• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring Perawat di RSU Kabanjahe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring Perawat di RSU Kabanjahe"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL PERAWAT

DENGAN PERILAKU

CARING

PERAWAT

DI RSU KABANJAHE

SKRIPSI

Oleh:

Priskila Br Meliala 101101136

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring Perawat di RSU Kabanjahe”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran yang berharga bagi penulis.

4. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, sp. Mat selaku dosen penguji yang telah memberikan saran yang berharga bagi penulis.

5. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen Fakultas Keperawatan yang telah menguji validitas kuesioner kecerdasan emosional dan perilaku

caring serta memberikan tanggapan dan saran kepada penulis.

6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen Fakultas

Keperawatan yang telah menguji validitas kuesioner kecerdasan emosional dan memberikan tanggapan dan saran kepada penulis.

7. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd selaku dosen Fakultas

Keperawatan yang telah menguji validitas kuesioner kecerdasan emosional dan memberikan tanggapan dan saran kepada penulis.

8. Ibu Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep, Ns, MNurs (MntlHlth) selaku dosen Fakultas Keperawatan yang telah menguji validitas kuesioner perilaku

caring dan memberikan tanggapan dan saran kepada penulis.

9. Ibu Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Komite Etik

Keperawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah menguji validitas kuesioner perilaku caring dan memberikan tanggapan dan saran kepada penulis.

10. Direktur RSU Kabanjahe dan Ibu Horde Herda br Bangun, S.Kep, Ners selaku Kepala Seksi Diklat RSU Kabanjahe yang telah memberikan informasi tentang RSU Kabanjahe serta izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSU Kabanjahe.

(4)

kepada penulis untuk melakukan uji reliabilitas instrumen di RSUD Sidikalang.

12. Semua pasien dan perawat di ruang VIP, ruang Paviliun, ruang Kelas, ruang 5 dan ruang 6 RSU Kabanjahe yang telah bersedia menjadi responden penelitian.

13. Semua pasien dan perawat di RSUD Sidikalang yang telah bersedia menjadi responden dalam uji reliabilitas instrumen penelitian ini.

14. Orang tua penulis Alm. P. Meliala dan N. br Ginting serta keempat saudara laki-laki penulis yang selalu memberikan doa, dukungan, serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

15. Sahabat-sahabat penulis yang senantiasa memberikan dukungan, doa, serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya bidang keperawatan.

Medan, 08 Juli 2014 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... ii

PRAKATA... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

ABSTRAK... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang... 1

2. Pertanyaan Penelitian... 4

3. Hipotesis penelitian... 4

4. Tujuan penelitian... 5

5. Manfaat penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kecerdasan Emosional... 7

1.1 Definisi kecerdasan emosional... 7

1.2 Komponen dasar kecerdasan emosional... 7

1.2.1 Kesadaran diri... 7

1.2.2 Pengaturan diri... 8

1.2.3 Motivasi... 9

1.2.4 Empati... 10

1.2.5 Keterampilan sosial... 11

1.3 Dimensi kecerdasan emosional... 13

1.4 Kecerdasan emosional dalam pekerjaan... 14

2. Perilaku Caring... 16

2.1 Konsep caring... 16

2.2 Faktor-faktor pembentuk caring... 17

2.3 Caring dalam praktik keperawatan... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP 1. Kerangka Konsep... 24

(6)

2. Populasi dan Sampel Penelitian... 26

2.1 Populasi penelitian... 26

2.2 Sampel penelitian... 26

3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 27

4. Pertimbangan Etik Penelitian... 28

5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas... 29

5.1 Instrumen penelitian... 28

5.2 Pengukuran validitas-reliabilitas... 31

6. Proses Pengumpulan Data... 33

7. Analisa Data... 33

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian... 36

1.1 Karateristik Responden... 36

1.2 Kecerdasan Emosional Perawat... 38

1.3 Perilaku Caring Perawat... 39

1.4 Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring Perawat... 41

2. Pembahasan... 41

2.1 Kecerdasan Emosional Perawat... 42

2.2 Perilaku Caring Perawat... 44

2.3 Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring Perawat... 47

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 49

2. Saran... 49

2.1 Pendidikan Keperawatan... 49

2.2 Penelitian Keperawatan... 49

2.3 Tenaga Perawat... 50

DAFTAR PUSTAKA... 51

Lampiran-lampiran... 54

1. Lembar persetujuan menjadi responden penelitian... 55

2. Jadwal penelitian... 56

3. Taksasi dana... 57

4. Instrumen penelitian... 58

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe ... 25 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden

kecerdasan emosional... 37 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden perilaku caring perawat ... 38 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden

kecerdasan emosional perawat ... 38 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jawaban perawat tiap indikator kecerdasan

emosional ... 39 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden perilaku caring perawat ... 39 Tabel 5.6 Distribusi frekuensi jawaban pasien tiap indikator perilaku caring ... 40 Tabel 5.7 Hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

Judul Penelitian : Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku

Caring Perawat di RSU Kabanjahe Nama Mahasiswa : Priskila Br Meliala

NIM : 101101136

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademi : 2014

Abstrak

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam menyadari dirinya, mengatur dirinya, memotivasi dirinya secara pribadi dan memahami perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain (empati) serta terampil dalam hal-hal sosial. Pelayanan keperawatan sangat memerlukan perawat yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasien secara biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring

perawat di RSU Kabanjahe. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling sebanyak 46 orang perawat dan 78 orang pasien. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 17 Maret 2014 sampai 03 Mei 2014 dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh perawat dan wawancara menggunakan kuesioner kepada pasien. Hasil analisa data menunjukkan tingkat kecerdasan emosional perawat 34.8% dalam kategori sedang dan 65.2% dalam kategori tinggi. Perilaku caring perawat 51.3% dalam kategori cukup baik dan 48.7% dalam kategori baik. Kecerdasan emosional dan perilaku caring perawat dikorelasikan dengan menggunakan Spearman rho dengan nilai � = 0.109. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe. Saran untuk penelitian selanjutnya agar meneliti tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional dan perilaku caring perawat.

(10)

Judu l Penelitian : The Relationship of Emotional Intelligence and Caring Behavior of Nurses in RSU Kabanjahe

Researcher : Priskila Br Meliala

NIM : 101101136

Major : Bachelor of Nursing

Academic Year : 2014

Abstract

Emotional intelligence is the ability of an individual to perceive, manage, and motivate his own self personally and understand the feeling, needs and interests of others (empathy) as well to be a sociable person. Nursing services really need a nurse who has a high emotional intelligence to meet the needs of the patients biologically, psychologically, sociologically, and spiritually. This study aims to identify the relationship between the emotional intelligence and caring behavior of nurses in RSU Kabanjahe (Kabanjahe Hospital). The sampling was done by using purposive sampling with the total of 46 nurses and 78 patients. The data were collected from March 17, 2014 until May 03, 2014 by using questionnaires filled by the nurses and by interviewing the patients by using those questionnaires. The results of the data analysis showed that 34.8% of the nurses have middle emotional intelligence and 65.2% have high emotional intelligence, 51.3% of nurses have fair caring behavior and 48.7% have good caring behavior. Emotional intelligence and caring behavior of the nurses are correlated by using the

(11)

Judul Penelitian : Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku

Caring Perawat di RSU Kabanjahe Nama Mahasiswa : Priskila Br Meliala

NIM : 101101136

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademi : 2014

Abstrak

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam menyadari dirinya, mengatur dirinya, memotivasi dirinya secara pribadi dan memahami perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain (empati) serta terampil dalam hal-hal sosial. Pelayanan keperawatan sangat memerlukan perawat yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasien secara biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring

perawat di RSU Kabanjahe. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling sebanyak 46 orang perawat dan 78 orang pasien. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 17 Maret 2014 sampai 03 Mei 2014 dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh perawat dan wawancara menggunakan kuesioner kepada pasien. Hasil analisa data menunjukkan tingkat kecerdasan emosional perawat 34.8% dalam kategori sedang dan 65.2% dalam kategori tinggi. Perilaku caring perawat 51.3% dalam kategori cukup baik dan 48.7% dalam kategori baik. Kecerdasan emosional dan perilaku caring perawat dikorelasikan dengan menggunakan Spearman rho dengan nilai � = 0.109. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe. Saran untuk penelitian selanjutnya agar meneliti tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional dan perilaku caring perawat.

(12)

Judu l Penelitian : The Relationship of Emotional Intelligence and Caring Behavior of Nurses in RSU Kabanjahe

Researcher : Priskila Br Meliala

NIM : 101101136

Major : Bachelor of Nursing

Academic Year : 2014

Abstract

Emotional intelligence is the ability of an individual to perceive, manage, and motivate his own self personally and understand the feeling, needs and interests of others (empathy) as well to be a sociable person. Nursing services really need a nurse who has a high emotional intelligence to meet the needs of the patients biologically, psychologically, sociologically, and spiritually. This study aims to identify the relationship between the emotional intelligence and caring behavior of nurses in RSU Kabanjahe (Kabanjahe Hospital). The sampling was done by using purposive sampling with the total of 46 nurses and 78 patients. The data were collected from March 17, 2014 until May 03, 2014 by using questionnaires filled by the nurses and by interviewing the patients by using those questionnaires. The results of the data analysis showed that 34.8% of the nurses have middle emotional intelligence and 65.2% have high emotional intelligence, 51.3% of nurses have fair caring behavior and 48.7% have good caring behavior. Emotional intelligence and caring behavior of the nurses are correlated by using the

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Caring adalah pusat praktik keparawatan. Caring merupakan bentuk dasar dari praktik keperawatan dimana perawat membantu klien pulih dari sakitnya,

memberikan penjelasan tentang penyakitnya, dan mengelola atau membangun

kembali hubungan. Sikap keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah kehadiran, sentuhan kasih sayang, dan selalu mendengarkan klien (Potter & Perry,

2009).

Hasil penelitian Amelia & Wahyuni (2008) menunjukkan masih rendahnya

persentase pelaksanaan caring di RS Haji Adam Malik Medan, yaitu 58% dan

tingkat kepuasan pasien 52%. Beberapa keluhan juga sering dilontarkan pasien

RS Haji Adam Malik Medan tentang pelayanan perawatnya seperti: kurang

ramah, tidak disiplin, tidak memperhatikan keluhan pasien. Dari hasil penelitian

tersebut bisa disimpulkan bahwa masih ada perawat yang belum caring sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan terhadap klien. Hasil penelitian Malini, Sartika,

Idianola (2009) juga ditemukan bahwa 65 orang perawat dari 82 orang perawat di

RS Dr. M. Djamil penerapan perilaku caring masih buruk. Hal yang sama ditemuka n oleh Awaliyah (2012) saat melakukan survei di RSUD Solok bahwa

87 orang perawat pelaksana dari 90 orang perawat pelaksana di RSUD Solok

(14)

Perilaku caring dipengaruhi oleh berbagai faktor dan salah satunya adalah motivasi diri. Namun dalam perkembangannya ditemukan bahwa perilaku caring

perawat tidak hanya dipengaruhi oleh motivasi, namun juga dipengaruhi oleh

kecerdasan dasar (Malini dkk, 2009). Oleh para ahli psikologi kecerdasan pada

diri manusia dibagi menjadi tiga yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan

emosional, dan kecerdasan spiritual (Notoatmodjo, 2012).

Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengenali

kondisi perasaannya secara pribadi dan perasan orang lain serta menggunakan

perasaan itu dalam berpikir dan bertindak (Nurhidayah, 2006). Sedangkan

Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosional atau emotional

intelligence adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola

emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Kecerdasan emosional penting dalam pekerjaan (Nurhidayah, 2006).

Kecerdasan emosional menempati posisi pertama dalam menentukan peralihan

prestasi puncak dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang menentukan suatu

keberhasilan adalah kecerdasan emosional 80% dan kecerdasan intelektual

sebesar 20% (Goleman, 2001). Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Martin

(2003) bahwa para pekerja yang berhubungan dengan banyak orang yang

menerapkan kecerdasan emosional dalam pekerjaan terbukti lebih sukses. Dengan

kecerdasan emosional seseorang bisa mengadakan hubungan yang baik dengan

(15)

Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh perawat (Nurhidayah, 2006).

Kecerdasan emosonal merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kemampuan perawat untuk berurusan dengan isu-isu lingkungan dan stres

pekerjaan (Landa et al., 2007). Perawat juga selalu berhubungan dengan klien

yang latar belakang budaya dan sifatnya berbeda. Perbedaan ini menuntut perawat

mengenali perasaan dirinya maupun orang lain dalam hal ini pasien dan

keluarganya (Nurhidayah, 2006). Empati dan keterampilan sosial merupakan

bagian dari kecerdasan emosional individu yang akan tampak pada perilakunya

kepada orang lain dalam hal ini perilaku caring terhadap pasien. Perawat juga harus melihat pasien secara holistik yaitu biopsikososiospiritual. Namun perawat

akan dapat melihat dan memenuhi kebutuhan pasien secara biopsikososiospiritual

jika biopsikososiospiritual perawat juga terpenuhi dengan baik.

Namun kenyataannya masih sering ditemukan perawat yang belum bisa

mengelola emosionalnya. Hal tersebut dibuktikan oleh Waryanti (2011) melalui

hasil penelitiannya bahwa dari hasil data yang didapat dari RSUD kota Semarang

ditemukan sebagian besar perawat masih kurang bisa mengelola emosional

mereka, yang berdampak pada pelayanan kepada pasien dan ditemukan adanya

komplain pasien setiap minggunya. Semua komplain tersebut tertulis pada buku

kritik dan saran yang dimiliki RSUD Semarang. Selain di RSUD Semarang, di

RSUD Kabupaten Indramayu juga ditemukan bahwa masih banyak juga keluhan

pasien dan keluarga yang dirawat di rumah sakit tersebut terhadap sikap dan

(16)

perawatlah yang 24 jam mendampingi dan mengetahui kondisi pasien (Rosalina,

2008).

Hal yang hampir sama juga ditemukan dari hasil survei awal dan

pengalaman peneliti di RSU Kabanjahe yaitu masih ada ditemukan perawat yang

kurang bisa mengelola emosional yang berdampak pada perilaku caring terhadap pasien. Hal yang ditemukan peneliti adalah perilaku perawat yang kurang tanggap

terhadap kebutuhan pasien dan kurang ramah terhadap pasien dan keluarganya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tergerak untuk meneliti bagaimana

hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe.

2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dari penelitian ini adalah:

2.1 Bagaimanakah kecerdasan emosional perawat di RSU Kabanjahe?

2.2 Bagaimanakah perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe?

2.3 Bagaimanakah hubungan antara kecerdasan emosional perawat dengan

perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe?

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang

(17)

4. Tujuan Penelitian

4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan

antara kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe.

4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

a) Mengidentifikasi kecerdasan emosional perawat di RSU Kabanjahe.

b) Mengidentifikasi perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe.

c) Mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional perawat dengan

perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe.

5. Manfaat Penelitian

5.1 Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perawat

tentang pentingnya kecerdasan emosional dalam meningkatkan perilaku caring

pada praktik keperawatan. Bagi pihak pengelola rumah sakit, hasil penelitian ini

diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk memberikan pembinaan

kepada perawat dalam hal meningkatkan kecerdasan emosional yang akan

(18)

5.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna

bagi perawat pendidik untuk mengintegrasikan dalam pembelajaran terkait

kecerdasan emosional dan perilaku caring perawat.

5.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dasar mengenai

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kecerdasan Emosional

1.1 Definisi kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengenali

kondisi perasaannya secara pribadi dan perasan orang lain serta menggunakan

perasaan itu dalam berpikir dan bertindak (Nurhidayah, 2006). Sedangkan

Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola

emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

1.2 Komponen dasar kecerdasan emosional

Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki lima

dasar kecakapan yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan

keterampilan sosial.

1.2.1 Kesadaran diri

Kesadaran diri dalam kecerdasan emosional melahirkan kecakapan

kesadaran diri, penilaian diri secara teliti, dan percaya diri. Kecakapan kesadaran

diri adalah kemampuan mengetahui emosi mana yang sedang dirasakan dan

mengapa hal itu terjadi, menyadari keterikatan antara perasaan dengan yang

dipikirkan, perbuat dan katakan, mengetahui bagaimana perasaan mempengaruhi

(20)

kelemahannya, menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman,

terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima umpan persefektif

baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri, mampu menunjukkan rasa

humor dan melihat diri sendiri dengan pandangan yang luas. Sedangkan

kepercayaan diri mencakup mereka yang berani tampil dengan keyakinan diri dan

keberadaannya, berani mengemukakan pendapat dan mau berkorban, tegas dan

mampu membuat keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan

(Goleman, 2001; Uno, 2008).

1.2.2 Pengaturan diri

Pengaturan diri yaitu kemampuan mengelola atau mengendalikan diri,

memiliki sifat yang dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi.

Pengendalian diri berarti mampu mengelola emosi dan sesuatu yang merusak dan

menekannya secara efektif, tetap teguh, dan tetap positif walaupun dalam situasi

yang paling berat. Sifat dapat dipercaya berarti memelihara norma kejujuran dan

integritas diri, bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan orang,

membangun kepercayaan, rendah hati untuk mengakui kesalahan dan berani

menegur perbuatan orang lain yang salah, serta berpegang pada prinsip secara

teguh walaupun akibatnya menjadi tidak disukai orang lain. Kewaspadaan berarti

bertanggung jawab atas kinerja pribadi. Sifat bersungguh-sungguh atau

kewaspadaan yaitu memenuhi komitmen dan menepati janji, bertanggung jawab

dalam mencapai tujuan dan cermat dalam bekerja. Adaptibilitas berarti memiliki

sikap terbuka dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Sikap yang

(21)

bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan, mau mengubah pendapat dan

strategi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Sedangkan inovasi berarti

mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan

informasi-informasi yang baru. Selain itu inovasi berarti selalu mencari gagasan baru dari

berbagai sumber, mendahulukan solusi-solusi yang asli dalam pemecahan

masalah, menciptakan gagasan-gagasan baru, serta berani mengubah wawasan

dan siap menanggung risiko akibat gagasan baru tersebut (Goleman, 2001; Uno,

2008).

1.2.3 Motivasi diri

Motivasi merupakan suatu kecendrungan emosi yang membuat dan

memudahkan meraih suatu tujuan. Motivasi terkait dengan dorongan prestasi,

komitmen, inisiatif, dan optimisme. Dorongan berprestasi merupakan dorongan

untuk menjadi lebih baik sesuai dengan standar keberhasilan. Ciri-ciri orang yang

memiliki kecakapan dorongan berprestasi adalah berorientasi kepada hasil yang

ingin dicapai, memiliki semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi

standar, menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil risiko yang

mungkin terjadi, mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi

ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik, serta terus belajar untuk

meningkatkan kinerja. Komitmen yaitu sikap setia kepada visi dan tujuan tempat

bekerja dan menyesuaikan diri dengan visi dan tujuan tersebut. Inisiatif berarti

kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. Karakter orang yang memiliki

(22)

nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan serta

aktif mencari kesempatan untuk mencapai tujuan kelompok. Sedangkan

Optimisme merupakan kegigihan dalam mencapai tujuan walaupun ada tantangan

dan kegagalan. Keterampilan yang dimiliki orang yang memiliki kecakapan

optimisme adalah tekun dalam mencapai tujuan meskipun banyak tantangan dan

kegagalan, memilki harapan untuk sukses, tidak takut gagal serta memandang

kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan (Goleman,

2001; Uno, 2008).

1.2.4 Empati

Empati berarti ikut merasakan yang dirasakan orang lain, mampu

memahami pikiran orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan

mampu menyesuaikan diri dengan orang lain. Empati juga berfokus pada

pelayanan, memahami orang lain, mengembangkan orang lain serta

memanfaatkan keragaman. Berorientasi pelayanan berarti mampu mengantisipasi,

mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain. Orang yang memiliki

kecakapan dalam orientasi pelayanan adalah orang yang memiliki keterampilan

memahami kebutuhan orang lain dan menyesuaikan semua itu dengan pelayanan

yang tersedia, mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan orang lain,

dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai, memahami pikiran orang

lain, serta bertindak sebagai konselor yang dapat dipercaya. Memahami orang lain

berarti mampu memperhatikan kondisi emosi orang lain dan mendengarkannya

dengan baik, menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap pikirannya, serta

(23)

Mengembangkan orang lain berarti mampu merasakan kebutuhan perkembangan

orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka. Sedangkan

memanfaatkan keragaman berarti menumbuhkan peluang melalui pergaulan

dengan bermacam-macam orang. Hal yang lain yang terkait keterampilan dalam

kecakapan memanfaatkan keragaman adalah mau bergaul dengan orang yang

memiliki latar belakang yang berbeda, memahami beragamnya pandangan dan

peka terhadap perbedaan antar kelompok, memandang keragaman sebagai

peluang, menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama

serta berani menantang sikap membeda-bedakan (Goleman, 2001; Uno, 2008).

1.2.5 Keterampilan sosial

Keterampilan sosial dalam kecerdasan emosional meliputi pengaruh,

komunikasi, kepemimpinan, katalisator, perubahan, manajemen konflik, pengikat

jaringan, kolaborasi dan kooperasi, dan kemampuan tim. Kecakapan pengaruh

berarti mereka terampil dalam mempengaruhi orang lain, menyesuaikan presentasi

untuk menarik hati pendengar, menggunakan strategi yang rumit seperti memberi

pengaruh tidak langsung untuk memberi dukungan, serta memadukan dan

menyelaraskan peristiwa-peristiwa dramatis agar menghasilkan sesuatu yang

efektif. Orang yang memiliki kecakapan komunikasi adalah mereka yang

memiliki kemampuan dalam memberi dan menerima, menyertakan komunikasi

nonverbal, menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda, mendengarkan

dengan baik, berusaha saling memahami, dan bersedia berbagi informasi secara

(24)

konflik adalah orang yang mempunyai keterampilan menangani orang-orang sulit

dan situasi tegang dengan diskusi, mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi

menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan

membantu mendinginkan situasi, menganjurkan diskusi secara terbuka untuk

mendapatkan solusi menang-menang. Kecakapan kepemimpinan berarti mampu

membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama, melangkah di

depan untuk memimpin apabila diperlukan, tidak peduli sedang dimana,

memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan tanggung jawab kepada

mereka serta memimpin melalui teladan. Keterampilan katalisator perubahan

adalah kecakapan dalam hal menyadari perlunya perubahan dan dihilangkan

hambatan, menjadi penggerak perubahan dan mengajak orang lain ke dalam

perjuangan itu serta membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh

orang lain. Kecakapan membangun ikatan adalah kemampuan menumbuhkan dan

memelihara jaringan tidak formal yang meluas, mencari hubungan yang saling

menguntungkan, membangun hubungan saling percaya dan memelihara keutuhan

anggota, serta membangun dan memelihara persahabatan pribadi di antara sesama

mitra kerja. Kecakapan kolaborasi dan kooperasi adalah keterampilan

menyeimbangkan fokus perhatian kepada tugas dengan perhatian kepada

hubungan, kolaborasi, rencana, informasi dan sumber daya, mempromosikan

suasana kerja sama yang bersahabat, serta mendeteksi dan menumbuhkan

kesempatan untuk kolaborasi. Kecakapan dalam kemampuan tim adalah suatu

kemampuan yang dimiliki mereka yang dapat menjadi teladan dalam kualitas tim

(25)

anggota tim agar berpartisipasi secara aktif dan penuh antusiasme serta

membangun identitas diri, semangat dan berkomitmen (Goleman, 2001; Uno,

2008).

1.3 Dimensi kecerdasan emosional

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional

mempunyai berbagai dimensi, secara garis besarnya dapat dikelompokkan

menjadi lima, yakni: intrapersonal, interpersonal, adaptability, stress management, dan general mood.

Intrapersonal adalah kemampuan-kemampuan yang timbul dalam diri

manusia. Kemampuan intrapersonal mencakup kemampuan menghargai dan

menerima sifat dasar pribadi yang pada dasarnya baik (self regard), kemampuan

mengenali perasaan sendiri (emotional self-awarness), kemampuan

mengekspresikan perasaannya sendiri (assertiveness), kemampuan mengarahkan dan mengendalikan diri dalam berpikir dan bertindak (independence), serta kemampuan menampilkan kemampuan atau kapasitas potensi dirinya ( self-actualization).

Interpersonal adalah kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain.

Kemampuan interpersonal mencakup kemampuan memahami, mengerti, dan

(26)

Adaptability adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi atau kondisi dalam kehidupan, lingkungan, kelompok atau masyarakat.

Kemampuan yang dimaksud mencakup kemampuan menghubungkan pengalaman

dan kondisi lingkungannya secara nyata (reality testing), kemampuan menyesuaikan emosi, pemikiran dan sikap terhadap perubahan situasi di

lingkungan atau kelompoknya (flexibility), serta kemampuan mengidentifikasi masalah untuk menemukan solusi yang tepat untuk masalah atau persoalan yang

dihadapi (problem solving).

Stress management adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi persoalan di dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga, tempat tinggal, dan

lingkungan kerja. Kemampuan yang dimiiki saat menghadapi kejadian dan situasi

yang penuh tekanan dan menanganinya secara positif (stress tolerance), kemampuan untuk menunda keinginan, dan keinginan untuk bertindak (impulse control).

General mood adalah kemampuan seseorang dalam mempersepsikan kehidupan sebagai hal yang positif, meskipun mengalami berbagai berbagai

hambatan dan masalah. Kemampuan seseorang untuk melihat aspek yang baik

dari kehidupan dan memelihara sikap positif, meskipun di saat yang tidak

menyenangkan (optimisme) dan kemampuan untuk merasa puas akan kehidupan, menikmati kehidupan pribadi dan orang lain (happiness).

1.4 Kecerdasan emosional dalam pekerjaan

Martin (2003) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan

(27)

menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini meliputi atasan, rekan

sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan bahwa sering kali

kita tidak mampu menangani masalah-masalah emosional di tempat kerja secara

memuaskan. Bukan saja memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga

perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita.

Kelebihan orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi

dibandingkan orang lain di dunia kerja dapat tercermin dari fakta berikut:

a. Pada posisi yang berhubungan dengan banyak orang, mereka lebih sukses

bekerja. Terutama karena mereka lebih berempati, komunikatif, lebih tinggi

rasa humornya, dan lebih peka akan kebutuhan orang lain.

b. Pada salesmen, penyedia jasa, atau profesional lainnya yang memiliki

kecerdasan emosional tinggi nyatanya lebih disukai pelanggan, rekan

sekerja dan atasannya.

c. Mereka lebih bisa menyeimbangkan rasio dan emosi. Tidak terlalu sensitif

dan emosional, namun juga tidak dingin dan terlalu rasional. Pendapat

mereka dianggap selalu objektif dan penuh pertimbangan.

d. Mereka menanggung stres yang lebih kecil karena biasa dengan leluasa

mengungkapkan perasaan, bukan memendamnya. Mereka mampu

memisahkan fakta dengan opini, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh

gosip, namun berani untuk marah jika merasa benar.

e. Berbekal kemampuan komunikasi dan hubungan interpersonal yang tinggi

(28)

f. Di saat lainnya menyerah, mereka tidak putus asa dan frustasi, justru

menjaga motivasi untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.

2. Perilaku Caring

2.1 Konsep caring

Caring merupakan pusat praktik keperawatan. Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berpikir, merasa, dan mempunyai

hubungan dengan sesama. Caring mencerminkan apa yang berhubungan dengan individu dan menggambarkan hubungan yang luas, dari cinta orangtua sampai

hubungan pertemanan, dari kepedulian terhadap teman sekerja sampai kepedulian

terhadap binatang peliharaan (Potter & Perry, 2009).

Watson dan Smith (2002) mengemukakan bahwa caring adalah dasar dalam sebuah kesatuan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (kebaikan, kepedulian,

dan cinta terhadap diri sendiri dan orang lain). Caring digambarkan sebagai moral ideal keperawatan yang meliputi keinginan untuk merawat, kesungguhan untuk

merawat, dan tindakan merawat. Tindakan caring adalah pembeda antara tindakan

keperawatan dengan ilmu yan lain. Tindakan caring meliputi komunikasi,

tanggapan yang positif, dukungan, atau intervensi fisik oleh perawat. Miller

(1995, dalam Kozier, 2010) mendefinisikan caring sebagai tindakan yang disengaja yang dapat memberi rasa aman baik fisik maupun emosi serta

keterikatan yang tulus dengan orang lain atau sekelompok orang. Sedangkan

(29)

atau komunikasi verbal dan dapat juga tidak. Namun kebanyakan tindakan caring

berupa non tindakan, sebagaimana yang diinginkan klien (Kozier, 2010).

Caring adalah hal utama dalam hubungan perawat-klien dan daya untuk melindungi dan meningkatkan harga diri klien. Misalnya, perawat menggunakan

sentuhan dan berkata jujur untuk menegaskan klien sebagai seorang manusia,

bukan benda, dan membantu mereka menentukan pilihan dan menemukan makna

dalam pengalaman sakit mereka (Kozier, 2010).

Madeline Leininger menggambarkan caring sebagai tindakan asistif, suportif, dan fasilitatif yang ditujukan bagi individu atau kelompok lain yang

memiliki kebutuhan yang nyata atau telah diantisipasi. Caring bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kondisi manusia dan menekankan pada aktivitas

yang sehat dan mudah dilakukan pada individu atau kelompok yang didasarkan

pada metode bantuan yang telah disetujui secara budaya. Leininger juga

menyatakan bahwa caring penting bagi perkembangan, pertumbuhan dan

ketahanan hidup manusia. Caring dapat dilihat dan dirasakan dari perilaku caring

seperti kenyamanan, kasih sayang, kepedulian, perilaku koping, empati,

memudahkan, memfasilitasi, minat, keterlibatan, tindakan konsultasi kesehatan,

tindakan instruksi kesehatan, tindakan pemeliharaan kesehatan, kehadiran,

sentuhan dan lain-lain (Kozier, 2010).

2.2 Faktor-faktor pembentuk caring

Watson (1988, dalam Potter & Perry, 2009) menekankan bahwa dalam

(30)

berikut: membentuk sistem nilai humanistik-alturistik, menciptakan keyakinan

dan harapan, meningkatkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain,

membangun pertolongan, kepercayaan, hubungan caring manusia, meningkatkan dan mengungkapkan perasaan positif dan negatif, menggunakan proses caring

yang kreatif dalam penyelesaian masalah, mempromosikan proses

belajar-mengajar yang interpersonal, menyediakan lingkungan yang mendukung,

melindungi, dan memperbaiki suasana mental, fisik, sosial, dan spiritual,

membantu dalam pemenuhan kebutuhan manusia serta mengijinkan adanya

kekuatan-kekuatan fenomena yang bersifat spiritual.

Membentuk sitem nilai humanistik-alturistik dalam praktik adalah

menggunakan kebaikan dan kasih sayang serta sikap yang terbuka untuk

meningkatkan persetujuan terapi pada klien. Nilai humanistik-alturistik dalam diri

seseorang dapat dinilai dari usia dini. Serta nilai-nilai humanistik-alturistik itu

bisa didapatkan dari orangtua dan dapat ditingkatkan melalui pengalaman hidup,

paparan terhadap nilai-nilai di lingkungan dimana seseorang itu berada.

Menciptakan keyakinan dan harapan dilakukan dengan menciptakan suatu

hubungan dengan klien yang menawarkan maksud dan petunjuk saat mencari arti

dari suatu penyakit. Hal menciptakan keyakinan dan harapan tersebut sangat

penting. Perawat perlu selalu berpikir positif dengan harapan pemikiran itu bisa

menular kepada pasien untuk meningkatkan kesembuhan dan kesejahtraan pasien.

Meningkatkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain dapat

terwujud dengan cara belajar menerima keberadaan diri sendiri dan orang lain.

(31)

perawat harus terlebih dahulu menerima kelemahan dan kelebihan dirinya

sehingga dia juga akan dapat menerima keberadaan orang lain.

Membangun pertolongan, kepercayaan, hubungan caring maksudnya adalah belajar membangun dan saling menolong dan percaya melalui komunikasi yang

efektif dengan klien. Selain itu hubungan saling percaya juga digambarkan

sebagai adanya hubungan yang jujur dan hangat.

Meningkatkan dan mengungkapkan perasaan positif dan negatif dalam

praktik adalah mendukung dan menerima perasaan klien. Dalam berhubungan

dengan klien, perawat menunjukkan kesiapan mengambil resiko atau rela

berkorban dalam berbagi dengan sesama.

Menggunakan proses caring yang kreatif dalam penyelesaian masalah dilakukan dengan menerapkan proses keperawatan secara sistematis. Dan

membuat keputusan pemecahan masalah dalam pelayanan yang berfokus kepada

klien.

Mempromosikan proses belajar-mengajar yang interpersonal yaitu dengan

cara perawat memberi informasi kepada klien dan memfasilitasi proses ini dengan

memberikan pendidikan kesehatan yang dibuat supaya dapat memampukan klien

memenuhi kebutuhan pribadinya. Klien juga bertanggung jawab untuk belajar dan

mendapatkan keterampilan terkait kondisinya.

Menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, dan memperbaiki

suasana mental, fisik, sosial, dan spiritual yaitu dengan membuat pemulihan

(32)

dengan meningkatkan kebersamaan, keindahan, kenyamanan, kepercayaan, dan

kedamaian.

Membantu dalam pemenuhan kebutuhan manusia yaitu perawat membantu

klien mendapatkan atau memenuhi kebutuhan dasar secara sengaja dan disadari.

Misalnya kebutuhan eliminasi, nutrisi, rasa aman dan nyaman serta kebutuhan

dasar yang lain.

Mengijinkan adanya kekuatan-kekuatan fenomena yang bersifat spiritual

yaitu dengan cara perawat membantu klien untuk mengerti tentang kekuatan

spiritual sehingga dapat memberikan pengertian tentang diri sendiri dan orang lain

serta dapat memahami arti kehidupan dan kematian.

2.3 Caring dalam praktik keperawatan

Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa caring merupakan hasil dari kultur, nilai-nilai, pengalaman, dan hubungan mereka dengan orang lain. Individu

yang tidak pernah mengalami perawatan dalam kehidupannya sering mengalami

kesulitan dalam mempraktikkan caring. Perawat melakukan caring menggunakan pendekatan pelayanan dalam setiap pertemuan dengan klien. Sikap keperawatan

yang berhubungan dengan caring dinilai dari kehadiran, sentuhan, mendengarkan, dan memahami klien.

Kehadiran merupakan suatu cara untuk mendekatkan diri dengan orang lain.

Fredriksson (1999, dalam Potter & Perry, 2009) menjelaskan bahwa kehadiran

berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di” berarti hadir secara fisik bagi klien,

(33)

secara interpersonal yang berarti perawat memberikan dirinya selalu ada untuk

klien.

Melalui kehadiran, kontak mata, bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan,

serta memiliki sikap positif dan bersemangat yang dilakukan perawat akan

tercipta suatu suasana keterbukaan dan saling mengerti. Melalui pertemuan

dengan klien, perawat dapat meningkatkan kemampuannya dengan belajar dari

klien. Dan juga dapat memperkuat kemampuan perawat untuk menyelenggarakan

pelayanan keperawatan yang sesuai dan adekuat (Potter & Perry, 2009).

Kehadiran perawat juga sangat penting dalam kondisi klien yang tertekan.

Karena kehadiran perawat dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan dan

rasa takut klien karena tertekan. Memberikan penjelasan yang seksama tentang

prosedur atau intervensi yang sedang diterima dan berada di samping klien

merupakan bentuk kehadiran yang sangat berarti bagi klien (Potter & Perry,

2009).

Sentuhan merupakan salah satu cara pendekatan yang menenangkan dimana

perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan

dukungan. Sentuhan juga membawa perawat pada suatu hubungan dengan klien

(Potter & Perry, 2009).

Fredriksson (1999, dalam Potter & Perry, 2009) menjelaskan bahwa

sentuhan dapat berupa kontak dan non kontak. Sentuh kontak seperti kontak

langsung kulit dengan kulit, sedangkan sentuhan non kontak adalah kontak mata.

(34)

Sentuhan dapat memberikan banyak pesan, oleh sebab itu harus dilakukan

dengan bijaksana. Namun, secara umum klien lebih menyukai sentuhan yang

berorientasi tugas, karena sebagian besar individu memberikan izin kepada dokter

dan perawat masuk ke dalam pribadinya untuk memberikan pelayanan (Potter &

Perry, 2009).

Mendengarkan merupakan kunci, karena hal ini menunjukkan perhatian

yang penuh dan bentuk ketertarikan perawat akan kondisi klien (Potter & Perry,

2009). Mendengarkan yang dimaksud bukan hanya sekedar mendengar tetapi

mengerti apa yang sampaikan serta memberikan respon balik terhadap lawan

bicara (Kemper, 1992 dalam Potter & Perry, 2009). Supaya mendengarkan

menjadi efektif, pendengar perlu menenangkan dirinya, mengunci mulut dan

terbuka serta penuh konsentrasi terhadap apa yang klien sampaikan (Fredriksson,

1999 dalam Potter & Perry, 2009).

Dengan aktif mendengar, perawat dapat memahami klien dan mengetahui

apa yang mereka rasakan dan butuhkan (Bernick, 2004 dalam Potter & Perry,

2009). Meskipun belajar mendengarkan terkadang memang sulit, namun

mendengarkan sangat berguna dalam rangka mendapatkan informasi dan

memperkuat hubungan perawat dengan klien (Potter & Perry, 2009).

Memahami klien berarti perawat menghindari asumsi, fokus pada klien, dan

ikut serta dalam hubungan caring dengan klien yang memberikan informasi dan petunjuk untuk dapat berpikir kritis dan memberikan penilaian klinis. Memahami

klien sebagai inti suatu proses digunakan dalam membuat keputusan klinis (Potter

(35)

Pemahaman klien merupakan pintu gerbang pelayanan, proses sosial yang

menghasilkan suatu ikatan dimana klien menjadi lebih mengenal perawat (Lamb

dan Stempel, 1994 dalam Potter & Perry, 2009). Ikatan tersebut dapat penting

bagi perawat sehingga dapat membantu klien terlibat dalam pelayanan dan

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah gambaran hubungan antara variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan

kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat.

Berdasarkan teori dan tujuan penelitian dalam penelitian ini maka kerangka

konsep penelitian ini digambarkan sebagai berikut.

Skema 3.1 Kerangka konsep hubungan kecerdasan emosional perawat dengan

perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe

Kecerdasan emosional :

Perilaku caring berdasarkan faktor karatif :

1. Nilai humanistik-alturistik 2. Keyakinan dan harapan 3. Sensitifitas

4. Pertolongan dan kepercayaan 5. Ekspresi perasaan positif dan

negatif

6. Proses caring yang kreatif dalam penyelesaian masalah

7. Proses belajar-mengajar yang interpersonal

8. Lingkungan yang mendukung, melindungi, dan memperbaiki suasana mental, fisik, sosial, dan spiritual

9. Pemenuhan kebutuhan manusia 10. Kekuatan fenomena yang bersifat

spiritual

(37)

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan kecerdasan emosional perawat dengan

perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe

Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil Skala

Variabel independen: kecerdasan emosional perawat

Kemampuan perawat RSU Kabanjahe dalam menyadari dirinya, mengatur dirinya, memotivasi dirinya secara

pribadi dan memahami

perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain (empati) serta terampil dalam hal-hal sosial.

Perilaku caring adalah tindakan yang dilakukan

perawat RSU Kabanjahe

terhadap pasien yang meliputi sepuluh faktor karatif caring perawat yaitu

(38)

sensitifitas, pertolongan dan kepercayaan, perasaan positif dan negatif, penyelesaian masalah, proses belajar dan mengajar interpersonal,

lingkungan yang mendukung, melindungi, dan

memperbaiki suasana mental, fisik, sosial, dan spiritual,

pemenuhan kebutuhan manusia, fenomena spiritual.

3 = sering

2 = kadang-kadang

1 = tidak pernah

Hasil skor yang

didapat adalah:

91 - 120 61 - 90 30 - 60

cukup baik 3. Perilaku

caring

(39)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi, yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring

perawat di RSU Kabanjahe.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1 Populasi penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di RSU

Kabanjahe dan seluruh pasien yang dirawat di ruang rawat inap RSU Kabanjahe.

Setelah peneliti melakukan survei awal pada bulan Oktober 2013 ke RSU

Kabanjahe, didapatkan data jumlah perawat di RSU Kabanjahe yaitu 64 orang.

Sedangkan jumlah rata-rata pasien per bulan yang di rawat di ruang rawat inap

RSU Kabanjahe dari bulan Januari sampai September 2013 yaitu 313 orang.

2.2 Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian atau yang mewakili dari populasi yang diteliti

(Wahyuni, 2011). Jumlah sampel ditentukan dengan perhitungan dari jumlah

populasi dengan tingkat kesalahan 1%, 5%, 10% (Sugiyono, 2010). Jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 46 orang perawat dan 147 orang pasien.

Jumlah sampel untuk pasien ditentukan berdasarkan tabel penentuan jumlah

(40)

Namun jumlah sampel yang tercapai untuk perilaku caring perawat saat penelitian adalah 78 orang. Hal ini disebabkan adanya program BPJS (Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial) yang terbentuk mulai bulan Januari 2014 yang

juga berlaku di rumah sakit swasta di Kabanjahe, sehingga masyarakat Kabupaten

Karo cenderung memilih perawatan di rumah sakit swasta yang memiliki fasilitas

yang lebih lengkap dibandingkan rumah sakit pemerintah seperti RSU Kabanjahe.

Selain itu, faktor lain yang juga mempengaruhi jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah pergantian pasien yang cukup lama karena lama rawat pasien di RSU

Kabanjahe cukup lama, serta keterbatasan waktu peneliti.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling

dimana kriteria sampel yang diambil telah ditentukan. Kriteria sampel perawat

adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap orang dewasa yaitu ruang VIP,

ruang kelas, ruang paviliun, ruang 5, dan ruang 6. Kriteria sampel untuk pasien

adalah pasien yang sudah dirawat di ruang rawat inap minimal selama 2 hari dan

sudah berusia 18 tahun.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSU Kabanjahe yang berada di Jalan Kapten

Selamat Ketaren Kabanjahe. Alasan Peneliti memilih RSU Kabanjahe sebagai

lokasi penelitian meliputi: (1) RSU Kabanjahe dengan tipe C merupakan rumah

sakit rujukan di Kabupaten Karo, (2) penelitian tentang hubungan kecerdasan

(41)

daerah asal peneliti. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai

Juni 2014, sedangkan pengumpulan data dilakukan pada tanggal 17 Maret 2014

sampai 03 Mei 2014.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian dilaksanakan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan izin dari direktur RSU Kabanjahe. Dalam

pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti menjelaskan tujuan dan prosedur

penelitian kepada responden yang memenuhi kriteria sampel. Calon responden

diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian dan menanyakan kesediaan

responden dalam menandatangani lembar persetujuan. Bagi responden yang tidak

bersedia, peneliti tidak memaksa.

Peneliti tetap menjaga kerahasian (confidentiality) dari responden dan tidak mencantumkan nama (anonimity) responden namun hanya inisial atau kode di lembar kuesioner yang diisi oleh responden.

Selama proses pengambilan data, peneliti melindungi subjek dari semua

kerugian baik material, nama baik dan bebas dari tekanan fisik dan psikologis

(42)

5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas - Reliabilitas

5.1 Instrumen penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang diteliti, maka instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu

kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep penelitian. Instrumen penelitian

berupa kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu data demografi, kecerdasan

emosional perawat dan perilaku caring perawat. a) Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi yang digunakan untuk mengkaji data demografi

responden dibagi dua yaitu data demografi perawat sebagai responden untuk

meneliti variabel kecerdasan emosional dan data demografi pasien untuk meneliti

variabel perilaku caring perawat. Data demografi perawat meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, dan agama. Data demografi pasien meliput i

usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lama rawat inap.

b) Kuesioner kecerdasan emosional

Kuesioner kecerdasan emosional bertujuan untuk mengidentifikasi

kecerdasan emosional perawat. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti berdasarkan

tinjauan pustaka yang menggambarkan kecerdasan emosional perawat. Kuesioner

ini terdiri dari lima komponen dasar kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri

(no 1, 3, 5, 9, 13, 15, 17), pengaturan diri (no 2, 4, 6, 7, 8, 10, 12), motivasi (11,

14, 16, 18, 20, 22, dan 35), empati (24, 26, 28, 30, 32, 33, 34), dan keterampilan

sosial (19, 21, 23, 25, 27, 29, 31). Kuesioner ini terdiri dari lima pernyataan

(43)

Pilihan jawaban pada kuesioner ini menggunakan skala Likert, yang terdiri dari empat penilaian jawaban yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan

selalu. Nilai untuk jawaban pernyataan positif yaitu tidak pernah bernilai 1,

kadang-kadang bernilai 2, sering bernilai 3, dan selalu bernilai 4, sedangkan nilai

untuk jawaban pernyataan negatif yaitu tidak pernah bernilai 4, kadang-kadang

berniai 3, sering bernilai 2, dan selalu bernilai 1. Skor tertinggi adalah 140 dan

skor terendah adalah 35. Wahyuni (2011) mengatakan bahwa untuk menentukan

panjang kelas dipakai rumus:

P = rentang kelas/banyak kelas

P merupakan panjang kelas yaitu selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah

dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi adalah 140 dan nilai terendah adalah 35

sehingga didapat panjang kelas = (140 – 35) / 3 = 35. Jadi hasil penilaian total

skor 35-70 dikategorikan kecerdasan emosional rendah, 71-105 kecerdasan

emosional perawat sedang, 106-140 kecerdasan emosional tinggi.

c) Kuesioner perilaku caring perawat

Kuesioner perilaku caring bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku caring

perawat. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka yang

menggambarkan perilaku caring perawat. Kuesioner ini terdiri dari sepuluh faktor karatif caring yaitu membentuk nilai humanistik-alturistik (no 2, 3, dan 20), keyakinan dan harapan (no 8, 10, dan 13), sensitifitas (no 16, 17, dan 19),

pertolongan dan kepercayaan (no 1, 4, dan 9), ekspresi perasaan positif dan

(44)

dan 29), lingkungan yang mendukung, melindungi, dan memperbaiki suasana

mental, fisik, sosial, dan spiritual (no 15, 18, dan 30), pemenuhan kebutuhan

manusia (no 21, 22, dan 24), dan kekuatan fenomena yang bersifat spiritual (no

25, 27, dan 28).

Pilihan jawaban pada kuesioner ini menggunakan skala Likert, yang terdiri dari empat penilaian jawaban yaitu tidak pernah (bernilai 1), kadang-kadang

(bernilai 2), sering (bernilai 3), dan selalu (bernilai 4). Skor tertinggi adalah 120

dan skor terendah adalah 30. Wahyuni (2011) mengatakan bahwa untuk

menentukan panjang kelas dipakai rumus:

P = rentang kelas/banyak kelas

P merupakan panjang kelas yaitu selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah

dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi adalah 120 dan nilai terendah adalah 30

sehingga didapat panjang kelas = (120 – 30) / 3 = 30. Jadi hasil penilaian total

skor 30-60 dikategorikan perilaku caring buruk, 61-90 perilaku caring cukup baik, 91-120 perilaku caring baik.

5.2 Pengukuran Validitas dan Reliabilitas

Sebelum kuesioner digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu diuji

validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Validitas adalah suatu indeks yang

menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Reliabilitas

adalah indeks yang menunjukkan alat ukur yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur tersebut dapat dipercaya (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang valid dan

reliabel adalah instrumen yang mengukur apa yang seharusnya diukur dan akan

(45)

Uji validitas yang digunakan peneliti adalah dengan menggunakan uji

validitas isi (content validity). Dalam hal ini isi instrumen dibandingkan dengan teori yang terdapat pada tinjauan pustaka. Pengujian validitas dilakukan dengan

memberikan konsep dan instrumen yang digunakan kepada masing-masing tiga

orang ahli tiap instrumen yang dianggap ahli dibidangnya. Ahli yang diminta

untuk melakukan uji validitas kuesioner kecerdasan emosional adalah Ibu Rika

Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd, Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep, dan Ibu

Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen Fakultas Keperawatan USU.

Ahli yang diminta untuk melakukan validitas kuesioner perilaku caring adalah Ibu Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep, Ns, MNurs (MntlHlth) dan Ibu Diah Arruum,

S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen Fakultas Keperawatan USU serta ketua Komite

Etik Keperawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan yaitu Ibu Liberta

Lumbantoruan, S.Kp, M.Kep. Hasil uji validitas isi kuesioner kecerdasan

emosional dan perilaku caring perawat adalah 100% valid dengan nilai content validity indeks (CVI) adalah 1.

Setelah dilakukakan uji validitas maka dilakukan uji reliabilitas. Uji

reliabilitas dilakukan di RSUD Sidikalang pada tanggal 22 Februari 2014 sampai

1 Maret 2014 kepada 20 responden dari perawat dan 20 responden dari pasien

serta melakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi

yaitu dengan uji cronbach alpha. Nilai reliabilitas untuk instrumen kecerdasan emosional perawat adalah 0.884, sedangkan nilai reliabilitas untuk instrumen

(46)

dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya > 0.70. Alasan peneliti melakukan uji

reliabilitas di RSUD Sidikalang adalah karena RSUD Sidikalang memiliki tipe

yang sama dengan RSU Kabanjahe yaitu tipe C dan merupakan rumah sakit

rujukan di Kabupaten Dairi.

6. Proses Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin dari

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan dari RSU Kabanjahe.

Peneliti menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian kepada calon responden yang

memenuhi kriteria sampel. Calon responden diminta untuk berpartisipasi dalam

penelitian dan menanyakan kesediaan responden. Jika calon responden setuju

maka peneliti memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan kuesioner

untuk diisi. Kuesioner kecerdasan emosional diisi sendiri oleh responden perawat,

sedangkan kuesioner perilaku caring diisi oleh peneliti berdasarkan hasil wawancara terhadap pasien dengan menggunakan kuesioner. Responden yang

tidak bisa berbahasa Indonesia maka peneliti menterjemahkan isi kuesioner ke

dalam bahasa Karo. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti

dan diperiksa kelengkapannya. Apabila ada yang tidak lengkap, dilengkapi saat

itu juga dan selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.

7. Analisa Data

Peneliti melakukan pengolahan data atau analisa data setelah data terkumpul

(47)

Pertama editing, yaitu memeriksa atau mengoreksi data yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada

pencatatan di lapangan dan bersifat mengoreksi. Kuesioner kecerdasan emosional

perawat dan perilaku caring perawat segera diperiksa kembali setelah kuesioner tersebut telah terkumpul. Hasilnya adalah kedua kuesioner tersebut telah terisi

dengan lengkap. Kedua, coding, yaitu pemberian kode atau tanda berupa angka pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Peneliti menentukan

beberapa kode pada kuesioner yaitu memberi kode “1” untuk pilihan jawaban

“tidak pernah”, kode “2” untuk pilihan jawaban “kadang-kadang”, kode “3” untuk

pilihan jawaban “sering”, dan kode “4” untuk pilihan jawaban “selalu”. Peneliti

mengumpulkan semua data dalam tabel yang terdiri dari jumlah responden dan

jumlah item pernyataan kuesioner, kemudian mengisi tabel tersebut dengan

kode-kode yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya yaitu pengolahan data,

pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu

dengan menggunakan uji statistik deskriptif analisa frekuensi, mean dan standar

deviasi untuk analisa univariat dan korelasi Spearman rho untuk analisis bivariat.

Hartono (2008) mengatakan bahwa salah satu cara menentukan tingkat

normalitas data adalah dengan menggunakan skewness dan kurtosis. Data

dikatakan berdistribusi normal apabila nilai rasio skewness dan rasio kurtosis

berada pada rentang nilai -2 sampai +2. Hasil normalitas data pada kecerdasan

emosional perawat menggunakan nilai rasio skewness yaitu nilai

(48)

perilaku caring perawat didapat nilai rasio skewness yaitu nilai skewness/standar error skewness adalah 0.19, nilai rasio kurtosis yaitu nilai kurtosis/standar error

kurtosis adalah -3.81. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi

normal. Wahyuni (2011) mengatakan bahwa jika data tidak berdistribusi normal

maka uji yang digunakan adalah uji Spearman rho. Koefisien korelasi untuk

sampel dinotasikan dengan �. Batas-batas nilai koefisien korelasi

diinterpretasikan sebagai berikut (Wahyuni, 2011):

1. 0.000-0.199 berarti korelasinya sangat lemah.

2. 0.200-0.399 berarti korelasinya lemah.

3. 0.400-0.599 berarti korelasinya sedang.

4. 0.600-0.799 berarti korelasinya kuat.

(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian berdasarkan pengumpulan data

pada tanggal 17 Maret sampai dengan tanggal 03 Mei terhadap 46 orang

responden yaitu seluruh perawat yang bertugas di RSU Kabanjahe di ruang VIP,

ruang kelas, ruang paviliun, ruang 5, dan ruang 6, serta terhadap 78 orang

responden yaitu pasien yang dirawat di RSU Kabanjahe. Penyajian data meliputi

karakteristik responden, deskripsi kecerdasan emosional perawat, deskripsi

perilaku caring perawat, dan hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku

caring perawat di RSU Kabanjahe. 1.1 Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden untuk kecerdasan emosional perawat

terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama, dan lama kerja.

Karateristik responden untuk perilaku caring perawat terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan lama rawat. Data yang diperoleh untuk

kecerdasan emosional perawat menunjukkan bahwa kategori umur responden

terbanyak (41.3%) adalah dewasa akhir dengan rentang umur 36-45 tahun.

Mayoritas (84.8%) jenis kelamin responden adalah perempuan. Berdasarkan

tingkat pendidikan terakhir responden lebih dari setengah (56.5%) adalah tamatan

akademi keperawatan. Berdasarkan agama responden hampir mayoritas (73.9%)

(50)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik

Responden Kecerdasan Emosional Perawat (N=46)

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)

1 Usia

Remaja akhir (17-25) 8 17.4

Dewasa awal (26-35) 18 39.1

Dewasa akhir (36-45) 19 41.3

Lanjut usia awal (46-55) 1 2.2

2 Jenis Kelamin

Perempuan 39 84.8

Laki-laki 7 15.2

3 Pendidikan Terakhir

SPK 1 2.2

D3 26 56.5

S1 18 39.1

S2 1 2.2

4 Agama

Kristen Protestan 34 73.9

Islam 7 15.2

Katolik 5 10.9

5 Lama Kerja

Kurang dari 1 tahun 2 4.3

1-3 tahun 14 30.4

(51)

7-9 tahun 13 28.3

≥ 10 tahun 10 21.7

Deskripsi karakteristik responden untuk pasien menunjukkan bahwa

kategori umur responden terbanyak (34.6%) adalah manula dengan rentang umur

lebih dari 65 tahun. Berdasarkan jenis kelamin responden lebih dari setengah

(67.9%) adalah perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir responden

lebih dari sepertiga (35.9%) adalah tamatan SD. Lama rawat responden hampir

mayoritas (73.1%) adalah 3 hari atau lebih.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan

Karakteristik Responden Perilaku Caring Perawat Berdasarkan Persepsi

Pasien (N=78)

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)

1 Usia

Remaja akhir (17-25) 3 3.8

Dewasa awal (26-35) 8 10.3

Dewasa akhir (36-45) 4 5.1

Lanjut usia awal (46-55) 18 23.1

Lanjut usia akhir (56-65) 18 23.1

Manula (>65) 27 34.6

2 Jenis Kelamin

(52)

Laki-laki 25 32.1

3 Pendidikan Terakhir

Tidak sekolah 10 12.8

SD 28 35.9

SMP 9 11.5

SMA 25 32.1

D3 3 3.8

S1 3 3.8

4 Lama Rawat

2 hari 21 26.9

3 hari atau lebih 57 73.1

1.2 Kecerdasan Emosional Perawat

Dari tabel 5.3 diperoleh data hasil penelitian bahwa sebanyak 30 orang

responden (65.2%) memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi dan 16 orang

responden (34.8%) memiliki tingkat kecerdasan emosional sedang.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik

Responden Kecerdasan Emosional Perawat (N=46)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Tinggi 30 65.2%

Sedang 16 34.8%

(53)

Distribusi frekuensi masing-masing indikator kecerdasan emosional dapat

dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Perawat Tiap Indikator Kecerdasan

Emosional (N=46)

No Indikator Kecerdasan Emosional

Kecerdasan Emosional Tingg i

Kecerdasan Emosional Sedang

f % f %

1 Kesadaran diri 20 43.5 26 56.5

2 Pengaturan diri 29 63 17 37

3 Motivasi diri 27 58.7 19 41.3

4 Empati 25 54.3 21 45.7

5 Keterampilan sosial 25 54.3 21 45.7

1.3 Perilaku Caring Perawat

Dari tabel 5.4 diperoleh data hasil penelitian bahwa sebanyak 40 orang

responden (51.3%) memiliki perilaku caring yang cukup baik dan 38 orang responden (48.7%) memiliki perilaku caring yang baik.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik

Responden Perilaku Caring Perawat (N=78)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Baik 38 48.7%

Cukup baik 40 51.3%

(54)

Distribusi frekuensi masing-masing indikator perilaku caring dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Pasien Tiap Indikator Perilaku

Caring (N=78)

No Indikator Perilaku

Caring

4. Pertolongan dan

kepercayaan

55 70.5 21 26.9 2 2.6

5. Ekspresi perasaan

positif dan negatif

7. Proses belajar mengajar yang interpersonal

30 38.5 27 34.6 21 26.9

8. Lingkungan yang

mendukung,

melindungi, dan memperbaiki suasana mental, fisik, sosial, dan spiritual

72 92.3 5 6.4 1 1.3

9. Pemenuhan kebutuhan

manusia

3 3.8 24 30.8 51 65.4

10. Kekuatan fenomena yang bersifat spiritual

(55)

1.4 Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring Perawat Sebelum menentukan uji korelasi untuk mengindentifikasi hubungan

kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan metode analisis Skewness dan Kurtosis. Dari hasil uji,

didapat bahwa variabel kecerdasan emosional dan variabel perilaku caring tidak terdistribusi normal, sehingga uji yang dilakukan untuk menganalisis kedua

variabel adalah uji non-parametrik Spearman rho. Pada analisis data hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di RSU Kabanjahe didapati koefisien korelasi Spearman rho atau �=0.109 yang menunjukkan ada hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat dengan kekuatan hubungan sangat lemah dan arah hubungan positif, yaitu semakin tinggi kecerdasan

emosional perawat maka semakin baik pula perilaku caringnya terhadap pasien.

Tabel 5.7 Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku Caring

Perawat

Variabel Koefisien Korelasi Signifikan

Kecerdasan Emosional �=0.109 p=0.471

Perilaku Caring

2. Pembahasan

Dalam pembahasan ini peneliti mencoba membahas pertanyaan penelitian

Gambar

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan kecerdasan emosional perawat dengan
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik
Tabel 5.2
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedudukan TKW di dalam pergaulan sosial digambarkan memiliki rasa solidaritas yang kuat antar TKW dan TKW juga berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang ada

Stadia sungai dan stadia daerah pada satuan geomorfologi ini adalah stadia dewasa hingga tua (Nugroho, 2004) yang dicirikan dengan tidak adanya

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada parameter tinggi, berat basah serta luas daun tanaman sawi ( Brassica juncea L. ) memiliki hasil yang lebih baik pada perlakuan

Sahabat-sahabatku Bebol, Mega, Citra yang selalu menemani penulis, dan Steffen yang sudah berkenan menjadi mentor, teman-temanku, dan Anak-anak Psikologi angkatan

Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

Tuz devided the learner in to two group (experiment and control). The former was given picture containing sentences with psychological verb order as stimuli. The finding showed

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Pra

Dengan rumusan masalah apakah melalui penerapan metode index card match dapat meningkatkan prestasi belajar IPA materi ciri khusus makhluk hidup pada kelas 6 MI