• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komperative Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab "Safinatun Najaat" Antara Bahasa Indonesia Dan Sunda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komperative Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab "Safinatun Najaat" Antara Bahasa Indonesia Dan Sunda"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

“Safiinatun Najaat”

antara Bahasa Indonesia dan Sunda

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh :

ABDUL RASYID

1110024000022

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.

Sukabumi, 18 Juli 2014

(3)
(4)
(5)

i ABDUL RASYID

Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab “Safiinatun Najaat”

antara Bahasa Indonesia dan Sunda

Menilai kualitas terjemahan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pesan dalam sebuah teks diterjemahkan dengan baik atau tidak, dengan kata lain pesan yang disampaikan dapat terpahami atau tidak dengan diukur dari sisi keakuratan, kejelasan, dan kewajarannya.

Dalam kesempatan kali ini penulis melakukan penilaian pada terjemahan

kitab “Safiinatun Najaat” versi Bahasa Indonesia dan Sunda yang kemudian membandingkan antara keduanya dengan bertujuan untuk melihat kualitas terjemahan baik dalam versi Bahasa Indonesia mau pun Sunda.

(6)

ii

PRAKATA

Puji Syukur kepada Allah SWT. Yang dengan izin serta karuniaNya, sehingga penulisan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat diselesaikan.

Shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada junjungan besar baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman terang benderang, yang telah mengenalkan kebenaran kepada kita sebagai umatnya, sehingga mampu untuk mengetahui apa itu kebathilan.

Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin haturkan terima kasih kepada: Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Oman Faturrahman, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku ketua jurusan Tarjamah, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah M. Hum. selaku sekretaris jurusan Tarjamah, dan kepada seluruh dosen-dosen yang telah mendidik serta memberikan berbagai macam ilmu dan pengetahuan kepada penulis. Semoga segala ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi umat khususnya bagi penulis sendiri.

(7)

iii

Dr. Sukron Kamil, M.Ag. dan Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah mendidik dan mengarahkan penulis selama menjadi mahasiswa.

Kepada orang tua tercinta, Entin Kartini dan Jajat Sudrajat dua sosok yang paling berjasa selama ini. Terima kasih ibu dan bapak atas do’a dan motivasi yang tiada hentinya yang telah kalian berikan, terima kasih pula kepada bi Ika dan bibi Sri atas dukungannya, serta adik-adik tercinta Muhammad Yasin dan Harun yang selalu menghibur dan menyemangati penulis sampai penulisan skripsi ini selesai.

Kepada teman-teman jurusan Tarjamah angkatan 2010 penulis haturkan

terima kasih khususnya Syafa’at, Mutia, Syarif, Umay, Eva, Nia, Asiah, Olis,

Farhan, Imam, Hany. Terima kasih banyak kawan atas segala motivasi, waktu, serta ide-ide yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa kepada teman kosan penulis Aguy, Rouf, Wahyu, Omen, terima kasih atas dukungan kalian semua.

Semoga skripsi yang masih banyak kekurangan ini dapat bermanfaat untuk kita semua khususnya bagi penulis sendiri serta orang-orang yang berkecimpung dalam dunia penerjemahan.

Sukabumi, 18 Juli 2014

(8)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

PRAKATA ……….. ii

DAFTAR ISI ………... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ………... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ………. 1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ………. 5

C.Tujuan Penelitian ………. 5

D.Tinjauan Pustaka……….. 6

E.Metode Penelitian ……… 7

F. Sistematika Penulisan ……….. 8

BAB II KERANGKA TEORI (PENERJEMAHAN) A.Dasar-dasar Penerjemahan ………... 9

1. Kendala dalam Penerjemahan ………10

2. Penerjemahan adalah Mengalihkan Pesan ……… 11

3. Faktor Penerjemah ………. 12

4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna ………. 12

5. Proses Penerjemahan ……….. 13

6. Faktor Keterbacaan dalam Penerjemahan ………. 15

(9)

v

3. Rochyah Machali ……… 25

4. Nababan ……….. 32

C.Penerjemahan dan Kebudayaan ……….. 37

BAB III GAMBARAN UMUM BIOGRAFI PENULIS KITAB “SAFIINATUN NAJAAT” A.Kitab “ Kitab Safiinatun Najaat” ………. 39

B.Biografi Asy-syaikh Al-„Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir . 42 1. Nama dan Kelahiran ……… 42

2. Perkembangan dan Pendidikan ………. 42

3. Berdakwah dan Mengajar ……….. 43

4. Keahlian Bidang Politik dan Kemiliteran ……….. 43

5. Kehidupan di Batavia ………. 44

6. Pengalaman Ibadah ………. 46

7. Karya-karya Tulis ………... 46

BAB IV ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN KITAB SAFIINATUN NAJAAT BAHASA INDONESIA DAN SUNDA A.Temuan ……… 47

(10)

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 65

B. Rekomendasi ………. 66

DAFTAR PUSTAKA ……….. 68

(11)

vii

Transliterasi yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini merujuk pada pedoman transliterasi arab-latin yang ditetapkan berdasarkan keputusan dari Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 0543 b/u/1987. Berikut pedoman transliterasi yang digunakan tersebut.

1. Konsonan

No Huruf Arab Huruf Latin No Huruf Arab Huruf Latin

1

ا

Tak berlambang 16

ط

2

ب

b 17

ظ

3

ت

t 18

ع

4

ث

ś 19

غ

g

5

ج

j 20

ف

f

6

ح

21

ق

q

7

خ

kh 22

ك

k

8

د

d 23

ل

l

9

ذ

ż 24

م

m

10

ر

r 25

ن

n

11

ز

z 26

ـه

h

12

س

S 27

و

w

13

ش

sy 28

ء

14

ص

29

ي

y
(12)

viii

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab sama seperti vokal pada bahasa Indonesia. Vokal bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal (monoftong)

Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harokat yang transliterasinya dapat diuraikan sebagai berikut:

TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA

ــــ Fathah a a

ــــ Kasrah i i

ـــــ Dhammah u u

Contoh:

بـتك

:

kataba

و س

: sabbuurah

حسمم

:

mimsahah

بـه ي

: yadzhabu

b. Vokal Rangkap (diftong)

Vokal rangkap bahasa Arab lambangnya berupa gabungan antara harokat dengan huruf, transliterasinya sebagai berikut:

TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA

ي ــــ Fathahdengan Ya ai a dan i و ــــ Fathah dengan Wau au a dan u

(13)

ix

لوه

: haula

3. Maddah (Vokal Panjang)

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harokat dan huruf, transliterasinya adalah sebagai berikut:

TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA

ا ــــ Fathah dengan Alif a a ي ــــ Kasrah dengan Ya i i و ـــــ Dhammah dengan Wau u u

Contoh:

لـعاف

:

faa‟ala

لوقي

:

yaquulu

ميّك

:

kariim

4. Ta’ marbuthah

Ada dua macam transliterasi untuk ta’ marbuthah, yaitu:

a. Ta’ marbuthah hidup

Ta’ marbuthah yang hidup atau yang mendapat harokat fathah, kasrah,

dan dhammah, maka transliterasinya adalah (t). b. Ta’ marbuthah mati

Ta’ marbuthah yang mati atau mendapat harokat sukun dibelakangnya,

(14)

x Contoh :

حلط

: thalhah

c. Jika pada kata terakhir dengan ta’ marbuthah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang “al” serta bacaan yang kedua terpisah, maka

ta’ marbuthah itu ditransliterasikan menjadi (h).

Contoh:

َّجلا ضو

: raudhatul jannah

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan bahasa Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah. Dalam transliterasi tanda syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

اّـَّ

: rabbanaa

ىِّ

:

rabbi

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem bahasa Arab dilambangkan dengan huruf “al”

baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Penulisannya ditulis secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan hubungkan dengan tanda (-). Contoh:

لجّلا

: Al-rajulu
(15)

xi

dengan spostrof. Tetapi itu hanya berlaku bagi hamzah yang diletaknya ditengah dan diakhir kata. Apabila letaknya diawal kata, maka hamzah tidak dilambangkan. Karena dalam tulisan arab berupa alif.

Contoh:

ئيـش

:

syai‟un
(16)

1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Bahasa Sunda termasuk rumpun Melayu yang kita sebut Melayu Polinesia. Bahasa ini erat hubungannya dengan bahasa Jawa dan Melayu, yang dipergunakan diseluruh Jawa Barat, yaitu Kresidenan Priangan, Cirebon, Jakarta, Banten, dan Karawang yang dahulu juga merupakan Kresidenan sendiri.1

Dalam masyarakat Sunda terdapat beberapa aksara yang digunakan untuk menulis naskah. Aksara yang pernah digunakan untuk menulis naskah Sunda yaitu aksara Sunda Kuna, Jawa Kuna, Jawa (Cacarakan), Pegon, dan Latin. Masyarakat masa kini umumnya hanya mengenal dua aksara terakhir, sedangkan yang lainnya tidak begitu diketahui. Diantara aksara yang digunakan untuk menulis naskah, aksara Pegon merupakan aksara yang paling sering digunakan. Aksara Pegon adalah aksara Arab yang sebagian hurufnya telah dimodifikasi dan digunakan untuk menulis naskah Sunda dan naskah Jawa. Pengetahuan masyarakat Sunda terhadap aksara Pegon berkaitan erat dengan agama Islam karena masyarakat Sunda mengenal aksara Arab seiring dengan pengenalannya terhadap agama Islam.

1

(17)

Pada proses penyebaran agama Islam, khususnya di wilayah penutur bahasa Sunda, telah lahir para alim ulama yang menerjemahkan teks-teks keagamaan seperti Fiqih, Nahwu, Sharaf, dll, diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda serta menggunakan aksara Pegon yang ternyata memiliki ciri khas tersendiri dalam pengalihan pesannya.

Sebagai contoh dalam penerjemahan :

Terjemahan Sunda : “Kalawan nyebat jenengan Allah anu maparin nikmat

umum Allah di dunia, tur anu maparin nikmat khusus Allah di akherat. (Dengan

menyebut nama Allah yang memberikan nikmat umum Allah di dunia, serta yang memberikan nikmat khusus Allah di akhirat).

Terjemahan Indonesia : “Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih

lagi Maha penyayang”.

Kata نٰمحَّلا = Yang Maha Murah, dan يمحَّلا = Yang Maha Penyayang,2 yang diterjemahkan dalam bahasa Sunda نٰمحَّلا = anu maparin nikmat umum Allah di

dunia (yang memberikan nikmat umum Allah di dunia), dan يمحّلا = anu maparin

nikmat khusus Allah di akherat (yang memberikan Nikmat khusus Allah di

akhirat), tentu saja pengalihan pesan tersebut sangat berbeda dengan yang

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia نٰمحَّلا = yang Maha pengasih dan يمحَّلا = Yang Maha Penyayang.

2

(18)

3

Kalau kita perhatikan terjemahan tersebut, bahwasanya pengalihan pesan dalam bahasa Sunda tersebut menekankan bahwa Allah itu benar-benar Maha

Pemurah yaitu dengan mengganti dengan kalimat “anu maparin nikmat umum

Allah di dunia (yang memberikan nikmat umum di dunia), yang berarti nikmat tersebut begitu besar yang diberikan secara umum untuk makhluk-makhlukNya di dunia, serta Allah itu Maha Penyayang yang di mana dalam terjemahan Sundanya

yaitu “anu maparin nikmat khusus di akherat (yang memberikan nikmat khusus di

akhirat)”, yang berarti nikmat tersebut bersifat khusus yaitu yang disebut

“rahmat” hanya orang-orang tertentu yang Allah kehendakilah yang mendapatkan

kasih sayangNya tersebut.

Dengan melihat contoh yang telah dipaparkan di atas dengan dilihat dari sisi keakuratan, keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa.3 Bahwa keakuratan terjemahan tersebut bagi penutur bahasa masing-masing, dengan kata lain dapat diterima atau tidak, baik itu penutur bahasa Sunda atau bahasa Indonesia, dalam terjemahan seperti pada contoh di atas terdapat kekurangan dan kelebihannya.

Kelebihan terjemahan dalam bahasa Sunda di atas pengalihan pesannya lebih mendalam dan luas, dan penerjemahan tersebut dapat dikatakan sebagai penerjemahan bebas. Saat menerjemahkan metode ini, seorang penerjemah biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu,4 akan tetapi dengan mengorbankan Bsu tersebut menjadi kekurangan tersendiri dalam penerjemahanya.

3

Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Pamulang Barat: Dikara, 2010), h. 71. 4

(19)

Kemudian dari tejemahan Indonesianya yaitu lebih menekankan pada pengalihan Tsu yang apa adanya, penerjemahan ini mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar,5 yaitu selama pesan dalam Tsu masih dapat difahami oleh penutur Bsa. Dan penerjemahan metode ini dapat dikatakan penerjemahan yang cukup baik, meskipun kekurangannya yaitu bahwa penutur Bsa mengetahui pesan dalam Tsu tersebut sewajarnya dan apa adanya.

Maka dengan adanya perbedaan serta permasalahan dalam penerjemahan seperti yang penulis paparkan pada contoh di atas, sehingga kualitas penerjemahan pun pasti akan berbeda, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang kualitas terjemahan antara Sunda dan Indonesia, ada pun yang ingin penulis teliti yaitu kualitas pada terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” karangan

Asy-syaikh Al-„Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir Al- Hadlramiy, terjemahan

bahasa Sunda dan terjemahan bahasa Indonesia. Alasan mengapa penulis memilih

kitab “Safiinatun Najaat” yaitu karena kitab tersebut merupakan kitab yang

penting bagi umat Islam untuk mengetahui dan memahami tentang ilmu fiqih, yang di mana ketika mengkajinya perlu pemahaman yang jelas.

Ada pun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia diterjemahkan oleh

Ats-Tsauriy & Khanan Rifa‟ul Kasbi.

Maka dari itu Insya Allah penulis akan mengambil judul :

5

(20)

5

Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab “Safiinatun Najaat”

antara Bahasa Indonesia dan Sunda

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat banyaknya isi pada kitab “Safiinatun Najaat”, maka penulis hanya

membatasi dengan beberapa halaman, yaitu sebanyak dua halaman yang terdiri dari 5 fasal, diantaranya: 1) Fasal Rukun Islam, 2) Fasal Rukun Iman, 3) Fasal makna “Lailaaha Illallah”, 4) Fasal Tanda-tanda Baligh, 5) Fasal

Syarat Sah Beristinja’,

Adapun beberapa masalah pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana kualitas Terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda menurut kaidah penerjemahan?

2. Manakah yang lebih berkualitas terjemahan Indonesiakah atau terjemahan Sunda?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan pokok yang telah dibatasi pada perumusan masalah, maka kegunaan dari penulisan ini adalah:

(21)

2. Untuk mengetahui terjemahan yang lebih berkualitas antara terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” antara Bahasa Indonesia dan Sunda.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah melihat dan menelaah dari berbagai karya-karya ilmiah baik melalui perpusatakaan Fakultas Adab dan Humaniora atau pun perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan skripsi yang di mana memiliki kesamaan jenis penelitian, yaitu jenis penelitian komparatif. Penulis tersebut adalah Zaky Mubarok, yang di mana membahas tentang KATA SERAPAN; Perbandingan Perubahan Makna Kata Serapan dari Bahasa Arab pada Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Surat At-Taubah ayat 1-50).

Batasan masalah pada penelitian ini adalah terkait pada kata-kata serapan yang terdapat pada Al-Qur’an terjemahan bahasa Sunda dan Al-Qur’an terjemahan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab Surat At-Taubah ayat 1-50. Penelitian ini dikuhususkan untuk membandingkan perubahan makna kata serapan dari bahasa Arab pada bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan studi kasus pada Al-Qur’an terjemahan kedua bahasa tersebut.

Rumusan masalah pada penelitiannya adalah untuk mengetahui kata serapan dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia yang berasal dari terjemahan

Al-Qur’an surah At-Taubah baik terjemahan bahasa Sunda mau pun bahasa

(22)

7

Metode yang digunakan penulis adalah deskriptif Naratif Komparatif, penulis menganalisis sejumlah kata serapan dari bahasa Arab yang terdapat pada

Al-Qur’an terjemahan bahasa Indonesia dan terjemahan Al-Qur’an bahasa Sunda

pada surat At-Taubah ayat 1-50. Kemudian penulis menguraikan, mengelompokan, dan membandingkan maknanya, dengan teori yang sesuai dengan penelitian dan fakta-fakta yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna.

Sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan menggunakan kitab “Safiinatun Najaat”, yaitu karangan Asy-syaikh Al-„Aalim Al -Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy. Adapun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu terjemahan yang diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia yang diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy & Khanan

Rifa’ul Kasbi.

Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan teori-teori dari beberapa buku Tata Bahasa, tentang penerjemahan, serta kamus (baik itu kamus Sunda, Indonesia, dan Arab).

E. Metode Penelitian

(23)

& Khanan Rifa’ul Kasbi. Kemudian membandingkan kualitas terjemahannya,

yaitu antara terjemahan Sunda dan Indonesia tersebut.

Dalam memperoleh data-data, penulis menggunakan library research (penelitian/studi pustaka) dengan menggunakan data-data yang berkaitan dengan penelitian.

Adapun secara tekhnis dalam penyusunan penelitian ini penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi, Tesis, dan Disertasi yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Bab I adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.

Bab II adalah kerangka teori, Bab ini terdiri dari dasar-dasar penerjemahan, menilai kualitas terjemahan, serta penerjemahan dan kebudayaan.

Bab III adalah gambaran umum dan biografi penulis kitab “Safiinatun

najaat”.

Bab IV adalah analisis terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” dan komparasi antara bahasa Indonesia dan Sunda.

(24)

9

BAB II

KERANGKA TEORI

PENERJEMAHAN

A. Dasar-dasar Penerjemahan

Seorang penerjemah sungguh-sungguh memiiki tanggung jawab yang besar, dan memiliki jasa yang besar pula bagi nusa, bangsa, dan dunia. Maka seorang penerjemah dituntut untuk mengetahui dan memahami tugasnya. Apa itu menerjemahkan ?

Syihabuddin berpandangan bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun gaya.1 Nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara baru menerjemahkan haruslah berfokus pada response penerima pesan (cara lama berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan dapat dikatakan baik bila benar-benar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima) tidak boleh menyimpang dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam bahasa sumber.

Widyamartaya mengutip dalam buku H.G. de Maar, English Passages for Translation, dapat ditemukan beberapa petunjuk penerjemahan, antara lain:

1

(25)

1. Berlakulah setia pada aslinya dan berikanlah kebenaran, seluruh kebenaran, dan tak lain daripada kebenaran. Tidak boleh ada ide penting muncul dalam terjemahan kalau ide itu tidak ada dalam karangan aslinya. Tidak boleh ada hal kecil tetapi penting dihilangkan dari terjemahan kalau hal itu terdapat dalam karangan aslinya.

2. Perhatikanlah secara seksama dalam semangat atau suasana apa karangan asli ditulis. Kalau gayanya ramah, ramahlah dalam terjemahan Anda; kalau luhur, berikanlah pada terjemahan Anda suatu nada yang luhur.

3. Sebuah terjemahan harus tak terbaca sebagai suatu terjemahan. Terjemahan harus tidak mengingatkan akan karangan aslinya, tetapi harus terbaca wajar seolah-olah muncul langsung dari pikiran si pelajar. Harus terbaca seperti sebuah karangan yang asli. Terjemahan harus mengungkapkan segenap arti dari karangan aslinya, tetapi tanpa mengorbankan tuntutan akan ungkapan yang baik dan idiomatik.2

Sebagai seorang penerjemah yang handal tentunya harus mengerti dan memahami dasar-dasar penerjemahan, yang mana memang dalam dunia penerjemahan itu sendiri terdapat permasalahan yang terjadi, dan sebagai seorang penerjemah diharuskan mengetahui permasalahan tersebut dan mampu memberikan jalan keluarnya.

1. Kendala dalam penerjemahan

Penerjemah (begitu juga penjurubahasaan) merupakan kegiatan satu arah. Ini berarti Tsa hanya ada bila ada kegiatan penerjemahan dan

2

(26)

11

penyusunan Tsa dikendalai oleh adanya sebuah Tsu. Oleh karena itu kendala utama dalam penerjemahan dan penjurubahasaan adalah perbedaan sistem dan struktur antara Bsu dan Bsa. Hoed mengemukakan bahwa kendala dalam penerjemahan adalah perbedaan dalam empat hal, yaitu: (1) bahasa, (2) kebudayaan sosial, (3) kebudayaan religi, (4) kebudayaan materiil. Kendala yang disebutkan Hoed tersebut merupakan masalah yang harus dipahami dan ditanggulangi oleh penerjemah dan juru bahasa dalam pekerjaannya. Upaya penanggulangan itu, pertama-tama dalam bentuk mengkaji untuk memahami sebaik-sebaiknya perbedaan itu. Selanjutnya, ia juga harus mencari jalan untuk menemukan padanan yang benar dan berterima di dalam Bsa.3

2. Penerjemahan adalah mengalihkan pesan

Banyak yang beranggapan bahwa penerjemahan adalah sekedar pengalih bahasaan. Lebih tepat bila dikatakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan pesan (message) dari Tsu ke dalam Tsa. Dengan demikian, idealnya adalah Tsa (terjemahan) akhirnya berisi pesan yang sepadan dengan pesan dalam Tsu.

Hal ini kelihatannya sederhana. Namun, kalau kita kaji lebih dalam, ada masalah yang timbul dari istilah sepadan diatas. Kalau dipandang sebagai keserupaan pesan Tsu dan Tsa, maka masalahnya siapa yang membaca Tsu dan siapa yang membaca Tsa? Sudah barang tentu orangnya tidak sama. Bukan hanya orangnya yang tidak sama, tetapi

3

(27)

kebudayaan yang melatari kedua jenis pembaca (Tsu dan Tsa) juga berbeda. Oleh karena itu untuk menghasilkan pesan yang sepadan, penerjemah harus memahami dan menyesuaikan terjemahannya dengan (calon) pembaca atau pendengarnya. Oleh karena itu, bila kita menjadi penerjemah jangan berfikir “bagaimana kalimat ini diterjemahkan?” tetapi

“bagaimana pesan dalam teks ini terungkapkan dalam bahasa sasaran?”.4

3. Faktor Penerjemah

Seorang penerjemah dan juga juru bahasa harus memahami Bsu dan Bsa secara baik, begitu pula kebudayaan yang melatari kedua bahasa itu. Oleh karena itu ia harus mempunyai skurang-kurangnya tiga kualitas, yakni (1) menguasai pengetahuan umum yang luas (dan pengetahuan yang khusus bila ia harus menerjemahkan teks teknis), (2) memiliki kecerdasan untuk memahami sebuah teks dan melihat secara cepat “logika” teks yang

harus diterjemahkan, dan (3) memiliki kemampuan retorika, yakni kemampuan merekayasa bahasa untuk menghasilkan terjemahan yang sepadan, akurat, dan berterima pada pembaca (atau pendengarnya).5

4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna

Perbedaan antara Bsu dan Bsa selalu membayangi proses penerjemahan. Penerjemah dapat dinilai melakukan kesalahan dalam terjemahannya hanya kalau kesalahan itu hanya semata-mata kesalahan bahasa. Namun, dalam hal lainnya, penerjemahan menyangkut soal kiat

4

Hoed, Penerjemahan, h.25. 5

(28)

13

pribadi penerjemah dalam kapasitas retorikanya. Bahkan dalam penerjemahan teks sastra, faktor estetika dan selera mempengaruhi proses penerjemahannnya.

Belum lagi kita berhadapan dengan pemahaman pembaca (atau pendengar) atas terjemahan kita. Karena terjemahan adalah teks juga, maka terjemahannya pun bersifat “terbuka”.

Itu sebabnya tidak ada terjemahan yang sempurna. Dalam hal penerjemahan, “betul-salah” nya terjemahan hanya bersangkutan dengan

aspek kebahasaaan murni. Ini sifatnya mutlak. Kalau Uncle Tom‟s Cabin diterjemahkan dengan kabin paman Tom, maka dapat dikatakan kata kabin di sini adalah terjemahan yang salah. Yang betul adalah pondok atau

gubug. Namun, mana yang lebih ”baik” pondok atau gubug, itu soal

ekstetika, konteks cerita, atau selera. Jadi kita harus membedakan “betul -salah” (correctness) dengan “baik-buruk” (good or bad translation).6

5. Proses Penerjemahan

Untuk menghasilkan suatu pesan teks BSa yang sesuai dengan pesan yang terdapat pada teks BSu, seorang penerjemah harus memperhatikan proses penerjemahan yang dirumuskan oleh Hidayatullah7, yaitu:

6

Hoed, Penerjemahan, h. 26. 7

(29)

Struktur Luar Pemadanan Pemadanan TSu Leksikal TSu Morfologis TSu

Pemahaman Struktur Batin Pemadanan Leksikal TSu TSu dan TSa Sintaksis TSu

Pemahaman Pemahaman Pemadanan Morfologis TSu Pragmatis TSu Semantis TSu

[image:29.595.141.544.115.486.2]

Pemahaman Pemahaman Pemadanan Struktur Sintaksis TSu Semantis TSu Pragmatis TSu Luar TSa

Gambar 1. Proses Penerjemahan

(30)

15

pemahaman yang dikaitkan dengan konteks yang berlaku pada Tsu; (7) pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi transformasi pada diri penerjemah untuk kemudian menyelaraskan pemahaman Tsu ke dalam pemadanan Tsa; (8) pemadanan leksikal Tsa mengharuskan penerjemah memilih padanan yang tepat untuk tiap kata yang ditemuinya dalam Tsu; (9) pemadanan morfologis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah mengalami perubahan bentuk; (10) pemadanan sintaksis Tsa mengharuskan penerjemah memilliki kepekaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa, sehingga dapat memilih padanan yang akuratpada tiap kalimat yang ada dihadapannya; (11) pemadanan semantis Tsa berhubungan dengan pemadanan sintaksis Tsa, (12) pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil dari pemahaman kontekstual Tsu, sehingga penerjemah dapat menerjemahkan dengan tepat kalimat dalam konteks tertentu, yang tentu saja akan berbeda maknanya, meskipun bentuknya sama; (13) ramuan dari pemahaman yang kemudian menghasilkan pemadanan itulah yang bisa melahirkan struktur luar Tsa yang layak dikonsumsi.8

6. Faktor keterbacaan dalam Penerjemahan

Faktor keterbacaan merupakan hal yang sangat penting dalam penerjemahan, agar pembaca dapat memahami pesan dan ide sesuai apa yang disampaikan oleh penulis Tsu. Seorang penerjemah harus bisa mentransformasikan pesan yang dipahaminya dari Tsu kedalam benak pembaca. Faktor-faktor keterbacaan itu sebagai berikut:

8

(31)

a. Konkret

Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide tau pesan pada Tsu secara konkret dan tidak abstrak. Ini terutama terkait dengan data-data sejarah, nama tokoh, nama tempat, dan yang lainnya.

b. Tegas

Seorang penerjemah yang baik harus menyampaikan ide-ide atau pesan pada Tsu secara tegas dan tidak bertele-tele. Ia punya kewenangan untuk membuang hal-hal yang bertele-tele dalam Tsu.

c. Jelas

Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu dengan jelas dan lengkap. Karenanya, ia harus bisa melengkapi informasi pada Tsa ketika konsep dalam Tsu tidak mudah dipahami oleh penutur Tsa.

d. Populer

Seorang penerjemah yang baik harus mampu mnyampaikan ide atau pesan pada Tsu dengan menggunakan bahasa yang populer dan lazim. Ia harus berani membuang arti kata-kata tertentu yang sebetulnya sudah tidak populer lagi dalam penggunaan Bsa mutakhir.9

B. Menilai Kualitas Terjemahan

Kajian teoritis tentang penerjemahan dimaksudkan agar terjemahan yang dihasilkan oleh seseorang itu berkualitas , yaitu tepat dan mudah

9

(32)

17

dipahami. Ketepatan berkaitan dengan pesan yang ada dalam Tsu dan pesan yang ada dalam Tsa. Adapun keterpahaman bertalian dengan derajat keterbacaan terjemahan yang ditentukan oleh struktur kalimat, pilihan kata, ejaan, dan faktor kebahasaaan lainnya. Di samping itu keterpahaman juga bertalian dengan tanggapan dan reaksi pembaca terhadap terjemahan.10

Hidayatullah menegaskan bahwa kualitas terjemahan itu ditentukan oleh ketepatan, kejelasan, dan kewajaran. Ketepatan berkaitan dengan kesesuaian antara pesan yang terdapat dalam bahasa penerima. Kejelasan berkaitan dengan masalah kebahasaan dan kemudahan dalam memahami maksud nas. Adapun kewajaran berkaitan dengan kealamiahan nas sehingga ia tak terasa sebagai sebuah terjemahan.11 Maka, aspek yang dinilai adalah: (1) pesan tertejemahkan atau tidak; (2) kewajaran dan ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.12

Penilaian terjemahan merupakan bagian terpenting dalam konsep teori penerjemahan. Oleh karenanya kriteria/aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan dan penilaian yang berbeda-beda. Maka dari itu, diharapkan penilaian yang diberikan dapat menilai suatu terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan.13

Terdapat beberapa macam teknik penilaian yang dapat digunakan untuk menilai sebuah hasil terjemahan yang ditawarkan oleh para tokoh

10

Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 193. 11

Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 195. 12

Hidayatullah, Tarjim, h. 71. 13

(33)

diantaranya oleh Machali (1996), Hoed (2006), Nababan, dan Moch syarif Hidayatullah. Disini akan dijelaskan beberapa tekhnik penilaian terjemahan dari beberapa tokoh.

1. Benny Hoedoro Hoed

Hoed mengatakan bahwa betul-salahnya dalam penerjemahan bersifat relatif. Maka dapat dibayangkan betapa sulitnya menilai sebuah terjemahan. Hoed mengutip dari Newmark yang menyebutkan, dari sifatnya, ada empat jenis cara menilai terjemahan.14

a. Translation as a science. Hal ini dilihat dari kebahasaan murni,

yakni yang hasilnya dapat kita nilai betul-salahnya berdasarkan kriteria kebahasaan.

Contoh:

(1a) passengers can enjoy a confortable ride from the airport to any hotel in the city.

(1b) para penumpang dapat menikmati perjalanan yang menyenangkan dari Bandar udara ke setiap hotel didalam kota.

(Catatan: Teks (1a) diambil dari sebagian Pocket Guide:

Welcome to Singapore. Singapore Changi Airport. Teks (1b)

terjemahan menurut Hoed).15

Beberapa bagian teks (1b) diterjemahkan dengan memperhatikan konteksnya sehingga dapat dinilai sebagai padanan kata/frase dalam (1a) ( lihat kata-kata yang dicetak miring).

14

Hoed, Penerjemahan, h. 91. 15

(34)

19

1. Comfortable ride : perjalanan menyenangkan

2. In the city : di (dalam) kota.

Namun, kata setiap hotel dalam (1b) tidak dapat dikatakan sebagai terjemahan yang betul dari any hotel dalam (1a) karena any hotel dalam konteks ini harus diterjemahkan dengan hotel

manapun atau hotel apa. 16

b. Translation as a craft. Disini terjemahan dipandang sebagai

hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa.

Contoh:

(2a) Passengers can enjoy ride on the 6-seater MaxiCab taxis from the airport to any hotel in Singapore (…) and anyhere within the Central Business District.

(2b) Para penumpang dapat menikmati perjalanan yang nyaman

dalam taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang dari

pelabuhan udara ke hotel mana saja di Singapore (…) dan

kemana saja dalam Daerah Pusat Bisnis (Central Business District).

Dalam teks (2a) ada upaya untuk menerjemahkan secara benar untuk menghasilkan suatu terjemahan yang komunikatif. Upaya tersebut terlihat dari hasil “restrukturisasi” yang

16

(35)

wujudnya dalam bahasa Indonesia terlepas dari bayang-bayang bahasa Inggrisnya.17

Passengers can enjoy ride: Para penumpang dapat

menikmati perjalanan

6-seater MaxiCab taxis: Taksi MaxiCab yang berkapasitas

6 penumpang

Kata passengers (bentuk jamak) diterjemahkan menjadi

para penumpang (bukan dalam arti sebenarnya

penumpang-penumpang). Kemudian kata ride diterjemahkan menjadi

perjalanan. Sedangkan 6-seater MaxiCab taxis diterjemahkan

menjadi Taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang. Ketiga upaya diatas bukan hanya sekedar upaya dalam mengalihkan kebahasaannya, tetapi juga suatu kiat supaya hasil terjemahannya dapat diterima oleh pembaca sebagai bahasa Indonesia yang wajar.18

c. Translation as an art. Dalam hal ini penerjemahannya

menyangkut hal estetis. Maksudnya adalah apabila penerjemahannya tidak hanya melalui proses pengalihan pesan. Tetapi juga penciptaannya, biasanya hal ini terjadi pada penerjemahan teks sastra.19

Contoh:

Bagian dari sebuah puisi; Present I feel you, absent you‟re near,

17

Hoed, Penerjemahan, h. 94. 18

Hoed, Penerjemahan, h. 94. 19

(36)

21

Seorang penerjemah bahasa Perancis menerjemahkannya; Presente je vous fuis-absente je vous trouve.

Kalimat you‟re near (engkau berada di dekatku) menjadi

je vous trouve (aku menemukanmu). Hal ini merupakan suatu

penciptaan baru. Je vous trouve dianggap lebih baik dalam mengalihkan pesan dan bentuknya daripada vouse etes pres de

moi (engkau berada didekatku). 20

d. Translation as a taste. Hal ini menyangkut dalam pilihan

penerjemahan yang bersifat pribadi. Yaitu apabila pilihan terjemahan merupakan hasil dari penimbangan secara selera. Contoh:

Kata however dapat diterjemahkan menjadi namun atau akan tetapi sesuai selera penerjemah.

Dari keempat jenis yang telah dijelaskan, dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk membantu para mahasiswa terjemah dalam melakukan penilaian terjemahan. Keempat macam cara tersebut dapat digambarkan dalam sebuah

continuum yang berkisar dari “non-pribadi A” sampai “pribadi

B”.

“Sangat Kecil” “Sangat Besar”

A Pesan pribadi penerjemah dalam memilih padanan B

“science “craft” “art” “taste”

[kebahasaan murni] [ retorika bahasa]

20

Hoed, Penerjemahan, h. 94.

(37)
[image:37.595.160.528.325.539.2]

Dari bagan di atas, jelas bahwa peran penerjemah sebagai pribadi sangat kecil, terlihat pada titik A (“science”) dibandingkan dengan titik B (“taste”) . Dalam hal ini “craft” dan “art” berada diantaranya. Oleh karena itu konsep betul-salah hanya berlaku pada kutub A (“science”). Continuum di atas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil pekerjaan penerjemahan mahasiswa/peserta kursus atau ujian. Salah satu cara yang diharapkan dapat memberi penilaian yang adil (fair) adalah sebagai berikut:21

Tabel 1. Contoh Pemberian Nilai

“science” “craft” “art” “taste”

Hasil Perhitungan

1 2 3 4

Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: 80 x 6 =

480

75 x 3 = 225

80 x 2 = 160

50 x 1 = 50

915 = 228,75 = 76,25 4 3

Catatan: (1) Nilai = 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4 diberikan berdasarkan pertanggung jawaban atau / argumentasi (biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima; (3) nilai diberikan kepada setiap kelompok kasus (“science”, “craft”, “art”, “taste”) berdasarkan persentase. Jadi, kolom 1=80,

artinya 80% dari semua kasus translation as a science adalah

21

(38)

23

“benar”, kolom 3=80 artinya 80% dari semua kasus translation

as an art dapat dipertanggug jawabkan.

Dengan membedakan 4 tolok ukur, yakni melihat penerjemahan sebagai (1) science ,(2) craft, (3) art, (4) taste, diharapkan kita dapat memberikan suatu penilaian yang didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. Kita dapat menyimpulkan bahwa betul-salah dapat “pasti” pada (1) tetapi makin “relatif” pada (2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah

untuk menilainnya. Disini berlaku konsep “benar-salah”.

Biasanya pada tiga jenis yang terakhir kita harus bertanya apa alas an penerjemah memilih terjemahannya atau diminta kepada penerjemahnya untuk memmberikan catatan tentang dasar pilihan terjemahannya.22

2. Moch Syarif Hidayatullah

Menurut Hoed bahwasanya menilai kualitas terjemahan itu bersifat relatif, sehingga dapat dibayangkan betapa sukarnya untuk menilai kualitas terjemahan, menurut Hidayatullah penilaian terhadap kualitas terjemahan selain dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati dan membaca secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara memberi penilaian secara matematis. Meski penilaian terhadap hasil terjemahan itu bersifat subyektif-relatif, tetapi penilaian secara

22

(39)

matematis perlu dilakukan, misalnya, untuk memberi penilaian kepada hasil terjemahan mahasiswa atau penerjemah pemula. Dibawah ini adalah tabel pedoman penilaian yang ditawarkan oleh Hidayatullah:

Tabel 2. Pedoman Penilaian Terjemahan

U

untuk menggunakan pedoman penilaian tersebut, seorang penerjemah harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut;23

a. Penilaian terhadap hasil terjemahan yang sudah berbentuk buku dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa halaman. b. Setiap halaman terjemahan diberi skor awal sebanyak 100 poin. c. Kemudian hitunglah skor kesalahan sesuai dengan pedoman di

atas.

d. Hitunglah semua skor kesalahan pada setiap halaman dengan menjumlahkannya.

e. Skor halaman yang bejumlah 100 poin diawal dikurangi skor kesalahan.

f. Skor setiap halaman yang telah dikurangi tadi dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah halaman.

23

Hidayatullah, Tarjim, h. 71.

No Penilaian Poin

yang dikurangi 1 Klausa atau kalimat yang tidak diterjemahkan 10 poin

2 Terjemahan salah pesan 5 poin

3 Frasa, diksi, kolokasi, konstruksi atau komposisi, serta tata bahasa tidak dialihkan secara tepat

(40)

25

g. Hasil dari skor yang telah dibagi menjadi nilai akhir terjemahan.

h. Kemudian, nilai akhir tersebut menjadi ukuran apakah terjemahan tersebut termasuk istimewa (90-100), sangat baik (80-89), baik (70-79), sedang (60-69), kurang (50-59), buruk (0-49)

3. Rochayah Machali

Penilaian terhadap suatu terjemahan sangat penting untuk dilakukan. Alasannya, hal ini disebabkan oleh dua tujuan yaitu; untuk menciptakan hubungan dialektik dan untuk kepentingan kriteria dari standar dalam menilai kompetensi penerjemahan.

Dalam hal ini, Machali akan membahas tiga pokok terpenting dalam melakukan proses penilaian. Yaitu segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian penerjemahan, kriteria penilaian, dan cara penilaian.24

Di samping itu, Machali mengemukakan bahwa konsep dalam penilaian yang akan dibahas oleh Machali adalah penilaian umum yang dirangkai dengan menggunakan kerangka metode semantik dan komunikatif. Kemudian penilaian khusus yang juga menggunakan metode penilaian khusus.25

24

Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143. 25

(41)

Penilaian Umum Terjemahan

a. Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian

Perlu diperhatikan bahwa dalam setiap melakukan proses penilaian bukan hanya sekedar melihat dari segi benar-salah, baik-buruk, dan harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus diperhatikan dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan, berikut contoh beberapa versi teks:26

1. TSu: Some focal points of crises in the present day world are of a longstanding nature.

2. TSa (Terjemahan Autentik):

a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia saat ini sudah bersifat kronis.

b. Beberapa persoalan krisis utama di dunia pada saat ini sebetulnya merupakan masalah lama.

c. Beberapa hal penting yang merupakan krisis dunia dewasa ini adalah mengenai pelestarian alam.

Dari tiga hasil terjemahan di atas, terlihat ada beberapa hal yang menunjukkan adanya pembanding. Pada TSa dari segi ketepatan pemadanannya terdapat aspek linguistik yaitu semantik dan pragmatik. 27

Aspek pemadanan linguistik (struktur gramatika) dari ketiga versi terjemahan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar ketepatannya dalam menyatakan kembali makna yang terkandung

26

Machali, Pedoman, h. 145. 27

(42)

27

dalam Bsu.28 Terdapat perbedaan prosedur transposisi yang mendasar pada teks C yaitu kata world sebagai frasa dari kata in the world menjadi frasa nominal yang disatukan dengan kata crises. Sehingga seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.29

Dari aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar pada teks C. Yaitu pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan adanya distorsi makna referensial. Sehingga seolah-olah kata nature pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.

Apabila dari ketiga versi terjemahan diatas dibandingkan dari segi gaya bahasanya, maka penerjemahan pada teks A harus berupaya untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan menggunakan kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah menjadi gaya bahasa yang biasa atau netral. Seperti dalam penyampaian fakta tidak terasa sebagai teks yang mengkaji tentang politik.30

b. Kriteria Penilaian

Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas. Tetapi dalam proses penilaian terjemahan sifatnya relatif. Maka validitas penilaiannya dipandang dari aspek content validity dan face validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti melihat aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang keterbacaan seperti ejaaan atau face.31

28

Machali, Pedoman, h. 145. 29

Machali, Pedoman, h. 146. 30

Machali, Pedoman, h. 147. 31

(43)

Perlu diperhatikan, yang menjadi pembatas dalam kriteria dasar adalah terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada penyimpangan makna referensial yang menyangkut maksud dari penulis aslinya. Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik, semantik dan pragmatik. Kemudian segi kewajaran dalam pengungkapan dan ejaan.32

Tabel 3. Kriteria Penilaian

Segi dan Aspek Kriteria

A. Ketepatan Reproduksi Makna

1. Aspek Linguistik

a.Transposisi

b.Modulasi

c.Leksikon (kosakata)

d.Idiom

2. Aspek semantis

a. Makna referensial

b. Makana interpersonal

- Gaya bahasa

- Aspek interpersonal

lain (misal: konotatif

dan denotatif)

3. Aspek pragmatis

a. Pemadanan jenis teks

(termasuk maksud/tujuan

penulis).

b. Keruntutan makna pada

Benar, jelas, wajar.

Menyimpang? (lokal/total) Berubah? (lokal/total) Menyimpang? (lokal/total) Tidak runtut? (lokal/total) 32

(44)

29

tataran kalimat dengan

tataran teks.

B. Kewajaran Ungkapan Wajar dan/atau harfiah?

(dalam arti kaku)

C. Peristilahan Benar, baku, jelas

D. Ejaan Benar, baku

Catatan untuk tabel kriteria penilaian:33

1. ”Lokal” maksudnya adalah menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase). 2. ”Total” maksudnya adalah menyangkur 75% atau lebih apabila

dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks.

3. ”Runtut” maksudnya adalah sesuai/cocok dalam hal makna.

4. ”Wajar” maksudnya adalah alami, tidak kaku.

5. ”Penyimpangan maksudnya adalah selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk ”perubahan”.

c. Cara Penilaian

Ada dua cara dalam melakukan proses penilaian yaitu cara umum dan cara khusus. Cara umum, secara relatif bisa digunakan pada setiap jenis teks terjemahan, sedangkan cara khusus hanya bisa digunakan khusus untuk teks terjemahan tertentu. Misalnya; teks hukum, teks-teks yang bersifat estetis.34

Tabel 4. Rambu-rambu Penilaian

33

Machali, Pedoman, h. 154. 34

(45)

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir sempurna

86-90 (A)

Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada penyimpangan tata bahasa, dan tidak ada kekeliruan penggunaan istilah. Terjemahan

sangat bagus

76-85 (B)

Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah, terdapat satu atau dua kesalahan tata bahasa/ejaan (untuk bahasa arab tidak boleh ada kesalahan ejaan). Terjemahan baik 61-75

(C)

Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku tetapi tidak relatif lebih dari 15% dari keseluruhan teks sehingga tidak terasa seperti terjemahan, terdapat kesalahan tata bahasa dan idiom yang relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, ada satu atau dua kesalahan ejaan.

Terjemahan cukup

46-60 (D)

Terasa seperti terjemahan, ada distorsi makna, terdapat beberapa terjemahan harfiah yang kaku relatif tidak melebihi 25% keseluruhan teks, ada beberapa kesalahan idiom dan tata bahasa tetapi tidak lebih dari 25% teks keseluruhan, ada satu atau dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak umum/kurang jelas. Terjemahan buruk 20-45

(E)

Sangat terasa seperti terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku, distorsi makna dan kekeliruan dalam penggunaan istilah lebih dari 25% dari keseluruhan teks.

(46)

tahap-31

tahap yang perlu diperhatikan sebelum penerjemah ingin melakukan proses penilaian.35 Yaitu:

1. Penilaian fungsional, maksudnya kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum dari penulisan menyimpang. Apabila tidak maka proses penilaian dilanjutkan.

2. Penilaian terperinci, maksudnya berdasarkan segi-segi dan kriteria yang sudah dibahas sebelumnya pada bagian kriteria penilaian. 3. Penilaian terperinci tersebut digolongkan dalam suatu

skala/continuum sehingga dapat diubah menjadi suatu nilai seperti yang tertera pada tabel rambu-rambu penilaian diatas.

Penilaian Khusus

Penilaian khusus berhubungan dengan teks-teks khusus baik dalam hal jenisnya, seperti puisi dan dokumen hukum. Kemudian dalam hal fungsinya seperti eksprensif dan vokatif.36

Dokumen hukum yang berbentuk akta tentu akan berbeda bentuk dengan dokumen yang berisikan tentang kontrak. Misalnya, dalam suatu akta notaris biasanya pada awal kalimat diawali dengan ”Hari ini

telah datang menghadap saya...”. Maka bentuknya pun harus

dipertahankan dalam penerjemahan. Hal yang sama berlaku juga untuk puisi. Misalnya suatu puisi berima estetik tertentu tidak bisa sekedar diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima.37

35

Machali, Pedoman, h. 155. 36

Machali, Pedoman, h. 157. 37

(47)

Fungsi teks-teks dalam golongan tersebut harus diperhatikan sebagai teks yang sifatnya juga bentuknya khusus. Oleh karena itu, fungsinya pun juga tentunya khusus. Dengan demikian dalam proses penilaian teks-teks khusus ini harus diikut sertakan segi-segi penilaian yaitu; bentuk, sifat, dan fungsi. 38

4. Nababan

Menilai mutu suatu terjemahan berarti mengkritik sebuah karya terjemahan. Mengkritik terjemahan merupakan tugas yang sulit, karena dibutuhkan kemampuan yang lebih dalam melakukannya.39 Menurut Schutle untuk menjadi seorang kritik terjemah ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Yaitu;

a. Seorang kritikus harus mampu menguasai BSu dan BSa dengan baik.

b. Mengetahui perbedaan persepsi linguistik antara BSu dan BSa. c. Akrab dengan konteks estetik dan budaya BSu dan BSa.

Fungsi dari seorang kritik terjemah ialah untuk memastikan apakah hasil terjemahan itu sudah bagus dan layak atau tidak untuk disebarluaskan ke masyarakat. Oleh karena itu sangatlah berat tanggung jawab seorang kritik terjemah, alasannya hasil kritikannya itu harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan masuk akal. 40

Dengan demikian melakukan kritik terhadap suatu terjemahan akan memberikan keuntungan kepada tiga pihak, yaitu; penerjemah,

38

Machali, Pedoman, h. 158. 39

Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 83 40

(48)

33

penerbit, pembaca. Penerjemah merasa sangat diuntungkan karena hasil dari kritikan tersebut merupakan masukan yang sangat berharga dan sebagai acuan untuk memperbaiki terjemahannya. Bagi penerbit, kritikan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan apakah hasil karya terjemahan ini dapat disebarluaskan ke masyarakat atau tidak. Kemudian bagi pembaca juga merasa diuntungkan karena uang yang telah mereka sisihkan untuk membeli karya terjemahan tersebut tidak terbuang percuma.41

Selanjutnya, cara penilaian yang telah dikemukakan oleh Nababan sama seperti pada pembahasan strategi dalam melakukan penilaian suatu terjemahan, yaitu; Teknik cloze (Cloze Technique), Teknik membaca dengan suara nyaring (Reading-Aloud technique), Uji pengetahuan, Uji performansi (Performance Test), Terjemahan balik

(Back translation), Pendekatan berdasarkan padanan

(Equivalence-based Approach) dan Instrumen penilaian (Accuracy and

readibility-rating instrument).42

1. Teknik Cloze (Cloze Technique)

Teknik ini dikemukakan oleh Nida dan Taber. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan tingkat keterpahaman pembaca terhadap teks sasaran sebagai indikator kualitas terjemahan. Hal ini dilakukan oleh pembaca dengan cara menebak atau memprediksi kata-kata yang dihapus dari suatu teks terjemahan. Namun demikian, teknik ini

41

Nababan, Teori Menerjemah, h. 85. 42

Kuliah, “Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan”. Artikel diakses pada 30 Agustus 2014 dari

(49)

memiliki beberapa kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Hartono, yaitu; (1) Tidak mengukur seberapa akurat pesan BSu dialihkan ke BSa, (2) Tidak mempertimbangkan kompetensi pembaca sasaran, (3) Seandainya terjawab pun tidak bisa dijadikan jaminan bahwa teks tersebut sudah akurat.

2. Teknik membaca dengan suara nyaring (Reading-Aloud technique)

Teknik ini juga dikemukakan oleh Nida dan Taber, seperti halnyaa teknik cloze, teknik ini melibatkan pembaca dalam menentukan kualitas terjemahan. Teknik ini dilakukan dengan meminta pembaca untuk membaca hasil terjemahan, apabila tidak lancar maka bisa diasumsikan bahwa penerjemahan kurang berkualitas. Hal ini tentu saja kurang relevan, tidak menjamin jika lancar membacanya maka kualitasnya pun baik. Selain itu, kelancaran membaca berkaitan pula dengan faktor-faktor psikologis, sehingga sulit menemukan korelasi langsung antara kelancaran membaca dan kualitas hasil terjemahan.

3. Uji Pengetahuan

(50)

35

terjemahan. Namun lebih lanjut Nababan menjabarkan kelemahan teknik ini yaitu, (1) Diasumsikan pembaca dibolehkan membaca teks terjemahan selama menjawab pertanyaan, sehingga hal tersebut belum mampu digunakan sebagai alat ukur kualitas terjemahan, (2) Sulit untuk membandingkan pembaca BSa dan pembaca BSu terlebih berkaitan dengan interpretasi; banyak hal yang harus dilibatkan seperti, kompetensi tiap-tiap pembaca danlatar belakang budayanya.

Seperti halnya uji pengetahuan, strategi ini umumnya digunakan untuk menilai kualitas teks teknik. Pengujian dilakukan dengan performansi teknisi dengan menggunakan teks terjemahan untuk memperbaiki suatu peralatan. Kelemahan strategi ini tentu saja dalam hal menilai teks non-teknik seperti karya sastra. Disamping itu, masih ada kemungkinan si teknisi tersebut telah ahli sehingga dengan teks yang kurang berkualitas pun masih mampu memperbaiki suatu peralatan tersebut.

4. Terjemahan balik (Back translation)

Terjemahan balik (Back Translation) dikemukakan oleh Brislin. Misalnya, teks Bahasa Inggris (teks A) diterjemahkan ke Bahasa Indonesia (teks B), kemudian hasil terjemahan diterjemahkan kembali ke dalam teks Bahasa Inggris (A’). Setelah itu, teks A dibandingkan dengan A’. Apabila kedua teks tersebut semakin sama, maka hasil

terjemahan teks B semakin akurat.

(51)

oleh penerjemah yang berbeda, maka hasilnya akan lain pula. Bahkan, teks yang sama dilakukan oleh penerjemah yang sama tetapi dilakukan pada waktu yang berbeda, akan menghasilkan teks yang berbeda. Oleh karena itu strategi ini sulit untuk dijadikan penilaian kualitas suatu terjemahan.

5. Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-based Approach)

Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-based Approach)ini dikemukakan oleh Katharina Reiss. Strategi ini menggunakan hubungan padanan antara BSu dan BSa sebagai kriteria penentuan kualitas terjemahan. Berdasarkan strategi ini, hal-hal yang perlu dibandingkan ialah; (1) tipe teks, (2) ciri kebahasaan yang digunakan, (3) faktor ekstralinguistik.

Tipe teks merujuk pada fungsi utama bahasa dalam suatu teks. Ciri kebahasaan merujuk pada ciri semantik, gramatikal dan stilistik. Kemudian, faktor ekstralinguitik merujuk pada dampak pada strategi verbalisasi, pemahaman yang berbeda terhadap suatu isi teks, persepsi yang berbeda terhadap suatu fenomena tertentu.

6. Instrument Penilaian

(52)

37

dan sangat sulit. Angka-angka yang digunakan dalam instrumen ini ialah sebagai nilai kecenderungan untuk menilai suatu teks terjemahan.

C. Penerjemahan dan Kebudayaan

Hoed mengemukakan bahwa teks sumber dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain, faktor penulis (memproduksi Tsu), norma yang berlaku dalam bahasa sumber (Bsu), kebudayaan yang melatari Tsu, budaya tulis dan cetak Tsu, dan hal yang dibicarakan dalam Tsu. Pada sisi teks sasaran, faktor yang mempengaruhi adalah calon pembaca yang diperkirakan, norma yang berlaku dalam bahasa sasaran (Bsa), kebudayaan yang melatari Tsa, budaya tulis dan cetak Tsa, dan penerjemah.43

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang pada dasarnya mencakupi semua faktor yang lain dalam dinamika penerjemahan, baik ditinjau dari Tsu maupun Tsa. Bahkan Hoed mengemukakan bahwa faktor kebudayaan dapat menjadi kendala dalam penerjemahan.44

Kebudayan bersifat khas bagi masyarakat tertentu dan penguasaannya tidak secara naluriah seperti halnya berjalan atau tidur, melainkan melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dari generasi ke generasi. Karena bersifat khas bagi suatu masyarakat, maka tidak ada kebudayaan yang sama.45

Teks adalah salah satu jenis perwujudan bahasa, maka teks merupakan salah satu dari unsur kebudayaan, para ahli antropologi

43

Hoed, Penerjemahan, h. 79. 44

Hoed, Penerjemahan, h. 79. 45

(53)

menyepakati ada tujuh unsur kebudayaan yang disepakati apabila kebudayaan tersebut dilihat dari segi perwujudannya yang berupa perilaku. Ketujuh unsur tersebut dikatakan terdapat dalam setiap kebudayaan, yakni organisasi sosial, sistem mata pencaharian (berkembang menjadi ekonomi), sistem pengetahuan (berkembang menjadi ilmu pengetahuan) teknologi, religi (agama dan kepercayaan akan hal-hal yang gaib), kesenian, dan bahasa.46 Namun dalam sebuah teks dapat dibicarakan sebagian atau seluruh unsur kebudayaan dan artefak (dalam kajian filologi dan epigrafi (kajian prasati kuno), teks dapat dipandang sebagai hasil perilaku manusia atau artefak).47 Oleh karena itu tak ada kebudayaan yang sama, kebudayaan dan artefak yang terdapat pada Tsu sering kali sulit diperoleh padananya dalam Tsa.

46

Hoed, Penerjemahan, h. 80. 47

(54)

39

BAB III

Gambaran Umum dan Biografi Penulis Kitab

Safiinatun najaat

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab I, penulis akan menganalis

terjemahan kitab “Safiinantun najaat” bahasa Indonesia dan bahasa Sunda

kemudian membandingkan kualitasnya, kitab “safiinatun najaat” adalah kitab karangan Asy-syaikh Al-„Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy. Adapun terjemahan bahasa Indonesia kitab “Safiinatun najaat” diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy & Khanan Rifa‟ul Kasbi dan yang berbahasa Sunda diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu Hasan. Kitab “Safiinatun najaat” merupakan kitab yang sangat penting bagi kaum muslimin, karena dalam kitab ini menjelaskan dasar-dasar ilmu fiqih. Pada bab ini penulis akan memaparkan

gambaran umum tentang kitab “safiinatun najaat” beserta biografi penulisnya

yaitu Asy-syaikh Al-„Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.

A. Kitab “Safiinatun najaat”

Kitab “Safiinah” memiliki nama lengkap “Safiinah An Najaat Fiimaa Yajibu „Ala Abdi li Maulah” (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban

(55)

maupun kolektif. Di berbagai negara kitab ini dapat diperoleh dengan mudah di berbagai lembaga pendidikan. Karena baik para santri ataupun ulama sangatlah gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama. Hal ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya:1

1. Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar-dasar syari’at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya.

2. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama terkemuka dalam berbagai bidang ilmu keagamaan, terutama fiqih, dan tasawuf.

3. Kitab ini menjadi acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar agama bagi para pemula.

4. Kitab ini membicarakan hal-hal yang selalu menjadi kebutuhan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, sehingga semua orang merasa perlu mempelajarinya.

5. Kitab ini dengan izin Allah SWT dan atas kehendakNya telah tersebar secara luas dikalangan para pecinta ilmu fiqih terutama yang menganut

madzhab Imam Syafi’i ra. Kitab ini dikenal di berbagai negara baik Arab

maupun Ajam seperti Yaman, Tanzania, Kenya, Zanjibar, dan di berbagai belahan negara-negara Afrika. Namun demikian perhatian yang paling besar terhadap kitab ini telah diberikan oleh para ulama dan pecinta ilmu, yang hidup di semenanjung Melayu termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara lainnya.

1Kitab “Safiinatun Najaat.” Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

(56)

41

6. Kitab ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing seperti Indonesia, Melayu, Sunda, India, Cina, dan yang lainnya.2

Dengan perhatian khusus dan antusias tinggi para ulama telah berkhidmah (mengabdi) kepada kitab safiinah sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka masing-masing, banyak di antara mereka yang menulis syarah (buku penjelasan) kitab Safiinah, di antara nama-nama kitab tersebut adalah:3

a. Kitab Kasyifatus Saja „ala Safiinatin Naja (menyingkap tabir kegelapan dengan syarah kitab safinah).

b. Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah „ala Safinah (permata yang mahal dalam keterangan safiinah)

c. Kitab Nailu Raja Syarah-Syarah Safiinah Najaa (meraih harapan dengan syarah safiinah)

d. Kitab Nasiimul Hayaah Syarah Safiinah Najaat

e. kitab Innarotut Duja Bitanwiril Hija Syarah Safiinah Najaat.

Maka daripada itu betapa pentingnya kitab Safiinah ini, untuk menjadi pijakan bagi para pemula dalam mempelajari ilmu agama, sebagaimana namanya, yaitu

safiinah yang berarti “perahu” dia akan menyelamatkan pecintanya dari

gelombang kebodohan dan kesalahan dalam beribadah kepada Allah SWT.

2Kitab “Safiinatun Najaat.” Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1

3Kitab “Safiinatun Najaat.” Artikel diakses

(57)

B. Biografi Asy-syaikh Al-‘Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-

Hadlramiy.

1. Nama dan Kelahiran

Al-Allamah Asy-Syaikh Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Abdullah bin Sumair Al- Hadhramiy Asyafi’i, dikenal sebagai seorang ulama ahli fiqh (al-fiqh), pengajar (al-mu’allim), hakim agama (al-qadhi), ahli politik (as-siyasi) dan juga ahli dalam urusan kemiliteran (al-khabir bisy-syu’unil „askariyah). Beliau dilahirkan didesa “Dzi

Ashbuh” salah satu desa di kawasan Hadhromaut, Yaman.4

2. Perkembangan dan Pendidikan

Syekh Salim memulai pendidikannya dalam bidang agama dengan belajar Al-Qur’an di bawah pengawasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Al-Allamah Abdullah bin Sa’ad bin Sumair, hingga beliau mampu membaca Al-Qur’an dengan benar lalu beliau ikut mengajarkan Al-Qur’an sehingga beliau mendapatkan gelar “Al-Muallim”. Al-Mu’allim adalah sebutan yang biasa diberikan oleh orang-orang Hadhromaut kepada seorang pengajar Al-Qur’an. Mungkin saja sebutan tersebut diilhami dari Hadits Nabi;5

4

Asy-syaikh Al-„Aalim Al-Faadil.” Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

5

Asy-syaikh Al-„Aalim Al-Faadil.” Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

(58)

43

“ Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang belajar

Al-Qur‟an dan mengajarkannya” (Shohih Bukhori, no.5027)

Beliau juga belajar ilmu-ilmu agama lainnya pada ayahnya dan pada ulama-ulama Hadhromaut yang jumlahnya sangat banyak pada masa itu, yaitu pada abad ke-13 Hijriyah.6

3. Berdakwah dan Mengajar

Setelah belajar kepada beberapa ulama dan telah menguasai beberapa ilmu agama beliau mengabdikan dirinya untuk mengajar, mulailah berdatangan para penuntut ilmu untuk menimba ilmu pada beliau, diantara murid beliau yang masyhur adalah Al-Habib Abdullah bin Thoha Al-hadar Al-Haddad dan Syekh Al-faqih Ali bin Umar Baghuzah. Semenjak itu nama beliau menjadi masyhur dan dipuji dimana-mana setingkat dengan guru beliau, Asy-Syaikh Al-Allamah Abdullah bin Ahmad Basudan.7

4. Keahlian Bidang Politik dan Kemiliteran

Selain penguasaan yang mendalam akan ilmu-ilmu agama, Syekh Salim juga dikenal sebagai seorang ulama yang ahli dalam urusan politik dan tim ahli dalam masalah perlengkapan peperangan. Dikisahkan, pada suatu ketika Syekh Salim diminta agar membeli peralatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan mengirimnya ke Hadhromaut. Beliau juga merupakan

6

Asy-syaikh Al-„Aalim Al-Faadil.” Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

7

Asy-syaikh Al-„Aalim Al-Faadil.” Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

(59)

salah seorang yang berjasa dalam mendamaikan Yafi’ dan kerajaan

Katsiriyah.8

Kemudian beliau diangkat menjadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun lama kelamaan sang Sultan tidak lagi mau menuruti saran dan nasehat beliau dan bahkan meremehkan saran-saran beliau. Akhirnya beliau memutuskan untuk hijrah menuju India, lalu beliau hijrah ke negara pulau jawa.9

5. Kehidupan di Batavia

Setelah menetap di Batavia (kini menjadi Jakarta) sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada

Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta do’a darinya. Melihat

hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis-majlis tersebut, sehingga akhirnya menguatkan posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sum

Gambar

Gambar 1. Proses Penerjemahan
Tabel 1. Contoh Pemberian Nilai

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang muncul dalam konferensi UNCLOS 1982 antara lain, bagaimana menentukan batas LK, di satu sisi konsep ZEE telah diterima itu berarti dengan sendirinya batas

Masaiah yang berhubungan dengan preposisi dan konjungsi, baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain segi tatarannya,

memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja dengan arah yang positif sebesar 0,384. Hal ini berarti bahwa, jika kualitas sumber daya manusia semakin baik maka

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul studi komparatif idiom bahasa Indonesia dan idiom bahasa Sunda yang berleksikon binatang (kajian semantik

Berdasarkan penelitian yang dipaparkan pada tabel di atas dapat diperoleh bukti bahwa tuturan mahasiswa baik saat berinteraksi dengan mahasiswa maupun dengan dosen

Interferensi juga berkaitan erat dengan alih kode dan campur kode, kalau alih kode yang berarti peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena

Interferensi juga berkaitan erat dengan alih kode dan campur kode, kalau alih kode yang berarti peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena

ini menunjukan kesamaan dan perbedaan antara dua bahasa dengan tujuan untuk menemukan prinsip yang dapat diterapkan pada masalah praktis dalam pengajaran bahasa