• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Tawas Terhadap Penjernihan Air Pada Sungai Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Tawas Terhadap Penjernihan Air Pada Sungai Belawan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TAWAS TERHADAP

PENJERNIHAN AIR PADA SUNGAI BELAWAN

TUGAS AKHIR

OLEH: SYAHRUL AJI

122410125

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah ─ Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Pengaruh Pemberian Tawas

Terhadap Penjernihan Air Pada Sungai Belawan” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Diploma III Analis Farmasi Makanan dan Minuman di

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tugas akhir ini penulis banyak melibatkan pihak-pihak untuk memberikan saran yang baik, maka sewajarnyalah penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt, selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.Apt., Sc.,Apt, selaku Ketua Program Studi DIII Analis Farmasi Makanan dan Minuman.

3. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan petunjuk dan saran sampai tugas akhir ini

selesai.

4. Bapak Ir. Mawardi, selaku Kepala Instalasi Pengolahan Air Sunggal yang telah memberikan tempat pelaksanaan PKL.

5. Bapak Iwan Setiawan selaku Kepala Bagian Pengendalian Mutu yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memberikan informasi

(4)

6. Ibu Cempaka selaku Asisten I Pengendalian Mutu Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal yang telah memberikan nasihat-nasihat yang

bermanfaat kepada penulis selama PKL.

7. Kak Risna, kak Indah dan abang Hakim, yang telah membimbing penulis

dalam melakukan PKL.

Dengan segala kerendahan hati penulis terutama mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua penulis yang telah memberikan

dorongan, dukungan dan doa yang telah mereka berikan selama ini kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih juga rasa cinta

dan kasih sayang tulus yang selalu menyertai selama ini dalam setiap langkah dan keadaan membuat tegar berdiri hingga kini.

Sekiranya sumbangan pikiran penulis yang sederhana ini dapat bermanfaat

bagi penulis, rekan-rekan mahasiswa dan pembaca yang memerlukannya, untuk menutup kata pengantar penulis banyak mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2015

(5)
(6)

2.4 Persyaratan Air ... 8

2.4.1 Persyaratan Biologis Air ... 8

2.4.2 Persyaratan Kimia Air ... 8

2.4.3 Persyaratan Fisika Air ... 9

2.5 Pengolahan Air ... 10

2.6 Aluminium Kalium Sulfat (Tawas) ... 12

2.7 Unit-Unit Pengolahan Air ... 14

(7)

3.3 Cara Kerja ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil ... 24

4.2 Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1 Kesimpulan ... 26

5.2 Saran ... 26

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air digunakan manusia untuk berbagai keperluan, seperti keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, industri, sumber energi , saranan transportasi dan rekreasi. Air bersih mengingat peranannya yang penting dan jumlah air yang

terbatas, maka diperlukan upaya dalam menjaga kualitas air. Kualitas air upaya menjaganya dapat dilakukan melalui pengelolaan air misalnya, limbah cair yang

dihasilkan oleh suatu kegiatan industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang keperairan umum sehingga tidak mencemari sungai, waduk, danau dan laut (manik, 2009).

Air merupakan salah satu dari tiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air, dan atmosfir). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya

30% berupa daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung uap air sebanyak 15 % di dalam atmosfir (Gabriel, 2001).

Dengan perkembangan zaman serta semakin bertambahnya jumlah

penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupan yang mau tidak mau menambah pengotoran air yang pada dasarnya sangat dibutuhkan.

Padahal bebrapa abad yang lalu, manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air (khususnya air minum) cukup menagambil dari sumber-sumber air yang ada di dekatnya dengan menggunakan cara yang sederhana. Namun sekarang ini,

(11)

mempergunakan cara demikian. Dimana-mana air sudah kotor, dan ini berarti harus mempergunakan suatu peralatan yang modern untuk mendapatkan air bersih

agar terbebas dari kotoran-kotoran tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan air di kota Medan, PDAM Tirtanadi membuat

suatu sistem pengolahan air minum dengan air yang berasal dari air sungai Belawan untuk PDAM Tirtanadi instalasi Sunggal dengan kapasitas 6000 m3 pada tiap reservoirnya (pada PDAM Tirtanadi Sunggal terdapat dua unit reservoir).

Seperti yang telah diketahui bahwa pada umumnya air sungai tidak cukup jernih karena mengandung kotoran atau partikel-partikel halus yang berasal dari

berbagai sumber seperti limbah rumah tangga dan limbah dari industri. Salah satu langkah dalam pengolahan air sungai menjadi air minum adalah dengan cara menghilangkan kekeruhan air sungai tersebut. Kekeruhan air dapat dihilangkan

dengan menambahkan suatu bahan kimia yang disebut dengan koagulan. Koagulan berfungsi untuk mengikat partikel atau kotoran yang terkandung di

dalam air menjadi gumpalan yang mempunyai ukuran lebih besar sehingga lebih cepat mengendap. Salah satu jenis koagulan yang biasa dipakai yaitu aluminium sulfat Al2(SO4)3.14H2O atau sering disebut dengan tawas. Pada umumnya, metode

yang sering digunakan untuk menentukan konsentrasi aluminium sulfat yang digunakan dalam proses penjernihan air adalah dengan metode Jar Test.

(12)

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh sebelum dan setelah pemberian tawas terhadap penjernihan air dan berapa konsentrasi tawas yang

optimum untuk digunakan pada kekeruhan air Sungai Belawan. 1.2.2 Manfaat

Dapat mengetahui bagaimana cara mengolah air dan mengetahui pengaruh

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen, karena air merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun

buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut didalamnya. Air mengandung zat-zat terlarut di dalamnya. Akibat daur hidrologi, air juga mengandung berbagai zat-zat

lainnya, termasuk gas. Zat-zat pencemar ini yang sering terdapat di dalam air (Linsley, 1996).

Air adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi air akan

dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat

tercemar. Air yang sangat kotor tidak untuk diminum, tetapi cukup bersih untuk mencuci, untuk pembangkit tenaga listrik, untuk pendingin mesin dan sebagainya. Air yang terlalu kotor dapat digunakan untuk sarana rekreasi seperti berenang,

bersampan maupun memancing ikan dan sebagainya (Darmono, 2001).

Air bersih sulit untuk didapatkan dan merupakan salah satu masalah yang

perlu mendapat perhatian yang seksama karena dengan penyedia air bersih maka penyebaran penyakit dapat dikurangi seminimal mungkin, supaya air yang masuk kedalam tubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menjadi

(14)

2.2 Klasifikasi Air

Dalam upaya pengendalian pencemaran air, maka mutu air

diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu:

a) Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku

air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b) Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut,

c) Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

d) Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Manik, 2009).

2.3 Sumber Air 2.3.1 Air Permukaan

(15)

Pengotoran ini menyebabkan kualitas air permukaan menjadi berbeda-beda pengotoran ini secara fisik, kimia dan bakteriologi (biologi) (Waluyo, 2009).

Air permukaan dibagi menjadi air sungai dan air rawa atau danau. Air sungai mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali dalam penggunaannya

sebagai air minum harus melalui proses panjang sedangkan air danau kebanyakan berwarna yang disebabkan oleh zat-zat organik yang telah membusuk dengan adanya pembusukan maka kadar Fe dan Mn juga semakin tinggi demikian pula

kelarutan oksigen menjadi sangat berkurang sampai mencapai keadaan anaerob (Waluyo, 2009).

2.3.2 Air Tanah

Air tanah secara umum terbagi menjadi:

2.3.2.1 Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian juga dengan bakteri sehingga air tanah

dangkal terlihat jernih tetapi banyak mengandung zat-zat kimia (garam-garam terlarut) karena melalui lapisan tanah yang memiliki unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapis tanah. Air tanah dangkal memiliki kedalaman sampai

15 meter.

2.3.2.2Air Tanah Dalam

Air tanah dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam lebih sulit daripada air tanah dangkal. Kualitas air tanah dalam lebih baik daripada air tanah dangkal karena terjadi penyaringan yang lebih

(16)

lapis-lapis tanah yang dilalui. Kualitas air tanah dalam masih sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.

2.3.2.3Mata Air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan

tanah. Mata air yang berasal dari air tanah dalam hampir tidak dipengaruhi oleh musim dan memiliki kualitas yang sama dengan air tanah dalam. Berdasarkan munculnya kepermukaan tanah dibagi menjadi:

- Rembesan, dimana air keluar dari lereng-lereng

- Umbul, dimana air keluar kepermukaan pada suatu dataran (Waluyo,

2009). 2.3.3 Air Atmosfir

Air atmosfir dalam keadaan murni, sangat bersih tetapi sering terjadi

pengotoran karena industry, debu dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu

menampung air hujan jangan dimulai pada saat mulai turun karena masih banyak mengandung kotoran (Waluyo, 2009).

Air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur

maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini mempercepat terjadinya karatan (korosi). Air hujan juga memiliki sifat lunak sehingga akan boros terhadap

pemakaian sabun (Waluyo, 2009). 2.3.4 Air Laut

Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung berbagai garam,

(17)

karena itu, air laut tanpa diolah terlebih dahulu tidak memenuhi syarat untuk air minum (Waluyo, 2009).

2.4 Persyaratan Air

2.4.1 Persyaratan Biologis Air

Patogen maupun yang nonpatogen. Mikroorganisme nonpatogen secara relatif tidak berbahaya bagi kesehatan, namun dalam jumlah yang berlebihan

mikroorganisme nonpatogen dapat mempengaruhi rasa dan bau sehingga dapat menyulitkan pengelolaan air (Ryadi, 1984).

Mikroorganisme nonpatogen dapat mempengaruhi proses pengelolaan air, seperti adanya ganggang yang berlebihan akan mempercepat tersumbatnya sistem saringan pasir pada Instalasi PAM. Pertumbuhan ganggang yang merajalela di

dalam sistem air lebih dirangsang secara cepat bila disertai oleh adanya kelebihan unsur tembaga (Cu) karena pembuangan Cu ke dalam sungai yang digunakan

sebagai sumber baku oleh PAM perlu memperoleh perhatian (Ryadi, 1984).

Mikroorganisme coli sekalipun tidak patogen dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui sejauh mana air telah dikontaminir oleh bahan

buangan organik, khususnya bahan-bahan fecal. Dasar penggunaan indikator coli ini adalah bahwa secara karakteristik kuman ini adalah merupakan penghuni tetap

dari faeces. Faeces manusia adalah merupakan media penyebaran dari beberapa jenis kuman patogen, khususnya bila faeces ini berasal dari orang-orang yang disebut karier ( Ryadi, S. 1984).

(18)

Alkalinitas adalah pengukur kapasitasnya untuk menetralisir asam-asam. Alkalinitas dikaitkan dengan konsentrasi bikarbonat, karbonat dalam hidroksida.

Karbondioksida adalah salah satu gas minor yang ada di atmosfir dan merupakan hasil akhir dari pembusukan biologis, baik yang aerobik maupun yang anaerobik.

Air hujan dan kebanyakan persediaan air permukaan mengandung sejumlah kecil karbon dioksida tetapi air tanah dapat mengandung jumlah yang banyak akibat pembusukan yang banyak mengakibatkan pembusukan biologis dari bahan-bahan

organik. Adanya karbon dioksida merupakan hal yang penting karena mempengaruhi pH air, menimbulkan karat bagi sistem perpipaan dan

mempengaruhi kebutuhan dosis bila dipergunakan pengolahan kimia (Linsley dan Joseph, 1979).

2.4.3 Persyaratan Fisika Air

Bahan padat, kekeruhan yang terapung dan yang terlarut. Kekeruhan, mengurangi kejernihan air yang diakibatkan oleh pencemar-pencemar yang

terbagi halus dari manapun asalnya yang ada didalam air. Kekeruhan biasanya disebabkan oleh lempeng, lanau, partikel-partikel tanah dan pencemaran-pencemaran koloidal lainnya.

Warna. Air yang mengandung warna diakibatkan oleh jenis-jenis tertentu dari bahan organik yang terlarut dan koloidal yang terbilas dari tanah atau

tumbuh–tumbuhan yang membusuk. Warna terjadi karena pencemaran terlarut. Rasa dan Bau disebabkan oleh adanya bahan organik yang membusuk atau bahan kimia yang mudah menguap. Air minum secara praktis dari warna, rasa dan

(19)

Suhu air merupakan hal yang penting jika dikaitkan dengan tujuan penggunaannya. Pengolahan untuk membuang bahan-bahan pencemar serta

pengangkutan sumber airnya. Suhu air tanah akan bervariasi menurut kedalaman dan ciri-ciri akifer yang menjadi sumber air itu. Suhu air permukaan dari suatu

waduk yang dalam bervariasi juga menurut kedalamannya (Linsley dan Joseph 1979).

2.5 Pengolahan Air

Sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air akan tetapi pada sungai

yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan pencemaran mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan

air dan biodegradasi akan cepat diperbarui, tetapi terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar

yang sangat besar, akibatnya proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Oksigen terlarut juga dapat menurun akibat dari proses

tersebut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan

bahan kimia ke udara (Darmono, 2001).

Sumber daya air yang dikelola terdiri dari upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber

(20)

Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta

transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan

kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat bumi (Kodoatie dan Robert, 2010).

Prosedur yang umum digunakan dalam pemurnian buatan meliputi

koagulasi sedimentasi, penyaringan dan penggunaan bahan kimia seperti klor, ozon, dan iodium. Langkah pertama yang umum digunakan ialah dengan

membuang bahan yang melayang didalamnya, biasanya dilakukan dengan penambahan tawas (Aluminium Kalium Sulfat). Tawas membentuk endapan seperti, gelatin yang mengendap pelan–pelan dengan membawa benda–benda

serta partikel dan sejumlah besar mikroorganisme (Volk dan Margaret, 1989). Endapan tawas mengendap, kemudian airnya dipompa ke alat

penyaringan untuk menghilangkan partikel yang ketinggian dan juga banyak bakteri yang tersisa. Penyaringan dibuat dari pasir dan kerikil dengan partikel– patikel halus dekat dengan permukaan. Langkah akhir dalam pemurnian air

minum ialah memberikan perlakuan kimia untuk menjamin bahwa tidak ada organisme patogen enterik, dilakukan dengan penambahan klor kedalam air (Volk

dan Margaret, 1989).

Klor memiliki beberapa kualitas yang mendukung penggunaannya dalam persediaan air. Keunggulannya adalah bahwa klor adalah senyawa bakterisida

(21)

itu klor juga cukup stabil (tanpa adanya bahan organik yang berkelebihan) dan cukup murah (Volk dan Margaret, 1989).

Ozon merupakan suatu senyawa pengoksidasian yang kuat, juga desinfektan air yang efektif, tetapi mahal. Ozon mempunyai kelebihan terhadap

klor karena menghilangkan rasa yang tidak di kehendaki, tetapi harganya membatasi penggunaan yang praktis pada saat ini. Selain itu ozon tidak mempunayi efek anti mikroorganisme yang terus – menerus seperti klor (Volk dan

Margaret, 1989).

Air Yang Belum Diolah

Gambar 2.1 Pengolahan air di perkotaan (Volk dan Margaret, 1989).

Mikrobiologi akuatik ialah telaah mengenai mikroorganisme serta

kegiatannya di perairan tawar muara, termasuk mata air danau, sungai dan laut. Virus, bakteri, alga, protozoa dan cendawan mikroskopik yang menghuni perairan

alamiah.

2.6 Aluminium Kalium Sulfat (Tawas)

(22)

Rumus molekul : Al2(SO 4)3

Pemerian : hablur kasar tidak nerwarna, pecahan hablur atau serbuk

putih, tidak berbau, rasa agak manis dan kelat.

Kelarutan : mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air

mendidih , mudah larut meskipun lambat dalam gliserin, tidak larut dalam etanol (Depkes, 1995).

Senyawa ini merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan.

Tawas banyak digunakan dengan alasan paling ekonomis, murah, mudah didapatkan dipasaran, serta mudah penyimpanannya. Selain tu, bahan ini cukup

efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Reaksinya adalah sebagai berikut: Al2(SO4)3 2Al3+ + 3SO4

2-Air akan mengalami reaksi:

H2O H+ + OH

-Selanjutnya, 2Al3+ + 6OH- 2Al(OH)3

-Selain itu akan dihasilkan asam dengan reaksi sebagai berikut: 3SO42- + 6H+ 3H2SO4

Dengan makin banyak dosis tawas yang ditambahkan, pH makin turun karena

dihasilkan asam sulfat. Oleh karena itu, harus dicari dosis tawas optimum yang harus ditambahkan. Pemakaian tawas yang paling efektif dengan pH 5,8 – 7,4.

Bila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas maka perlu alkali tambahan, biasanya ditambahkan larutan kapur tohor (Ca(OH)2 atau soda

abu (Na2CO3). Kemudian reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

(23)

Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH)3- + 3NaSO4 + 3CO2

Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 2Al(OH)3- + 3CaSO4 (Waluyo,

2009).

2.7 Unit-Unit Pengolahan Air 2.7.1 Bendungan

Sumber air baku adalah air permukaan dari Sungai Belawan yang berhulu di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi Kecamatan Sunggal.

Untuk menampung air tersebut, dibuat bendungan dengan panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi ± 4 m. Pada sisi kanan bendungan, dibuat

sekat (channel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 m dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake.

2.7.2 Intake (air baku)

Intake berfungsi untuk pengambilan/penyadapan air baku. Bangunan ini merupakan saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan

kasar), berfungsi untuk mencegah masuknya sampah-sampah berukuran besar dan fine screen (saringan halus), berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran maupun sampah berukuran kecil yang terbawa arus sungai.

Masing-masing saluran dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air (sluice gate) dan penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan

secara periodic untuk menjaga kestabilan jumlah air masuk. 2.7.3 Raw Water Tank (RWT)/ tangki air baku

Raw Water Tank merupakan bangunan yang dibangun setelah intake yang

(24)

yang dilengkapi dengan dua buah inlet gate, dua buah outlet gate, sluice gate, dan pintu bilas dua buah.

Raw Water Tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel kasar dan lumpur-lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem gravitasi. Di

PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal, volume air baku pada dua RWT memiliki volume ± 1400 m3. Waktu pengendapan (detention time) untuk air baku yang akan diolah di RWT kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku dengan turbiditas

yang lebih rendah.

2.7.4 Raw Water Pump (RWP)/pompa air baku

Raw Water Pump (pompa air baku) berfungsi untuk memompa air dari RWT ke Clearator. RWP ini terdiri dari 16 unit pompa air baku. Kapasitas setiap pompa 110 L/det dengan rata-rata head 18 m memakai motor AC nominal gaya 75

KW.

2.7.5 Clearator/Clarifier (penjernihan)

Bangunan clearator (bangunan untuk proses penjernihan air) terdiri dari 5 unit dengan kapasitas masing-masing 350 L/det. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisah antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai

effluent (hasil olahan). Clearator dilengkapi dengan agirator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirikan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian

(25)

Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut yang dilengkapi seksi-seksi pemisah untuk proses-proses sebagai berikut:

a. Primary Reaction Zone b. Secondary Reaction Zone

c. Return Reaction Zone d. Clarification Reaction Zone e. Concentrator

2.7.6 Filter

Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtarsi, yaitu proses

penyaringan flok-flok sangat ringan yang tidak tertahan (lolos) dari clearator. Filter yang dipakai dalam pengolahan air minum di PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Media filter

tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara pararel, menggunakan jenis cepat berupa pasir silika dengan menggunakan motor AC

nominal daya 0,75 KW.

Dimensi tiap filter yaitu 8,25 m x 4 m x 6,25 m. Tinggi maksimum permukaan air adalah 5,05 m dan tebal media filter 120 m dengan susunan lapisan

sebagai berikut:

a. Pasir kwarsa, diameter 0,5 mm ─ 1,5 mm dengan ketebalan 60 cm

b. Pasir kwarsa, diameter 1,8 mm ─ 2,0 mm dengan ketebalan 10 cm c. Kerikil halus, diameter 4,75 mm ─ 6,3 mm dengan ketebalan 10 cm d. Kerikil sedang, diameter 6,3 mm ─ 10 mm dengan ketebalan 10 cm

(26)

f. Kerikil kasar, diameter 20 mm ─ 40 mm dengan ketebalan 20 cm

Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter akan tersumbat oleh flok

yang masih tersisa dari proses. Pertambahan ketinggian permukaan air di atas media filter sebanding dengan berlangsungnya penyumbatan (clogging) media

filter oleh flok-flok. Selanjutya dilakukan proses backwash, yaitu pencucian media filter dengan menggunakan air yang disupply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan kembali fungsi filter.

Banyaknya air yang dibutuhkan untuk membackwash satu buah filter adalah 200 ─ 300 m3 dan backwash dilakukan 1 x 24 ─ 72 jam, tergantung pada

lancar tidaknya penyaringan. 2.7.7 Reservoir

Berfungsi untuk menampung air minum/air olahan dengan kapasitas total

13.400 m3 dan kemudian didistribusikan ke pelanggan melalui reservoir-reservoir dirtribusi di berbagai cabang. Air yang mengalir dari filter ke reservoir,

sebelumnya dibubuhi klor (post chlorination) dengan pembubuhan ± 2 gr/m3 air dan untuk proses netralisasi dibubuhkan larutan kapur jernih (soda ash) dengan kebutuhan pada kisaraan 5 ─ 7 gr/m2 air. Secara periodik reservoir ini dicuci

dengan mempergunakan pompa bermotor AC nominal daya 15 KW. Dimensi panjang 50 m x 40 m x 4 m.

2.7.8 Finish Water Pump (FWP)/pemompaan air akhir

Finish Water Pump Instalasi Pengolahan Air Sunggal berjumlah 14 unit yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke

(27)

dibagi menjadi 5 jalur dengan kapasitas 150 L/det. Total head 50 in menggunakan motor AC rata-rata nominal daya 132 KW.

2.7.9 Sludge Lagoon (Empang Lumpur)

Air buangan (limbah cair) dari masing-masing unit pengolahan dialirkan

ke lagoon untuk didaur ulang. Daur ulang merupakan cara yang tepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah diterapkan sejak tahun 2002 di unit PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air

Sunggal dengan membangun unit pengendapan berupa lagoon dengan kapasitas 9.600 m3.

2.8 Proses Pengolahan Air

Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh

manusia sepanjang masa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak semua jenis air dapat digunakan tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Untuk itu, PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal sebagai salah satu instalasi pengolahan air minum dapat mengolah air tersebut menjadi air minum yang layak bagi konsumen. Di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air

Sunggal, dapat penulis pelajari proses pengolahan air sebagai berikut :

Air baku (1) yang bersumber dari aliran Sungai Belawan tertampung di

bendungan yang selanjutnya masuk melalui pintu intake (2) untuk disaring terlebih dahulu dari sampah/kotoran kasar.

Selanjutnya air akan tertampung di Raw Water Tank (3). Di sini terjadi

(28)

lumpur-lumpur sehingga dihasilkan air dengan turbiditas yang lebih rendah. Sedangkan proses biokimia yang terjadi adalah penginjeksian klorin (preklorinasi). Klorin

pada preklorinasi bertujuan untuk mengoksidasi logam-logam, membunuh mikroorganisme seperti plankton dan juga membunuh spora dari lumut, jamur,

dan alga. Konsentrasi yang diberikan adalah 2 ─ 3 gr/m3 air, tergantung pada turbiditas air.

Proses selanjutnya air akan dipompakan melalui RWP (4) ke clearator (5).

Di clearator, terjadi proses koagulasi (proses bercampurnya koagulan dan air baku dengan cepat dan merata) menggunakan koagulan Aluminium Sulfat

(Alum/tawas, Al2(SO4)3.18H2O) dan proses flokulasi (penggumpalan flok-flok

yang lebih besar) akibat adanya pengadukan cepat dan pengadukan lambat.

Air baku yang mengandung koagulan akan masuk clearator melalui

Primary Reaction Zone yang berada pada bagian tengah sel secondary. Sel

secondary adalah inti dari clarifier yang terletak pada bagian tengah bangunan

tersebut. Di bagian ini terdapat sebuah alat pengaduk yang disebut blade agitator. Blade agitator berputar dengan kecepatan lambat sehingga diharapkan akan

terjadi proses flokulasi (Secondary Reaction Zone). Setelah tawas larut,

selanjutnya akan mengikat pertikel yang ada di dalam air membentuk partikel-partikel yang lebih besar (flok). Flok-flok ini lalu akan melakukan pengikatan

kembali dengan butiran flok yang lainnya dengan bantuan turbulensi dan bantuan gerakan blade agitator tersebut. Flok-flok yang terbentuk akan semakin besar dan pengaruh gaya gravitasi akan mengendap pada dasar clarifier (Return Reaction

(29)

clarifier dengan memantau kekeruhan sehingga diharapkan turbiditas pada air

kumpulan (Clarification Reaction Zone) dapat serendah mungkin.

Selanjutnya, air kumpulan difiltrasi di filter (6) sehingga diperoleh air hasil proses filtrasi yang jernih. Sebelum air proses filtrasi masuk ke reservoir,

ditambahkan terlebih dahulu klorin (postklorinasi) yang dapat bersumber dari gas Cl2 dan kaporit Ca(OCl)2. Penambahan klorin bertujuan sebagai desinfektan.

Setelah penambahan klor atau kaporit, selanjutnya ditambahkan larutan

kapur jenuh (Soda ash) untuk menetralisir pH air olahan (6,8 ─ 7,3) karena penambahan Aluminium sulfat di Clearator cukup membuat pH air bersifat asam,

sehingga harus dinetralkan. Penambahan larutan kapur tetap sebelum air masuk reservoir untuk mencegah pengendapan dari reaksi sisa tawas (Al3+) dengan ion hidroksida dari kapur (OH-) yang dapat membentuk flok sehingga mengotori air

reservoir.

Setelah seluruh proses pengolahan air tersebut berlangsung, air hasil

olahan ditampung di bak penampungan akhir yang disebut dengan reservoir (7) untuk didistribusikan melalui FWP. Air hasil olahan tersebut dapat didistribusikan bila air memenuhi syarat kualitas air. Untuk memastikan kualitas air, perlu

dilakukan pengendalian mutu. Pengendalian mutu mutlak diperlukan agar kualitas air bersih dapat dijamin kualitasnya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan

(30)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1Tempat

Tempat dilaksanakannya pengujian Jart Test dari air Sungai Belawan ialah di laboratorium PDAM Instalasi Pengolahan Air Cabang Sunggal pada tanggal 28 Januari 2015 dan pengujian dilakukan pada pukul 10.00 WIB.

3.2Sampel, Alat dan Bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan merupakan air badan air Sungai Belawan yang berhulu di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi Kecamatan Sunggal yang masuk

melalui Intake.

3.2.2 Alat-alat - Kerucut Imhof - Baume meter - Gelas ukur 500 ml

- Beaker glass 1000 ml - Pipet volume 5 ml

(31)

3.2.3 Bahan-bahan - Air baku (sampel)

- Aquades

- Larutan aluminium sulfat 1% (tawas)

3.3 Cara Kerja

a) Pemeriksaan konsentrasi tawas

- Dimasukkan larutan tawas 1% ke dalam kerucut imhoff 1000 ml.

- Dimasukkan baume meter ke dalam kerucut imhoff dan baca skala yang

terukur.

- Disesuaikan hasil yang diperoleh dengan tabel korelasi larutan tawas.

- Dicatat hasil yang diperoleh untuk dipergunakan pada proses penentuan dosis

alum (jart test).

b) Cara melakukan jart test

- Disiapkan seluruh peralatan dan bahan yang akan digunakan. - Diperiksa turbiditas dan pH air baku (intake) yang akan dijart test. - Disiapkan larutan tawas 1% dengan cara :

1. Dimasukkan larutan tawas 1% ke dalam kerucut imhoff 1000 ml, kemudian dibaca tabel korelasi.

2. Dipipet 10 ml larutan tawas 1%.

(32)

- Diisi masing-masing beaker glass dengan 1000 ml air baku (intake), diturunkan agitator jart test, diaktifkan alat dan diatur putaran pada 140 rpm

untuk putaran cepat dan diatur timernya selama 5 menit.

- Diinjeksikan masing-masing beaker glass dengan variasi konsentrasi tawas

yang diinginkan berdasarkan hasil perhitungan :

ml konsentrasi tawas = mg/l larutan tawas yang diinginkan x volume sampel 1000 mg/l

- Diperhatikan kecepatan pembentukan flok dan tingkat kekeruhan secara

visual, diatur putaran pada posisi 30 rpm untuk putaran lambat, diatur timer selama 10 menit, dimatikan alat, didiamkan selama 20 menit untuk proses pengendapan, diperhatikan secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah

flok yang akan mengendap dan melayang, serta kekeruhan air.

- Diperiksa dan dicatat turbiditas serta pH air pada masing-masing konsentrasi,

ditentukan dosis (konsentrasi yang terbaik) berdasarkan turbiditas dan pH air yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Jart Test

Tanggal Pemeriksaan : 28 Januari 2015

Jam : 10.00 WIB

Turbiditas Air Baku : 29.70 NTU pH Air Baku : 7.1

Sampel : Air Baku/Intake I

Tabel 4.1 Data Jart Test 28 Januari 2015

4.2 Pembahasan

SAMPEL ITEM INTAKE I

Sampel Kuantitas 1000 ml 1000 ml 1000 ml 1000 ml 1000 ml 1000 ml

Tawas (PPM) 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0 32.5

Konsentrasi Tawas 15.37 % Bak No. 1

pH setelah

Penambahan Tawas

6.8 6.8 6.7 6.7 6.6 6.6

Turbiditas setelah

Penambahan Tawas

3.28 2.96 1.86 3.11 1.32 1.05

(34)

Dari perlakuan yang dicantumkan pada tabel di atas dapat dinyatakan bahwa hasil optimum yang diperoleh pada tanggal 28 Januari 2015 turbiditas air baku sebesar

29,70 NTU, diperoleh konsentrasi optimum aluminium sulfat sebesar 25,0 ppm dengan turbiditasnya 1,86 NTU.

Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi aluminium sulfat yang akan digunakan untuk pengolahan air minum tergantung pada turbiditas (NTU) air baku yang digunakan. Semakin tinggi turbiditas (NTU) dari air baku yang

digunakan dalam pengolahan air minum, maka konsentrasi aluminium sulfat yang digunakan akan semakin besar. Perbedaan turbiditas air baku ini disebabkan oleh

beberapa hal yang mempengaruhi sumber air baku yaitu berupa musim hujan dan musim kemarau.

Air baku yang memiliki kekeruhan (turbiditas) yang tinggi pada awalnya,

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

- Turbiditas (kekeruhan) air baku yang diperoleh pada tanggal 28 Januari 2015 yaitu 29,70 NTU.

- Konsentrasi optimum aluminium sulfat yang diperoleh pada tanggal 28 Januari 2015 yaitu 25,0 ppm.

- Turbiditas (kekeruhan) setelah penambahan aluminium sulfat yang diperoleh pada tanggal 28 Januari 2015 yaitu 1,86 NTU.

- Turbiditas (kekeruhan) air yang diperoleh setelah penambahan tawas

memenuhi kualitas standar air minum.

5.2 Saran

- Sebaiknya pada saat membaca skala baume meter dilakukan dengan cermat dan teliti.

- Sebaiknya pada saat pengukuran larutan aluminium sulfat dilakukan

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes.

Darmono. (2001). Lingkungan hidup dan pencemaran. Jakarta : UI-Press.

Gabriel, J.F. (2001). Fisika lingkungan. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

Kodoatie, R dan Roestan S. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Linsley, R dan Joseph B. (1996). Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mangku. (1997). Air untuk kehidupan. Jakarta: Penerbit Grasindo.

Manik, K.E.S. (2009). Pengelolaan lingkungan hidup. Jakarta: DJAMBATAN.

Ryadi, S. (1984). Pencemaran Air. Surabaya: Karya Anda.

Waluyo, L. (2009). Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press.

(37)

LAMPIRAN I. Gambar Sampel

(38)

LAMPIRAN II. Diagram Alir

a. Pemeriksaan Konsentrasi Tawas

 Dimasukkan ke dalam kerucut imhoff 1000 ml.

 Dimasukkan baume meter ke dalam kerucut imhoff dan baca skala yang terukur.

 Disesuaikan hasil yang diperoleh dengan tabel korelasi larutan tawas.

 Dicatat hasil yang diperoleh untuk dipergunakan pada proses penentuan dosis alum (jart test).

Larutan Tawas 1%

(39)

b. Penyiapan Larutan Tawas 1%

 Dimasukkan larutan tawas 1% ke dalam kerucut imhoff 1000 ml, kemudian dibaca tabel korelasi.

 Dipipet larutan tawas 10 ml ke dalam labu tentukur 100 ml.

 Dicukupkan dengan akuadest sampai garis tanda.

 Dihitung larutan tawas yang telah di encerkan dengan membandingkannya dengan turbidity air baku, kemudian diambil dosis alum dengan 3 angka diatas dan dibawahnya.

Larutan Tawas 1%

(40)

c. Metode Jart Test

 Disiapkan seluruh peralatan dan bahan yang akan digunakan.

 Diperiksa turbiditas dan pH air baku (intake) yang akan dijart test.

 Dimasukkan kedalam masing-masing beaker glass 1000 ml sementara agitator diturunkan.  Diputar dengan kecepatan 140 rpm selama 5

menit.

 Diinjeksikan dengan larutan tawas yang sudah disiapkan dengan variasi dosis tawas yang diinginkan berdasarkan perhitungan.  Diperhatikan kecepatan pembentukan flok,

tingkat kekeruhan secara visual.

 Diatur putaran pada posisi 30 rpm untuk putaran lambat selama 10 menit.

(41)

 Dimatikan alat, diangkat agitator, didiamkan selama 20 menit untuk proses pengendapan, lalu perhatikan secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah flok yang mengendap dan melayang, serta kekeruhan air.

 Diperiksa dan dicatat turbidity serta pH air pada masing-masing konsentrasi.

 Ditentukan dosis/konsentrasi yang terbaik berdasarkan turbidity dan pH yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

LAMPIRAN III. Tabel Pemakaian Tawas Pada Proses Pengolahan Air di PDAMTirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal

TURBIDITY

DEBIT ALUM YANG TERUKUR (ML/10 DETIK)

(42)

Cat:

1. Debit RWP dapat dilihat dari monitoring Scada 25 ml/det 2. Konsentrasi larutan tawas yang terukur 15%

3. Jika konsentrasi larutan tawas diluar ketentuaan maka hitung menurut rumus:

Perhitungan yang berlaku di IPA Sunggal

LAMPIRAN IV. Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas PDAM Tirtanadi InstalasiPengolahan Air Sunggal

Degree Baume Meter Konsentrasi Tawas

(43)

6.7 9.88

Degree Baume Meter Konsentrasi Tawas

(44)

10.9 16.82

Perhitungan ini berlaku di IPA Sunggal

(45)

LAMPIRAN V. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 / Menkes / Per / IV / 2010 Tanggal 19 April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

I. PARAMETER WAJIB

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan 1 Parameter yang berhubungan

langsung dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi

1 ) E. Coli Jumlah per

100 ml sampel

0

2 ) Total Bakteri Koliform Jumlah per 100 ml sampel

0

b. Kimia an – organic

1 ) Arsen mg / l 0,01

2 ) Flourida mg / l 1,5

3 ) Total Kromium mg / l 0,05

4 ) Kadmium mg / l 0,003

(46)

6 ) Nitrat, ( sebagai NO3- ) mg / l 50

7 ) Sianida mg / l 0,07

8 ) Selenium mg / l 0,1

2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan 1 KIMIAWI

a. Bahan Anorganik

(47)

b. Bahan Organik

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan Di ( 2 – ethylhexyl ) phthalate mg / l 0,008

Acrylamide mg / l 0,0005

Epichlorohydrin mg / l 0,0004

Hexachlorobutadiene mg / l 0,0006

Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA)

(48)

1,2-Dichloropropane mg / l 0,04

Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA

d. Desinfektan dan Hasil Sampingannya Desinfektan

Chlorine mg / l 5

Hasil Sampingan

Bromate mg / l 0,01

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

(49)

2. RADIOAKTIFITAS

Gross alpha activity Bq / l 0,1

Gross beta activity Bq / l 1

LAMPIRAN VI. Skema pengolahan air PDAM IPA Sunggal

Gambar

Gambar 2.1 Pengolahan air di perkotaan  (Volk dan Margaret, 1989).
Tabel 4.1 Data Jart Test 28 Januari 2015
Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas PDAM Tirtanadi   InstalasiPengolahan Air Sunggal

Referensi

Dokumen terkait

minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama. dengan

1) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 2) Kelas

Kelas satu adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

Kelas E1npat : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain ケ。セァ@ mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

• Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.. • Kelas II:

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.. Kelas

a) Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b)

Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;.. Kelas