• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT SERANGAN ULAT KANTONG Metisa plana Walker

(Lepidoptera: Psychidae) TERHADAP UMUR TANAMAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI

KEBUN MATAPAO PT. SOCFIN INDONESIA

SKRIPSI

NUGRAHA SEMBIRING 080302003

HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINGKAT SERANGAN ULAT KANTONG Metisa plana Walker

(Lepidoptera: Psychidae) TERHADAP UMUR TANAMAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI

KEBUN MATAPAO PT. SOCFIN INDONESIA

SKRIPSI

NUGRAHA SEMBIRING 080302003

HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Diketahui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Mena Uly Tarigan, MS) (Dr. Lisnawita, SP. M.Si NIP: 194710141976032001 NIP: 196910051994032001

)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Nugraha Sembiring, 2012 Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana

Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia. Dibawah

bimbingan Mena Uly Tarigan selaku ketua dan Lisnawita selaku anggota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan ulat kantong (Metisa plana Walker) terhadap umur tanaman kelapa sawit di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia pada areal pertanaman yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM)

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Matapao PT. Socfin Indonesia, Kecataman Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat ± 20 m di atas permukaan laut. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei menggunakan sampel diagonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan ulat kantong lebih tinggi pada tamanan belum menghasilkan (TBM) dibanding dengan tanaman menghasilkan (TM). Jumlah hama tertinggi terdapat pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama. Sedangkan untuk kejadian serangan hama ulat kantong yang tertinggi terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%.

Tingkat serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu 15 ekor per pelepah. Intensitas serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50% termasuk dalam kategori sedang.

(4)

ABSTRACT

Nugraha sembiring “Incidence Level of Metisa plana Walker Bagworm (Lepidoptera: Psychidae) Against The Age of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) at Matapao Estate PT Socfin Indonesia” with guide commission Mena Uly Tarigan and Lisnawita.

The goal this research was to know the incidence level of the bagworm against the age of oil palm in Matapao Estate on the produce plant or non produce plant. The research was carried out at Matapao Estate PT Socfin Indonesia, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai with place height ± 20 m on surface of sea. The research use Survey method with diagonal sample.

The result showed that the incidence level of bagworm on non produce plant was bigger than onn produce plant. The largest number of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 119 bagworms. The highest damage level of bagworm was found in Blok 28. It was 19.758%.

The highest incidence level of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 15 bagworms in every branches. The highest intensity of the bagworm incidences was found in 50th sample of Blok 27.it contains 50% that was included to middle cathegory.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nugraha Sembiring, lahir di Matapao pada tanggal 26 September 1990 dari pasangan Ayahanda Maju Sembiring dan Ibunda Suasti br. Sitompul. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pada tahun 1996-2005, penulis menempuh pendidikan SD di SD Negeri 102008 Matapao, SMP di SMP Negeri 1 Teluk Mengkudu. Pada Tahun 2008, penulis lulus SMA di SMA Negeri 1 Perbaungan dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian USU Medan, melalui jalur Pemanduan Minat Prestasi (PMP).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi adalah ” Tingkat Serangan Ulat Kantong

Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin

Indonesia” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Lisnawita, SP. M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam pengerjaan skripsi ini

Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2012

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong Metisa plana Walker Biologi Hama... 5

Gejala Serangan... 6

Ekologi Hama... 8

Pengendalian... 9

METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian... 10

Alat dan Bahan... 10

Kejadian Serangan Hama ... 12

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel ... 14 Jumlah Hama, Tingkat Serangan dan Kerusakan Hama ... 15 Kejadian Serangan Hama ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 30 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hlm

1. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2011 ……… 15

2. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2010 ... 15

3. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2009 ... 16

4. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2008 ... 17

5. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2006 ... 18

6. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2004 ... 19

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran

(12)

ABSTRAK

Nugraha Sembiring, 2012 Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana

Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia. Dibawah

bimbingan Mena Uly Tarigan selaku ketua dan Lisnawita selaku anggota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan ulat kantong (Metisa plana Walker) terhadap umur tanaman kelapa sawit di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia pada areal pertanaman yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM)

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Matapao PT. Socfin Indonesia, Kecataman Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat ± 20 m di atas permukaan laut. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei menggunakan sampel diagonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan ulat kantong lebih tinggi pada tamanan belum menghasilkan (TBM) dibanding dengan tanaman menghasilkan (TM). Jumlah hama tertinggi terdapat pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama. Sedangkan untuk kejadian serangan hama ulat kantong yang tertinggi terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%.

Tingkat serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu 15 ekor per pelepah. Intensitas serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50% termasuk dalam kategori sedang.

(13)

ABSTRACT

Nugraha sembiring “Incidence Level of Metisa plana Walker Bagworm (Lepidoptera: Psychidae) Against The Age of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) at Matapao Estate PT Socfin Indonesia” with guide commission Mena Uly Tarigan and Lisnawita.

The goal this research was to know the incidence level of the bagworm against the age of oil palm in Matapao Estate on the produce plant or non produce plant. The research was carried out at Matapao Estate PT Socfin Indonesia, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai with place height ± 20 m on surface of sea. The research use Survey method with diagonal sample.

The result showed that the incidence level of bagworm on non produce plant was bigger than onn produce plant. The largest number of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 119 bagworms. The highest damage level of bagworm was found in Blok 28. It was 19.758%.

The highest incidence level of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 15 bagworms in every branches. The highest intensity of the bagworm incidences was found in 50th sample of Blok 27.it contains 50% that was included to middle cathegory.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq), bila diartikan secara harfiah merupakan golongan tanaman keras penghasil minyak nabati. Di dunia ini ada banyak spesies penghasil minyak nabati. Namun yang paling banyak dibudidayakan adalah kelapa sawit (Syamsulbahri, 1996).

Hingga kini belum ada kata sepakat mengenai asal usul kelapa sawit, namun secara umum para ahli cenderung beranggapan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika. Disamping itu, ada pula para ahli yang berpendapat bahwa mungkin kelapa sawit terbentuk ketika Amerika Selatan masih bersatu dengan Afrika sebelum terjadinya pergeseran benua. Jika ini benar permasalahan daerah kelapa sawit tidak menjadi masalah lagi (Mangoensoeharjo dan Semangun, 2003).

Berdasarkan komoditi yang timbul di Indonesia mulai dari awal pengembangan komoditi ini hingga sekarang dapat dikelompokkan menjadi beberapa masa pengembangan. Masa sebelum perang dunia II yaitu 1914-1942 merupakan awal industri komoditi sejalan dengan pengembangan perkebunan Indonesia khususnya di Sumatera Utara dan Aceh. Diawali tahun 1911 maka tahun 1940 di Sumatera Utara dan Aceh sudah terdapat 64 perkebunan dengan luas 104.800 ha. Luas tanaman yang menghasilkan mencapai 78.000 ha dengan produksi 239.887 ton minyak (Lubis, 1992)

(15)

ha. Jumlah produksi kelapa sawit pada tahun 2009 di Perkebunan Rakyat sebesar 1.119.490 ton, Perkebunan Negara sebesar 1.027.143 ton dan Perkebunan Swasta sebesar 1.011.511 ton. Pada tahun 2010 Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat sebesar 1.411.880 ton, Perkebunan Negara sebesar 1.052.821 ton dan Perkebunan Swasta sebesar 1.035.787 ton (BPS, 2012).

PT. Socfin Indonesia merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit terbaik dan tertua di dunia. Saat ini, PT. Socfin Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit seluas ± 38.000 ha, terdiri dari 9 kebun yang tersebar di propinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit tersebut, PT. Socfin Indonesia telah menerapkan aplikasi sustainable best agricultural management practice (www.socfindo.com , 2012).

Untuk mendapatkan produksi yang optimal, karakteristik dan faktor-faktor yang dapat menghambat produktifitas harus dipahami dan diupayakan solusinya. Salah satu permasalahan penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah serangan hama dan penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Hama yang umumnya menyerang adalah Setora nitens, Metisa Plana, Mahasena corbetii, Darna trima, dan lain-lain (Satriawan, 2012).

(16)

berbentuk bulatan. Apabila populasi ulat ini tinggi daun-daun yang terserang akan terlihat mengering seperti terbakar (Borror, 1996).

Ulat kantong adalah larva yang hidup pada kantong tersendiri. Mereka tetap tinggal pada kantongnya sampai dewasa pada ulat betina dan sampai pupa pada ulat jantan. Secara umum ulat kantong merupakan perusak dan diketahui sebagai serangga perusak pada berbagai tanaman. Ulat kantong merupakan hama penting yang paling sering muncul pada perkebunan sawit disebabkan potensinya untuk mencapai titik puncak serangan. Ambang batas untuk ulat kantong ini adalah 5 ulat per pelepah (Kok et al., 2011).

Kerusakan pada tanaman kelapa sawit akan terlihat secara jelas ketika sudah terjadi defoliasi sebesar 50%. Kerusakan pada tingkat ini akan mengurangi hasil hingga 10 ton Tandan buah segar (TBS)/ha (Hamim et al, 2011)

Akibat tingginya kerugian yang disebabkan serangan ulat kantong, terlebih karena pada semua umur tanaman kelapa sawit rentan terhadap serangan ulat ini maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat serangan ulat kantong terhadap umur tanaman kelapa sawit.

Tujuan Penelitian

(17)

Hipotesa Penelitian

Adanya pengaruh antara tingkat serangan ulat kantong terhadap umur tanaman kelapa sawit dimana tinggi populasi ulat kantong diduga tertinggi pada tanaman belum menghasilkan (TBM).

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Ulat kantong Metisa plana Walker

Biologi Hama

Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phyllum : Artropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Psychidae Genus : Metisa

Species : Metisa plana Walker

Telur baru ulat kantong berwarna kekuningan, diletakkan berkelompok antara 200-300 telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran diameter 200 μm dan panjang 300 μm. Permukaan telur dilapisi oleh lendir. Setelah 5-8 hari inkubasi telur akan menjadi transparan berisi neonat (larva kecil) yang sedang berkembang. Neonat berwarna coklat gelap dengan warna bercak hitan yang berbeda pada bagian tengah (Basri dan Kevan 1995).

(19)

instar 4 panjangnya 9.5 mm, instar 5 panjangnya 11,3 mm, instar 6 panjangnya 13 mm (Rhainds et al., 1995).

Pada masa pupa, larva melekat pada kantong yang berwarna coklat kekuningan. Pupa berukuran 6.1 mm, lebih pendek dari larva. Sex rasio pembentukan imago betina berbanding jantan berkisar antara 10:1 hingga 2:1 (Kok et al., 2011)

Imago M. plana berbentuk ngengat. Imago betina berukuran panjang 5.5 mm dengan diameter 2 mm. Imago jantan berukuran panjang 10-13 mm. Imago betina akan mati beberapa jam setelah mengeluarkan telur dengan jumlah yang besar pada kantongnya dan imago jantan akan hidup sekitar 3-4 hari. Sayap ulat kantong berwarna kecoklatan dengan tubuh yang berwarna hitam dan memiliki rambut (Rhainds et al., 1995).

Gejala Serangan

Kerusakan yang terjadi akibat serangan hama ini sangat kecil dan akan terjadi kerusakan besar ketika mereka ada dalam jumlah yang sangat besar. Larva muda memakan jaringan epidermis dan larwa yang lebih tua mampu membuat lubang pada daun kelapa sawit. Akan terjadi nekrosis dan skeletonisasi pada jaringan daun. Kerusakan ini akan berdampak pada pertanaman kelapa sawit ke depannya (Basri dan Kevan 1995).

(20)

Ketika jumlah ulat melampaui batas populasi kritis maka akan dilakukan pengendalian (Pahan, 2006)

Ulat kantong memiliki skala tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama ulat kantong terbagi atas 6 skala, yaitu 0 : sehat, 1 : Sangat ringan (1-20%), 2 : Ringan (21-40), 3 : Sedang (41-60%), 4 : Berat (61-80%), 5 : Sangat berat (81-100%) (Gambar 1).

Gambar 1: Tingkat kerusakan hama ulat kantong (foto langsung)

Skala 1 Skala 2

Skala 3 Skala 4

(21)

Ekologi hama

Hama ulat kantong merupakan hama polifag yang memakan daun dari berbagai jenis spesies tanaman. Informasi dari keseluruhan siklus hidup ulat kantong sangat penting untuk diketahui sebagai dasar pengendalikan hama tersebut. Informasi tentang kelemahan pada siklus hidupnya bisa dipahami dan digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong ini (Kusuma, 2011).

Naik turunnya serangan ulat kantong ditentukan oleh dinamika populasi larva. Perbedaan tanaman inang akan berpengaruh terhadap kemampuan larva dalam merusak tanaman. Faktor tekanan (stress) dari luar merupakan faktor negatif dalam perkembangan ulat. Pengurangan nutrisi pada tanaman yang mengakibatkan tanaman mengalami stress juga berpengaruh pada perkembangan ulat. Tanaman dengan nitrogen tinggi akan memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong dalam perkembangannya (Rhainds et al., 2009).

Ketersediaan musuh alami ulat kantong juga sangat memperngaruhi dalam perkembangannya. Musuh alami ulat kantong biasanya berupa parasitoid baik parasitoid larva maupun pupa. Namun ada juga predator seperti Sycanus sp. Semakin tinggi jumlah parastoid maka jumlah ulat kantong juga semakin sedikit. Adapun jenis parasitoid dari Metisa plana adalah Apanteles metesae Nixon, E. catoxanthae Ferr.Dan Eozenillia psychidarum Bar (Syed dan Sankaran, 1972).

(22)

Pengendalian

Dibawah ini merupakan beberapa tindakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi serangn ulat kantong:

1. Kelompok-kelompok populasi hama yang melampaui padat populasi kritis dikendalikan dengan menggunakan virus atau Bacillus thuringiensis.

2. Apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik, yakni pada saat terjadi ledakan populasi yang meliputi hamparan luas dan kepadatan populasinya di atas batas maksimum padat populasi kritis, maka dipilih jenis dan teknik aplikasi insektisida yang aman terhadap parasitoid dan predator.

3. Pada 3-15 hari setelah pelaksanaan pengendalian (tergantung jenis bahan dan teknik pengendalian yang digunakan), dilakukan evaluasi hasil pengendalian dengan melaksanakan pengamatan efektif ulang terhadap populasi hama.

4. Apabila masih dijumpai populasi hama di atas padat populasi kritis, maka harus dilakukan pengendalian ulangan. Jika perlu dilakukan penggantian jenis bahan serta teknik pengendalian yang digunakan.

(23)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilakukan di areal perkebunan Kelapa Sawit di PT Socfin Indonesia Kebun Matapao di Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian + 15 m dpl. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2012.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah pengait untuk mengait cabang pohon yang tinggi, plang untuk menandai penelitian, kamera Sony cybershot W220 untuk keperluan dokumentasi, helm dan sepatu untuk melindungi diri selama penelitian, alat tulis untuk menulis data

Adapun bahan yang dibutuhkan adalah tanaman kelapa sawit sebagai objek penelitian, ulat kantong sebagai objek penelitian, label untuk menandai pohon sampel, lem/selotip untuk menempelkan label.

Pelaksanaan penelitian

Pemilihan lokasi

(24)

Perkebunan Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia Kebun Matapao terdapat 3 afdeling. Penelitian ini terdapat di afdeling 2 Kebun Matapao. Pada afdeling ini terdapat 20 blok dimana masing-masing blok berukuran rata-rata 20 ha. Setiap blok tanam memiliki tahun tanam yang berbeda.

Pada areal pengamatan terdapat dua kelompok tanaman, yaitu tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Tanaman belum menghasilkan merupakan tanaman yang baru di tanam pada tahun 2009, 2010 dan 2011, sedangkan tanaman yang sudah menghasilkan adalah tanaman yang ditanam pada tahun 2008 atau lebih.

Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode diagonal (Budiarto, 2002). Sampel diambil mulai dari sudut blok, kemudian diamati berkelanjutan dengan arah diagonal. Pengambilan sampel pada penelitian ini sebanyak 10 blok dimana 5 blok untuk pengamatan pada tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan 5 blok pada tanaman yang sudah menghasilkan (TM).

Pada setiap hektar terdapat kira-kira 143 tanaman dengan pola tanam mata lima. Jadi setiap blok tanam terdapat 2860 tanaman. Jumlah sampel yang diambil adalah 286 tanaman dimana pengambilan sampel dilakukan secara diagonal. Hal ini sesuai dengan kaidah pengambilan sampel pada umumnya dimana sampel penelitian minimal sebesar 10% (Budiarto, 2002).

(25)

Periode Pengamatan

Periode pengamatan dilakukan sekali pengamatan secara menyeluruh, dimana pengamatan dilakukan pada pagi hingga siang hari. Ini dikarenakan pada siang hari adalah masa istrahat ulat kantong, sehingga mudah untuk diamati.

Peubah Amatan

Jumlah Hama

Pengamatan jumlah hama ini tidak dibedakan pada tiap pelepah tanaman. Pengamatan jumlah hama dilakukan menyeluruh pada tanaman kelapa sawit yang menjadi sampel yang kemudian dijadikan satu data, yaitu data jumlah hama.

Tingkat Serangan

Tingkat serangan yang dimaksud disini merupakan tingkat serangan berdasarkan jumlah hama yang terdapat pada pelepah tanaman sawit. Ambang kritis untuk hama ulat kantong in adalah 5 ekor per tanaman. Adapun tingkat serangan hama ulat kantong ini adalah sebagai berikut:

< 2 ekor/pelepah : Ringan 2-4 ekor/pelepah : Sedang

>5 ekor/pelepah : Berat (butuh penanganan) (Kok et al., 2011)

Kejadian Serangan Hama

Kejadian serangan hama merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang oleh hama ulat kantong terhadap seluruh jumlah tanaman yang menjadi sampel. Penghitungan kejadian serangan hama dilakukan dengan rumus:

K = __n _ N

(26)

Keterangan:

K = Kejadian serangan oleh hama tertentu

n = Jumlah tanaman yang terserang oleh hama tertentu N = Jumlah tanaman dalam satu plot

(Tulung, 2000)

Tingkat Kerusakan Tanaman

Tingkat kerusakan tanaman adalah besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ulat kantong terhadap tanaman kelapa sawit yang diukur dengan ketentuan (skor) tertentu. Tingkat kerusakan akibat serangan hama perusak daun (defoliator)ditentukan dengan rumus Kilmaskossu dan Nerokouw (1993):

Keterangan:

I : Tingkat kerusakan per tanaman ni : Jumlah tanaman dengan skor ke-i vi : Nilai skor serangan

N : Jumlah tanaman yang diamati V : Skor tertinggi

Tingkat skor yang digunakan adalah: 0 : sehat

1 : Sangat ringan (1-20%) 2 : Ringan (21-40)

3 : Sedang (41-60%) 4 : Berat (61-80%)

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Sampel

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sampel tanaman kelapa sawit dengan sistem pengambilan sampel menggunakan sistem diagonal. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 286 sampel untuk masing-masing blok.

Di perkebunan PT Socfin Indonesia Kebun Matapao, terdapat 20 blok pertanaman dimana sampel yang diambil hanya 10 blok pertanaman yang dipilih, dengan 5 blok tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan 5 blok tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Pada Tanaman belum menghasilkan (TBM) diambil tanaman dengan tahun tanam 2011-2009, sedangkan untuk tanaman menghasilkan (TM) diambil tanaman dengan tahun tanam 2008-2004.

2. Jumlah Hama, Tingkat Serangan dan Kerusakan Hama pada

Masing-Masing Tahun Tanam

(28)

Tabel 1 . Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2011

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2010

(29)
(30)

164 1 15 1.87 7.5

Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2008

(31)

49 2 2 0.11 3.33

Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2006

(32)

Tabel 6. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2004

Tahun Tanam 2011

Untuk tahun tanam 2011 dilakukan pengamatan pada blok 27 dan 34 dengan jumlah tanaman sampel masing-masing blok sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 1 di atas dapat dikemukakan bahwa jumlah hama, tingkat serangan dan tingkat kerusakan tanaman yang tertinggi pada tahun tanam 2011 terdapat pada sampel ke 50 pada blok 27 yaitu masing-masing 119 ekor/tanaman, 14.87 ekor/pelepah dan tingkat kerusakan tanaman sebesar 50%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat serangan ulat kantong termasuk ke dalam kategori berat (>5 ekor/pelepah)tingkat kerusakan tanaman pada sampel ke50 pada blok 27 termasuk kategori sedang dengan kriteria skala 3 (41-60%). Ini kemungkinan diakibatkan oleh penanganan yang lambat dan kontrol yang kurang baik.

Untuk jumlah hama, tingkat serangan dan tingkat kerusakan hama yang terendah terdapat pada sampel-sampel yang tidak tertera pada Tabel 1. Artinya dalam sampel yang tidak termasuk dalam Tabel 1, sampel tersebut tidak mengalami serangan hama ulat kantong.

(33)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa walaupun tahun tanamnya sama, namun jumlah tanaman yang terserang cukup jauh berbeda pada masing-masing blok. Jika pada blok 27 terdapat 15 tanaman yang terserang maka pada blok 34 hanya 3 tanaman yang terserang. Hal ini dikarenakan jarak antar blok pertanaman yang cukup jauh, sehingga penyebaran ulat kantong jauh berbeda. Perbedaan jumlah tanaman yang terserang ini juga disebabkan oleh faktor angin dan ketersediaan nutrisi pada tanaman. Rhainds et al., (2009) mengemukakan tentang berkurangnya jumlah hama ketika adanya pengurangan nutrisi pada tanaman . Pengurangan nutrisi tanaman yang mengakibatkan tanaman mengalami stress juga berpengaruh pada perkembangan ulat.

Tahun Tanam 2010

Untuk tahun tanam 2010 dilakukan pengamatan pada blok 33 dengan jumlah sampel 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 2 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama, dan tingkat serangan yang tertinggi pada tahun tanam 2010 terdapat

pada sampel ke 30 dengan jumlah hama 13 ekor dan tingkat serangan 1.62 (2 ekor/pelepah). Ini menunjukkan bahwa sampel termasuk pada kategori ringan

(34)

Jumlah pelepah dan hama yang menyerang tanaman sangatlah sedikit. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Pengendalian yang baik dan adanya musuh-musuh alami sangat berpengaruh terhadap keberadaan ulat kantong. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan mengenai adanya pengaruh musuh alami terhadap perkembangan ulat kantong. Musuh alami ulat kantong dapat berupa predator maupun padasitoid yang menyerang larva dan pupa seperti Sycanus sp. sebagai predaor dan Apanteles metesau sebagai parasitoid.

Tahun Tanam 2009

Untuk tahun tanam 2009 dilakukan pengamatan pada blok 28 dan 29 dengan jumlah sampel pada masing-masing blok sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama dan tingkat serangan yang tertinggi pada tahun tanam 2009 terdapat pada sampel 129 blok 18 dengan jumlah hama 78 ekor dan tingkat serangan 9.75 ekor/pelepah. Tingkat serangan ini termasuk pada kategori berat (>5ekor/pelepah) (Kok et al., 2011). dan membutuhkan penanganan. Untuk tingkat kerusakan yang tertinggi terdapat pada sampel 148 blok 28 sebesar 45%. Ini termasuk pada kategori sedang dengan kriteria skala 3 (41-60%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993) dan ini sudah memerlukan penanganan. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pelepah yang sudah terserang. Artinya sudah adanya pengendalian yang dilakukan sebelumnya karena banyaknya pelepah tanaman yang terserang, namun hama yang sedikit.

(35)

dapat disebabkan oleh letak blok yang berdekatan dan kontrol yang kurang baik, sehingga terdapat banyak hama yang mampu berkembang baik pada arel pertanaman ini. Ketersediaan nutrisi yang cukup pada tanaman juga sangat mempengaruhi dalam perkembangan ulat kantong. Tingginya kadar nitrogen dalam tanaman dapat menyuplai nutrisi yang cukup besar pada ulat kantong. Rhainds et al., (2009) mengemukakan mengenai pengaruh nitrogen dalam tanaman terhadap perkembangan hama. Daun tanaman sebagai sumber makanan ulat kantong yang memuliki banyak nitrogen akan sangat membantu dalam perkembangan ulat kantong. Daun yang segar akan memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong.

Tahun tanam 2008

Untuk tahun tanam 2008 dilakukan pengamatan pada blok 36 dengan jumlah sampel sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama dan tingkat serangan hama yang tertinggi pada tahun tanam 2008 terdapat pada sampel 48 dengan jumlah hama sebesar 93 ekor/tanaman dan tingkat serangan hama sebesar 5,17 ekor/pelepah. Ini termasuk dalam kategori berat (>5 ekor/pelepah) (Kok et al., 2011). Sedangkan untuk tingkat kerusakan yang tertinggi terdapat pada sampel ke 188 yaitu sebesar 20%. Ini termasuk dalam kategori sangat ringan dengan skala 1 (1-20%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993). Pada kategori ini tanaman kelapa sawit belum membutuhkan pengendalian namun memerlukan kontrol yang baik.

(36)

pada pengaruh perhatian dan kontrol yang baik dalam usaha pengendalian hama. Pahan (2006) mengemukakan kontrol yang baik dan penanganan yang tepat dapat menurunkan populasi hama ulat kantong. Selain kontrol tanaman musuh alami juga sangat membantu dalam menekan perkembangan hama. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan bahwa banyak sekali parasitoid alami yang mampu menekan perkembangan ulat kantong, baik itu parasitoid larva maupun pupa. Beberapa parasitoid yang menyerang ulat kantong adalah Apanteles metesae,

E. catoxanthae dan Eozenillia psychidarum.

Tahun Tanam 2006

Untuk tahun tanam 2006 dilakukan pengamatan pada blok 18 dan 19 dengan jumlah sampel pada masing-masing blok sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 5 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama, tingkat serangan dan tingkat kerusakan hama yang tertinggi pada tahun tanam 2006 terdapat pada sampel 18 blok 18 dengan jumlah hama sebesar 22 ekor/tanaman, tingkat serangan sebesar 1.22 ekor/pelepah dan tingkat kerusakan sebesar 10%. Untuk tingkat serangan ini termasuk ke dalam tingkat serangan yang ringan (<2 ekor/pelepah) (Kok et al., 2011) dan untuk tingkat kerusakan ini termasuk pada tingkat kerusakan yang sangat ringan dengan skala 1 (1-20%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993). Hal ini menunjukkan keadaan blok yang cukup baik dengan penanganan dan kontrol yang baik pula dari pihak pengelola.

(37)

hama. Kondisi angin yang sedikit juga mempengaruhi dalam mengurangi penyebaran hama. Selain itu penanganan dan pengendalian yang terpadu sangar dibutuhkan dalam menekan pertumbuhan ulat kantong pada tanaman yang lebih tua. Pahan (2006) mengemukakan kontrol yang baik akan sangat memudahkan dalam pengendalian. Pengendalian yang dilakukan biasanya dengan menyemprotkan agen hayati yang berperan sebagai agen antaganis seperti

Bacillus thuringensis. Keberadaan tanaman yang berdekatan meminimalkan kontak dengan tanaman lain yang mengalami serangan hama yang tinggi sehingga penyebaran hama juga berkurang

Tahun Tanam 2004

(38)

Di tahun tanam 2004 terdapat 2 blok yaitu blok 20 dan blok 21. Jumlah tanaman yang terserang sama besar yaitu 6 tanaman. Hal ini dikarenakan letak blok yang berdekatan sehingga kondisi lingkungan yang sama dapat pmempengaruhi jumlah hama. Melihat keadaan tanaman yang juga kurang ternutrisi akan sangat berpengaruh dalam perkembangan ulat kantong. Rhainds et al., (2009) mengemukakan bahwa tanaman inang yang kurang ternutrisi akan berpengaruh pada pertumbuhan hama. Jumlah hama dan besarnya ukuran ulat dipengaruhi oleh nutrisi makanannya. Keadaan tanaman yang kurang ternutrisi sangat memungkinkan menjadi penyebab kurangnya serangan hama.

3. Kejadian Serangan Hama

Tabel 7. Data Hasil Pengamatan Sampel Kejadian Serangan Tanaman per

Blok

Tahun Tanam Kejadian Serangan (%)

2011 5.64

(39)

dari ulat kantong ini. Pernyebaran dari ulat kantong ini dapat dibantu dengan keberadaan angin yang cukup kencang mengingat keadaan pohon yang tidak terlalu tinggi dan kanopi yang belum terlalu lebar. Terlebih jumlah dan masa perkembangan yang besar dari ulat kantong mendukung dalam jumlah tanaman yang terserang hama.

Ketersediaan nutrisi yang cukup pada tanaman juga sangat mempengaruhi dalam perkembangan ulat kantong. Tingginya kadar nitrogen dalam tanaman dapat menyuplai nutrisi yang cukup besar pada ulat kantong. Rhainds et al.,

(2009) mengemukakan mengenai pengaruh nitrogen dalam tanaman terhadap perkembangan hama. Daun tanaman sebagai sumber makanan ulat kantong yang memuliki banyak nitrogen akan sangat membantu dalam perkembangan ulat kantong. Daun yang segar akan memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong.

4. Pembahasan

(40)

kantong, akan meningkatkan pertumbuhan ulat kantong. Daun tanaman yang mengandung banyak nutrisi akan menyediakan makanan yang cukup untuk perkembangan larva.

Tingkat serangan tertinggi pada semua blok yang terjadi selaras dengan jumlah hama, karena tingkat serangan merupakan perbandingan antara jumlah hama dengan jumlah pelepah yang diamati. Tingkat serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu 14.875 (15 ekor per pelepah) dimana pada tingkat serangan ini termasuk ke dalam kategori berat (>5ekor/pelepah) dan membutuhkan penanganan. Beratnya serangan ulat kantong dikarenakan areal pertanaman yang baru saja mengalami pengolahan untuk penanaman ulang. Areal baru akan mengurangi jumlah musuh alami ulat kantong. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan bahwa keberadaan musuh alami di areal pertanaman dapat menekan perkembangan ulat kantong. Semakin sedikit musuh alami maka perkembangan ulat kantong semakin tinggi

(41)

kerugian yang tinggi pada pertanaman kelapa sawit. Kondisi tanaman yang masih kecil tidak mampu menahan angin sehingga berhembus cukup kencang. Angin juga merupakan salah saru faktor pendukung dalam perkembangan ulat kantong. Angin yang kencang akan membawa larva yang kecil untuk berpindah ke pohon yang lain.

Persentase kejadian serangan yang tertinggi pada semua blok tamanan terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%. pengendalian yang terlambat adalah pemicu ttingginya kejadian serangan hama. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah tanaman yang terserang dan jumlah ulat kantong yang diketahui. Terlebih jumlah dan masa perkembangan yang besar dari ulat kantong mendukung dalam besarnya jumlah tanaman yang terserang. Rhainds, et al, (1995) menyatakan bahwa perkembangan hama ini sangat cepat. Induk betina dapat menghasilkan telur berkisar antara 200-300 butir dalam 1 kelompok telur. Rata-rata jumlah telur yang menetas dari satu kelompok telur adalah berkisar 140-210 neonat. Hama ini mempunyai tubuh yang kecil sehingga memungkinkan untuk penyebaran hama ini dibantu dengan tiupan angin.

(42)

menyatakan larva muda menggerogoti jaringan epidermis daun dan yang lebih dewasa akan menyebabkan daun berlubang. Rhainds et al., (2009) mengemukakan bahwa ulat kantong akan mencari daun tanaman yang memiliki0 nutrisi yang tinggi karena nutrisi yang tinggi akan sangat mendukun dalam perkembangan ulat kantong.

Terdapat banyak sekali tanaman yang mempunyai tingkat serangan nol, artinya tanaman tidak mengalami kerusakan serangan hama ulat kantong. Hal ini dikarenakan adanya perhatian dan sensus yang memudahkan untuk memantau dan mengendalikan hama ulat kantong. Pemutusan jalur serangan hama ini dengan teknik pengendalian secara terpadu juga sangat membatu dalam mencegah ulat kantong untuk berkembang. Pahan (2006) menyatakan bahwa apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik, maka dipilih jenis dan teknik aplikasi insektisida yang aman terhadap parasitoid dan predator.

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah kejadian serangan hama banyak terjadi pada tanaman muda (TBM) 2. Persentase kejadian serangan yang tertinggi terdapat pada blok 28 dengan

tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%.

3. Jumlah hama tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama/tanaman

4. Tingkat serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun

tanam 2011 yaitu 14.875 (15 ekor/pelepah) dengan kategori berat (>5 ekor/pelepah)

5. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50 termasuk dalam kategori sedang dengan kriteria skala 3 (41-60%)

6. Secara umum serangan ulat kantong di PT SOCFINDO Kebun Matapao dalam keadaan ringan

Saran

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Basri, M. W. and P. G. Kevan., 1995. Life history and feeding behaviour of the oil palm bagworm, M. plana Walker (Lepidoptera: Psychidae). Elaeis. 6(2):82-101.

Borror, J.D., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F., 1996. An Introduction to The Study of Insects Sixth Edition. UGM Press, Yogyakarta.

BPS, 2012. Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Ditjenbun, Jakarta.

Budiarto, E., 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta.

Fauzi, Y., Yustira, E.W., S. Iman, H. Rudi, 2004, Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta

Hamim, S., Purnomo, Hariri, M., 2011. Population Assessment And Approporiate Spraying Technique To Control Tha Bagworm (Metisa plana Walker) in North Sumatera And Lampung. J Agrivita, Vol 33 No 2. Bandar Lampung http://www.Socfindo.co.id, 2012. Profil Perkebunan. Diakses tanggal 18 April

2012

Kilmaskossu, S.T.E.M and J.P. Nero-kouw. 1993. Inventory of Forest Damage at Faperta Uncen Experi-ment Gardens in Manokwari Irian Jaya Indonesia. Proceedings of the Symphosium on Biotechnological and environmental Approaches to Forest and Disease Management. SEAMEO, Bogor.

Kok, C.C., Eng, O.K., Razak, A.R., dan Arshad, A.M., 2011. Microstructure and Life Cycle Of Metisa Plana Walker. J Sustainability Science and Management, Vol 6 No 1; 51-59. Malaysia.

Kusuma, D.S.I., 2011. Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid dan Predator untuk Pengendalian Hayati Ulat Kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit. FMIPA USU, Medan.

Lubis, A.U., 1992. Kelapa sawit Di Indonesia. Pusat penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala, Sumatera Utara

Mangoensoeharjo, S., dan Semangun, H., 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press, Yogyakarta.

(45)

Rhainds, M., G. Gries and C. Chinchilla. 1995. Pupation site and emergence time influence the mating success of female bagworms, Oiketicus kirbyi

(Lepidoptera: Psychidae). Entomologia Experimentalis et Applicata.

77:183-187.

Rhainds, M., D. R. Davis and P. W. Price, 2009. Bionomics of Bagworm (Lepidoptera; Psychidae). Annu. Rev. Entomol. 2009. 54:209–26

Sastrosaputro, S., 2005. Budidaya kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta Satriawan, R., 2012. Kelimpahan Populasi Ulat Api dan Ulat Kantong Serta

Predator pada Perkebunan Kelapa Sawit Cikidang Plantation Estate, Sukabumi. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id pada tanggal 20 September 2012.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

Syed, R. A. and Sankaran, T., 1972. The Natural Enemies of Bagworns on Oil Palms in Sabah, East Malaysia. Pacific Insects 14 (1): 57-71

Tulung, M. 2000. Study of Cacoa Moth (Conopomorpha cramerella) Con-trol in North Sulawesi. Eugenia 6 (4): 294-299

(46)

LAMPIRAN

Data Bulanan Survey Hama

(47)
(48)

Bagan Penelitian

Gambar: pola tanam kelapa sawit (ha)

Gambar 2: Bagan Penelitian Keterangan: 34 = Blok 34

= jalan umum = jalan produksi 34

33

36

27

28 19

18 21

29

(49)

Gambar

Gambar 1: Tingkat kerusakan hama ulat kantong (foto langsung)
Tabel 1 . Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2011
Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2009
Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2008
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya kerja, fasilitas kerja, keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan unit

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Periode 2014-2016) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama

In the third step the predicted models from the Coarse Classification including the ratings and the new found edges from Image Based Verification are used together to do a

Keluaran Terpenuhinya Perbaikan Peralatan Kerja 1 Tahun Hasil Meningkatnya layanan Administrasi Perkantoran 0,77%. Kelompok Sasaran Kegiatan : Aparatur

Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah rumus korelasi Chi Square yaitu untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan harga diri

dalam pembuatan Tugas Akhir robot becak dengan sensor kamera CMUCam menggunakan ATMega8535.. BAB IV : HASIL