• Tidak ada hasil yang ditemukan

Training Emotional Spritual Quotient (ESQ) Dan Peningkatan Keyakinan Beragama : Studi Kasus:Alumni Training ESQ Basic Yang tergabung dalam forum Silaturrahmi Mahasiswa (Fosma) Wilayah Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Training Emotional Spritual Quotient (ESQ) Dan Peningkatan Keyakinan Beragama : Studi Kasus:Alumni Training ESQ Basic Yang tergabung dalam forum Silaturrahmi Mahasiswa (Fosma) Wilayah Bekasi"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

TRAINING EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT (ESQ)

DAN

PENINGKATAN KEYAKINAN BERAGAMA

(Studi kasus: Alumni Training ESQ Basic yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Mahasiswa (Fosma) Wilayah Bekasi)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh Tuti Allawiyah NIM:104032201038

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber sudah saya gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 15 Desember 2008

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TRAINING EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT DAN

PENINGKATAN KEYAKINAN BERAGAMA (STUDI KASUS: ALUMNI TRAINING ESQ YANG TERGABUNG DALAM FOSMA BEKASI) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi Agama.

Jakarta, 15 Desember 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Hamid Nasuhi, MA. Dra. Jauharatul Jamilah, M.Si.

NIP. 150 241 817 NIP. 150 282 401

Anggota

Penguji I, Penguji II,

Dr. M. Amin Nurdin, MA. Dr. Yusron Razak, MA.

NIP. 150 232 919 NIP 150 216 359

Pembimbing

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala Puja dan Puji Sukur kepada Allah SWT, pemilik alam semesta yang telah memberikan hambaNya begitu banyak nikmat dan ridho, sehingga penulisan skripsi ini selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan.

Shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW, Nabi yang membawa petunjuk dan rahmat, selalu menuntun umat manusia kepada jalan kebaikan, serta manusia yang paling sempurna akhlaknya, semoga kita semua dapat mentauladani segala kebaikan dari pribadi beliau, Amin.

Pada akhirnya, penulis yakin bahwa mustahil skripsi ini dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis patut memberikan ucapan terima kasih khususnya kepada:

1. Dr. Amin Nurdin, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 2. Dra. Ida Rasyidah, MA sebagai Ketua Jurusan Sosiologi Agama.

(5)

4. Lembaga Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan Fosma Bekasi, yang telah memberikan kepercayaan dan keleluasaan kepada penulis untuk mengadakan riset terhadap alumni Training ESQ.

5. Ayahanda H. Husni Thamrin, dan Ibunda Hj. Aminatu Zuhriah, yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dan dukungan do’a, serta tiada kenal lelah berjuang demi pendidikan dan kebahagiaan ananda dan adik-adik. Semoga Allah selalu memberikan ridho dan rahmatnya bagi keluarga kita. Amin. I Luv you All.

6. Ayah H. Husni Thamrin, SE dan Ibu Hj. Umi Sulha, S.Ag, yang selama sepuluh tahun ini ananda merantau ke Jakarta, selalu memberikan perhatian dan kasih sayang yang sampai kapanpun tidak mungkin dapat ananda balas dengan apapun.

7. Adik-adikku tercinta, Nurul Hikmah, Hidayatul Fitri, dan M. Zikron Khairi, kakak janji akan memberikan yang terbaik bagi kita dan keluarga. 8. Nenekku Tercinta, Alm. Hj. Tawariah, atas do’a, nasehat, dan kasih

sayang.

(6)

10.My Beloved Sister, Nia Purnamasari, Aulia Nurani, Nenah, Tirta Kurnia, dan Rika Rafi Mudrikah, kalian sudah memberikan nuansa yang begitu Indah dalam persahabatan dan persaudaraan kita, sekarang, besok dan selamannya. Nia makasih ya honey sudah sabar dan gak pernah bosan ngasih semangat buat Utie.

11. Sahabat-sahabat penulis, Umi, Lina, Amel, Uus, Zumi, dan Ita. Empat tahun yang sangat mengesankan bisa belajar dan main bareng kalian semua. Jangan lupain Utie ya.. .

12.Sahabat Sosiologi Agama, Ayha, Njah, Nenk, Mami, Hari, Budi, Amir, Wahid, Pokoknya semuanya deh, semangat ya skripsinya, semoga sukses dan apa yang dicita-citakan tercapai. Amin.

13.Sahabat Fosma Bekasi, Kasya, Umah, Refino, Marvi, Ajeng, Iyus, semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, proses penulisan skripsi ini, tidak akan mungkin berjalan lancar tanpa kalian semua, Semoga Allah selalu memberikan pertolonganya dalam perjuangan trainer dan kita semua dalam menyebarkan nilai-nilai 165. Amin.

14.Sahabat kosan adem ayem, Madam, Lin, Fitri, Pupun, k’ Juli, Muti, dan Fatimah. Tiga tahun yang gak bisa dilupain deh, sahabat yang kocak, rese’-rese’, tapi care abis. Makasih ya semangatnya.

Jakarta, 22 Desember 2008.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Metodologi Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan... 15

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Training Emotional Spiritual Quotient... 17

1. Pengertian IQ, EQ, Dan SQ... 17

2. Pengertian Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) 26 3. Sejarah Berdirinya ESQ Leadership Center ... 28

3.1Visi Dan Misi Training ESQ ... 31

3.2 Macam-macam Training ESQ... 32

(8)

B. KEYAKINAN AGAMA ... 39

1. Pengertian Keyakinan Agama... 39

2. Pengaruh Keyakinan Agama Dalam Kehidupan Sosial... 42

BAB III GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN A. Profil Forum Silaturahmi Mahasiswa (Fosma) Wilayah Bekasi... 47

1. Program Kerja Tahunan Fosma Bekasi... 49

2. Sturktur Organisasi Fosma Bekasi ... 53

3. Sekilas Profil Sepuluh Informan ... 54

B. Latar Belakang Usia Dan Jenis Kelamin ... 58

C. Latar Belakang Status Pendidikan... 60

D. Latar Belakang Asal Daerah ... 62

E. Latar Belakang Sosial Ekonomi ... 63

BAB IV DAMPAK TRAINING EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT TERHADAP PENINGKATAN KEYAKINAN AGAMA A.Motivasi Mengikuti Training ESQ... 64

B. Respon Alumni Terhadap Training ESQ... 70

(9)

1. Pandangan Alumni Terhadap Makna Keyakinan Agama 78 2. Kehidupan Beragama Alumni Training ESQ ... 82 3. Kemampuan Alumni Dalam Menciptakan Kebahagiaan Hidup

...88

4.Kemampuan Alumni Dalam Menciptakan dan menjaga Hubungan Sosial... 92

5. Kemampuan Alumni Dalam Mencari Penawar Dalam Tekanan Jiwa ... 96

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan... 104 B. Saran-saran ... 105

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Program Kerja Tahunan Fosma Bekasi ... 49

Tabel 2 Latar Belakang Jenis Kelamin ... 58

Tabel 3 Latar Belakang Tingkatan Usia... 59

Tabel 4 Latar Belakang Status Pendidikan... 60

Tabel 5 Latar Belakang Asal Daerah ... 62

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Jika ditanya tentang agama, yang muncul adalah beragam pandangan mengenai makna, fungsi, dan eksistensi agama dalam masyarakat, karena agama selalu diterima secara subyektif oleh manusia, yang hakikatnya agama akan didefinisikan sesuai dengan pengalaman dan penghayatan terhadap agama yang dianutnya. Ahli sosiologi agama J. Milton Yinger, melihat agama sebagai sistem kepercayaan dan praktek, yang mana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari kehidupan.1

Sedangkan menurut mantan Mentri Agama Republik Indonesia Prof. Dr. Mukti Ali, agama didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusaNya untuk kebahagiaan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasulullah apakah agama itu”. Rasulullah SAW menjawab,”Agama adalah akhlak yang baik,” laki-laki tersebut terus bertanya kepada Rasul dari sebelah kanan, kiri, dan

1

(12)

belakang, namun jawaban Rasullullah tetaplah sama “Agama adalah akhlak yang baik”.(Al-Targib Wa Al-Tahrib 3:405).2

Begitu beragam pandangan yang bergulir mengenai definisi dan fungsi agama dalam kehidupan, yang akan selalu menjadi bahan pembicaraan bahkan tak jarang menjadi bahan perdebatan di lingkungan kehidupan masyarakat beragama. Jika kita amati agama secara struktur dan fungsinya, agama berperan melayani kebutuhan-kebutuhan manusia untuk mencari suatu kebenaran serta mengatasi berbagai hal buruk dalam kehidupan. Agama dapat kita lihat dalam dua kategori, salah satunya adalah agama sebagai suatu keimanan atau keyakinan, dimana manusia percaya terhadap kehidupan kekal dikemudian hari dan untuk itulah maka manusia akan mengabdikan dirinya untuk kepercayaan yang dianutnya tersebut. Sedangkan apabila kita melihat agama dari terminologi sosial, agama merupakan sebuah tatanan-tatanan nilai yang memberikan pengaruh bagi perilaku manusia. Agama dapat menjadi petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam menempuh kehidupan, dengan harapan terciptanya keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.3

Sesuatu yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa kesadaran beragama manusia akan muncul mana kala manusia ditimpa berbagai macam masalah, dan dengan itulah maka manusia mulai menyadari bahwa ia adalah makhluk yang lemah yang

2

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2003), hal 14-20. 3

(13)

tidak dapat sepenuhnya menyandarkan masalah dan kesulitannya hanya kepada manusia yang sama-sama memiliki keterbatasan, hingga timbul kesadaran bahwa yang dapat membantunya adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Namun, jika kita melihat realita yang ada, eksistensi agama perlahan-lahan mulai dipinggirkan, dan mengalami penciutan yang cukup signifikan. Kondisi masyarakat yang mulai menyerap pengaruh dan pola pikir modernisasi dan globalisasi, perlahan-lahan merubah sudut pandang masyarakat terhadap makna dan fungsi agama tersebut.4 Posisi agama saat ini bisa dikatakan telah terjatuh dan hanya sekedar bagian pelengkap dari kehidupan manusia. Masyarakat saat ini lebih disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya telah keluar dari batas tegas dan aturan-aturan agama.

Kualitas moral masyarakat pun cenderung dalam kondisi yang mengenyampingkan suara hati atau naluri kemanusiaan, sehingga sulit membangun masyarakat yang berjalan pada koridor kerukunan, kedamaian, dan kemaslahatan bersama. Dalam buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emotional Dan Spiritual” karya Ary Ginanjar Agustian dikatakan bahwa, manusia akan menghadapi sebuah bahaya besar bukan berarti ledakan bom atom atau peperangan

4

(14)

dahsyat melainkan perubahan fitrah, kebobrokan moral dan dikesampingkannya nilai-nilai agama.5

Keruntuhan sendi-sendi kehidupan sosial dan moral secara besar-besaran dimasa sekarang ini, menjadikan kita amat kesulitan untuk menjumpai seseorang yang sungguh-sungguh menapaki jalan yang benar. Nyaris saat ini manusia mulai berlomba-lomba antar sesama untuk mengejar hal-hal yang bersifat duniawi atau materialis. Kehidupan dan kesenangan material jauh lebih diutamakan ketimbang pencarian susah payah tentang nilai-nilai moral dan agama.6

Agama yang seharusnya dijadikan sebagai pedoman hidup dan aturan-aturan perilaku manusia, saat ini oleh sebagian masyarakat hanya diartikan dan dipahami sebagai ajaran-ajaran yang berbentuk ritual dan simbol semata. Agama yang dahulu menjadi landasan hidup perlahan menghilang dan tergantikan oleh tuhan-tuhan baru seperti jabatan, harta, dan kebahagian-kebahagian duniawi lainnya.

Untuk itu maka langkah awal yang harus diambil adalah, bagaimana membangun kesadaran beragama dalam masyarakat, khususnya membangun dimensi keyakinan atau kepercayaan, bahwa ada sang Maha Adikodrati dan kehidupan setelah kehidupan di dunia. Karena dengan membangun keyakinanlah

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Membangun Kecerdasan Emotional Dan Spiritual

(Jakarta:Penerbit Arga, 2001), hal xIiii. 6

(15)

maka agama tidak hanya dijadikan pelarian semata saat manusia berada pada posisi yang sulit dan menghadapi masalah. Untuk menjalankan syariat suatu agama maka haruslah dimulai dengan keyakinan atau keimanan terlebih dahulu, karena hakikatnya manusia pasti memiliki naluri (instink) yakni suatu saat akan menanyakan apakah keyakinan yang dianutnya saat ini benar atau salah, dan dengan itulah ia akan mencari suatu kebenaran agar keyakinannyapun terjawab.7

Kehidupan yang begitu kompleks dan tidak luput dari permasalahan, dimana pertikaian terjadi dimana-mana, kemaksiatan merajalela, menjadikan manusia perlahan mulai menyadari bahwa segala kebahagian duniawi ternyata tidak menjanjikan dan hanya memberikan kebahagiaan yang bersifat sementara.

Jika semula masyarakat lebih mengandalkan kecerdasan intelektual, dan menjadikan tekhnologi dan ilmu pengetahuan sebagai tonggak awal kemajuan dan kebahagian manusia, maka perlahan manusia mulai beralih kepada wacana spiritual. Ini tidak hanya terjadi pada masyarakat timur saja, tetapi pada masyarakat modern lainnya seperti beberapa kawasan di Eropa pun mulai merasakan hal yang sama. Mereka mulai jenuh terhadap kehidupan yang hanya diorientasikan kepada sisi duniawi semata.

Pasca revolusi industri masyarakat barat memang mengalami kemajuan yang sangat cepat dari segi tekhnologi dan ilmu pengetahuan, tapi disisi lain kebangkitan

(16)

barat tersebut perlahan telah kosong dan terlepas dari dunia spiritual dan ajaran-ajaran agama. Masyarakat barat mulai merasakan banyak kegagalan-kegagalan terjadi yang merupakan dampak dari hegemoni barat. Lalu secara spontan, masyarakat barat mulai beralih kepada dunia spiritual. Terbukti bahwa pada akhirnya manusia mulai mencari jalan untuk mengetahui jati diri mereka dan menyadari bahwa banyak terjadi krisis dalam kehidupan manusia.8 Ini merupakan suatu hal yang cukup menarik, karena pada dasarnya manusia pasti akan menyadari bahwa ada kekuatan-kekuatan diluar dirinya, kesuksesan duniawi tersebut dapat direalisasikan pada suatu hal yang lebih menjanjikan setelah kehidupan di dunia.

Untuk membangun suatu masyarakat yang seimbang antara kepentingan duniawi dan rohani, maka yang diperlukan tidak hanya spiritualitas yang tinggi saja, tetapi dibutuhkan keseimbangan emotional dan intelektual yang baik pula. Sinergi dari ketiga point inilah yang akan membentuk suatu masyarakat yang dapat menyeimbangkan antara kepentingan materialistik dan nonmaterialistik. Rasulullah SAW dalam setiap khutbahnya tidak lupa senatiasa menyampaikan tiga keutamaan yang harus dijalankan oleh umat manusia dimuka bumi ini, yang pertama yaitu mengutamakan Allah SWT diatas segala-galanya, yang kedua adalah mengutamakan kasih sayang sesama manusia, dan yang ketiga adalah mengutamakan ilmu pengetahuan dengan segenap cabangnya.

8

(17)

Dari realita pada masyarakat inilah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai dimensi keyakinan beragama yang merupakan pondasi awal dalam memaknai agama, yang lebih dispesifikasikan kepada lembaga Training Emotional Spiritual Quotient, sejauh mana dampak yang dirasakan alumni setelah mengikuti training, khususnya terhadap peningkatan keyakinan beragama. Memang suatu hal yang cukup sulit untuk mengukur keyakinan agama seseorang. Namun peneliti optimis dengan didukung teori-teori yang ada mengenai keyakinan agama, dan dilengkapi dengan hasil observasi yang maksimal, maka keyakinan agama seseorang dapat dilihat dalam kehidupan kesehariaanya. Disaat itulah terlihat wujud nyata manifestasi dari keyakinan agama. Peneliti juga mengadakan perbandingan antara hasil wawancara dan hasil observasi. Data tersebut juga diperkuat dengan melihat latar belakang pendidikan agama yang diterapkan dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan keseharian dari para responden.

(18)

Beragama”(Studi kasus: Alumni Training Emotional Spiritual Quotient Yang Tergabung Dalam Forum Silaturahmi Mahasiswa (Fosma) Wilayah Bekasi), dan masalah utama adalah meneliti bagaimana dampak training Emotional Spiritual Quotient terhadap peningkatan keyakinan beragama.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini, pokok permasalahan yang ingin diungkap adalah, bagaimana dampak yang dirasakan alumni setelah mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient, khususnya terhadap peningkatan keyakinan beragama. Agar penelitian ini dapat berjalan lebih fokus dan mendapatkan hasil yang akurat, maka secara geografis peneliti membatasi wilayah dan subjek penelitiannya, yaitu dengan memfokuskan kepada alumni Training ESQ mahasiswa yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Mahasiswa (Fosma) wilayah Bekasi.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan pertanyaan yang sangat menunjang penelitian ini yaitu:

Bagaimana dampak Training Emotional Spiritual Quotient terhadap peningkatan keyakinan beragama?

Di bawah ini terdapat dua pertanyaan yang sangat menunjang dalam pelaksanaan penelitian yaitu:

1. Apa motivasi alumni untuk mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient?

(19)

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan pengalaman yang dialami oleh alumni Training Emotional Spiritual Quotient, yang menjadi objek penelitian penulis. Oleh karena itu gambaran dari tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana respon alumni terhadap Training Emotional Spiritual Quotient.

b. Untuk mengetahui motivasi alumni mengikuti training Emotional Spiritual Quotient.

c. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana dampak yang dirasakan alumni setelah mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient khususnya terhadap peningkatan keyakinan beragama.

d. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana S.Sos di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(20)

a. Memberikan informasi yang obyektif kepada mahasiswa dan instansi pendidikan, mengenai Training yang membangun kecerdasan Emotional Spiritual dan intelektual.

b. Menjadi bahan evaluasi sekaligus wadah untuk menyampaikan opini kepada lembaga Training Emotional Spiritual Quotient.

c. Menambah wawasan sosial keagamaan, khususnya mengenai keyakinan beragama alumni Training Emotional Spiritual Quotient.

D. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dan ilmu pengetahuan merupakan suatu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan. Penelitian adalah, alat untuk mengembangkan ilmu tersebut, dan dengan penelitianlah maka ilmu dapat ditingkatkan serta menjelaskan gejala-gejala yang ada khususnya gejala-gejala-gejala-gejala sosial. Penelitian adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara teliti, cermat, serta menelaah dengan sungguh-sungguh.9 Penelitian dilakukan untuk menemukan pengetahuan baru yang telah teruji kebenarannya secara obyektif di dunia sosial, dan adapun metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah:

1. Pendekatan dan jenis penelitian

(21)

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan metode deskriftif, yakni metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang sedang diteliti.10 Sedangkan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah, studi kasus. Pada penelitian ini, pendekatan studi kasus digunakan agar seseorang atau suatu kelompok tertentu yang diteliti dapat ditelaah secara komperhensif, mendetail, dan mendalam.

2. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah merujuk kepada individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.11 Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah alumni Training Emotional Spiritual Quotient untuk mahasiswa yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) wilayah Bekasi. Penelitian ini melibatkan 10 informan yang terdiri dari anggota dan pengurus dari Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) wilayah Bekasi, yang seluruhnya telah mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient Basic.

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, hal. 35.

(22)

3. Teknik pengumpulan data

Untuk mendapatkan sumber data tersebut penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang akan diteliti. Teknik ini digunakan agar peneliti memperoleh data yang maksimal dan akurat. Teknik ini memungkinkan peneliti menarik kesimpulan ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Lewat teknik ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan, bagaimana teori digunakan langsung dan sudut pandang nara sumber atau responden yang mungkin tidak didapati dari wawancara.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi partisipatoris, yakni peneliti akan terlibat dan berinteraksi langsung dengan subjek penelitian. Mengamati kegiatan keseharian dan aktivitas dari subjek penelitian yaitu, alumni training ESQ yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) Wilayah Bekasi.

(23)

peneliti melibatkan 10 responden yang kesemuanya adalah pengurus dan anggota dari Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) Wilayah Bekasi. c. Kepustakaan (Library Research), yaitu dengan membaca dan menelaah

buku-buku yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini. 4. Instrument pengumpulan data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah pedoman wawancara, tape recorder, dan buku catatan. Pertanyaan-pertanyaan yang dimuat dalam pedoman wawancara hanya yang pokok, dan umumnya merupakan pertanyaan terbuka dan tidak berstruktur. Pada penelitian ini, penulis tidak menetapkan pertanyaan-pertanyaan yang baku, akan tetapi Tanya jawab yang bersifat bebas dan terbuka, agar tercipta suasana yang akrab dan informanpun tidak merasa sedang diteliti.

5. Sumber data

Dalam penelitian ini data dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu: Data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara, dan observasi. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah yang didapatkan dari bahan tertulis atau kepustakaan, yakni buku-buku, jurnal ilmiah, artikel, dan terbitan ilmiah yang ada hubungannya dengan pembahasan.

(24)

Dalam penulisan skripsi ini analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, peneliti tidak menggunakan angka atau data statistik, tetapi berupa analisis terhadap data yang berkaitan dengan penjelasan-penjelasan dan pendapat-pendapat yang ada dalam penelitian skripsi ini. Dalam penelitian kualitatif, setiap data atau catatan dilapangan, baik diperoleh melalui wawancara maupun observasi, kemudian dirangkum, diikhtisarkan, dan diseleksi dengan melihat aspek-aspek penting yang muncul. Peneliti kemudian membuat ringkasan pada tiap-tiap kasus, yang penulisannya tidak terlepas dari kerangka teori dan pedoman wawancara. 7. Waktu dan tempat penelitian

Waktu penelitian dimulai pada tanggal 9 Agustus sampai tanggal 14 November 2008. Penulis melakukan observasi partisipatoris dan wawancara mendalam kepada anggota dan pengurus Fosma Bekasi, dan dilengkapi dengan wawancara mendalam dengan salah satu Trainer ESQ yaitu Muchlis Syamsuddin murid dari Master Training ESQ yaitu Ary Ginanjar Agustian. Adapun tempat penelitian yaitu di daerah Bekasi, dengan cara penulis terlibat langsung dan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Fosma Bekasi.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

(25)

Bab pertama ( I ), membahas tentang pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan mamfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua ( II ), membahas mengenai kajian teori yang digunakan sebagai rujukan dan penunjang dalam penelitian skripsi ini, yaitu : pertama membahas mengenai defenisi IQ, EQ, dan SQ, yang kedua mencoba mendefinisikan Training Emotional Spiriritual Quotient, mulai dari sejarah berdirinya training tersebut, macam-macam training, dan materi-materi training ESQ. Pada bagian ketiga membahas mengenai pengertian keyakinan agama, dan pengaruh keyakinan agama dalam kehidupan sosial.

Bab ketiga (III), membahas tentang profil organisasi Forum Silaturahmi Mahasiswa (Fosma) wilayah Bekasi. Pada bab ini juga dibahas mengenai profil 10 informan, latar belakang jenis kelamin dan usia, daerah, sosial, ekonomi, dan pendidikan alumni Training Emotional Spiritual Quotient yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) 165 Bekasi.

(26)

terhadap peningkatan keyakinan beragama yaitu meliputi, pandangan alumni mengenai makna keyakinan agama, kehidupan agama alumni, kemampuan alumni dalam menciptakan kebahagiaan hidup, kemampuan alumni dalam menjaga hubungan sosial, dan kemampuan alumni dalam mencari penawar dalam tekanan jiwa, serta menganalisis motivasi dan respon alumni terhadap training ESQ.

(27)

BAB II KAJIAN TEORI

A. DESKRIPSI TRAINING EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT 1. Pengertian IQ, EQ, dan SQ.

Manusia adalah mahluk paling mulia dan paling sempurna, itulah yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an Nul Karim. Keistimewaan manusia adalah akal yang dianugerahkan kepadanya, sehingga ia mampu berfikir, mengamati, menganalisis banyak hal dan kejadian, kemudian menyimpulkan seluruh permasalahan dan mencari solusi terbaiknya. Kesemuannya itu tentu mengunakan akal dan melalui proses berfikir. Dengan akal pula, maka manusia menjadi khalifah di muka bumi ini, dan wajib untuk menjalankan amanat tersebut dengan sebaik-baiknya. Semua informasi dan ilmu yang didapat manusia sejak ia masih kecil, merupakan landasan awal untuk membangun proses berfikirnya dikemudian hari, melalui tahap-tahapan yang harus dilalui hingga ia dewasa.12 Informasi inilah yang mengembalikan semua ingatannya hingga kemudian ia dapat menimbang, dan membandingkan satu dan lainnya, lalu diorganisasikan dan menyatukannya dalam sebuah metode yang akan ia gunakan untuk mencapai ilmu dan informasi yang lebih akurat.

Mufsir Bin Said Az-Zahrani, Konseling terapi ( Jakarta:PT.Gema Insani, 2005), hal 274

(28)

Berbicara mengenai proses berfikir manusia, para ahli psikologi telah menemukan bahwa terdapat lapisan luar otak manusia dinamakan neo cortex, dan lapisan ini hanya dimiliki oleh manusia. Neo cortex menjadikan manusia mampu berhitung, belajar al-jabar, mengoperasikan computer, memahami rumus-rumus fisika, mempelajari bahasa-bahasa, bahkan dengan menggunakan neo cortexlah manusia mampu membuat pesawat luar angkasa, tentu hal yang sangat luar biasa. Penggunaan lapisan neo cortex inilah, yang kemudian melahirkan IQ (intelligence Quotient) atau kecerdasan fikiran. Kecerdasan intelektual ditemukan pada tahun 1905 oleh Alfred Binet, dan dipergunakan pertama kali pada perang dunia pertama. Dalam kamus John M. Echols quotient diartikan sebagai hasil bagi.13 Namun dalam ilmu psikologi khusunya yang membahas mengenai IQ, EQ,dan SQ, quotient diartikan sebagai kecerdasan.14

Kecerdasan fikiran atau Intelligence Quotient (IQ), merupakan kemampuan fungsi fikir, dimana ia dapat menggunakan secara cepat dan tepat dalam mengatasi suatu situasi atau memecahkan suatu masalah. Kecerdasan berfikir dapat dilihat dari kesanggupan bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, baik kondisi diluar dirinya yang biasa maupun yang baru. Menurut Alfred Binet,

inteligence memiliki tiga aspek kemampuan, pertama Direction, yaitu kemampuan

13

John M. Echols, Kamus: Indonesia-Inggris (Jakarta: Gramedia, 2000), hal 462.

(29)

untuk memusatkan kepada suatu masalah yang harus dipecahkan, kemudian

adaptation, yaitu kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel didalam menghadapi masalah. Sedangkan aspek yang ketiga adalah critism, yaitu kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri. 15

Sebagai mahluk sosial, manusia tentu saja tidak dapat hidup sendiri, dan membutuhkan manusia lainnya dalam melakukan aktifitas dan proses interaksi dengan lingkungannya. Dalam proses interkasi dan relasi tersebut, pasti terdapat beberapa pengalaman dan kondisi yang menimbulkan aneka macam emosi, baik yang berakibat positif maupun yang negatif. Hal tersebut kemudian diekspresikan dengan cara yang berbeda-beda dari tiap individu, bisa diekspresikan dengan marah, jengkel, diam dan lainnya, terhadap perlakuan individu yang dinilai tidak adil, tidak pantas, atau tidak pada tempatnya. Namun, pada saat yang lain manusia bisa merasakan hal yang sebaliknya, seperti bahagia, tentram, dan damai terhadap lingkungannya, dan kesemuannya itu adalah wujud dari emosi.

Emosi diartikan oleh para ahli psikologi sebagai suatu gejala psikologi, yang menimbulkan suatu persepsi, sikap, dan tingkah laku serta diwujudkan dalam ekspresi tertentu dari masing-masing individu. Emosi dirasakan secara psiko-fisik, karena terkait langsung dengan jiwa dan fisik, dimana ketika emosi bahagia

(30)

meledak-ledak ia secara psikis akan memberi kepuasan, tetapi secara fisiologis membuat jantung berdebar-debar atau langkah kaki terasa ringan. Menurut Harvey Carr dalam teori organic readjustment atau penyesuaian organis, emosi adalah penyesuaian organis yang timbul secara otomatis pada manusia dalam menghadapi situasi-situasi tertentu, misalnya emosi takut karena situasi yang dihadapi bersifat berbahaya, emosi terkejut karena situasi datang dengan tiba-tiba.16

Dalam Al-Qur’an sendiri tidak dijumpai kosa kata yang secara spesifik mengartikan kata emosi, namun ditemukan banyak ayat yang berbicara mengenai perilaku emosi, yang menampilkan manusia dalam berbagai peristiwa kehidupan. Al-Qur’an kemudian mengungkapkan emosi manusia yang digambarkan langsung bersama dengan peristiwa yang sering terjadi pada masyarakat pada umumnya. Pada ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an terlihat sangat jelas bahwa Allah SWT sangat membedakan mana emosi yang positif dan negatif. Ini semua merupakan petunjuk dari Allah agar manusia termotivasi untuk mengedepankan emosi positif dalam kehidupan individu maupun kehidupan bersosial, yang akhirnya dapat mengantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.

Kemudian timbul pertanyaan, mengapa emosi sangatlah penting untuk kita kaji, dan apa mamfaat dari pengetahuan mengenai emosi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang bergulir dalam masyarakat, menyebabkan para ahli psikologi

(31)

mengadakan penelitian dan riset mengenai emosi, hingga pada akhirnya muncullah teori yang dinamakan Emotional Quotient (EQ). Menurut teori ini, keberhasilan seseorang dalam hidupnya bukanlah ditentukan oleh intelligence (IQ), melainkan

Emotional Quotient yang tinggi. Kecerdasan ini telah dianalisa dengan baik oleh Daniel Goleman seorang ahli psikologi, menurutnya dalam lapisan otak lebih dalam dari neo cortex terdapat lapisan tengah yaitu limbic system, yang berfungsi sebagai pengendali emosi dan perasaan manusia. 17

Kecerdasan Emotional dapat diartikan dengan kemampuan untuk mengontrol atau menjinakkan emosi kemudian mengarahkannya kepada hal-hal yang bersifat lebih positif. Seseorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emotionalnya, berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi. Otak dan emosi memiliki kaitan yang sangat erat jika dilihat secara fungsionalnya, antara satu dan lainnya saling membutuhkan. Lebih jauh Daniel Goleman menggambarkan, bahwa otak berfikir dapat tumbuh diwilayah otak emotional.

Dalam Al-Qur’an Nul Karim sering sekali disinggung mengenai kecerdasan Emotional (EQ) dan ini selalu dikaitkan dengan qolbu atau hati, ini termaktub pada surat Al-Hajj ayat 46 yang berbunyi:

(32)

!!!! mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Pada penjelasan yang lainnya kecerdasan emotional atau (EQ), dapat menciptakan dan membantu seseorang untuk mengenali tindakannya, yang bisa memberikan pengaruh positif pada pihak lain. Kecerdasan Emotional (EQ) mampu menjadikan seseorang dapat berhati-hati dalam berbicara, berprilaku, bertutur kata, dan tindakannya yang santun akan membuat orang lain merasa dihargai dan dihormati.18

Kecerdasan emotional dapat kita lihat dari empat aspek, pertama yaitu cara seseorang memahami dan mengenali suasana hati sendiri, dia akan sadar sepenuhnya bila hatinya sedang bahagia ataupun sebaliknya. Individu akan mampu mengontrol diri dan bertindak sewajarnya dengan kondisi yang ia hadapi. Kedua, kecerdasan emotional dapat dilihat dari kemampuanya dalam mengendalikan hawa nafsu, karena nafsu pada dasarnya suatu daya penggerak dari suatu tindakan. Aspek

(33)

yang ketiga, yaitu dimana individu mampu mengatasi perasaan khawatir, karena pengelolaan rasa khawatir dengan baik, akan menjadikan sesorang dapat berfikir dan bertindak lebih baik dan jernih. Aspek keempat yaitu, individu yang memiliki optimisme yang tinggi, karena optimisme merupakan suatu harapan yang kuat, bahwa kehidupannya yang sudah dirancang dengan matang dapat berjalan dengan lancar dan sukses. 19

Upaya mendapatkan keceradasan emotional dalam Islam sangat terkait dengan upaya memperoleh keceradasan spiritual. Keduanya memiliki beberapa persamaan baik dari metode maupun mekanisme yaitu, keduanya menuntut latihan yang sungguh-sungguh dengan melibatkan kekuatan dalam (inner power). Perbedaannya terletak pada sarana dan proses perolehan. Aktivitas kecerdasan emotional berada pada lingkup diri manusia (Sub conciousnes), sedangkan keceradasan spiritual sudah melibatkan unsur asing dari diri manusia (Supra Conciousnes).

Ilmu pengetahuan selalu berkembang, para ahli seolah tiada henti untuk mencari dan terus mencari ilmu-ilmu baru dalam kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya kedua kecerdasan tersebut EQ dan IQ, para ahli psikologi menemukan kecerdasan ketiga, yaitu kecerdasan spiritual Spiritual Quotient. Kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient pertama kali ditemukan oleh Prof.VS.Ramachandran, Direktur Centerfror Brain California dan San Diego. Teori

(34)

yang ia kemukakan adalah God Spot (tititk Tuhan) atau God Module (modul Tuhan).20

Dalam kamus ilmiah karya Budi Kurniawan dijelaskan bahwa, spiritual adalah kerohanian atau segala hal-hal yang terkait erat dengan sisi rohani dalam diri manusia.21 Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki spiritual memberi arah dan arti pada kehidupan. Spiritual lebih diarahkan kepada kepercayaan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari kekuatan manusia, sesuatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apapun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita sebagai manusia. Spiritual mengandung kesadaran adanya hubungan suci dengan seluruh ciptaan, dan pilihan tersebut dilakukan dengan cinta dan ketaatan.

Danah Zohar dan Ian Marshal seorang ahli psikologi mendefinisikan kecerdasan spiritual(SQ) sebagai kecerdasan untuk menghadapi makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks yang lebih luas dan lebih bermakna. Dari penelitian para ahli psikologi, ternyata

spiritual quotient berpotensi memberikan pengaruh paling besar dibandingkan dua kecerdasan sebelumnya, untuk membangun serta menjadikan manusia memperoleh keberhasilan dalam kehidupan. Keberhasilan dan kebahagiaan tersebut tentu saja

M. Muhyidin, Manajemen ESQ Power (Jogjakarta:Diva Press,2007) h,74. 21

(35)

tidak berbentuk materi semata, tetapi juga merupakan kebahagian yang bersifat inmateri yang lebih terkait dengan sisi rohani manusia.

Kecerdasan spiritual adalah suatu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, kegiatan ini melalui pola fikir yang bersifat fitrah menuju manusia yang hanif dan terbangun karena pemikiran tauhid, yang pada prinsipnya segala sesuatu yang dilakukan hanya mengharap posisi terbaik dimata Tuhan.22 Manusia sebagai mahluk spiritual ditandai dengan berbagai pertanyaan yang diajukan kepada dirinya dalam menjalani kehidupan yang fana ini, mengapa saya dilahirkan, makna hidup saya, untuk apa saya hidup, bagaimana hidup saya bisa bermamfaat, dan pertanyaan yang paling penting adalah siapa yang telah memberikan kehidupan untuk saya, pertanyaan ini diajukan kepada diri agar dapat menghasilkan jawaban nilai dan makna yang bersifat reflektif.

Disamping itu, kecerdasan spiritual (SQ) juga akan menumbuhkan seseorang berfikir kreatif, berwawasan jauh, membuat jalan hidup sesuai dengan aturan, sadar akan makna, nilai, dan konteks sebagai dasar untuk memahami pengetahuan, serta hadir dalam diri suatu semangat, visi, karya, dan kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa, dimana ia akan membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. Banyak diantara manusia

(36)

yang sering kali menjali hidup penuh dengan luka, suasana buruk dan berantakan, hal ini terjadi tak lain karena belum terpenuhinya kebutuhan jiwa sebagai manusia yaitu sisi spiritualitas.

Sebagai manusia kita pasti merindukan apa yang disebut penyatuan lebih jauh, keharmonisan yang lebih mendalam, yang denganya kita tidak hanya menemukan nilai-nilai yang ada, tetapi juga nilai-nilai baru yang perlahan dapat menuntun kita kepada orientasi hidup yang lebih baik dan pasti. Jika kita amati, saat ini banyak sekali penulis yang semangat untuk menulis buku yang membahas mengenai pencariaan kebahagiaan spiritual, mereka merasakan bahwa kebutuhan akan makna yang lebih besar merupakan krisis yang paling penting di zaman saat ini, dimana banyak orang telah mencapai tingkat kemapanan materi, segala bentuk kebahagiaan duniawi telah dicapai, tapi pembicaraan diantara mereka tetap saja akan adanya suatu kehampaan dari kesuksesan duniawi yang mereka dapatkan.

2. Pengertian Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ).

(37)

seseorang dalam membangun prinsip hidup dan karakter berdasarkan ESQ Way 165, yang pada hakikatnya landasan ESQ adalah Al-Qur’an Nul Karim. Angka 165 merupakan simbol dari 1 hati pada Yang Maha Pencipta, 6 prinsip moral, dan 5 langkah sukses.

Landasan training ESQ adalah agama Islam, akan tetapi ESQ tidak berarti eksklusif untuk umat Islam saja, ESQ hadir bagi siapa saja yang ingin menjadi manusia yang unggul, tangguh dan bertanggung jawab. ESQ merupakan upaya untuk menjembatani rasionalitas dunia usaha dengan spirit ketuhanan, Melengkapi makna sukses dengan nilai-nilai spiritual yang mendalam, menuju esensi kebahagiaan yang sesungguhnya.23

Metode training yang digunakan adalah dengan cara peserta training menemukan Inner Value seperti: kejujuran, keadilan, kebersamaan, kreatifitas, kedisiplinan dan lain-lain, yang hakikatnya sudah terdapat dalam diri manusia, namun mungkin selama ini nilai-nilai tersebut tertutup dan tidak tereksplor dengan baik. Hal ini terjadi karena belenggu-belenggu dalam hati manusia seperti prinsip hidup, prasangka negatif, pengalaman, kepentingan dan prioritas-prioritas yang menjadi landasan hidup dan perlahan akan menutupi titik God spot (titik makna hidup) dalam diri manusia. Training ESQ mencoba membuka mata hati kita bahwa sesungguhnya segala yang kita lakukan dimuka bumi ini, adalah dalam rangka

(38)

ibadah dan hanya mengharapkan ridho Allah semata. Ketika manusia dapat melakukan hal ini, maka God Spot (titik makna hidup) akan terbuka dan disaat itulah individu akan menemukan jati diri, sehingga terbuka peluang untuk mengaktualisasikan seluruh potensi diri (IQ, EQ, dan SQ) dalam seluruh aktivitas kehidupan termasuk pekerjaan.

Dalam Training ESQ peserta diajak menyelami diri agar dapat menyadari siapa penciptamu, lalu apa misi serta tugas yang harus dilakukan oleh setiap umat manusia dalam menjalani kehidupannya. Training ESQ juga menyampaikan setiap materi dengan menggunakan permainan-permainan, simulasi, serta saling berbagi pengalaman antara satu peserta dan lainnya, agar tercipta suasana yang menyenangkan dalam setiap penyampaian materi. Materi training sendiri disampaikan dengan menggunakan multimedia yang menggabungkan antara animasi, klif film, efek suara, dan musik, yang ditampilkan melalui layar besar dengan gelegar tata suara sekitar 10.000 watt. Training dilaksanakan diberbagai tempat pilihan dengan standar tertentu, untuk memastikan bahwa training dapat berlangsung nyaman dan menyenangkan bagi peserta. 24

3. Sejarah Berdirinya ESQ Leadership Center

ESQ Leadership Center (ESQ LC) adalah sebuah lembaga training independen. ESQ menawarkan kepada masyarakat sebuah jasa pelatihan untuk

(39)

mencerdaskan emotional dan spiritual yang selama ini telah diabaikan. Lembaga pelatihan ESQ (Emotional and Spiritual Quotient) didirikan pada tahun 2001 oleh Ary Ginanjar Agustian, sebagai pencetus ide sekaligus pendiri ESQ LC. Ary Ginanjar Agustian lahir pada tanggal 24 Maret 1965, beliau adalah seorang pengusaha muda yang terjun langsung ke dalam kancah persaingan dunia usaha. Ary Ginanjar memulai usahanya dari bawah, ia adalah seorang pengusaha muslim yang pemikirannya sangat kritis, yang didadanya selalu bergejolak rasa keingintahuan yang tinggi akan hal-hal baru. Saat ini beliau menjabat sebagai Direktur utama PT. Arga Bangun Bangsa yang menaungi ESQ Leadership Center. Kemampuan Ary Ginanjar dalam bidang pelatihan sumber daya manusia, sudah sangat teruji dalam berbagai seminar dimana ia tampil sebagai pembicara utamanya. Ary Ginanjar Bukanlah alumni pesantren bukan pula seorang psikolog, namun kemampuan beliau diperoleh melalui kemandirian dan semangat belajarnya yang tinggi.

(40)

saat itu. Ary Ginanjar mengenyam bangku kuliah di Universitas Udayana Bali dan Tafe College, Adelaide, South Australia, dan STP Bandung. Ia juga pernah mengajar di Politeknik Universitas Udayana, Jimbaran Bali selama lima tahun.

Sejak buku pertama terbit, telah diadakan ribuan kali training di Indonesia, bahkan pada tahun 2006 telah merambah hingga mancanegara Malaysia, Belanda, Amerika, Australia Singapore, dan Mesir. Hingga saat ini ESQ telah mencetak lebih dari 512.000 alumni, 24.000 perusahaan dan lembaga telah mengirimkan stafnya mengikut training ESQ, dan lebih dari 30 pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota telah melaksanakan In House training ESQ (per juni 2008). Keberhasilan Ary Ginanjar dalam menyampaikan dan menyebarkan pelatihan, tidak terlepas dari proses kaderisasi yang diterapkannya. Saat ini kader tim trainer Ary Ginanjar hampir mencapai 84 orang, dan akan terus bertambah setiap bulannya. Hal ini dilakukan karena Ary Ginanjar menginginkan agar ilmu yang ada dalam pelatihan terus terjaga dan disampaikan dengan baik, serta dapat dilanjutkan oleh para generasi berikutnya. Pada awalnya ESQ LC hanya fokus kepada pelaksanaan pelatihan, namun saat ini telah dibentuk divisi-divisi baru yang bergerak dibidang bisnis penerbitan, multimedia, retail hingga ke tours dan travel untuk menunjang kegiatan ESQ.

(41)

dan silaturahmi diantara para alumni. Keberadaan ESQ yang sudah menghapiri usia tujuh tahun, ternyata telah berhasil membangun kantor cabang dan kantor wilayah hampir di seluruh Indonesia. Saat ini tercatat 11 cabang ESQ yakni, Medan, Padang, Palembang, Bandung, Semarang, Banjarmasin, Surabaya, Bali, Batam, dan Riau. Adapun kantor perwakilan dan mitra ESQ sudah tersebar di Aceh, Yogyakarta, Solo, Balikpapan, Mamuju, Papua, Cirebon, Makasar, Pontianak, Cilegon, Bogor, NTB, Madiun, Bengkulu, Lampung, Sukabumi, Cibinong, Manado, Jambi, Probolinggo, Jember, Kendari, Banyuwangi, dan Garut. Selain itu pada tahun 2006, ESQ berhasil menembus hingga ke mancanegara, yaitu Malaysia, Belanda, Amerika, dan Singapore.

3.1 Visi dan Misi Training Emotional Spiritual Quotient

(42)

untuk menjadikan kehidupan dengan penuh kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan niscaya akan tercipta.

Harapan ini tentu saja merupakan suatu motivasi besar, dimana saat ini manusia seolah-olah telah mengingkari fitrahnya, serta perlahan melupakan segala kewajiban dan tanggung jawabnya, sehingga ia berada dalam kondisi yang kebingungan dalam memaknai setiap langkah dan tujuan hidupnya. Cita-cita ini dibangun, tidak terlepas dari fakta yang ada dalam masyarakat, dimana saat harta, wanita, dan kekuasaan sudah ada dalam genggaman, namun mengapa hati tetap saja tidak tenang dan kesemuannya ternyata tidak memberikan kebahagiaan yang hakiki. Bangsa kita saati ini memang sedang mengalami keterpurukan dan ESQ sangat optimis bahwa bersama kita bisa membangun kembali kejayaan bangsa. 3.2 Macam-macam Training Emotional Spritual Quotient

(43)

SQ, kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan. ESQ Basic Training memiliki beberapa kelas yaitu, kelas eksekutif, kelas professional, kelas regular, kelas mahasiswa, kelas remaja, dan kelas anak-anak. Training ini berlangsung selama 2 sampai 4 hari.

Training berikutnya adalah ESQ Mission Statement, training ini membantu para peserta untuk memiliki visi dan misi hidup yang jelas dan kuat, sehingga segala kegiatan yang dilakukan tidak dalam kondisi kesia-sian saja namun memiliki arti dan hasil yang bermamfaat pula. Setelah mengikuti training ini peserta berhak mendapatkan Yellow Belt dengan predikat Bintang1.

Tahapan ketiga dalam training ESQ adalah ESQ Character Building, dalam training ini akan dijelaskan dan diarahkan secara lebih mendalam bagaimana menjadikan manusia yang memiliki karakter yang kuat dan tangguh, siap dengan segala kondisi dan tantangan apapun. Sehingga segala yang dijalankan penuh dengan optimisme, kejujuran, disiplin dan tanggung jawab yang tinggi. Setelah mengikuti training ini peserta berhak mendapatkan Green Belt dengan predikat Bintang 2.

(44)

pribadi yang tangguh. Setelah mengikuti training ini peserta berhak mendapatkan

Blue Belt dengan predikat Bintang 3.

Pada tahapan kelima yaitu training ESQ Strategic Colaboration, peserta diajak untuk menemukan potensi yang tak ternilai yaitu kolaborasi serta menciptakan tim kerja yang solid, karena dengan kerja sama yang baik dan rasa solidaritas yang tinggi maka setiap rencana dan tujuan-tujuan yang baik niscaya akan mendapatkan hasil yang maksimal. Setelah mengikuti training ini maka peserta berhak mendapatkan Dark Blue Belt dengan predikat Bintang 4.

Kemudian tahapan keenam adalah ESQ Total Action, setelah melalui tahapan-tahapan training sebelumnya, maka pada training ini peserta akan dituntun untuk mewujudkan ide-ide dan kemudian mengaplikasikannya secara total dan sungguh-sungguh, karena segala tujuan dan keinginan yang baik tentu tidak akan mudah tercipta, apabila manusia tidak memiliki gerak yang pasti sebagai aplikasi yang nyata dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan yang baik dan bermamfaat tadi. Setelah mengikuti training ini peserta menyandang Brown Belt

dengan predikat bintang 5.25

Tahapan yang terakhir adalah training ESQ Star Leader, pada training ini peserta akan diminta untuk mengajukan sebuah ide-ide projek sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing demi terwujudnya Indonesia dan Dunia Emas. Dalam

25

(45)

pelaksanaanya peserta akan didukung oleh jaringan ESQ diseluruh dunia. Setelah menyelesaikan dan mewujudkan ide-ide serta projek ini, peserta berhak menyandang Black Belt dengan predikat Bintang 6.

3.3 Materi-materi Training Emotional Spiritual Quotient

Materi-materi yang disampaikan dalam training ESQ merupakan transformasi dari materi-materi yang terdapat dalam buku Ary Ginanjar Agustian yaitu “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) dan “Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER”. Materi-materi tersebut adalah sebagai berikut:

UNLEASH YOUR SPIRITUAL INTELLIGENCE : ESQ Overview : Reasons for ESQ

ESQ Overview adalah materi yang menyampaikan mengenai sekilas ESQ, bagaimana visi dan misi ESQ kedepan untuk mencapai cita-cita yaitu Indonesia Emas.

ESQ Outer Journey : Cosmic Awareness

Pada materi outer journey, akan disampaikan mengenai tiga energi yang terdapat dalam alam semesta ini, yaitu energi elektromagnetik, energi gravitasi, dan energi atom. Apabila manusia dapat mengetahui dan mengelola dengan baik ketiga energi tersebut, maka yang terjadi adalah puncak kebahagiaan dan keharmonisan tertinggi.

(46)

Inner Journey merupakan metode yang mencoba mengeluarkan energi-energi positif dalam diri manusia atau yang dimaksud adalah suara hati.

Zero Mind Process (ZMP) : Paradigm to Spiritual

ZMP adalah sebuah metode yang mengantarkan manusia agar senantiasa memilih suara hati ilahiah sebagai kompas, bukan emosi, bukan pula persepsi. Metode ini juga membantu manusia bagaimana menciptakan suasana hati yang zero

yaitu lepas dari segala bentuk belenggu-belenggu yang dapat menutupi potensi positif dan titik God Spot (titik makna hidup). Adapun belenggu tersebut seperti: prinsip, prasangka negatif, pengalaman, persepsi.

DEVELOPING YOUR EMOTIONAL INTELIGENCE : Star Principle : Spiritual Commitment

Star principle adalah metode yang bertujuan bagaimana setiap manusia dapat membangun sebuah prinsip bintang yaitu sebuah prinsip yang hanya dilandaskan oleh ketauhidan yaitu karena Allah semata serta memuliakan dan menjaga sifat Allah.

Angel Principle : Ultimate Integrity

(47)

Leadership Principle : Spiritual Leadership

Leadership principle merupakan materi training ESQ yang bertujuan membentuk karakter pemimpin yang mentauladani Rasullullah SAW. Pemimpin yang selalu dicintai, dihormati, karena kharisma yang luar biasa karena sifat-sifat beliau yang sangat mulia.

Learning Principle : Continuous Improvement

Prinsip ini adalah prinsip pembelajaran yaitu bagaimana manusia dapat menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, selalu mengevaluasi kembali pemikirannya, dan bersikap terbuka utuk mengadakan penyempurnaan.

Vision Principle : Ultimate Principle

Vision principle adalah materi yang menyampaikan agar setiap manusia sadar bahwa visi hidupnya adalah bersiap-siap untuk menghadapi hari akhir. Melakukan setiap langkah secara optimal dan sungguh-sungguh, serta memiliki kendali diri dan sosial.

Well Organized Principle : Ultimate Synergy

Well organized yaitu membentuk prinsip keteraturan, prinsip ini bertujuan menjadikan manusia memiliki kesabaran, ketenangan, dan keyakinan dalam berusaha. Memahami arti penting dari sebuah proses.

LET’S ACTION :

(48)

Setelah membangun visi, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan misi yang akan dilakukan untuk mencapai visi-visi tersebut. Pada materi ini akan disampaikan bahwa setiap manusia sesunggunya telah diberikan misi oleh Allah SWT. Bagi umat Muslim sesungguhnya Syahadatlah yang menjadi pendorong dalam mencapai tujuan, sekaligus menciptakan ketenangan batin dalam menjalankan misi hidup. 26

Character Building : Build Your Character

Materi ini bertujuan membangun karakter yang tangguh, membangun kekuatan afirmasi, meningkatkan ESQ dan membangun suatu paradigma positif. Dalam Islam shalat sesunggunya merupakan langkah paling penting untuk membentuk karakter manusia yang paripurna dan bersahaja.

Selft Control : Control Your Step

Self Control merupakan materi yang menjadikan manusia mampu mengendalikan diri dari segala bentuk pengaruh negatif dan belenggu-belenggu yang tak terkendali, dan puasa adalah salah satu metode yang paling baik untuk pengendalian diri tersebut.

Strategic Collaboration : Build Your Synergy

Pada materi ini akan disampaikan bagaimana mengeluarkan potensi spiritual yang ada dalam diri manusia. Islam mengajarkan zakat sebagai upaya untuk

26

Ary Ginanjar Agustian, New Edition Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emotional

(49)

mengeluarkan potensi spiritual dan membangun sinergi yang kuat, yaitu berlandaskan sikap empati, kepercayaan, keterbukaan, dan kredibilitas.

Total Action : Let’s Move

Setelah melalui tahapan-tahapan materi diatas maka langkah yang paling kongkrit adalah aplikasi total. Karena iman bukanlah sebuah angan-angan tapi harus diwujudkan dalam bentuk amal dan perbuatan.

B. Keyakinan Agama

1. Pengertian keyakinan agama

Dalam kamus bahasa Indonesia, keyakinan diartikan sebagai kepercayaan yang sungguh-sungguh. Keyakinan merupakan bagian dari agama atau religi yang berwujud konsep-konsep yang menjadi keyakinan atau kepercayaan para penganutnya.27 R. Stark dan C.Y.Glock melihat dimensi keyakinan sebagai dimensi yang berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Menurutnya setiap agama akan mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut akan taat. Bagi semua agama dapat dikatakan bahwa teologi atau kepercayaan merupakan jantung dari agama.

Glock dan Stark berpendapat bahwa ritual dalam sebuah agama tidak berarti apa-apa jika tidak berada dalam sebuah perangkat dan tatanan kepercayaan atau

27

(50)

keyakinan, bahwa di luar diri manusia ada kekuatan supernatural yang wajib untuk kita sembah dan taati. Pada dasarnya manusia tidak mudah untuk taat melaksanakan ritual keagamaanya seperti sembahyang dan ritual lainnya tanpa didasari oleh keyakinan yang membentenginya.28

Sedangkan agama didefinisikan sebagai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang didalamnya terdapat aturan dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran tentang kebenaran tertinggi yang bersifat mutlak mengenai eksistensi manusia, dan berisikan petunjuk keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Saat ini manusia cenderung menjadikan agama sebagai harapan-harapan kehidupan, setelah kebutuhan manusia secara materil telah terpenuhi. Agama hendaknya dijadikan oleh manusia sebagai tumpuan dan harapan sosial yang dapat dijadikan jalan tengah terhadap berbagai situasi dan kondisi yang disebabkan karena perilaku manusia itu sendiri.

Selanjutnya kita akan membahas lebih dalam mengenai keyakinan agama, karena dalam setiap agama yang ada, pasti dimensi keyakinan lah sebagai pondasi utama dalam membangun kehidupan beragama. Dalam buku “Manusia dan Agama: Membumikan Kitab Suci” karya Murthadha Muthahhari, dijelaskan bahwa manusia dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimilikinya, tentu

(51)

bukanlah hal yang mudah menjalani hidup yang baik dan mencapai sesuatu yang bermamfaat bagi kemanusiaan, tanpa memiliki keyakinan, ideal, atau keimanan. Tanpa adanya keyakinan dalam menjalani kehidupan beragama, niscaya manusia akan mengarah kepada sifat egois, mementingkan diri sendiri, mudah putus asa, ragu-ragu dan mudah berubah-ubah.29

Keyakinan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling dasar, inilah yang membedakan satu agama dengan agama yang lainnya, bahkan satu mazhab dalam satu agama dengan mazhab lainnya. Keyakinan agama yang kuat menyebabkan manusia mau berjuang melawan kecendrungan individualnya, dan rela mengorbankan hidup serta kepentingannya bagi keyakinannya tersebut. Hal ini tentu saja bisa terjadi dalam setiap diri manusia apabila ia menganggap bahwa keyakinannya adalah suatu hal yang suci yang selalu menjadi kendali dan pegangan atas dirinya.

Fakta yang bisa kita lihat dalam kehidupan adalah, banyak manusia mengorbankan hidupnya, harta, dan kehormatan mereka bukan dilandaskan atas keyakinan yang mereka pegang tapi lebih kepada tekanan psikologis, kebencian, balas dendam, atau sebagai reaksi dari suatu penindasan. Keyakinan agama menyebabkan pengaruh-pengaruh positif yang luar biasa, jika dipandang dari

(52)

kemampuannya untuk menciptakan kebahagiaan, atau memperbaiki hubungan-hubungan sosial, atau mengurangi dan menghapuskan kesulitan-kesulitan yang sebelumnya sangat sulit dihindari dari sistem yang ada di dunia ini. Keyakinan agama tentu saja memberikan banyak dampak, dan itu akan terlihat dalam setiap gerak dan aktivitas kehidupan manusia.

2. Pengaruh Keyakinan Agama Dalam Kehidupan Sosial

Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan mengenai definisi dan peran keyakinan agama dalam membangun kehidupan beragama yang harmoni. Dari beberapa penjelasan, terlihat bahwa keyakinan agama adalah faktor penting untuk menciptakan dan memberikan pengaruh positif dalam kehidupan agama dan sosial, karena tanpa keyakinan agama yang tertanam dalam diri manusia, diprediksikan kehidupan tidak akan terarah dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Hal ini diperkuat dengan beberapa pendapat para ahli psikologi dan sosiologi agama, bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu.

(53)

menciptakan kebahagiaan hidup. Kebahagiaan disini adalah ketika manusia tidak hanya mampu menciptakan kebahagiaan untuk dirinya pribadi, tetapi ia akan sangat peka dan mampu membaca linkungan kehidupannya, serta menciptakan kebahagiaan yang sama untuk lingkungannya tersebut. Selain itu, pengaruh keyakinan agama menjadikan manusia semakin optimis dalam menapaki alam dan jagat raya ini. Seseorang yang memiliki keyakinan agama mengibaratkan dirinya berada disebuah negeri, ia akan melihat aturan-aturan dan hukum yang ada di negeri tersebut merupakan sesuatu yang benar dan adil. Ia sangat percaya bahwa aturan dan hukum yang diberlakukan merupakan salah satu upaya dan kehendak sang pemimpin untuk menjadikannya lebih baik dan bergerak kearah yang lebih maju.

(54)

agama akan menganggap individu lainnya sebagai seorang patner untuk mencapai suatu kesuksesan bersama, saling menghormati, menghargai.

Pengaruh yang ketiga adalah sebagai penawar bagi tekanan jiwa.30 Dalam mengarungi kehidupan tentu kita tidak selalu mengalami keharmonisan, kebahagiaan, dan kemudahan yang hakiki, namun diwaktu tertentu pasti akan berhadapan dengan kesulitan, kesedihan, dan kekecewaan. Setiap manusia akan senantiasa berusaha, bagaimana ia bisa merubah kondisi yang ada, menjadi kondisi yang sesuai keinginan dan harapannya. Namun kenyataannya berbeda, mengapa disaat manusia mengalami kesulitan dan kesedihan mereka cenderung mencari pelarian dan pelampisan kepada hal-hal yang dinilai kurang baik dimata masyarakat, seperti narkotika, dan minum-minuman keras bahkan yang sangat menyedihkan adalah bunuh diri. Hal ini menandakan bahwa sebagian masyarakat di dunia sudah tidak dapat lagi mengendalikan diri, Mereka seakan lepas kendali, tidak memiliki tujuan dan pedoman hidup yang menuntun hidup mereka kearah yang lebih baik.

Keyakinan agama menciptakan di dalam diri manusia, kekuatan-kekuatan untuk bertahan dan menjelmakan kepahitan menjadi rasa manis. Ia sangat yakin bahwa segala kesulitan dan kepahitan yang dialami merupakan suatu reaksi sementara yang sebenarnya terbentang luas cara untuk menemukan

(55)

penyelesaiannya. Pendapat ini kemudian diperkuat oleh hasil penelitian para ahli Psikolog, bahwa sebagian besar penyakit mental yang terjadi pada masyarakat adalah disebabkan oleh kerusakan psikologis. Dari hasil penelitian terlihat bahwa Kepahitan kehidupan ditemukan pada orang-orang yang tak beragama.31 Keyakinan agama juga menimbulkan perilaku tertentu seperti pelaksanaan ritual berdo’a, memuja, dan juga menimbulkan sikap mental tertentu seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya. Karena hendaknya segala petunjuk, keinginan dan ketentuan selalu dipatuhi manusia jika ingin menuju kehidupan yang selamat.

(56)

BAB III

GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

A.Profil Forum Silaturahmi Mahasiswa (Fosma) Wilayah Bekasi

Forum Silaturahmi Mahasiswa (Fosma) 165 wilayah Bekasi berdiri pada tanggal 14 April 2006. Forum ini berdiri dengan landasan serta cita-cita mencetak para pemuda-pemudi yang berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia emas tahun 2020 yang dibekali dengan kemampuan IPTEK dan IMTAQ. Forum Silaturahmi Mahasiswa 165 Bekasi merupakan kumpulan dari para pemuda-pemudi yang bercita-cita agar lebih baik dari hari ke hari. Fosma 165 Bekasi terdiri dari kumpulan mahasiswa dan mahasiswi yang berdomisili di daerah Bekasi dan sekitarnya. Fosma 165 Bekasi atau yang disingkat dengan Fosbek sangat mengusung silaturahmi dan persaudaraan antar para anggotanya sehingga tercipta suasana kekeluargaan.

(57)

membangun pemuda Bekasi dengan kegiatan kepedulian, dan melahirkan sinergi untuk kemajuan bersama.

Indonesia emas merupakan puncak dari visi yang diusung oleh Fosma 165 Bekasi dan Fosma daerah lainnya. Ini merupakan harapan kita bersama sebagai bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, optimisme harus selalu tertanam dari setiap diri rakyatnya karena bukanlah sebuah keniscayaan jika dahulu Islam bangkit dan maju di Barat maka yakinlah bahwa Islam akan bangkit kembali di ufuk timur yaitu Indonesia tercinta. Itulah yang dicita-citakan ESQ, dan Fosma adalah langkah awal membangun karakter pemuda-pemudi berkualitas, yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral, memiliki dedikasi tinggi dan tanggung jawab yang selalu dipegang teguh. Fosma 165 Bekasi tidak hanya untuk anggota yang telah menjadi alumni training ESQ saja, tetapi Fosbek lebih membuka diri bagi siapapun baik muslim maupun non muslim yang ingin berjuang dan belajar bersama untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat lagi, mengajak yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. 32

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam Fosma 165 Bekasi sangat positif, selain kegiatan keagamaan, yang bertujuan meningkatkan spiritual, Fosbek juga melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan mengasah rasa solidaritas dan saling tolong menolong antara sesama. Saat ini usia Fosma 165

32

(58)

Bekasi menginjak tahun ke-3, tentu masih banyak lagi hal-hal positif yang harus dilakukan. Keanggotaan Fosma 165 Bekasi saat ini termasuk simpatisan Fosma ± 50 orang, data ini diperoleh dari hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dalam setiap acara dan even yang diselenggarakan oleh Fosma 165 Bekasi, namun keanggotaan yang aktif dalam setiap kegiatan dan acara yang dilaksanakan Fosma 165 Bekasi berjumlah ± 30 orang.

1. Program Kerja Tahunan Fosma 165 Bekasi

Forum Silaturahmi Mahasiswa 165 Bekasi memiliki program kerja dan rancangan kegiatan yang bertujuan selain menjalin silaturahmi dan ikatan kekeluargaan, kegiatan Fosbek juga merupakan salah satu upaya untuk senantiasa dapat memfungsikan dimensi spiritual dan emotional dalam kehidupan keseharian. Adapun program kerja Fosma 165 Bekasi adalah sebagai berikut:

No Kegiatan Tujuan pelaksanaan

1 Divisi Kesehatan Rohani (Pengayaan spiritual) meliputi:

Pengajian dan pengkajian, buka dan tarawih bersama yatim piatu, I’tikaf, tafakur alam, dan out bond, sahur on

(59)

the spot, dan perayaan tahun

Menjadikan dan membangun karakter para anggota dan pengurus Fosma 165 Bekasi untuk memiliki rasa kepedulian dan solidaritas yang tinggi antar sesama.

(60)
(61)

7

Divisi data dan informasi yang meliputi kegiatan: pembuatan website 165 Bekasi, mailinglist, dan

freindster.

Merupakan pusat informasi dan masukan bagi Fosma 165 Bekasi.

(62)

dan kepemimpinan, training GEMAH, bedah buku, olah raga bulanan, pembuatan baju Fosma 165 Bekasi dan perayaan tahun baru hijriyah.33

2. Sturktur organisasi Fosma 165 Bekasi

Setelah menjelaskan profil dari Forum Silarurahmi Mahasiswa (Fosma) 165 Bekasi, berikut ini adalah struktur organisasi Fosma Bekasi periode 2007-2008.

(63)

a. 3. Sekilas Profil Sepuluh Informan

(64)

Fosma adalah salah satu organisasi yang sangat mengedepankan tali silaturahmi dan persaudaraan. Saat ini AIR baru saja mnyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia. Pengalaman organisasinya juga cukup baik, Ia pernah menjabat sebagai Ketua Fosma Bekasi periode 2006-2007, Ketua Divisi Media dan Publikasi Fosma Jadetabek 2007-2008, dan Chief Editor Fosma Magazine 2007-2008. 2. AP adalah laki-laki kelahiran tahun1981. AP dan keluarga berasal dari daerah DKI.Jakarta. Pendidikan terakhirnya adalah Strata 1 Fakultas Hukum, Jurusan Hukum perdata Univertsitas Krinsadwipayana Bekasi. Dalam Fosma Bekasi AP dipercaya sebagai staf dari tim training GEMAH (Gerakan Moral Asmaul Husna). AP termasuk pengurus Fosma Bekasi yang terhitung cukup lama bergabung dan secara total mengikuti kegiatan Fosma 165 Bekasi. Bagi AP, Fosbek adalah salah satu wadah yang sangat bagus, lahan kita untuk mencari ilmu, menjalin silaturahmi, dan salah satu upaya untuk menjadikan Indonesia emas 2020.

(65)

Bagi ID kualitas anggota Fosma Bekasi harus selalu ditingkatkan dari segi manapun, agar benar-benar tercipta suatu organisasi yang berkualitas pula. 4. Pemuda ini memiliki indisial RY, Ia lahir pada tahun1986, ia merupakan

putra dari keturunan Sunda Melayu. Saat ini RY masih kuliah di Universitas Gunadarma Kalimalang Bekasi. Pengalaman organisasinya juga cukup baik, semasa SMP dan SMU Ia aktif dengan kegiatan OSIS. Selain itu RY juga mengemban amanah sebagai Ketua Fosma Bekasi periode 2007-2008, dan Ketua Fosma Jadetabek periode 2008-2009. Bagi RY Fosma adalah organisasi yang sangat mengusung kegiatan-kegiatan yang positif, karena dengan Fosma inilah sesama alumni dan masyarakat dapat terjalin silaturahmi dan kekeluargaan yang baik.

Gambar

Tabel 1 Program Kerja Tahunan Fosma Bekasi.................................... 49
No  Tabel I Jenis Kelamin Jumlah
No  Tabel 2 Tingkatan usia Jumlah
No  Tabel 3 Pendidikan  Jumlah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika kamu menulis kata senin dengan huruf s kecil, sudah pasti dicoret sama dosen. Atau kamu menulis kalimat: Meski hujan dia tetap menangis (apa

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan metode wawancara terhadap 5 responden pada tanggal 26 Februari 2014 di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah

Berdasarkan dari data yang terdapat pada Tabel 6.13 menunjukan bahwa 69,6% s/d 79,7% atau mayoritas responden setuju bahwa produk jasa perbankan Bank DKI Cabang

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan

Hal ini disebabkan karena tiga faktor, yaitu (1) kepiting besar memiliki kecendrungan yang lebih besar untuk melakukan regenerasi salah satu capitnya, (2)

Selain itu, Amel juga sangat yakin bahwa lewat Docs By he Sea kalangan industri internasional dapat melihat bahwa Indonesia punya talenta dan cerita-cerita dokumenter

Mardjin syam (1966) mengartikan kepemimpinan sebagai keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta mengingatkan orang, dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan, atau

Abstrak — Urban Heat Island (UHI) adalah suatu fenomena dimana suhu udara pada wilayah yang padat bangunan atau kawasan perkotaan lebih tinggi daripada suhu udara