MASYARAKAT
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: DINI FIQRIAH NIM: 1111054100003
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini
bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 11 September 2015
Dini Fiqriah 1111054100003
Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat
Tunanetra merupakan sebuah hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat. Pada umumnya penyadang tunanetra seringkali digambarkan sebagai figur yang memiliki kekurangan. Tidak jarang hal ini menyebabkan tunanetra dipandang sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya. Penyandang tunanetra sangat mungkin akan dihadapkan pada berbagai masalah terutama pada masalah kesejahteraannya. Ditengah permasalahan yang menghantui tunanetra, mereka harus tetap bertahan untuk menjalani kehidupan.
Resiliensi (ketahanan) pada tunanetra sangat penting dan harus dimiliki oleh setiap individu tunanetra, karena dengan ketahanan akan menentukan berhasil atau tidaknya tunanetra dalam mencapai kesejahteraan. Untuk itu peneliti ingin meneliti bagaimana resiliensi tunanetra dalam mencapai kesejahteraannya di masyarakat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskritif. Tujuannya untuk menghasilkan penelitian dengan bentuk penjabaran kata-kata yang mempresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan selama proses penelitian berlangsung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan informan yang dipilih secara sengaja. Peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari ketua bidang, pengurus, dan tunanetra.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan mampu bertahan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. Terdapat tujuh kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan ketahanan (resiliensi) tunanetra yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif. Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi diantaranya, faktor I am, faktor I have, dan faktor I can. Selain tujuh kemampuan yang berkontribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi, kegiatan pembinaan yang diberikan oleh yayasan khazanah kebajikan juga memiliki peran dalam pembentukan resiliensi tunanetra. Melalui kegiatan pembinaan spiritual dan pembinaan financial yang ada di yayasan khazanah kebajikan, memberikan dampak positif terhadap ketahanan tunanetra dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.
Assalamualaikum Wr.Wb
Tiada kata yang dapat peneliti untaikan selain ucapan syukur
Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu
luar biasa. Berkat Rahmat serta Hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi
ini yang berjudul Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW berserta para keluarga
dan sahabatNya.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial jurusan Kesejahteraan Sosial. Peneliti menyadari
banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesain skripsi ini. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya
penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Dr.Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto, M.Ed, ph.D selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik. Dr.Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum. Dr.Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Jurusan Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris
meluangkan waktunya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak
memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti. Semoga ilmu
yang diberikan bermanfaat di masa yang akan datang.
5. Bapak Amirudin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima
kasih atas nasihat serta bimbingannya.
6. Kedua orang tua peneliti, Bapak Juju Junaidi dan Mama Kholisoh yang
selalu mendoakan, mendukung, memberikan motivasi dan kasih sayang
kepada peneliti. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kalian sebagai
orang tua yang sabar dan orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya
dan juga untuk adikku tersayang Ajie Indra Permana.
7. Ketua Yayasan Khazanah Kebajikan Bapak Drs. H. Nadjamuddin
Siddiq, Kepala Bidang Keagamaan Bapak Adam, Bidang
Kesekretariatan Kak Rici, dan seluruh pengurus Yayasan Khazanah
Kebajikan. Terima kasih atas bantuannya selama peneliti melakukan
penelitian.
8. Ibu Astuti, Bapak Edi, Bapak Setu, dan Bapak Drajat. Terima kasih atas
doa dan motivasinya, peneliti memperoleh banyak pembelajaran
kehidupan dari kalian.
9. Sahabat seperjuangan selama 4 tahun yaitu, Mira, Puspita, Ranny, Arini,
Ita, dan Rena terima kasih selalu memberikan semangat dan
bersama-sama memajukan Indonesia melalui pekerjaan sosial.
11.Sahabatku Siti Khoiriyah, Zerina Zetary dan Lentari Pancar Wengi,
yang selalu menjadikan hari-hari selalu menyenangkan.
12.Denhari Aditya, yang telah memberikan semangat, dukungan moril dan
kesabarannya untuk peneliti.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal peneliti untuk
meraih kesuksesan kedepannya. Aamiin ya Rabbal alamin..
Ciputat, 11 September 2015
Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8
1. Pembatasan Masalah... 8
2. Perumusan Masalah... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9
1. Tujuan Penelitian... 9
2. Manfaat Penelitian... 9
D. Metodelogi Penelitian... 9
1. Pendekatan Penelitian... 9
2. Jenis Penelitian... 11
3. Waktu dan Tempat Penelitian... 12
4. Teknik Pengumpulan Data... 12
5. Teknik Pemilihan Informan... 14
6. Sumber Data... 16
8. Keabsahan Data... 17
9. Teknik Penulisan... 18
E. Tinjauan Pustaka... . 19
F. Sistematika Penulisan... 20
BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi... 22
1. Definisi Resiliensi... 22
2. Aspek Resiliensi... 25
3. Faktor yang mempengaruhi resiliensi... 30
B. Tunanetra... 32
1. Definisi Tunanetra... 32
2. Klasifikasi Tunanetra... 33
3. Sebab Terjadinya Ketunanetraan... 35
4. Karakteristik Tunanetra... 38
C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial... 39
1. Definisi Kesejahteraan Sosial... 39
2. Definisi Pekerja Sosial... 40
3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial... 41
D. Lembaga yang Bergerak di Bidang UKS... 44
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Lembaga... 46
B. Visi, Misi dan Tujuan... 47
C. Lembaga Mitra dan Program YKK... 48
E. Struktur Organisasi... 52
F. Kegiatan Tunanetra... 53
G. Gambaran Umum Informan... 54
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat... 62
1. Apek Resiliensi... 63
a. Regulasi Emosi... 63
b. Pengendalian Impuls... 65
c. Optimisme... 68
d. Analisis Penyebab Masalah... 72
e. Empati... 74
f. Efikasi Diri... 77
g. Peningkatan Aspek Positif... 82
2. Faktor yang mempengaruhi resiliensi... 84
a. I Am (Inner Strength)... 84
b. I Have (External Support)... 87
c. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)... 89
B. Program Pembinaan Yayasan Khazanah Kebajikan yang dapat Mempengaruhi Resiliensi Tunanetra di Masyarakat... 91
1. Pembinaan Spiritual Keagamaan... 92
2. Pembinaan Financial... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 99
B. Saran... 104
DAFTAR PUSTAKA... 107
1. Tabel 1.1 Gambaran Umum Informan... 15
2. Tabel 3.1 Struktur Organisasi... 52
1. Surat Bimbingan Skripsi
2. Surat Izin Penelitian ke Yayasan Khazanah Kebajikan
3. Surat Keterangan Penelitian dari Yayasan Khazanah Kebajikan
4. Hasil Observasi
5. Pedoman Wawancara
6. Transkrip Wawancara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fisik merupakan faktor penting dalam pembentukan gambaran tubuh
dan dalam perkembangan Selfconcept. Jika fisik seseorang jelas berbeda atau
menyimpang dari yang normal, dengan cacat pada indera atau organ motorik,
[image:15.595.100.516.232.594.2]maka penyimpangan seperti itu akan sangat mempengaruhi bentuk dari
gambaran diri seseorang.1
Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang menginginkan dirinya
mengalami kecacatan, baik itu cacat sementara ataupun permanen. Tetapi,
banyak kasus kecelakaan atau musibah yang tidak diinginkan yang dapat
mengakibatkan seseorang mengalami kecacatan. Bahkan ada sebagian dari
penyandang cacat yang memang telah dilahirkan dalam keadaan kurang
sempurna, sehingga mereka tidak pernah merasakan kesempurnaan bentuk
tubuh.
Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang
1
terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c)
penyandang cacat fisik dan mental.2
Sedangkan menurut Disabled People’s International (DPI) kekurangan
fisik atau (impairment) adalah keterbatasan fungsional pada seseorang individu yang disebabkan kekurangan fisik, mental dan sensorik.3 Salah satu
permasalahan kekurangan atau keterbatasan fisik yang banyak dijumpai di
Indonesia adalah keterbatasan pada kemampuan indera penglihatan
(tunanetra).
Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996
menunjukan angka kebutaan di Indonesia 1,5 % -paling tinggi di Asia-
dibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%.
Artinya jika ada 12 penduduk dunia buta dalam setiap 1 jam, empat
diantaranya berasal dari Asia Tenggara dan dipastikan 1 orangnya berasal dari
Indonesia.4
Pendataan pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan tentang
jumlah pemilih penyandang cacat dalam pemilu 2004 yang disampaikan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) kepada komisi pemilihan umum menyatakan
2 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules. php?name= News&file=article&sid=594.
3
Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar (Jakarta:PIC UIN Jakarta, 2007), h.105.
4 Djunaedi, “Tahun 2020 Jumlah Tuna Netra Dunia Menjadi 2x Lipat”, artikel diakses
sebanyak 309.146 penderita tunanetra.5 Hasil Susenas tahun 2009
menunjukkan bahwa jumlah disabilitas secara keseluruhan adalah 2,13 juta
orang dengan 339.209 orang adalah penyandang tunanetra.6
Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS), menjelaskan jumlah penyandang tunanetra di wilayah DKI
Jakarta yang dibedakan menjadi beberapa klasifikasi tingkat kesulitan melihat.
Berdasarkan klasifikasi tingkat kesulitan melihatnya adalah tidak sulit
7.631.889 jiwa, sedikit sulit 270.390 jiwa, parah 16.372, dan yang tidak
ditanyakan sebanyak 82.764, jumlah keseluruhan 8.001.415 jiwa.7
Berdasarkan data tersebut membuktikan bahwa angka penyandang tunanetra
di Indonesia masih sangat tinggi dan cenderung mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun.
Kebutaan atau gangguan penglihatan dapat mengganggu produktivitas
dan mobilitas seseorang yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan
ekonomi bagi lingkungan, keluarga, masyarakat dan negara. Rendahnya
produktivitas seorang tunanetra jelas memberikan dampak negatif pada
pendapatan (income) yang optimal dari suatu keluarga kemudian suatu daerah tempat tinggalnya.
5 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php ?name=News&file= article&sid=594.
6
Linda Amalia Sari Gumelar, “Keynote speech pada acara rapat kerja nasional Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) tahun 2011 Jakarta, 14 Desember 2011” diakses dari http://pertuni.idp-europe.org/Rakernas2011/Rakernas2011-keynote_Menteri_Pemberdayaan_ Perempuan.php.
7
Pendapatan yang rendah disebabkan karena kesempatan kerja untuk
seseorang yang memiliki kekurangan pada fisik masihlah sangat terbatas.
Perusahaan atau pemberi kerja belum mau menerima para pekerja yang
memiliki kecacatan pada diri pekerjanya dengan alasan produktivitas.
Produktivitas mereka yang rendah di lain pihak juga kerap menimbulkan
penolakan secara terang-terangan atau tersembunyi, karena dianggap kurang
mampu menyesuaikan diri di lingkungannya.
Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 menegaskan bahwa
penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga
memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat
berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis
dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang
sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4)
aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial,
dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk
menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya,
terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat.8
8 Hermana, “
Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung jawab Sosial
Undang-undang No.4 tahun 1997 jelas menerangkan tentang
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama bagi penyandang cacat di segala
aspek kehidupan tanpa melihat adanya perbedaan. Seseorang yang memiliki
keterbatasan fisik juga memiliki kesempatan dan peran yang sama di
masyarakat.
Dalam Al-Quran terdapat surah yang menerangkan seruan untuk
memperhatikan penyandang tunanetra. Adapun surah yang menggambarkan
tentang tunanetra terdapat dalam Al-Quran surah Abassa ayat 1-3:
Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1), karena telah datang seorang buta kepadanya (2), Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3)”.
Surat Abassa mengisahkan pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang
menerima dan berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang dia harapkan
agar mereka masuk Islam. Pada saat itu datanglah Ibnu Ummi Maktum,
seorang sahabat yang buta yang mengharapkan agar Rasulullah SAW
membacakan ayat-ayat Al-Quran yang telah diturunkan Allah SWT. Tetapi,
Rasulullah SAW bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi
Maktum yang buta itu, lalu Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas
tegas Allah SWT menyerukan kepada umatnya untuk tidak mengacuhkan
tunanetra.
Undang-undang dan ayat Al-Quran jelas menerangkan untuk
memberikan hak, kewajiban dan kedudukan yang sama kepada tunanetra,
sayangnya upaya untuk memberikan tunanetra hak serta posisi yang sama di
masyarakat belum terlihat hasil yang memuaskan. Masih banyak tunanetra
yang mengalami kesulitan dalam mempertahankan kehidupanya. Pada
umumnya tunanetra akan lebih mendapatkan simpati dari orang lain, ironisnya
hal tersebut banyak dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengambil
keuntungan pribadi seperti memanfaatkan kekurangannya untuk mencari
sumbangan di pinggir jalan. Hal ini membuktikan masih minimnya upaya
pemerintah dalam menanggulanggi permasalahan tunanetra di Indonesia.
Sikap-sikap dari masyarakat umum terhadap orang-orang dengan
kecacatan fisik telah diselidiki. Hasilnya menunjukan bahwa sikap yang
diverbalisasikan (diungkapkan dengan kata-kata) terhadap orang yang cacat
akan sedikit menyenangkan, tetapi bagi sebagian kecil mungkin benilai
negatif. Sikap-sikap lebih dalam yang tidak diungkapkan lebih sering
menimbulkan rasa permusuhan. Kadang kecacatan fisik yang mencolok dapat
mengundang ejekan.9
Dengan segala permasalahan yang ada di masyarakat mulai dari
kurangnya akses, merasa dirinya berbeda dengan yang lain, serta berbagai
pengucilan yang diterima oleh penyandang tunanetra akan menyebabkan
tekanan dan kecemasan di dalam diri mereka. Tunanetra merasa mengalami
9
penolakan dan perlakuan yang berbeda yang dapat mengakibatkan peran
sosialnya terhambat. Menariknya, dengan semua tekanan yang mereka
rasakan, tunanetra tetap harus menjalani dan melanjutkan kehidupannya untuk
mencapai kesejahteraan di masyarakat. Untuk itu, diperlukan resiliensi
(ketahanan) pada diri tunanetra untuk mengatasi tekanan hidup yang mereka
hadapi. Resiliensi menurut Revich dan Shatte adalah kemampuan seseorang
untuk bangkit dan berkembang dalam menghadapi tekanan hidup ataupun
stres yang menimpanya.
Dalam penelitian ini peneliti memilih Yayasan Khazanh Kebajikan
sebagai tempat penelitian. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah lembaga
sosial keagamaan yang didirikan untuk menampung kaum dhuafa, anak yatim
dan tunanetra. Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan tempat berkumpul
dan tempat berkegiatan bagi tunanetra yang berada di Cinere dan sekitarnya.
Yayasan khazanah kebajikan telah berdiri sejak tahun 1992, sampai saat ini
sudah lebih dari 100 tunanetra yang mengikuti kegiatan di Yayasan khazanah
kebajikan. Yayasan ini sudah banyak mendapatkan bantuan dari tokoh-tokoh
terkemuka di Indonesia, seperti Yusuf Kalla dan Keluarga Cendana.
Berdasarkan pemaparan diatas dalam skripsi ini peneliti akan melakukan
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan
menghidari dari ketidakjelasan serta melebarnya masalah penelitian,
maka peneliti membatasi penelitian ini pada Resiliensi Tunanetra
Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan
di Masyarakat.
Pembatasan masalah juga peneliti lakukan dalam membatasi
informan yang akan peneliti teliti. Peneliti akan membatasi untuk
meneliti tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan pada masa
hidupnya dengan kata lain tunanetra yang dipilih adalah mereka yang
mengalami gangguan penglihatan bukan sejak lahir melainkan ketika
semasa hidupnya.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan
masalah pokok sebagai berikut:
a. Bagaimana resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah
Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat?
b. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan memberikan pembinaan
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu kepada permasalahan yang telah
dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin peneliti capai dalam
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah
Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.
b. Untuk mengetahui program pembinaan yayasan khazanah
kebajikan yang mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian
kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Diharapkan dapat menambah informasi bagi para pembaca,
mengenai resiliensi tunanetra.
b. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang S1
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Diharapkan dapat bermanfaat menjadi dokumen perguruan tinggi
sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berkonsentrasi pada studi
sosial dalam dimensi pemberdayaan tunanetra.
D. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metodelogi penelitian adalah strategi umum yang digunakan
permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodelogi ini
dimaksudkan untuk menentukan data valid, akurat, dan signifikan
dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk
mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, dan pemikiran
orang secara individu maupun kelompok.10
Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur kuantitatif, perhitungan statistik, atau bentuk
cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Kualitatif berarti
sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang
terdapat di balik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat
diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata.11
Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada
di lapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran
yang lengkap. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif dipandang
sebagai pendekatan yang tepat pada penelitian ini, karena dengan
pendekatan kualitatif diharapkan informasi tentang resiliensi tunanetra
10
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 89.
11
binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di
masyarakat, dapat diambil informasi secara mendalam dan detail.
2. Jenis Penelitian
Ada beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dalam
penelitian kualitatif. Jenis penelitian digunakan sesuai dengan tujuan
dari penelitian yang akan dilakukan. Jenis penelitian yang peneliti
pakai dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan masalah
atau keadaan atau peristiwa yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan subjek/obyek penelitian (seseorang, lembaga,
masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
tampak atau sebagaimana adanya.12
Jenis penelitian deskriptif dipilih karena peneliti harapkan
mampu menggambarkan keadaan dari resiliensi tunanetra binaan
Yayasan Khazanah Kebajikan sesuai dari fakta dan data yang
didapatkan. Selain itu, jenis penelitian ini dapat menggambarkan
secara mendalam masalah, peristiwa dan keadaan mengenai objek
yang diteliti berdasarkan seluruh informasi dan fakta yang diperoleh
dari proses penelitian langsung di lapangan. Selain menggambarkan
kondisi secara mendalam, peneliti juga bertujuan untuk menarik realita
sosial yang ada kepermukaan.
12
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 6 bulan, yakni
dari bulan Februari 2015 sampai dengan Agustus 2015. Penelitian ini
berlokasi di Jln.Talas I, perum Bukit Cirendeu, Pondok Cabe Ilir,
Pamulang. Adapun alasan pemilihan lokasi didasarkan oleh
pertimbangan sebagai berikut:
a. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang
membuka rumah singgah untuk penyandang tunanetra.
b. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang
membuka kegiatan/program keagamaan untuk tunanetra.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan pekerjaan penelitian yang tidak
dapat dihindari dalam kegiatan penelitian. Pengumpulan data dalam
penelitian merupakan hal yang ensensial. Pengumpulan data penelitian
kualitatif bukanlah mengumpulkan data melalui instrumen seperti
halnya penelitian kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif instrumen utama adalah peneliti sendiri (human instrument), untuk mencari data dengan berinteraksi secara simbolik dengan
informan/subjek yang diteliti.13
Teknik pengumpulan data tetap merupakan langkah yang
strategis, karena tujuan pokok penelitian adalah mendapatkan data dan
informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab
13
permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif dilakukan dengan:
a. Observasi atau pengamatan
Observasi adalah teknik pengamatan yang mengharuskan
peneliti turun langsung ke lapangan mengamati hal-hal yang
berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan benda-benda,
waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Dalam tahap observasi
peneliti menerapkan observasi partisipatif dalam mengumpulkan
data. Observasi partisipatif (pengamatan terlibat) adalah
pengamatan sambil sedikit banyak berperan serta dalam kehidupan
orang-orang yang sedang diteliti.14
b. Wawancara
Wawancara ialah teknik yang digunakan untuk
mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara
peneliti dengan narasumber yang berada di Yayasan Khazanah
Kebajikan.
Teknik wawancara digunakan untuk dapat menggali tidak
saja yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa
yang tersembunyi jauh di dalam dari subjek penelitian. Selain itu,
apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang
bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa
14
kini, dan juga masa mendatang. Wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur.
Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan
pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat
diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan, dan
kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya
informan yang dihadapi. 15
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
pengkajian arsip-arsip, majalah, dan termasuk buku-buku
mengenai Tunanetra di Yayasan Kazanah Kebajikan. Dokumentasi
dilakukan guna memperoleh data tambahan dalam penelitian.
5. Teknik pemilihan Informan
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, untuk memilih
sampel lebih tepat dilakukan secara sengaja (perposive sampling). Teknik perposvie sampling bertujuan dimana informan dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu yang dianggap sebagai orang yang
tepat dalam memberikan informasi. Selanjutnya, apabila dalam proses
pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informan, maka
peneliti tidak perlu lagi mencari informan baru, proses informasi
[image:28.595.100.518.230.587.2]sampai selesai. Adapun informan dalam penelitian ini tergambar dalam
tabel 1.1 sebagai berikut:
15
Tabel 1.1
Gambaran Umum Informan No Informan Informasi yang
dicari Jumlah
Gambaran Umum Informan
1
Ketua Bidang Keagamaan
Gambaran umum lembaga,
pelaksanaan kegiatan tunanetra.
1 orang Nama: Adam Sahili Usia: 34 tahun Pendidikan: SMA Asal: Sumatra Selatan
2
Pengurus Kegiatan Tunanetra
Program untuk tunanetra,
Pelaksanaan kegiatan tunanetra
1 orang Nama:Yeti Khazanah, Usia: 44 tahun, Pendidikan: SMEA Suku/Asal: Betawi
3
Tunanetra Resiliensi tunanetra di Masyarakat
4 orang Nama:Edi Maryadi Usia: 46 tahun
Pendidikan: S1 Teknik Elektro
Penyebab ketunanetraan karena penyakit yang dialami pada usia 31 tahun.
Nama: Setu Usia: 55 tahun Pendidikan: Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB)
Penyebab ketunanetraan dikarenakan saat usia 5 tahun matanya terkena anyam-anyaman bambu. Nama: Astuti
Usia: 55 tahun Pendidikan: SPG
Penyebab ketunanetraan karena penyakit panas yang dideritanya pada saat kelas 6 SD Nama: Sudrajat Usia: 41 tahun Pendidikan: SLB
Penyebab ketunanetraan karena penyakit bawaan sejak bayi.
6. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif deskriptif
bersumber dari data primer dan skunder.
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan
yang ada di Yayasan Khazanah Kebajikan pada waktu penelitian.
Data primer ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan
wawancara.
b. Data Skunder
Data skunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber
informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di
perpustakaan, pusat pengelolaan data, pusat penelitian, departemen
dan sebagainya. Data skunder yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
7. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam
penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan
subtantif maupun formal. Pada hakikatnya, analisis data adalah sebuah
kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi
kode/tanda, dan mengatagorikannya sehingga diperoleh suatu temuan
berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.16
16
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan
menggunakan pengaturan data secara logis dan sistematis. Tahap
analisis data diperlukan dalam menganalisis data yang sudah
terkumpul, dan mengurutkan kedalam pengelompokan data. Data
tersebut kemudian dianalisis agar mendapatkan kesimpulan, baik untuk
masing-masing masalah maupun untuk keseluruhan masalah yang
diteliti. Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis
besar dengan langkah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan dengan
resiliensi tunanetra.
b. Penyajian Data
Setelah data diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan
dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan tabel dan lain
sebagainya.
c. Penyimpulan Data
Pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan tema dengan
data yang diperoleh sehingga memudahkan untuk menarik
kesimpulan.
8. Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif sering dinyatakan tidak ilmiah sehingga
kurang bisa dipertanggung jawabkan dari berbagai segi. Dengan alasan
itulah dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan
Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi data digunakan sebagai proses
memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi
(reliabilitas) data, serta bermanfaat sebagai alat bantu analisis data di lapangan.17 Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dilakukan dengan
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan yang
dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan. Sedangkan triangulasi metode dapat
dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama18.
9. Teknik Penulisan
Teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dibuat sesuai
dengan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi”,
yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN Jakarta Press tahun 2007.
17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik , h. 218.
18
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan tinjauan kepustakaan (literatur) yang
berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan. Tinjauan
pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu penyusunan dalam
penelitian skripsi ini. Peneliti menggunakan beberapa literatur skripsi yang
terlebih dahulu ada guna membantu peneliti dalam menyusun skripsi.
Tinjauan pustaka yang peneliti gunakan adalah:
1. Nama : Ahmad Shobrian
NIM : 102051025441
Judul : Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam
Meningkatkan Pengamalan Ibadah kelompok Tuna Netra Desa
Pisangan Ciputat.
Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Skripsi ini
membahas tentang program dakwah yang dilakukan Yayasan Khazanah
Kebajikan. Skripsi ini melihat pengaruh dari adanya program Dakwah yang
dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan dengan peningkatan pengamalan
ibadah sehari-hari tunanetra yang mengikuti kegiatan tersebut.
2. Nama : Dian Rahmawati
NIM : 085000541
Judul :Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tuna Netra
Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 2009. Skripsi ini
membahas tentang resiliensi pada anak yang mengalami ketunanetraan ganda.
Resiliensi (ketahanan) yang ditonjolkan dalam skripsi ini lebih kepada aspek
psikologi tunanetra.
Skripsi yang peneliti bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada resiliensi tunanetra yang
mengalami ketunanetraan pada masa hidupnya. Dalam penelitian ini peneliti
juga akan menggali modal apa saja yang mempengaruhi resiliensi tunanetra
dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.
F. Sistematika Penulisan
Guna memperoleh gambaran menyeluruh mengenai masalah yang
ingin diuraikan dalam skripsi ini, maka peneliti memiliki sub-sub bab dengan
penyusunan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan yang di dalamnya menjelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka,
dan sistematika penulisan.
BAB II Kerangka Teori, Merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah
dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah
digunakan antara lain teori resiliensi, teori tunanetra, dan
teori kesejahteraan sosial.
BAB III Gambaran Umum Lembaga, dalam bab ini menggambarkan sejarah berdirinya Yayasan Khazanah
Kebajikan, visi dan misi, struktur organisasi, dan data yang
berkaitan dengan kelembagaan.
BAB 1V Hasil Penelitian dan Analisa, merupakan gabungan dari hasil pengumpulan data dengan beberapa konsep yang
dipergunakan dalam penelitian.
BAB V Penutup, merupakan kesimpulan dan saran dari penelitian tentang Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah
[image:35.595.97.509.230.605.2]KERANGKA TEORI
A. Resiliensi
1. Definisi Resiliensi
Menurut Revich dan Shatte resiliensi adalah kemampuan untuk
merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi
kesulitan/trauma dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan
hidup sehari-hari. Orang yang memiliki resiliensi baik adalah orang
yang memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka,
tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari
permasalahan.1
Menurut Sibert, resiliensi mengacu pada kemampuan individu
mengatasi tekanan dengan baik untuk melakukan perubahan yang
signifikan mengganggu dan berkelanjutan, mempertahankan kesehatan
dengan baik dan tetap kuat ketika berada dibawah tekanan, bangkit
kembali dengan mudah dari keterpurukan yang dihadapinya, mengatasi
kemalangan, mengubah cara kerja dengan yang baru dan
meninggalkan cara lama ketika cara tersebut tidak memungkinkan lagi
digunakan, dan melakukan semua itu tanpa bertindak dengan cara yang
disfungsional ataupun berbahaya.2
1
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for
overcoming life’s inevitable obstacles (New York: Broadway Book, 2002), h. 19 dan 26.
2
Menurut Grotberg resiliensi adalah kemampuan yang bersifat
universal dimana memungkinkan individu, kelompok, atau masyarakat
untuk mencegah, menguranggi atau mengatasi pengaruh yang dapat
merusak dirinya setelah mengalami kesulitan.3 Menurut Grotberg
memang tidak ada satu orangpun yang terlepas dari cobaan. Sekitar
sepertiga dari orang-orang di berbagai belahan dunia secara konsisten
menunjukan resiliensi yang baik yaitu mereka mengalami
kesengsaraan, lalu mengatasinya dan memperkuatnya dengan
mengubah cara yang lebih baik.4
Pernyataan Wilhelm Nietzshe’s, resiliensi berarti mampu
bangkit kembali dari perkembangan kehidupan yang mungkin terasa
sangat luar biasa pada awalnya. Orang yang tangguh ketika kehidupan
mereka terganggu, mereka akan menanggani perasaan mereka dengan
cara yang sehat. Mereka membiarkan diri mereka merasa sedih, marah,
kehilangan, dan kebingungan ketika sakit atau tertekan, tetapi mereka
tidak membiarkan semua itu menjadi sebuah perasaan yang permanen.
Sebuah hasil yang tak terduga, mereka tidak hanya menyembuhkan
keterpurukannya tetapi mereka juga sering kali bangkit menjadi lebih
kuat dari sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa orang tangguh
biasanya mengatasi kesulitan lebih mudah dari pada yang lainnya.
Mereka berharap untuk membangun kembali kehidupan dengan cara
3
Paul Barnard, dkk, Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience (United Kingdom: Jessica Kingsley, 1999), h. 54.
4
kerja baru dan perjuangan untuk mengatasi kesulitan memunculkan
kekuatan baru di dalamnya.5
Sedangkan menurut Edi Suharto, ketahanan sosial (social
resiliensi) seperti halnya ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan militer yang merupakan unsur pembentuk ketahanan nasional.
Ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional, didefinisikan
kemampuan individu-individu sebagai anggota sebuah lembaga atau
komunitas dalam mengembangkan hubungan sosial sehingga dapat
mempertahankan koeksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.6
Menurut Suradi ketahanan sosial masyarakat dapat dipahami
sebagai kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai
persoalan yang dihadapinya. Pengertian yang lebih lengkap adalah
suatu kondisi kehidupan dinamis masyarakat yang ditandai
terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar, optimalnya pelaksanaan
peranan dan tugas-tugas kehidupan pada setiap individu maupun
kelompok, serta terselesaikannya masalah sosial melalui gerakan sosial
yang dilandasi oleh nilai kebersamaan dan kesetiakawanan sosial.7
Dalam keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia,
ketahanan sosial masyarakat adalah kemampuan komunitas mengatasi
resiko akibat perubahan ekonomi dan politik. Suatu komunitas
5
Al Siebert, The resiliency advantag, h.5
6
Edi Suharto, Isu-Isu tematik Pembangunan Sosial: Konsep dan Strategi (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h.83-84.
7 Suradi, “Peran Kapital Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Ma
memiliki ketahanan sosial bila mampu melindungi secara efektif
anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan, mampu
melaksanakan investasi sosial dalam jaringan sosial, mampu
mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik
dan kekerasan, serta mampu memelihara kearifan lokal dalam
mengelola sumber daya alam dan sosial.8
Dari beberapa definisi mengenai resiliensi yang dijelaskan
diatas, maka peneliti mendeskripsikan resiliensi adalah kemampuan
seseorang untuk bertahan, bangkit, menerima keadaan dengan percaya
diri dan menemukan cara untuk bergerak maju meninggalkan kesulitan
yang dihadapinya tersebut.
2. Aspek Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte terdapat tujuh kemampuan yang
berkontribusi dalam pembentukan resiliensi, yaitu:9
1. Regulasi emosi (Emotion regulation)
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di
bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi
emosi dan mengembangkannya dapat membantu mereka dalam
mengontrol emosi, perhatian, dan perilaku mereka. Pengaturan
emosi penting bagi pembentukan hubungan dengan orang lain,
keberhasilan di tempat kerja, dan menjaga kesehatan fisik.
8 Abu Hanifah, “Toleransi Dalam Masyarakat Plural Memperkuat Ketahanan Sosial,”
artikel diakses pada 18 Februari 2015 dari www.kemsos.go.id/unduh/Abu_Hanifah.pdf.
9
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang
memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan
dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain. Hal
ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantara alasan
yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau menghabiskan
waktu bersama orang yang marah, cemberut, cemas, khawatir serta
gelisah setiap saat. Emosi yang dirasakan oleh seseorang
cenderung berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita
terasosiasi dengan kemarahan maka kita akan semakin menjadi
seorang yang pemarah.
Tidak semua emosi yang dirasakan oleh individu harus
dikontrol. Tidak semua emosi marah, sedih, gelisah dan rasa
bersalah harus diminimalisir. Hal ini dikarenakan mengekspresikan
emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif
merupakan hal yang konstruksif dan sehat, asalkan dilakukan
dengan tepat. Bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi
secara tepat merupakan bagian dari resiliensi.
2. Pengendalian Impuls (Impulse control)
Pengendalian impuls adalah kemampuan untuk
mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang
muncul dari dalam diri. Individu dengan pengendalian impuls
rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang
dapat mengendalikan pikiran dan perilaku meraka. Individu seperti
agresif, sehingga membuat lingkungan sosial di sekitarnya merasa
kurang nyaman dan berakibat pada buruknya hubungan sosial
dengan orang lain.
3. Optimisme (optimism)
Individu yang resilien adalah individu yang optimis.
Mereka percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih
baik. Mereka memiliki harapan masa depan dan percaya bahwa
mereka dapat mengontrol arah kehidupan mereka. Dibandingkan
dengan individu yang pesimis, individu yang optimis memiliki
fisik lebih sehat, jarang mengalami depresi, lebih baik di sekolah,
lebih produktif di tempat kerja, dan lebih banyak menang dalam
olahraga.
Optimisme berarti kita melihat masa depan yang
cemerlang. Optimisme berarti percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di
masa depan. Menunjukkan bahwa optimisme dan faktor
self-efficacy sering berjalan seiringan. Optimisme adalah anugrah jika dikaitkan dengan faktor self-efficacy karena dapat memotivasi
untuk mencari solusi dan terus bekerja keras untuk memperbaiki
situasi.
4. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis)
Causal analysis adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kemampuan individu secara akurat dalam
individu tidak dapat menilai penyebab masalah secara akurat, maka
akan membuat kesalahan yang sama berulang-ulang.
Martin Seligman mengidentifikasikan gaya berfikir yang
sangat erat kaitannya dengan causal analysis. Gaya berfikir dibagi pada tiga demensi: 1)Personal (saya - bukan saya), individu dengan
gaya berfikir „saya’ adalah individu yang cenderung menyalahkan
diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya,
individu dengan gaya berfikir „bukan saya’, meyakini faktor
eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi. 2) Permanen
(selalu – tidak selalu), individu yang pesimis cenderung berasumsi
bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terus
berlangsung. Sedangkan individu yang optimis cenderung berfikir
bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap
kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan
sementara. 3) Pervasive (semua – tidak semua), individu dengan
gaya berfikir „semua’ melihat kemunduran atau kegagalan pada
satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya.
Individu dengan gaya berfikir „tidak semua’ dapat menjelaskan
secara rinci penyebab dari masalah yang dihadapi.
5. Empati (Empathy)
Empati didefinisikan seberapa baik individu dapat
membaca tanda-tanda psikologis dan emosional orang lain.
Beberapa individu memiliki kemampuan dalam menafsirkan
ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan mampu
menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.
Individu yang tidak memiliki kemampuan berempati, tidak
dapat menempatkan diri pada posisi orang lain, merasakan apa
yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang
lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda
non-verbal orang lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks
hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan
kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai.
6. Efikasi diri (Self-efficacy)
Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seorang individu
dapat memecahkan masalah yang dialami dan mencapai
kesuksesan. Orang yang memiliki kepercayaan pada kemampuan
mereka untuk memecahkan masalah akan muncul sebagai
pemimpin, sementara mereka yang tidak percaya diri tentang
keberhasilan mereka akan menemukan diri mereka hilang di
keramaian.
7. Peningkatan aspek positif (Reaching out)
Resiliensi bukan hanya tentang mengatasi kemalangan dan
bangkit dari keterpurukan, resiliensi juga memungkinkan kita
untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupan setelah
Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching
out, hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka
adalah individu-individu yang lebih memilih memiliki kehidupan
standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus
berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat.
Individu-individu ini memilki rasa ketakutan untuk
mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas akhir.
3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Grotberg menggemukakan faktor-faktor resiliensi yang
didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk
kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’, untuk
dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have’,
sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah’ICan’.10
1. I Am (Inner Strength)
‘I Am‘ merupakan fitur kepribadian individu seperti harga diri (
self-esteem). Faktor „I Am’ dapat diperkuat dengan dukungan akan tetapi tidak dapat dibuat. „I Am’ adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan
terhadap dirinya. Faktor „I Am’ secara spesifik mencakup:
a. Aku adalah seseorang yang dapat disukai dan dicintai.
b. Aku merasa senang apabila aku melakukan hal yang baik terhadap orang lain.
10
c. Aku adalah orang yang dapat menghargai diri sendiri dan juga orang lain.
d. Aku adalah orang yang bersedia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan.
e. Aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja. 2. I Have (External Support)
‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur
dukungan eksternal. Faktor ‘I Have’ dapat disediakan dan diperkuat. Secara spesifik mencakup:
a. Saya memiliki orang-orang di sekitar yang dapat saya percaya,
b. Orang yang mencintai saya,
c. Orang-orang yang menunjukan contoh yang baik dan menjadi
teladan untuk saya,
d. Membantu saya untuk belajar menjadi diri sendiri,
e. Orang yang membantu saya ketika sakit atau dalam kesulitan.
3. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)
‘I Can’ dimaksudkan sebagai keterampilan sosial dan interpersonal
individu, yaitu alat untuk belajar, melakukan, menjalin hubungan,
dan lain-lain. Faktor ‘I Can’ dapat diajari dan diajarkan. Secara spesifik mencakup:
a. Berbicara dengan orang lain tentang hal menakutkan, b. Menemukan cara untuk memecahkan masalah,
d. Menentukan waktu yang baik untuk berbicara dengan
seseorang,
e. Menemukan seseorang yang dapat membantu ketika saya
membutuhkannya.
B. Tunanetra
a. Definisi Tunanetra
Secara Etimologi kata tunanetra berasal dari „tuna’ yang berarti
rusak, dan „netra’ yang berarti mata atau penglihatan. Tunanetra adalah
seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak
berfungsi indera penglihatan. Menurut istilah dalam hal ini pemerintah
menyatakan bahwa yang dimaksud tunanetra adalah seseorang yang
menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau
mental yang oleh karenanya merupakan hambatan atau rintangan untuk
melakukan kegiatan sebagaimana mestinya.11
Menurut Agustyawati dan Solicha tunanetra adalah salah satu
jenis hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang
untuk melihat, baik menyeluruh (total blind) ataupun sebagian (low
vision). Dengan kata lain tunanetra adalah seseorang yang mengalami
11 Ahmad Shobrian, “Peran Dakwah Ya
gangguan fungsi penglihatan sedemikian rupa sehingga tidak dapat
menggunakan indera penglihatannya secara fungsional.12
Menurut Koestler tunanetra (kebutaan) adalah ketajaman
penglihatan pusat 20/200 atau kurang pada bagian mata yang lebih
baik dengan kaca mata koreksi atau ketajaman penglihatan pusat lebih
dari 20/200 jika terjadi penurunan ruang penglihatan dimana terjadi
pengerutan suatu bidang penglihatan sampai tingkat tertentu sehingga
diameter terlebar dari ruang penglihatan membentuk sudut yang
besarnya tidak lebih dari 20 derajat pada bagian mata yang lebih
baik.13
b. Klasifikasi Tunanetra
Secara garis besar tunanetra diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu total blind (buta) dan low vision:14
a. Total Blind (Buta)
Dikatakan buta apabila sama sekali tidak mampu menerima
rangsangan cahaya dari luar (visusbya=0).
b. Low Vision
Bila masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau berdasarkan tes anak hanya
mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas
dapat dibaca pada jarak 21 meter.
12
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.5.
13
David Smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h.241.
14
Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat
diklasifikasikan menjadi empat , yaitu:
1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama
sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah
memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum
kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka
telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh
yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang
dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan
penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka
yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi
mereka masih dapat mengikuti program pendidikan dan
mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan
fungsi penglihatan.
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau membaca tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama
sekali tidak dapat melihat.
3. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata
a. Myopia: adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak
terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan
menjadi jelas kalau objek didekatkan.
b. Hyperopia: adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi
jelas jika objek dijauhkan.
c. Astigmatisme: adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau
pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda
baik pada jarak jauh maupun dekat tidak terfokus jatuh pada
retina.
c. Sebab Terjadinya Ketunanetraan15
1. Faktor pre-natal
Faktor penyebab keturunan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang
anak dalam kandungan, antara lain:
15
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi
dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau
mempunyai orang tua yang tunanetra.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan
dalam kandungan dapat disebabkan oleh:
1) Gangguan waktu ibu hamil.
2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak
sel-sel darah tertentu sel-selama pertumbuhan janin dalam
kandungan.
3) Infeksi atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena
rubella atau cacar air.
4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma
dan tumor.
5) Kurangnya vitamin tertentu.
2. Faktor post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal
dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan,
akibat benturan alat-alat atau benda keras.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan,
misalnya:
1) Xeropthalmia; penyakit mata karena kekurangan
vitamin A.
2) Trachoma; penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
3) Catarac; penyakit mata yang menyerang bola mata. 4) Glaucoma; penyakit mata karena bertambahnya cairan
dalam bola mata.
5) Diabetik retinopathy; gangguan pada retina yang
disebabkan diabetis.
6) Macular degeneration; kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah retina secara berangsur
memburuk. Retina degenerasi masih memiliki
penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan
untuk melihat secara jelas objek di bagian tengah.
7) Retinopathy of prematurity; anak yang terlahir prematur. Pada saat bayi masih memiliki potensi
penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan
prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang
berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat
bayi dikeluarkan terjadi perubahan kadar oksigen yang
dapat menyebabkan pertumbuhan pembulu darah tidak
8) Terjadinya kecelakaan; seperti masuknya benda keras
atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan
dari kendaraan, dan lain-lain.
d. Karakteristik Tunanetra16
1. Karakteristik Fisiologis
a. Totally blind (buta)
Tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang
pada jarak enam meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata,
sering meraba-raba atau tersandung saat jalan, mengalami
kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya, bagian bola
mata yang hitam berwarna keruh, peradangan hebat pada kedua
bola mata, dan mata bergoyang terus.
b. Low vision
Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat,
hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata
tampak lain (terlihat putih di tengah mata/katarak atau kornea
terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus kedepan,
memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di
cahaya terang saat mencoba melihat sesuatu, lebih sulit melihat
pada malam hari dari pada siang hari, dan pernah menjalani
operasi mata dan atau memakai kaca mata yang sangat tebal
tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.
16
2. Karakteristik kognitif
Kecenderungan tunanetra mengganti indera penglihatan
dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerimaan
informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau
konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Beberapa
konsep yang sangat sulit dikenalnya seperti konsep warna, jarak,
dan waktu. Namun demikian secara psikologis mereka sering
dicirikan dengan pemilikan indera superior yaitu dalam hal
perabaan, pendengaran dan daya ingat.
3. Karakteristik sosial
Perkembangan sosial tunanetra sangat bergantung pada
bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama
lingkungan keluarga itu sendiri. Penerimaan secara realistik dengan
segala keterbatasannya adalah yang paling utama dalam
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial 1. Definisi Kesejahteraan Sosial
Secara etimologi, kesejahteraan sosial terdiri atas dua kata yaitu
kesejahteraan dan sosial. Kata kesejahteraan berasal dari kata sejahtera
yang mendapat imbuan ke-an. Imbuan ke-an adalah imbuan yang
membedakan kata sifat/keadaan sejahtera. Perkataan sejahtera sendiri
merupakan perkataan yang berasal dari bahasa sansekerta “Jaitra” yang
adalah keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa aman, tentram,
makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan kesehatan,
gangguan kenikmatan atau gangguan kerja.17
Menurut Rober L Barker kesejahteraan diartikan sebagai kondisi
mengenai kesehatan fisik, ketenangan emosi/batin, serta ketenangan di
bidang ekonomi, serta kemampuan masyarakat untuk menolong
masyarakatnya untuk mencapai kondisi atau keadaan tersebut.18
Dari pengertian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa
kesejahteraan sosial merupakan kondisi dimana seseorang/masyarakat
merasa aman, tentram, senang, dan terhindar dari tekanan emosi, ekonomi,
politik, sosial dan budaya.
2. Definisi Pekerja Sosial
Dalam mencapai kondisi kesejahteraan sosial, dibutuhkan peranan
pekerja sosial di dalamnya. Menurut Zastrow pekerja sosial adalah
aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat
dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi
sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk
tujuan tersebut.19
Dalam konferensi dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000,
International Federation of Social Workers (IFSW), mendefinisikan profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya
17
Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial , 1996), h. 23.
18
Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h.24.
19
dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan
pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat.20
Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat
(NASW) pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional membantu individu,
kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan atau memulihkan
kemampuan mereka berfungsi sosial dan untuk menciptakan kondisi sosial
yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjaan sosial terdiri atas
penerapan profesional dari nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik
pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu
orang memperoleh pelayanan nyata; memberikan konseling dan
psikoterapi untuk individu, keluarga, dan kelompok; membantu komunitas
atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan sosial dan
kesehatan; dan ikut serta dalam proses legislatif yang berkaitan.21
3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial
Menurut Zastrow sekurang-kurangnya ada tujuh peran beserta
fungsi dari pekerja sosial yang dapat dikembangkan oleh community
worker, yaitu:22
a) Pemercepat Perubahan (Enabler)
Sebagai enabler seorang community worker membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan
masalah mereka, dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat
20
Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri, h. 2.
21
Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h.60
22
menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Peran
enabler ini adalah peran klasik dari seorang community worker. b) Perantara (Broker)
Peran seorang broker (perantara) dalam intervensi makro terkait erat dengan upaya menghubungkan individu ataupun kelompok dalam
masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat
(community service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yang menyediakan
layanan masyarakat. Peran sebagai perantara, yang merupakan peran
mediasi, dalam konteks pengembangan masyarakat juga diikutsertakan
dengan perlunya melibatkan klien dalam kegiatan penghubung ini.
c) Pendidik (Educator)
Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker
diharapkan mempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan
baik dan jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi
sasaran perubahan. Disamping itu, ia harus mempunyai pengetahuan
yang cukup memadai mengenai topik yang akan dibicarakan. Dalam
kaitan dengan hal ini community worker tidak jarang harus
menghubungi rekan dari profesi lain yang menguasai