• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Reservoar Menggunakan Atribut Seismik Dan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Pada Lapangan “MSM”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Reservoar Menggunakan Atribut Seismik Dan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Pada Lapangan “MSM”"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Abstract

oleh

M. Satria Maulana 1015051048

(2)

Analisis Reservoar Menggunakan Atribut Seismik Dan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Pada Lapangan “MSM”

Abstrak

oleh

M. Satria Maulana 1015051048

Atribut seismik secara umum didefinisikan sebagai transformasi matematis dari trace seismic. Teknik ini mengekstrak informasi dari penampang seismik yang tersembunyi pada display normal. Tujuan pada penelitian ini adalah Menentukan zona DHI (direct hydrocarbon indicator). Menetukan zona prospek dan zona lead, Mengetahui geometry lingkungan pengendapan, Mengetahui cadangan minyak pada zona target reservoar. Penelitian ini berada di daerah Baratlaut Kota Prabumulih, Kabupaten Muara enim dan termasuk ke dalam wilayah kerja Area Operasi Timur. Data – data yang menunjang peneltian ini seperti data seismik 3D, data sumur, data literatur. Di perlukan proses well tie dan seismic composite section untuk melakukan pickingan yang baik. Analisa yang pertama dilakukan untuk menentukan patahan/sesar dengan menggunakan surface time map sebagai batas atau jebakan reservoar yang terbentuk. Terdapat 2 sesar naik, 1 sesar turun dan 5 sesar geser. Selanjutnya analisis dilakukan dengan menggunakan peta atribut seismik dengan metode average magnitude dan relative acoustic impedance. Analisis lingkungan pengendapan berasal dari data literatur menyatakan bahwa zona reservoar berada di Formasi Talang Akar-TRM dengan litologi batu pasir dengan perselingan batu serpih, terbentuk di daerah daratan dengan jenis channel anastamosed. Dari peta atribut diinterpretasikan 2 channel dan beberapa daerah floodplain dengan arah channel dari barat laut ke selatan dilihat dari amplitudo yang semakin besar. Selanjutnya penentuan zona DHI(direct hydrocarbon indicator) penentuan dilakukan dengan melihat daerah brighspot yang berkumpul, ditemukan 7spot dearah DHI. Analisis yang lebih dalam ditentukan dengan membedakan daerah prospek dan lead. Daerah prospek (utara) pada peta atribut dianalisis tambahan dengan data log dan SWC(side wall core) menyatakan adanya keberadaan hidrokarbon. Terakhir, perhitungan cadangan hidrokarbon(oil) terlebih dahulu melakukan conversion time to depth dan perhitungan volume. Dari lapangan seluas 5068 acre didapat cadangan hidrokarbon(oil) sebesar 109,5 juta barrels ditentukan dengan menggunakan rumus Perhitungan Cadangan Hidrokarbon dengan dimasukan nilai dari Volume Reservoar.

(3)

Oleh

Muhammad Satria Maulana

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS TEKNIK

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Oktober 1991. Penulis merupakan anak keempat dari pasangan Bapak H. M. Chottob Zen, S.E (Alm) dan Ibu Hj. Nelly Sumiati, S.E.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK AL-HUKAMAH pada tahun 1998. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Rawa Laut, Bandar Lampung pada tahun 2004. Pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2007. Pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada tahun 2010.

(8)

Sebagai bentuk aplikasi bidang ilmu kepada masyarakat, penulis telah menyelesaikan Kerja Praktik (KP) pada tahun 2013 di Chevron Pasific Indonesia, Minas, Riau dan Kerja Praktik (KP) di LEMIGAS ESDM pada tahun 2014.

(9)

Kupersembahkan hasil karyaku

(10)

Learn From Yesterday, Live From Today, And Hope For Tommorow

-Albert Einstein

Genius is 1 % inspiration and 99 % perspiration . Nothing can replace hard work .

Departing with confidence . Walk with full sincerity .

Constancy in the face of temptation

(11)

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, hidayah, taufik dan hinayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Reservoar Menggunakan Atribut Seismik dan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon pada Lapangan “MSM’.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sadari bahwa banyak pihak yang telah terlibat sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T selaku pembimbing yang setia membimbing, memberikan arahan, saran, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Muh. Sarkowi, M.Si selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam proses pembuatan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T selaku pembimbing akademik yang

selalu memberikan pengarahan dan mendampingi penulis selama masa perkuliahan.

4. Bapak Prof. Drs. Suharno, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik.

(12)

7. Atin Dedi, Dang Hen, Ciwo Lia yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

8. Triani yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan perhatian kepada penulis.

9. Teman-teman Teknik Geofisika angkatan 2010 yang telah memberikan kebersamaan, canda dan tawa serta kenangan yang tak akan pernah penulis lupakan.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat lebih baik dimasa yang akan datang.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,

(13)

i

1.2Maksud danTujuan Penelitian... ... 3

1.3Batasan Masalah... ... 3

II. GEOLOGI REGIONAL 2.1Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan ... 4

2.2Kerangka Tektonik ... 5

2.3Struktur Geologi Sumatera Selatan ... 6

2.4Litologi dan Stratigrafi Cekungan Sumetera Selatan ... 8

2.5Geologi Regional Lapangan MSM ... 17

2.6Peta dan Posisi Pengamatan ... 18

2.7Litologi dan Stratigrafi Lapangan MSM ... 19

2.8Petroleum System ... 21

III. TEORI DASAR 3.1 Konsep Dasar Seismik ... 24

3.2 Prinsip Seismik ... 24

3.3 Komponen Seismik Refleksi ... 28

(14)

ii

3.5 VSP... 35

3.6 Synthetic Seismogram ... 36

3.7 Well-Seismic Tie ... 38

3.8 Identifikasi dan Picking Horizon... 38

3.9 Atribut Input Analisis ... 39

3.10 Seismik Atribut ... 39

3.11 Kontrol tektonik Pengendapan dan endapan Lingkungan ... 47

3.12 Konversi Waktu Kedalaman ... 48

3.13 Perhitungan Original Oil / Gas In Place ... 50

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

4.2Alat dan Bahan ... 53

4.3Prosedur Penelitian ... 53

4.4Diagram Alir ... 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data Penelitian ... 57

5.2 Pre Well-tie ... 61

5.3 Proses Well-tie ... 62

5.4 Seismic Composite Section ... 63

5.5 Picking Horizon and Fault ... 68

5.6 Surface Time Map ... 71

5.7 Analisis Struktur ... 74

5.8 Surface Attribute Seismic ... 76

5.9 Analisis Lingkungan Pengendapan ... 81

5.10 Penentuan Zona DHI ... 85

5.11 Penentuan Zona Lead dan Prospek ... 87

5.12 Interpretasi Peta Atribut Lanjut ... 93

5.13 Konversi Peta Waktu ke kedalaman... 95

(15)

iii

6.2 Saran ... 101

(16)

iv

DAFTAR TABEL

(17)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1Lokasi Cekungan Sumatera Selatan dan batas-batasnya

(Pertamina BPPKA) ...5 Gambar 2.2Ilustrasi mekanisme pembentukan struktur geologi dicekungan

belakang busur dan busur vulkanik di daerah Sumatera Selatan

(Pulunggono dkk., 1992) ...7 Gambar 2.3 Kerangka tektonik dan struktur regional Sumatera yang terbentuk

akibat interaksi menyerong (oblique) antara lempeng Samudera Indiadan lempeng kontinen Eurasia. (dimodifikasi dari Sutriyono, 1998) ...8 Gambar 2.4 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan (Koesoemadinata,

1980) ...10 Gambar 2.5PetadistribusifaciesformasiBatu Raja (Bishop, 2001) ...14 Gambar 2.6Petadaerahpengamatan (http://ett.co.id/theproject.php) ...18 Gambar 2.7Kolom Stratigrafi lapangan MSM(Laporan Internal

PT.PERTAMINA EP Asset 2, 2013) ...19 Gambar 2.8Pengisian hidrokarbon pada zona UP berlangsung secara insitu

migration (Laporan Internal PT. PERTAMINA EP Asset 2,

2013) ...23 Gambar 3.1 Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium untuk

gelombang P (Priyono, 2006) ...26 Gambar 3.2 Contoh konvensi polaritas menurut SEG(a) Fasa minimum;

(18)

vi

Gambar 3.3 Efek Interferensi yang berhubungan dengan batuandengan IA tinggiyang terletak pada batuan dengan IArendah (Badley,

1985) ...33

Gambar 3.4Jenis-jenis wavelet 1) Zero Phase Wavelet, 2)Maximum Phase Wavelet 3)Minimum Phase Wavelet, 4) Mixed Phase Wavelet (Sukmono, 1999) ...34

Gambar 3.5 Proses Miss tieanalisis(http://www.geomega.hu/chkut/? page_id=18&lang=en) ...35

Gambar 3.6 Seismogram Sintetik yang DiperolehdariKonvolusi RC dan wavelet (Sukmono, 1999) ...37

Gambar 3.7 Klasifikasi Atribut Seismik (Brown, 2000) ...41

Gambar 3.8 (a) Analisis window konstan; (b) Analisis window yang dipusatkan pada horison; (c) Analisis window untuk bagian atas dan bawah horison; (d) Analisis window antar horison(Sukmono, 2002) ...43

Gambar 3.9 Diagram Isometris Trace Seismik (Taner. dkk, 1979) ...44

Gambar 3.10 ProsesIkonversikedalamaninterpretasiseismik2D ...49

Gambar 3.11 ProsesII konversikedalamaninterpretasiseismik2D...49

Gambar 3.12Perbedaanantarakedalamanpermukaanpada 2 proses sebelumnya ...49

Gambar 4.1Diagram Alir ...56

Gambar 5.1 Data seismik 3D dalam windows 3D(kiri) dan base map 3D dalam windows 2D(kanan) ...58

Gambar 5.2 Data Well head di Base Map Seismik 3D ...59

Gambar 5.3 Data deviasi yang dimasukan kedalam data sumur...60

Gambar 5.4 Salah satu sumur yang memiliki data log dengan tampilan triple combo dan dilengakapi dengan batas zona(marker) ...61

Gambar 5.5 Bentuk log dari salah satu sumur. Dilihat dari kiri kekanan ialah log kedalaman, sonic, densitas, AI, KR dan juga dilengkapi data VSP sebagai batas zona untuk proses well tie ...62

(19)

vii

Gambar 5.8 Marker seismic pada Inline section sebelum melakukan picking horison ...66 Gambar 5.9Marker seismic pada Xline section sebelum melakukan picking

Horison ...67

Gambar 5.10Picking Horizon and fault pada inline section 2420 ...69 Gambar 5.11Hasil Picking Horizon yang telah dilakukan di Inline section dan

Xline section ...70 Gambar 5.12 Surface time map yang belum dilakukan smoothing ada beberapa

daerah memiliki spike(lingkaran putih) ...72 Gambar 5.13 Surface time map yang telah dilakukan smoothing ...73 Gambar 5.14 Surface Time Map yang diketahui memiliki beberapa patahan yang menjadi trap reservoar ...75 Gambar 5.15Surface Attribute Seismic dengan metode average magnitude ...77 Gambar 5.16Attribute Relative acoustic impedance dan average

magnitude 1 ...78

Gambar 5.17Attribute Relative acoustic impedance dan average

magnitude 2 ...79

Gambar 5.18Attribute Relative acoustic impedance dan average

magnitude 3 ...80

Gambar 5.19 Statigrafi Regional...81 Gambar 5.20 Data Literatur system tract dari data sumur ...82 Gambar 5.21 Surface Attribute Map dengan interpretasi lingkungan

Pengendapan ...84 Gambar 5.22Surface Attribute Map dengan interpretasi penetuan zona

DHI(directhydrocarbon indicator) ...86 Gambar 5.23Surface Attribute Map dengan penetuan zona Prospek dan

lead ...88 Gambar 5.24 Analisis terfokus daerah prospek yang memiliki potensi

(20)

viii

Gambar 5.25 Analisis terfokus sumur daerah prospek yang memiliki potensi Gas dan Oil (NPHI dan RHOB) dengan litologi batuan

sand(GR) ...92 Gambar 5.26 Interpretasi lanjut pada peta Atribut dengan data sumur log dan

clossur Time ...94 Gambar 5.27 Metode Polynomial dan Hasil persamaan ...95 Gambar 5.28Surface Time dan surface Depth ...96 Gambar 5.29Calculation surfacetop dan bottom seismik yang dibatasi patahan

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak dan gas bumi merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia yang semakin hari semakin ingin instan yang berimbas kepada kebutuhan minyak yang semakin tinggi. Proses pembuatan barang-barang kebutuhan manusia juga dilakukan serba instan menggunakan mesin-mesin, bahkan tanpa campuran tangan Sumber Daya Manusia membuat komsumsi energi yang dibutuhkan sangat banyak.

(22)

2

eksplorasi yang lebih intensif yang didukung oleh pengetahuan tentang kondisi geologi daerah sekitar eksplorasi dan teknologi penunjang yang memadai. Ekplorasi bukan hanya diartikan sebagai usaha penambahan lapangan minyak baru atau perluasan daerah produksi, melainkan juga sebagai bagian integral dari suatu usaha produksi untuk mempertahankan jumlah cadangan.

Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode yang diaplikasikan pada studi geofisika. Dalam metode ini, dikenal adanya tiga tahapan kegiatan dala survey yang lengkap. Ketiga tahapan yang dimaksudkan adalah data acquition (pengambilan data), data processing (pengolahan data) dan interpretasi secara geofisika maupun geologi. Jenis pengambilan data seismik dapat dipisahkan dalam dua kategori yaitu akuisisi data seismik 3D dan seismik 2D. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah hasil akuisisi seismik 3D. Pengolahan data geofisika sangat penting dalam suatu survey, karena tampilan penampang bawahan(output) yang baik dapat memberikan rekomendasi lokasi pemboran sumur. Oleh karena itu, salah satu langkah awal yang penting dalam interpretasi adalah loading data yang benar.

(23)

lapisan. Oleh karena itu, diperlukan kombinasi dari berbagai atribut untuk menemukan potensi hidrokarbon. Selain itu, perhitungan oil remaining reserves berguna bagi pihak perusahaan dalam menyusun langkah-langkah selanjutnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Menentukan zona DHI (direct hydrocarbon indicator). Menetukan zona prospek dan zona lead.

Mengetahui geometry lingkungan pengendapan.

Mengetahui cadangan minyak pada zona target reservoar.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Data Seismik di batasi di lapangan MSM

Marker L digunakan untuk zona targetan

Data sumur digunakan untuk untuk evaluasi map Interpretasi dengan pembuatan map Atribut Seismik

(24)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan

(25)

Gambar 2.1 Lokasi Cekungan Sumatera Selatan dan batas-batasnya (Pertamina BPPKA)

2.2 Kerangka Tektonik

Struktur regional Geologi Sumatera Selatan, dipengaruhi oleh tiga fase tektonik, yaitu (Pulunggono, 1992) :

- Fase Pertama yaitu Fase Tektonik Jura Atas – Kapur Bawah, merupakan fase kompresi yang menghasilkan Patahan Musi dan Lematang. Fase ini diperkirakan sebagai penyebab terbentuknya pola kelurusan Utara – Selatan yang merupakan patahan geser kiri (antithetic) tidak aktif.

- Fase Kedua yaitu Fase Tektonik Kapur Atas – Tersier Bawah, merupakan fase regangan yang menyebabkan patahan-patahan lama (geser kiri), berubah jadi patahan normal, dan merupakan fase pembentukkan graben dan depresi.

(26)

-6

- Fase Ketiga atau Terakhir yaitu Fase Tektonik Miosen Tengah - Saat Sekarang, merupakan fase kompresi yang menyebabkan terbentuknya lipatan serta patahan naik dengan pola Patahan Lematang. Pada fase ini pola Patahan Lematang yang semula merupakan depocenter dari Muaraenim deep terangkat menjadi deretan Anticlinorium Pendopo-Limau.

2.3 Struktur Geologi Sumatera Selatan

Secara regional perkembangan struktur geologi di Sumatera Selatan pada prinsipnya dipengaruhi oleh beberapa rejim tektonik. Pada daerah Cekungan belakang busur (back-arc basin) struktur geologi berkembang akibat kombinasi pensesaran lateral (strike slip atau wrenching) dan rejim kompresional, sedangkan pada daerah busur vulkanik (volcanic arc) perkembangan struktur geologi dikontrol oleh wrenching (Gambar 2.1). Pada Cekungan Sumatera Selatan struktur geologi pada umumnya ditunjukkan oleh dua komponen utama, yaitu (1) batuan dasar pra-Tersier yang membentuk half graben, horst dan blok sesar (de Coster, 1974; Pulunggono dkk., 1992),

(27)

Gambar 2.2 Ilustrasi mekanisme pembentukan struktur geologi di cekungan belakang busur dan busur vulkanik di daerah Sumatera Selatan (Pulunggono dkk., 1992).

Jenis struktur yang umum dijumpai di Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari lipatan, sesar dan kekar. Struktur lipatan memperlihatkan orientasi Baratlaut-Tenggara, melibatkan sikuen batuan berumur Oligosen-Plistosen (Gafoer dkk., 1986). Sedangkan sesar yang ada merupakan sesar normal dan sesar naik. Sesar normal dengan pola kelurusan Baratlaut-Tenggara tampak berkembang pada runtunan batuan berumur Oligosen-Miosen, sedang struktur dengan arah umum Timurlaut-Baratdaya, Utara-Selatan, dan Barat-Timur terdapat pada sikuen batuan berumur Plio-Plistosen. Sesar naik biasanya berarah Baratlaut-Tenggara, Timurlaut-Baratdaya dan Barat-Timur, dijumpai pada batuan berumur Plio-Plistosen dan kemungkinan merupakan hasil peremajaan (reactivation) struktur tua yang berupa sesar tarikan (extensional faults).

(28)

8

dengan arah pergerakan tektonik (tectonic motion) di Sumatera. Pembentukan struktur lipatan, sesar, dan kekar di Cekungan Sumatera Selatan memberikan implikasi yang signifikan terhadap akumulasi sumber daya minyak bumi, gas alam, batubara, dan panas bumi. Kumpulan struktur lipatan yang membentuk antiklinorium telah banyak dijumpai berperan sebagai perangkap hidrokarbon. Selain struktur geologi, jenis litologi penyusun stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan telah pula mengontrol penyebaran sumber daya energi fosil dan non-fosil di daerah ini.

Gambar 2.3 Kerangka tektonik dan struktur regional Sumatera yang terbentuk akibat interaksi menyerong (oblique) antara lempeng Samudera India dan lempeng kontinen Eurasia. Cekungan Sumatera Selatan (South Sumatera basin) merupakan salah satu mendala tektonik yang menempati back-arc setting yang memproduksi minyak dan gas alam (dimodifikasi dari Sutriyono, 1998).

2.4 Litologi dan Stratigrafi Cekungan Sumetera Selatan

(29)

non-marine, yaitu proses diendapkannya Formasi Lahat pada oligosen awal dan setelah itu diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan diatasnya secara tidak selaras. Fase transgresi ini terus berlangsung hingga miosen awal, dan berkembang formasi Batu Raja yang terdiri dari batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef dan intertidal. Sedangkan untuk fase transgresi maksimum diendapkan Formasi Gumai bagian bawah yang terdiri dari shale laut dalam secara selaras diatas Formasi Batu Raja. Fase regresi terjadi pada saat diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh pengendapan Formasi Air Benakat secara selaras yang didominasi oleh litologi batupasir pada lingkungan pantai dan delta.

Pada pliosen awal, laut menjadi semakin dangkal karena terdapat dataran delta dan non-marine yang terdiri dari perselingan batupasir dan claystone dengan sisipan berupa batubara. Pada saat pliosen awal ini menjadi waktu pembentukan dari formasi Muara Enim yang berlangsung sampai pliosen akhir yang terdapat pengendapan batuan konglomerat, batu apung dan lapisan batupasir tuffa. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan diawali dengan siklus pengendapan darat, kemudian berangsur menjadi pengendapan laut, dan kembali kepada pengendapan darat. Urut-urutan stratigrafi dari tua ke muda (Koesoemadinata, 1980), (Gambar 2.5):

1. Pre-Tertiary Basement (BSM) 2. Formasi Lahat (LAF)

(30)

10

5. Formasi Gumai (GUF) 6. Formasi Air Benakat (ABF) 7. Formasi Muaraenim (MEF) 8. Formasi Tuff Kasai (KAF) 9. Endapan Kuarter

Gambar 2.4 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan (Koesoemadinata, 1980)

Tuff ungu, hijau, merah dan coklat, lempung tuffan, breksi dan konglomerat. Bawah

Napal, lempung, serpih, serpih lanauan, kadan-kadang gamping dan pasir tipis, Globigerina biasa terdapat

Napal, gamping terumbu dan gamping lempungan

Pasir, pasir gampingan, lempung, lempung pasiran sedikit batubara, pasir kasar pada dasr penampang di banyak tempat.

Batuan beku aneka warna dan batuan sedimen yang termetamorfisir tingkat

Kerikil, pasir tuffan, dan lempung konkresi vulkanik, tuff batuapung

Lempung, lempung pasiran, pasir dan lapisan tebal batubara.

(31)

2.4.1 Batuan Dasar (Basement)

Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari batuan kompleks Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat. Batuan dasar yang paling tua, terdeformasi paling lemah, dianggap bagian dari Lempeng-mikro Malaka, mendasari bagian utara dan timur cekungan. Lebih ke selatan lagi terdapat Lempeng-mikro Mergui yang terdeformasi kuat, kemungkinan merupakan fragmen kontinental yang lebih lemah. Lempeng-mikro Malaka dan Mergui dipisahkan oleh fragmen terdeformasi dari material yang berasal dari selatan dan bertumbukan. Bebatuan granit, vulkanik, dan metamorf yang terdeformasi kuat (berumur Kapur Akhir) mendasari bagian lainnya dari cekungan Sumatera Selatan. Morfologi batuan dasar ini dianggap mempengaruhi morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi dan luasnya gejala inversi/pensesaran mendatar pada Plio-Pleistosen, karbon dioksida lokal yang tinggi yang mengandung hidrokarbon gas, serta rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan dasar (Ginger& Fielding, 2005).

2.4.2 Formasi Lahat

(32)

12

tidak selaras. Pengendapannya terdapat dalam lingkungan darat/aluvial-fluvial sampai dengan lacustrine. Fasies batupasir terdapat di bagian bawah, terdiri dari batupasir kasar, kerikilan, dan konglomerat. Sedangkan fasies shale terletak di bagian atas (Benakat Shale) terdiri dari batu serpih sisipan batupasir halus, lanau, dan tufa. Sehingga shale yang berasal dari lingkungan lacustrine ini merupakan dapat menjadi batuan induk. Pada bagian tepi graben ketebalannya sangat tipis dan bahkan tidak ada, sedangkan pada bagian tinggian intra-graben sub cekungan selatan dan tengah Palembang ketebalannya mencapai 1000m (Ginger & Fielding, 2005).

2.4.3 Formasi Talang Akar

(33)

di sepanjang paparan (shelf) berangsur berubah menjadi lingkungan pengendapan delta front, marginal marine, dan prodelta yang mengindikasikan perubahan lingkungan pengendapan ke arah cekungan (basinward). Sumber sedimen batupasir Talang Akar Bawah ini berasal

dari dua tinggian pada kala oligosen akhir, yaitu di sebelah timur (Wilayah Sunda) dan sebelah barat (deretan Pegunungan Barisan dan daerah tinggian dekat Bukit Barisan).

2.4.4 Formasi Batu Raja

(34)

14

Beberapa distribusi facies batugamping yang terdapat dalam formasi Batu Raja diantaranya adalah mudstone, wackestone, dan packstone. Bagian bawah terdiri dari batugamping kristalin yang didominasi oleh semen kalsit dan terdiri dari wackstone bioklastik, sedikit plentic foram, dan di beberapa tempat terdapat vein.

Gambar 2.5 Peta distribusi facies formasi Batu Raja (Bishop, 2001).

2.4.5 Formasi Gumai

(35)

oleh fosilliferous marine shale dan lapisan batugamping yang mengandung glauconitic (Bishop, 2001). Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih yang mengandung calcareous shale dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan shale. Ketebalan formasi Gumai ini diperkirakan 2700 m di tengah-tengah cekungan. Sedangkan pada batas cekungan dan pada saat melewati tinggian ketebalannya cenderung tipis.

2.4.6 Formasi Air Benakat

Formasi Air Benakat diendapkan selama fase regresi dan akhir dari pengendapan formasi Gumai pada kala tengah miosen (Bishop, 2001). Pengendapan pada fase regresi ini terjadi pada lingkungan neritik hingga shallow marine, yang berubah menjadi lingkungan delta plain dan coastal swamp pada akhir dari siklus regresi pertama. Formasi ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 1000-1500 m.

2.4.7 Formasi Muara Enim

(36)

16

sampai continental sands, delta dan batu lempung. Siklus regresi kedua dapat dibedakan dari pengendapan siklus pertama (formasi Air Benakat) dengan ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan akumulasi lapisan batubara yang tebal. Pengendapan awal terjadi di sepanjang lingkungan rawa-rawa dataran pantai, sebagian di bagian selatan cekungan Sumatra Selatan, menghasilkan deposit batubara yang luas. Pengendapan berlanjut pada lingkungan delta plain dengan perkembangan secara lokal sekuen serpih dan batupasir yang tebal. Siklus regresi kedua terjadi selama kala Miosen akhir dan diakhiri dengan tanda-tanda awal tektonik Plio-Pleistosen yang menghasilkan penutupan cekungan dan onset pengendapan lingkungan non marine Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Ketebalan formasi ini tipis pada bagian utara dan maksimum berada di sebelah selatan dengan ketebalan 750 m (Bishop, 2001).

2.4.8 Formasi Kasai

(37)

dimulai pada miosen akhir. Kontak formasi ini dengan formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir tufaan. Karakteristik utama dari endapan siklus regresi ketiga ini adalah adanya kenampakan produk volkanik. Formasi Kasai tersusun oleh batupasir kontinental dan lempung serta material piroklastik. Formasi ini mengakhiri siklus susut laut. Pada bagian bawah terdiri atas tuffaceous sandstone dengan beberapa selingan lapisan-lapisan tuffaceous claystone dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan

tuff, batu apung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu berstruktur

sedimen silang siur. Lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir dan batulempung yang terdapat tuff.

2.5 Geologi Regional Lapangan MSM

(38)

18

2.6 Peta dan Posisi Pengamatan

Lapangan MSM terletak ± 10 km sebelah Baratlaut Kota Prabumulih, dan terletak di antara lapangan-lapangan penghasil hidrokarbon BG, Prabumulih Barat dan Talang Jimar. Lapangan-lapangan tersebut secara geologi terletak dalam satu jalur antiklinorium, secara administratif berada dalam wilayah Kabupaten Muaraenim, dan termasuk ke dalam wilayah kerja Area Operasi Timur (Laporan Internal PT. PERTAMINA EP Asset 2, 2013).

(39)

2.7 Litologi dan Stratigrafi Lapangan MSM

Gambar 2.7 Kolom Stratigrafi lapangan MSM (Laporan Internal PT.PERTAMINA EP Asset 2, 2013)

Urutan formasi batuan yang telah tertembus oleh pemboran sumur-sumur di Struktur MSM, dari bawah ke atas adalah sebagai berikut:

a. Formasi Lahat (LAF)

Formasi Lahat di Struktur MSM belum terdefenisi secara pasti dan masih menjadi pembahasan. Lapisan batuserpih tebal di bawah Formasi Talang Akar yang memiliki karakter yang mirip dengan Benakat Shale abuan, chalky, lunak-keras sedang, sdkt kristalin, porositas jelek, sdkt pyrit.

Shale, abu2 terang, strong calcareous

Ol

25 Shale hitam keras, vein kalsit dengan

sisipan batugamping putih-putih susu di

Terdiri dari claystone abu-abu muda, lunak

sticky, non karbonatan, dengan sisipan batulanau, batupasir dan batubara tebal.

Terdiri dari claystone tebal berselang-seling dengan shale abu-abu, lunak, non karbonat, dengan sisipan batulanau dan batupasir abu-abu kehijauan mengandung glaukonit.

Terdiri dari shale abu-abu muda kadang kecoklatan, sisipan napal coklat muda dan batugamping putih lunak.

Batugamping, putih, coklat muda, keras menengah, sebagian chalky dan kristalin

Terdiri dari perselingan batupasir tebal dengan shale, batupasir abu-abu muda di bagian atas gampingan dan mengandung glaukonit, dibagian bawah tidak gampingan, lepas, dengan sisipan batubara.

360

770

390

(40)

20

hingga cokelat tua, non-karbonatan pada bagian atas dan karbonatan di bagian bawah, dengan sisipan batupasir yang kadang-kadang tidak terkonsolidasi baik. Karakteristik log Benakat Shale menunjukkan, bahwa pada bagian atas memiliki nilai GR yang tinggi dan nilai PEF yang kecil (diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan transisi), sedangkan di bagian bawah dengan nilai GR kecil dan PEF besar (diendapkan di laut dangkal).

b. Formasi Talang Akar (TAF)

Formasi Talang Akar di Struktur MSM terdiri dari shale berwarna cokelat muda, karbonan, berselang-seling dengan batupasir (clean sand), berwarna cokelat muda hingga cokelat tua, berukuran pasir halus – sedang, kadang-kadang mengandung pirit dan sisipan tipis batubara. Formasi ini merupakan batuan reservoar utama di Struktur MSM, dengan ketebalan formasi lebih dari 1000 m.

c. Formasi Baturaja (BRF)

(41)

d. Formasi Gumai

Di Struktur MSM Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja. Formasi ini terdiri dari lapisan tebal Shale berwarna abu-abu muda hingga cokelat muda, kadang gampingan dan mengandung pirit, dengan sisipan tipis batupasir, batupasir gampingan.

e. Formasi Muaraenim

Tersusun atas batulempung dan batupasir, dengan lapisan batubara tebal berwarna cokelat gelap hingga hitam, dan formasi ini tersingkap di permukaan.

2.8 Petroleum system

Pada Lapangan MSM, sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon yang ekonomis di Formasi Talang Akar. Tinjauan detail dari keberadaan petroleum system di Lapangan MSM, dapat dijelaskan sebagai berikut (Laporan Internal

PT. PERTAMINA EP Asset 2, 2013) : a. Source Rock (batuan induk)

Batuan induk Lapangan MSM, diinterpretasikan berasal dari batuan serpih Formasi Lahat dan Formasi Talang Akar yang terdapat di Dalaman Tanjung Miring dan sekitarnya, maupun dari Lematang Depression. b. Reservoar

(42)

22

c. Cap Rock (batuan penyekat)

Beberapa sekuen batuserpih tebal yang diendapkan di antara lapisan-lapisan batupasir Formasi Talang Akar, merupakan batuan penyekat yang efektif. Batugamping Formasi Baturaja diperkirakan bertindak sebagai penyekat yang sangat efektif (super seal) di Lapangan MSM, sedangkan Formasi Gumai merupakan penyekat regional di Komplek Palembang Selatan.

d. Trap (perangkap)

Didominasi oleh perangkap struktur, berupa antiklin yang dikontrol oleh Sesar Naik Lematang, dan secara setempat, berkembang perangkap stratigrafi. Bentuk antiklin tersebut berarah Barat Baratlaut – Timur Tengggara.

e. Migration

Pada Miosen Akhir, Formasi Lahat (LAF) dan Talang Akar (TAF) yang merupakan endapan syn-rift telah matang, dan terjadi migrasi secara insitu (primary migration). Kemudian pada Plio-Plestosen, terjadi secondary migration melalui pola patahan (Lematang Fault) yang mengalami

(43)

23 Gambar 2.8 Pengisian hidrokarbon pada zona UP berlangsung secara insitu

(44)

24

BAB III TEORI DASAR

3.1 Konsep Dasar Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran) kedudukan partikel-partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa. Karena gangguan merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada transportasi energi.

3.2 Prinsip Seismik

3.2.1 Prinsip Huygen’s

Prinsip Huygens menerangkan bahwa setiap muka gelombang dapat dianggap memproduksi wavelet atau gelombang-gelombang baru dengan panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang sebelumnya. Jumlah energi total deretan gelombang baru tersebut sama dengan energi utama

(45)

3.2.2 Prinsip Fermat

Prinsip Fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari satu titik ke titik yang lain maka gelombang tersebut akan memilih jejak yang tercepat. Kata tercepat di-boldkan untuk memberikan penekanan bahwa jejak yang akan dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara waktu tercepat bukan yang terpendek secara jarak. Tidak selamanya yang terpendek itu tercepat. Dengan demikian jika gelombang melewati sebuah medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah. Lintasan gelombang akan selalu berbentuk garis lurus. Waktu tempuh gelombang dari sumber ke receiver akan ditentukan oleh bentuk bidang pantul.

3.2.3 Prinsip Snelius

(46)

26

Gambar 3.1 Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium untuk gelombang P (Priyono, 2006)

(47)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan gelombang seismik adalah sebagai berikut:

 Litologi

Perbedaan harga kecepatan pada litologi yang berbeda mempunyai harga yang tumpang tindih, sehingga sulit untuk menganalisis balik dari data kecepatan untuk membedakan litologi.

 Densitas

Variasi densitas memegang peranan penting pada variasi kecepatan dimana densitas tinggi biasanya berhubungan dengan kecepatan tinggi.

 Porositas

Faktor porositas dan kecepatan secara umum dianggap linier jika, porositas besar, maka volume pori besar, sehingga kekompakan batuan berkurang dan mengakibatkan kecepatan rendah.

 Faktor tekanan dan kedalaman

Tekanan akan semakin bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Pertambahan kedalaman menyebabkan massa batuan semakin besar dan semakin potensial menekan dan memperkecil ruang pori batuan. Karena itu kecepatan akan relatif bertambah terhadap kedalaman.

 Kandungan fluida

(48)

28

3.3 Komponen Seismik Refleksi

Komponen yang dihasilkan disini adalah hal-hal yang dapat dihasilkan atau diturunkan (derivative value) dari parameter dan data dasar seismik refleksi. 3.3.1 Impedansi Akustik

Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah impedansi akustik (IA) yang merupakan hasil perkalian antara densitas media rambat dan kecepatan media rambat, dinyatakan dalam rumus :

IA = ρ. V …………(2) dengan: IA = impedansi akustik

ρ = densitas V = kecepatan

Dalam mengontrol harga IA, kecepatan mempunyai arti penting daripada densitas. Sebagai contoh, porositas atau material pengisi pori batuan (air, minyak, gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas. Anstey (1977) menganalogikan IA dengan acoustic hardness. Batuan yang keras (hard rock) dan sukar dimampatkan, seperti batu gamping mempunyai IA yang tinggi, sedangkan batuan yang lunak seperti lempung yang lebih mudah dimampatkan mempunyai IA rendah.

3.3.2 Koefisien Refleksi

(49)

KR = (IA2 - IA1) / (IA2 + IA1) = ρ2V2–ρ1 V1 / ρ2V2 + ρ1 V1 ...(3)

dimana : KR = Koefisien refleksi

IA1 = Impedansi akustik lapisan atas

IA2 = Impedansi akustik lapisan bawah

Persamaan (3) menunjukkan bahwa koefisien refleksi dapat berharga positif maupun negatif, tergantung pada besarnya impedansi akustik kedua medium yang bersangkutan dan nilai absolutnya tidak lebih dari 1. 3.3.3 Polaritas

Meskipun penggunaan kata polaritas hanya mengacu pada perekaman dan konvensi tampilan dan tidak mempunyai makna khusus tersendiri, dalam rekaman seismik, penentuan polaritas sangat penting. Society of Exploration Geophysicists (SEG) mendefinisikan polaritas normal

sebagai berikut:

1. Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada hidropon di air atau pergerakan awal ke atas pada geopon di darat.

2. Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negatif pada tape, defleksi negatif pada monitor dan trough pada penampang seismik.

Menggunakan konvensi ini, dalam sebuah penampang seismik dengan tampilan polaritas normal SEG kita akan mengharapkan :

1. Batas refleksi berupa trough pada penampang seismik, jika IA2 >

IA1

(50)

30

3.3.4 Fasa

Secara sederhana, pulsa seismik yang ditampilkan dalam sebuah penampang seismik dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu fasa minimum dan fasa nol. Pulsa fasa minimum memiliki energi yang terkonsentrasi di awal, seperti umumnya banyak sinyal seismik. Bagaimanapun, analisis detail tipe pulsa minimum memiliki banyak variasi yang berbeda. Puncak atau palung pertama tidak harus memiliki amplitudo terbesar, dan processing biasanya menghasilkan setengah cycle pertama memiliki amplitudo yang sebanding, diikuti dengan tail

yang sangat teratenuasi (menurun). Pulsa fasa nol, produk dari processing wavelet dan data vibroseis darat, telah menjadi sangat umum

belakangan ini. Pulsa fasa nol terdiri dari puncak utama dan dua side lobes dengan tanda berlawanan dan amplitudo yang lebih rendah. Disini

batas terletak pada pusat puncak dan tidak pada onset seperti pada pulsa fasa minimum. Meskipun pulsa fasa nol hanya bersifat teoritis, tipe pulsa ini memiliki kelebihan sebagai berikut :

 Untuk spektrum amplitudo yang sama, sinyal fasa nol akan selalu lebih pendek dan beramplitudo lebih besar dari fasa minimum, sehingga signal/noise ratio akan lebih besar.

(51)

Gambar 3.2 Contoh konvensi polaritas menurut SEG (a) Fasa minimum; (b) Fasa nol (Badley, 1985)

3.3.5 Resolusi

Resolusi didefinisikan sebagai jarak minimum antara dua obyek yang dapat dipisahkan oleh gelombang seismik (Sukmono, 1999). Resolusi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk memisahkan dua bentuk yang berdekatan (Sheriff, 1991). Dalam seismik refleksi, yang

dimaksud dengan ”bentuk” adalah batas antar lapisan. Keterbatasan

yang dimiliki gelombang seismik ini disebabkan range frekuensinya antara 10-70 Hz, hal ini berhubungan langsung dengan resolusi yang dimiliki. Dalam interpretasi seismik, resolusi terbagi menjadi dua arah yaitu resolusi vertikal dan resolusi horizontal.

3.3.5.1 Resolusi Vertikal

(52)

32

frekuensi, yang dapat diturunkan secara langsung dari persamaan :

λ = kecepatan / frekuensi ...(4) Ketebalan minimum tubuh batuan untuk dapat memberikan refleksi sendiri bervariasi dari 1/8 -1/30 , namun hanya batuan yang mempunyai ketebalan diatas 1/4  yang dapat dibedakan oleh gelombang seismik. Ketebalan ini disebut ketebalan tuning. Dengan bertambahnya kedalaman, dimana kecepatan bertambah tinggi dan frekuensi bertambah kecil, maka ketebalan tuning juga akan bertambah besar.

3.3.5.2 Resolusi Horizontal

Suatu titik refleksi berasal dari daerah dimana terjadi interaksi antara muka gelombang dan bidang reflektor. Daerah yang Gambar 3.3 Efek Interferensi yang berhubungan dengan batuan

(53)

menghasilkan refleksi tersebut disebut sebagai Zona Fresnel, yaitu bagian dari reflektor yang memantulkan energi ke geopon setelah terjadinya refleksi pertama. Radius zona fresnel dapat dihitung dari : fresnel akan semakin luas seiring dengan bertambahnya kedalaman, karena umumnya kecepatan akan bertambah dan frekuensi akan berkurang.

3.3.6 Wavelet

(54)

34

minimum phase. Tipe-tipe wavelet tersebut mempunyai letak konsentrasi energi yang berbeda-beda.

Gambar 3.4 Jenis-jenis wavelet 1) Zero Phase Wavelet, 2)Maximum Phase Wavelet 3)Minimum Phase Wavelet, 4) Mixed Phase Wavelet (Sukmono, 1999)

(55)

3.4 Analisis Mistie

Analisis Mistie survei seismik: minimalisasi ketidakkonsistenan di perlintasan survei seismik karena datum referensi seismik dan pengolahan langkah yang berbeda dan perpaduan dari datum referensi seismik dan fase data seismik ditetapkan dengan mempertimbangkan kurva waktu mendalam tersedia. Selama proses ini survei seismik dengan koordinat atau survei yang salah yang memiliki beberapa masalah dalam file navigasi dapat diidentifikasi.

Gambar 3.5 Proses Miss tie analisis (http://www.geomega.hu/chkut/? page_id=18&lang=en)

3.5 VSP

(56)

36

memperjelas target daerah bawah permukaan konsisten dengan seismik energi. Efek overburden dapat parah, di mana lingkungan pengendapan fluvial dapat mengubah dekat topografi permukaan dan material dalam hitungan bulan. Teknik seismik untuk gambar dan ciri bawah permukaan sehingga dapat menghasilkan gambar bawah permukaan yang berbeda secara signifikan, ketika diambil di darat, di dalam zona transisi dan lingkungan laut, atau selama jangka waktu tertentu.

Sebuah survei VSP dapat membatasi geologi lingkungan hidup yang ditargetkan, dirancang dan diakuisisi di daerah zona transisi, di mana permukaan standar gambar data seismik terbukti sulit untuk menganalisa karena untuk berbagai geologi, operasional dan kualitas data keadaan. Langkah-langkah pengolahan yang canggih yang diterapkan pada data VSP ditetapkan secara konsisten, sehingga berbagai himpunan kontribusi unik informasi tentang bawah permukaan. Setiap data subset kontribusi informasi dan kendala penentuan kehadiran struktur potensia karang (Radford. dkk, 2013).

3.6 Synthetic Seismogram

(57)

permukaan atau dasar formasi pada penampang seismik memungkinkan ditelusuri penerusan formasi tersebut pada arah lateral dengan memanfaatkan data seismik.

Synthetic Seismogram diperoleh dari konvolusi deret koefisien refleksi

dengan wavelet. Deret koefisien refleksi ini menggunakan data impedansi akustik yang diperloeh dai log sumur (log densitas dan log sonik/ kecepatan). Wavelet dapat diturunkansecara matematis, atau didapatkan dari ekstrasi data seismik baik secara statistik maupun deterministik.

Gambar 3.6 Seismogram Sintetik yang Diperoleh dari Konvolusi RC dan wavelet (Sukmono, 1999)

Konvolusi antara koefisien refleksi dengan wavelet seismik menghasilkan model trace seismik yang akan dibandingkan dengan data riil seismik dekat sumur. Trace ini diperkirakan berlokasi sam dengan trace yang berada pada line seismik yang melewati lubang sumur dimana log tersebut diambil. Synthetic akan mengkorelsi data seismik dengan data log dimana synthetic ini

(58)

38

3.7 Well-Seismic Tie

Well-Seismic Tie adalah suatu cara untuk mengikatkan data sumur pada

penampang seismik. Posisi kedalaman itu ditunjukkan dengan data log sumur yang diplot pada skala kedalaman. seismic Well tie dilakukan dengan menghubungkan seismogram sintetik yang dihasilkan dari logs dengan real trace data seismik. Bagian ini penting karena penanda dari data sumur yang digunakan sebagai panduan untuk horizon intepretasi(Harun. dkk, 2013).Sebelum melakukan well-seismic tie, harus dilakukan koreksi checkshot untuk mengubah domain kedalaman sumur menjadi domain waktu

sesuai dengan seismik.

3.8 Identifikasi dan Picking Horizon

Menurut Coffeen (1986), salah satu cara yang dipakai dalam identifikasi horizon adalah dengan membandingkan reflektor atau horizon seismik satu section dengan section yang lain, berdasarkan kumpulan ciri-ciri yang ada.

Ciri-ciri yang biasa digunakan adalah :

 Kedudukan horizon pada penampang seismik  Komposisi frekuensi

 Kekuatan amplitudo  Kontinyuitas horizon

Langkah selanjutnya adalah memilih (picking) horizon. Faktor penimbang untuk memilih diantaranya adalah :

 Kontinyuitas refleksi

(59)

 Korelasinya dengan marker geologi yang diinginkan  Perannya dalam interpretasi keseluruhan

Picking satu atau lebih horizon pada satu penampang seismik harus sama dengan

picking horizon pada penampang seismik lainnya. Pastikan bahwa suatu horizon yang di-picking, pada titik perpotongan antara dua penampang seismik (crosspoint) terletak pada waktu (ms) yang sama.

3.9 Atribut Input Analisis

Atribut seismik dapat dibagi kedalam dua kategori (Russel dkk,1997): a) Horizon-based attributes : dihitung sebagai nilai rata-rata antara dua

horizon

b) Sample-based attributes : merupakan trnasformasi dari trace input untuk menghasilkan trace output lainnya dengan jumlah yang sama dengan trace input yang nilainya dihitung sampel per-sampel.

3.10 Seismik Atribut

Seismik atribut didefinisikan sebagai karakterisasi secara kuantitatif dan deskriptif dari data seismik yang secara langsung dapat ditampilkan dalam skala yang sama dengan data awal (Barnes, 1999). Dengan kata lain seismik atribut merupakan pengukuran spesifik dari geometri, dinamika, kinematika dan juga analisis statistik yang diturunkan dari data seismik.

(60)

40

permukaan ke bawah tanah. Atribut seismik dan Struktur Kedalaman Peta yang digunakan untuk menentukan distribusi facies asosiasi dan pemodelan struktural. Distribusi facies dan sifat batuan dikombinasikan dengan model struktural untuk mendapatkan model fasies (Widiatmo. dkk, 2013)

(61)

Gambar 3.7 Klasifikasi Atribut Seismik (Brown, 2000)

Secara umum, atribut turunan waktu akan cenderung memberikan informasi perihal struktur, sedangkan atribut turunan amplitudo lebih cenderung memberikan informasi perihal stratigrafi dan reservoir. Peran atribut turunan frekuensi sampai saat ini belum betul-betul dipahami, namun terdapat keyakinan bahwa atribut ini akan menyediakan informasi tambahan yang berguna perihal reservoir dan stratigrafi. Atribut atenuasi juga praktis belum dimanfaatkan saat ini, namun dipercaya bahwa atribut ini dimasa datang akan berguna untuk lebih memahami informasi mengenai permeabilitas.

(62)

42

sepanjang kisaran window tertentu. Umumnya analisis window tersebut merupakan suatu interval waktu atau kedalaman yang datar dan konstan sehingga secara praktis tampilannya berupa suatu sayatan yang tebal, dan sering dikenal dengan sayatan statistika (Sukmono, 2002). Analisis window pada ekstraksi atribut dapat ditentukan dengan empat cara, yaitu :

 Analisis window konstan, yaitu dengan mengambil nilai interval yang selalu tetap dengan interval waktu/kedalaman yang selalu sama.

 Analisis window yang dipusatkan pada sebuah horison, yaitu dengan mengambil nilai interval mengikuti horison dengan lebar yang sama besar untuk bagian atas dengan bagian bawah dari horison tersebut.  Analisis window dengan nilai tertentu pada horison, yaitu dengan nilai

interval yang dapat ditentukan berbeda untuk bagian atas dan bagian bawah dari horison.

(63)

Berikut ini akan dibahas mengenai atribut kompleks dan atribut yang sering digunakan (Schlumberger, 2009):

3.10.1 Atribut Kompleks

Perhitungan atribut trace seismik kompleks pada dasarnya adalah suatu transformasi yang memisahkan informasi amplitudo dan sudut (fasa dan frekuensi) dalam display terpisah. Informasi dalam penampang seismik secara matematis dimanipulasi untuk menghasilkan display baru yang menonjolkan amplitudo atau sudut dan mengorbankan lainnya. Complex attribute ini tidak menghasilkan suatu informasi fundamental yang baru, karena hanya merupakan manipulasi secara matematis saja dari penampang seismik. Tetapi, bisa mendapatkan suatu tampilan yang lebih baik dari aspek geologi.

Gambar 3.8 (a) Analisis window konstan; (b) Analisis window yang dipusatkan pada horison; (c) Analisis window untuk bagian atas dan bawah horison; (d) Analisis window antar

(64)

44

Istilah kompleks disini bukan berarti prosedur dan hasilnya yang kompleks, tapi karena perhitungan yang dilakukan mengasumsikan bahwa trace seismik konvensional adalah merupakan bagian riil dari fungsi matematis kompleks (bagian imajiner adalah hasil transformasi Hilbert dari bagian riil). Trace riil dan imajiner diberikan sebagai proyeksi dari vektor yang berotasi ini pada bidang riil dan imajiner. Panjang dari vektor adalah A (t) dan sudutnya

terhadap horisontal adalah (t).

Gambar 3.9 Diagram Isometris Trace Seismik (Taner. dkk, 1979)

3.10.2 Maximum Amplitude

(65)

3.10.3 Minimum Amplitude

Operasi ini mengukur reflektivitas dalam waktu atau kedalaman window. Ini adalah jumlah maksimum negatif di jendela terpilih.

3.10.4 RMS Amplitude

RMS Amplitude adalah akar kuadrat dari jumlah kuadrat amplitudo, dibagi dengan jumlah sampel hidup seperti yang ditunjukkan pada rumus berikut: silang untuk metode rata-rata). RMS dapat memetakan langsung ke indikasi hidrokarbon dalam data dan fitur geologi lainnya yang diisolasi dari fitur dilatarbelakangi oleh respon amplitudo.

3.10.5 Isochron Thickness

Didefinisikan sebagai perbedaan waktu antara dua horison. Diukur dalam satuan horison input (milidetik dalam domain waktu, kaki atau meter Kedalaman domain).

3.10.6 Window Length

(66)

46

palung (atau sebaliknya). Lonjong tidak mempengaruhi operasi ini karena kemiringan yang berpusat pada awal dan akhir dari jendela. Jendela Panjang dihitung dalam milidetik dalam domain waktu, dan di kaki atau meter dalam domain kedalaman.

3.10.7 Maximum Magnitude

Tindakan reflektifitas dalam waktu atau kedalaman window. Mengembalikan angka positif maksimum di jendela terpilih. Hal ini digunakan untuk mendeteksi indikator hidrokarbon langsung positif seperti titik terang.

3.10.8 Arc Length

Arc langkah panjang refleksi heterogenitas, dan dapat digunakan untuk mengukur perubahan lateral pada pola refleksi. Hal ini dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Dimana Z adalah dalam milidetik dalam domain waktu, atau di kaki atau meter domain kedalaman. Panjang busur adalah indikator urutan stratigrafi.

(67)

3.11 Kontrol tektonik Pengendapan dan endapan Lingkungan

Core dan sinar gamma log yang digunakan dapat mengidentifikasi

lingkungan pengendapan. Data core mengungkapkan bahwa interval reservoir terdiri dari batu pasir butiran kasar dengan pengendapan batulempung di bagian bawah dan bagian atas. Butiran kasar batupasir memiliki cross-bedding dan bioturbation. Interval ini ditafsirkan sebagai kanal fluvial batu pasir dengan beberapa pengaruh laut kecil. Bagian bagian bawah core, di bawah reservoir, terdiri dari struktur akar yang berlimpah di dalam batulempung dan merupakan diartikan sebagai yang pengendapan dalam fluvial flodplain. Bagian atas dari core, di atas reservoar, juga berisi banyak siderit nodul dalam batulempung dan diinterpretasikan sebagai yang diendapkan dalam floodplain fluvial untuk bendungan lingkungan hidup. Berdasarkan interval inti, secara keseluruhan lingkungan pengendapan ditafsirkan sebagai fluvial Sistem yang dominan.

(68)

48

net to gross dan konfigurasi dasar yang mendasari akan memaksimalkan

interpretasi distribusi batu pasir di cekungan (Waren, 2013).

3.12 Konversi Waktu Kedalaman

(69)

Gambar 3.10 Proses I konversi kedalaman interpretasi seismik 2D

Gambar 3.11 Proses II konversi kedalaman interpretasi seismik 2D

(70)

50

Untuk horison yang lebih rendah akan lebih bermanfaat dibandingkan konversi kedalaman berdasarkan kecepatan interval konversi berdasarkan kecepatan rata-rata. Biasanya konversi kedalaman menggunakan kecepatan interval berdasarkan sebuah model lapisan. Ini berarti bahwa ketebalan waktu setiap lapisan dikonversi menjadi kedalaman dan ditambahkan ke permukaan kedalaman lapisan atas. Membandingkan hasil dari kedua pendekatan menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara dua permukaan kedalaman. Biasanya kelemahan dari pendekatan lapisan adalah bahwa permukaan yang lebih dipengaruhi oleh waktu ketidakpastian lapisan atas yang merupakan konsekuensi langsung dari pendekatan lapisan. Di sisi lain pendekatan ini memungkinkan mengoptimalkan smoothing dari medan kecepatan: biasanya adanya noise di kecepatan seismik bertambah dengan kedalaman dan akibatnya kecepatan interval lapisan bawah membutuhkan operator smoothing kuat dibandingkan dengan lapisan atas (Hardiani. dkk, 2013)

3.13 Perhitungan Original Oil / Gas In Place

(71)

Keterangan:

OOIP : original oil in place dalam barrels. OGIP : original gas in place dalam cu ft.

7758 : angka konversi jumlah barrels per acre-feet 43560 : angka konversi jumlah cu ft per acre-feet Vb : volume batuan reservoar

Ф : porositas rata - rata batuan reservoar Sw : saturasi air

Boi : faktor volume formasi minyak mula – mula dalam BBL Bgi : faktor volume formasi gas mula – mula dalam Mscf

... (8)

(72)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dengan judul “Analisis Reservoar Menggunakan Atribut Seismik Dan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Pada Lapangan

“MSM”” dilaksanakan pada:

Tanggal : 1 Oktober – 31Desember 2014.

Tempat : Lab.Teknik Geofisika Universitas Lampung Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian

No

Bulan

Kegiatan

Okt-14 Nov-14 Des-14

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi Literatur 2 Pengolahan Data

(73)

4.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Peta geologi regional cekungan Sumatera Sealatan

2. Data Seismik 3D 3. Data marker 4. Data Vsp 5. Data Header 6. Data LAS sumur 7. Data Deviasi

8. Software (Petrel) 2009

9. Seperangkat alat computer (PC) atau laptop

4.3 Prosedur Penelitian

1. Menginput data lapangan

Menginput data seperti : data seismik, sumur, VSP, deviasi dan marker untuk memulai melakuan analisis ini ke dalam software Petrel yang digunakan

2. Membuat AI, RC, Wavelet, Seismogram

(74)

54

3. Well Seismic Tie

Tahapan ini digunakan untut mengikat data sumur dengan data seismic sehingga interval kedalaman sumur dalam meter dengan data seismic dalam waktu itu tepat

4. Composite Section Seismic

Proses ini dilakukan di karenakan horison pada targetan berubah – ubah dan tipis sehingga di rasa sukar untuk proses picking horison. Dengan dibuatnya tahapan ini maka setiap section akan marker baru sebagai guide untuk picking horison.

5. Picking Fault dan Picking horizons

Diperlukan picking fault dan picking horizons untuk melihat kemenerusan lapisan dengan marker yang telah di tentukan untuk dapat di teliti lebih lanjut.

6. Time map dan depth map

Proses selanjutnya melakukan inversi dengan model peta bawah permukaan dalam bentuk waktu dari hasil proses picking horizonz.

Selanjutnya mengkorelasikan dengan kedalaman sumur sehingga membentuk map terbentuk dalam bentuk depth.

7. Interpretasi Struktur

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui daerah yang mengetahui patahan major dan minor, sehingga kita dapat mengetahui jebakan reservoar

8. Menghitung volume

(75)

dimasukan nilainya kedalam rumus perhitungan cadangan hidrokarbon. 9. Proses ini dilakukan untuk perhitungan cadangan hidrokarbon. Dari 2

depth map akan didapatkan nilai volume reservoar sehingga dapat dimasukan nilainya kedalam rumus perhitungan cadangan hidrokarbon. 10.Peta atribut seismik

(76)

56

4.4 Diagram Alir Penelitian

Gambar 4.1 Diagram Alir

** Data didapat dari interpreter sebelumnya

MULAI

• Menetukan Patahan sebagai Trap Reservoar

• Menentukan zona DHI (direct hydrocarbon indicator)

• Menetukan zona prospek dan zona lead

• Mengetahui geometry lingkungan pengendapan

• Mengetahui cadangan minyak pada zona target reservoar

(77)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dari hasil penelitian Tugas Akhir/Skripsi dengan

judul “Analisis Reservoar Menggunakan Atribut Seismik Dan Perhitungan

Cadangan Hidrokarbon Pada Lapangan “MSM”” pada zona target L, dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Peta struktur pada lapangan “MSM” pada zona utara didapatkan 2 sesar naik sedangkan pada zona selatan didapatkan 1 sesar turun dan 5 sesar geser.

2. Dari data literatur zona target L berada di formasi Talang Akar-TRM dengan litologi perselingan bt.lempung, serpih & bt.pasir halus, terjadi di lingkungan pengendapan darat dengan jenis channel anastomosed, peta atribut mendiskripsikan adanya 2 channel dan arah arus channel dari arah barat daya ke selatan.

(78)

101

4. Penetuan zona prospek hidrokarbon pada peta atribut berada daerah utara dilihat dengan analisa daerah brightspot adanya patahan sebagai trap reservoar, merupaka daerah tinggian, dan dibantu analisis wire-line yang dilihat dari defleksi log NPHI, RHOB dan data literatur sedangkan zona lead hidrokarbon berada di daerah selatan, dari peta atribut dengan melihat keberadaan brightspot dan adanya sesar geser sebagai jebakan reservoar. 5. Dengan luas area penelitian sebesar 5068 acre didapat cadangan

hidrokarbon sebesar 109,5 juta barrels dengan menggunakan persamaan volumetrik.

6.2 Saran

Setelah dilakukan analisis pada lapangan “MSM” di zona target L, beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Dengan melihat hasil penelitisn peta atribut zona target L pada lapangan

“MSM”, maka dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut dimana arah pengembangan difokuskan pada daerah prospek kearah barat laut dan tenggara.

2. Pada bagian utara dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk melihat keekonomisan dari perhitungan cadangan minyak.

(79)

DAFTAR PUSTAKA

Anonynus, http://www.geomega.hu/chkut/?page_id=18&lang=en, diakses pada hari sabtu tanggal 20 desember 2014 pukul 15.00

Anonynus, http://ett.co.id/theproject.php, diakses pada hari sabtu tanggal 14 Januari 2014 pukul 11.50

Anstey, N.A., 1977, Seismic Interpretation: The Physical Aspects. IHRDC. Badley, M.E., 1985, Practical Seismic Interpretation, Prentice Hall.

Barnes, A.E., 1999, Seismic attributes past, present, and future, SEG Technical Program Expanded Abstracts 18, 892.

Brown, A. R., 1996, Seismic attributes and their classification, The Leading Edge, 15, 1090.

Coffeen, J.A. 1986. Seismic Exploration Fundamentals Second Edition. Penn Well Publishing Company : Tulsa, Oklahoma

Hardiani, R., Soed, S., Schulte., 2013, A New Approach To Time Depth Conversion And Depth Error Estimation For 2D Interpretation Using Seismic Velocities: Proceeding Of Indonesian Petroleum Association Thirty-Seventh, IPA13-G-050

Harun, M.R., Sandria, L.A., Ilhami, A.S., Sukmawati, A., Razi, M. 2013. Sandstone Reservoir Distribution of Cibulakan Formation Using Seismic Inversion Method:Extended Elastic Impedance (EEI), In Cemara Field, North West Java Basin: Proceeding Of Indonesian Petroleum Association Thirty-Seventh, IPA13-G-075

Priyono., 2006, Diktat Kuliah Metode Seismik I. Program Studi Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung.

(80)

25

Russel, B., Hampson, D., Schuelke. J. And queirein, J., 1997, Multi Attribute Seismic Analysis, The Leading Edge

Schlumberger,2009. Petrel Geophysic Course

Sherrif, R. E., 1992, Reservoir Geophysics, Press Syndicate of The University of Cambridge, USA.

Sismanto, 1999, Modul : Interpretasi Data Seismik, Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, YogyakartA.

Sukmono, S., 1999, Interpretasi Seismik Refleksi, Departemen Teknik Geofisika, FIKTM, Institut Teknologi Bandung.

Sukmono, S., 2002, Seismic Attributes for Reservoir Characterization, Departement of Geophysical Engineering, FIKTM, Institut Teknologi Bandung

Taner, M.T., Koehler, F., and Sheriff, R.E., 1979, Complex seismic trace analysis: Geophysics, 44, 1041 – 1063.

Tearpock, D.J., & Bischke, R.E., 1991, Applied Subsurface Geological Mapping, Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey.

Waren, R. 2013. Sub-Regional Reservoir Interpretation of Tanjungan Formation For CBM Water Disposal Target Through Seismic Facies Mapping Technique In Barito Basin: Proceeding Of Indonesian Petroleum Association Thirty-Seventh, IPA13-G-028

Widiatmo, M.R., Mardiana, U., Mohamad, F., Ginanjar, A. 2013. 3D Facies Modeling of SS-44 Mixed Load Channel Reservoir, Karmila Field, Sunda Basin, South East Sumatera: Proceeding Of Indonesian Petroleum Association Thirty-Seventh, IPA13-SG-070

Wismoyo, Y., Setiawan, A., Maula, F., Fardhu, F. 2013. The Application of Seismic Inversion And Resitivity Inversion While Drilling in The Construction Of Horizontal Well: Proceeding Of Indonesian Petroleum Association Thirty-Seventh, IPA13-G-074

Gambar

Gambar 2.1  Lokasi Cekungan Sumatera Selatan dan batas-batasnya (Pertamina BPPKA)
Gambar 2.2 Ilustrasi mekanisme pembentukan struktur geologi di cekungan belakang busur dan busur vulkanik di daerah Sumatera Selatan (Pulunggono dkk., 1992)
Gambar 2.3  Kerangka tektonik  dan struktur regional Sumatera yang India dan lempeng kontinen Eurasia
Gambar 2.4 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan (Koesoemadinata,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa feasibility data dapat diketahui bahwa tipe reservoar dari Formasi Gumai pada zona DST#4 ialah shally sand yang memiliki nilai densitas tinggi

Skripsi berjudul “Identifikasi Patahan Menggunakan Atribut Seismik Variance-based Coherence Di Lapangan “F” Pada Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatra Selatan” ini

Hasil dari analisis petrofisika dapat digunakan untuk menentukan zona produktif/potensial pada zona/lapisan reservoar di Formasi Talang Akar sesuai dengan

Dalam analisis zona hidrokarbon pada fractured basement, analisis tersebut merupakan hasil dari 3 analisis data yang berupa peta struktur waktu, zona kedalaman

Gambar 12. Daerah prospek hidrokarbon yang ditentukan dari a) amplitudo RMS dan b) frekuensi sesaat dalam kontur kedalaman dengan interval 10 m Formasi Baturaja.. Analisa

Pada daerah sekitar sumur, peta amplitudo RMS dan minimum dengan window 5 ms dibawah horizon terlihat bahwa nilai amplitudo RMS memiliki nilai yang lebih tinggi dari

Hasil penelitian berupa crossplot dan struktur geologi lapangan Penobscot dengan analisis atribut seismik dan metode SCI untuk memberikan pola sebaran AI yang

Dengan input nilai BVW sebesar 0,0842 yang diperoleh dari rata- rata nilai BVW pada semua sumur, dan peta sebaran porositas yang didapat pada proses sebelumnya,