• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan Dalam Mencapai Kesejahteraan Di Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan Dalam Mencapai Kesejahteraan Di Masyarakat"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: DINI FIQRIAH NIM: 1111054100003

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini

bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya

orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 11 September 2015

(5)

Dini Fiqriah 1111054100003

Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat

Tunanetra merupakan sebuah hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat. Pada umumnya penyadang tunanetra seringkali digambarkan sebagai figur yang memiliki kekurangan. Tidak jarang hal ini menyebabkan tunanetra dipandang sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya. Penyandang tunanetra sangat mungkin akan dihadapkan pada berbagai masalah terutama pada masalah kesejahteraannya. Ditengah permasalahan yang menghantui tunanetra, mereka harus tetap bertahan untuk menjalani kehidupan.

Resiliensi (ketahanan) pada tunanetra sangat penting dan harus dimiliki oleh setiap individu tunanetra, karena dengan ketahanan akan menentukan berhasil atau tidaknya tunanetra dalam mencapai kesejahteraan. Untuk itu peneliti ingin meneliti bagaimana resiliensi tunanetra dalam mencapai kesejahteraannya di masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskritif. Tujuannya untuk menghasilkan penelitian dengan bentuk penjabaran kata-kata yang mempresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan selama proses penelitian berlangsung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan informan yang dipilih secara sengaja. Peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari ketua bidang, pengurus, dan tunanetra.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan mampu bertahan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. Terdapat tujuh kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan ketahanan (resiliensi) tunanetra yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif. Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi diantaranya, faktor I am, faktor I have, dan faktor I can. Selain tujuh kemampuan yang berkontribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi, kegiatan pembinaan yang diberikan oleh yayasan khazanah kebajikan juga memiliki peran dalam pembentukan resiliensi tunanetra. Melalui kegiatan pembinaan spiritual dan pembinaan financial yang ada di yayasan khazanah kebajikan, memberikan dampak positif terhadap ketahanan tunanetra dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.

(6)

Assalamualaikum Wr.Wb

Tiada kata yang dapat peneliti untaikan selain ucapan syukur

Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu

luar biasa. Berkat Rahmat serta Hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW berserta para keluarga

dan sahabatNya.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat

memperoleh gelar Sarjana Sosial jurusan Kesejahteraan Sosial. Peneliti menyadari

banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesain skripsi ini. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan banyak

terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya

penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

1. Dr.Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi. Suparto, M.Ed, ph.D selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik. Dr.Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang

Administrasi Umum. Dr.Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Jurusan Studi

Kesejahteraan Sosial dan Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris

(7)

meluangkan waktunya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak

memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti. Semoga ilmu

yang diberikan bermanfaat di masa yang akan datang.

5. Bapak Amirudin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima

kasih atas nasihat serta bimbingannya.

6. Kedua orang tua peneliti, Bapak Juju Junaidi dan Mama Kholisoh yang

selalu mendoakan, mendukung, memberikan motivasi dan kasih sayang

kepada peneliti. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kalian sebagai

orang tua yang sabar dan orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya

dan juga untuk adikku tersayang Ajie Indra Permana.

7. Ketua Yayasan Khazanah Kebajikan Bapak Drs. H. Nadjamuddin

Siddiq, Kepala Bidang Keagamaan Bapak Adam, Bidang

Kesekretariatan Kak Rici, dan seluruh pengurus Yayasan Khazanah

Kebajikan. Terima kasih atas bantuannya selama peneliti melakukan

penelitian.

8. Ibu Astuti, Bapak Edi, Bapak Setu, dan Bapak Drajat. Terima kasih atas

doa dan motivasinya, peneliti memperoleh banyak pembelajaran

kehidupan dari kalian.

9. Sahabat seperjuangan selama 4 tahun yaitu, Mira, Puspita, Ranny, Arini,

Ita, dan Rena terima kasih selalu memberikan semangat dan

(8)

bersama-sama memajukan Indonesia melalui pekerjaan sosial.

11.Sahabatku Siti Khoiriyah, Zerina Zetary dan Lentari Pancar Wengi,

yang selalu menjadikan hari-hari selalu menyenangkan.

12.Denhari Aditya, yang telah memberikan semangat, dukungan moril dan

kesabarannya untuk peneliti.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan

penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal peneliti untuk

meraih kesuksesan kedepannya. Aamiin ya Rabbal alamin..

Ciputat, 11 September 2015

Peneliti

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

1. Pembatasan Masalah... 8

2. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

1. Tujuan Penelitian... 9

2. Manfaat Penelitian... 9

D. Metodelogi Penelitian... 9

1. Pendekatan Penelitian... 9

2. Jenis Penelitian... 11

3. Waktu dan Tempat Penelitian... 12

4. Teknik Pengumpulan Data... 12

5. Teknik Pemilihan Informan... 14

6. Sumber Data... 16

(10)

8. Keabsahan Data... 17

9. Teknik Penulisan... 18

E. Tinjauan Pustaka... . 19

F. Sistematika Penulisan... 20

BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi... 22

1. Definisi Resiliensi... 22

2. Aspek Resiliensi... 25

3. Faktor yang mempengaruhi resiliensi... 30

B. Tunanetra... 32

1. Definisi Tunanetra... 32

2. Klasifikasi Tunanetra... 33

3. Sebab Terjadinya Ketunanetraan... 35

4. Karakteristik Tunanetra... 38

C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial... 39

1. Definisi Kesejahteraan Sosial... 39

2. Definisi Pekerja Sosial... 40

3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial... 41

D. Lembaga yang Bergerak di Bidang UKS... 44

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Lembaga... 46

B. Visi, Misi dan Tujuan... 47

C. Lembaga Mitra dan Program YKK... 48

(11)

E. Struktur Organisasi... 52

F. Kegiatan Tunanetra... 53

G. Gambaran Umum Informan... 54

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat... 62

1. Apek Resiliensi... 63

a. Regulasi Emosi... 63

b. Pengendalian Impuls... 65

c. Optimisme... 68

d. Analisis Penyebab Masalah... 72

e. Empati... 74

f. Efikasi Diri... 77

g. Peningkatan Aspek Positif... 82

2. Faktor yang mempengaruhi resiliensi... 84

a. I Am (Inner Strength)... 84

b. I Have (External Support)... 87

c. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)... 89

B. Program Pembinaan Yayasan Khazanah Kebajikan yang dapat Mempengaruhi Resiliensi Tunanetra di Masyarakat... 91

1. Pembinaan Spiritual Keagamaan... 92

2. Pembinaan Financial... 94

(12)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 99

B. Saran... 104

DAFTAR PUSTAKA... 107

(13)

1. Tabel 1.1 Gambaran Umum Informan... 15

2. Tabel 3.1 Struktur Organisasi... 52

(14)

1. Surat Bimbingan Skripsi

2. Surat Izin Penelitian ke Yayasan Khazanah Kebajikan

3. Surat Keterangan Penelitian dari Yayasan Khazanah Kebajikan

4. Hasil Observasi

5. Pedoman Wawancara

6. Transkrip Wawancara

(15)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fisik merupakan faktor penting dalam pembentukan gambaran tubuh

dan dalam perkembangan Selfconcept. Jika fisik seseorang jelas berbeda atau

menyimpang dari yang normal, dengan cacat pada indera atau organ motorik,

[image:15.595.100.516.232.594.2]

maka penyimpangan seperti itu akan sangat mempengaruhi bentuk dari

gambaran diri seseorang.1

Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang menginginkan dirinya

mengalami kecacatan, baik itu cacat sementara ataupun permanen. Tetapi,

banyak kasus kecelakaan atau musibah yang tidak diinginkan yang dapat

mengakibatkan seseorang mengalami kecacatan. Bahkan ada sebagian dari

penyandang cacat yang memang telah dilahirkan dalam keadaan kurang

sempurna, sehingga mereka tidak pernah merasakan kesempurnaan bentuk

tubuh.

Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai

kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan

rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang

1

(16)

terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c)

penyandang cacat fisik dan mental.2

Sedangkan menurut Disabled People’s International (DPI) kekurangan

fisik atau (impairment) adalah keterbatasan fungsional pada seseorang individu yang disebabkan kekurangan fisik, mental dan sensorik.3 Salah satu

permasalahan kekurangan atau keterbatasan fisik yang banyak dijumpai di

Indonesia adalah keterbatasan pada kemampuan indera penglihatan

(tunanetra).

Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996

menunjukan angka kebutaan di Indonesia 1,5 % -paling tinggi di Asia-

dibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%.

Artinya jika ada 12 penduduk dunia buta dalam setiap 1 jam, empat

diantaranya berasal dari Asia Tenggara dan dipastikan 1 orangnya berasal dari

Indonesia.4

Pendataan pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan tentang

jumlah pemilih penyandang cacat dalam pemilu 2004 yang disampaikan oleh

Badan Pusat Statistik (BPS) kepada komisi pemilihan umum menyatakan

2 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules. php?name= News&file=article&sid=594.

3

Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar (Jakarta:PIC UIN Jakarta, 2007), h.105.

4 Djunaedi, “Tahun 2020 Jumlah Tuna Netra Dunia Menjadi 2x Lipat”, artikel diakses

(17)

sebanyak 309.146 penderita tunanetra.5 Hasil Susenas tahun 2009

menunjukkan bahwa jumlah disabilitas secara keseluruhan adalah 2,13 juta

orang dengan 339.209 orang adalah penyandang tunanetra.6

Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat

Statistik (BPS), menjelaskan jumlah penyandang tunanetra di wilayah DKI

Jakarta yang dibedakan menjadi beberapa klasifikasi tingkat kesulitan melihat.

Berdasarkan klasifikasi tingkat kesulitan melihatnya adalah tidak sulit

7.631.889 jiwa, sedikit sulit 270.390 jiwa, parah 16.372, dan yang tidak

ditanyakan sebanyak 82.764, jumlah keseluruhan 8.001.415 jiwa.7

Berdasarkan data tersebut membuktikan bahwa angka penyandang tunanetra

di Indonesia masih sangat tinggi dan cenderung mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun.

Kebutaan atau gangguan penglihatan dapat mengganggu produktivitas

dan mobilitas seseorang yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan

ekonomi bagi lingkungan, keluarga, masyarakat dan negara. Rendahnya

produktivitas seorang tunanetra jelas memberikan dampak negatif pada

pendapatan (income) yang optimal dari suatu keluarga kemudian suatu daerah tempat tinggalnya.

5 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php ?name=News&file= article&sid=594.

6

Linda Amalia Sari Gumelar, “Keynote speech pada acara rapat kerja nasional Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) tahun 2011 Jakarta, 14 Desember 2011” diakses dari http://pertuni.idp-europe.org/Rakernas2011/Rakernas2011-keynote_Menteri_Pemberdayaan_ Perempuan.php.

7

(18)

Pendapatan yang rendah disebabkan karena kesempatan kerja untuk

seseorang yang memiliki kekurangan pada fisik masihlah sangat terbatas.

Perusahaan atau pemberi kerja belum mau menerima para pekerja yang

memiliki kecacatan pada diri pekerjanya dengan alasan produktivitas.

Produktivitas mereka yang rendah di lain pihak juga kerap menimbulkan

penolakan secara terang-terangan atau tersembunyi, karena dianggap kurang

mampu menyesuaikan diri di lingkungannya.

Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 menegaskan bahwa

penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga

memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga

mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan

dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat

berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan

jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis

dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang

sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4)

aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial,

dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk

menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya,

terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat.8

8 Hermana, “

Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung jawab Sosial

(19)

Undang-undang No.4 tahun 1997 jelas menerangkan tentang

kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama bagi penyandang cacat di segala

aspek kehidupan tanpa melihat adanya perbedaan. Seseorang yang memiliki

keterbatasan fisik juga memiliki kesempatan dan peran yang sama di

masyarakat.

Dalam Al-Quran terdapat surah yang menerangkan seruan untuk

memperhatikan penyandang tunanetra. Adapun surah yang menggambarkan

tentang tunanetra terdapat dalam Al-Quran surah Abassa ayat 1-3:

Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1), karena telah datang seorang buta kepadanya (2), Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3)”.

Surat Abassa mengisahkan pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang

menerima dan berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang dia harapkan

agar mereka masuk Islam. Pada saat itu datanglah Ibnu Ummi Maktum,

seorang sahabat yang buta yang mengharapkan agar Rasulullah SAW

membacakan ayat-ayat Al-Quran yang telah diturunkan Allah SWT. Tetapi,

Rasulullah SAW bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi

Maktum yang buta itu, lalu Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas

(20)

tegas Allah SWT menyerukan kepada umatnya untuk tidak mengacuhkan

tunanetra.

Undang-undang dan ayat Al-Quran jelas menerangkan untuk

memberikan hak, kewajiban dan kedudukan yang sama kepada tunanetra,

sayangnya upaya untuk memberikan tunanetra hak serta posisi yang sama di

masyarakat belum terlihat hasil yang memuaskan. Masih banyak tunanetra

yang mengalami kesulitan dalam mempertahankan kehidupanya. Pada

umumnya tunanetra akan lebih mendapatkan simpati dari orang lain, ironisnya

hal tersebut banyak dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengambil

keuntungan pribadi seperti memanfaatkan kekurangannya untuk mencari

sumbangan di pinggir jalan. Hal ini membuktikan masih minimnya upaya

pemerintah dalam menanggulanggi permasalahan tunanetra di Indonesia.

Sikap-sikap dari masyarakat umum terhadap orang-orang dengan

kecacatan fisik telah diselidiki. Hasilnya menunjukan bahwa sikap yang

diverbalisasikan (diungkapkan dengan kata-kata) terhadap orang yang cacat

akan sedikit menyenangkan, tetapi bagi sebagian kecil mungkin benilai

negatif. Sikap-sikap lebih dalam yang tidak diungkapkan lebih sering

menimbulkan rasa permusuhan. Kadang kecacatan fisik yang mencolok dapat

mengundang ejekan.9

Dengan segala permasalahan yang ada di masyarakat mulai dari

kurangnya akses, merasa dirinya berbeda dengan yang lain, serta berbagai

pengucilan yang diterima oleh penyandang tunanetra akan menyebabkan

tekanan dan kecemasan di dalam diri mereka. Tunanetra merasa mengalami

9

(21)

penolakan dan perlakuan yang berbeda yang dapat mengakibatkan peran

sosialnya terhambat. Menariknya, dengan semua tekanan yang mereka

rasakan, tunanetra tetap harus menjalani dan melanjutkan kehidupannya untuk

mencapai kesejahteraan di masyarakat. Untuk itu, diperlukan resiliensi

(ketahanan) pada diri tunanetra untuk mengatasi tekanan hidup yang mereka

hadapi. Resiliensi menurut Revich dan Shatte adalah kemampuan seseorang

untuk bangkit dan berkembang dalam menghadapi tekanan hidup ataupun

stres yang menimpanya.

Dalam penelitian ini peneliti memilih Yayasan Khazanh Kebajikan

sebagai tempat penelitian. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah lembaga

sosial keagamaan yang didirikan untuk menampung kaum dhuafa, anak yatim

dan tunanetra. Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan tempat berkumpul

dan tempat berkegiatan bagi tunanetra yang berada di Cinere dan sekitarnya.

Yayasan khazanah kebajikan telah berdiri sejak tahun 1992, sampai saat ini

sudah lebih dari 100 tunanetra yang mengikuti kegiatan di Yayasan khazanah

kebajikan. Yayasan ini sudah banyak mendapatkan bantuan dari tokoh-tokoh

terkemuka di Indonesia, seperti Yusuf Kalla dan Keluarga Cendana.

Berdasarkan pemaparan diatas dalam skripsi ini peneliti akan melakukan

(22)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan

menghidari dari ketidakjelasan serta melebarnya masalah penelitian,

maka peneliti membatasi penelitian ini pada Resiliensi Tunanetra

Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan

di Masyarakat.

Pembatasan masalah juga peneliti lakukan dalam membatasi

informan yang akan peneliti teliti. Peneliti akan membatasi untuk

meneliti tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan pada masa

hidupnya dengan kata lain tunanetra yang dipilih adalah mereka yang

mengalami gangguan penglihatan bukan sejak lahir melainkan ketika

semasa hidupnya.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan

masalah pokok sebagai berikut:

a. Bagaimana resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah

Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat?

b. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan memberikan pembinaan

(23)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu kepada permasalahan yang telah

dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin peneliti capai dalam

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah

Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.

b. Untuk mengetahui program pembinaan yayasan khazanah

kebajikan yang mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian

kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

a. Diharapkan dapat menambah informasi bagi para pembaca,

mengenai resiliensi tunanetra.

b. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang S1

Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Diharapkan dapat bermanfaat menjadi dokumen perguruan tinggi

sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berkonsentrasi pada studi

sosial dalam dimensi pemberdayaan tunanetra.

D. Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metodelogi penelitian adalah strategi umum yang digunakan

(24)

permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodelogi ini

dimaksudkan untuk menentukan data valid, akurat, dan signifikan

dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk

mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, dan pemikiran

orang secara individu maupun kelompok.10

Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif

adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh

melalui prosedur kuantitatif, perhitungan statistik, atau bentuk

cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Kualitatif berarti

sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang

terdapat di balik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat

diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata.11

Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada

di lapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran

yang lengkap. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif dipandang

sebagai pendekatan yang tepat pada penelitian ini, karena dengan

pendekatan kualitatif diharapkan informasi tentang resiliensi tunanetra

10

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 89.

11

(25)

binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di

masyarakat, dapat diambil informasi secara mendalam dan detail.

2. Jenis Penelitian

Ada beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dalam

penelitian kualitatif. Jenis penelitian digunakan sesuai dengan tujuan

dari penelitian yang akan dilakukan. Jenis penelitian yang peneliti

pakai dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan masalah

atau keadaan atau peristiwa yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan keadaan subjek/obyek penelitian (seseorang, lembaga,

masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta

tampak atau sebagaimana adanya.12

Jenis penelitian deskriptif dipilih karena peneliti harapkan

mampu menggambarkan keadaan dari resiliensi tunanetra binaan

Yayasan Khazanah Kebajikan sesuai dari fakta dan data yang

didapatkan. Selain itu, jenis penelitian ini dapat menggambarkan

secara mendalam masalah, peristiwa dan keadaan mengenai objek

yang diteliti berdasarkan seluruh informasi dan fakta yang diperoleh

dari proses penelitian langsung di lapangan. Selain menggambarkan

kondisi secara mendalam, peneliti juga bertujuan untuk menarik realita

sosial yang ada kepermukaan.

12

(26)

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 6 bulan, yakni

dari bulan Februari 2015 sampai dengan Agustus 2015. Penelitian ini

berlokasi di Jln.Talas I, perum Bukit Cirendeu, Pondok Cabe Ilir,

Pamulang. Adapun alasan pemilihan lokasi didasarkan oleh

pertimbangan sebagai berikut:

a. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang

membuka rumah singgah untuk penyandang tunanetra.

b. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang

membuka kegiatan/program keagamaan untuk tunanetra.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan pekerjaan penelitian yang tidak

dapat dihindari dalam kegiatan penelitian. Pengumpulan data dalam

penelitian merupakan hal yang ensensial. Pengumpulan data penelitian

kualitatif bukanlah mengumpulkan data melalui instrumen seperti

halnya penelitian kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif instrumen utama adalah peneliti sendiri (human instrument), untuk mencari data dengan berinteraksi secara simbolik dengan

informan/subjek yang diteliti.13

Teknik pengumpulan data tetap merupakan langkah yang

strategis, karena tujuan pokok penelitian adalah mendapatkan data dan

informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab

13

(27)

permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif dilakukan dengan:

a. Observasi atau pengamatan

Observasi adalah teknik pengamatan yang mengharuskan

peneliti turun langsung ke lapangan mengamati hal-hal yang

berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan benda-benda,

waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Dalam tahap observasi

peneliti menerapkan observasi partisipatif dalam mengumpulkan

data. Observasi partisipatif (pengamatan terlibat) adalah

pengamatan sambil sedikit banyak berperan serta dalam kehidupan

orang-orang yang sedang diteliti.14

b. Wawancara

Wawancara ialah teknik yang digunakan untuk

mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara

peneliti dengan narasumber yang berada di Yayasan Khazanah

Kebajikan.

Teknik wawancara digunakan untuk dapat menggali tidak

saja yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa

yang tersembunyi jauh di dalam dari subjek penelitian. Selain itu,

apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang

bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa

14

(28)

kini, dan juga masa mendatang. Wawancara yang digunakan

dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur.

Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan

pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat

diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan, dan

kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya

informan yang dihadapi. 15

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui

pengkajian arsip-arsip, majalah, dan termasuk buku-buku

mengenai Tunanetra di Yayasan Kazanah Kebajikan. Dokumentasi

dilakukan guna memperoleh data tambahan dalam penelitian.

5. Teknik pemilihan Informan

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, untuk memilih

sampel lebih tepat dilakukan secara sengaja (perposive sampling). Teknik perposvie sampling bertujuan dimana informan dipilih

berdasarkan pertimbangan tertentu yang dianggap sebagai orang yang

tepat dalam memberikan informasi. Selanjutnya, apabila dalam proses

pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informan, maka

peneliti tidak perlu lagi mencari informan baru, proses informasi

[image:28.595.100.518.230.587.2]

sampai selesai. Adapun informan dalam penelitian ini tergambar dalam

tabel 1.1 sebagai berikut:

15

(29)
[image:29.595.101.519.126.716.2]

Tabel 1.1

Gambaran Umum Informan No Informan Informasi yang

dicari Jumlah

Gambaran Umum Informan

1

Ketua Bidang Keagamaan

Gambaran umum lembaga,

pelaksanaan kegiatan tunanetra.

1 orang Nama: Adam Sahili Usia: 34 tahun Pendidikan: SMA Asal: Sumatra Selatan

2

Pengurus Kegiatan Tunanetra

Program untuk tunanetra,

Pelaksanaan kegiatan tunanetra

1 orang Nama:Yeti Khazanah, Usia: 44 tahun, Pendidikan: SMEA Suku/Asal: Betawi

3

Tunanetra Resiliensi tunanetra di Masyarakat

4 orang Nama:Edi Maryadi Usia: 46 tahun

Pendidikan: S1 Teknik Elektro

Penyebab ketunanetraan karena penyakit yang dialami pada usia 31 tahun.

Nama: Setu Usia: 55 tahun Pendidikan: Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB)

Penyebab ketunanetraan dikarenakan saat usia 5 tahun matanya terkena anyam-anyaman bambu. Nama: Astuti

Usia: 55 tahun Pendidikan: SPG

Penyebab ketunanetraan karena penyakit panas yang dideritanya pada saat kelas 6 SD Nama: Sudrajat Usia: 41 tahun Pendidikan: SLB

Penyebab ketunanetraan karena penyakit bawaan sejak bayi.

(30)

6. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif deskriptif

bersumber dari data primer dan skunder.

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan

yang ada di Yayasan Khazanah Kebajikan pada waktu penelitian.

Data primer ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan

wawancara.

b. Data Skunder

Data skunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber

informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di

perpustakaan, pusat pengelolaan data, pusat penelitian, departemen

dan sebagainya. Data skunder yang digunakan dalam penelitian ini

diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.

7. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam

penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan

subtantif maupun formal. Pada hakikatnya, analisis data adalah sebuah

kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi

kode/tanda, dan mengatagorikannya sehingga diperoleh suatu temuan

berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.16

16

(31)

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan

menggunakan pengaturan data secara logis dan sistematis. Tahap

analisis data diperlukan dalam menganalisis data yang sudah

terkumpul, dan mengurutkan kedalam pengelompokan data. Data

tersebut kemudian dianalisis agar mendapatkan kesimpulan, baik untuk

masing-masing masalah maupun untuk keseluruhan masalah yang

diteliti. Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis

besar dengan langkah sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan dengan

resiliensi tunanetra.

b. Penyajian Data

Setelah data diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan

dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan tabel dan lain

sebagainya.

c. Penyimpulan Data

Pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan tema dengan

data yang diperoleh sehingga memudahkan untuk menarik

kesimpulan.

8. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif sering dinyatakan tidak ilmiah sehingga

kurang bisa dipertanggung jawabkan dari berbagai segi. Dengan alasan

itulah dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan

(32)

Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik

triangulasi. Teknik triangulasi data digunakan sebagai proses

memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi

(reliabilitas) data, serta bermanfaat sebagai alat bantu analisis data di lapangan.17 Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dilakukan dengan

membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,

membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan yang

dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi

suatu dokumen yang berkaitan. Sedangkan triangulasi metode dapat

dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil

penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat

kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama18.

9. Teknik Penulisan

Teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dibuat sesuai

dengan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi”,

yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN Jakarta Press tahun 2007.

17

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik , h. 218.

18

(33)

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan kepustakaan (literatur) yang

berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan. Tinjauan

pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu penyusunan dalam

penelitian skripsi ini. Peneliti menggunakan beberapa literatur skripsi yang

terlebih dahulu ada guna membantu peneliti dalam menyusun skripsi.

Tinjauan pustaka yang peneliti gunakan adalah:

1. Nama : Ahmad Shobrian

NIM : 102051025441

Judul : Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam

Meningkatkan Pengamalan Ibadah kelompok Tuna Netra Desa

Pisangan Ciputat.

Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu

Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Skripsi ini

membahas tentang program dakwah yang dilakukan Yayasan Khazanah

Kebajikan. Skripsi ini melihat pengaruh dari adanya program Dakwah yang

dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan dengan peningkatan pengamalan

ibadah sehari-hari tunanetra yang mengikuti kegiatan tersebut.

2. Nama : Dian Rahmawati

NIM : 085000541

Judul :Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tuna Netra

(34)

Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 2009. Skripsi ini

membahas tentang resiliensi pada anak yang mengalami ketunanetraan ganda.

Resiliensi (ketahanan) yang ditonjolkan dalam skripsi ini lebih kepada aspek

psikologi tunanetra.

Skripsi yang peneliti bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada resiliensi tunanetra yang

mengalami ketunanetraan pada masa hidupnya. Dalam penelitian ini peneliti

juga akan menggali modal apa saja yang mempengaruhi resiliensi tunanetra

dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Guna memperoleh gambaran menyeluruh mengenai masalah yang

ingin diuraikan dalam skripsi ini, maka peneliti memiliki sub-sub bab dengan

penyusunan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang di dalamnya menjelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka,

dan sistematika penulisan.

BAB II Kerangka Teori, Merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah

dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah

(35)

digunakan antara lain teori resiliensi, teori tunanetra, dan

teori kesejahteraan sosial.

BAB III Gambaran Umum Lembaga, dalam bab ini menggambarkan sejarah berdirinya Yayasan Khazanah

Kebajikan, visi dan misi, struktur organisasi, dan data yang

berkaitan dengan kelembagaan.

BAB 1V Hasil Penelitian dan Analisa, merupakan gabungan dari hasil pengumpulan data dengan beberapa konsep yang

dipergunakan dalam penelitian.

BAB V Penutup, merupakan kesimpulan dan saran dari penelitian tentang Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah

[image:35.595.97.509.230.605.2]
(36)

KERANGKA TEORI

A. Resiliensi

1. Definisi Resiliensi

Menurut Revich dan Shatte resiliensi adalah kemampuan untuk

merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi

kesulitan/trauma dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan

hidup sehari-hari. Orang yang memiliki resiliensi baik adalah orang

yang memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka,

tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari

permasalahan.1

Menurut Sibert, resiliensi mengacu pada kemampuan individu

mengatasi tekanan dengan baik untuk melakukan perubahan yang

signifikan mengganggu dan berkelanjutan, mempertahankan kesehatan

dengan baik dan tetap kuat ketika berada dibawah tekanan, bangkit

kembali dengan mudah dari keterpurukan yang dihadapinya, mengatasi

kemalangan, mengubah cara kerja dengan yang baru dan

meninggalkan cara lama ketika cara tersebut tidak memungkinkan lagi

digunakan, dan melakukan semua itu tanpa bertindak dengan cara yang

disfungsional ataupun berbahaya.2

1

Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for

overcoming life’s inevitable obstacles (New York: Broadway Book, 2002), h. 19 dan 26.

2

(37)

Menurut Grotberg resiliensi adalah kemampuan yang bersifat

universal dimana memungkinkan individu, kelompok, atau masyarakat

untuk mencegah, menguranggi atau mengatasi pengaruh yang dapat

merusak dirinya setelah mengalami kesulitan.3 Menurut Grotberg

memang tidak ada satu orangpun yang terlepas dari cobaan. Sekitar

sepertiga dari orang-orang di berbagai belahan dunia secara konsisten

menunjukan resiliensi yang baik yaitu mereka mengalami

kesengsaraan, lalu mengatasinya dan memperkuatnya dengan

mengubah cara yang lebih baik.4

Pernyataan Wilhelm Nietzshe’s, resiliensi berarti mampu

bangkit kembali dari perkembangan kehidupan yang mungkin terasa

sangat luar biasa pada awalnya. Orang yang tangguh ketika kehidupan

mereka terganggu, mereka akan menanggani perasaan mereka dengan

cara yang sehat. Mereka membiarkan diri mereka merasa sedih, marah,

kehilangan, dan kebingungan ketika sakit atau tertekan, tetapi mereka

tidak membiarkan semua itu menjadi sebuah perasaan yang permanen.

Sebuah hasil yang tak terduga, mereka tidak hanya menyembuhkan

keterpurukannya tetapi mereka juga sering kali bangkit menjadi lebih

kuat dari sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa orang tangguh

biasanya mengatasi kesulitan lebih mudah dari pada yang lainnya.

Mereka berharap untuk membangun kembali kehidupan dengan cara

3

Paul Barnard, dkk, Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience (United Kingdom: Jessica Kingsley, 1999), h. 54.

4

(38)

kerja baru dan perjuangan untuk mengatasi kesulitan memunculkan

kekuatan baru di dalamnya.5

Sedangkan menurut Edi Suharto, ketahanan sosial (social

resiliensi) seperti halnya ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan militer yang merupakan unsur pembentuk ketahanan nasional.

Ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional, didefinisikan

kemampuan individu-individu sebagai anggota sebuah lembaga atau

komunitas dalam mengembangkan hubungan sosial sehingga dapat

mempertahankan koeksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.6

Menurut Suradi ketahanan sosial masyarakat dapat dipahami

sebagai kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai

persoalan yang dihadapinya. Pengertian yang lebih lengkap adalah

suatu kondisi kehidupan dinamis masyarakat yang ditandai

terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar, optimalnya pelaksanaan

peranan dan tugas-tugas kehidupan pada setiap individu maupun

kelompok, serta terselesaikannya masalah sosial melalui gerakan sosial

yang dilandasi oleh nilai kebersamaan dan kesetiakawanan sosial.7

Dalam keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia,

ketahanan sosial masyarakat adalah kemampuan komunitas mengatasi

resiko akibat perubahan ekonomi dan politik. Suatu komunitas

5

Al Siebert, The resiliency advantag, h.5

6

Edi Suharto, Isu-Isu tematik Pembangunan Sosial: Konsep dan Strategi (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h.83-84.

7 Suradi, “Peran Kapital Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Ma

(39)

memiliki ketahanan sosial bila mampu melindungi secara efektif

anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan, mampu

melaksanakan investasi sosial dalam jaringan sosial, mampu

mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik

dan kekerasan, serta mampu memelihara kearifan lokal dalam

mengelola sumber daya alam dan sosial.8

Dari beberapa definisi mengenai resiliensi yang dijelaskan

diatas, maka peneliti mendeskripsikan resiliensi adalah kemampuan

seseorang untuk bertahan, bangkit, menerima keadaan dengan percaya

diri dan menemukan cara untuk bergerak maju meninggalkan kesulitan

yang dihadapinya tersebut.

2. Aspek Resiliensi

Menurut Reivich dan Shatte terdapat tujuh kemampuan yang

berkontribusi dalam pembentukan resiliensi, yaitu:9

1. Regulasi emosi (Emotion regulation)

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di

bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi

emosi dan mengembangkannya dapat membantu mereka dalam

mengontrol emosi, perhatian, dan perilaku mereka. Pengaturan

emosi penting bagi pembentukan hubungan dengan orang lain,

keberhasilan di tempat kerja, dan menjaga kesehatan fisik.

8 Abu Hanifah, “Toleransi Dalam Masyarakat Plural Memperkuat Ketahanan Sosial,”

artikel diakses pada 18 Februari 2015 dari www.kemsos.go.id/unduh/Abu_Hanifah.pdf.

9

Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for

(40)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang

memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan

dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain. Hal

ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantara alasan

yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau menghabiskan

waktu bersama orang yang marah, cemberut, cemas, khawatir serta

gelisah setiap saat. Emosi yang dirasakan oleh seseorang

cenderung berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita

terasosiasi dengan kemarahan maka kita akan semakin menjadi

seorang yang pemarah.

Tidak semua emosi yang dirasakan oleh individu harus

dikontrol. Tidak semua emosi marah, sedih, gelisah dan rasa

bersalah harus diminimalisir. Hal ini dikarenakan mengekspresikan

emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif

merupakan hal yang konstruksif dan sehat, asalkan dilakukan

dengan tepat. Bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi

secara tepat merupakan bagian dari resiliensi.

2. Pengendalian Impuls (Impulse control)

Pengendalian impuls adalah kemampuan untuk

mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang

muncul dari dalam diri. Individu dengan pengendalian impuls

rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang

dapat mengendalikan pikiran dan perilaku meraka. Individu seperti

(41)

agresif, sehingga membuat lingkungan sosial di sekitarnya merasa

kurang nyaman dan berakibat pada buruknya hubungan sosial

dengan orang lain.

3. Optimisme (optimism)

Individu yang resilien adalah individu yang optimis.

Mereka percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih

baik. Mereka memiliki harapan masa depan dan percaya bahwa

mereka dapat mengontrol arah kehidupan mereka. Dibandingkan

dengan individu yang pesimis, individu yang optimis memiliki

fisik lebih sehat, jarang mengalami depresi, lebih baik di sekolah,

lebih produktif di tempat kerja, dan lebih banyak menang dalam

olahraga.

Optimisme berarti kita melihat masa depan yang

cemerlang. Optimisme berarti percaya bahwa dirinya memiliki

kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di

masa depan. Menunjukkan bahwa optimisme dan faktor

self-efficacy sering berjalan seiringan. Optimisme adalah anugrah jika dikaitkan dengan faktor self-efficacy karena dapat memotivasi

untuk mencari solusi dan terus bekerja keras untuk memperbaiki

situasi.

4. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis)

Causal analysis adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kemampuan individu secara akurat dalam

(42)

individu tidak dapat menilai penyebab masalah secara akurat, maka

akan membuat kesalahan yang sama berulang-ulang.

Martin Seligman mengidentifikasikan gaya berfikir yang

sangat erat kaitannya dengan causal analysis. Gaya berfikir dibagi pada tiga demensi: 1)Personal (saya - bukan saya), individu dengan

gaya berfikir „saya’ adalah individu yang cenderung menyalahkan

diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya,

individu dengan gaya berfikir „bukan saya’, meyakini faktor

eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi. 2) Permanen

(selalu – tidak selalu), individu yang pesimis cenderung berasumsi

bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terus

berlangsung. Sedangkan individu yang optimis cenderung berfikir

bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap

kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan

sementara. 3) Pervasive (semua – tidak semua), individu dengan

gaya berfikir „semua’ melihat kemunduran atau kegagalan pada

satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya.

Individu dengan gaya berfikir „tidak semua’ dapat menjelaskan

secara rinci penyebab dari masalah yang dihadapi.

5. Empati (Empathy)

Empati didefinisikan seberapa baik individu dapat

membaca tanda-tanda psikologis dan emosional orang lain.

Beberapa individu memiliki kemampuan dalam menafsirkan

(43)

ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan mampu

menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.

Individu yang tidak memiliki kemampuan berempati, tidak

dapat menempatkan diri pada posisi orang lain, merasakan apa

yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang

lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda

non-verbal orang lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks

hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan

kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai.

6. Efikasi diri (Self-efficacy)

Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seorang individu

dapat memecahkan masalah yang dialami dan mencapai

kesuksesan. Orang yang memiliki kepercayaan pada kemampuan

mereka untuk memecahkan masalah akan muncul sebagai

pemimpin, sementara mereka yang tidak percaya diri tentang

keberhasilan mereka akan menemukan diri mereka hilang di

keramaian.

7. Peningkatan aspek positif (Reaching out)

Resiliensi bukan hanya tentang mengatasi kemalangan dan

bangkit dari keterpurukan, resiliensi juga memungkinkan kita

untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupan setelah

(44)

Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching

out, hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka

adalah individu-individu yang lebih memilih memiliki kehidupan

standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus

berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat.

Individu-individu ini memilki rasa ketakutan untuk

mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas akhir.

3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Grotberg menggemukakan faktor-faktor resiliensi yang

didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk

kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’, untuk

dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have’,

sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah’ICan’.10

1. I Am (Inner Strength)

‘I Am‘ merupakan fitur kepribadian individu seperti harga diri (

self-esteem). Faktor „I Am’ dapat diperkuat dengan dukungan akan tetapi tidak dapat dibuat. „I Am’ adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan

terhadap dirinya. Faktor „I Am’ secara spesifik mencakup:

a. Aku adalah seseorang yang dapat disukai dan dicintai.

b. Aku merasa senang apabila aku melakukan hal yang baik terhadap orang lain.

10

(45)

c. Aku adalah orang yang dapat menghargai diri sendiri dan juga orang lain.

d. Aku adalah orang yang bersedia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan.

e. Aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja. 2. I Have (External Support)

‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur

dukungan eksternal. Faktor ‘I Have’ dapat disediakan dan diperkuat. Secara spesifik mencakup:

a. Saya memiliki orang-orang di sekitar yang dapat saya percaya,

b. Orang yang mencintai saya,

c. Orang-orang yang menunjukan contoh yang baik dan menjadi

teladan untuk saya,

d. Membantu saya untuk belajar menjadi diri sendiri,

e. Orang yang membantu saya ketika sakit atau dalam kesulitan.

3. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)

‘I Can’ dimaksudkan sebagai keterampilan sosial dan interpersonal

individu, yaitu alat untuk belajar, melakukan, menjalin hubungan,

dan lain-lain. Faktor ‘I Can’ dapat diajari dan diajarkan. Secara spesifik mencakup:

a. Berbicara dengan orang lain tentang hal menakutkan, b. Menemukan cara untuk memecahkan masalah,

(46)

d. Menentukan waktu yang baik untuk berbicara dengan

seseorang,

e. Menemukan seseorang yang dapat membantu ketika saya

membutuhkannya.

B. Tunanetra

a. Definisi Tunanetra

Secara Etimologi kata tunanetra berasal dari „tuna’ yang berarti

rusak, dan „netra’ yang berarti mata atau penglihatan. Tunanetra adalah

seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak

berfungsi indera penglihatan. Menurut istilah dalam hal ini pemerintah

menyatakan bahwa yang dimaksud tunanetra adalah seseorang yang

menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau

mental yang oleh karenanya merupakan hambatan atau rintangan untuk

melakukan kegiatan sebagaimana mestinya.11

Menurut Agustyawati dan Solicha tunanetra adalah salah satu

jenis hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang

untuk melihat, baik menyeluruh (total blind) ataupun sebagian (low

vision). Dengan kata lain tunanetra adalah seseorang yang mengalami

11 Ahmad Shobrian, “Peran Dakwah Ya

(47)

gangguan fungsi penglihatan sedemikian rupa sehingga tidak dapat

menggunakan indera penglihatannya secara fungsional.12

Menurut Koestler tunanetra (kebutaan) adalah ketajaman

penglihatan pusat 20/200 atau kurang pada bagian mata yang lebih

baik dengan kaca mata koreksi atau ketajaman penglihatan pusat lebih

dari 20/200 jika terjadi penurunan ruang penglihatan dimana terjadi

pengerutan suatu bidang penglihatan sampai tingkat tertentu sehingga

diameter terlebar dari ruang penglihatan membentuk sudut yang

besarnya tidak lebih dari 20 derajat pada bagian mata yang lebih

baik.13

b. Klasifikasi Tunanetra

Secara garis besar tunanetra diklasifikasikan menjadi dua

macam, yaitu total blind (buta) dan low vision:14

a. Total Blind (Buta)

Dikatakan buta apabila sama sekali tidak mampu menerima

rangsangan cahaya dari luar (visusbya=0).

b. Low Vision

Bila masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi

ketajamannya lebih dari 6/21, atau berdasarkan tes anak hanya

mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas

dapat dibaca pada jarak 21 meter.

12

Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.5.

13

David Smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h.241.

14

(48)

Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat

diklasifikasikan menjadi empat , yaitu:

1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama

sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah

memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum

kuat dan mudah terlupakan.

c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka

telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh

yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang

dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan

penyesuaian diri.

e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit

mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka

yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi

mereka masih dapat mengikuti program pendidikan dan

mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan

fungsi penglihatan.

b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka

(49)

menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan

biasa atau membaca tulisan yang bercetak tebal.

c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama

sekali tidak dapat melihat.

3. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata

a. Myopia: adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak

terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan

menjadi jelas kalau objek didekatkan.

b. Hyperopia: adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi

jelas jika objek dijauhkan.

c. Astigmatisme: adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau

pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda

baik pada jarak jauh maupun dekat tidak terfokus jatuh pada

retina.

c. Sebab Terjadinya Ketunanetraan15

1. Faktor pre-natal

Faktor penyebab keturunan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang

anak dalam kandungan, antara lain:

15

(50)

a. Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi

dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau

mempunyai orang tua yang tunanetra.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan

dalam kandungan dapat disebabkan oleh:

1) Gangguan waktu ibu hamil.

2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak

sel-sel darah tertentu sel-selama pertumbuhan janin dalam

kandungan.

3) Infeksi atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena

rubella atau cacar air.

4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma

dan tumor.

5) Kurangnya vitamin tertentu.

2. Faktor post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal

dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:

a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan,

akibat benturan alat-alat atau benda keras.

(51)

c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan,

misalnya:

1) Xeropthalmia; penyakit mata karena kekurangan

vitamin A.

2) Trachoma; penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.

3) Catarac; penyakit mata yang menyerang bola mata. 4) Glaucoma; penyakit mata karena bertambahnya cairan

dalam bola mata.

5) Diabetik retinopathy; gangguan pada retina yang

disebabkan diabetis.

6) Macular degeneration; kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah retina secara berangsur

memburuk. Retina degenerasi masih memiliki

penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan

untuk melihat secara jelas objek di bagian tengah.

7) Retinopathy of prematurity; anak yang terlahir prematur. Pada saat bayi masih memiliki potensi

penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan

prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang

berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat

bayi dikeluarkan terjadi perubahan kadar oksigen yang

dapat menyebabkan pertumbuhan pembulu darah tidak

(52)

8) Terjadinya kecelakaan; seperti masuknya benda keras

atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan

dari kendaraan, dan lain-lain.

d. Karakteristik Tunanetra16

1. Karakteristik Fisiologis

a. Totally blind (buta)

Tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang

pada jarak enam meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata,

sering meraba-raba atau tersandung saat jalan, mengalami

kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya, bagian bola

mata yang hitam berwarna keruh, peradangan hebat pada kedua

bola mata, dan mata bergoyang terus.

b. Low vision

Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat,

hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata

tampak lain (terlihat putih di tengah mata/katarak atau kornea

terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus kedepan,

memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di

cahaya terang saat mencoba melihat sesuatu, lebih sulit melihat

pada malam hari dari pada siang hari, dan pernah menjalani

operasi mata dan atau memakai kaca mata yang sangat tebal

tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.

16

(53)

2. Karakteristik kognitif

Kecenderungan tunanetra mengganti indera penglihatan

dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerimaan

informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau

konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Beberapa

konsep yang sangat sulit dikenalnya seperti konsep warna, jarak,

dan waktu. Namun demikian secara psikologis mereka sering

dicirikan dengan pemilikan indera superior yaitu dalam hal

perabaan, pendengaran dan daya ingat.

3. Karakteristik sosial

Perkembangan sosial tunanetra sangat bergantung pada

bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama

lingkungan keluarga itu sendiri. Penerimaan secara realistik dengan

segala keterbatasannya adalah yang paling utama dalam

menumbuhkan rasa percaya dirinya.

C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial 1. Definisi Kesejahteraan Sosial

Secara etimologi, kesejahteraan sosial terdiri atas dua kata yaitu

kesejahteraan dan sosial. Kata kesejahteraan berasal dari kata sejahtera

yang mendapat imbuan ke-an. Imbuan ke-an adalah imbuan yang

membedakan kata sifat/keadaan sejahtera. Perkataan sejahtera sendiri

merupakan perkataan yang berasal dari bahasa sansekerta “Jaitra” yang

(54)

adalah keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa aman, tentram,

makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan kesehatan,

gangguan kenikmatan atau gangguan kerja.17

Menurut Rober L Barker kesejahteraan diartikan sebagai kondisi

mengenai kesehatan fisik, ketenangan emosi/batin, serta ketenangan di

bidang ekonomi, serta kemampuan masyarakat untuk menolong

masyarakatnya untuk mencapai kondisi atau keadaan tersebut.18

Dari pengertian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa

kesejahteraan sosial merupakan kondisi dimana seseorang/masyarakat

merasa aman, tentram, senang, dan terhindar dari tekanan emosi, ekonomi,

politik, sosial dan budaya.

2. Definisi Pekerja Sosial

Dalam mencapai kondisi kesejahteraan sosial, dibutuhkan peranan

pekerja sosial di dalamnya. Menurut Zastrow pekerja sosial adalah

aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat

dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi

sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk

tujuan tersebut.19

Dalam konferensi dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000,

International Federation of Social Workers (IFSW), mendefinisikan profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya

17

Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial , 1996), h. 23.

18

Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h.24.

19

(55)

dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan

pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat.20

Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat

(NASW) pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional membantu individu,

kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan atau memulihkan

kemampuan mereka berfungsi sosial dan untuk menciptakan kondisi sosial

yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjaan sosial terdiri atas

penerapan profesional dari nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik

pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu

orang memperoleh pelayanan nyata; memberikan konseling dan

psikoterapi untuk individu, keluarga, dan kelompok; membantu komunitas

atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan sosial dan

kesehatan; dan ikut serta dalam proses legislatif yang berkaitan.21

3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial

Menurut Zastrow sekurang-kurangnya ada tujuh peran beserta

fungsi dari pekerja sosial yang dapat dikembangkan oleh community

worker, yaitu:22

a) Pemercepat Perubahan (Enabler)

Sebagai enabler seorang community worker membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan

masalah mereka, dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat

20

Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri, h. 2.

21

Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h.60

22

(56)

menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Peran

enabler ini adalah peran klasik dari seorang community worker. b) Perantara (Broker)

Peran seorang broker (perantara) dalam intervensi makro terkait erat dengan upaya menghubungkan individu ataupun kelompok dalam

masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat

(community service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yang menyediakan

layanan masyarakat. Peran sebagai perantara, yang merupakan peran

mediasi, dalam konteks pengembangan masyarakat juga diikutsertakan

dengan perlunya melibatkan klien dalam kegiatan penghubung ini.

c) Pendidik (Educator)

Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker

diharapkan mempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan

baik dan jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi

sasaran perubahan. Disamping itu, ia harus mempunyai pengetahuan

yang cukup memadai mengenai topik yang akan dibicarakan. Dalam

kaitan dengan hal ini community worker tidak jarang harus

menghubungi rekan dari profesi lain yang menguasai

Gambar

gambaran diri seseorang.1
tabel 1.1 sebagai berikut:
Gambaran Umum
Gambaran Umum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konservasi Energi • Pemenuhan Kebutuhan Energi Ketahanan Pangan • Peningkatan Produksi pangan • Pembangunan sarana dan prasarana pertanian (termasuk irigasi) Penanggulangan

Program aplikasi yang dibuat dengan menggunakan Visual Basic 6.0 mampu menampilkan data penyewa, data transaksi, laporan harian dan bon yang dicetak pada alat pencetak

Dalam Rangka Pembangunan Simpul Jaringan untuk Mendukung Kebijakan Nasional Satu

Diagram-diagram yang dibutuhkan untuk pembuatan penulisan ilmiah ini menggunakan Data Flow Diagram, yang terdiri dari Diagram Konteks, Diagram Zero, Entity Relationship Diagram,

Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi dan kepuasan kerja yang dimoderasi gaya kepemimpinan terhadap

Perencanaan pembelajaran siklus 2 Pertemuan kedua sebagai tindak lanjut dari hasil belajar dan kekurangan/ kelebihan pada Pertemuan pertama maka pada perencanaan

Skripsi Pengaruh Variabel ROI, DER,PER, CR Dan WCTO Terhadap Return... ADLN Perpustakaan

Penjelasan ketentuan ini menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan tertentu adalah pemberatan kepada pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan