• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAWANG GAYO SEBAGAI SIMBOL DAN IDENTITAS SUKU GAYO PADA UPACARA PERKAWINAN DI KEBAYAKAN KABUPATEN ACEH TENGAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KERAWANG GAYO SEBAGAI SIMBOL DAN IDENTITAS SUKU GAYO PADA UPACARA PERKAWINAN DI KEBAYAKAN KABUPATEN ACEH TENGAH."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KERAWANG GAYO SEBAGAI SIMBOL DAN IDENTITAS

SUKU GAYO PADA UPACARA PERKAWINAN

DI KEBAYAKAN KABUPATEN ACEH TENGAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Rita fitri

3131122036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

RITA FITRI. NIM, 3131122036, Kerawang Gayo Sebagai Simbol Dan Identitas Suku Gayo Pada Upacara Perkawinan Di Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah . SKRIPSI, Prodi Pendidikan Antropolog, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, 2017. Penelitian ini bertujuan untuk memahami penggunaan Kerawang Gayo pada upacara perkawinan, untuk mengetahui makna simbolis yang terdapat dalam ukiran atau motif Kerawang Gayo, dan untuk mengetahui peran tokoh Adat dalam mengembangkan Kerawang Gayo sehingga bisa dikatakan sebagai simbol dan identitas suku Gayo. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Metode penelitian deskriptif merupakan suatu cara untuk memecahkan masalah pada permasalahan yang menjadi tujuan dalam penelitian ini dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan informan penelitian. Data yang diperoleh melalui penelitian lapangan. Wawancara, dan dokumentasi. Informan dipilih dengan kriteria pasangan pengantin, tokoh Adat, orang tua pengantin, dan pemilik busana Adat pengantin, yaitu ada 9 informan yang telah mewakili kriteria tersebut. Kerawang Gayo adalah motif nama hias dan nama pakaian Adat Gayo di Aceh Tengah. berbagai jenis motif diukirkan ke banyak media dalam kehidupan masyarakat, diantaranya pada busana Adat pengantin Gayo. Motif-motif tersebut mencerminkan sistem pola pikir masyarakat. Sebagai warisan seni budaya ia adalah cermin kehidupan yang memiliki kedudukan strategis dalam sistem Adat Gayo. Pesan budaya yang terkandung diekspresikan melalui simbol berupa motif hias yang disebut Kerawang Gayo. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diperoleh kesimpulan bahwa Kerawang Gayo merupakan sebuah ukiran atau motif yang mempunyai makna sebagai ketinggian cita-cita bahwa manusia itu mampu mengarungi cobaan hidup di dunia, dan memberikan penerangan serta kekuatan bagi pasangan calon pengantin. Bagi masyarakat Gayo Kerawang Gayo dianggap sangat bernilai tinggi khususnya digunakan saat mengadakan upacara perkawinan, sehingga menjadi sebuah simbol dan identitas bagi suku Gayo.

(6)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunianya, tepat pada waktunya hingga skripsi dengan judul

Kerawang Gayo Sebagai Simbol Dan Identitas Suku Gayo Pada Upacara Perkawinan Di Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah” dapat terselesaikan dengan baik.

Hal yang mendasari penulis mengangkat penulisan ini menjadi bagian dari tugas akhir, didorong oleh rasa keingintahuan penulis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Kerawang Gayo sebagai simbol dan identitas suku Gayo pada upacara perkawinan. Oleh karena itu adapun tujuan penelitian ini adalah terutama untuk: i) penggunaan Kerawang Gayo pada upacara perkawinan, ii) makna simbolis yang terdapat pada ukiran atau motif Kerawang Gayo, iii) peran tokoh adat dalam mengembangkan Kerawang Gayo untuk mempertahankan identitas suku Gayo.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tidak terkira kepada kedua orang tua saya Amaku Shalat urum Ineku Salimah yang telah memberikan semangat dan motivasi yang begitu besar dalam penyelesaian skripsi ini, dan telah bekerja keras dalam membiayai perkuliahan yang sudah berjalan dalam 4 tahun

ini. Tiada harapan lain selain mengharapkan do’a dan restu ama urum ine karena

tanpa do’a dan restu mereka maka skripsi ini tidak mudah untuk diselesaikan.

(7)

ii

1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan beserta jajarannya.

3. Ibu Dr. Rosramadhana, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Antropologi, sekaligus dosen pempimbing skripsi yang telah banyak membantu dalam penyelasaian penulisan ini, serta banyak memberikan motivasi, masukan dan arahan sehingga penulisan ini terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Drs. Waston Malau, MSP selaku dosen Pembimbing Akademik yang turut membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dengan adanya masukan dan saran dari bapak.

5. Ibu Dr. Nurjannah, M.Pd selaku dosen penguji ke II atas saran dan masukannya penulisan skripsi ini terselesaikan dengan baik.

6. Ibu Noviy Hasanah, M.Hum selaku dosen penguji III atas saran dan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini agar lebih sempurna. Dan seluruh Dosen Pendidikan Antropologi yang telah mendidik penulis dari awal perkuliah sampai bergelarkan sarjana. 7. Kepada keluarga, abang Al, Sahri, Yan, Zey, Irsadi dan kakak, Tisa,

Mayang, Lija untilku, terimakasih atas semangat dan motivasi yang sudah diberikan sehingga SKRIPSI ini dapat terselesaikan

8. Kepada Syahru Ramadhan, S.Farm yang turut membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini. Semangat, dan motivasi yang selalu diberikan membuat penulis mampu menyelesaikan tugas akhir dari perkuliahan ini.

9. Kepada Susan, Dhini, Shella, terima kasih atas semangat yang telah diberikan serta telah menjadi teman selama berada di perantauan ini. 10.Untuk Tiurma Alfrida Samosir, terima kasih telah menjadi sahabat

terbaik dan dorongan semangat yang diberikan dalam penyusunan penulisan ini.

(8)

iii

semoga kita semua dapat menjadi guru yang berjasa dan bisa mengayomi murid-murid kita.

12.Kepada seluruh informan, Tokoh Adat, pasangan pengantin serta informan lainnya seperti keluarga terdekat terima kasih atas informasi yang diberikan. Sehingga dengan adanya informasi dari informan semua penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung terselesainya penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pendidikan, pengrajin Kerawang Gayo dan bagi seluruh kalangan pembaca. Akhirnya penulis mengharapkan saran konstruktif dan kalangan pembaca demi kesempurnaan skripsi ini di kemudian hari.

Medan, April 2017

(9)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 5

1.3Pembatasan Masalah... 6

1.4Rumusan Masalah ... 6

1.5Tujuan Penelitian ... 7

1.6Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.2 Landasan Teori ... 13

2.2.1 Teori Fungsional ... 13

2.2.2 Teori Identitas ……….16

2.3 Kerangka Konseptual... 19

2.3.1 Kerawang Gayo ... 19

2.3.2 Simbol dan identitas ... 20

2.3.3 Upacara ... 22

2.3.4 Perkawinan………...23

2.4 Kerangka Berpikir ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis Penelitian ... 27

(10)

ii

3.3 Informan Penelitian... ... 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.4.1 Observasi ... 29

3.4.2 Wawancara ... 29

3.4.3 Dokumentasi... 30

3.5 Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………33

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33

4.1.1 Letak Geografis dan sejarah kabupaten aceh tengah ... 33

4.1.2 Letak dan Akses Menuju Kecamatan Kebayakan ... 34

4.2 Keadaan Penduduk dan Kecamatan Kebayakan ... 36

4.2.1 Kependudukan... 36

4.2.2 Mata Pencaharian ... 37

4.2.3 Etnis, Agama, Bahasa ... 37

4.2.3.1 Gayo ... 37

4.2.3.2 Agama ... 42

4.2.3.3 Bahasa ... 43

4.2.4 Sarana dan Prasarana... 43

4.2.5 Pemerintahan Adat ... 44

4.3 Sistem Upacara Perkawinan Suku Gayo ... 45

4.4 Penggunaan Kerawang Gayo dalam Upacara Perkawinan ... 53

4.4.1 Berguru ... 54

4.4.2 Mah Bai (Mengantar Pengantin laki-laki)... 58

(11)

iii

4.5 Makna simbolis yang terdapat pada dan motif kerawang gayo ... 62

4.5.1 Motif Emun Berangkat (Awan Berarak) ... 65

4.5.2 Motif Puter Tali (Tali Berpilin)... 66

4.5.3 Motif Pucuk ni tuis (Pucuk Rebung) ... 67

4.5.4 Motif Tapak Seleman (Telapak Nabi Sulaiman) ... 68

4.5.5 Motif Peger (Pagar) ... 69

4.5.6 Motif Ulen (Bulan) ... 70

4.6 Peran Tokoh Adat Dalam Mengembangkan Kerawang Gayo ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... ii

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Persiapan Acara Berguru ... 55

Gambar 2 Berguru (meminta restu dari orang tua) ... 56

Gambar 3 Kedatangan Pengantin Laki-laki ... 58

Gambar 4 Semah Pincung Istri Kepada Suami ... 60

Gambar 5 Barang-barang yang Di Bawa Pengantin Perempuan ... 61

Gambar 6 Sepasang Pakaian Adat Pengantin Kerawang Gayo ... 64

Gambar 7 Motif Emun Berangkat (Awan Berarak) ... 65

Gambar 8 Motif Puter Tali (Tali Berpilin) ... 66

Gambar 9 Motif pucuk ni tuis (Pucuk Rebung) ... 67

Gambar 10 Motif Tapak Seleman (Telapak Nabi Sulaiman) ... 68

Gambar 11 Motif peger (Pagar) ... 69

(13)

76

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dengan melakukan penelitian secara observasi partisipasi yakni mengikuti

langsung pelaksanaan upacara perkawinan pada suku Gayo dan juga didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan seluruh pihak yang sangat memahami

mengenai tradisi ini, maka peneliti kemudian merumuskan beberapa hal yang menjadisi kesimpulan dalam penelitian ini yaitu :

1. Penggunaan Kerawang Gayo pada upacara perkawinan masih sangat murni dilakukan oleh suku Gayo, karena dengan adanya tradisi ini, maka identitas suku Gayo dapat dikenal lagi oleh masyarakat luar, bahwa inilah simbol dan

identitas suku Gayo. Dalam menggunakan Kerawang Gayo khususnya saat melakukan upacara perkawinan tentu mempunyai makna yang sangat tinggi bagi kedua pasangan pengantin agar membina rumah tangga yang baik.

Adapun penggunaan Kerawang Gayo ini dilakukan adalah pada saat Berguru (meminta izin dan restu orang tua), akad nikah, mah bai (mengantar

pengantin laki-laki), dan njule beru (mengantar pengantin wanita).

2. Makna simbolis yang ada pada Kerawang Gayo terdapat dari susunan elemen berupa garis, nada, warna dan bentuknya. Bentuk motif mulai dari motif

emun berangkat (ketinggian cita-cita), puter tali (kekokohan/kesatuan), pucuk

ni tuis (teguh berpendirian), tapak seleman (kehidupan berdasarkan sitem

adat/ sarak opat), pagar (simbol pertahanan), dan ulen-ulen (simbol kekuatan dan member penerangan). Simbol dari motif tersebut dituangkan kedalam pakaian adat busana pengantin. Setiap warna memiliki arti penting, kuning

(14)

77

bermakna penuh pertimbangan, merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, hijau melambangkan musyawarah dan hitam merupakan warna dasar (Bumi).

3. Dalam mengembangkan dan mempertahankan kerawang Gayo sebagai simbol dan identitas suku Gayo adalah tokoh adat yang sangat berperan aktif

demi mempertahankan identitas tersebut, baik melalui dunia pendidikan, ikut serta dalam berbagai upacara adat baik itu upacara perkawinan, sunatan, ter mani sampai dengan kesenian dan yang pasti berkaitan dengan penggunaan

Kerawang Gayo tersebut. Dengan adanya campur tangan dari tokoh adat

dalam menanmkan nilai-nilai budaya melalui generasi penerus, maka

Kerawang Gayo dapat dipertahankan dengan adanya kerja sama antara tokoh

adat dengan masyarakat setempat. karena sesuatu yang dikatakan dengan simbol atau identitas di setiap daerah itu merupakan suatu kehormatan sangat

besar. Maka dari itu simbol dan identitas dari suku Gayo adalah Kerawang Gayo.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini, peneliti kemudian

merumuskan beberapa hal yang diharapkan dapat menjadi saran ataupun masukan yaitu :

1. Dalam rangka upaya pelestarian tradisi menggunakan Kerawang Gayo

dalam upacara perkawinan di Takengon Aceh Tengah ini, peneliti mengharapkan kepada seluruh genarasi muda suku Gayo agar tetap

(15)

78

tetap mewariskan kepada generasi selanjutnya untuk selalu dapat menjaga tradisi yang memiliki begitu banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

2. selalu melibatkan generasi muda dalam kegiatan perkawinan yang menggunakan Kerawang Gayo dan memberitahu Makna apa yang terdapat

dalam Kerawang Gayo sehingga selalu dipakai saat melangsungkan upacara perkawinan yang sudah dilakukan dari sejak dulu.

3. Tentunya tidak ada yang dapat memastikan seberapa lama tradisi

penggunaan Kerawang Gayo dalam upacara perkawinan ini dapat di pertahankan oleh masyarakat suku Gayo tersebut. Maka dalam hal ini

penulis mengharapkan kepada seluruh perangkat pemeritahan Aceh Tengah agar dapat mengajarkan seluruh warga untuk terus berpastisipasi dan untuk melestarikan dalam pelaksanaan penggunaan Kerawang Gayo

(16)

DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU

Abidin, Zainal. 2002. Makna Simbolik Warna dan Motif Kerawang Gayo pada Pakaian Adat Masyarakat Gayo. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Yogyakarta.

Abdurrahim, Daudy. 1979. Sejarah Daerah dan Suku Gayo. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ariyono, Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika presindo. Jakarta:

Aman. A.R. Hakim Pinan. 2003. Syari’at dan Adat Istiadat Jilid 3. Takengon: Yayasan Maqmam Mahmuda.

Arma, Hardiata. 2011, “Rumah Adat Pitu Ruang Gayo Aceh Tengah Provensi

Aceh, Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY): Yogyakarta. Di Akses pada tanggal 19 desember 2016

Arliani, Tiara. Pengembangan Motif Kerawang Gayo Pada Busana Pesta Wanita Di Aceh Tengah. journal. 1 juli 2016. /diakses pada tanggal 2

Januari 2017

Dardanila, 2003. Sistem Sapaan Dalam Bahasa Gayo. Fakultas Sastra: Universitas Sumatera Utara.

Djapri, Basri. 1982. Pola Prilaku Golongan Sub Etnik Gayo Banda Aceh: Pusat Latihan Dan Ilmu Sosial

Fadhilah.1991. Perkembangan Kerawang Gayo Dalam Menumbuhkan

Wiraswasta. Banda Aceh: Pusat Latihan Ilmu Sosial Unsyiah

Fahriani. 2012. Kain Tradisional Kerawang Gayo. Prosedding. Banda Aceh:

(17)

Halim, A. Tosa. 1999. Sistem Kekerabatan Adat Dalam Masyarakat Islam Golongan Etnik Gayo Antara Patrilineal Dan Bilateral. Proyek

Peningkatkan Perguruan Tinggi Agama. IAIN Ar-Raniry.

Hurgronje, C. Snouck. 1966. Masyarakat Gayo dan Kebudayaan Pada Awal Abad ke-20. Jakarta: Balai Pustaka.

Ibrahim, H. Mahmud, DKK. 2002. Syari’at dan Adat Istiadat. Takengon: Yayasan Maqamam Mahmuda.

Jafar, M. 1988. Upacara Adat Pengantin Gayo. Takengon: Yayasan Maqmam

Mahmuda.

Jafar, M. 1991. Adat Perkawinan Dalam Masyarakat Gayo Setelah Berlakunya

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Di Kabupaten Aceh Tengah. Pusat

Pengembangan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Universita Syiah Kuala

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia

1980. Beberapa Pokok Antropologi. Jakarta: Universitas Indoneia 2010. Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia .Jakarta.

Djambatan.

2010. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Penerbit Universitas

Indonesia.

Liang, Gie. 1996. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: PUBIB Yogyakarta. Liliweri, Alo. 2007. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.

Yogyakarta:PT Lkis Pelangi Angkasa.

Melalatoa, M.J. 1982. Kebudayaan Gayo. Jakarta: Balai Pustaka

(18)

Moleong,L.J.2012. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nasrun. 2003. Makna Simbolis Pakaian Adat Pengantin Suku Makasar,

Sulawesi Selatan. Fakultas Bahasa Dan Seni. Universitas Negeri

Yogyakarta.

Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Simbol dan Daya. Bandung: ITB

Sony Kartika, Dharshono, DKK. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.

Soerjono soekanto. 1981. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Subiyantoro, Slamet. 2009. Penelitian Seni Rupa: Mencaritau Realitas Nilai. Sebuah Makalah.

Sp, Gustami. “Filosofi Seni Kriya Tradisional Indonesia”. Dalam SENI: Jurnal

Pengetahuan dan Penciptaan Seni, II/01. (Yogyakarta: BP ISI

Yogyakarta, Januari 1992)

Tantawi, Isma. Adat Perkawinan Gayo Lues. Artikel. 25 Mei 2009. Diakses

tanggal 07 Januari 2017 Sumber Lainnya

Kepala Desa Kebayakan 18 februari 2017

Tantawi, Isma. Adat perkawinan Gayo Lues. Artikel. 25 Mei 2009. Diakses pada Tanggal 16 november 2016.

www. Google. Search. KabarGayo. 12 Oktober 2016.

Digilib.uinsby.ac.id/8838/4/bab2.pdf. diakses pada tanggal 16 november 2016

(19)

Tanggal 7 januari 2017.

http://web.mit.edu/curhan/www/docs/articles/15341_Readings/Intergroup_Conflic t/Tajfel_&_Turner_Psych_of_Intergrouf_Relations_CHI_sOCIAL_Identity_Theo

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari segi penyerapan air, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan lumpur lapindo sebagai bahan substitusi semen menghasilkan paving block lebih baik dengan

Dalam perspektif ekoteologi Islam, yang dimaksud dengan orang-orang yang memiliki daya nalar memadai dalam ayat ini adalah orang-orang yang memiliki kesadaran lingkungan

Simpulan: Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh wanita usia subur Puskesmas Wawonasa adalah kontrasepsi hormonal dan tidak terdapat hubungan antara

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul „Perbandingan Efek Antifertilitas Ekstrak Kulit

Dari hasil pengujian frekuensi tekanan darah diketahui bahwa lanjut usia pada kelompok yang mendapatkan terapi murottal, pada hari ke-3 dan ke-4 penelitian,

Konsumen yang telah mendapatkan informasi, langsung mencari buku sesuai dengan lokasi yang telah ditunjukkan oleh sistem informasi buku, dan mendapatkan buku yang diinginkan.

Peserta program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu serta peserta lainnya sejumlah 76,4 juta jiwa yang tidak memiliki jaminan kesehatan dengan

Perancangan Sentra PKL di Taman Pinang Sidoarjo dengan Pendekatan Urban Retrofitting dan nilai-nilai Arsitektur Islam dapat menjadi solusi untuk meningkatkan