• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 oleh Kepolisian Republik Indonesia (Studi Polresta Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 oleh Kepolisian Republik Indonesia (Studi Polresta Medan)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Alamsyah, Alik Ansyori, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang: 2008

Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta Timur : 2011

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2008

., Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta : 2008 ., Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006

Atmasasmita, Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT. Eresco , Bandung: 1995

Bahari, Adib, Tanya Jawab Aturan Wajib Berlalu Lintas, Pustaka Yustisia, Jakarta: 2010

Budiarto, Arif dan Mahmudal, Rekayasa Lalu Lintas, UNS Press, Semarang: 2007

Hamdan,M. Politik Hukum Pidana. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 1997

Kansil, C.S.T.Kansil Christine, Memahami Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (UU No 10 tahun 2004), Pradya Paramita, Jakarta : 2007 Karjadi, M. Kejahatan Pelanggaran dan Kecelakaan, Politeia. Bogor : 1981

Lamintang, P.A.F, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung : 1997

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, Fungsi Teknis Lalu Lintas, Semarang Kompetensi Utama : 2009

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta, Bumi Aksara: 1992

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta: 2000 Mulyadi, Lilik, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi,

(2)

Mulyadi, Mahmud, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008

Poernomo, Bambang, Hukum Pidana Kumpulan Karangan Ilmiah, Bina Aksara, Jakarta : 1982

Prakoso, Abintoro,“Kriminologi Hukum & Hukum Pidana”, Penerbit Laksbang Grafika, Yogyakarta: 2013

Prakoso,Djoki, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Liberty, Yogyakarta : 1987

Prasetyo, Teguh dan Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2005

Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, LaksBang Persindo, Yogyakarta: 2010

Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni. Bandung: 1981

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta: 1983

.dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta : 1985

.Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah – Masalah Sosial, Citra Aditya Bakti, Bandung : 1989

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002

Sutadi, Marianna, Tanggung Jawab Perdata dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Mahkamah Agung RI. Jakarta: 1992

Tabah, Anton, Membangun Polri Yang Kuat, P.T Sumber Sewu, Jakarta: 2002

.Menatap Dengan Hati Pokisi Indonesia. (Jakarta: Gramedia. 1991

Tjahjono, Tri, Analisis Keselamatan Lalu Lintas Jalan, Lubuk Agung, Bandung: 2001

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta : 1996

(3)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

WEBSITE

www. Kompas.com

www. Republika.com

www. beritasumut.com

TULISAN ILMIAH DAN SUMBER LAIN

Hasil Wawancara dengan Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Kota Medan AKP Lastiar Siburian, SSi

David Ondian Panggabean,” Tindak Pidana Di Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Dan Upaya Penanggulangannya (Studi Satlantas Poltabes Medan), Medan : Fakultas Hukum UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, skripsi, 2010

(4)

ABSTRAK

Natanael Parhusip* Liza Erwina, SH,. M.Hum**

Alwan, SH, M.Hum***

*

Mahasiswa Departemen Hukum Pidana

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

Lalu lintas merupakan salah satu sarana komunikasi masyarakat yang memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang kita laksanakan. Karena dengan adanya lalu lintas tersebut, memudahkan akses bagi masyarakat untuk melakukan kegiatannya untuk pemenuhan perekonomiannya. Tanpa adanya lalu lintas, dapat dibayangkan bagaimana sulitnya kita untuk menuju tempat pekerjaan atau melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan penggunaan jalan raya. Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia merupakan salah satu kota dengan masalah Lalu Lintas yang cukup masif dan perlu adanya penanganan yang cukup signifikan dari aparat kepolisian khususnya polisi lalu lintas. Oleh karena itu, berkaca pada kondisi di lapangan penulis dalam karya ilmiah ini hendak mengangkat judul “Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Oleh Kepolisian Republik Indonesia (Studi Polresta Medan)”.Adapun bentuk permasalahan yang ingin diangkat adalah seputar pengaturan mengenai lalu lintas menurut hukum positif di Indonesia, perkembangan tindak pidana pelanggaran lalu lintas di Kota Medan, dan juga Peranan Polresta Medan dalam menanggulangi tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Kota Medan.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan terhadap data primer yang merupakan hasil wawancara yang dilakukan di Polresta Medan dan penelitian kepustakaan. Sumber data primer berasal dari wawancara Tanya jawab dengan Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka.

(5)

BAB III

PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS

DI KOTA MEDAN (PERIODE 2010-2015)

A. Data dan Perkembangan Pelanggaran Lalu Lintas Kota Medan

Kota Medan terletak antara 98-99 derajat Bujur Timur dan antara 3-4 derajat Lintang

Utara di lingkungan Provinsi Sumatera Utara. Berada pada ketinggian 11 meter di atas

permukaan laut. Terbagi dalam 11 (sebelas) wilayah Kecamatan dengan 116 kelurahan

(sebelum perluasan). Secara administratif Daerah Tingkat II ini disebut Kotamadya dan

dipimpin oleh seorang Walikota, sebelum Undang-Undang No. 22 dan 25 tahun 1999

berlaku.58

Sejak kedua Undang tersebut berlaku, apalagi setelah adanya

Undang-Undang yang baru, berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya ia disebut Daerah Kota

dengan pemimpinnya tetap disebut Walikota. Kini kota Medan terdiri dari 21 Kecamatan

dengan 151 Kelurahan (BPS Prov. Sumut, 2001:12-21).59

Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Timur No.66/III/PSU/1951

tanggal 14 Nopember 1951, Medan dinyatakan sebagai ‘Kota Besar’. Berdasarkan

Undang Nomor 1 Tahun 1957 dinyatakan sebagai ‘Kotapraja’ dan berdasarkan

Undang-Undang No. 18 tahun 1965 dinyatakan sebagai ‘Kotamadya’. Sementara berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 di atur pula tentang pemekaran wilayah dari

pada 4 Kecamatan menjadi 11 Kecamatan, dengan luas kawasan dari 5.130 hektar menjadi

26.510 hektar, dengan mengambil sebagian dari wilayah Kabupaten Deli Serdang. Akibatnya,

batas dari pada kota Medan juga mengalami penyesuaian menjadi: bagian Utara berbatas

dengan Selat Sumatera, sebelah Selatan dengan Pancur Batu, Deli Tua dan Patumbak; bagian

58

Subanindyo Hadiluwih. “Undang-Undang Lalu-Lintas Sebagai Regulasi Tertib Lantas Kota Medan”, (Jurnal Equality, Vol. 11 No. 2 Agustus 2006), Hlm. 1

(6)

Timur berperinggan dengan Tanjung Morawa, Percut Sei Tuan dan Labuhan Deli; sementara

di bagian Barat berjiran dengan Labuhan Deli, Hamparan Perak dan Sunggal.60

Perluasan kawasan ini menimbulkan ciri-ciri perbedaan gaya hidup (lifesyle) dari pada

penduduk, terutama berkenaan dengan status penduduk yang semula tergolong luar kota

dengan penduduk kota. Paling tidak, mobilitas penduduk luar kota meningkat dengan

perlunya pengadaan kendaraan bermotor (sepeda motor), baik yang dipakai sendiri maupun

yang dipergunakan sebagai ‘ojek’. Alat pengangkutan yang menjangkau bagian pedalaman

dari pada kawasan pedesaan dan bagian-bagiannya. Demikian pula dengan penggunaan

kendaraan berupa Mobil Penumpang Umum (MPU) yang jaringannya juga semakin luas. Hal

ini dipergunakan bagi memenuhi kebutuhan untuk menjangkau sarana pendidikan, fasilitas

kesehatan, pasar dan keperluan lainnya. Sementara sarana dan prasarana pembangunan jalan,

dengan kondisi serta fasilitas yang lebih baik diperlukan untuk mensetarakan kehidupan di

antara penduduk dalam kota dan luar kota, yang kini statusnya menjadi sama, kawasan kota

Medan.61

Lalu lintas merupakan salah satu sarana komunikasi masyarakat yang memegang

peranan sangat vital dalam memperlancar pembangunan yang kita laksanakan. Masalah lalu Peningkatan mobilitas penduduk dengan penggunaan kendaraan di jalan raya, juga

berkenaan dengan ‘tradisi’ okupasi mereka yang akan mempengaruhi pola berlalu lintas di

kota Medan. Misalnya pola okupasi petani dan nelayan yang pada umumnya berada di

kawasan ‘bekas’ luar kota; berikutnya okupasi perkantoran, perdagangan serta kegiatan bisnis

lainnya; di samping kawasan pegawai, pekerja di pabrik-pabrik serta daerah Kawasan

Industri Medan (KIM). Di samping sebagai transit produk barang-barang hasil pertanian dan

kerajinan menuju ke pasar-pasar yang tersebar di kawasan kota, juga menuju kawasan kota

baru lainnya yang berupa pelabuhan, Belawan.

(7)

lintas merupakan salah satu masalah yang berskala nasional yang berkembang seirama

dengan perkembangan masyarakat. Masalah yang dihadapi dewasa ini adalah masih

tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

Berbicara tentang masalah lalu lintas memang sedikit menimbulkan pro dan kontra

bukan saja karena permasalahan remeh dan klasik sehinggga timbul satu sikap apatis

(ketidakpedulian). Namun hal itu sebenarnya kurang beralasan karena kenyataan tidak sedikit

kejahatan yang kemudian berimplikasi dan berakumulasi menjadi suatu tindak pidana yang

cukup menyita perhatian publik yang berawal dari permasalahan (pelanggaran) lalu lintas.

Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sudah tak asing lagi dikalangan

masyarat khususnya di Kota Medan, pelanggaran lalu lintas sudah membudaya di kalangan

masyarakat, sehingga setiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas oleh Polantas, pasti

banyak terjaring kasus pelanggaran lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas yang banyak dilakukan

oleh pengguna kendaraan bermotor antara lain mengemudi kendaraan bermotor tanpa

dilengkapi surat tanda nomor kendaraan bermotor, atau pun tidak memiliki surat izin

mengemudi, melanggar ketentuan rambu-rambu lalu lintas, tidak menggunakan helm standar

bagi pengendara sepeda motor, mengemudikan kendaraaan bermotor dengan kecepatan yang

melampaui batas dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat kita masih

kurang kasadaran hukumnya, padahal aturan-aturan tersebut dibuat demi keamanan dan

kenyamanan dan keselamatan masyarakat pada umumnya dan khususnya pengendara

kendaraan bermotor.

Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum,

mulai dari yang ringan hingga yang berat.62

62

(http://beritasumut.com/index.php/younews/36-hukum-a-kriminal/5898-2011-satlantas-polresta-medan-tangani-1702-lakalantas) , diakses pada tanggal 29 Agustus 2016 pada pukul 12.15 WIB.

Pelanggaran ringan yang kerap terjadi dalam

permasalahan lalu lintas adalah seperti tidak memakai helm, menerobos lampu merah, tidak

(8)

dianggap sudah membudaya di kalangan masyarakat dan anak-anak sekolah. Pelanggaran

lalu lintas seperti itu dianggap sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat pengguna jalan,

sehingga tiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya oleh pihak yang

berwenang, maka tidak sedikit yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang

juga karena pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Masalah lalulintas merupakan masalah yang dihadapi oleh negaranegara yang maju

dan juga negara‐negara berkembang seperti Indonesia. Namun, di Indonesia, permasalahan

yang sering dijumpai pada masa sekarang menjadi lebih parah dan lebih besar dari

tahuntahun sebelumnya, baik mencakup kecelakaan, kemacetan dan polusi udara serta

pelanggaran lalu lintas.63

Pelanggaran lalu lintas merupakan fenomena sosial dan hukum yang menuntut

pengelolaan yang efektif dan efisien agar terjadi tertib berlalu lintas dan kesadaran hukum.64

63 Arif Budiarto dan Mahmudal, Rekayasa Lalu Lintas, (Semarang: UNS Press, 2007), hlm. 3.

64

Dr. Artidjo Alkostar, dalam sambutan Seminar Penelitian Alternatif Pengelolaan Perkara Tilang, Jakarta, 17 Juni 2014. Lebih lanjut dapat dibaca dalam prosiding Seminar Penelitian Alternatif Pengelolaan Perkara Tilang, Jakarta, 17 Juni 2014.

Pelanggaran yang kerap terjadi terhadap tata cara berlalu lintas dan berkendaraan antara lain

adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang harus dijalan

kanan dihindari oleh pengemudi kendaraan bermotor, antara lain seperti : Tindakan pengguna

jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia karena dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan

angkutan jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan

memberhentikan arus lalu lintas atau pengguna jalan, memerintahkan pengguna jalan untuk

jalan terus, mempercepat arus lalu lintas, memperlambat arus lalu lintas, dan/atau

mengalihkan arah arus lalu lintas , seperti diatur pada Pasal 104 ayat (1), kewajiban ini diatur

(9)

diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

Daerah Kota Medan sendiri meski belum dikatakan tahap mengkhawatirkan Tapi

apabila tidak segera ditangani maka akan mengarah kearah Keadaan pelanggaran lalu lintas

yang mengkhawatirkan. Dan dampak yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat

adalah Tingginya angka kecelakaan di persimpangan atau perempatan maupun di jalan raya,

Keselamatan pengendara yang mengunakan jalan menjadi terancam bahkan pejalan kaki yang

menyebrang jalan maupun berjalan di trotoar, Kemacetan lalu lintas yang semakin parah

dikarenakan para pengendara tidak mematuhi peraturan maupun rambu-rambu lalu lintas, dan

Kebiasaan para pengendara yang melanggar lalu lintas sehingga budaya melanggar peraturan

lalu lintas65

Sumber : Data pelanggaran lalu lintas oleh pihak satuan Lalu Lintas

POLRESTA Medan

.

Grafik 1.

DATA JUMLAH PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DITANGANI OLEH PIHAK SATUAN LALU LINTAS POLRESTA MEDAN

65 Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi (Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas) Polresta Medan,

(10)

Dari Grafik di atas dapat dilihat bahwa jumlah kasus pelanggaran Lalu lintas di kota

Medan cenderung mengalami naik turun.POLRESTA Medan mencatat bahwa pada tahun

terdapat 2010 terdapat 37.018 kasus pelanggaran lalu lintas di Kota Medan (Roda 2 : 25.913

kasus, Roda 4 : 11.045 kasus, Roda 6+ : 60 kasus) , tahun 2011 terdapat 77.988 kasus (Roda

2 : 59.741 kasus, Roda 4 : 18.161 kasus, Roda 6+ : 86 kasus), tahun 2012 terdapat 73.396

kasus (Roda 2 : 54.297 kasus, Roda 4 : 17.997 kasus, Roda 6+ : 102 kasus), tahun 2013

terdapat 68.560 kasus (Roda 2 : 51.420 kasus, Roda 4 : 17.046 kasus, Roda 6+ : 94 kasus),

tahun 2014 terdapat 40.918 kasus (Roda 2 : 30.689 kasus, Roda 4 : 10.145 kasus, Roda 6+ :

84 kasus), dan terakhir tahun 2015 terdapat 40.133 kasus (Roda 2 : 30.520 kasus, Roda 4 :

9.997 kasus, Roda 6+ : 86 kasus) pelanggaran lalu lintas di kota Medan.

Jumlah kasus tertinggi yaitu kasus pelanggaran Lalu lintas di kota Medan di tahun

2011 dengan total 59.741 kasus. Tapi data tersebut bukanlah data sesungguhnya jumlah

pelanggaran Lalu lintas karena masih banyak pelanggar Lalu lintas di kota Medan yang

belum berhasil ditangkap dan didata oleh pihak Kepolisian.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan

Angkutan Jalan jelas dinyatakan, setiap pengendara kendaraan bermotor wajib mentaati

peraturan lalu-lintas. Peraturan lalu lintas tidak diajarkan secara khusus di sekolah-sekolah.

Dalam pembuat Surat Izin Mengemudi (SIM) pun juga tidak mengharuskan seseorang untuk

menguasai peraturan lalu lintas. Dengan demikian sangatlah wajar apabila banyak

pengendara kendaraan bermotor yang tidak memahami cara berlalu lintas yang baik di jalan

umum. Berbagai bentuk pelanggaran Lalu lintas yang sering ditindak tegas oleh aparat

kepolisian adalah66

1. menerobos lampu merah; :

2. melawan arus lalu-lintas saat macet ;

66Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi (Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas) Polresta Medan, 4

(11)

3. tidak menyalakan lampu depan;

4. tidak memakai sabuk pengaman;

5. tidak memakai helm SNI;

6. berputar-balik tidak pada tempatnya;

7. tidak bawa SIM & STNK;

8. SIM, STNK & pajak kedaluwarsa;

9. ngebut atau kebut-kebutan di jalan raya;

10. kendaraan umum yang ugal-ugalan di jalan

Sehubungan dengan pelanggaran lalu lintas diatas dalam kenyataannya juga dapat

kita lihat pelanggaran yang dilakukan oleh angkutan umum yang mana angkot seringkali

melakukan pelanggaran lalu lintas baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja seperti

penggunaan SIM bagi sopir angkot sering tidak sesuai dengan peruntukannya misalnya untuk

dapat mengemudikan angkutan umum sopir angkot harus mempunyai SIM A umum untuk

dapat mengemudikan angkot tersebut dan pada kenyataannya sopir angkot kebanyakan hanya

memiliki SIM A biasa, angkot sering menerobos lampu merah, menaikan dan menurunkan

penumpang tidak pada tempatnya, kebut-kebutan di jalan raya untuk mengejar penumpang,

keadaan mobil yang tidak standar lagi seperti mobil angkot yang dibuat ceper, dan kaca film

hitam dan musik yang keras.

Selain itu, banyak anak sekolah yang mengendarai sepeda motor tanpa

menggunakan helm. Padahal helm sangat berguna untuk melindungi kepala kita saat terjadi

benturan keras dalam kecelakaan lalu lintas. Kurangnya kesadaran pengguna sepeda motor

menggunakan helm masih sangat memprihatinkan, Mereka masih beranggapan bahwa

memakai helm itu hanya peraturan saja, tidak sadar bahwa peraturan memakai helm itu

(12)

Selain tidak mengenakan helm, banyak pengendara motor yang masih di bawah

umur. Apakah mereka sudah memiliki Surat Izin Mengemudi? Bila tidak, ini sama saja sudah

melanggar Pasal 77 Ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan wajib memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikan.” Seperti yang dijelaskan pada Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, bahwa syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan

paling rendah sebagai berkut:

a. Usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C,

dan Surta Izin Mengemudi D;

b. Usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I dan;

c. Usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.

B. Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Medan

Sebagai konsekuensi peningkatan jumlah kendaraan dan tingginya mobilitas

masyarakat, angka kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Kecelakaan lalu lintas darat tersebut mengakibatkan korban dari kecelakaan lalu lintas

tersebut tidak sedikit, baik korban yang menderita luka ringan, luka berat sampai

mengakibatkan korban meninggal dunia serta kerugian-kerugian lain yang timbul karena

kerusakan kendaraan akibat kecelakaan lalu lintas. Pelanggaran terhadap ketentuan pidana

tentang lalu lintas dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan

kerugian. Kecelakaan yang ditimbulkan tersebut bukan hanya berupa tabrakan, baik antar

sesama kendaraan bermotor maupun antara kendaraan bermotor dengan pemakai jalan

lainnya, tetapi dapat pula berupa kecelakaann lainnya seperti jatuhnya penumpang dari bus

(13)

semacam itu, pada umumnya orang akan mempermasalahkan mengenai hukuman yang

dijatuhkan kepada si pelaku yang bersalah dalam kecelakaan itu.67

Umumnya masyarakat seringkali memahami hukum sebagai sesuatu perangkat

aturan yang dibuat oleh negara dan mengikat warga negaranya dengan mekanisme

keberadaan sanksi sebagai pemaksa. Tujuan hukum adalah terciptanya suatu kedamaian yang

didasarkan pada keserasian antara ketertiban dengan ketentraman. Tujuan hukum tersebut

akan tercapai manakala terdapat keserasian antara kepastian hukum dengan kesebandingan

hukum sehingga menghasilkan suatu keadilan.68

Von Sovigny, seorang ahli hukum asal Jerman dalam buku Anton Tabah yang

berjudul Mata Hati Polisi Indonesia menegaskan bahwa hukum akan dapat berjalan efektif

apabila ada keserasian antara aturan hukum dengan kultur masyarakatnya. Kultur masyarakat

ini juga akan menjadi kultur hukum yang biasanya tercermin pada peraturan hukum yang

ada.69

Di Indonesia terdapat pengaturan mengenai lalu lintas yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan. Di dalam

undang-undang ini memuat pengaturan-pengaturan lalu lintas yang wajib dipatuhi dan juga sanksi

bagi yang melanggarnya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti di Satlantas Apabila dikaitkan dengan kondisi kultur masyarakat saat ini, jelas dalam kondisi

kurang menguntungkan. Masyarakat kita masih belum memiliki kesadaran hukum yang baik,

sikap mental yang suka menerobos dan mau taat hukum apabila ada rangsangan dari luar. Hal

ini tercermin pada tingkah laku masyarakat dalam menaati hukum hanya apabila melihat

petugas hukum. Disamping itu faktor prasarana yang tidak mendukung dan minimnya

petugas dalam penegakan hukum mengakibatkan tidak seluruhnya masalah pelanggaran lalu

lintas dapat ditangani dengan baik.

67 Marianna Sutadi, Tanggung Jawab Perdata dalam Kecelakaan Lalu Lintas, (Jakarta:Mahkamah

Agung RI. 1992), hlm. 2.

68

Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2005). Hlm. 7

(14)

Polresta Medan terdapat dua faktor yangmenjadi penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas

dan angkutan jalan oleh masyarakat yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor pemicu pelanggaran lalu lintas yang berasal dari

dalam diri pelaku. Berikut ini faktor yang menjadi pendorong seseorang melakukan suatu

pelanggaran lalu lintas70

a. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi peraturan lalu lintas. :

Faktor yang dapat mempengaruhi keamanan dan ketertiban lalu lintas adalah

kesadaran masyarakat akan peraturan berlalu lintas dan kepentingan manusia yang

berlainan. Hal ini menyebabkan manusia cenderung bersikap ceroboh dan lalai.

Bahkan kesengajaan menjadi faktor dominan terjadinya pelanggaran lalu lintas.

Semakin tinggi kesadaran masyarakat akan hukum maka semakin memungkinkan

adanya penegakkan hukum di masyarakat. Karena hukum berasal dari masyarakat dan

diperuntukkan mencapai kedamaian di masyarakat pula. Oleh karena itu, dipandang

dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakkan hukum

tersebut.

Dalam kaitanya dengan efektifitas penerapan/pelanggaran hukum, masalah

kesadaran hukum dalam diri masyarakat sangat memegang peranan penting.

Masyarakat yang ingin melihat terciptanya suatu ketertiban dalam masyarakat akan

berusaha untuk teratur sehingga tercipta suatu pola hubungan tingkah laku yang

teratur. Masyarakat dianggap tau dengan keberadaan hukum itu sendiri untuk

dijalankan.

Pola hubungan antara hukum dengan perilaku masyarakat, terdapat unsur

pervasive socially (penyerapan sosial). Artinya bahwa kepatuhan dan ketidakpatuhan

70 Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi (Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas) Polresta Medan,

(15)

terhadap hukum serta hubungannya dengan sanksi atau rasa takut terhadap sanksi

dikatakan saling relevan atau memiliki pertalian yang jelas apabila aturan-aturan

hukum dan penegakannya telah diatur jelas maka dibutuhkan adanya kesadaran dari

masyarakat itu sendiri untuk menciptakan hukum sebagai kontrol sosial.71

Hal yang juga sering terjadi adalah bahwa ketika pengemudi melanggar suatu

peraturan lalu lintas, hal pertama yang diajukan pengemudi tersebut adalah negosiasi

“jalan damai” dengan aparat kepolisian, tidak sedikit juga orang mencoba berdamai Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku

disebabkan belum adanya kesadaran masyarakat untuk memahami peraturan tersebut

karena kurang adanya sosialisasi terkait peraturan lalu lintas. Hal ini dapat dilihat dari

perilaku masyarakat dalam berlalulintas, tidak semua pengemudi kendaraan paham

dan mengetahui peraturan lalu lintas sehingga dapat menimbulkan pelanggaran.

Ditambah lagi kebanyakan dari pengendara bermotor khususnya sepeda motor dalam

memperoleh SIM, didapat dengan cara yang instan daripada mengikuti prosedur yang

benar.

Selain itu kebanyakan masyarakat hanya patuh ketika ada petugas yang

mengatur lalu lintas di persimpangan jalan atau ada Polisi yang sedang berjaga di pos

Polisi. Kemudian sering juga kita dengar “peraturan ada untuk dilanggar” yang sangat

melekat dibenak masyarakat sehingga sebagian orang menerapkannya. Ini juga

merupakan salah satu alasan yang mengurangi tingkat kesadaran seseorang mematuhi

peraturan lalu lintas.

Kepatuhan masyarakat terhadap rambu-rambu lalu lintas dan peraturan lalu

lintas masih dipengaruhi oleh kehadiran petugas Polisi lalu lintas. Masalah utamanya

adalah belum adanya kesadaran berlalu lintas yang baik dalam diri masyarakat.

71 Adam Podgorecki, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum. (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987) Hlm.

(16)

sebelum proses pengadilan untuk mendapatkan kembali surat-surat yang ditahan

kepolisian.

b. Faktor Kematangan Emosional Manusia

Perilaku seorang pengemudi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh berbagai

faktor berupa faktor dari luar keadaan sekelilingnya, cuaca, penerangan jalan dimalam

hari, selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi emosionalnya sendiri seperti tidak

sabar/terburu-buru atau lagi sedang keadaan marah-marah. Salah satu faktor seseorang

melakukan pelanggaran lalu lintas adalah faktor emosional. Faktor ini dapat

dipengaruhi berbagai hal antara lain usia dan tingkat pendidikan seseorang tersebut.

Emosi adalah respon fisik dan mental yang sangat kuat, emosi dapat menimbulkan

dampak perilaku mengemudi yang dapat mengganggu pengguna jalan lain.72

Menurut Alik Ansyori Alamsyah seorang pengamat permasalahan lalu lintas

dalam buku Analisis Keselamatan Lalu Lintas Jalan menyatakan bahwa ada berbagai

faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik psikologi dasar pengendara. Faktor

tersebut ada yang bersifat tetap ataupun sementara. Contoh dari faktor yang

mempengaruhi karakteristik psikologi dasar pengendara yang bersifat tetap adalah

umur, cacat, atau penyakit yang menyebabkan penurunan kemampuan fisik secara

permanen. Sedangkan contoh dari faktor yang mempengaruhi karakteristik

pengendara yang bersifat sementara adalah kelelahan yang dapat menyebabkan

seseorang pengendara tidak dapat melihat rambu-rambu dengan jelas.73

72 Tri Tjahjono, Analisis Keselamatan Lalu Lintas Jalan, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), Hlm. 26.

73 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, (Malang: UMM Press, 2008), Hlm. 10.

Perilaku yang

membudaya dari pengguna jalan merupakan salah satu faktor utama yang sangat

berpengaruh terhadap situasi lalu lintas. Etika, sopan santun, serta toleransi antar

(17)

jalan akan menimbulkan interaksi yang dapat mewarnai situasi lalu lintas berupa hasil

yang positif seperti terciptanya keamanan, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor pemicu yang berasal dari luar diri pelaku pelanggaran

yang menjadi pemicu terjadinya suatu pelanggaran lalu lintas. Berikut ini beberapa faktor

dari luar diri yang mengakibatkan seseorang melakukan pelanggaran lalu lintas74

a. Faktor Prasarana Lalu Lintas

:

Sarana atau fasilitas mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,

organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup. Tanpa

adanya sarana atau fasilitas, maka tidak mungkin penegak hukum akan berlangsung

dengan lancar. Sarana dan prasarana mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi

kelancaran pelaksanaan penegakkan hukum sangat mudah dipahami, dan banyak

sekali contoh-contoh masyarakat.75

Misalnya pada UU No. 22 Tahun 2009 Paragraf 9 tentang Tata Cara Berlalu

Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum Pasal 126 setiap orang yang

mengemudikan kendaraan bermotor umum angkutan orang dilarang berhenti selain di

tempat yang telah ditentukan. Tetapi kenyataan di jalan, jumlah halte yang disediakan

sangat terbatas. Sehingga menimbulkan pelanggaran-pelanggaran terhadap

undang-undang tersebut.76

Dalam menciptakan dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban serta

kelancaran lalu lintas, faktor sarana dan prasarana lalu lintas memiliki peranan penting

dalam berlalu lintas. Untuk menciptakan lalu lintas yang selamat, aman, cepat, lancar,

74 Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi (Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas) Polresta Medan,

4 Juli 2016 pukul.09.30 Wib

75 M. Karjadi, Kejahatan Pelanggaran dan Kecelakaan, (Bogor : Politeia. 1981). hlm. 63.

(18)

tertib dan teratur dibutuhkan faktor sarana dan prasarana lalu lintas yang memadai

yang meliputi jaringan transportasi jalan.

Jaringan transportasi jalan merupakan rangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan

yang dihubungkan oleh lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan

untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, dalam hal ini yang

dimaksudkan dengan Jalan adalahjalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum,

yang merupakan ruang lalu lintas tempat kendaraan dan orang bergerak untuk

berpindah tempat.

Penataan jaringan jalan merupakan bagian penting agar tersusun sistem jaringan

yang baik maka harus diperhatikan tata jenjang jaringan jalan. Penetapan jaringan

jalan merupakan salah satu unsur pokok pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan

untuk mencapai tujuan terciptanya sistem lalu lintas andal, aman, nyaman, cepat,

tertib, teratur, dan efisien. Selain itu jaringan angkutan jalan harus mampu

memadukan moda angkutan agar mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah untuk

menunjang pemerataan dan terhindar dari penumpukan kendaraan.77

Untuk keselamatan, keamanan , ketertiban, dan kelancaran lalu linras serta

kemudahan bagi pengguna jalan, Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas

umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:78

a) rambu Lalu Lintas;

b) marka Jalan;

c) alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;

d) alat penerangan Jalan;

e) alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;

f) alat pengawasan dan pengamanan Jalan;

77

Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, (Bandung: Penerbit ITB, 2002), Hlm. 8

(19)

g) fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan

h) fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di

Jalan dan di luar badan Jalan.

Sarana dan prasarana yang belum maksimal dan perawatannya yang masih

kurang khususnya jalan. Kondisi jalan masih banyak yang rusak, ruas badan jalan

yang sempit menjadi faktor timbulnya pelanggaran lalu lintas.

Menurut Warpani dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, kondisi jalan buruk dapat menjadi salah satu sebab terjadinya

pelanggaran yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Meskipun demikian,

semuanya kembali kepada manusia sebagai pengguna jalan itu sendiri. Dengan

rekayasa, para ahli merancang sistem jaringan dan rancang bangun jalan sedemikian

rupa untuk “mempengaruhi” tingkah laku para pengguna jalan, dan mengurangi atau

mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas.79

b. Faktor Penegak Hukum

Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, oleh karena

mencakup mereka yang secara langsung dan secara tak langsung berkecimpung

dibidang penegakan hukum. Dalam tulisan ini yang dimaksudkan dengan penegak

hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam

bidang penegakan hukum yaitu Kepolisian.

Setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan perananan

(role). Apabila dalam kenyataannya terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang

seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka

(20)

terjadi suatu kesenjangan peranan (role-distance).80

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang

hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi

masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari

golongan sasaran, di samping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang

dapat diterima oleh mereka. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu,

lingkungan yang tepat dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah

hukum yang baru, serta memberikan keteladanan yang baik.

Demikian pula dengan polisi lalu

lintas. Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas

kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan

masyarakat dan rekayasa lau litas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau

kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam

bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban, dan kelancaran berlalu

lintas.

Unsur lain yang dapat menjadi pemicu terjadinya pelanggaran lalu lintas adalah

unsur penegak hukumnya, unsur penegak hukum dalam hal ini adalah polisi lalu lintas

yang memegang kendali dalam penegakan hukum, prinsip yang berkembang dalam

masyarakat adalah keamanan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas adalah mutlak

tanggung jawab polisi. Prinsip ini keliru, bahwa keamanan, ketertiban dan kelancaran

berlalu lintas merupakan tanggung jawab bersama dan tidak dibebankan sepenuhnya

kepada aparat kepolisian saja.

81

Penegak hukum seringkali melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan

terhadap masyarakat, seperti halnya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh

oknum kepolisian. Hal yang dimaksudkan penulis ialah oknum polisi melakukan

80

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1983), Hlm. 21.

(21)

penilangan tanpa adanya surat tugas dari atasan sehingga jika pelanggar tidak ingin

ditilang maka diberikan pilihan apakah penyelesaiannya di tempat kejadian atau

mengikuti sidang. Menurut Undang-undang Kepolisian Pasal 17, setiap pelanggaran

terhadap kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dikenakan sanksi

moral berupa :

1) Perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela .

2) Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara

terbatas ataupun secara terbuka.

3) Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi .

4) Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian.

Rinto Raharjo dalam bukunya Tertib Berlalu Lintas menyatakan bahwa tingkat

pelanggaran lalu lintas dipengaruhi oleh profesionalisme penegak hukum. Mentalitas

penegak hukum merupakan titik sentral daripada proses penegakan hukum. Hal ini

disebabkan, oleh karena pada masyarakat Indonesia masih terdapat kecendrungan

yang kuat, untuk senantiasa mengidentifikasikan hukum dengan penegaknya. Apabila

penegaknya bermental baik, maka dengan sendirinya hukum diterapkannya juga baik.

Maka dengan begitu tingkat pelanggaran lalu lintas dapat dikendalikan dengan baik.82

(22)

BAB IV

PERANAN POLRESTA MEDAN DALAM MENANGGULANGI

TINDAK PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS YANG TERJADI

DI KOTA MEDAN

C. Upaya penanggulangan POLRESTA Medan terhadap Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan

Mempelajari tindak pidana sebagai gejala sosial tentu tidak lengkap apabila tidak

mempelajari cara penanggulangan terjadinya tindak pidana tersebut, meskipun kita

memahami bahwa masalah kejahatan dan penanggulangannya timbul dan ditentukan oleh

masyarakat itu sendiri.83

Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum

maupun dari politik kriminal, menurut Prof. Soedarto, “politik hukum” adalah usaha untuk

mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi tertentu.

Kebijakan dari Negara melalui Badan-badan yang berwenang untuk menetapkan

peraturan-peraturan yang dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam

masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita- citakan.

Upaya penanggulangan kejahatan maupun pelanggaran termasuk

dalam kerangka kebijakan kriminal atau criminal policy. Usahan dan kebijakan untuk

membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari

tujuan penanggulangan kejahatan atau tindak pidana, upaya ini sering disebut dengan politik

hukum atau politik hukum pidana. Kebijakan ini pada hakekatnya untuk melindungi

masyarakat (social defence planning atau protection of society).

84

83 M. Hamdan. Politik Hukum Pidana. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 1997). Hlm. 47.

84Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung:Alumni. 1981). hlm. 159

Defenisi ini diambil oleh dari

defenisi Marc Ancel yang merumuskan sebagai “the rational organization of the control of

(23)

socialreaction to crime”. Berbagai defenisi lainnya yang dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels ialah:85

a. Criminal policy is the science of responses.

b. Criminal policy is the science of crime prevention.

c. Criminal policy is a policy of designating human behavior as crime. d. Criminal policy is arational total of the responses to crime.

Istilah Criminal Policy yang dipergunakan oleh Hoefnagels bila diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “kebijakan kriminal”. Istilah ini agaknya kurang pas

karena seolah-olah mencari suatu kebijakan untuk membuat kejahatan (kriminal). Istilah ini

lebih tepat digunakan sebagai kebijakan penanggulangan kejahatan.86

Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian

integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai

kesejahteraan (social welfare). Kebijakan penanggulangan kejahatan atau bisa disebut juga

politik kriminal memiliki tujuan akhir atau tujuan utama yaitu “perlindungan masyarakat

untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal

policy) itu sendiri merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). Kebijakan penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan social (socialpolicy) dan termasuk juga dalam kebijakan legislatif (legislative policy). Politik kriminal pada

hakikatnya juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial yaitu kebijakan atau upaya

untuk mencapai kesejahteraan sosial.87

Menurut Hoefnagels kebijakan penanggulangan kejahatan (criminalpolicy) dapat

dilakukan dengan memadukan upaya penerapan hukum pidana (criminal law application),

pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana (prevention without punishment) dan upaya

85

Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep

KUHP Baru). (Jakarta:Kencana Prenada Media Group. 2008), hlm. 1. 86

Mahmud Mulyadi. Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam

Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, (Medan:Pustaka Bangsa Press. 2008) hlm 51.

(24)

mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media

massa (influencing views ofsociety on crime and punishment (mass media).88

Dari uraian pembagian kebijakan oleh Hoefnangels tersebut dapat dilihat bahwa

upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan dalam arti: Pada dasarnya

penal policy lebih menitikberatkan pada tindakan represif setelah terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan nonpenal policy lebih menitikberatkan pada tindakan preventif sebelum

terjadinya suatu tindak pidana.

89

a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik hukum kriminal dan politik sosial.

b. Ada keterpaduan (integralitas) antar upaya penanggulangan kejahatan dengan

“penal” dan “non penal”.

Keterpaduan maksudnya bahwa dalam melakukan kebijakan penanggulangan tidak

dapat hanya menggunakan kebijakan hukum pidana (penal) saja tetapi juga harus

menggunakan berbagai macam pendekatan seperti kebijakan sosial dan kebijakan

pembangunan nasional.90

1. Upaya Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas Secara Penal

Karena penerapan hukum pidana sendiri memiliki banyak

kekurangan dalam mencapai tujuannya.

Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu

perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana

(perbuatan yang dapat dipidana). Jadi pada hakikatnya kebijakan kriminalisasi merupakan

bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum

pidana (penal) sehingga termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana (penal policy).91

88 Mahmud Mulyadi, Op. Cit, Hlm. 17

89 Barda Nawawi Arief, Op. Cit, hlm. 3-4.

90

Ibid.

91 Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia,

(25)

Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya

mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Di

samping itu, karena tujuannya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya,

maka kebijakan penegakan hukum inipun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu

segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu

masalah yang termasuk masalah kebijakan, maka penggunaan hukum pidana sebenarnya

tidak merupakan suatu keharusan. Tidak ada kemutlakan dalam bidang kebijakan, karena

pada hakikatnya dalam masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan

penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternative.

Hal ini berarti bahwa dalam menanggulangi suatu kejahatan tidak ada suatu

keharusan yang mewajibkan untuk menanggulangi kejahatan tersebut dengan sarana

hukum pidana (penal), mengingat penanggulangan kejahatan dengan menggunakan

kebijakan hukum pidana berupa pemberian pidana memberikan dampak buruk seperti

yang dikemukakan oleh Herman Bianchi bahwa lembaga penjara dan pidana penjara harus

dihapuskan untuk selama-lamanya dan secara menyeluruh. Tidak sedikitpun (bekas) yang

patut diambil dari sisi yang gelap di dalam sejarah kemanusiaan ini.92

Kebijakan penal yang bersifat represif, namun sebenarnya juga mengandung unsur

prefentif, karena dengan adanya ancaman dan penjatuhan pidana terhadap delik

diharapkan ada efek pencegahan/penangkal (“deterrent effect”) nya. Di samping itu,

kebijakan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan, karena hokum pidana

merupakan salah satu sarana kebijakan sosial untuk menyalurkan “ketidaksukaan

masyarakat (“social dislike”) atau pencelaan/kebencian sosial (“social disapproval social

abhorrence”) yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana “perlindungan sosial”

92 Herman Bianchi dalam Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya

(26)

(“social defence”). Oleh karena itulah sering dikatakan, bahwa “penal policy” merupakan

bagian integral dari “social defence policy”.93

Pencegahan dan penanggulangan kejahatan secara penal tahap fungsionalisasinya

harus melalui beberapa tahap, yaitu :94

a. Tahap formulasi (kebijakan legislatif) ,adalah tahap penentuan terhadap perbuatan apa

saja yang seharusnya dijadikan sebagai tindak pidana (kebijakan kriminalisasi) dan

sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan terhadap pelanggar.

b. Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif) undang-undang adalah tahap penerapan

pasal-pasal yang ada di dalam undang-undang tersebut kepada masyarakat.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 ini berlaku mulai tanggal 22 Juni 2009 untuk

menggantikan undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan yang sebelumnya yaitu

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. Tetapi sangatlah tidak mungkin para pihak

terkait langsung dapat menerapkan undang-undang ini begitu saja, karena setiap

undang-undang baru tentu saja memerlukan sosialisasi sebelum benar-benar

diterapkan kepada masyarakat.

c. Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administrative) adalah kebijakan untuk

memberikan sanksi pidana yang ada dalam didalam undang-undang lalu lintas

tersebut kpada pelaku tindak poidana lalu lintas dan angkutan jalan pemberian

sanksinya harus sesuai dari ketentuan yang ada didalam Undang-Undang Nomor 22

tahun 2009.

Penanggulangan secara penal lebih menitikberatkan pada tindakan represif setelah

terjadinya suatu pelanggaran lalu lintas untuk memberikan efekjera bagi pelanggar. Untuk

93

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam

Penanggulangan Kejahatan. (Jakarta : Kencana, 2008). Hlm 182.

(27)

di Satuan Polisi Lalu Lintas Polresta Medan adapun tata cara prosedur penindakan

pelanggaran lalu lintas terdiri dari95

a. Tahap Pertama

:

1. Menghentikan pelanggar, memeriksa surat kelengkapan kendaraan (SIM, STNK,

STCK) maupun identitas pelanggar.

2. Memberitahukan bahwa ia melakukan pelanggaran terhadap peraturan

Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai pasal yang dilanggar.

3. Memberitahukan sanksi atas pelanggaran tersebut dan memberi penjelasan

mengenai tata cara mempertanggungjawabkan perbuatannya, yaitu dengan

melaksanakan sidang dan membayar denda, atau tanpa sidang tetapi menyetorkan

uang titipan ke bank yang ditunjuk.

4. Menuliskan nama, pangkat / NRP, Jabatan dan kesatuan penindak pada borgol

tilang.

5. Menuliskan atau memberi tanda pada tulisan yang ada pada blanko tilang yakni

kesatuan penindak, nama pelanggar dan jenis kelamin, alamat, pekerjaan, umur,

nomor KTP, golongan, tempat tanggal lahir. Untuk kendaraan juga dicatat nomor

polisi kendaraan, jenis, merk, nomor chasis, dan nomor mesin kendaraan pelanggar

(dicocokkan dengan STNK). Serta memuat hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam

saat ditindak dan tempat kejadian pelanggaran. Pasal yang dilanggar dan jumlah

uang titipan atau ancaman denda sesuai dengan tabel yang ada pada lembar buku

tilang.

b. Tahap Kedua

a) Menjelaskan sekali lagi cara pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan oleh

pelanggar dan pasal yang dilanggar serta denda atas pelanggaran yang dilakukan

95 Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi (Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas) Polresta Medan,

(28)

b) Apabila pelanggar menolak atau tidak setuju atas sangkaan penyidik/penyidik

pembantu, maka :

I. Penyidik mencoret dengan tefas tulisan “DITITIPKAN” yang tertera pada

lembar tilang.

II. Menyita barang bukti yang diperlukan sesuai dengan pelanggaran yang

dilakukan, yaitu:

1. Jika pelanggar tidak memiliki SIM, maka yang disita adalah kendaraan

bermotor (karena pelanggar belum berhak mengemudikan kendaraan

bermotor).

2. Jika pelanggar lupa membawa SIM dan dapat dibuktikan, maka yang

disita adalah STNK.

3. Jika kendaraan bermotor yang digunakan tidak ada STNK, atau STNK

nya tidak cocok dengan kendaraan, maka yang disita adalah kendaraan

bermotornya berikut STNK yang diduga palsu tersebut, yang selanjutnya

tersangka diperiksa lebih lanjut ke kantor polisi terdekat mengenai

keabsahan kendaraan/surat-surat yang dimilikinya dan dalam hal ini

pemerikasaan dapat dilanjutkan oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal.

4. Jika pelanggar memiliki surat-surat yang sah dan kendaraan bermotor

dicurigai merupakan benda hasil kejahatan, maka yang disita adalah satu

dari surat-surat yang sah tersebut.

III. Memberi tanda silang (X) pada lambang kotak yang tersedia sesuai dengan

jenis barang bukti yang disita oleh penyidik.

IV. Menuliskan hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam saat ditindak dan tempat

alamat dimana pelanggar wajib hadir untuk persidangan di Pengadilan

(29)

V. Melengkapi penulisan blanko dengan Kesatuan Penyidik serta tanda tangan,

nama, pangkat, dan NRP penyidik.

VI. Meminta pelanggar menanda tangani blanko tilang sesuai ruang tanda tangan

untuk pelanggar.

VII. Menyerahkan lembar surat tilang berwarna merah kepada pelanggar sambil

memberi penjelasan singkat dan lengkap sehingga pelanggar mengerti apa

yang harus dilakukan.

c) Apabila pelanggar tidak setuju atau mengaku atas sangkaan yang disangkakan oleh

penyidik maka:

I. Penyidik mencoret tulisan “DISITA” yang tertera pada lembar tilang, dan

memberi tanda pada tulisan “DITITIPKAN”.

II. Menerima penyerahan surat-surat atas kendaraan yang dititipkan terdakwa.

III. Memberi tanda silang (X) pada kotak barang bukti atau barang titipan yang

tercantum pada lembar tilang.

IV. Ketentuan barang bukti atau barang titipan sebagaimana dimaksud huruf B

tetap merupakan alasan untuk melakukan penindakan terhadap benda titipan

pelanggar.

V. Menuliskan alamat bank yang ditentukan sebagai bank pendukung tilang.

VI. Mencoret tulisan atau kata “HADIR SENDIRI” dan menjelaskan kepada

pelanggar bahwa penyidik telah menyiapkan wakil dari terdakwa untuk

menghadiri sidang di Pengadilan selanjutnya menuliskan umur dan alamat

wakil yang dimaksud.

VII. Menulis alamat kantor Polisi dimana barang titipan terdakwa dapat diambil

(30)

VIII. Melengkapi penulisan kesatuan, tanda tangan, nama, pangkat, dan NRP

penyidik.

IX. Menyerahkan lembar tilang berwarna biru kepada terdakwa sambil

menjelaskan singkat sehingga pelanggar mengerti apa yang harus dilakukan.

c. Tahap Ketiga

Setelah selesai melaksanakan kegiatan penindakan, penyidik menghimpun dan

menyusun berkas penyidikan serta barang bukti / barang titipan untuk diserahkan

kepada Kepala Urusan Administrasi Tilang dan melaporkan kepada Kepala Unit

Penindak Kesatuan, dengan melaksanakan:

a) Membuat rekapitulasi hasil kegiatan penindakan dan mencatat alat bukti

yang diserahkan kepada Kepala Urusan Administrasi Tilang dengan

memuat Berita Acara Penyerahan alat bukti.

b) Menghitung borgoltilang dan mencocokkan dengan hasil / berkas

penindakan, kemudian mencatat dalam buku harian penyidik.

c) Mengajukan borgol tilang untuk ditandatangani oleh anggota Urusan

Administrasi Tilang.

d) Membuat Berita Acara penyerahan berkas penyidikan dan barang bukti

dari penindak kepada Kepala Urusan Administrasi Tilang.

e) Menyerahkan semua berkas dan barang bukti kepada Kepala Urusan

Administrasi Tilang dengan Berita Acara penyerahan berkas penyidikan

dan barang bukti. Pada tahap ini, tugas penyidik telah selesai.

d. Tahap Keempat

Proses penyerahan barang bukti oleh Urusan Administrasi Tilang, yaitu:

(31)

1. Bagian administrasi tilang atau barang bukti menerima barang

bukti, serta menerima bukti penyetoran uang dengan dan bukti

putusan hakim atas perkara pelanggaran yang dilakukan.

2. Menyerahkan barang bukti kepada pemiliknya/ pelanggar setelah

diteliti kecocokan dengan surat-surat kendaraan atau data pada

berkas tilang, dengan melaksanakan penanda tanganan penyerahan

barang bukti oleh pemiliknya.

3. Menyenggarakan pengadministrasian hasil perkara tilang ke buku

register tilang.

b) Kepada pelanggar yang diwakilkan dalam persidangan:

1. Bagian administrasi tilang/barang bukti menerima lembar tilang

warna biru yang telah di cap/di stempel dan ditandatangani oleh

petugas bank dan atau menunjukkan bukti setor ke bank yang telah

ditentukan.

2. Menyerahkan barang titipan kepada pemiliknya dengan

menandatangani penyerahan barang titipan oleh petugas dan

penerima barang titipan oleh pemiliknya, dan

4. Menyelenggarakan pengadministrasian hasil perkara tilang ke buku

register tilang.

2. Upaya Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas Secara Non Penal

Penerapan kebijakan non penal lebih menitiktekankan terhadap tindakan

pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Sasaran utamanya bagaimana kebijakan itu

mampu menangani faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan tindak pidana

(32)

bersinergi terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang secara langsung atau tidak

langsung dapat menumbuh suburkan upaya percaloan dalam perekrutan tenaga kerja untuk

ekploitasi atau perbudakan.

Pencegahan kejahatan (upaya non penal) memfokuskan diri pada campur tangan

sosial, ekonomi dan berbagai area kebijakan publik dengan maksud mencegah terjadinya

kejahatan. Bentuk lain dari keterlibatan masyarakat, nampak dari upaya pencegahan

situasional dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam penggunaan sarana kontrol sosial

informal. Peningkatan pencegahan kejahatannya berorientasi pada pelaku atau

offender-centred crime prevention dan berorientasi pada korban atau victim-offender-centred crime prevention.96

Sebagai perwujudan peduli terhadap kemanusiaan dan memfokuskan pada

keselamatan jalan. Penjabaran Program Akselerasi fungsi lalu lintas Unit Kesatuan Lalu

Lintas Polres Kotamadya Medan yang merupakan upaya penanggulangan non penal

merupakan tindak lanjut Program Akselerasi Transpormasi Polri sebagai salah satu fungsi

pelayanan Polri dalam upaya memberikan pelayanan lalu lintas diharapkan mampu

memberikan pelayanan prima dengan standar nasional menuju Polri yang mandiri,

profesional dan dipercaya masyarakat, yang diimplementasikan melalui 12 program upaya

non penal yaitu97

1) Polisi Sahabat Anak (Polsana). .

Polsana merupakan kegiatan penanaman tentang kesadaran dan tertib berlalu

lintas sejak usia dini yang juga untuk membangun image atau citra positif polisi

terhadap anak-anak. Penanaman disiplin lalu lintas terhadap anak-anak merupakan

96 Abintoro Prakoso, “Kriminologi Hukum & Hukum Pidana”, (Yogyakarta:Penerbit Laksbang

Grafika, 2013), hlm. 159.

97

(33)

penyelamatan anak bangsa. Polsana merupakan program jangka panjang, yang harus

selalu ditumbuhkembangkan dan dilakukan secara berkesinambungan. Kegiatan

Polsana dapat dilakukan melalui kunjungan maupun open house (anak –anak yang

berkunjung ke kantor polisi). Sasaran Program Polsana ditujukan pada pra pengguna

jalan aktif yaitu usia antara 3 sampai 11 tahun atau pelajar tingkat Play group, Taman

kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Metode pembelajaran melalui kegiatan

Permainan, Kuis, Simulasi, bernyanyi, pengenalan rambu, marka dan aturan lalu

lintas secara visual serta lomba tertib lalu lintas tingkat dasar.

2) Patroli Keamanan Sekolah (PKS).

PKS merupakan Program pembinaan dan pembelajaran bagi siswa-siswa

sekolah untuk berlatih dan belajar untuk mencari akar masalah sosial dilingkungan

sekolah dan upaya-upaya penanganannya. Dalam hal ini anak-anak juga diajarkan

untuk peduli dan peka terhadap masalah sosial dan berperan aktif mendukung

kegiatan belajar mengajar di sekolah serta merupakan mitra dalam mewujudkan

keamanan sekolah dengan harapan setiap siswa yang terlibat dalam PKS mampu

menjadi pioneer dan contoh bagi pelajar lain di lingkungannya selain mewujudkan

sispam swakarsa dan bentuk lain dari perpolisian masyarakat (POLMAS).

Sasaran Program Polsana ditujukan pada pengguna jalan aktif pemula yaitu

usia 12 sampai 18 tahun atau pelajar tingkat SMP maupun SMU, Metode

pembelajaran melalui kegiatan Pelatihan, diskusi, ceramah, simulasi dan lomba tertib

lalu lintas yang bersifat interaktif. Dalam pelaksanaannya pelajar juga diajarkan untuk

peduli dan peka terhadap masalah sosial dan berperan aktif mendukung kegiatan

belajar mengajar di sekolah. Masalah sosial yang mungkin muncul di lingkungan

sekolah antara lain : masalah lalu lintas, perkelahian antar pelajar, narkotika dan

(34)

anak-anak juga menjadi mitra polisi untuk mencari akar masalah dan solusinya yang

tepat.

3) Police Goes to Campus

Police goes to campus bukan sekedar sosialisasi tentang lalu lintas di lingkungan kampus tetapi merupakan kegiatan dari kepolisian yang mengajak kalangan

kampus atau akademisi sebagai salah satu stake holder untuk ikut berperan serta dalam

menangani masalah lalu lintas.74 Dalam kegiatan ini tidak hanya sebatas kepada

mahasiswa tetapi juga para dosen. Kegiatan police goes to campus dapat dilakukan

melalui kunjungan, diskusi, seminar, debat publik, kampanye keselamatan lalu lintas

dan sebagainya. Pada program kegiatan ini diharapkan menimbulkan kematangan baik

secara personal terhadap emosional maupun intelektual mahasiswa dan dosen dalam hal

etika, sopan santun dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku dalam berlalu lintas di jalan raya serta memunculkan kepedulian terhadap

lingkungannya sehingga mampu berperan aktif sebagai subjek akademisi maupun figur

untuk memberikan suatu solusi dalam tinjauan akademis dalam penanganan

permasalahan lalu lintas

Kegiatan tersebut di atas (Polsana, PKS, Police goes to campus) sebagai

kepedulian kami terhadap pendidikan. Kami juga menyadari bahwa pada pendidikanlah

tergantung masa depan bangsa. Pendidikan akan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

menyelamatkan bangsa dari lost generation maupun dari berbagai ancaman maupun

tantangan masa depan yang makin berat dan kompleks.

4) Safety Riding

Safety riding merupakan kegiatan untuk keselamatan berkendara. Kegiatan ini mencakup pada kegiatan pendidikan dan pelatihan ketrampilan mengendarai kendaraan

(35)

dilatihkan dan diselenggarakan oleh polisi yang bekerjasama dengan sektor bisnis,

media dan LSM yang ditujukan baik dari tingkat pelajar, mahasiswa, pengemudi

angkutan umum, club otomotif, masyarakat umum atau siapa saja yang peduli terhadap

masalah keselamatan berkendara dengan bertujuan meningkatkan kemampuan serta

kesadaran berlalu lintas untuk keselamatan para pengguna jalan.

Implementasi Program kegiatan safety riding dilaksanakan melalui kegiatan :

touring, pendidikan dan pelatihan berkendara baik teori maupun praktek, sepeda motor

lajur kiri (kanalisasi) dan menyalakan lampu siang hari (Light on) pemasangan

spanduk/baliho himbauan dan lain-lain.

5) Kampanye Keselamatan Lalu Lintas.

Kampanye keselamatan lalu lintas merupakan kegiatan bersama (kemitraan

antara polisi dengan stakeholder) sebagai bentuk kegiatan preventif edukatif yang lebih

bersifat sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keinginan untuk

mentaati peraturan perundang-undangan lau lintas. Program kegiatan Kampanye

keselamatan lalu lintas diimplementasikan melalui kegiatan penerangan secara

langsung, penyuluhan, pembuatan poster, leaflet, stiker, buku petunjuk, komik,

lomba-lomba maupun kesenian.

6) Traffic Board.

Traffic board merupakan wadah untuk mecari akar masalah dan menangani berbagai masalah lalu lintas. Kegiatan tersebut antara lain dengan membentuk forum,

dewan atau asosiasi apa saja yang berkaitan dengan tugas sosial dalam rangka berperan

aktif sebagai wujud dari civil society (masyarakat madani) sehingga terwujud rasa

kebersamaan antara Polri, Instansi terkait yang berkompeten, organisasi bidang

(36)

dalam menangani permasalahan lalu lintas dan dapat diambil solusi yang cepat dan

akurat karena adanya keterlibatan secara langsung oleh badan, instansi, organisasi dan

masyarakat pengguna jalan yang berkompeten di bidangnya. Implementasi tersebut

antara lain : DTK (Dewan Transportasi Kota), Supeltas, OMP (ojek mitra polisi), club

otomotif, ATPM, AISI ataupun BKLL (Badan Keselamatan Lalu lintas)

kota/kabupaten, Provinsi dan Nasional yang telah terstruktur secara resmi di setiap

tingkatan pemerintahan.

7) TMC (Traffic Management Centre).

TMC (Traffic Management Centre) merupakan pusat manajemen lalu lintas

yang melakukan kegiatan informasi, komunikasi, komando dan pengendalian, serta

kontrol. TMC bekerjasama dengan media, petugas-petugas lain, instansi terkait, yang

dilengkapi dengan sistem teknologi komputerisasi, CCTV, GIS, GPS, SMS, jalur on

line, Web site, dan lainnya. Dari TMC dapat dipantau dan diketahui situasi lalu lintas

aktual dan informasi yang akurat dari petugas di lapangan, dan berbagai informasi lalu

lintas baik infrastruktur, transportasi umum, jalur alternatif, informasi tentang

kendaraan bermotor serta informasi lainnya yang dapat diakses langsung oleh

masyarakat sebagai wujud peningkatan pelayanan dan transparansi Polri.

8) KTL (Kawasan Tertib Lalu Lintas).

KTL (Kawasan Tertib Lalu Lintas) merupakan pilot proyek / proyek

percontohan dari daerah yang semrawut menjadi daerah yang tertib dan teratur. KTL

juga merupakan upaya bersama antar stake holder untuk menangani masalah lalu lintas

secara komprehensif. KTL yang dikembangkan oleh Unit Kesatuan Lalu Lintas Polres

Kota Medan meliputi hampir diseluruh jalur utama perkotaan wilayah Kota Medan

khususnya di Kecamatan Medan Timur, serta jalur lain yang dianggap rawan

(37)

9) Taman lalu Lintas.

Taman lalu Lintas merupakan wadah atau tempat bermain dan belajar berlalu

lintas baik untuk anak-anak maupun siapa saja yang peduli dan ingin mempelajari

tentang lalu lintas. Taman lalu lintas lebih dititikberatkan pada kegiatan simulasi

miniatur lalu lintas jalan raya berikut dengan kelengkapan sarana dan prasarana

jalannya, sehingga khusus bagi pra pengguna jalan aktif (Usia 3 sampai 11 tahun) dapat

secara langsung melakukan simulasi berlalu lintas di jalan raya dengan tidak

membahayakan pengguna jalan lainnya tetapi mendapatkan pengetahuan dan

pengalaman praktek lapangan seperti yang sesungguhnya, dengan harapan pada saat

memasuki usia pengguna jalan aktif telah mampu berlalu lintas secara baik dengan

mematuhi etika, sopan santun dan mematuhi setiap peraturan perundang-undangan

yang berlaku di jalan raya.

10) Sekolah Mengemudi.

Sekolah Mengemudi adalah wadah bagi para calon pengemudi yang merupakan

bagian dari upaya untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan berlalu lintas,

karena pengemudi mempunyai tanggung jawab keselamatan baik untuk dirinya sendiri

maupun pengguna jalan lainya, dan juga peka dan peduli terhadap masalah –masalah

lalu lintas. Dalam hal ini Polisi lalu lintas bekerjasama dengan lembaga-lembaga

pendidikan yang berkaitan dengan sekolah mengemudi.

Dalam pelaksanaan pendidikan mengemudi, Polri khususnya Unit Kesatuan

Lalu Lintas Polres Kota Medan selaku pemberi rekomendasi perizinan dan pembina

teknis selalu melaksanakan koordinasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan

pendidikan mengemudi sehingga sasaran pendidikan untuk mampu memberikan

(38)

telah ditetapkan dan memberikan kontribusi positif terhadap peserta didik untuk

mampu mengaplikasikan hasil pendidikannya sebagai pengguna jalan yang beretika,

sopan santun dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku

dalam berlalu lintas di jalan raya.

11) Saka Bhayangkara Lalu lintas.

Saka Bhayangkara Lalu lintas adalah wadah kegiatan antara polisi dengan

Pramuka yang berkaitan dengan kelalulintasan, baik bidang operasional seperti

penjagaan atau pengaturan, kampanye keselamatan lalu lintas dan lainnya Pelaksanaan

Program Kegiatan Saka Bhayangkara Lalu lintas sebenarnya hampir sama dengan

kegiatan yang dilaksanakan PKS tetapi dalam program ini lebih menekankan pada

kepanduannya, pengetahuan dan keterampilan yang diberikan bukan bertujuan untuk

diaplikasikan langsung sebagai personel yang bertugas sebagai pengamanan swakarsa

seperti PKS, tetapi merupakan bekal pribadi personel Saka Bhayangkara Lalu lintas

sehingga dalam kehidupan berlalu lintas dijalan raya mampu menjadi panutan

rekan-rekannya serta apabila menemukan situasi khusus yang membutuhkan penerapan

pengetahuan dan keterampilannya dapat melakukan secara baik dalam koridor interaksi

sosial (kemanusiaan).

12) Operasi Khusus Kepolisian.

Operasi kusus kepolisian di bidang lalu lintas adalah kegiatan-kegiatan untuk

menangani berbagai masalah lalu lintas yang sifatnya khusus dan merupakan

peningkatan dari kegiatan operasi rutin. Operasi ini dilakukan baik mandiri

kewilayahan (Operasi Simpatik, Operasi Patuh, Operasi Zebra), operasi yang terpusat

(39)

Operasi Kepolisian tidak hanya dalam bentuk kediatan represif semata tetapi

disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan kegiatan Operasi Kepolisian ada yang bersifat

prefentif seperti Operasi Kepolisian Ketupat dan Lilin pada saat hari raya Idul Fitri dan

Natal/Tahun baru, kegiatannya lebih mengarah pada penjagaan, pengaturan,

pengawalan dan patroli dengan tetap melaksanakan kegiatan represif selektif prioritas.

Ada pula Kegiatan Operasi yang bersifat pencitraan seperti operasi Simpatik yang lebih

menekankan pada kegiatan prefentif edukatif.Razia ini biasanya dilakukan di titik-titik

tertentu yang mempunyai peluang besar pelanggar lalu lintas melewati jalan tersebut

yaitu Jalan Sudirman, Jalan Suprapto dan Jalan Imam Bonjol, jalan Juanda, jalan

Sisingamangaraja, jalan Mongonsidi dan lain-lain.

D. Kendala Yang Dihadapi Oleh POLRESTA Dalam Proses Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas di kota Medan

Pelaksanaan upaya menanggulangi pelangaran lalu lintas oleh pihak kepolisian juga

mempunyai beberapa kendala yang dialami. Antara lain98

1) Faktor internal

:

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari kepolisian

itu sendiri. Diantaranya adalah :

a. Dalam penegakan hukum pelanggaran lalu lintas pihak kepolisian terkendala

pada jumlah personil yang dimiliki. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya

titik-titik rawan terjadinya pelanggaran lalu lintas yang belum terjaga oleh

petugas satlantas. Karena daerah yang diprioritaskan adalah jalan protokol.

Selain itu petugas satlantas tidak hanya ditugaskan untuk menjaga dan mengatur

98 Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi (Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas) Polresta Medan,

(40)

lalu lintas tetapi juga mengamankan kegiatan masyarakat yang di Medan seperti

contohnya demo.

b. Jumlah kendaraan patroli yang terbatas untuk melakukan kegiatan penegakan

pelanggaran lalu lintas yang terjadi. Kondisi ini disebabkan karena banyaknya

permintaan pengawalan dari instansi lain. Sehingga kendaraan untuk berpatroli

menjadi berkurang dan menyebkan patroli tidak maksimal. Selain itu alat

komunikasi yang disediakan juga terbatas. Hal ini menyebabkan upaya

menanggulangi pelanggaran lalu lintas kurang maksimal.

c. Adanya oknum aparat yang nakal atau mau menerima suap dan kurang patuh

dalam mematuhi peraturan. Hal ini disebabkan karena mereka merasa

mempunyai kewenangan untuk melakukan penyimpangan yang seharusnya

tidak dilakukan.

d. Dana yang dibutuhkan untuk operasional yang bertujuan untuk keselamatan,

keamanan, ketertiban kelancaran lalu lintas dan rekayasa lalu lintas kurang.

Kondisi ini dibuktikan dengan ketidak sesuaian kebutuhan pelaksanaan tugas

dilapangan yang cukup padat. Seperti contohnya subsidi BBM untuk melakukan

kegiatan anggota lalu lintas dilapangan sangat kurang.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal atau faktor dari luar yang dihadapi oleh pihak kepolisian

dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas adalah

kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap pengetahuan rambu-rambu lalu

lintas dan tata tertib berlalu lintas serta pemahaman tentang keselamatan dan

Gambar

Grafik 1. DATA JUMLAH PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DITANGANI OLEH

Referensi

Dokumen terkait

“Upaya Polri Dalam Mensosialisasikan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Dalam Rangka Meminimalisir Terjadinya Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas”.. Malang: Universitas

Dalam perkembangannya, pelaku tindak pidana lalu lintas jalan ini berkewajiban memberikan santunan kepada korbannya.Santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas

Kendala Atau Hambatan Penanggulangan Polri Dalam Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Wilayah Polresta

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran Pasal 275 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang disebabkan oleh

Penindakan pelanggaran lalu lintas di wilayah hukum Poltabes Yogyakarta dilaksanakan secara persuasif edukatif dengan teguran simpatik., sedangkan pelanggaran yang

1) Untuk memahami dan menjelaskan secara lebih baik respon masyarakat terhadap tindakan-tindakan Polri Polres Batang dalam menanggulangi tindak pidana pelanggaran lalu lintas. 2)

Skripsi ini berjudul “ analisa hukum terhadap pelajar sebagai pelaku pelanggaran lalu lintas ditinjau dari undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

15 Ibid.. mempengaruhi penindakan pelanggaran lalu lintas menggunakan E-Tilang, mengingat Kota Palembang merupakan ibu kota Provinsi dimana dapat dikatakan