral dari beras yang berwarna putih dan opaque (Juliano, 1998). Area yang berwarna putih ini merupakan hasil dari perkembangan pati yang sangat sedikit di daerah peripheral dari endosperm. Hal ini disebabkan oleh transpor karbohidrat yang tidak mencukupi sewaktu pematangan beras. Namun demikian keberadaan white belly tidak mengurangi kualitas beras yang dihasilkan.

E. KADAR AMILOSA

(31)

amilopektin (Cruz dan Kush, 2000). Pati disusun dari unit-unit glukosa yang berupa gugus yang bercabang (amilopektin) dan gugus yang berupa rantai lurus (amilosa).

Amilosa merupakan polimer yang dibentuk dari linear D-glukosa dengan ikatan α-1,4-D-glukosida, sedangkan polimer amilopektin tersusun dari kombinasi ikatan α-1,4-D-glukosida pada rantai lurus dan ikatan α -1,6-D-glukosida pada titik percabangan. Amilopektin merupakan fraksi utama dari pati beras tetapi dalam analisis beras lebih sering dilakukan pengukuran terhadap amilosa. Berdasarkan kadar amilosa dan amilopektinnya beras dikelompokkan ke dalam waxy rice dan nonwaxy rice (Juliano, 1980).

Tabel 3. Pengelompokkan beras menurut kandungan amilosa

Kategori Kelompok % amilosa

Waxy rice 1-2

Nonwaxy rice Amilosa rendah 10-20

Amilosa sedang 20-25 Amilosa tinggi 25-30

F. BAHAN PENGEMAS

Pengemasan bahan pangan mempunyai tujuan utama yaitu mengawetkan makanan, mempertahankan mutu kesegaran, menarik selera konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan, serta menekan kontamninasi dari mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Pengemasan bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis bahan pengemas seperti plastik, kaca, kertas, dan karton berlapis. Bahan pengemas yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tahan terhadap serangan hama, tidak mempunyai rasa, tidak berbau, dan mampu menekan laju keluar masuknya uap air maupun flavor tertentu (Winarno dan Jenie, 1984).

(32)

dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan (kerusakan kimia, biokimia, dan mikrobiologi). Golongan kedua adalah jenis kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan pengemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air, absorbsi, dan interaksi dengan oksigen).

Kemasan plastik berkembang dengan pesat baik yang fleksibel, berbentuk lembaran dan kantung, maupun kemasan kaku. Dalam penelitian ini akan digunakan tiga macam kemasan plastik, yakni LDPE, laminasi (LDPE dan nilon), dan selophan yang dilapisi dengan LDPE untuk diuji kemasan plastik mana yang dapat mempertahankan aroma beras pandan wangi selama waktu penyimpanan.

Dalam menentukan pilihan bahan kemasan perlu diketahui berbagai info tentang persyaratan yang dibutuhkan. Salah satunya adalah permeabilitas kemasan tersebut terhadap kadar air, gas, dan cahaya. Beberapa gangguan terhadap parameter tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kualitas bahan pangan yang disimpan. kemasan plastik maupun laminasi harus memenuhi persyaratan :1) memiliki daya lindung yang cukup baik dari uap air, 2) memiliki daya lindung yang baik dari gas, dan 3) melindungi dari cahaya.

Tabel 4. Permeabilitas plastik tipis terhadap N2, O2, CO2, dan H2O Permeabilitas (cm3/cm2/ mm/ dtk/ cmHg)x 1010

N2 O2 CO2 H2O

(33)

Selophan berasal dari serat selulosa yang dilarutkan dalam larutan basa sehingga diperoleh larutan yang cukup kental. Larutan ini akan diekstrusi melalui suatu lubang sehingga dihasilkan lembaran-lembaran rayon (Anonim, 2007). Lembaran plastik selophane memiliki permeabilitas yang cukup rendah terhadap gas, minyak, dan bakteri sehingga plastik ini sangat berguna untuk pengemasan makanan.

Plastik nilon-6 dibentuk melalui pemanasan komponen kaprolaktam (komponen utama pada nilon-6) pada suhu 533 K dalam kondisi atmosfer yang inert dan diekspos dengan gas N2 selama 4-5 jam. Proses ini menyebabkan putusnya rantai cincin dan terjadi polimerisasi gugus. Proses ini lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Proses polimerisasi dalam pembentukan nilon-6

G. KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK

Menurut Meilgaard et al. (1999), uji organoleptik merupakan metode yang cukup cepat meskipun tidak menggunakan panelis terlatih. Uji ini dapat digunakan untuk skala pengujian yang lebih luas jika sampel yang diberikan maksimal berjumlah tiga.

(34)
(35)

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras dan gabah pandan wangi yang diperoleh dari Kecamatan Warungkondang, Cianjur. Alat yang digunakan adalah 3 jenis kemasan plastik, alat untuk mengolah gabah menjadi beras, alat uji organoleptik, dan alat keperluan analisis. Ketiga jenis kemasan plastik ini meliputi LDPE, laminasi (LDPE dan Nylon-6), serta selopan yang dibungkus dengan LDPE. Alat untuk mengolah gabah menjadi beras meliputi huller, polisher, dan grader. Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah piring kecil dan sendok kecil. Sedangkan, alat yang digunakan untuk analisis adalah moisture tester, spektrofotometer, alat-alat gelas dan neraca analitik.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini mencakup dua macam kegiatan yang akan dilakukan. Pertama adalah penelitian mengenai karakteristik beras pandan wangi secara fisik dan kimia. Kedua adalah uji stabilitas mutu pandan wangi selama penyimpanan menggunakan tiga bahan pengemas plastik yang berbeda.

B.1.Analisis Efisiensi Pengolahan Beras Pandan Wangi di Cianjur 1. Rendemen Pengeringan, perontokkan dan penggilingan

Perhitungan rendemen pada saat pengeringan dilakukan dengan cara menghitung bobot akhir masing-masing perlakuan (kondisi kering giling) dihitung lalu dibandingkan dengan bobot awal sebelum dijemur (kering panen).

Perhitungan rendemen penjemuran adalah sebagai berikut :

Susut pengeringan = ×100% Bm

Ba

Bm : Bobot sampel awal

(36)

B.2. Analisis Karakteristik Mutu Fisik Gabah dan Beras Pandan Wangi Mutu fisik beras yang akan diamati antara lain

1. Persentase Butir Hampa dan Kotoran

Sampel gabah sebanyak 100 gram ditempatkan pada tampah. Kemudian, gabah tersebut ditampi beberapa kali hingga seluruh kotoran dan butir hampa jatuh ke tanah karena perbedaan bobot. Kemudian persentase butir hampa dan kotoran dihitung dengan rumus :

% butir hampa dan kotoran = − ×100% Ba

Bak Ba

Keterangan : Ba = bobot awal sebelum ditampi Bak = bobot akhir setelah ditampi

2. Butir hijau, Butir Kuning Rusak dan Butir Kapur

Sampel BPK (beras pecah kulit) diambil sebanyak 50 gram. Kemudian dari sampel tersebut dianalisis secara manual butir hijau, butir kuning rusak, dan butir berkapur, kemudian masing-masing ditimbang dan dihitung presentasenya terhadap bobot awal contoh. Perhitungan butir hijau, butir kuning/ rusak, butir mengapur adalah sebagai berikut :

B (%) = ×100%

3. Ukuran dan bentuk gabah serta beras pandan wangi

Butir gabah dan beras giling dari masing-masing varietas diukur dengan menggunakan mikrometer. Dari setiap varietas diukur 10 butir gabah dan beras giling diukur panjang dan lebarnya kemudian dibandingkan. Seluruh data akan dihitung sebagai perbandingan panjang dan lebar gabah atau beras giling.

(37)

4. Densitas beras giling

Beras dimasukkan ke dalam penampung sampel, kemudian kran dibuka sehingga beras mengalir dan memenuhi alat literan. Beras diratakan dengan penggaris untuk memperoleh volume 1 liter dan kemudian ditimbang. Densitas biji dinyatakan sebagai gram/ liter.

5. Persentase beras kepala, beras patah dan menir

Butir kepala adalah beras yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 0,60 bagian dari panjang rata-rata butir beras. Butir patah adalah butir yang mempunyai ukuran lebih kecil dari ¾ bagian tetapi lebih kecil dari 0,60 bagian panjang rata-rata beras utuh, sedangkan menir adalah beras patah yang mempunyai ukuran lebih kecil atau sama dengan 0,25 bagian butir beras utuh.

Sampel beras giling sebanyak 100 g diayak dengan saringan British standar no. 6 (ukuran lubang 1,4 mm) untuk memisahkan butir menir, kemudian sampel sisanya dimasukkan ke dalam alat Satake Drum Grader untuk memisahkan butir patah. Agar lebih akurat, dilakukan pemisahan secara manual terhadap sampel yang lolos dari alat Satake Drum Grader. Masing-masing kriteria beras tersebut ditimbang, lalu dibandingkan bobotnya terhadap bobot awal (100 gr).

6. White belly

Chalkiness / pengapuran ditetapkan berdasarkan kekeruhan (Opacity) endosperm, yaitu bagian biji yang tampak putih keruh. Pengamatan untuk parameter white belly ini dilakukan dengan mengambil sebanyak 5 gram sampel untuk dianalisis berapa persentase white belly yang ada pada hasil panen tahun 2006 dan 2007.

7. Sudut curah (Angle of Repose) (AOAC, 1984)

(38)

ketinggian 10-15 cm hingga membentuk sebuah gunungan. Kemudian sudut curah diukur dengan rumus berikut :

α0

B.3. Analisis Kimia Beras Pandan Wangi 1. Kadar amilosa

Penentuan kadar amilosa dilakukan menurut metode IRRI (Apriyantono et al., 1989). Pada prinsipnya, amilosa akan bewarna biru apabila bereaksi dengan senyawa iod. Intensitas warna biru akan berbeda tergantung jenis kadar amilosa yang terdapat pada sampel. Sampel yang akan dianalisis meliputi bagian white belly serta bagian tanpa white belly pada beras pandan wangi yang dipanen tahun 2006 dan tahun 2007.

Mula-mula ditimbang 100 mg sampel dalam bentuk tepung. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama ± 10 menit sampai terbentuk gel. Setelah itu seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kocok, tepatkan sampai tanda tera dengan air. Kemudian pipet 5 ml larutan tersebut dan masukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Tepatkan sampi tanda tera dengan air, kocok serta diamkan selama 20 menit. Setelah itu, intensitas warna diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625nm, dan diukur kadar amilosa sampel, dibandingkan dengan kurva standar yang telah dibuat dengan larutan standar.

(39)

2. Pengukuran dengan FTIR

Pengukuran dengan metode ini digunakan untuk mengetahui komposisi amilosa yang ada pada beras secara keseluruhan, bagian white belly dan bagian yang tidak mengandung white belly.

Mula-mula ditimbang masing-masing 5 gr beras pandan wangi berdasarkan bagian-bagiannya yaitu bagian white belly, bagian tanpa white belly, dan beras pandan wangi secara utuh. Dari 5 gr bagian-bagian tersebut, masing-masing ditepungkan dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh dan diambil sebanyak 2 mg untuk dianalisis. Kemudian, bubuk tersebut dicampur dengan kristal KBr (2 mg bahan pada 200 mg KBr) sebelum diletakkan di atas palet tipis untuk dianalisis dengan spektrofotometer FTIR. Setelah itu, sampel dianalisis dengan spektrofotometer dengan 16 scanning pada resolusi 4cm-1.

B.4. Analisis uji stabilitas 1. Uji Ranking (Poste, 1991)

Panelis yang terlibat dalam uji organoleptik untuk menentukan stabilitas mutu oleh konsumen merupakan panelis tidak terlatih yang berjumlah 25 orang. Pada percobaan ini dilakukan uji organoleptik dengan metode uji rangking. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi kepulenan, aroma dan rasa. Nilai uji ini dinyatakan dalam skor terukur yang akan dibandingkan dari minggu ke minggu untuk melihat perubahan parameter yang dirasakan oleh panelis.

2. Uji Rating ( Mailgaard et al., 1999 )

(40)

digunakan untuk menunjukkan respon panelis yang lebih informatif sesuai jenis skala yang digunakan.

Uji rating dapat dibagi menjadi tiga cara, yakni category scaling, line scaling, dan magnitude estimation scaling. Dalam penelitian ini digunakan category scaling supaya panelis lebih mudah untuk menentukan sampai dimana intensitas atribut yang mereka rasakan. Nilai uji ini dinyatakan dalam skor terukur yang akan dibandingkan dari minggu ke minggu untuk melihat perubahan parameter yang dirasakan oleh panelis.

3. Rancangan percobaan untuk uji stabilitas

(41)

Tabel 5 . Perlakuan yang diberikan pada beras selama uji stabilitas

A1B1 = beras yang disimpan pada plastik LDPE selama 1 minggu A1B2 = beras yang disimpan pada plastik LDPE selama 3 minggu A1B3 = beras yang disimpan pada plastik LDPE selama 5 minggu A1B4 = beras yang disimpan pada plastik LDPE selama 8 minggu

A2B1= beras yang disimpan pada plastik Laminasi (LDPE dan Nylon-6) selama 1 minggu

A2B2 = beras yang disimpan pada plastik Laminasi (LDPE dan Nylon-6) selama 3 minggu

A2B3 = beras yang disimpan pada plastik Laminasi (LDPE dan Nylon-6) selama 5 minggu

A2B4 = beras yang disimpan pada plastik Laminasi (LDPE dan Nylon-6) selama 8 minggu

(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

E. ANALISIS EFISIENSI PENGOLAHAN BERAS PANDAN WANGI Pengeringan yang dilakukan oleh petani di desa Warungkondang, Cianjur dilakukan dengan pengeringan alami menggunakan sinar matahari di atas lapangan. Pengeringan ini dilakukan selama 1-2 hari sehingga diperoleh kadar air sekitar 14 % sehingga gabah siap dirontokkan dari malainya untuk kemudian digiling. Hasil pengamatan efisiensi dapat dilihat pada lampiran 1.

Gambar 5. Pengeringan padi oleh petani

Berdasarkan pengamatan diperoleh bahwa gabah kering panen yang telah dikeringkan secara alami diperoleh gabah kering giling sebanyak 79,5% ± 0,34 dari keseluruhan tiga sampel gabah yang dikeringkan (10 kg). Hasil ini menunjukkan bahwa pengeringan dengan menggunakan sinar matahari cukup efektif karena nilai standar deviasi yang cukup rendah. Hal ini ditunjang dengan cuaca pada waktu pengeringan cukup panas sehingga dalam waktu 1-2 hari gabah kering panen dapat mencapai kadar air 14 % (bobot basah) dan siap digiling. Menurut Patiwiri (2006), kadar air 13-15% merupakan kadar air optimum untuk melakukan penggilingan. Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah, butiran menjadi mudah patah.

(43)

dipanen dapat segera dirontokkan dan digiling sekaligus dengan menggunakan alat. Keunikan pandan wangi ada pada butirnya yang terikat kuat pada malainya sehingga proses perontokkan tidak dilakukan secara terpisah di sawah, melainkan digabung dengan proses penggilingan.

Meskipun kegiatan perontokkan dan penggilingan dilakukan dalam satu tempat, mesin yang digunakan masih bersifat semi kontinu. Perpindahan bahan dari alat perontokkan ke alat penggilingan masih dilakukan secara manual. Hal ini membuat banyak gabah yang tertinggal dan terbuang percuma.

Gambar 6 . Proses perontokkan gabah dari malainya.

Gambar 7. Proses penggilingan gabah menjadi beras pecah kulit

(44)

tersebut memiliki rendemen sebesar 69,5% ± 2,55. Beras pecah kulit ini kemudian akan disosoh sehingga dihasilkan beras yang lebih putih dan bebas dari lapisan bekatul. Rendemen beras giling yang dihasilkan adalah sebesar 58,2 ± 2,45. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa rendemen padi pandan wangi yang digiling menjadi beras cukup besar. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (1) kondisi kadar air beras yang akan digiling sudah tepat, (2) penggunaan mesin penggiling yang cukup efisien, (3) malai padi yang telah dipanen tidak terinfestasi oleh serangga.

F. ANALISIS MUTU FISIK BERAS DAN GABAH PANDAN WANGI Menurut Webb (1985) yang diacu dalam Damardjati dan Purwani (1991), bentuk, ukuran, bobot, dan keseragaman biji merupakan faktor penting dalam industri beras. Dimensi beras sangat menentukan pasaran beras di tingkat nasional dan internasional. Oleh karena itu ditetapkanlah suatu standar di tiap negara yang mengacu pada standar USDA mengenai dimensi beras.

1. Persentase butir hampa dan kotoran

Persentase butir hampa dan kotoran dilakukan dengan menampi 100 g beras dengan beberapa kali penampian sehingga seluruh butir hampa dan kotoran jatuh dan terpisah. Berdasarkan selisih antara bobot awal gabah sebelum dan sesudah ditampi maka diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 2.

(45)

wangi Cianjur menunjukkan bahwa beras tersebut sudah memenuhi standar menurut SNI kelas I (≤1%).

Menurut Puspitasari (2001), butir hampa yang ada pada hasil produksi beras giling dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya sifat genetis dari varietas tersebut dan keterlambatan pengisian gabah. Karbohidrat yang terbentuk tidak cukup untuk pengisian sejumlah spikelet yang ada karena asimilasi karbon terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah gabah yang terbentuk. Selain itu, butir hampa juga dapat disebabkan oleh proses pembuahan yang tidak terjadi karena dipengaruhi faktor lingkungan.

2. Persentase butir hijau, butir kuning rusak, dan butir kapur

Kadar butir hijau yang ada pada sampel beras pandan wangi di Cianjur masih memenuhi syarat yang ditetapkan SNI untuk kelas mutu I (≤ 1%). Berdasarkan hasil pengamatan pada 50 g beras pecah kulit yang telah disosoh diperoleh rata-rata 0,69 % ± 0,22 (Lampiran 3). Pembentukkan butir hijau antara lain dipengaruhi oleh pematangan gabah pada suhu tinggi sehingga proses pematangan berlangsung terlalu cepat (Partohardjono et. al, 1982).

Pembentukkan butir mengapur ini dipengaruhi antara lain oleh sifat genetis, kondisi prapanen, dan umur pemanenan (Webb dan Stermer, 1972). Granula pati pada bagian yang mengapur cenderung menjadi bentuk perikal dengan dinding yang mulai berubah. Bagian ini berperan penting dalam proses pemecahan beras saat digiling (Juliano, 1973). Persentase butir mengapur yang diperoleh dari pengamatan 50 g beras pecah kulit sampel rata-rata adalah sebesar 0,76 % ± 0,20 (Lampiran 3).

(46)

penyimpanan yang tinggi dan lembab mendorong terjadinya proses fermentasi beras menjadi butir kuning (Soetoyo et. al., 1981). Butir rusak ini berpengaruh terhadap penampilan beras giling yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual beras.

3. Ukuran dan bentuk gabah dan beras giling

Penampakan biji, bentuk, ukuran, berat dan keseragaman biji merupakan faktor-faktor penting dalam industri beras. Berdasarkan ukuran dan bentuk beras dalam standardisasi internasional, dikenal 4 tipe ukuran panjang beras, yaitu biji sangat panjang (extra long grain), biji panjang (long grain), biji sedang (medium grain), dan biji pendek (short grain). Sementara berdasarkan bentuknya yang ditetapkan berdasarkan nisbah panjang per lebar, beras juga dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu lonjong (slender), sedang (medium), agak bulat (bold), dan bulat (round). Perbandingan panjang dan lebar ukuran gabah dan beras giling disajikan pada lampiran 4. Gabah pandan wangi memiliki rata-rata panjang sebesar 8.52 mm ± 0.07. Karena rata-rata panjang gabah pandan wangi lebih besar dari 7,7 mm, pandan wangi dikategorikan ke dalam subspesies javanica (Patiwiri, 2006). Ukuran panjang gabah sangat ditentukan oleh lapisan sekamnya. Semakin panjang gabah, semakin tebal lapisan sekam yang membungkus butiran padi tersebut. Di samping itu, beras giling pandan wangi memiliki rata-rata panjang adalah 6,24 mm ± 0,02.

Perbandingan panjang dan lebar gabah adalah 2,56 mm ± 0,013, sedangkan beras pandan wangi memiliki rata-rata perbandingan panjang dan lebar adalah 2,44 mm ± 0,22 . Berdasarkan persyaratan USDA, beras giling pandan wangi termasuk kategori beras berukuran sedang (rata-rata 6.226 mm) dan berbentuk agak bulat (rata-rata 2.44).

(47)

4. Densitas beras giling

Densitas merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mengukur kualitas beras. Penetapan ini berhubungan dengan gabah berisi atau bernas yang diperlukan dalam menentukan kriteria mutu gabah. Data densitas beras selanjutnya dapat digunakan untuk menduga besarnya rendemen beras giling, jumlah kotoran, benda asing, dan butir hampa.

Menurut Bala (1997), densitas dari suatu biji-bijian umumnya ditentukan dengan mengukur bobot sejumlah sampel biji-bijian dalam wadah yang sudah diketahui sebelumnya. Beras giling pandan wangi memiliki bobot 863,2 g dalam 1 L wadah.

5. Derajat putih

Hasil pengukuran derajat putih pada beras giling pandan wangi (Lampiran 5) adalah 54,67±0,45. Derajat putih yang dikehendaki pada beras adalah yang mendekati standar BaSO4 yaitu sebesar 87. Warna putih pada beras sangat dipengaruhi oleh proses penyosohan. Beras yang bewarna putih bersih merupakan beras yang telah dipisahkan bekatulnya.

Namun, semakin tinggi derajat putih belum tentu derajat sosohnya makin tinggi karena tingkat keputihan beras tidak hanya dipengaruhi tingkat penyosohan tetapi juga sifat genetis varietasnya (Suismono, 2000).

6. Persentase beras kepala, beras patah dan menir

(48)

-10

Gambar 8. Rata-rata persentase beras dalam berbagai kadar air

Data tersebut dapat menunjukkan bahwa pada kadar air 12 %, rendemen beras kepala menunjukkan hasil yang paling tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa penyimpanan gabah pada kadar air 12 %, akan meningkatkan rendemen beras kepala yang akan diperoleh. Pada kadar air ini aw bahan cukup aman dari serangan mikroba dan serangga yang mungkin merusak struktur gabah sehingga beras kepala yang dihasilkan akan berkurang. Menurut Siebenmorgen dan Meullenet (2003), kekerasan butiran beras akan berkurang dengan meningkatnya kadar air. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Tamaki et al. (1993) yang diacu dalam Siebenmorgen dan Meullenet (2003), beras yang disimpan pada kadar air 12 % butiran beras yang disimpan umumnya lebih keras dibandingkan bila disimpan pada kadar air 14 % atau lebih.

(49)

7. Sudut curah (angle of repose)

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 300 g beras pandan wangi giling yang dilakukan sebanyak 10 kali diketahui bahwa sudut curah sampel beras tersebut adalah sebesar 27,6930 ± 1,561.

Menurut Peleg dan Barley (1983), sudut curah suatu bahan pangan dapat dijadikan suatu indikator kasar kemudahan mengalir bahan tersebut dalam sistem pengepakan dan penyimpanan. Sudut curah suatu bahan yang ≤350 menandakan bahwa material tersebut termasuk dalam bahan yang mudah mengalir. Oleh karena itu berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap beras giling pandan wangi termasuk material yang mudah mengalir. Hal ini memungkinkan beras tersebut dikemas dalam berbagai jenis kemasan dengan bobot yang bervariasi.

8. White belly

Hasil pengamatan secara visual pada beras pandan wangi diketahui bahwa butir beras pandan wangi memiliki bagian berkapur pada bagian perut. Oleh karena itu jenis pengapuran yang ada pada pandan wangi tergolong jenis white belly. Hal ini ditunjukkan adanya bagian yang bewarna putih (Gambar 10 ).

Gambar 10. Bagian berkapur pada beras pandan wangi

(50)

inipun akan menyebabkan butiran beras mudah patah (Khush, et al 1979). Namun demikian, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa munculnya fenomena ini disebabkan oleh faktor genetik beberapa jenis varietas.

Pengamatan yang dilakukan terhadap beras pandan wangi dari Kecamatan Warungkondang, Cianjur diketahui bahwa white belly banyak terdapat pada beras yang dipanen pada tahun lalu (2006) dibanding tahun ini (2007). Jumlah butiran beras yang mengandung white belly dari 5 g sampel yang dianalisis pada beras hasil panen tahun 2006 adalah sebanyak 69.15%± 5.78, sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 52.03 % ± 2.68 (Lampiran 9).

Faktor utama yang menyebabkan hal ini terjadi adalah musim kering yang berkepanjangan pada tahun lalu. Akibatnya proses pengisian komponen-komponen pati, seperti amilosa pada gabah terganggu sehingga ada sebagian endosperm yang bewarna putih sedangkan yang lain bewarna bening (des Rosario et al., 1968).

Hal ini ditunjukkan pula dengan hasil analisis amilosa pada komponen white belly dan non white belly. Berdasarkan hasil pengukuran dengan spektrometer pada panjang gelombang 625 nm, diperoleh data berikut.

(51)

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa amilosa yang terbentuk pada bagian white belly tidak seimbang dengan kadar amilosa yang terdapat pada bagian non white belly. Oleh karena itu, berdasarkan data pengamatan ini keberadaan white belly tidak tepat digunakan sebagai penciri bahwa beras tersebut merupakan beras pandan wangi atau bukan. Akan tetapi hal tersebut justru mengindikasikan adanya gangguan dalam proses pematangan. Annissa (2007), juga menunjukkan adanya ketidakkonsistenan keberadaan white belly pada pandan wangi yang dicampur dengan beras jenis lain untuk mengidentifikasi kemurnian beras pandan wangi.

C. ANALISIS AMILOSA BERAS PANDAN WANGI 1. Pengukuran pantulan spektrum dengan FTIR

Gambar 12. Spektra FTIR dari (a)white belly, (b) nonwhite belly, dan (c) beras utuh Menurut Smith et al. (1998), spektroskopi inframerah telah banyak digunakan untuk mengamati perubahan dalam struktur pati dalam tingkat

c

b

(52)

molekuler. Selang yang cukup lebar pada panjang gelombang 3348 cm-1 menunjukkan adanya perengangan gugus –OH pada pati beras. Pada hasil pengamatan pada sampel white belly, non white belly, dan beras utuh menunjukkan bahwapeak tersebut dapat diamati pada panjang gelombang 3400 cm-1.

Selang antara 2924 cm-1 menunjukkan adanya peregangan asimetrik dari gugus C-H pada seluruh sampel. Namun, pada bagian white belly terdapat peak lain yang berbeda yaitu pada panjang gelombang 2854 cm-1 sedangkan pada bagian non white belly terdapat peak lain pada 2333 cm-1. Di samping itu pada selang 1461 cm-1 pada ketiga sampel dijumpai adanya perubahan sudut dari ikatan C-H. Ikatan eter C-O ditemukan meregang pada panjang gelombang antara 1159 cm-1 dan ikatan alkohol C-O pada panjang gelombang 1019 cm-1.

Penentuan kekuatan struktur bagian white belly dan non white belly, serta beras utuh dapat ditentukan dengan membandingkan nilai absorban yang diamati pada panjang gelombang 1047 cm-1 dan 1042 cm-1 (A1047/A1022). (Kazimierezak et al, 2007).

Tabel 6. Indeks kristalinitas pati beras pandan wangi pada panjang gelombang 1047 dan 1022 cm-1

Sampel Nilai A1047cm-1 Nilai A1022 cm-1 Rasio A1047/A1022

A 0,763 1,004 0,759 B 1,093 1,046 1,045 C 1,164 1,118 1,041 Keterangan : A=white belly, B=non white belly, C= beras utuh

(53)

belly karena beras utuh sebagian besar terdiri dari bagian yang tidak mengandung white belly.

2. Pengukuran kadar amilosa dengan metode IRRI

Pengukuran kadar amilosa dengan metode ini menggunakan proses pewarnaan atau kolorimetri menggunakan iodin yang dilakukan dalam suasana asam. Persamaan garis yang diperoleh dari regresi linear antara konsentrasi dan absorban adalah y= 0.0236x + 0.006, r2= 0.9995. Gambar 13 menunjukkan grakfik kurva standar amilosa yang diperlukan untuk mengukur konsentrasi amilosa pada sampel yang diamati.

y = 0.0236x + 0.006

Gambar 13. Kurva standar amilosa

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh kandungan amilosa yang terdapat pada beras giling pandan wangi adalah 24.83%. Menurut kategori yang telah dipaparkan oleh Cruz dan Khush (2000), beras dengan kadar amilosa antara 20-25 % dapat dikategorikan sebagai beras dengan kadar amilosa sedang. Beberapa varietas beras yang tumbuh di wilayah Filipina, Malaysia dan Indonesia memiliki kadar amilosa sedang. Beras dengan kadar amilosa bila dimasak teksturnya akan menjadi lebih lunak dan berair dan tidak mengeras selama didiamkan di tempat terbuka.

(54)

yang rendah sampai sedang (≤ 25%) umumnya lebih disukai karena teksturnya yang pulen ketika dimasak.

D. Analisis Uji Stabilitas

Pengaruh kemasan yang diuji dengan uji rating dan rangking terhadap beras maupun nasi pandan wangi dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. 1. Skor aroma beras dan nasi

Penilaian skor aroma beras dapat diuji berdasarkan ada tidaknya aroma khas pandan yang menjadi ciri khas pandan wangi.

0

Gambar 14. Grafik skor aroma beras selama penyimpanan

Berdasarkan gambar 14 dan 15, dapat diketahui bahwa selama penyimpanan selama 8 minggu beras yang dikemas ketiga jenis plastik mengalami penurunan tingkat kesukaan untuk parameter aroma baik untuk beras maupun nasi yang dihasilkan. Menurut Damardjati dan Purwani (1991), perubahan aroma ini dapat terjadi karena proses ketengikan minyak yang menghasilkan bau apek dan asam, serta bau fermentasi oleh proses fermentasi gula.

Pada minggu ke-8 pengamatan diketahui bahwa plastik LDPE menduduki urutan pertama diikuti dengan plastik selophan dan plastik laminasi. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa beras dan nasi pandan wangi yang telah disimpan dalam plastik LDPE aromanya masih dapat diterima secara organoleptik oleh panelis.

Keterangan :

Plastik 862 = plastik LDPE Plastik 245 = plastik laminasi Plastik 458 = plastik

(55)

0

Penyim panan m inggu

ke-sk

Gambar 15. Grafik skor aroma nasi selama penyimpanan 2. Skor warna beras.

Penilaian warna dikaitkan dengan warna putih atau tidaknya beras. Hal ini berkaitan dengan proses hidrolisis lemak yang mungkin terjadi selama penyimpanan. Pada gambar 16 terlihat adanya perubahan warna beras selama 8 minggu penyimpanan.

0

Gambar 16. Grafik skor warna beras selama penyimpanan

Warna pada beras yang dikemas dengan tiga plastik yang berbeda menunjukkan adanya penurunan kecerahan selama proses penyimpanan. Namun, perubahan warna ini tidak signifikan. Oleh karena itu hal ini perlu didukung dengan pengunaan alat pengukur intensitas warna seperti whiteness meter supaya diperoleh hasil yang lebih akurat.

3. Skor kepulenan nasi

Penilaian skor kepulenan dapat diuji berdasarkan keras atau lunaknya nasi sewaktu dicicip. Nasi yang pulen akan memiliki tekstur yang lunak ketika

Keterangan :

Plastik 862 = plastik LDPE Plastik 245 = plastik laminasi Plastik 458 = plastik

selophan yang dilapis LDPE

Keterangan :

Plastik 862 = plastik LDPE Plastik 245 = plastik laminasi Plastik 458 = plastik

(56)

dikunyah, sedangkan nasi yang pera akan memiliki tekstur yang keras

Penyim panan m inggu

ke-sko

Gambar 18. Grafik skor kepulenan nasi selama penyimpanan

Skor kepulenan yang diamati oleh panelis umumnya menurun selama penyimpanan. Hal ini berarti semakin lama waktu penyimpanan beras, nasi yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang keras. Kekerasan nasi ini disebabkan adanya retrodegradasi amilosa. Menurut deMan (1997), jika pasta pati yang didinginkan, pasta tersebut akan membentuk gel sehingga komponen rantai lurus dapat membentuk endapan sferokristal (retrodegrasi).

Berdasarkan jenis plastik yang diamati dapat terlihat dari gambar 18 bahwa plastik jenis LDPE memiliki kecenderungan yang lebih baik dalam memberikan perlindungan terhadap beras yang ada sehingga nasi yang dihasilkan lebih pulen dibandingankan beras yang dikemas dengan plastik jenis lainnya.

Meskipun LDPE tidak dilaminasi dengan plastik jenis lain ataupun dibungkus dengan plastik jenis lain, penilaian konsumen untuk plastik jenis ini menduduki peringkat pertama. Penggunaan plastik laminasi yang tidak diikuti dengan proses vakum mungkin merupakan salah satu penyebab plastik laminasi kurang dapat memberikan barrier yang baik terhadap transfer gas dan uap air dalam mengemas produk pandan wangi ini.

Keterangan :

Plastik 862 = plastik LDPE Plastik 245 = plastik laminasi Plastik 458 = plastik

(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bertujuan untuk mengamati beberapa parameter fisik, kimia, dan mutu organoleptik. Pengamatan secara fisik antara lain ukuran dan bentuk gabah, persentase kotoran dan butir hampa, persentase butiran rusak, chalkiness, derajat putih, densitas, dan sudut curah. Selain itu dilakukan juga terhadap komposisi amilosa melalui pengamatan dengan teknologi FTIR dan metode IRRI.

Hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati karakteristik pandan wangi adalah ada tidaknya white belly. Berdasarkan pengamatan, keberadaan white belly tidak lagidapat menjadi penciri bahwa beras tersebut merupakan beras pandan wangi. Namun, hal tersebut justru mengindikasikan adanya gangguan dalam proses pematangan. Oleh karena itu, diperlukan cara lain yang lebih akurat untuk menganalisis keaslian pandan wangi. Salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi FTIR.

Berdasarkan data yang diamati pada ketiga sampel tersebut diketahui bahwa indeks kristalinitas bagian white belly memiliki nilai terendah yaitu 0,759. Semakin tinggi perbandingan antara nilai (A1047/A1022), semakin kokoh struktur kristal dari pati tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan white belly menunjukkan adanya faktor lingkungan dan genetik yang mengganggu pertumbuhan yang kurang sempurna.

(58)

B. SARAN

Beberapa hal yang dapat disarankan untuk penelitian lebih lanjut adalah pengamatan proksimat terhadap komponen white belly tidak hanya komponen amilosa saja. Selain itu, dapat dikembangkan lebih lanjut pengamatan pandan wangi, seperti konsistensi gel dan kandungan gizi yang spesifik sehingga dapat meningkatkan kompetensi pandan wangi sebagai produk premium dengan kualitas yang terbaik.

Penggunaan plastik untuk mengemas dapat menjadi salah satu alternatif untuk transportasi beras pandan wangi ke daerah-daerah lain. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada berbagai jenis kemasan plastik lain yang terdapat di pasar supaya aroma pandan wangi dapat tetap dipertahankan sampai di tangan konsumen.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Annissa. 2007. Pengembangan Metode Penentuan Kemurnian Beras Varietas Pandan Wangi Berdasarkan Karakteristik Fisik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Anonim. 2000. Fourier Transform Infrared Spectroscopy. http//www.mee-inc.com/ftir.html.[31 Agustus 2006].

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, NL., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor.

Bala, BK. 1997. Drying and Storage of Cereal Grains. Science Publisher, New Hampshire.

Brody, AL. 1970. Flexible Packaging of Foods. The Chemical Rubbers Co., Claveland.

Buckle, KA. , Edwards, RA., Fleet, GH., dan Wooton, M.. 1978. A Course Manual in Food Science. Australian Vice Chancellors Committee. Watson and Ferguson and Co, Brisbane.

Buttery, RG, Ling, LC, dan Juliano, BO. 1983. Identification of Rice Aroma Compound 2-acety-1-pyrroline in Pandan Leaves. J. Agriculture Food Chem. 31: 823-826.

Cruz, ND dan GS. Kush. 2000. Rice Grain Quality Procedures. Di dalam: GS Kush, RK Singh, dan US Singh (ed). Aromatic Rice. Oxford and IBH Publishing, New Delhi, pp: 16-27.

Damardjati, DS, Mudjisihono, G., Suwatryadi, dan Siwi, BH.. 1982. Evaluasi Mutu Beras dalam Hubungannya dengan Keragaman Varietas, sifat fisiko kimia, dan tingkat kematangan biji. Puslitbang Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Padi di Sukamandi.

Damardjati, DS dan EY. Purwani. 1991. Mutu Beras. Di dalam: E. Soenarjo, DS. Damardjati, dan M. Syam (ed). Padi Buku 3. BPPP Puslitbangtepa, Bogor,pp: 34-36.

deMan, JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan K. Panduwinata. ITB, Bandung.

(60)

Dragunsuki, DC. dan Pawlicka, A.. 2000. Preparation and Characterization of Starch Grafted with Toluene Poly(propylene oxide) Diisocyanate. Material Research 4: 77-81.

Juliano, BO. 1973. The Chemical Basis of Rice Grain Quality. Proceedings of The Workshop on : Chemical Aspects of Rice Grain Quality. IRRI. Los Banos, Philipina.

Juliano, BO. 1980. Properties of The Rice Caryopsis. Di dalam : BS. Luh (ed). Rice: Production and Utilization. AVI Publishing Company Inc, Connecticut, pp: 98-101.

Kazimierezak, J., Ciechanska, D., Wawro, D., dan Giuzinska, K. 2007. Enzymatic Modification of Potato Starch. Fibers and Textile in Eastern Europe 15: 100-104.

Khush, GS, Paule, CM. dan de La Cruz, NM.. 1979. Rice Grain Quality Evaluation and Improvement at IRRI. Di dalam: Proceedings of The Workshop on Chemical Aspects of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos, Filipina, pp: 21-30.

Laporan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2001. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur, Cianjur.

Meilgaard, M., Civille, GV., dan Carr, BT.. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press. New York.

Nugraha, US., Subardjo, AS., Damardjati, DS., dan Fagi, AM.. 1982. Pengaruh Teknik Bercocok Tanam Terhadap Mutu Gabah. Risalah Lokakarya Pascapanen Tanaman Pangan, 5-6 April 1982, Cibogo, Bogor. BPPP, Pusbangtepa, Bogor.

Partohardjono. 1982. Beberapa Usaha Agronomis Prapanen untuk Meningkatkan Mutu Hasil. Risalah Lokakarya Pascapanen Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Patiwiri, AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Peleg, M, dan Barley, EB.. 1983. Physical Properties of Food. Di dalam : M. Peleg (ed). Physical Characteristic of Food Powders. AVI Publishing Company, Inc, Connecticut, pp: 68-71.

(61)

Puspitasari. 2001. Produksi dan Perhitungan Kehilangan Hasil Padi Serta Pengujian Terhadap Mutu Fisik Gabah dan Beras di Balai Penelitian Padi Sukamandi. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, IPB, Bogor.

Ramadhan, A. 2002. Pernah Dicoba di Beberapa Daerah, Tapi Hasilnya Tak Memuaskan "Si Uni" Padi Pandanwangi dari Cianjur http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0602/18/0604.htm [31 Agustus 2006].

Siebenmorgen, TJ., Meullenet, J. 2003. Impact of Drying, Storage, and Milling on Rice Quality abd Functionality. Di dalam: Champagne, ET (ed). Rice: Chemistry and Technology 3 rd edition. AACC, Minnesota. pp:312-313.

Smith, ALM., Ruhnau, FC., Vliegenthart, JFG, Utrecth, dan van Soest, JJG. 1998. Ageing of Starch Based Systems as Observed with FT-IT and Solid State NMR Spectroscopy. Starch. 11-12: 478-483.

Soetoyo, RS, Santosa dan Soemardi. 1981. Hasil Penelitian Padi dan Palawija. Lokakarya Pascapanen Padi dan Palawija. BPTP, Bogor.

Suismono. 2000. Respon Konsumen Terhadap Karakteristik Mutu Beras. Makalah. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. (Unpublished). 7 hal.

Tamaki, MT. Tahiro, M., Ishidawa, M., dan Ebata, M. 1993. Phsyico-ecological Studies on Quality Formation of Rice Kernel: IV. J. Corp. Sci. 62:540-546.

Tashiro, T dan Ebata, M.. 1975. Studies On White Belly Rice Kernel. III. Effect of Ripening Condition and Occurrence of White Belly Kernel. Proc. Crop Sci. Soc. Japan 44: 86-92.

Webb, BD. 1985. Criteria of Rice Quality in the US. Di dalam : DF Hudson (ed). Rice Chemistry and Technology. Amer Ass. Of Cereal Chemistry Inc, Minnesota, pp: 75-78.

Webb, BD. dan Stermer, RA.. 1972. Criteria of Rice Quality. Di dalam : DF Hudson (ed). Rice Chemistry and Technology. Amer Ass. Of Cereal Chemistry Inc, Minnesota, pp: 121-125.

Wehling, RL. 2003. Infrared Spectroscopy. Di dalam: S. S. Nielsen (ed). Food Analysis 3rd edition. Kluwer Academic/ Plenum Publishers, New York, pp: 237-239.

Winarno, FG. 1981. Padi dan Beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, Bogor.

Gambar

Tabel 1. Pengelompokkan gabah dan beras giling menurut USDA
tabel 1.
Gambar 4. Pengelompokkan chalkiness (Hoshikawa, 1975)
Tabel 3. Pengelompokkan beras menurut kandungan amilosa
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.7.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran

Berdasarkan jenis kemasan yang digunakan, perubahan nilai susut bobot pisang Cavendish yang disimpan pada plastik HDPE perforated (0,17) relatif lebih kecil

Pengaruh Perbedaan Kemasan yang Disimpan pada Climatic Chamber dengan Suhu dan RH Penyimpanan yang Ekstrim terhadap Kandungan Vitamin A Permen Tablet .... Pengaruh

Pada kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang penurunan kecerahan warna keju cheddar lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang lain dengan nilai slope sebesar -14.717,

dengan jenis bahan kemasannya, mendapatkan jenis kemasan terbaik diantara jenis kemasan yang diuji sesuai dengan karakteristik cake selama penyimpanan.. Cake ini memiliki

Penggunaan keranjang menghasilkan susut bobot lebih besar yaitu 14,3% dibandingkan dengan kemasan lain, karena respirasi kubis meningkat akibat keranjang lebih

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kerupuk atom ikan jelawat dengan jenis kemasan berbeda selama penyimpan an suhu ruang memberi pengaruh nyata terhadap nilai

Penelitian mengenai kemasan edible film gelatin dengan penambahan kitosan dan ekstrak jahe sudah dilakukan oleh Kalaka et al., 2022, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui