• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demokrasi Di Tanoh Gayo Lues

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Demokrasi Di Tanoh Gayo Lues"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DEMOKRASI DI TANOH GAYO LUES

(Study Deskriptif : Upaya dan Hambatan-Hambatan KIP Kabupaten Gayo Lues Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2012)

DISUSUN

O

L

E

H

080906002

SYAHRI YANDI ARTEL

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SYAHRI YANDI ARTEL (080906002)

Demokrasi Di Tanah Gayo Lues ( Study Deskriptif: Upaya Dan Hambatan-Hambatan KIP Kabupaten Gayo Lues Pada Pemilihan Kepala Daerah(Pilkada)Tahun 2012)

Rincian isi Skripsi XV, 91 halaman, 21 buku, 3 situs internet, 2 tabel, 7 dokumen, serta 11 wawancara.

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan fakta-fakta tentang proses pilkada serta pemenangan calon kepala daerah kabupaten Gayo Lues tahun 2012 lalu, serta melihat peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) kabupaten Gayo Lues dalam menyukseskan pemilihan kepala daerah kabupaten Gayo Lues.Teori yang digunakan untuk menguraikan masalah tersebut adalah teori konflik, teori elit politi, teori pemilu, dan teori sengketa pilkada. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan suasana yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data, perilaku, ucapan, dan tulisan yang diamati. Dengan menggunakan desain metode wawancara sebagai teknik utama pengumpulan data, penelitian ini mengandalkan hasil analisis dari data wawancara yang diperoleh dan relevansinya dengan teori yang digunakan. Oleh karena itu pemeintah dan pihak penyelenggara pemilihan serta yang ikut serta menyelengarakan pilkada agar dapat meningkatkan mutu dari perkerjaan sebagai penyelengara pilkada kedepannya berjalan dengan baik.

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SYAHRI YANDI ARTEL (080906002)

Democracy In the Land Gayo Lues (Descriptive Study: Efforts And Constraints KIP Gayo Lues In local elections (elections) in 2012)

Area (Election) Year 2012)

Details of the contents of the XV Thesis, 91 pages, 21 books, 3 internet sites, 2 tables, 7 documents, as well as 11 interviews.

ABSTRACT

This study tried to describe facts about the election process as well as the winning candidate Gayo Lues district chief in 2012, and saw the role of the Independent Election Commission (KIP) Gayo Lues district in succeeding elections Gayo Lues district.

The theory is used to decompose the problem is the conflict theory, the theory of elite polities, election theory, and the theory of election disputes. In this study using qualitative descriptive method, the research is used to describe the atmosphere that occur in the field based on the data, behavior, speech and writing are observed. By using the design method of interviews as the main techniques of data collection, the study relies on the analysis of the interview data obtained and its relevance to the theory used. Therefore government and the election organizers and participating organizes the elections in order to improve the quality of jobs as the organizers of future election goes well.

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal ini disetujui diseminarkan dan diuji atas nama: Nama : Syahri Yandi Artel

Nim : 080906002

Defartemen : Ilmu Politik

Judul : DEMOKRASI DI TANOH GAYO LUES

(Study Deskriptif : Upaya dan Hambatan-Hambatan KIP Kabupaten Gayo Lues Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2012)

MEDAN, 08 Maret 2015-03-08 KOMISI PEMBIMBING

Pembimbing Pembaca

Dr. Heri Kusmanto, MA Adil Arifin,S.sos,MA

NIP. 196410061998031002 NIP. 198302162010121003

Ketua Departemen

(5)

UNIVERSITAS SUMATERARA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Syahri yandi artel

Nim : 080906002

Deparemen : Ilmu politik

Judul : Demokrasi di tanoh Gayo Lues(Study Deskriptif:Upaya dan Hambatan- Hambatan KIP Kabupaten Gayo Lues Pada Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) tahun 2012).

Menyetujui

KETUA DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nip. 196806301994032001 Dra. T. Irmayani, M.Si

Dosen Pembimbing Mengetahui : Dekan FISIP USU

Dr.Herry Kusmanto,MA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah, SWT. Karena berkat kehendannya dan rahmat hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, tidak lupa saya ucapkan terima kasih buat setiap orang yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu yang turut memberikan dorongan dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “DEMOKRASI DI TANOH GAYO LUES(STUDY DESKRIPTIF:UPAYA DAN HAMBATAN-HAMBATAN KIP KABUPATEN GAYO LUES PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH(PILKADA)TAHUN 2012).

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati mohon kritikan dan saran yang sifatnya membangun intelektualitas untuk perbaikan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat bermamfaat bagi kita semua.

Dalam kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Kepada Orang tua yang selama ini telah mendidik saya mulai dari masih bayi hingga dewasa, agar kemudian kelak saya dapat berguna bagi nusa dan bangsa khususnya membahagiakan orang tua dan keluarga besar, tidak lupa kasih sayang orang tua yang tak terhingga, baik doa dan nasehatnya Ayahanda SYAFRUDDIN,SE dan Ibunda HABIBAH SPD.

2. Dan saudara saya HENDRI SASTRA,SH,ARIYONE OHARA,SUSI HARDIYANTI,REMANG KETIKE telah sangat membantu dan mensport saya untuk menyelesaikan skripsi ini

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(7)

5. Bapak Drs. Heri Kusmanto MA, sebagai dosen pembimbing yang begitu banyak memberikan arahan dan banyak meluangkan waktu dalam membimbing penulis untuk menyusun dan menyelesaikan Skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan asisten dosen yang telah mendidik penulis selama ini,

seluruh staf departemen ilmu politik

7. Terima kasih juga kepada seluruh lembaga komisi Independen Pemilihan (KIP), Panwaslu, LSM, serta anggota DPRK dan Pasangan calon bupati dan wakil bupati yang telah meluangkan waktu untuk penulis wawancarai. 8. Dan kepada seluruh kawan-kawan ilmu politik stambuk 2008 yang tidak

bisa saya sebutkan nama nya satu persatu. 9. Untuk SIMPLE 08

Akhir kata penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisa skripsi ini, Tak ada kesempurnaan dalam hidup ini, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, begitu juga dalam skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis memohon maaf.

Medan, Maret 2015 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Kata pengantar ... vi

Daftar isi ... viii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Teoritis ... 7

1.6.1 Birokrasi ... 7

1.6.2 Pemilu dan Sistem Pemilihan Umum ... 18

1.6.2.1 Definisi ... 18

1.6.3 Demokrasi ... 20

1.6.3.1 Pengertian Demokrasi ... 20

1.6.3.2 Demokrasi Lokal ... 25

1.6.3.3 Desentralisasi ... 27

1.6.4 Pemilihan Umum ... 28

1.6.4.1 Pengertian Pemilu ... 28

1.6.4.2 Hubungan Pemilu Dengan Demokrasi ... 33

1.7 Metode Penelitian ... 40

(9)

1.7.2 Sumber Data ... 40

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 41

1.7.4 Analisa Data ... 42

1.7.5 Sistematika Penulisan ... 43

BAB II Profil Kabupaten Gayo Lues 2.1 Kabupaten Gayo Lues ... 44

2.2 Sejarah ... 45

2.3 Profil Komisi Idependen Pemilihan ... 51

2.4 Profil Dan Visi Misi Calon Bupati Dan Wakil ... 56

BAB III Penyajian Dan Analisis Data 3.1 Proses Pilkada Kabupaten Gayo Lues Tahun 2012 ... 60

3.2 Daftar Pemilihan Tetap (DPT) Kabupaten Gayo Lues ... 63

3.3 Pencalonan ... 65

3.4 Sosialisasi ... 68

3.5 Kampanye ... 69

3.6 Pemilu Dan Penghitungan Suara ... 71

3.7 Hambatan Pilkada ... 72

3.8 Analisa Peranan Kip Dalam Pemilu Kabupaten Gayo Lues ... 77

BAB IV Kesimpulan 4.1 Kesimpulan ... 84

4.2 Saran ... 88

Daftar Pustaka ... 90

(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi, dimana rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting. Menurut Abraham Lincoln negara demokratis adalah negara yang memiliki bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi Mulai tumbuh seiring dengan adanya globalisasi.1

Setelah perundingan RI dan GAM dalam menyelesaikan konflik Aceh, Aceh memiliki Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai pedoman untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri khususnya dalam proses pemilihan kepala daerah. Pada pilkada tahun 2012 di Kabupaten Gayo Lues Perkembangan demokrasi di Indonesia mulai nampak pasca era reformasi dibawah kepemimpinan BJ. Habibie, Perkembangan tersebut juga telah

berpengaruh terhadap perkembangan di Aceh. Aceh merupakan wilayah konflik, dimana selama kurang lebih 30 tahun sejak 1976-2005 terjadi perjuangan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) untuk membebaskan diri dari Indonesia. Pada tanggal 15 Juli 2006, Aceh memiliki momentum demokrasi, hal ini ditandai dengan persetujuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) secara bulat terhadap rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Dengan adanya momentum ini masyarakat Aceh bisa memulai pembangunan dan melupakan masa konflik yang berkepanjangan. Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) merupakan turunan dari nota kesepahaman Helsinki, yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 oleh pemerintahan Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka demi menyelesaikan damai di Aceh.

1

(11)

memiliki perbedaan dari daerah-daerah lainnya di Indonesia, yakni hadirnya partai politik lokal. Kehadiran partai politik lokal memberi dampak positif terhadap perkembangan demokrasi karena partai politik lokal tersebut baru pertama kalinya ikut berpartisipasi bersama partai politik nasional untuk mensukseskan pilkada di Aceh. Dengan ditetapkan UUPA No. 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh terdapat Qanun yang terdiri dari Pasal yang menerangkan tataran teknis penyelenggaraan pemilihan umum di Aceh.

Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Pemerintahan Aceh dijelaskan bahwa Aceh merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.2

2

Undang-Undang Pemerintahan Aceh nomor 11 tahun 2006.

Selain itu Pasal 1 ayat (12) UUPA juga menjelaskan bahwa Komisi Independen Pemilihan (KIP) adalah KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota yang merupakan bagian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk menyelenggarakan pemilihan umum Presiden/wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRA), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRK), Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota (Undang-Undang Pemerintahan Aceh).

(12)

Dalam ketentuan umum Undang-Undang pemilu legislatif 2009 Pasal 1 ayat (1) menjelaskan Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Adapun mengenai aturan penyelenggaraan Pemilu Aceh dijabarkan dalam Qanun Aceh No. 7 tahun 2007, Qanun Aceh yang menjelaskan mengenai aturan main penyelenggaraan pemilu Aceh dalam pemilihan Presiden/Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRA/DPRK, Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota,

Wakil Walikota.

Selain itu, KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) tidak lagi memegang tanggungjawab sebagai penyelenggara pilkada seperti yang masih dilakukan di daerah-daerah lain di Indonesia. Sebaliknya peran dan tanggungjawab tersebut diambil alih oleh KIP (Komisi Independen pemilihan) sebagai sebuah lembaga yang diharapkan lebih bersikap netral dan independen dalam proses pemilihan umum di Aceh. Anggota KIP sebagai penyelenggara pemilihan diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan di tetapkan secara bertanggungjawab dan diresmikan atau dilantik oleh Gubernur.

Selain itu Qanun Aceh ini juga menjelaskan tentang peran dan fungsi KIP dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum khususnya Pilkada di Aceh. KIP dapat menjalankan peran dan fungsinya secara bebas, langsung, jujur, adil dan teratur serta tertib dalam menyelenggarakan pemilu serta tidak memihak kepada organisasi dan serikat manapun, dan mampu memberikan kesempatan kepada rakyat untuk meningkatkan kualitas perannya dalam menentukan keputusan politiknya.3

3

(13)

Untuk meningkatkan perannya KIP Aceh bertanggung jawab terhadap prosesi pemilihan di Aceh yaitu Pilkada yang berada ditingkat pusat (Provinsi) dan pemilihan kepala daerah yang berada di tingkat II (Kabupaten). Dalam pemilihan kepala daerah tingkat II (Kabupaten), KIP Kabupaten/Kota diberikan wewenang oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 Tahun 2006 untuk menjalankan pemilu legislatif di tingkat Kabupaten.

Berdasarkan wewenang tersebut, KIP Kabupaten Gayo Lues merupakan lembaga pemilihan umum tingkat Kabupaten melakukan beberapa peranan tentang tahapan-tahapan untuk melangsungkan proses Pilkada di Kabupaten Gayo Lues.

Dalam pelaksanaan pilkada 2012 di Kabupaten Gayo Lues, KIP sebagai penyelenggara pilkada mengalami hambatan yang terjadi disaat pilkada berlangsung sehingga menghambat proses berjalannya demokrasi, seperti dalam penyusunan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh KIP Kabupaten Gayo Lues dalam tahap persiapan terhambat dalam jumlah anggaran, jadwal waktu untuk pembacaan uji tes baca Al-quran terhadap calon bupati dan wakil bupati, banyak Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berkurang, menyusun dan mengumumkan Daftar Pemilihan Sementara (DPS) sangat singkat sehingga kemungkinan kecil masih banyak mengandung pemilih ganda, pada masa kampanye pilkada Kabupaten Gayo Lues memiliki indikasi yang penuh dengan

money politik serta laporan dana kampanye yang kurang tertib, dan masih terdapat kekeliruan dalam penyusunan berita pemungutan suara di pilkada Kabupaten Gayo Lues 2012.

(14)

kurang di terima dengan baik oleh partai-partai nasional. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan elit-elit partai di pusat yang mempengaruhi proses penyerapan aspirasi masyarakat di Kab. Gayo Lues sehingga masyarakat menjadi apatis terhadap setiap pemelihan kepala daerah yang diusung oleh partai-partai yang berlaku secara nasional.

Setelah lahirnya otonomi khusus dan diberlakukannya politik lokal di Aceh khususnya di Kab. Gayo Lues maka masyarakat merasakan Demokrasi yang sebenarnya. Masyarakat beranggapan kepala daerah yang diusung oleh partai Aceh akan dapat menyerap aspirasi masyarakat khususnya pada pemilihan bupati Kab. Gayo Lues karena bupati yang diusung oleh partai Aceh tidak akan

mendapat tekanan dari elit-elit dipusat terkait dengan kepentingan mereka di Aceh. Sehingga dengan demikian Bupati terpilih dapat benar-benar memahami apa yang menjadi keinginan masyarakat Gayo Lues untuk kemudian mewujudkannya dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang pro kepada masyarakat Gayo Lues.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam kajian ini adalah :

1. Bagaimanakah upaya Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam menyelenggarakan pilkada di Kabupaten Gayo Lues tahun 2012?

(15)

1.3Batasan Masalah

Penelitian memerlukan batasan masalah sehingga fokus penelitian dapat di lakukan. Adapun batasan penelitian ini adalah “Hambatan-hambatan dan upaya Komisi Indepeden Pemilihan (KIP) di Kabupaten Gayo Lues pada Pilkada 2012”.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini di lakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan faktor yang menjadi hambatan KIP dalam menyelenggarakan pilkada Kabupaten Gayo Lues tahun 2012.

2. Untuk menjelaskan upaya KIP dalam mengsukseskan pilkada Kabupaten Gayo Lues tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini semoga dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada saat ini dan di masa yang akan datang. Manfaat penelitian ini dapat disebut sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat mengasah pengetahuan dan informasi khususnya tentang Teori Demokrasi dan Pemilu khususnya di Kabupaten Gayo Lues.

2. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah khazanah dan pengetahuan khususnya di departemen ilmu politik (Fisip) USU.

(16)

1.6. Kerangka Teoritis 1.6.1 Birokrasi

Birokrasi ialah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya.4 Weber memandang birokrasi sebagai arti umum, luas, serta merupakan tipe birokrasi yang rasional. Weber berpendapat bahwa tidak mungkin kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan, sebab yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal yang penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam kondisi organisasi negara tertentu. Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya.5

1. Pejabat secara rasional bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya

Menurut weber, proses semacam ini bukan menunjukkan objektivitas dari esensi birokrasi, dan bukan pula mampu menghasilkan suatu deskripsi yang benar dari konsep birokrasi secara keseluruhan, tetapi hanya sebagai suatu konstruksi yang bisa menjawab suatu masalah tertentu pada kondisi waktu dan tempat tertentu. Menurut weber tpe ideal birokrasi yang rasional itu dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut :

2. Jabatan disusun oleh tingkat hierarki dari atas ke bawah dan kesamping dengan konsekuensinya berupa perbedaan kekuasaan.

4

Safri Nugraha, et al, Hukum Administrasi Negara, cet Kesatu edisi revisi (Depok:CLGS-FHUI, 2007), hal 180

5

(17)

3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lain

4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. 5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya 6. Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun. 7. Terdapat struktur pengembangan karieryang jelas.

8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya untuk kepentingan pribadi.

9. Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin. (Weber, 1978 dan Albrow, 1970).6

Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah/para birokrat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpin.7

1. Sebagai Tipe organisasi yang khas.

Birokrasi dalam ha ini mempunyai tiga arti, yaitu :

2. Sebagai suatu sistem (struktur).

3. Sebagai suau tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai tujuannya.8

6

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, cet Kesatu (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.17

7

Safri Nugraha, et al, Hukum Administrasi Negara, cet Kesatu edisi revisi (Depok:CLGS-FHUI, 2007), hal 181.

8

(18)

Dalam negara administratif, pemerintah dan seluruh jajarannya dikenal sebagai abdi masyarakat dalam pemberian berbagai jenis pelayanan yang diperlukan oleh seluruh warga masyarakat. Keseluruhan jajaran pemerintahan negara merupakan satuan birokrasi pemerintahan yang juga dikenal dengan istilah civil service. Pemerintah beserta seluruh jajaran aparatur birokrasi bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pembangunan nasional, tetapi merupakan kenyataan bahwa peranan pemerintah dan jajarannya bersifat dominan.

Diantaranya berbagai satuan kerja yang terdapat dalam lingkungan pemerintahan, terdapat pembagian tugas yang pada umumnya didasarkan pada prinsip fungsionalisasi.9

Fungsi pengaturan terselenggara dengan efektif karena kepada suatu pemerintahan negara diberi wewenang untuk melaksanakan berbagai peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh lembaga legislatif melalui berbagai ketentuan pelaksanaan dan kebijaksanaan. Pada dasarnya seringkali aparatur pemerintah bekerja berdasarkan pendekatan legalistik.

Fungsionalisasi berarti bahwa setiap instansi pemerintah berperan selaku penanggung jawab utama atas terselenggaranya fungsi tertentu, dan perlu bekerja secara terkoordinasi dengan instansi lain. Setiap instansi pemerintah mempunyai “kelompok pelanggan” dimana kepuasan kelompok ini harus dijamin oleh birokrasi pemerintahan, antara lain kelompok masyarakat yang memerlukan pelayanan di bidang pendidikan dan pengajaran dilayani oleh instansi yang secara funsional menangani bidan pendidikan dan pengajaran, dan sebagainya.

10

9

Fritz Morstein marx, The Administration State-An Introduction to Beurreucracy, (London: The University of Chicago Press, 1957), hal.20-28.

10

(19)

dengan mengeluarkan ketentuan normatif dan formal, misalnya peraturan dan berbagaiperaturan pelaksanaannya.

Menurut Peter Al Blau dan Charles H.Page dalam Bintoro, birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe organisasi yang bertujuan mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengoordinasikan secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.

Berbagai perkiraan mengenai masa depan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memberikan petunjuk bahwa tantangan yang akan dihadapi oleh Birokrasi Pemerintah di masa depan akan semakin besar, baik dalam bentuk dan jenisnya, maupun intensitasnya.11 Mengenai penanganan patologi birokrasi dan terapinya, berarti agar seluruh birokrasi pemerintahan negara mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul, baik yang sifatnya politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal.12

Kondisi birokrasi pemerintahan Indonesia di era orde baru merupakan perpaduan antara karakteristik birokrasi modern yang legal-rasional dengan karakteristik birokrasi yang berakar dalam sejarah seperti terdapatnya posisi seseorang yang tidak sesuai dengan keahliannya. Birokrasi Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari faktor historis tersebut disebut sebagai “Birokrasi Patrimonial” sebagai warisan budaya masa lampau.

Berbagai penyimpangan yang dilakukan para birokratperlu diidentifikasikan untuk dicari terapi yang paling efektif, sehingga patologi demokrasi dapat dikategorikan dalam kelompok-kelompok tertentu.

13

11 Sondang P. Siagian, Patologi Birokrasi Analisis Identifikasi dan terapinya, (Jakarta;Ghalia Indonesia,

1994), hal.35-81.

12

Safri Nugraha, et al, Hukum Administrasi Negara, cet Kesatu edisi revisi (Depok:CLGS-FHUI, 2007), hal 191.

13

Indra Pahlevi, Birokrasi dan Perubahan Sosial Politik, (Jakarta:Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi SekJen DPR-RI, 1998), hal.9.

(20)

Indonesia khususnya pada masa Orde Baru guna melengkapi konsep birokrasi patrimonial tersebut yang disebut dengan model bureaucratic-polity (politik birokrasi). Karl D Jackson menjelaskan sebagai berikut : Politik birokrasi adalah suatu sistem politik di mana kekuasaan dan partisipasi politik dalam pengambilan keputusan terbatas sepenuhnya pada para penguasa negara, terutama para perwira militer dan pejabat tinggi birokrasi, termasuk khususnya para ahli berpendidikan tinggi yag terkenal sebagai teknokrat, dalam hal ini militer dan birokrasi tidak bertanggung jawab kepada kekuatan-kekuatan politik lain seperti partai-partai politik, kelompok-kelpompok kepentingan, atau organisasi kemasyarakatan. Berbagai tindakan didesain untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berasal dari dalam elit itu sendiri tanpa banyak memerlukan partisipasi atau mobilisasi massa. Kekuasaan tidak dilibatkan oleh artikulasi kepentingan sosial dan geografi di sekitar masyarakat.14

Seymour Martin Lipset dalam Miftah Thoha, mengatakan bahwa komponen pembangunan ekonomi salah satunya adalah industrialisasi. Semula masyarakatnya bersifat agraris serta serba manual dan kemudian pelan-pelan atau cepat akan mengarah ke tatanan masyarakat yang industrialis.

Secara lebih sempit, Harold crouch mencatat bahwa bureaucratic-polity di Indonesia mengandung tiga ciri utama, yaitu lembaga politik yang dominan adalah birokrasi, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik, dan kelompok-kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontrol kekuatan birokrasi, serta massa di luar birokrasi secara politik dan ekonomis adalah pasif, yang sebagian adalah merupakan kelemahan parpol dan secara timbal balik menguatkan birokrasi.

15

14

Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, cet Kesatu (Jakarta:PT Bumi Aksara 2006), hal.70.

15

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, cet Kesatu (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.20

(21)

mekanisme kerja birokrasi di Indonesia yang disertai oleh sikap kritis masyarakat sebagai akibat meningkatnya tingkat pendidikan.

Menurut Miftah Thoha, gerak dinamis dan sikap kritis tersebut mempengaruhi kualitas hidup suatu bangsa. Masyarakat akan menuntut demokratisasi di segala bidang termasuk pelayanan dan sistem birokrasi pemerintah dimana kejahatan konvensional yang sangat mengganggu ekonomi nasional adalah korupsi. Menurut Afan Gafar, kebijakan publik di Indonesia mewajibkan rakyat untuk ikut terlibat didalamnya, sehingga masyarakat dapat mengeluh hingga berbuat anarkis, minimal dengan cara demonstrasi di jalan.

Model birokrasi yang ideal bukan bertumpu pada kultur semata, tetapi juga bertumpu pada profesionalisme birokrasi terutama aparat birokrasinya. Profesionalisme birokrasi ini terfokus pada adanya perjenjangan struktur secara tertib dengan pendelegasian wewenang , posisi jabatan dengan tugas-tugas, dan aturan-aturan yang jelas, serta tersedianya personel yang memiliki kecakapan dan kredibilitas yang memadai dalam bidang tugasnya.

Menurut Akhmad Setiawan, birokrasi di Indonesia tergolong birokrasi yang tidak bebas berpolitik.16

Pemerintahan sebagai pilar utama penyelenggara negara semakin dihadapkan pada kompleksitas global, sehingga perannya harus mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi tersebut

Hal ini tercermin dalam birokrasi yang sulit untuk tidak terlibat politik sementara ciri patrimonial masih melekat. Hal inilah yang menjadikan keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi lebih terlihat. Birokrasi pemerintahan yang ideal tercipta ketika karakter birokrasi ideal terpenuhi, yaitu birokrasi yang terstruktur baik, tidak adanya jabatan yang inefisien, aturan yang jelas, personel yang cakap, birokrasi yang apolitis, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.

16

(22)

sangat memungkinkan karena aparatur berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai pelaksana dari segala peraturan. Sementara itu, kondisi objektif dari iklim kerja aparatur selama ini masih dipengaruhi oleh teori atau model birokrasi klasik yang diperkenalkan oleh Taylor, Wilson, Weber, Gullick, dan Urwick, yaitu (i) struktur, (ii) hierarki, (iii) otoritas, (iv) dikotomi kebijakan administrasi rantai pemerintah, dan (v) sentralisasi.17 Meskipun model tersebut memaksimumkan nilai efisiensi dan efektifitas ekonomi, namun pada kenyataannya teori tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara faktual sesuai dengan banyak temuan penelitian di berbagai tempat.18

1. Smith, menyebutkan Inmobilism-inability to function, adalah kenyataan yang terkait dengan adanya hambatan dan ketidakmampuan menjalankan fungsi secara efektif.

Teori birokrasi tersebut telah menimbulkan berbagai implikasi negatif yang sangat terkait dengan gejala sebagai berikut :

2. E. bardock, mengemukakan gejala kelemahan adalah tekonisme, yaitu kecenderungan sikap administratoryang menyatakan mendukung suatu kebijaksanaan dari atas secara terbuka tetapi sebenarnya hanya melakukan sedikit sekali partisipasi dalam pelaksanaannya. Partisipasi yang sangat kecil tersebut dapat pula berbentuk procrastination, yaitu bentuk partisipasi dengan penurunan mutu atau kualitas pelayanan.

3. Kelemahan lain adalah koordinasi yang dapat menimbulkan kelebihan (surpluses) maupun kekurangan (shortages).

17

Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, cet Kesatu (Jakarta:PT Bumi Aksara 2006), hal. 66.

18 Safri Nugraha, et al, Hukum Administrasi Negara, cet Kesatu edisi revisi (Depok:CLGS-FHUI, 2007), hal

(23)

4. Kelemahan lain adalah kebocoran dalam kewenangan (linkage of authority), yaitu kebijaksanaan pimpinan ditafsirkan dan diteruskan oleh pembantu pimpinan secara berlainan dalam arus perintah pada bawahan sesuai dengan pertimbangannya sendiri.

5. Selain itu terdapat juga gejala resistance,baik secara terang-terangan maupun tersembunyi oleh aparat dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan.

(24)

Yang digolongkan dalam melanggar tindakan hukum, antara lain : Menerima sogok/suap, korupsi, dan tata buku yang tidak benar, patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional/negative, yaitu bertindak sewenang-wenang dan melalaikan tugas, dan patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai analisis dalam lingkungan pemerintahan.

Pemahaman patologi birokrasi secara tepat memerlukan analisis mendalam mengenai konfigurasi birokrasi tersebut yang akan terlihat dalam berbagai situasi internal yang dapat berakibat negatif terhadap birokrasi yang bersangkutan, antara lain : Penempatan tujuan dan sasaran yang tidak tepat, eksploitasi, tidak tanggap, motivasi yang tidak tepat, kekuasaan kepemimpinan, beban kerja yang terlalu berat, dan perubahan sikap yang mendadak.

Birokrasi pemerintahan merupakan organisasi yang paling besar di setiap negara yang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti komplekksitas fungsi yang harus diselenggarakan, besarnya tenaga kerja yang digunakan, besarnya anggaran yang dikelola, beraneka ragamnya sarana dan prasarana yang dikasai serta dimanfaatkan, serta luasnya wilayah kerja yang meliputi seluruh wilayah kekuasaan negara yang bersangkutan, sehingga birokrasi pemerintahan perlu selalu berusahaagar seluruh organisasi birokrasi itu dikelola berdasarkan prinsip-prinsip organisasi.

(25)

Pengembangan sistem kerja harus diarahkan pada hilangnya persepsi negatif mengenai birokrasi.19 Pengembangan sistem kerja harus didsarkanpada pendekatan kesisteman yang berarti bahwa struktur apapun yang digunakan, semuanya harus tetapterwujud dalam kesatuan gerak dan langkah. Artinya, seluruh birokrasi bergerak sebagai satu kesatuan yang dapat diwujudkan apabila pengembangan sistem kerja birokrasi dapat ditujukan pada seluruh langkah yang ditempuh dalam proses administrasi negara.20

1. Mendorong proses demokrasi dalam masyarakat, antara lain dalam bentuk peningkatan pengawasan sosial agar penyimpangan oleh para anggota birokrasi semakin berkurang.

Citra birokrasi umumnya bersifat negatif, sehingga nilai-nilai loyalitas, kejujuran, semangat pengabdian, disiplin kerja, mendahulukan kepentingan bangsa diatas kepentingan sendiri, tidak memperhitungkan untung rugi dalam pelaksanaan tugas, kesediaan berkorban, dan dedikasi, harus selalu ditekankan untuk dijunjung tinggi.

Beberapa cara yang dapat menghilangkan citra negatif, yaitu :

2. Mengurangi campur tangan birokrasi dalam berbagai kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang semakin maju, merupakan porsi masyarakat untuk menyelenggarakannya.

3. Menggunakan setiap kesempatan untuk menumbuhkan persepsi mengenai pentingnya orientasi pelayanan, bukan orientasi kekuasaan, dalam berpikir dan bertindak.

19

Fritz Morstein marx, The Administration State-An Introduction to Beurreucracy, (Chicago & London: The University of Chicago Press, 1957), hal.30

20 Indra Pahlevi, Birokrasi dan Perubahan Sosial Politik, cet Kesatu (Jakarta:Pusat Pengkajian dan Pelayanan

(26)

4. Mengharuskan para pejabat tinggi membuat pernyataan mengenai kekayaan pada waktu mulai menjabat.

Selama kedudukan dominan berada di tangan birokrat, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya kolusi atau penyalahgunaan wewenang untuk setiap urusan/keperluan. Birokrasi pemerintahan yang semakin kuat dan menentukan cenderung melakukan penyalahgunaan jabatan, wewenang, dan kekuasaan. Selama kekuasaan legislatif dan judikatif berada dibawah penguasa sebab peran kepela eksekutif sangat mempengaruhi kedudukan, jabatan, dan posisi di kedua lembaga tersebut. Lembaga legislatif tidak dapat melakukan fungsi pengawasan secara efektif karena eksekutif lebih kuat daripada legislatif sedangkan lembaga judikatif tidak kuat dan tidak independen karena adanya campur tangan dari kepala eksekutif21

Berdasarkan hal tersebut, sistem ketatanegaraan yang perlu direformasi adalah mencakup bidang politik, ekonomi, dan hukum pada tataran sistem, serta reformasi bidang moral intelektual dan sosial budaya pada tataran karakter. Di bidang politik, perubahan itu berkenaan dengan penyempurnaan undang-undang pemilihan umum partai politik, susunan dan kedudukan anggota DPR, MPR,dan DPRD, serta kebebasan mengeluarkan pendapat. Di bidang ekonomi, diperlukan undang-undang anti monopoli, perlindungan konsumen, serta perbaikan terhadap undang-undang ketenagakerjaan

. Dengan demikian, pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menjadi terabaikan sebab lemahnya fungsi kontrol legislatif.

22

21

Safri Nugraha, et al, Hukum Administrasi Negara, cet Kesatu edisi revisi (Depok:CLGS-FHUI, 2007), hal 20

22

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, cet Kesatu (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.22

(27)

peran birokrasi juga harus dikembangkan kepada prinsip pelayanan yang cepat dan tepat, efisien, dan efektif. Pemerintah juga dituntut untut untuk memprioritaskan pembenahan sistem yang menyangkut kelembagaan dan sistem pendukung lainnya. Fungsi birokrasi termasuk aparatur negara hendaknya bisa sebagai penyelesai masalah (a world of solution) I serta menghindarkan diri dari sumber masalah (source of problem)23

23

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, cet Kesatu (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.23

1.6.2 Pemilu dan Sistem Pemilihan Umum 1.6.2.1 Definisi

Pada hakikatnya pemilu di negara manapun mempunyai esensi yang sama.

Pemilu berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pimpinan rakyat atau pemimpin negara. Pemimpin yang terpilih akan menjalankan kehendak rakyat yang memilihnya. Secara universal pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (repsentative goverment) yang menurut Dahl, merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern.

Pemilu merupakan salah satu sarana utama menegakkan tatanan politik yang demokratis. Fungsinya adalah sebagai alat menyehatkan dan menyempurnakan demokrasi. Esensinya sebagai sarana demokrasi untuk membentuk suatu sistem kekuasaan negara yang benar-benar memancar suatu kewibawaan sesuai dengan keinginan rakyat.

(28)

Dalam ketentuan Umum Undang-Undang Pemilu Legislatif No.10 tahun 2008, Pasal 1 ayat (1) menjelaskan pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.24

Pemilihan umum adalah salah satu pranata yang paling refresentatif atas berjalannya demokrasi, tidak pernah ada demokrasi tanpa ada pemilihan umum. Beberapa pengertian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa pemilu adalah suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan berdasarkan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketentuan umum Pasal 1 ayat (10) Qanun No.7 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu di Aceh, pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil, untuk memilih presiden/wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota dewan Perwakilan Rakyat Aceh,

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota, Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/wakil Bupati, Walikota/wakil Walikota.

25

Bagi negara-negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum (general election) merupakan ciri penting yang harus dilaksanakan secara berkala sesuai dengan peraturan yang ada. Sebelum dilakukan kajian lebih jauh seputar sistem pemilihan umum, ada baiknya kita telusuri definisi dari sistem pemilihan umum dari sejumlah ahli. Definisi-definisi tersebut akan mengantar kita kepada definisi operasional sistem pemilihan umum yang digunakan dalam tulisan ini.26

24 . Undang-Undang Pemilu Legislatif No. 10 tahun 2008. 25

Eddy Purnama, 2007. Negara Kedaulatan Rakyat. Bandung : Nusamedia.Hlm.23., SP. 2003. Teori Politik Modren,Jakarta:PT.Raja Grafindo.Hlm. 23.

26

(29)

Definisi lain diberikan oleh Matias Iaryczower dan Andrea Mattozzi dari California Institute of Technology. Menurut mereka, yang dimaksud dengan sistem pemilihan umum adalah menerjemahkan suara yang diberikan saat Pemilu menjadi sejumlah kursi yang dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislatif nasional. Dengan memastikan bagaimana pilihan pemilih terpetakan secara baik dalam tiap kebijakan yang dihasilkan, menjadikan sistem pemilihan umum sebagai lembaga penting dalam demokrasi perwakilan.

Transformasi suara menjadi kursi parlemen atau pejabat publik, memetakan kepentingan masyarakat, dan keberadaan partai politik. Sistem pemilihan umum yang baik harus mempertimbangkan konsep-konsep dasar

tersebut. Pemilu di indonesa diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakilnya, gubernur/wakil gubernur, walikota/wakil walikota, bupati/wakil bupati, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan kabupaten/kota.27

16.3 Demokrasi

1.6.3.1 Pengertian Demokrasi

Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya

27

(30)

BEBERAPA PENGERTIAN

1. Demokrasi (“pemerintahan oleh rakyat”) semula dalam pemikiran Yunani berarti bentuk politik dimana rakyat sendiri memiliki dan menjalankan seluruh kekuasaan politik. Ini mereka usulkan untuk menentang pemerintahan oleh satu orang (monarki) atau oleh kelompok yang memiliki hak-hak istimewa (aristokrasi) dan bentuk-bentuk yang jelek dari kedua jenis pemerintahan ini (tirani dan oligarki)

2. Pemerintahan oleh rakyak dapat dilakukan secara langsung atau melalui wakil-wakil rakyat. Secara langsung terdapat dalam demokrasi murni, melalui wakil-wakil rakyat dalam demokrasi perwakilan. Bersama-sama dengan monarki dan oligarki, demokrasi tercatat sebagai salah satu bentuk pokok pemerintahan. Dalam perjalanan sejarah, arti demokrasi mengalami perubahan yang mendalam.

(31)

Wakil-wakil ini dipilih menurut prinsip yang ditentukan oleh suara mayoritas tertentu dan mereka diberikan hak dan kewajiban yang digariskan secara jelas (demokrasi perwakilan atau representatif).

4. Pluralitas partai-partai politik seyogiyanya memberikan rakyat yang menujunjung tinggi alternatif-alternatif politik kesempatan untuk berbicara secara terbuka dan tampilnya orang-orang yang cukup bermutu. Demokrasi dalam arti ini tidak terikat pada bentuk republik (di mana kepala negara dipilih oleh rakyat atau wakil-wakilnya).

(32)

Demokrasi oleh para filsuf dievaluasi secara berbeda-beda :

1. Plato, memandang demokrasi dekat dengan tirani, dan cenderung menuju tirani. Ia juga berpendapat bahwa demokrasi merupakan yang terburuk dari semua pemerintahan yang berdasarkan hukum dan yang terbaik dari semua pemerintahan yang tidak mengenal hukum.

2. Aristoteles, melihatdemokrasi sebagai bentuk kemunduran politeia, dan yang paling dapat ditolerir dari ketiga bentuk pemerintahan yang merosot; dua yang lain adalah tirani dan oligarki.

3. Sesudah Renaissance berkembanglah ide kedaulatan, teori kontrak sosial, dan doktrin hak-hak alamiah. Perkembangan ini mendukung berkembangnya demokrasi. Namun demikian, banyak pendukung , termasuk Locke sendiri, tetap menganut monarki terbatas.

4. Spinoza menganggap demokrasi lebih baik daripada monarki. Soalnya kemerdekaan bagi warga negara mesti ada jaminannya. Demokrasi lebih klop dengan kemerdekaan seperti itu.

5. Montesquieu, perintis ajaran tentang pemisahan kekuasaan, lebih suka monarki konstitusional. Sebenarnya ia berkeyakinan bahwa bentuk pemerintahan ideal adalah demokrasi klasik yang dibangun di atas kebajikan kewarganegaraan. Ia berkeyakinan pula bahwa yang ideal itu tak akan tercapai.

(33)

7. Amerika mencoba mengambil ide-ide dari sebagian besar pandangan-pandangan yang terurai di atas, sambil membangun sebuah “demokrasi perwakilan” yang kekuasaannya berasal dari rakyat. Pemerintahan secara perwakilan tidak saja sesuai dengan ukuran negara. Itu juga menyediakan obat pemberantas penindasan oleh mayoritas.

8. John Stuart Mill menganjurkan pemerintahan perwakilan dan kemerdekaan bagi warga negara sebesar-besar dan seluas-luasnya. Ia membenci dominasi mayoritas.

9. John Dewey percaya demokrasi sebagai suatu metode pengorganisasian masyarakat yang selaras dengan metode penelitian.28

Konsep demokrasi merupakan sebagai suatu sistem politik dimana partai-partai politik berlomba untuk mendapatkan suara masa pemilih, dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam hal kebebasan untuk memilih elit tandingannya. Menurut Schumpeter demokrasi secara sederhana adalah suatu mekanisme untuk pemilihan dan memberi kekuasaan untuk pemerintah berdasarkan dari hasil suara yang diperoleh.29 Demokrasi sering diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil–wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas Abraham Lincoln menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.30

Jadi kedaulatan rakyat memandang bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat, sehingga dalam melaksanakan tugasnya pemerintah harus berpegang pada kehendak rakyat. Selain itu prinsip-prinsip demokrasi memiliki konsep kedaulatan

28

Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia : Jakarta 2002.

29

Varma, S.P. 2003. Teori Politik Modern. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.Hlm.29.

30

(34)

rakyat sebagai cara untuk memecahkan masalah yang rumit : rakyat berkuasa tetapi sekaligus diperintah. Tidah dapat di bantah bahwa pemerintah/negara pihak yang berkuasa dalam pengaturan masyarakat. Demi kepentingan bersama, rakyat diharuskan mematuhi ketentuan-ketentuan yang dibuat pemerintah yang bertindak atas nama rakyat.31

Istilah demokrasi lokal bermakna banyak, tergantung ruang dan tempat, dan memang tidak ada satupun konsep atau model yang bisa dianggap sebagai perwujudan terbaik dari demokrasi. Pada saat yang sama ada pemahaman umum

mengenai proses-proses terpenting dari kehidupan demokratis yang dapat diterapkan secara universal. Kehidupan demokrasi mengharuskan adanya pemilu berkala (reguler) dan murni dan kekuasaan bisa dan harus berpindah tangan melalui proses pemilihan yang jujur, bukan kekerasan atau pemaksaan. Dalam berdemokrasi, oposisi dan minoritas berhak untuk menyuarakan pandangan mereka dan mempunyai pengaruh. Harus selalu ada kesempatan melakukan pergantian di dalam menjalankan pemerintahan koalisi. Demokrasi mengharuskan adanya penghargaan sekaligus perlindungan terhadap hak-hak sipil dan politik yang dasar. Demokrasi juga harus disertai oleh hak-hak yang menyangkut masalah pembangunan, ekonomi, dan lingkungan.

1.6.3.2. Demokrasi Lokal

32

Semenjak era reformasi, demokrasi yang diusung mengarah pada demokrasi partisipatif atau langsung, salah satunya karena banyak pejabat politik yang tidak melakukan tanggung jawabnya dengan baik, sehingga legitimasi mereka lemah. Di sisi lain memunculkan ketidak percayaan rakyat pada penguasa

31

Eddy Purnama, 2007. Negara Kedaulatan Rakyat. Bandung : Nusamedia.Hlm.24.

32

(35)

mendorong rekrutmen pejabat politik ke arah demokrasi langsung. Sehingga mengherankan bila rekrutmen hampir semua jabatan politik dilaksanakan dalam format demokrasi yang bergerak pada hubungan state and society secara langsung. Mulai dari pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD. Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Pada fase demokrasi langsung ini merupakan era baru reformasi politik indonesia yang pertama kali di gelar sejak kemerdekaan Indonesia.

Perubahan politik dari sentralistik ke desentralisasi tentu saja berdampak pada perubahan politik lokal. Perubahan politik tersebut tidak hanya terjadi pada proses politik, secara prosedural seperti pemilukada, kewenangan perencanaan

dan kebijakan daerah, pengolaan anggaran daerah, semakin kuatnya peran legislatif terutama dalam pengawasan terhadap eksekutif, juga menguatkan seperti pers, ormas, kelompok kepentingan warga, kelompok profesi dan sebagainya. Perubahan politik lokal tersebut apabila dapat dijalani dengan baik akan berdampak pada kehidupan demokrasi di daerah menjadi lebih baik. Namun dalam prakteknya masih jauh dari harapan. Bagaimana potret demokrasi lokal yang sesungguhnya terjadi di daerah ? Pertama, demokrasi elektoral, demokrasi masih sekedar dimaknai sebagai pelaksanaan pemilu legislatif, dan pemilukada semata. Kedua, kepala daerah selaku pimpinan eksekutif masih belum menunjukkan perannya secara maksimal. Ketiga, lembaga legislatif di daerah perannya semakin menguat dalam melakukan kontrol politik terhadap eksekutif. Keempat, hubungan dan kerjasama politik antara kepala daerah, legislative dan yudikatif. Kelima masih menguatkanya budaya primordialisme, yang berdampak pada ego sentrisme kedaerahan, kesukuan, dan atau golongan.33

(36)

1.6.3.3. Desentralisasi

Desentralisasi merupakan salah satu asas dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bertujuan untuk sharing power dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dekat dengan rakyatnya. Sementara itu, menyatakan bahwa dengan desentralisasi pengaturan politik dan pemerintahan yang stabil dapat dilakukan. Dengan desentralisasi dapat diakomodasi sharing of power, sharing of revenue, dan penguatan lokalitas, selain pengakuan dan penghormatan terhadap identitas daerah. Berkaitan dengan sharing of power maka pemberian desentralisasi secara devolusi menjadi penting. Apalagi dalam era reformasi ini yang akan memunculkan pemilu lokal bagi elit ekesekutif secara langsung

tentunya akan terjadi penguatan dalam sistem pemerintahan daerah.

Desentralisasi merupakan bentuk hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang pada umumnya memiliki dua bentuk yaitu : Devolusi dan dekosentrasi. Desentralisasi yang berkaitan dengan otonomi penyelengaraan pemerintahan di daerah adalah devolusi. Sementara dekonsentrasi masih merupakan kepanjangan tangan kebijakan pusat di daerah. Asas desentralisasi ini memberikan peluang bagi daerah untuk dapat mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri walaupun tetap dalam bingkai sistem negara kesatuan. Dengan asas ini pula secara garis besar rekrutmen, responsibilitas dan akuntabilitas politik dapat dilaksanakan dan bersifat final di pemerintahan daerah.34

34

(37)

1.6.4 Pemilihan Umum 1.6.4.1. Pengertian Pemilu

Pemilihan umum adalah salah satu pranata yang paling refresentatif atas berjalannya demokrasi, tidak pernah ada demokrasi tanpa ada pemilihan umum. Pemilihan umum yang baik harus diikuti oleh lebih dari satu partai politik, sehingga rakyat bebas memilih partai politik yang sesuai dengan keinginan masing-masing.

Pada hakikatnya pemilu di negara manapun mempunyai esensi yang sama. Pemilu berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pimpinan rakyat atau pemimpin negara. Pemimpin yang terpilih akan

menjalankan kehendak rakyat yang memilihnya. Secara universal pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (repsentative goverment) yang menurut Dahl, merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern.

Pemilu merupakan salah satu sarana utama menegakkan tatanan politik yang demokratis. Fungsinya adalah sebagai alat menyehatkan dan menyempurnakan demokrasi. Esensinya sebagai sarana demokrasi untuk membentuk suatu sistem kekuasaan negara yang benar-benar memancar suatu kewibawaan sesuai dengan keinginan rakyat.

(38)

Dalam ketentuan Umum Undang-Undang Pemilu Legislatif No. 10 tahun 2008, Pasal 1 ayat (1) menjelaskan pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.35

Sedangkan menurut Qanun Aceh ketentuan umum Pasal 1 ayat (10) Qanun No.7 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu di Aceh, pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil, untuk memilih presiden/wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota

dewan Perwakilan Rakyat Aceh, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota, Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/wakil Bupati, Walikota/wakil Walikota.

36

a. Keamanan negara harus terjaga, jika suatu negara dalam keadaan kacau pemilihan umum tidak dapat berlangsung dengan baik.

Agar pemilihan umum berlangsung secara baik, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

b. Ketertipan negara juga harus terjaga, jika suatu negara tidak tertib kecil kemungkinan suatu pemilihan umum akan berlangsung tertib.

c. Pemilihan umum yang dilakukan di negara demokratis harus tetap menjunjung tinggi keadilan, yaitu tidak ada penindasan dan pemaksaan. d. Pemilihan umum harus berlangsung bebas dan merdeka bagi warga

negara yang mengikutinya karena adanya jaminan perlindungan.

e. Kesejahteraan masyarakat juga perlu diperhatikan guna kelancaran pelaksanaan pemilihan umum. Keadaan masyarakat yang ekonominya

35

Undang-Undang Pemilu Legislatif No. 10 tahun 2008.

36

(39)

kurang, memungkinkan terjadinya penyuapan, sehingga kemerdekaan untuk menyalurkan pendapatnya tidak terpenuhi.

f. Warga yang buta huruf atau kurang pengetahuan akan mengalami kesulitan untuk melaksanakan pemilihan umum secara bebas, karena tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan lancar.

g. Dukungan yang bebas dari masyarakat terhadap pemerintah pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap pemerintah, dan pertanggung jawaban yang bebas dari kebohongan.

h. Persaingan yang bebas juga dapat menunjang kelancaran pemilihan umum. Oleh karena itu persaingan dapat menjadi alat komunikasi antara

pemimpin partai politik dan rakyat.

i. Di berlakukannya peraturan-peraturan yang berlaku di negara Indonesia dan sikap pemerintah maupun rakyat yang mematuhi aturan tersebut.37

Secara sederhana tujuan dari pemilu adalah penyaluran kedaulatan rakyat. Tujuan dari pada penyelenggaraan pemilihan umum (general election) menurut Jimmly Asshiddiqie dapat dirumuskan dalam empat bagian yakni :

1. Untuk memungkinkan terjadinya pemilihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai.

2. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

3. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat.

4. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.

37

(40)

Kegiatan pemilihan umum merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga Negara yang prinsipil. Dalam rangka pelaksanaan hak asasi warga Negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaran pemilu sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dimana rakyatlah yang berdaulat, semua aspek penyelenggaraan pemilu, harus dikemablikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak asasi apabila pemerintah tidak menjamin terselenggaranya pemilhan umum, memperlambat penyelenggaraan pemilu tanpa perseteujuan para wakil rakyat.

Agar pemilihan umum terlaksana dengan baik, sesuai dengan arahan dan

mekanisme yang ditetapkan dalam undang-undang penyelenggaran pemilu, maka sistem pemilihan umum dilaksanakan dengan mengikuti sistem yang berdasarkan kelaziman, dalam praktik ketatatanegaraan, sistem pemilu dikenal dua cara sistem pemilihan umum yakni :

1. Sistem perwakilan distrik/ mayoritas (single member constituencies); wilayah Negara dibagi dalam distrik-distrik pemilhan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih. Setiap daerah pemilihan akan diwakili oleh hanya satu orang yang akan duduk di perwakilan rakyat.

(41)

Dalam praktiknya di Indonesia, pemilihan umum akhir-akhir ini adalah penggabungan dari dua sistem itu. Pemilihan DPD dilaksanakan dengan sistem distrik, yang diambil dari empat calon terpilih untuk setiap propinsi. Sedangkan untuk pemilihan DPR dan DPRD serta Presiden dan wakil Presiden menggunakan sistem perwakilan berimbang.

Perjalananan mekanisme pemilu yang mengikuti kedua sistem diatas, apalagi dengan system proporsional. Memerlukan waktu perhitungan yang lamban dan menghabiskan dana yang banyak untuk penyelenggaran hasil pemilihan umum. Pemilihan umum dilaksanakan dalam waktu yang panjang untuk memilih wakil-wakil rakyat. yang akan melaksanakan kepentingan nasional

suatu bangsa.

Keterwakilan kepentingan rakyat ini merupakan representasi kelompok (baca: rakyat). Yakni konsep seseorang atau kelompok orang (baca: partai politik) mempunyai kemampuan untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo (1987: 175). Demikian yang disebut sebagai perwakilkan yang bersifat politik _ Political Representation.

Menurut Damang manfaat dari pemiihan umum adalah :

1. Pemilu akan banyak memberikan perubahan kepada rakyat. 2. Pemilu juga akan memunculkan pemimpin yang kuat. 3. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. 4. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi.

5.

Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. 38

38

(42)

Adapun fungsi-fungsi adanya pemilihan umum menurut rose dan mossawir antara lain :

1. Menentukan pemerintahan secara langsung maupun tidak langsung. 2. Sebagai wahana umpan balik antara pemilik suara dan pemerintah. 3. Barometer dukungan rakyat terhadap penguasa.

4. Sarana rekrutmen politik.

5.

Alat untuk mempertajam kepekaan pemerintah terhadap tuntutan rakyat. 39

1.6.4.2 Hubungan Pemilu Dengan Demokrasi

Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk pemerintahan yang demokratis. Hutington menyatakan

bahwa sebuah negara bisa disebut demokratis jika didalamnya terdapat mekanisme pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala atau periodik untuk melakukan sirkulasi elite. Pemilu dapat dikatakan sebagai alat demokrasi karena pemilu dapat menciptakan pemerintah yang representatif secara jujur, adil, bebas, dan kompetitif.

(43)

Setelah pemilu dapat benar-benar dilaksanakan secara efektif, efesien, tertib, dan lancar. Ini merupakan tidak terlepasnya keikutsertaan, serta partisipasi rakyat dalam pemilu. Disamping itu hal yang terpenting dalam pemilu untuk menciptakan sebuah demokrasi yaitu Rule of law sebuah Undang-undang dan aturan hukum yang jelas atau bersih. Sebuah Undang-undang pemilu bisa diselenggarakan dengan berkualitas sesuai dengan kaidah rule of law dengan memenuhi nilai-nilai demokrasi maka dalam pelaksanaan pemilu akan tercipta demokratis sebagai suatu sistem pemerintahan yang memenuhi syarat pokok, kompetisi yang sungguh–sungguh dan meluas diantara individu-individu dan kelompok- kelompok organisasi untuk memperebutkan jabatan–jabatan

pemerintahan yang memiliki kekuasaan efektif, pada jangka waktu yang regular.41

Komisi Pemilihan Umum (disingkat KPU) adal

menyelenggarakan KPU keempat yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi 1945. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum.

Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil

41

(44)

tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena didukung oleh personal yang jujur dan adil.

Tepat 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan non-partisan.

Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama pemerintah

mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak manapun.

(45)

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif.

Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan

Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam rangka mengawal terwujudnya Pemilihan Umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.

(46)

11 orang menjadi 7 orang tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.

Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, komposisi keanggotaan KPU harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji. Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas : mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas;

profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi dan efektivitas.

Cara pemilihan calon anggota KPU-menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden membentuk Panitia Tim Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang terdiri dari lima orang yang membantu Presiden menetapkan calon anggota KPU yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007 telah menerima 545 orang pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU. Dari 545 orang pendaftar, 270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes tertulis. Dari 270 orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal calon anggota KPU lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli 2007.42

Sedangkan untuk penyelenggara di Aceh sendiri sudah ada pergantian dari KPU menjadi Komisi Independen Pemilihan (KIP) yang bertanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan pelaksanaan pemilu maupun pilkada di setiap

42

(47)

kabupaten yang ada di Aceh, KIP hanya berada di Aceh, berbeda dengan di daerah lain dimana pemilihan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Keberadaan KIP diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh, sedangkan teknis pelaksanaannya dirinci dalam Qanun Nomor 2, 3, dan 7 Tahun 2006.

KIP beranggotakan 5 orang, dibentuk oleh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh, diseleksi oleh tim independen yang bersifat ad hoc dan menjabat selama lima tahun. Anggota KIP telah dilantik ole

Susunan anggota KIP saat ini adalah : Abdul Salam Poroh (Ketua), Ilham

Syahputra (wakil ketua KIP), Nurjani Abdullah, Roby Syah Putra, Akmal Abza (Ketua Divisi Sosialisasi) dan Yarwin Adi Dharma.

Pada masing-masing kabupaten/kota, terdapat pula Komisi Independen Pemilihan Kabupaten dan Komisi Independen Pemilihan Kota, yang beranggotakan 5 orang.43

Dalam penyelenggaraaan pilkada dimungkinkan terjadi suatu pelanggaran pilkada. pelanggaran pilkada ini berbentuk konflik antara pasangan calon dengan penyelenggara pilkada (KPUD). Untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak yang bersengketa, undang-undang memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung dalam menyelesaikan sengketa hasil pilkada seperti yang diamanatkan dalam pasal 106 undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa mahkamah agung berwewenang memutuskan sengketa hasil pilkada yang bersifat final dan mengikat. Berdasarkan ketentuan ini mahkamah agung mengadili keberatan terhadap hasil pilkada langsung yang di ajukan oleh pasangan calon kepada mahkamah agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pilkada langsung tersebut.

(48)

Keberatan ini hanya berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Pengajuan keberatan terhadap mahkamah agung disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pilkada provensi dan pengadilan negeri untuk pilkada kabupaten/kota. Mahkamah agung memutus sengketa hasil perhitungan suara paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh pengadilan negri/pengadilan tinggi/mahkamah agung.44

Penanganan sengketa pilkada ini diperlukan kesiapan dari lembaga peradilan dan mahkamah agung untuk menyiapakan peangakat pendukung untuk untuk mempelancar pengamana sengketa hasil pilkada, mengigat waktu yang terbatas. Meskipun secara yuridis normatif kwewngan mahkamah agung dan kewenangan mahkamah kontitusi sedah jelas sebagaimana diatur dalam ketuentuan peraturan perundang-undangan, tetapi konteks atau sudut pandang lainnya hail ini masih perlu di pertahankan pemberian kewenangan mahkamah agung untuk memutuskan sengketa pilkada sangat kontroversial bila disandingkan dengan undang-undang nomor 24 tahun 2003 tentang mahkamah kontitusi. Hal ini Menurut peraturan mahkamah agung no 2 tahun 2005 tentang tata cara pengajuan upaya hukum keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepada daerah dan wakil daerah,keberatan adalah upaya hukum bagi pasangan calon

kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak menyetujui penetapan hassil perhitungan suara tahap akhir pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari KPUD.dalam surat edaran MA. Nomor 9 tahun 2005 tentang petunjuk teknis. Nomor 2 tahun 2005 ditetapkan bahwa tenggang waktu pemeriksaan oleh mahkamah agung dan pengadilan tinggi menurut pasal 4 ayat (7). Ditentuka “setelah permohonan diterima dan diregister mahkamah agung atau pengadilan tinggi secepatnya memeriksa keberatan dimaksud dan memutuskannya dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari“.

44

(49)

tidak terlepas dari pembedaan, penetapan dan pengertian pemilu lokal (pilkada) dan pemilu nasional (pemilu legeslatif dan pemilu pilpres).

Berhubungan kewenangan mahkamah agung (MA) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dalam pilkada berkaitan dengan kasus yang ditanda-tangani oleh MA patut menjadi pemikiran untuk meletakan kewenangan MA sebagai eksekutor dalam kasus-kasus pilkada. demensi politik yang avapkali mewarnai kasus-kasus pilkada menjadi pertimbangan peletakan kewenangan MA.mengenai kasus pilkada demi menjamin dan menjaga kedudukan MA sebagai lembaga peradilan dan hukum lembaga peradilan politik yang lebih banyak melekat pada MK namun, faktor jarang dan banaknya perkara yang kemungkinan besar terjadi

pada pilkada langsung ini yang tersebar diseluruh provinsi dan kabupaten serta kota merupakan pertimbangan penting lainya untuk memberi kewenangan kepada MA mengenai sengketa pilkada tersebut.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis dan sifat penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini di sebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian bersifat seni (kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretative karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.

1. 7. 2. Sumber Data

(50)

1. Ketua KIP Kabupaten Gayo Lues/pejabat yang ditunjuk. 2. Komisioner atau Divisi KIP Kabupaten Gayo Lues.

3. Dua Komisioner Kecamatan dan Tempat Perhitungan Suara (TPS). 4. Ketua Panwaslu Kabupaten Gayo Lues /pejabat yang ditunjuk.

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian kasus yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam, sehingga sumber data dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Data primer, yaitu data utama yang didapat dari responden penelitian sebagai pemberi informasi tentang objek penelitian.

2. Data skunder, yaitu data yang di dapatkan dari berbagai buku, artikel bahkan dari internet yang memungkinkan dapat memberikan informasi mengenai penelitian.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Gal,o Lues Tahun 2015 belum mengakomodir semua program dan kegiatan

PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI ACEH SERTA BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2017. PROVINSI KECAMATAN :

PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI ACEH SERTA BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2017. PROVINSI KECAMATAN

PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI ACEH SERTA BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2017. PROVINSI KECAMATAN

100006 Perencanaan Pembangunan 1 BIDANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN. 100007 Perhubungan 16

Diskusi, diawali dengan presentase (oleh peneliti) tentang permasalahan dari bahan kajian di lapangan berkaitan dengan pengembangan budidaya ikan tawar melalui

PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI ACEH SERTA BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2017. PROVINSI KECAMATAN :

(8)第8章では、第6章で挙げたもう一つの課題である薬液の浸透固結状況評価におけ