• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun Pada Struktur Lanskap Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun Pada Struktur Lanskap Berbeda"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SUSILAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA

PENGUNJUNG BUNGA MENTIMUN PADA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Susilawati

(4)

SUSILAWATI. Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan PUDJIANTO.

Keberadaan serangga pada suatu habitat pertanian dipengaruhi oleh kondisi habitat disekitar lahan dan struktur lanskap dari kawasan pertanian tersebut. Struktur lanskap terbentuk sebagai konsekuensi dari fragmentasi habitat yang disebabkan oleh adanya konversi lahan dari habitat alami menjadi habitat pertanian. Perbedaan struktur lanskap pada habitat pertanian dapat memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga.

Serangga pengunjung bunga merupakan serangga yang datang pada bagian bunga yang salah satu peranannya adalah sebagai serangga penyerbuk. Keberadaan serangga penyerbuk di habitat pertanian memiliki peran penting karena dapat membantu proses penyerbukan pada tanaman pertanian. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga pengunjung bunga di pertanaman mentimun pada struktur lanskapberbeda.

Penelitian ini dilaksanakan di 16 lahan pertanaman mentimun yang masing-masing berukuran 25 m x 50 m yang tersebar di 4 kabupaten/kota di Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Setiap pertanaman mentimun diamati tipe lanskap dengan pengukuran struktur dan kompleksitas melalui digitasi dan pemetaan. Tipe lanskap pertanian yang diperoleh dikelompokan menjadi 4 tipe lanskap yaitu tipe lanskap sangat sederhana, sederhana, kompleks dan sangat kompleks. Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan dengan metode observasi langsung, pada 4 transek di setiap lahan pertanaman mentimun. Waktu pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan selama 4 hari dalam 4 waktu yang berbeda yaitu pukul 09:00, 11:00, 13:00 dan 15:00. Pengamatan produksi mentimun dilakukan pada 45 hari setelah tanam.

Serangga pengunjung bunga yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas 188 morfospesies yang termasuk kedalam 75 famili, 10 ordo, dengan 11 017 individu. Serangga pengunjung bunga dominan yang ditemukan adalah Aphis sp. (17.67%) (Hemiptera: Aphididae), Thrips parvispinus (15.89%) dan Tapinoma sp. (29.55%) (Hymenoptera: Formicidae). Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga pengunjung bunga dipengaruhi oleh tipe lanskap. Berdasarkan struktur lanskap, keanekaragaman serangga pengunjung bunga mentimun dipengaruhi oleh parameter lanskap CA (class area), TE (total edge), dan MPS (mean patch size) pepohonan. Selanjutnya keanekaragaman Hymenoptera, yang merupakan ordo serangga pengunjung bunga dominan yang ditemukan, dipengaruhi oleh parameter lanskap MPS pertanian dan parameter lanskap CA, TE, dan MPS pepohonan.

(5)

menunjukkan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk dipengaruhi oleh parameter lanskap CA pertanian, CA pepohonan dan MPS pepohonan. Selanjutnya, keanekaragaman serangga musuh alami dipengaruhi oleh parameter lanskap CA dan TE pepohonan. Keberadaan habitat pepohonan pada lahan pertanian memengaruhi serangga pengunjung bunga termasuk serangga penyerbuk.

Kata kunci: Apis sp., lanskap kompleks, lanskap sederhana, serangga penyerbuk, parameter lanskap.

(6)

SUSILAWATI. Diversity and the Abundance level of Cucumber’s Flower -visiting Insects in Different Landscape Structure. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI and PUDJIANTO.

The existence of insects in an agricultural habitat is affected by habitat condition and the landscape structure around the agricultural habitat itself. Landscape structures are formed as a result of habitat fragmentation through land conversion from natural habitat to agricultural habitat. The difference of landscape structure in an agricultural habitat affects the diversity and abundance of insect species.

There are many types of flower visiting insects, and one of the most common are pollinators. Pollinators in agricultural habitat have an important role due to their ecological services as natural pollinator for plants. This study was aimed as an effort to gather information about the diversity andabundance of flower visiting insectson cucumber plant in different landscape structures.

This research was carried out in 16 cucumber field sites, with field size of each location was 25 m x 50 m that located in four districts in West Java (Bogor, Cianjur and Sukabumi). The type of landscape of each location was observed by measuring the structure and complexity of landscapes with digitation and mapping. The observed type of landscape was grouped into 4 different types, i.e. very simple, simple, complex, and very complex. Insect sampling was conducted using direct sampling method on 4 transects in each cucumber field. The sampling was done for four days at four different times (09:00, 11:00, 13:00, and 15:00). Observation on cucumber production was made at 45 days after planting.

Flower visiting insects obtained in this study were of 188 morphospecies belong to75 families and10 orders. The specimens collected during the study were 11 017 individuals.The most abundant flower visiting insect found were Aphis sp. (17.67%) (Hemiptera: Aphididae), Thrips parvispinus (15.89%) and Tapinoma sp. (29.55%) (Hymenoptera: Formicidae). The results showed that, the flower visiting insects diversity was affected by landscape types. Based on the landscape structures, diversity of flower visiting insects was affected by CA (class area), TE (total edge), dan MPS (mean patch size) of trees. The diversity of Hymenopteran was affected by MPS of agircultural habitat and CA, TE, dan MPS of trees.

According to their function, flower visiting insects obtained in this study were pollinators (27 morphospesies), natural enemies (54 morphospecies), herbivorous (52 morphospecies) and other insects (55 morphospecies). The most abundant of pollinator was Apis cerana while, dominant natural enemy was Chrysocharis sp. The results showed that abundance of insect pollinators was affected by CA of agricultural habitat, CA of trees and MPS of trees.The diversity of natural enemies was affected by CA and TE of trees. The existence of tree’s habitat affected the existence of both flower visiting insects and pollinators.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Entomologi

SUSILAWATI

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA

PENGUNJUNG BUNGA MENTIMUN PADA

STRUKTUR LANSKAP BERBEDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati dan beberapa lahan pertanaman mentimun di Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Desember 2014 hingga September 2015.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Damayanti Buchori MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Pudjianto Msi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, dan masukan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Akhmad Rizali SP MSi yang telah banyak memberikan masukan dan pengarahan baik di lapangan maupun pada saat penulisan.

Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayahanda Jalaluddin dan Ibunda Siti Risani tercinta atas doa tulus ikhlas, perjuangannya, nasehat dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada kakanda Elsa Sepjayanti dan Firdaus, Adinda Haryati dan Amallya, keponakan tercinta Janita Alifia yang tiada henti memberikan hiburan dan kata-kata bijak kepada penulis.

Ungkapan terimakasih kepada teman-teman lapak yang berjuang bersama mencari ilmu yang bermanfaat, Herni DP, Evie A, Kak Nia, Kak Jo, Dita, Bg Badrus, Wildan, Agung, Mas Ihcsan, Bg rudi, Ridwan, Papa Richard, Bg Reno, dan teman-teman Entomologi 2013. Keluarga laboratorium Pengendalian Hayati Ibu Evawaty Sriulina, Kak Nika, Kak Ita, Nurul Novibyun, Rizky Nazaretta, Aping, Cici, Ihsan Nurkomar, Uni Laila, Uni manda, Mba Adha, Teh Nita, Pak Ucup, Iga, dan Donio atas segala kenangan indah selama di lapangan maupun di lab.

Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(13)

DAFTAR ISI

Ekologi dan Struktur Lanskap 3

Pengelompokan Lanskap Pertanian 4

Hubungan Serangga dengan Lanskap 4

Keanekaragaman Serangga Pengunjung Bunga 5

Serangga Pengunjung Bunga Mentimun 6

Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga 10

Pengambilan contoh produksi mentimun 12

Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Hasil 13

Karakterisasi lanskap pada pertanaman mentimun 13

Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga

mentimun 15

Dominansi dan fungsi serangga pengunjung bunga 17

Hubungan tipe lanskap terhadap keanekaragaman, kelimpahan, dan komposisi spesies serangga pengunjung bunga mentimun 20 Hubungan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk

dengan produksimentimun 24

Hubungan struktur lanskap terhadap keanekaragaman dan

(14)

1 Deskripsi lokasi penelitian pada empat tipe lanskap berbeda di

Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi 9

2 Nilai parameter dalam pengelompokan tipe lanskap 10 3 Nilai parameter lanskap yang digunakan dalam pengelompokan tipe

lanskap pada 16 pertanaman mentimun 13

4 Nilai parameter lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land-use)

pada keempat tipe lanskap 15

5 Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga berdasarkana ordo, famili dan spesies pada tanaman mentimun 16 6 Kekayaan serangga pengunjung bunga berdasarkan fungsinya pada

tanaman mentimun 17

7 Hasil Anosim statistik pada 6 kelompok serangga pengunjung bunga pada lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K)

dan sangat kompleks (SK) 21

8 Nilai analisis korelasi variabel produksi mentimun dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk di 4 lahan

pertanaman mentimun 24

9 Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap untuk habitat lahan pertanian di 16 lahan pertanaman mentimun 25 10 Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten/Kota, Jawa Barat, Indonesia 08 2 Peta lokasi penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam

melakukan groundcheck 10

3 Petak contoh lahan pertanaman mentimun 11

4 Contoh serangga pengunjung bunga mentimun. 11

5 Bunga tanaman mentimun. 11

8 Diagram Venn jumlah spesies serangga pengunjung bunga berdasarkan fungsinya pada empat tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). 19 9 Kelimpahan serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang

berbeda di empat tipe lanskap berbeda 20

10 Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana

(S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). 22

11 Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun famili Apidae pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) 22 12 Box-plot keanekaragaman jenis serangga pengunjung bunga

mentimun berdasarkan peranannya pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks

(SK) 23

13 Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun yang berperan sebagai herbivora pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat

kompleks (SK). 23

14 Hubungan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk

dengan produksi mentimun 24

15 Pengaruh parameter lanskap padahabitatpertanian terhadap serangga

pengunjung bunga 27

16 Pengaruh parameter lanskap CA dan MPS pepohonan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga 27 17 Pengaruh parameter lanskap MPS dan TE pepohonan terhadap

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili, dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks

(SK) 43

2 Jenis vegetasi pada setiap patch di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), sangat kompleks (SK) 52 3 Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan habitat alami menjadi lahan pertanian, perkebunan, lahan industri, perumahan dan berbagai keperluan manusia lainnya mengakibatkan terjadinya fragmentasi habitat sehingga memengaruhi struktur dan fungsi lanskap. Lanskap merupakan hamparan suatu lahan atau suatu area heterogen yang terdiri dari berbagai habitat, baik itu alami maupun buatan manusia dengan luasan yang berbeda (Turner et al. 2001). Struktur lanskap yang berbeda dapat membentuk lanskap menjadi lanskap kompleks dan lanskap sederhana. Thies et al. (2005) menyatakan bahwa proporsi habitat alami di suatu lanskap dapat memengaruhi kompleksitas lanskap. Lanskap kompleks dicirikan dengan dominannya tanaman non pertanian di suatu lanskap, sedangkan lanskap sederhana memiliki proporsi tanaman non pertanian lebih sedikit dengan vegetasi tanaman yang cenderung homogen (Menalled et al. 1999; Plećaš et al. 2014).

Keberadaan serangga pada suatu habitat pertanian dipengaruhi oleh kondisi habitat di sekitar lahan dan struktur lanskap dari kawasan pertanian tersebut. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan keanekaragaman struktur lanskap dapat meningkatkan keanekaragaman serangga, baik musuh alami maupun serangga bermanfaat lainnya. Bianchi et al. (2006) menyatakan bahwa kompleksitas suatu lanskap memengaruhi kekayaan spesies serangga. Steffan-Dewenter et al. (2002) menyatakan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk seperti lebah soliter dan lebah sosial dipengaruhi oleh struktur lanskap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Krauss et al. (2003) menyatakan bahwa kelimpahan kupu-kupu meningkat seiring dengan meningkatnya keanekaragaman habitat di sekitar lanskap. Bommarco et al. (2012) menunjukkan bahwa meningkatnya kompleksitas suatu lanskap akan memengaruhi kelimpahan serangga liar dan kekayaan spesies lalat Syrphidae. Lizmah (2015) melaporkan bahwa kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada pertanaman mentimun lebih tinggi di lanskap kompleks daripada di lanskap sederhana.

(18)

Penelitian mengenai serangga pengunjung bunga di Indonesia telah dilakukan, tetapi masih terbatas pada pendataan dan komunitas serangga pengunjung bunga. Informasi yang berkaitan dengan pengaruh struktur lanskap terhadap seranggga pengunjung bunga di Indonesia masih terbatas, sehingga pengaruh kondisi lanskap terhadap keberadaan serangga pengunjung bunga perlu dieksplorasi.

Salah satu model tanaman yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman mentimun. Tanaman mentimun merupakan salah satu tumbuhan yang tidak bisa melakukan penyerbukan sendiri karena letak bunga jantan dan betina terpisah walaupun masih dalam satu tanaman (Jhonson 1972). Dalam proses penyerbukannya, tanaman mentimun memerlukan bantuan serangga penyerbuk. Selain itu bunga mentimun memiliki daya tarik terhadap lebah madu karena bunga jantan dan bunga betina mentimun menghasilkan jumlah nektar yang tinggi (Shwetha et al. 2012).

Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga di pertanaman mentimun. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar perancangan strategi untuk konservasi serangga pengunjung bunga dalam hal ini adalah serangga yang berperan sebagai penyerbuk di pertanaman mentimun, khususnya di wilayah Jawa Barat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe dan struktur lanskap berbeda.

Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai (1) keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe lanskap yang berbeda (2) faktor-faktor lanskap yang memengaruhi keanekaragaman,kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan konservasi.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H0: perbedaan tipe dan struktur lanskap tidak memengaruhi keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi dan Struktur Lanskap

Ekologi lanskap menurut Forman dan Godron (1986) merupakan studi mengenai struktur, fungsi, dan perubahan suatu area yang heterogen termasuk interaksi ekosistem yang terjadi di dalamnya. Prinsip-prinsip ekologi lanskap terdiri dari (1) ruang dan waktu, (2) heterogen, dan (3) keterhubungan dalam lanskap (SEC 1992). Pengertian lanskap itu sendiri merupakan hamparan suatu lahan atau suatu area heterogen yang terdiri dari berbagai habitat baik itu alami maupun buatan manusia dengan luasan yang berbeda (Turner et al. 2001).

Lanskap mempunyai 3 struktur dasar, yaitu matriks, patch dan koridor (Forman 1995 dalam McGarigal 2014). Matriks adalah suatu habitat yang paling dominan dalam suatu lanskap dengan vegetasi tanaman yang homogen. Matriks memiliki peran yang paling dominan dalam memengaruhi flora dan fauna serta proses ekologi yang terjadi di dalamnya (McGarigal 2014).

Patch merupakan penyusun lanskap dengan bentuk sebidang lahan yang memiliki habitat homogen dengan luasan lebih kecil dari matriks (McGarigal 2014). Ukuran dan bentuk patch memengaruhi kemampuan suatu organisme untuk bertahan hidup di suatu lanskap dan dapat digunakan sebagai indikator untuk melindungi organisme (Lindenmeyer et al. 1999). Selain itu, ukuran patch juga memengaruhi dinamika nutrisi di dalamnya (Ludwig et al. 2000). Menurut penelitian Tscharntke et al. (2000), luasan suatu patch yang terisolasi dapat memengaruhi kekayaan fauna khususnya serangga. Sebagai contoh kekayaan spesies serangga pemakan biji pada tanaman Vicia sepium meningkat pada area yang terdapat tanaman inang, dan menurun akibat terdapatnya isolasi pada patch (Kruess dan Tscharntke 2000).

(20)

Pengelompokan Lanskap Pertanian

Beberapa penelitian mengelompokkan lanskap pertanian menjadi lanskap kompleks dan lanskap sederhana yang didasarkan atas keanekaragaman elemen lanskap, kelompok spasial, dan bentuknya. Persson et al.(2015) mengolompokkan lanskap pertanian berdasarkan proporsi dari beberapa jenis vegatasi. Lanskap pertanian yang termasuk ke dalam lanskap kompleks memiliki proporsi habitat alami 8% dan habitat pertanian 80%, sedangkan untuk lanskap sederhana habitat alami hanya 1% dan habitat pertanian mencapai 90% dari luas keseluruhan lanskap yaitu 5.54 ha. Marino dan Landis (1996) mengelompokkan lanskap menjadi lanskap kompleks dan sederhana dengan proporsi luas habitat pertanian 71.4% dan habitat alami 11.2% untuk lanskap sederhana, sedangkan untuk lanskap kompleks proporsi habitat pertanian cenderung lebih sedikit yaitu 59.4% dan proporsi habitat alami cenderung lebih banyak yaitu 14.3%. Pengelompokan lanskap pertanian yang dilakukan Thies et al. (2003) adalah dengan proporsi tanaman nonpertanian dengan proporsi <3% termasuk ke dalam lanskap sederhana dan >50% adalah lanskap kompleks.

Selain proporsi habitat alami, tanaman nonpertanian dan habitat pertanian, pengelompokan lanskap dapat dilakukan juga dengan perbedaan jumlah patch pada suatu lanskap. Flick et al. (2012) mengelompokkan lanskap pertanian menjadi 4 kelompok lanskap. Kelompok lanskap pertama adalah lanskap dengan kekayaan patch yang tinggi, kepadatan patch yang tinggi (high patch richness, high patch density) dengan kriteria yaitu kekayaan patch terdiri dari 6-8 jenis patch dan kepadatan patch yang berkisar antara 81.46-112.00. Pengelompokan lanskap kedua yaitu lanskap dengan kekayaaan patch yang tinggi, kepadatan patch yang rendah (high patch richness, low patch density) yang terdiri dari 6-8 jenis patch dan 50.91-76.37 kepadatan patch. Untuk jenis patch yang berkisar antara 4-5 dan kepadatan patch antara 50.91-61.09 termasuk ke dalam kelompok lanskap yang kekayaan patch rendah, kepadatan patch rendah (low patch richness, low patch density). Kelompok lanskap yang terakhir adalah lanskap dengan kekayaan patch yang rendah, kepadatan patch yang tinggi (low patch richness, high patch density) yang terdiri dari 4-5 jenis patch dan 71.27-101.82 kepadatan patch.

Hubungan Serangga dengan Lanskap

Struktur lanskap pertanian dalam skala spasial tersusun atas berbagai komponen diantaranya isolasi fragmentasi habitat, area patch, kualitas patch, diversitas patch, edge, derajat monokultur, dan mikroklimat yang memengaruhi kelimpahan dan kekayaan spesies serangga (Hunter 2002, Marino dan Landis 1996). Peningkatan fragmentasi habitat pada skala lokal dapat menyebabkan kepunahan spesies beberapa serangga (Landis et al. 2000). Menurut Kruess dan Tscharntke (1994) fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan berkelanjutan diperkecil atau dibagi menjadi dua atau lebih fragmen.

(21)

5

salah satu faktor penyebab berkurangnya keanekaragaman spesies serangga (Kruess dan Tscharntke 1994). Selanjutnya laporan dari Connor et al. (2000) menyatakan bahwa peningkatan dan penurunan bidang lahan dalam habitat memengaruhi kekayaan dan kelimpahan spesies serangga. Fahrig dan Jonsen (1998) melakukan penelitian pada tanaman alfalfa menyatakan bahwa lahan yang terisolasi memengaruhi kekayaan famili Ordo Hemiptera dan Lepidoptera, selain itu umur lahan juga memengaruhi kekayan dan kelimpahan famili Ordo Lepidoptera. Goverde et al. (2002) menambahkan bahwa aktifitas Bombus veteranus dipengaruhi oleh habitat terfragmentasi. B. veteranus lebih menyukai untuk tinggal di dalam habitat yang terfragmentasi daripada terbang dengan jarak yang lebih jauh untuk mencari makan ke habitat lainnya.

Steffan-Dewenter et al. (2002) melakukan penelitian pada 3 guild serangga penyerbuk (lebah) dengan struktur lanskap yang berbeda yaitu lanskap kompleks dan lanskap sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin kompleks suatu lanskap maka kelimpahan dan keanekaragaman lebah semakin meningkat. Dalam penelitian ini struktur lanskap yang dilihat adalah habitat semi-alami, dengan meningkatnya proporsi habitat semi-alami keanekaragaman dan kelimpahan lebah semakin meningkat. Habitat semi-alami merupakan sumberdaya penting bagi serangga karena dapat menyediakan sarang dan menyediakan sumber makanan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapat oleh Westhpal et al. (2003). Penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi habitat alami tidak memengaruhi kelimpahan lebah. Namun, kelimpahan lebah dipengaruhi oleh tanaman berbunga (tanaman Brassica rapus) yang berjarak 3 km dari area lanskap.

Ricketts et al. (2008) melaporkan dalam penelitiannya bahwa kekayaan serangga penyerbuk dan tingkat kunjungan semakin menurun dengan meningkatnya jarak antara habitat alami. Rata-rata jarak antara habitat alami dalam penelitian ini adalah 1,5 km dan dapat memengaruhi hingga 50% keanekaragaman serangga penyerbuk. Jarak antara habitat alami semakin meningkat sehingga serangga penyerbuk menurun karena dipengaruhi oleh aktifitas pencarian makan atau sarang yang terisolasi dari sumber makanan. Penelitian Steffan-Dewenter et al. (2001) mengenai struktur lanskap, khususnya habitat semi-alami menyatakan bahwa kekayaan dan kelimpahan serangga penyerbuk seperti lebah liar, Bombus dan lebah madu menurun dengan menurunnya proporsi habitat semi-alami.

Keanekaragaman Serangga Pengunjung Bunga

(22)

Hymenoptera yang paling dominan. Keanekaragaman serangga pada bunga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor primer (bentuk bunga, warna bunga, serbuksari dan nektar), faktor penarik sekunder (aroma) dan faktor lingkungan (Faheem et al. 2004), seperti suhu dan kelembaban lingkungan, intensitas cahaya dan kecepatan angin merupakan beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga (Raju dan Ezradanam 2002).

Aktifitas serangga pengunjung bunga dimulai pada pukul 07.30 sampai pukul 18.00 pada tanaman jarak pagar (Raju dan Ezradanam 2002). Atmowidi (2008) menyatakan bahwa aktifitas serangga pengunjug bunga caisin dimulai dari pukul 07.30 dan meningkat pada pukul 08.30 hingga pukul 10.30. Puncak kunjungan serangga dilaporkan juga oleh Wallace et al. (2002) pada tanaman Persoonia virgata (Proteceae) pada pukul 09.00 hingga 11.00. Pada tanaman C. juncea, T. vogelii dan B. oleraceae, puncak kunjungan serangga pengunjung bunga terjadi pada 08.00-08.30 (Ramadhani et al. 2000). Kunjungan serangga ini merupakan aktifitas dalam mencari pakan berupa serbuksari, nektar, minyak, atau jaringan bunga untuk melengkapi kebutuhan nutrisi mereka (Kevan 1999; Broufas dan Koveos 2000; VanRijn et al. 2002). Perilaku tersebut lebih sering dilakukan dengan berkunjung ke bunga jantan dibandingkan ke bunga betina. Beberapa spesies serangga dewasa mengkonsumsi serbuksari sebagai sumber protein untuk pematangan seks dan perkembangan tubuh (Dobson 1994). Spesies serangga dewasa lainnya berkunjung untuk melakukan perkawinan dan peletakkan telur (Dobson dan Bergstrom 2000).

Serangga Pengunjung Bunga Mentimun

(23)

7

spesies dari famili Chrysomelidae yaitu Altica cyanea dan Aulacophora foveicollis.

(24)

METODE PENELITIAN

Tempat dan WaktuPenelitian

Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan di 16 lokasi pertanaman mentimun yang tersebar di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi (Gambar 1). Identifikasi serangga pengunjung bunga dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai Desember 2014 hingga September 2015.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten/Kota, Jawa Barat, Indonesia.

Pelaksanaan Penelitian

Penentuan Lokasi

Beberapa kriteria yang digunakan dalam penentuan lokasi antara lain, luasan habitat alami, ketinggian tempat, jarak antar lokasi minimal 2 km, luasan lahan tanaman mentimun yaitu 25 m x 50 m Vaissiére et al. (2011). Lokasi pertanaman mentimun yang diamati terdiri dari 16 lahan pertanaman mentimun yang tersebar di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi (Tabel 1). Selanjutnya lahan pertanaman mentimun tersebut dikelompokan menjadi 4 tipe lanskap yaitu lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K) dan sangat kompleks (SK).

Pengamatan Tipe Lanskap

(25)

9

lahan pada setiap lanskap, dilakukan pada jarak 100 m, 200 m, 300 m, 400 m, dan 500 m (Steffan-Dewenter 2002, Gathman dan Tscharntke 2002).

Hasil pemetaan groundcheck, selanjutnya dipetakan secara digital dengan menggunakan perangkat lunak QGIS (Quantum GIS Development Team 2011). Selanjutnya dilakukan pengukuran parameter lanskap berdasarkan metode McGarigal et al. (2014). Parameter lanskap yang dihitung antara lain: (1) Class Area (CA), jumlah keseluruhan area semua patch pada kelas yang sama (ha), (2) Number of Patch (NumP), jumlah keseluruhan patch, baik pada kelas maupun tingkatan lanskap, (3) Total edge (TE), total panjang edge (m) (4) Mean Patch Size (MPS), menyatakan rata-rata luas per patch. Nilai parameter lanskap yang dihasilkan, kemudian digunakan untuk pengelompokan lanskap.

(26)

Gambar 2 Peta lokasi penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan groundcheck. (A) Sindang Jaya, (B) Kompa, (C) Petir, (D) Jamali.

Tabel 2 Nilai parameter dalam pengelompokan tipe lanskap

Skor

(27)

11

Serangga yang diperoleh dari lapangan kemudian diidentifikasi hingga tingkat famili dan morfospesies. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku The insect of Australia (CSIRO 2000) volume 1 dan 2, Hymenoptera of the world: An identification guide to families (Goulet dan Huber 1993), Identification guide to the ant genera of Borneo (Hashimoto 2003).

Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan serangga pengunjung bunga dengan jumlah bunga dilakukan penghitungan jumlah bunga pada empat titik di setiap lokasi berukuran 1 m x 1 m di masing-masing lokasi pengamatan (Gambar 3). Bunga yang dihitung berupa bunga terbuka (Gambar 5). Penghitungan jumlah bunga dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh serangga pengunjung bunga (Vaissiére et al.2011).

Gambar 3 Petak contoh lahan pertanaman mentimun.

Gambar 4 Contoh serangga pengunjung bunga mentimun. (A) Diaphania indica dan (B) Apis cerana

(28)

Pengambilan contoh produksi mentimun

Hubungan antara kelimpahan serangga pengunjung bunga dengan produksi mentimun dilakukan dengan pengambilan buah mentimun pada empat titik di setiap lokasi yang berukuran 1 m x 1 m (Gambar 3). Pengambilan buah dilakukan pada empat pertanaman mentimun. Variabel yang diamati adalah jumlah buah, berat buah, panjang buah, keliling buah, jumlah biji dan berat kering biji (Vaissiére et al. 2011). Tanaman yang buahnya akan diambil dibiarkan dari awal pembentukan buah sampai buah siap panen. Pemanenan buah dilakukan pada umur tanaman 45 HST. Berat buah mentimun dihitung dengan menggunakan timbangan. Pengukuran panjang buah dilakukan mulai dari pangkal buah hingga ujung buah sedangkan untuk pengukuran keliling buah, dilakukan pada bagian tengah buah mentimun dengan mengukur besar lingkaran buah mentimun, pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan meteran. Penghitungan jumlah biji dilakukan dengan membelah mentimun menjadi dua bagian kemudian biji dipisahkan dari bagian daging buah mentimun. Selanjutnya, biji mentimun dari setiap buah dihitung jumlahnya. Berat kering biji mentimun diperoleh dengan mengurangi kadar air yang terkandung dalam biji. Biji mentimun dioven selama 5 jam pada suhu 60oC. Pengukuran berat kering biji dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.

Analisis Data

Jumlah serangga pengunjung bunga yang telah diidentifikasi kemudian ditabulasikan ke dalam database dalam format Excel. Keanekaragaman serangga pengunjung bunga ditunjukkan dengan nilai jumlah morfospesies pada masing masing lanskap. Kelimpahan serangga pengunjung bunga pada penelitian ini tidak menunjukkan kelimpahan dari populasi. Pada saat pengamatan serangga pengunjung bunga yang aktif terbang akan memungkinkan terjadi penghitungan dua kali sehingga kelimpahan individu menunjukkan frekuensi kunjungan. Untuk melihat perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga pada setiap tipe lanskap dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan General Linier Model (GLM procedure), kemudian ditampilkan dalam boxplot. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kemiripan struktur serangga pengunjung bunga pada tipe lanskap yang berbeda digunakan uji ANOSIM (Analysis of Similarity) untuk mendapatkan nilai statistik koefisien perbedaan komposisi. Analisi tersebut dilakukan dengan menggunakan software R Statistik (R-Development 2013).

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakterisasi Lanskap pada Pertanaman Mentimun

Berdasarkan hasil analisis diketahui nilai parameter lanskap di setiap lokasi penelitian (Tabel 3) yang kemudian nilai tersebut dikelompokan berdasarkan nilai skor. Hasil pengelompokan lanskap pertanian dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 tipe lanskap. Lokasi penelitian Mekar Jaya, Sindang Jaya, Sukaluyu dan Karang Tengah termasuk ke dalam tipe lanskap sangat sederhana. Empat lokasi ini dikelompokan berdasarkan nilai CA pepohonan yang berkisar antara 3.63-6.18 ha dengan CA pertanian 31.99-51.72 ha. Untuk NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 9, 16-22, 50-67 dan 8-21.

Tabel 3 Nilai parameter lanskap yang digunakan dalam pengelompokan tipe lanskap pada 16 pertanaman mentimun

Lokasi penelitian Pabuaran, Situgede, Cibadak, dan Kompa termasuk ke dalam tipe lanskap sederhana. Keempat lokasi ini dikelompokan berdasarkan nilai CA pepohonan yang berkisar antara 8.99-20.27 ha dengan CA pertanian berkisar antara 27.55-53.81 ha. Parameter lanskap NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 8-19, 23-60, 67-105 dan 18-24.

(30)

92-130 dan 25-36. Pada lanskap kompleks ini terdapat lokasi dengan nilai CA pepohonan yang rendah (4.98 ha) dan CA pertanian yang tinggi (53.83 ha) yaitu Laladon. Meskipun kedua parameter lanskap tersebut memiliki nilai yang relatif sesuai untuk tipe lanskap sederhana namun untuk parameter lanskap NumP pepohonan (16), pertanian (63), keselurahan (130) dan perumahan (36) tinggi sehingga Laladon masuk ke dalam tipe lanskap kompleks.

Tipe lanskap sangat kompleks lokasi penelitiannya berada di Bantar Jaya, Cihideung Udik, Jamali dan Benda. Parameter lanskap CA pertanian berkisar antara 12.85-38.79 ha dan CA pertanian berkisar antara12.8-48.09 ha. Parameter lanskap NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 9-20, 16-135, 46-190 dan 6-21. Tipe lanskap sangat kompleks rata-rata didominasi oleh habitat pepohonan dengan proporsi habitat pertanian cenderung lebih sedikit. Untuk parameter lanskap NumP untuk semua tipe penggunaan lahan relatif tinggi karena merupakan indikasi fragmentasi habitat.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata luasan habitat pepohonan, jumlah patch pertanian dan jumlah patch keseluruhan antar tipe lanskap signifikan (Tabel 4). Semakin kompleks lanskap maka ketiga parameter ini semakin tinggi. Untuk habitat pertanian pada keempat tipe lanskap tidak signifikan hal ini mengindikasikan bahwa lanskap yang diamati merupakan lanskap pertanian. Hasil pengelompokan tipe lanskap menggambarkan tipe penggunaan lahan yang terdapat di masing-masing pertanaman mentimun pada radius 500 m di keempat tipe lanskap ditunjukkan pada Gambar 6.

(31)

15

Tabel 4 Nilai parameter lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land-use) pada keempat tipe lanskap

* beda nyata pada taraf 5%, **beda nyata pada taraf 1%

Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun Sejumlah 188 morfospesies dari 75 famili, 10 ordo dengan 11 017 individu serangga pengunjung bunga telah dikoleksi di empat tipe lanskap pada 16 pertanaman mentimun di empat Kabupaten/Kota di Jawa Barat dari Desember 2014 sampai Mei 2015. Di lanskap sangat sederhana (SS) ditemukan 2 719 individu serangga pengunjung bunga yang terdiri dari 71 morfospesies, 41 famili dan 9 ordo. Lanskap sederhana (S) ditemukan 2 307 individu serangga pengunjung bunga, dari 71 morfospesies, 40 famili dan 8 ordo. Sejumlah 3805 individu serangga pengunjung bunga yang terdiri dari 100 morfospesies, 45 famili dan 7 ordo ditemukan di lanskap kompleks (K). Di lanskap sangat kompleks (SK) ditemukan 7 ordo, 55 famili dan 117 morfospesies dengan jumlah individu 2 186 (Tabel 5).

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) ditemukan 3 morfospesies yang dominan di pertanaman mentimun yaitu Aphis sp. (17.67%) (Hemiptera: Aphididae) yang ditemukan pada tipe lanskap sederhana, Tapinoma sp.1 (29.55%) (Hymenoptera: Formicidae) yang ditemukan pada tipe lanskap kompleks dan sangat sederhana, dan Thrips parvispinus (15.89%) (Thysanoptera: Thripidae) yang ditemukan pada tipe lanskap sangat kompleks. Secara umum serangga pengunjung bunga yang ditemukan dominan pada 16 lanskap pertanaman mentimun adalah Tapinoma sp.1.

Pada keempat tipe lanskap, beberapa serangga pengunjung bunga hanya ditemukan pada tipe lanskap tertentu. Berdasarkan keempat tipe lanskap, dari 188 morfospesies yang ditemukan, 16 morfospesies serangga pengunjung bunga hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana dan lanskap sederhana, 25 morfospesied ditemukan di tipe lanskap kompleks dan 26 morfospesies ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks (Gambar 7, Lampiran 1). Morfospesied serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks tertinggi dibandingkan dengan tipe lanskap lainnya, sedangkan morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana dan sederhana paling sedikit dibandingkan tipe lanskap lainnya.

(32)

Tabel 5 Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga berdasarkana ordo, famili dan spesies pada tanaman mentimun.

Tipe lanskap

Jumlah Ordo Jumlah Famili Jumlah

Morfospesies Jumlah individu Lokasi Penelitian

Sangat sederhana

Karang Tengah 6 20 28 814

Sindang Jaya 6 22 30 313

Sukaluyu 8 26 38 553

Mekar Jaya 7 13 23 1039

Sederhana

Pabuaran 7 21 28 1075

Situ Gede 6 13 17 257

Kompa 6 24 31 670

Cibadak 8 22 33 305

Kompleks

Laladon 6 24 43 521

Cikanyere 6 19 30 544

Petir 7 25 38 1736

Cibanteng 6 27 52 1004

Sangat kompleks

Benda 6 36 53 672

Jamali 7 31 57 635

Cihideung Udik 6 30 47 647

Bantar Jaya 6 18 27 232

Total 10 75 188 11 017

(33)

17

Dominansi dan Fungsi Serangga Pengunjung Bunga

Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman mentimun (Lampiran 2) memiliki peranan yaitu sebagai serangga penyerbuk (5.55%), musuh alami (parasitoid 1.58%, predator 0.66%), herbivora (43.68%) dan serangga lain (detritivora 0.78%, omnivora 47.78%) (Lampiran 2). Jumlah morfospesies serangga penyerbuk yang ditemukan adalah 27 morfospesies, musuh alami 54 morfospesies, herbivora 52 morfospesies dan serangga lain 55 morfospesies (Tabel 6, Lampiran 1). Pada tipe lanskap sangat kompleks serangga penyerbuk dominan yang ditemukan adalah Nymphalidae 01 (11.75%), sedangkan di tiga lanskap lainnya serangga penyerbuk dominan yang ditemukan adalah Apis cerana dengan persentase 4.97% di tipe lanskap sangat sederhana, 4,14% di tipe lanskap sederhana dan 16.06% di tipe lanskap kompleks. Secara umum serangga penyerbuk dominan pada 16 lanskap pertanaman mentimun adalah A. cerana (32%)..

Tabel 6 Kekayaan spesies serangga pengunjung bunga berdasarkana fungsinya pada tanaman mentimun

Tipe lanskap

Penyerbuk Herbivora Musuh Alami Serangga Lain

Lokasi Penelitian

(34)

(16.19%). Secara umum musuh alami dominan yang ditemukan di 16 pertanaman mentimun adalah Chrysocharis sp. (20.65%) (Lampiran 2).

Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai herbivora dominan ditemukan pada tipe lanskap sangat sederhana dan sederhana adalah Aphis sp. (12.47%, 23.43%) sedangkan pada tipe lanskap kompleks dan sangat kompleks serangga herbivora dominan ditemukan adalah Thrips parvispinus (10.70%, 12.26%). Secara umum serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai herbivora ditemukan adalah Aphis sp. (40.46%). Selanjutnya, Tapinoma sp.1 merupakan serangga lain yang ditemukan dominan pada keempat tipe lanskap dengan persentase berturut 23.25%, 2.66%, 28.22% dan 6.77% (Lampiran 2).

Pada keempat tipe lanskap, beberapa serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai penyerbuk hanya ditemukan pada tipe lanskap tertentu. Berdasarkan keempat tipe lanskap, dari 27 morfospesies serangga penyerbuk yang ditemukan, 2 morfospesies serangga pengunjung bunga (Amigella sp. dan Nymphalidae 01) hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana, Apis sp.2 hanya ditemukan di tipe lanskap sederhana. Pada tipe lanskap kompleks, 2 morfospesies serangga pengunjung bunga (Apis sp.1 dan Lycaenidae 02) dan 7 morfospesies yaitu Citogramma sp., Eumerus narcissi, Lycaenidae 01, Nomia sp.3, Nymphalidae 01., Pieris sp.1, dan Pieris sp.2. hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks (Gambar 8A, Lampiran 1). Morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks tertinggi dibandingkan dengan tipe lanskap lainnya, sedangkan morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sederhana paling sedikit dibandingkan tipe lanskap lainnya.

Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai musuh alami terdiri dari 54 morfospesies. Serangga musuh alami yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana sejumlah 6 morfospesies (Ashapes sp., Ceraphron sp.2, Copidosoma sp., Mantis sp., Tamarixi radiate, Verania lineata), dan 6 morfospesies (Encarsia farmosa, Gonotocerus sp., Hemiptarsenus varicornis, Metaphycus sp., Reduviidae sp., dan Trichogramma sp.) hanya ditemukan pada tipe lanskap sederhana. Pada tipe lanskap kompleks, 8 morfospesies (Chilocorus sp., Dolichoderus sp., Eulophidae sp., Ichneumonidae sp., Phanerotoma sp.2, Phanerotoma sp.3, Spilomicrus sp., Trichopria sp.) hanya ditemukan di tipe lanskap kompleks, dan 14 morfospesies (Caliscelio sp., Dolichoderinae sp., Erytemelus sp., Exorista sp., Nephrocerus sp., Phanerotoma sp.1, Platygaster oryzae., Platygaster sp., Pnigalio sp., Polynema sp., Polyrhachis sp., Scydmaenidae sp.,Telenomus podisi, Telenomus sp.) hanya ditemukan di tepi lanskap sangat kompleks (Gambar 8B, Lampiran 1).

(35)

19

lanskap sangat kompleks (Gambar 8C, Lampiran 1). Selanjutnya serangga lain yang terdiri dari 55 morfospesies, serangga yang hanya ditemukan pada tipe lanskap sangat sederhana sejumlah 4 morfospesies (Culicoides sp., Glyptotendipes sp.2, Sciara sp., dan Spanicelyphus palmi), 4 morfospesies (Acentrella sp., Chryptochironomus sp., Glyptotendipes sp.1, dan Sepedon sp.) hanya ditemukan di tipe lanskap sederhana. Delapan morfospesies (Cardiocondyla sp.2, Kiefferullus sp., Monomorium sp.5, Musca domestica, Myrmicaria sp., Philidris sp.1, Philidris sp.2, Tetramorium sp.2) hanya ditemukan di tipe lanskap kompleks, dan pada tipe lanskap sangat kompleks ditemukan 10 morfospesies yaitu Atrichopogon sp., Ephydridae sp., Elachiptera sp., Lonchaea sp., Musca sp., Odontoponera sp., Phaenica sp. Sciapus sp., dan Ponerinae sp. (Gambar 8D, Lampiran 1). Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai musuh alami, herbivora dan serangga lain memiliki pola data yang sama yaitu, morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap kompleks dan sangat kompleks lebih tinggi dibandingkan dengan tipe lanskap sangat sederhana dan sederhana. Keberadaan jenis serangga di masing-masing tipe lanskap dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang terdapat pada setiap lanskap (Lampiran 2).

Gambar 8 Diagram Venn jumlah morfospesies serangga pengunjung bunga berdasarkan fungsinya pada empat tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (A) serangga penyerbuk, (B) serangga musuh alami, (C) serangga herbivora dan (D) serangga lain

(36)

tipe lanskap. Hal ini dapat dilihat jumlah individu yang ditemukan tinggi pada waktu pagi hari dan menurun kelimpahannya pada sore hari.

Faktor lain yang memengaruhi kelimpahan serangga pengunjung bunga yang berperan sebagai penyerbuk pada habitat pertanian adalah kelimpahan bunga yang merupakan sumber makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kelimpahan serangga penyerbuk dengan kelimpahan bunga mentimun di pertanaman mentimun (R=-0.039, P=0.516).

Gambar 9 Kelimpahan serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda di empat tipe lanskap berbeda. (A) sangat sederhana (F3,12=3.941; P=0.036*), (B) sederhana (F3,12=5.064; P=0.017*), (C)

kompleks (F3,12=4.280; P=0.028*), (D) sangat kompleks (F3,12=3.080;

P=0.068).

Pengaruh Tipe Lanskap terhadap Keanekaragaman, Kelimpahan dan Komposisi Spesies Serangga Pengunjung Bunga Mentimun

(37)

21

maka keanekaragaman serangga pengunjung bunga (F1,14=7.716, P=0.014*) dan

Ordo Hymenoptera (F1,14=11.640, P=0.004**) juga semakin meningkat (Gambar

10a, 10c). Namun, pengaruh tersebut tidak terlihat pada kelimpahan serangga pengunjung bunga (F1,14=0.001, P=0.981) dan Ordo Hymenoptera (F1,14=0.016,

P=0.900) (Gambar 10b, 10d). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada keanekaragaman dan kelimpahan famili Apidae dengan nilai analisisnya berturut-turut F1,14=2.613, P=0.128 dan F1,14=2.503, P=0.136 (Gambar 11).

Berdasarkan peranannya, serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai serangga penyerbuk memperlihatkan adanya pengaruh terhadap perbedaan lanskap. Semakin kompleks lanskap maka keanekaragaman serangga penyerbuk cenderung meningkat (F1,14=4.342, P=0.056) dan kelimpahan serangga

penyerbuk secara signifikan meningkat (F1,14=4.995, P=0.042*) (Gambar 12a,b).

Analisis berikutnya menunjukkan bahwa semakin kompleks lanskap maka keanekaragaman serangga yang berfungsi sebagai musuh alami semakin meningkat (F1,14=4.764, P=0.046*) namun tidak signifikan untuk kelimpahannya

(F1,14=0.274, P=0.609) (Gambar 12c,d). Untuk serangga herbivora, hasil analisis

menunjukkan bahwa semakin kompleks lanskap maka keanekaragaman serangga herbivora semakin meningkat namun tidak signifikan untuk kelimpahannya (F1,14=7.879, P=0.014*) (F1,14=0.092, P=0.766) (Gambar 13).

Dari hasil penelitian komposisi serangga pengunjung bunga dari enam kelompok serangga pengunjung bunga mentimun pada setiap tipe lanskap tidak menunjukkan adanya perbedaan (Tabel 7).

Tabel 7 Hasil Anosim statistik pada 6 kelompok serangga pengunjung bunga pada lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K) dan sangat kompleks (SK)

No Kelompok Serangga Anosim Statistik

R Nilai probabilitas (P)

1 Serangga 0.010 0.426

2 Hymenoptera 0.021 0.407

3 Apidae -0.003 0.444

4 Penyerbuk 0.046 0.312

5 Musuh alami 0.097 0.166

6 Herbivora 0.083 0.184

(38)

Gambar 10 Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (a) keanekaragaman dan (b) kelimpahan serangga pengunjung bunga, (c) keanekaragaman dan (d) kelimpahan Ordo Hymenoptera.

(39)

23

Gambar 12 Box-plot keanekaragaman jenis serangga pengunjung bunga mentimun berdasarkan peranannya pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (a) keanekaragaman dan (b) kelimpahan serangga penyerbuk, (c) keanekaragaman dan (d) kelimpahan musuh alami.

(40)

Hubungan Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Penyerbuk dengan Produksi Mentimun

Terdapat banyak faktor yang memengaruhi produksi mentimun yaitu faktor genetik dari tanaman mentimun dan faktor lingkungan seperti keadaan nutrisi di dalam tanah dan serangga yang berasosiasi dengan tanaman mentimun salah satunya adalah serangga penyerbuk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada korelasi antara keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan jumlah buah, berat buah, panjang buah, keliling buah, jumlah biji, dan berat kering biji yang merupakan variabel produksi mentimun (Tabel 8). Namun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi jumlah individu serangga penyerbuk maka jumlah buah mentimun yang didapat akan semakin meningkat (Gambar 14A). Kecenderungan tersebut terlihat juga pada ukuran keliling buah mentimun, semakin tinggi keanekaragaman jenis serangga penyerbuk maka ukuran keliling buah mentimun semakin meningkat (Gambar 14B).

Tabel 8 Nilai analisis korelasi variabel produksi mentimun dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk di 4 lahan pertanaman mentimun

(41)

25

Pengaruh Struktur Lanskap terhadap Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga

Hasil analisis korelasi antara parameter lanskap dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga menunjukkan bahwa parameter lanskap tertentu memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga pada suatu lanskap pertanian. Parameter lanskap yaitu class area (CA), total edge (TE) dan mean patch size (MPS) menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga pada beberapa kelompok serangga pengunjung bunga. Parameter lanskap dari tipe penggunaan lahan (land use) yang dilihat dalam penelitian ini adalah habitat pertanian (Tabel 9) dan habitat pepohonan (Tabel 10). Hampir semua kelompok serangga pengunjung bunga baik kekayaan morfospesies dan kelimpahannya tidak dipengaruhi oleh parameter lanskap pada land use (penggunaan lahan) pertanian (Tabel 9). Namun, kelompok Ordo Hymenoptera, serangga penyerbuk dan serangga herbivora dipengaruhi oleh parameter lanskap MPS, CA dan TE pertanian. Parameter lanskap CA pertanian secara signifikan berkorelasi negatif terhadap kelimpahan serangga penyerbuk (Gambar 15A, Tabel 9), begitupula dengan parameter MPS pertanian yang secara signifikan memengaruhi keanekaragaman Ordo Hymenoptera (Gambar 15B, Tabel 9).

Tabel 9 Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap lahan pertanian di 16 lahan pertanaman mentimun

Kelompok serangga

(42)

Parameter lanskap CA pepohonan memiliki korelasi positif terhadap keanekaragaman serangga pengunjung bunga, Ordo Hymenoptera, serangga musuh alami (Gambar 16A-C, Tabel 10). Parameter lanskap TE pepohonan secara signifikan memiliki korelasi positif terhadap keanekaragaman serangga pengunjung bunga, dan Ordo Hymenoptera (Gambar 17E-F, Tabel 10). Analisis selanjutnya memperlihatkan bahwa parameter lanskap MPS pepohonan secara signifikan memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga secara keseluruhan, Ordo Hymenoptera, dan serangga musuh alami (Gambar 17A-C, Tabel 10). Ketiga parameter lanskap dari habitat pepohonan ini hanya memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga dan tidak memengaruhi kelimpahannya, namun hanya kelimpahan kelompok serangga penyerbuk yang secara signifikan dipengaruhi oleh CA pepohonan (Gambar 16D, Tabel 10) dan MPS pepohonan (Gambar 17D, Tabel 10).

Tabel 10 Nilai analisis korelasi kekayaan dan kelimpahan 6 kelompok serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap pepohonan di 16 lahan pertanaman mentimun

(43)

27

Gambar 15 Pengaruh parameter lanskap lahan pertanian terhadap serangga pengunjung bunga. (a) CA pertanian dengan kelimpahan morfospesies serangga penyerbuk, (b) MPS pertanian dengan keanekaragaman jenis morfospesies Hymenoptera.

(44)

(45)

29

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian keanekaragaman serangga pengunjung bunga mentimun terdiri dari Ordo Ephemeroptera, Mantodea, Dermaptera, Orthoptera, Hemiptera, Thysanoptera, Coleoptera, Diptera, Lepidoptera dan Hymenoptera. Serangga pengunjung bunga yang berperan sebagai penyerbuk terdiri dari Ordo Diptera, Lepidoptera dan Hymenoptera. Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai herbivora terdiri dari ordo Orthoptera, Hemiptera, Thysanoptera dan Coleoptera. Untuk serangga pengunjung bunga yang berperan sebagai musuh alami terdiri dari Ordo Mantodea, Hemiptera, Coleoptera dan Hymenoptera. Hasil Penelitian ini sesuai dengan penelitian Pamungkas (2014) yang menyatakan bahwa serangga yang ditemukan di pertanaman mentimun terdiri dari Ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymnoptera, Lepidoptera dan Thysanoptera. Sedangkan Indriani (2014) menyatakan bahwa serangga di pertanaman mentimun yang ditemukan adalah Ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Lepidoptera, Blattodea, Mantodea, Orthoptera dan Thysanoptera. Hasan (2015) menyatakan bahwa serangga penyerbuk dipertanaman mentimun terdiri dari Ordo Hymenoptera, Lepidoptera dan Diptera.

Keanekaragaman serangga pengunjung bunga di pertanaman mentimun tidak terlepas dari keanekaragaman vegetasi yang terdapat di sekitar pertanaman mentimun. Salah satu contoh adalah Nilaparvata lugens dan Orseolia sp. merupakan serangga pengunjung bunga ditemukan di pertanaman mentimun yang termasuk kedalam tipe lanskap sangat sederhana. Keberadaan N. lugens dan Orseolia di pertanaman mentimun diduga karena habitat di sekitar pertanaman mentimun adalah pertanaman padi yang merupakan tanaman inang dari N. lugens. contoh lainnya adalah Acentrella sp. (Baetidae: Ephemeroptera) yang hanya ditemukan pada tipe lanskap sederhana. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap sederhana terdapat pertanaman mentimun yang berdekatan dengan aliran sungai. Acentrella sp. merupakan serangga yang hidup pada habitat dimana terdapat sumber air bersih karena pradewasa dari Acentrella sp. hidup di air (Alba-Tercedor dan Alami 1999). Dendroctenus sp. merupakan serangga pengunjung bunga yang hanya di temukan di tipe lanskap kompleks. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap kompleks terdapat pertanaman pinus yang merupakan salah satu tanaman inang dari serangga ini. Land dan Rieske (2006) menyatakan bahwa serangga Dendroctenus sp. merupaka serangga herbivor pada tanaman pinus. Nymphalidae 03 merupakan serangga penyerbuk yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks. Hal ini diduga karena vegetasi tanaman pada tipe lanskap sangat kompleks bervariasi sehingga memengaruhi keberadaan Nymphalidae 03. Krauss et al. (2003) menyatakan bahwa kelimpahan kupu-kupu meningkat seiring meningkatnya keanekaragaman vegetasi disuatu lanskap.

(46)

merupakan serangga hama pada tanaman mentimun yang memakan bagian bunga, dan daun mentimun. Coccinella sp. (Coleoptera: Coccinelliade) merupakan serangga musuh alami yang ditemukan di keempat tipe lanskap. Hal ini diduga karena Coccinella sp.merupakan predator dari kutu daun, yang kelimpahannya di keempat tipe lanskap tergolong tinggi. Seleimani dan Madadi (2015) menyatakan bahwa Coccinella sempunctata merupakan serangga musuh alami kutu daun.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 3 morfospesies yang dominan di setiap tipe lanskap. Serangga tersebut adalah Aphis sp. (Hemiptera: Aphididae) yang ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap sangat sederhana didominasi oleh tanaman pertanian yang memengaruhi keberadaan serangga tersebut. Thrip parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) ditemukan dominan pada tipe lanskap sangat kompleks. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap sangat kompleks terdapat vegetasi yang beragam sehingga mendukung keberadaan T. parvispinus yang merupakan serangga polifag. Mound dan Collins (2000) menyatakan bahwa T. parvispinus merupakan serangga polifag dengan kisaran inang yang luas. Pada tipe lanskap sederhana dan kompleks serangga dominan yang ditemukan adalah Tapinoma sp.1. Tingginya kelimpahan serangga ini diduga karena pada lahan pertanaman mentimun yang diamati berdekatan dengan keberadaan dan aktifitas manusia sehingga memengaruhi keberadaan Tapinoma sp.1. Espadaler dan Espejo (2002) menyatakan bahwa Tapinoma melanocephalum merupakan salah satu semut tramp atau semut yang penyebaran dan kelimpahannya dipengaruhi oleh keberadaan manusia. Selanjutnya berdasarkan keempat tipe lanskap kelimpahan Tapinoma sp.1 (Hymenoptera: Formicidae) lebih banyak dibandingkan dengan 2 jenis morfospesies lainnya. Hal ini karena Tapinoma sp.1 merupakan salah satu semut dengan area penyebaran yang sangat luas (Wetterer 2015). Tapinoma sp.1 termasuk ke dalam famili Formicidae yang merupakan salah satu serangga yang memiliki biomassa terbanyak, hampir 15-25% dari biomassa hewan darat

merupakan Formicidae (Hӧldobler dan Wildon 1990).

Serangga penyerbuk yang dominan ditemukan dalam penelitiaan ini adalah A. cerana. Tingginya kelimpahan A. cerana diduga karena adanya ketertarikan terhadap warna bunga dan nektar yang dihasilkan oleh bunga mentimun. Selain itu A. cerana merupakan salah satu serangga penyerbuk efektif pada tanaman mentimun yang membantu proses penyerbukan. Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa serangga famili Apidae seperti A. cerana, merupakan kelompok serangga penyerbuk yang efektif dalam proses penyerbukan pada banyak spesies tanaman.

(47)

31

bahwa tingginya kelimpahan serangga penyerbuk pada pagi hari karena faktor lingkungan yang mendukung aktifitas serangga penyerbuk seperti suhu udara yang hangat (27.5-31.80C), kelembaban udara tinggi (69-80 %), dan kecepatan angin rendah. Selain itu, pada waktu tersebut jumlah volume nektar bunga betina dan bunga jantan tanaman jarak pagar tinggi. Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa serangga memiliki jam biologis yang berkaitan dengan kemampuan serangga dalam menentukan waktu untuk melakukan aktifitas dan istirahat. Penelitian Verma dan Dulta (2015) di Himalaya pada tanaman apel menyatakan bahwa A. cerana indica dan A. mellifera aktifitas pencarian makan dimulai pada pagi hari dan menurun pada sore hari. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada puncak tertinggi aktifitas pencarian makan A. cerana indica terjadi pada 09.00-11.30 waktu setempat dengan temperatur 15.50C dan 210C. Waktu aktifitas pencarian makan A. mellifera lebih lama dari A. cerana indica, yaitu dimulai dari pukul 11.30-13.30 dengan temperature 21-250C.

Dari hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah bunga mentimun dengan kelimpahan serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai penyerbuk pada keempat tipe lanskap. Berbeda dengan hasil penelitian Purwantiningsih et al. (2012) pada tumbuhan penutup tanah di sekitar tanaman apel di Poncokusumo Malang, menyatakan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada musim bunga daripada musim berbuah. Dijelaskan bahwa pada musim berbunga jumlah makanan yang tersedia bagi serangga penyerbuk melimpah sehingga memengaruhi kelimpahan serangga yang mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik, yaitu warna bunga, serbuk sari dan nektar (sebagai penarik sekunder). Namun, banyak faktor yang memengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk pada suatu habitat. Selain jumlah bunga, faktor lingkungan dan vegetasi yang terdapat di sekitar lahan pengamatan juga memengaruhi kelimpahan serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai penyerbuk. Keberadaan vegetasi di sekitar lanskap akan memengaruhi ketersediaan sarang bagi serangga penyerbuk. Umumnya serangga dalam aktivitas mencari makan tidak terlalu jauh dari sarangnya. Sebagai contoh Apis cerana cenderung mengunjungi tanaman berbunga yang dekat dengan sarang (Khairiah et al. 2012). Jarak terbang A. cerana dalam aktifitas pencarian makanan tidak lebih 500 m sedangkan A. dorsata hanya 400 m dari keberadaan sarang (Punchihewa et al. 2015).

(48)

Lizmah (2015), komposisi spesies serangga Hymenoptera parasitika cenderung berbeda antara lanskap kompleks dan lanskap sederhana.

Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan, diketahui bahwa korelasi antara keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksi mentimun tidak signifikan. Walaupun demikian terdapat kecenderungan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk memengaruhi jumbal buah dan ukuran keliling buah mentimun. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwar et al. (2008) yang menyatakan bahwa penyerbukan yang dibantu oleh serangga penyerbuk menghasilkan jumlah buah, panjang buah, dan berat buah mentimun signifikan lebih tinggi dibandingkan buah yang dihasilkan tanpa bantuan serangga penyerbuk. Selanjutnya, dijelaskan juga oleh Shwetha et al. (2012), bahwa penyerbukan yang dibantu oleh serangga penyerbuk, akan menghasilkan buah mentimun hingga 94.60%, sedangkan jika penyerbukan yang dibantu oleh A. cerana buah mentimun yang dihasilkan mencapai 88.26%. Selanjutnya untuk panjang buah mentimun yang dihasilkan jika penyerbukan dibantu oleh serangga penyerbuk maka panjang buah mencapai rata-rata 33.46 cm dan jika penyerbukan dibantu oleh A. cerana maka panjang buah mencapai 28.35 cm. Tidak signifikannya korelasi yang ditunjukan oleh variabel produksi yaitu jumlah buah dan keliling buah mentimun diduga karena beberapa faktor, antara lain sedikitnya jumlah buah mentimun yang diamati dan terdapat beberapa buah mentimun yang hilang pada saat melakukan pengamatan produksi. Sehingga data yang didapat kurang, untuk melihat hubungan antara keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksi mentimun. Berdasarkan perbedaan tipe lanskap, hasil penelitian menunjukan bahwa, hampir semua kelompok serangga pengunjung bunga yang dianalisis, keanekaragaman dan kelimpahannya dipengaruhi oleh perbedaan tipe lanskap. Untuk kelompok serangga pengunjung bunga dan Ordo Hymenoptera, keanekaragamannya memiliki korelasi positif dengan perbedaan tipe lanskap sedangkan untuk kelimpahannya tidak dipengaruhi. Berdasarkan fungsinya sebagai serangga penyerbuk, keanekaragaman dan kelimpahannya berkorelasi positif dengan perbedaan tipe lanskap. Analisis selanjutnya memperlihatakan bahwa keanekaragaman serangga musuh alami dan serangga herbivora berkorelasi positif dengan perbedaan tipe lanskap sedangkan untuk kelimpahnnya tidak. Terjadinya peningkatan keanekaragaman dari beberapa kelompok serangga dan kelimpahan serangga penyerbuk pada tipe lanskap sangat kompleks diduga karena vegetasi yang ada pada tipe lanskap ini didominasi oleh habitat pepohonan dengan proporsi tanaman pertanian yang lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan penelitian Bianchi et al. (2006) yang menyatakan bahwa tanaman non pertanian merupakan penyedia sumber daya seperti makanan, sumber inang alternatif, tempat berlindung atau tempat bersarang. Penelitian yang dilakukan Menalled et al. (1999) di Onondaga USA menyatakan bahwa lanskap kompleks memiliki keanekaragaman dan kelimpahan parasitoid Braconidae lebih tinggi dibandingkan lanskap sederhana. Lizmah (2015) menambahkan bahwa kelimpahan serangga Hymenoptera parasitika lebih tinggi pada lanskap kompleks daripada lanskap sederhana pada pertanaman mentimun di Jawa Barat.

Gambar

Gambar  1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten/Kota, Jawa Barat, Indonesia.
Tabel  1  Deskripsi lokasi penelitian di Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur, dan
Tabel 2 Nilai parameter dalam pengelompokan tipe lanskap
Gambar 5 Bunga tanaman mentimun. (A) jantan dan (B) betina
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian pakan komplit berbasis hasil samping ubi kayu menunjukan pengaruh sangar nyata menurunkan konsumsi pakan, meningkatkan pertambahan bobot badan

Hasil observasi pada siklus pertama dan kedua serta setelah hasil penilaian ke tiga observer dirata-rata dengan kriteria nilai 86 – 100 = amat baik, nilai 71 – 85

Sedangkan kemauan adalah sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan (12). Berdasarkan hasil penelitian menunjukan presepsi masyarakat di

KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR : 13 TAHUN 2013 TANGGAL : 24 JUNI 2013 SEKRETARIS DAERAH SEKRETARI,AT SUB BAGTAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN BIDANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Kelompok dosen mempunyai tugas melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan bidang keahliannya serta memberikan

Media release ialah kegiatan pengiriman berita secara berkala kepada media dengan tujuan agar media mendapatkan aktualitas suatu berita dalam perusahaan; Media

Guru mempersiapkan kondisi belajar siswa untuk melakukan percobaan, tentang kegunaan magnet dan cara membuat magnet.. Guru meminta siswa untuk mepersiapkan alat-alat dan bahan untuk

Disebabkan faktor agama Islam dan keinginan mereka untuk berasimilasi dalam masyarakat Melayu, maka dialek Melayu Pulau Pinang digunakan sebagai bahasa ibunda dan dialek