DAYA TETAS DAN LAMA WAKTU PENETASAN TELUR IKAN RAINBOW (Melanotaenia Parva) PADA SALINITAS YANG BERBEDA
Oleh
DAHLIA MUBAROKAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA PERIKANAN
Pada
Jurusan Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
DAYA TETAS DAN LAMA WAKTU PENETASAN TELUR IKAN RAINBOW (Melanotaenia parva) PADA SALINITAS YANG BERBEDA
Dahlia Mubarokah1, Tarsim2, Tutik Kadarini3
ABSTRAK
Ikan hias adalah salah satu potensi budidaya perikanan yang cukup besar di indonesia. Budidaya ikan hias air tawar memiliki nilai eksport yang cukup tinggi dan berpeluang dapat meningkatkan devisa. Ikan hias dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan finansial. Ikan rainbow merupakan salah satu ikan hias air tawar yang memiliki warna, bentuk dan ukuran yang menarik, serta mudah dibudidayakan. Budidaya ikan rainbow memiliki kendala dalam ketersediaan benih dikarenakan lamanya waktu penetasan telur dan sering dijumpai telur yang membusuk pada saat proses penetasan. Salah satu solusi untuk mempercepat waktu penetasan telur yang dihasilkan adalah dengan melakukan rekayasa lingkungan seperti salinitas pada media budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap daya tetas dan lama waktu penetasan telur ikan rainbow. Desain penelitian yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 5 perlakuan (2; 4; 6; 8; dan 10 ppt) dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan tabel sidik ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penetasan menggunakan media salinitas berpengaruh terhadap lama waktu penetasan telur, salinitas tidak berpengaruh terhadap daya tetas telur. Salinitas yang baik untuk mempercepat waktu penetasan adalah salinitas 4 ppt.
Kata kunci: Ikan Hias, salinitas, embriogenesis dan lama waktu penetasan telur. 1
) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Unila E-mail: dahliaperikanan08@yahoo.com 2
) Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perairan Unila Jl. Sumantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Email:
3
DAYA TETAS DAN LAMA WAKTU PENETASAN TELUR IKAN RAINBOW (Melanotaenia parva) PADA SALINITAS YANG BERBEDA
Dahlia Mubarokah1, Tarsim2, Tutik Kadarini3
ABSTRAK
Ikan hias adalah salah satu potensi budidaya perikanan yang cukup besar di indonesia. Budidaya ikan hias air tawar memiliki nilai eksport yang cukup tinggi dan berpeluang dapat meningkatkan devisa. Ikan hias dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan finansial. Ikan rainbow merupakan salah satu ikan hias air tawar yang memiliki warna, bentuk dan ukuran yang menarik, serta mudah dibudidayakan. Budidaya ikan rainbow memiliki kendala dalam ketersediaan benih dikarenakan lamanya waktu penetasan telur dan sering dijumpai telur yang membusuk pada saat proses penetasan. Salah satu solusi untuk mempercepat waktu penetasan telur yang dihasilkan adalah dengan melakukan rekayasa lingkungan seperti salinitas pada media budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap daya tetas dan lama waktu penetasan telur ikan rainbow. Desain penelitian yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 5 perlakuan (2; 4; 6; 8; dan 10 ppt) dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan tabel sidik ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penetasan menggunakan media salinitas berpengaruh terhadap lama waktu penetasan telur, salinitas tidak berpengaruh terhadap daya tetas telur. Salinitas yang baik untuk mempercepat waktu penetasan adalah salinitas 4 ppt.
Kata kunci: Ikan Hias, salinitas, embriogenesis dan lama waktu penetasan telur. 1
) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Unila E-mail: dahliaperikanan08@yahoo.com 2
) Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perairan Unila Jl. Sumantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Email:
3
DAFTAR ISI
1. Klasifikasi dan morfologi ikan rainbow... 4 2. habitat... 3. pakan... 4. pemijahan induk... 5. fertilisasi... 6. faktor-faktor yang mempengaruhi penetasan... 7. Proses penetasan embrio ikan
III. METODE PENELITIAN C. Rancangan Penelitian ... 13
D. Prosedur Penelitian ... 14
1. Persiapan wadah uji... 14
a. wadah Uji ... 14
b. wadah pemijahan ... 14
2. seleksi induk ... 15
3. aklimatisasi ikan uji... 15
4. persiapan substrat ... 16
5. pemijahan ... 6. penghitungan telur ... 7. konsentrasi larutan garam (NaCl)... 8. parameter pengamatan ... a. lama waktu penetasan dan HR... b. SR (survivel rate) ... c. Panjang rata-rata larva ... d. Parameter kualitas air ... 16 IV. HASIL DAN PEMBAHSAN A. Hasil ... 19
V. KESIMPULAN
1 I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan hias adalah salah satu potensi budidaya perikanan yang cukup besar di
indonesia. Budidaya ikan hias air tawar memiliki nilai eksport yang cukup tinggi
dan berpeluang dapat meningkatkan devisa. Ikan hias dapat dijadikan alternatif
usaha yang dapat memberikan keuntungan finansial. Salah satu jenis ikan hias
yang dapat di budidayakan adalah ikan rainbow. Selain warna bentuk dan ukuran
yang menarik, ikan rainbow juga mudah di budidayakan (Nasution 2000). Ikan
rainbow merupakan salah satu ikan asal Indonesia dengan habitat asli Danau
Sentani, Irian Jaya. Budidaya ikan rainbow sudah dikembangkan di Indonesia
untuk pelestarian plasma nutffah.
Budidaya ikan rainbow masih memiliki kendala dalam ketersedian benih yang
dikarenakan lamanya waktu penetasan telur selain itu juga kendala yang sering di
jumpai adalah telur yang membusuk pada saat proses penetasan yang dikarenakan
lamanya waktu penetasan. Sehingga memperlambat proses budidaya dan produksi
benih ikan rainbow. Penetasan telur ikan rainbow memerlukan waktu yang cukup
lama yaitu sekitar 7 hari (Nugraha, 2004).
Salah satu cara untuk mempercepat waktu penetasan telur yang dihasilkan adalah
dengan melakukan rekayasa lingkungan. Faktor lingkungan seperti salinitas media
budidaya dapat mempengaruhi daya tetas dan lama penetasan telur dan kualitas
2 ikan. Apabila osmotik lingkungan (salinitas) berbeda jauh dengan tekanan
osmotik dalam telur ikan (kondisi tidak ideal) maka osmotik media akan menjadi
beban bagi telur sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk
mempertahankan osmotik telurnya (Dian, AN dkk, 2010) .Sampai saat ini belum
diketahui berapa kisaran salinitas yang optimum untuk penetasan telur ikan
rainbow. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian agar diketahui salinitas
optimum dalam media penetasan serta pengaruhnya terhadap lama penetasan telur
ikan rainbow .
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap daya tetas
dan lama waktu penetasan telur ikan rainbow.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh
salinitas terhadap daya tetas dan lama waktu penetasan telur ikan
rainbow(Melanotaenia parva).
D. Kerangka Pemikiran
Tingginya permintaan pasar akan ikan hias mendorong para petani ikan
memproduksi ikan hias sebanyak-banyaknya. Lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk membudidaya ikan hias menyebabkan para pembudidaya tidak dapat
memenuhi jumlah permintaan pasar. Perlu dilakukan teknik manipulasi salinitas
3 Daya tetas telur ikan akan menentukan kualitas larva yang dihasilkan, ikan Rainbow membutuhkan waktu 7 hari untuk menetas (Nugraha, 2004). Hal ini
disebabkan oleh proses perkembangan embrio yang berlangsung lama. Fase ini
cukup krisis sehingga lamanya proses menyebabkan kegagalan dalam perkembangan embrio yang ditandai banyaknya telur yang busuk. Salah satu faktor yang mempengaruhi lamanya penetasan telur ikan Rainbow yaitu kualitas
air dan lingkungan yang kurang sesuai. Menurut Bobe dan Labbé (2010) bahwa kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain status nutrisi induk jantan/betina, penanganan manajemen induk saat pemijahan (tingkat pembuahan),
faktor stres dan kondisi lingkungan seperti suhu, lama pencahayaan dan salinitas.
Salinitas merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi daya tetas dan
lama waktu penetasan pada telur ikan. Oleh karena itu diharapkan dengan kadar
salinitas yang optimum menjadikan embrio dapat berkembang lebih baik dan
proses perkembangan menjadi lebih cepat.
E. Hipotesis
Hipotesisi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho = Tidak ada pengaruh perbedaan salinitas terhadap daya tetas telur ikan rainbow (Melanotaenia parva).
H1 = Ada pengaruh perbedaan salinitas terhadap daya tetas telur ikan rainbow (Melanotaenia parva).
Ho = Tidak ada pengaruh perbedaan salinitas terhadap lama waktu penetasan telur ikan rainbow (Melanotaenia parva).
4 II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Biologi Ikan Rainbow 1. Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi ikan rainbow (ITIS, 2012) adalah :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Osteichthyes
Class : Actinopterygii
Subclass : Neopterygii
Infraclass : Teleostei
Superorder : Acanthopterygii
Order : Atheriniformes
Suborder : Athernoidea
Family : Melanotaeniidae
Genus : Glossolepis
5 Gambar 1. Ikan rainbow (Melanotaenia parva)
sumber : BPPBIH Depok
Ikan rainbow memiliki panjang makimal 15 cm pada indukan jantan , sedangkan
pada indukan rainbow betina memiliki panjang dan ukuran tubuh relatif kecil jika
di bandingkan dengan rainbow jantan. Ikan rainbow mempunyai bentuk tubuh
yang panjang dan pipih ke samping. Mempunyai dua buah sirip punggung yang
pertama letaknya paling depan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sirip
punggung sedangkan yang kedua berada di belakangnya. Warna dasar tubuhnya
suram tetapi mengkilap dengan bagian punggung kecoklatan, serta kekuningan
pada bagian perut. Selain itu pada sisi badannya terdapat banyak garis memanjang
berwarna coklat kemerahan (Daelami, 2010).
2. Habitat
Ikan rainbow tergolong dalam famili melanotaenidae yang terdistribusi di Irian
Jaya, Papua New Guinea, dan Australia dengan habitat kebanyakan air bersih
6 Hidayat, 2005). Ikan rainbow bersifat endemik di Danau Aitinjo dan Danau
Ajamaru, Irian Jaya (Allen,1995) Ikan ini aktif pada siang hari (diurnal) untuk
mencari makan dan beraktifitas (Allen, 1995).
3. Pakan
Ikan rainbow tergolong ikan pemakan segala (omnivora) sehingga bisa
mengkonsumsi pakan berupa hewan atau tumbuhan (Saputra, 2007). Pada benih,
pakan yang disukainya adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera
dan Moina sp. (Amri dan Khairuman, 2003). Ikan rainbow aktif mencari makan
pada siang hari (diurnal) (Allen, 1995). Pada malam hari, ikan rainbow lebih
banyak beristirahat (Amri dan Khairuman, 2008). Ikan rainbow juga merupakan
ikan pelagis yaitu ikan yang mencari makanan di permukaan air. Umumnya, ikan
jenis ini menghabiskan waktunya lebih lama berada di lapisan atas perairan
(Pemula, 2006).
4. Pemijahan induk
Pemijahan adalah sebagai salah satu bagian dari reproduksi yang merupakan mata
rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup suatu spesies. Hampir
semua ikan pemijahannya berdasarkan reproduksi seksual yaitu terjadi persatuan
sel reproduksi organ seksual yang berupa telur dari ikan betina dan spermatozoa
dari ikan jantan membentuk zigot. Persatuan kedua macam sel tersebut ada yang
terjadi di dalam tubuh dan ada pula yang terjadi di luar tubuh, pada ikan umumnya
7 Pemijahan ikan Rainbow dilakukan secara alami yaitu dengan cara memasangkan
indukan jantan dan betina dalam satu akuarium dengan perbandingan 1:1 .
selanjutnya diberi substrat berupa tali raffia agar induk dapat menempelkan
telurnya pada substrat tersebut . Substrat digunakan untuk menempelkan telur
yang dikeluarkan induk Rainbow. Seperti habitat aslinya, ikan Rainbow biasa
menempelkan telur pada tanaman air maupun bebatuan. Substrat yang dapat
digunakan untuk tempat menempelkan telur dapat berupa tanaman air, seperti
enceng gondok, ijuk halus atau tali plastik yang dibuat serabut. Dari ketiga
substrat tersebut substrat yang paling baik adalah dari tali plastik (Nasution,
2000). Sebelum digunakan substrat tersebut harus dicuci terlebih dahulu agar
terhindar dari penyakit, parasit atau bahan kimia. Tali plastik yang di
potong-potong sepanjang 30 cm, kemudian diikat pada salah satu ujung kemudian disikat
dengan sikat kawat sehingga berbentuk serabut memiliki kelebihan tidak busuk
dan memiliki daya lekat yang baik untuk telur. Disamping itu tali raffia mudah
diperoleh dan dapat digunakan berkali-kali.
Pemijahan Rainbow yang sulit diperkirakan, mengharuskan pengamatan
terus-menerus pada substrat yang dipasang. Telur yang menempel tampak berupa
butiran bening berdiameter 1 mm. Jika telah diketahui induk betina telah bertelur,
maka induk dipindahkan pada wadah yang berbeda meskipun induk jantan tidak
memakan telurnya. Hal tersebut dilakukan agar induk tidak mengganggu dalam
penetasan telur.
8 Perkembangan embrio diawali saat proses impregnesi, dimana sel telur (ovum)
dimasuki sel jantan (spermatozoa). Proses pembuahan pada ikan bersifat
monospermik, yakni hanya satu spermatozoa yang akan melewati mikropil dan
membuahi sel telur pada pembuahan ini terjadi percampuran inti sel telur dengan
inti sel jantan. Kedua macam inti sel ini masing masing mengandung gen
(pembawa sifat keturunan) sebanyak satu set (haploid). Sel telur dan sel jantan
yang berbeda dalam cairan fisiologis masing masing dalam tubuh induk betina
dan jantan masih bersifatnon aktif. Ada beberapa hal yang mendukung
berlangsungnya pembuhan dengan baik. Pada saat sel telur dan spermatozoa
dikeluarkan kedalam air mereka menjadi aktif. Spermatozoa yang tadinya non
aktif bergerak (motil) dengan mengunakan ekornya yang berupa cambuk. Berjuta
juta sepermatozoa dikeluarkan pada saat memijah dan menempel pada sel telur,
tetapi hanya satu yang dapat melewati mikrofil satu satunya lubang masuk
spermatozoa pada sel telur. Kepala spermatozoa masuk melalui mikropil dan
bersatu dengan inti sel telur sedangkan ekornya tertinggal pada saluran mikropil
tersebut, dan berfungsi sebagai sumbat untuk mencegah sel sel jantan yang lain
ikut masuk (Effendi, 2009).
Masuknya spermatozoa lewat mikropil harus berlangsung dengan cepat sekali
supaya persatuan kedua inti sel kelamin tersebut dapat terjadi, karena inti sel telur
akan bergerak dan daya gerak sperma itu sendiri sangat terbatas 1-2 menit saja
(Effendi, 2009). Spermatozoa lainnya yang bertumpuk pada saluran mikropil, ada
yang mengatakan akan dilebur dijadikan makanan sel telur yang telah dibuahi atau
zigot. Tetapi ada pula yang mengatakan dibuang, didorong keluar oleh reaksi
9 permukann chorion harus dibuang karena akan menggangu proses pernapasan
(metabolisme) zigot yang sedang berkembang. Cara pembuangan atau pelepasan
spermatozoa dengan reaksi korteks (Horvath, 2003). Percampuran inti sel telur
dan spermatozoa terjadi dalam sitoplasma telur. Persatuan kedua inti (pronuklei)
dari sel betina dan sel jantan bersatu dalam proses yang disebut amfimiksis
(Effendi, 2009).
Ada dua fungsi utama fertilisasi yaitu fungsi reproduksi dan fungsi
perkembangan. Pada fungsi reproduksi, fertilisasi memungkinkan perpindahan
unsur unsur genetik dari pada tetuanya . jika pada gametogenesis terjadi reduksi
unsur genetik dari 2n (diploid) menjadi n (haploid), maka pada fertilisasi
memungkinkan pemulihan kembali unsur genetiknya, n dari tetua jantan dan n
dari tetua betina sehingga diperoleh induvidu normal 2n. tanpa fertilisasi (kecuali
pada kasus-kasus tertentu), kesinambungan keturunan suatu spesies tidak akan
terjadi. Pada fungsi perkembangan, fertilisasi menyebapkan stimulus atau
rangsangan pada sel telur untuk menyelesaikan prosespembelahan meiosisnya dan
membentuk pronukleus betina yang akan melebur dengan pronukleus jantan
membentuk zigot. Jika tidak terjadi fertilisasi atau pembuahan, maka sel telur
tetap bertahan pada tahap metaphase II yang selanjutnya akan beregenerasi
(atresia) tanpa mengalami proses perkembangan selanjutnya (Nurman ,1998).
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetasan
Penetasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu. Suhu
mempengaruhi embrio dan proses penetasan embrio. Jika suhu rendah embrio
10 menyebabkan embrio menetas secara prematur, namun larva secara umum tidak
mampu bertahan hidup pada lingkungannya (Effendi, 2009). Selain suhu faktor
cahaya juga bisa mempengaruhi masa pengeraman ikan, jika masa pengeraman
telur diletakkan ditempat yang gelap maka akan menetas lebih lambat. Faktor luar
lainnya yang dapat mempengaruhi adalah gas terlarut dalam air terutama CO2 dan
amoniak dapat menyebabkan kematian embrio dalam masa pengeraman. Tekanan
CO2 dalam air telah diketahui dapat mempengaruhi unsur meristik yaitu jumlah
ruas tulang belakang. Bila tekanan CO2 dalam air tinggi jumlah ruas tulang
belakang embrio akan menjadi bertambah dan sebaliknya apabila tekanan gas CO2
berkurang maka ruas tulang belakang akan berkurang jumlahnya (Nugraha, 2004).
Kurangnya oksigen tidak hanya memperlambat perkembangan embrio tetapi juga
dapat menimbulkan kematian embrio. Jika gas oksigen rendah saat inkubasi telur
maka akan mengakibatkan ukuran kuning telur lebih kecil dan lemah di
bandingkan bila kandungan oksigen cukup tinggi ( Effendi, 1985). Selain suhu,
faktor cahaya,CO2 dan amoniak salinitas juga dapat mempengaruhi lama waktu
penetasan. Menurut Maetz dan Bornancin (1975) jika telur ikan dimasukan
kedalam salinitas yang lebih tinggi maka akan membuat telur ikan akan cepet
menetas dikarenakan kandungan sel klorid yang terdapat pada telur ikan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya salinitas.
7. Proses Penetasan Embrio Ikan
Proses penetasan embrio ikan terjadi bila embrio telah lebih panjang dari diameter cangkangnya (Lagler, 1962). Pada waktu akan terjadi penetasan, embrio sering
11 adanya pergerakan pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang lembek akan pecah. Biasanya pada bagian cangkang yang pecah ujung ekor embrio dikeluarkan terlebih dahulu sambil digerakan. Kepalanya dikeluarkan terakhir karena
ukurannya lebih besar dibandingkan dengan tubuhlainnya (Effendi, 2007).
Menurut Blaxter (1969) proses penetasan embrio terjadi apabilaadanya pelunakan
korion, karena enzim yang dikeluarkan oleh embrio. Pada saat akan terjadi
penetasan seperti yang telah dikemukakan, kekerasan korion semakin menurun.
Hal ini disebebkan oleh substensi enzim dan unsur kimia lainnya yang
dikeluarkan oleh ekstodermal di daerah pharynx.
B. Salinitas Perairan
Salinitas didefisikan sebagai jumlah total material padat dalam garam yang
terdapat dalam 1 kg air laut, dimana seluruh karbonat telah diionversi menjadi
oksida, bromida, dan iodida diganti oleh klorin dan seluruh materi organik telah
dioksidasi sempurna (Stickney, 1979). Salinitas juga merupakan konsentrasi total
ion-ion Na+, K+,ca2+, NO,Cl-,HCO, SO: yang ada pada air dan menggambarkan
konsentrasi total garam terlarut dalam air (Boyd, 1982). Secara langsung salinitas
mempengaruhi kehidupan organisme dalarn laju pertumbuhan, konsumsi pakan,
metabolisme, distribusi ikan dan tingkat kelangsungan hidup selanjutnya
dinyatakan pula bahwa perubahan salinitas dapat menyebabkan laju metabolisme
akanmenurun bila hewan berada diluar toleransi salinitasnya (Kinne, 1964).
NaCl (Natrium Chlorida)
Natrium (Na) adalah sala satu unsur alkali utama yang ditemukan di perairan dan
12 di perairan. Hampir semua senyawa natrium mudah larut dalam air dan bersifat
sangat reaktif. Salah satu sumber utama natrium di perairan adalah NaCl (Effendi,
2003). Menurut Joseph (1996), natrium (Na) merupakan mineral makro yang
memenuhi syarat-syarat sebagai unsur esensial untuk tubuh. Semua makhluk
hidup baik tumbuhan maupun hewan, memerlukan mineral tersebut untuk
metabolisme normalnya. Fungsi natrium dalam tubuh, yaitu untuk memelihara
tekan osmotik, menjaga keseimbangan asam-basa, mengatur masuknya zat
makanan ke dalam sel dan mengatur metabolisme air. Chlor (Cl) merupakan unsur
makro yang esensial untuk tubuh. Berbeda dengan natrium yang merupakan
kation utama dallam tubuh, maka chlor merupakan salah satu anion utama dan
berfungsi dalam mengatur tekanan osmosis dan menjaga keseimbangan asam-basa
tubuh (Joseph, 1996). Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut.
Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion Morida (C1-) dan ditemukan di
perairan alami dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya
13 III. METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.
B.Alat dan Bahan (1) Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain akuarium pemeliharaan induk 38x35x36 cm³ , baskom plastik, tali rafia, timbangan digital, termometer, pH
meter, DO meter, milimeter blok, centong plastik, gunting, aerasi, alat sipon serta alat tulis.
(2) Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah garam (NaCl)
(3) Ikan Uji
Ikan yang digunakan dalam penelitian adalah induk ikan rainbow (Melanotaenia parva)yang dipijahkan kemudian menghasilkan telur, telur dari hasil pemijahan tersebut diuji dengan air garam dengan salinitas yang berbeda.
C.Rancangan Penelitian
14 Perlakuan A sebagai kontrol 0ppt
Perlakuan B : Media air dengan salinitas 2 ppt
Perlakuan C : Media air dengan salinitas 4 ppt
Perlakuan D : Media air dengan salinitas 6 ppt
Perlakuan E : Media air dengan salinitas 8 ppt
Perlakuan F : Media air dengan salinitas 10 ppt
Analisis Data
Dilakukan analisis ragam uji F, jika ada pengaruh atau beda nyata dilakukan uji
lanjut BNT dengan selang kepercayaan 95% dan taraf nyata 0,05
D. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Wadah Uji
a. Wadah Uji
Mempersiapkan wadah uji berupa baskom plastik sebanyak 18 buah untuk 5
perlakuan dan tiga kali ulangan dan 1 perlakuan kontrol sebagai tempat
pemeliharan telur yang akan diuji. Wadah uji dicuci sebanyak 3 kali, kemudian
dibilas dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama 24 jam agar sisa-sisa
kotoran yang menempel pada dinding wadah uji hilang.
b. Wadah Pemijahan
Wadah pemijahan berupa bak sebagai wadah untuk pemijahan induk ikan
rainbow yang hasil telurnya akan diambil dan dihitung, dipindahkan pada wadah
15 2. Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan dengan memilih induk jantan dan induk betina sebanyak
30 ekor yang baik untuk kemudian dipijahkan agar dapat menghasilkan kualitas
telur yang baik. Induk jantan dan betina dipilih dengan ciri-ciri induk jantan
berumur ± tujuh bulan, panjang tubuh mencapai 5-8cm, warna tubuh lebih cerah,
terlihat agresif dan lincah, dan kondisi tubuh tidak ada yang cacat, sedangkan
pada induk betina berumur ± tujuh bulan, panjang tubuh hampir sama pada induk
jantan berkisar antara 5-7 cm, warna tubuh sedikit pudar, terlihat pasif dan kondisi
tubuh tidak ada yang cacat. Untuk mempercepat dan memperbanyak telur yang
dihasilkan dari proses pemijahan, maka pemijahan dilakukan secara masal dengan
memperbanyak induk betina daripada induk jantan yaitu masing-masing
pemijahan 6:4. Setelah induk jantan dan induk betina yang baik selesai diseleksi
maka induk dipelihara untuk proses aklimatisasi.
3. Aklimatisasi Ikan Uji
Induk jantan dan betina ikan rainbow yang akan digunakan dalam penelitian ini
diaklimatisasi terlebih dahulu selama tujuh hari didalam wadah pemijahan
berupa bak pemijahan yang telah dipersiapkan. Selama aklimatisasi benih ikan
diberi aerasi dan pakan. Pakan yang diberikan adalah pakan alami berupa Moina
sp dan pakan buatan pelet terapung sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore
secara ad libitum. Proses aklimatisasi bertujuan agar induk jantan dan betina yang
akan dipijahkan tidak merasa asing pada lingkungan baru dan dapat mengenal
16 4. Persiapan Substrat
Proses selanjutnya adalah membuat substrat atau selter sebagai tempat
menempelnya telur-telur ikan rainbow yang akan pelihara. Substrat dibuat dengan
menggunakan tali plastik yang digunting tipis-tipis hingga berserat kemudian
diikat membentuk substrat dengan menggunakan batu atau karang sebagai
pemberat substrat. Tali plastik yang akan digunakan direndam dengan air selama
sehari kemudian dijemur dibawah matahari agar bau dan kotoran-kotoran yang
menempel pada tali plastik hilang.
5. Pemijahan
Setelah proses aklmatisasi berlangsung selama tujuh hari, maka selanjutnya
adalah proses pemijahan dengan menaruh substrat berupa tali plastik bak
pemijahan pada sore harinya. Proses pemijahan ikan rainbow berlangsung secara
parsial atau bertahap, maka setiap substrat harus dilakukan pemeriksaan setiap
hari agar telur yang dihasilkan banyak dan sesuai dengan yang diharapkan.
6. Penghitungan Telur
Proses penghitungan telur dilakukan setiap hari dengan memeriksa substrat dari
masing-masing wadah pemijahan. Setiap subtrat yang telah terdapat telur yang
menempel kemudian digunting dan pindahkan pada wadah uji telah berisi larutan
garam (NaCl) sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Jumlah telur untuk
17 7. Konsentrasi Larutan Garam (NaCl)
Untuk konsentrasi larutan garam (NaCl) yang dipersiapkan untuk
masing-masing perlakuan adalah 2ppt; 4ppt; 6ppt; 8ppt; dan 10ppt. Setelah konsentrasi
larutan dipersiapkan, maka dapat segera dimasukkan kedalam wadah uji berupa
baskom plastik yang telah dipersiapkan.
8. Parameter Pengamatan a. Lama waktu penetasan
Lama waktu penentasan adalah waktu yang dibutuhkan telur untuk dapat menetas.
Pengamatan lama waktu penetasan diamati menggunakan mikroskop mulai dari
fertilisasi, perkembangan embrio telur ikan rainbow hingga telur menetas. Sampel
yang digunakan sebanyak 10 butir telur pada setiap perlakuan. Waktu perubahan
tiap fase perkembangan embrio dicatat dan didokumentasikan.
b. HR (Hatching Rate)
Hatching rate akan diamati selama proses penelitian berlangsung untuk
mengetahui % jumlah telur yang menetas . Hatching rate dihitung dengan
menggunakan rumus :
(Effendi, 1997).
18 Survival Rate yang diamati selama proses penelitian berlangsung untuk
mengetahui tingkat kelangsungan hidup larva. SR dihitung setelah benih berumur
30 hari. dihitung dengan menggunakan rumus :
(Effendi, 1997).
d. Panjang Rata-Rata Larva Rainbow
Pertumbuhan rata-rata larva rainbow yang telah menetas akan dihitung dengan
menggunakan miskroskop Olympus BX-4. Adapun prosedur pengamatan
pertumbuhan panjang rata-rata larva ikan rainbow adalah sebagai berikut :
1. Larva yang telah menetas dipindahkan ke dalam cawan petri dengan
jumlah 10 larva pada masing-masing perlakuan.
2. Larva kemudian dilihat pada miskroskop Olympus BX-41 yang
didalamnya telah dilengkapi mikrometer
3. Larva kemudian diamati panjangnya pada masing-masing perlakuan
kemudian dicatat.
e. Parameter Kualitas Air
Pengamatan kualitas air dilakukan saat penelitian yaitu : suhu, pH, DO,amoniak
dan nitrit .
Tabel 1. Pengamatan kualitas air dan alat yang digunakan
Paeramter Satuan Alat waktu
Suhu 0C Thermometer digital 2x/hari
pH Mg/L pH meter digital 1x/mgu
DO Ppm DO meter 1x/mgu
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Salinitas berpangaruh terhadap lama waktu penetasan
b. Salinitas tidak berpengaruh terhadap daya tetas
c. Salinitas yang baik utuk mempercepat waktu penetasan adalah salinitas 4
ppt
B. Saran
Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan terhadap perawatan larva pada salinitas
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G.R 1995. Rainboryfishes Of Australia And Papua New Guinea T.F.H, Publication inc. USA.
Amri, K., dan khairuman, A. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta
Balinsky, s. 1970. An Introduction to Embriology. W. B. Internasional Review of Cytology, 12:361-403. Saunders Company. London P:219-253
Blaxter, H.S. 1969. Development of eggs and larvae. In Fish physiology. W.S. Hoar and D.J. Randall. Academic Press, New York. (111) : 117-241.
Bobe, J.,and C. Labbé. 2010. Egg and sperm quality in fish. General and Comparative Endocrinology, 165(3):535-548.
Bouf, G dan P. Payan. 2001. Review : How Should Salinity Influence Fish Growth?.
Comparative Biochemistry and Physiology Part C. Elsevier Science Inc. 130 : 411-423.
Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. International Centre for Aquaculture. Agriculture Experiment Station. Auburn University, Alabama, USA.
Cholik, F., G. Ateng, Poernomo., dan J. Ahmad. 2005. Akuakultur. Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta.
Daelami, Deden 2010. Usaha pembenihan ikan hias air tawar. Jakarta : Penebar Swadaya
Diana, AN; Maisthah, ED; Mkhti, AT dan Triastuti J.2010. Embriogenesis Dan Daya Tetas Telur Ikan Nila (Oreocromis Niloticus) Pada Salinitas Yang Berbeda. Surabaya. Universitas Erlangga.
Effendi, M.I 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nustama. Yogyakarta
Effendi, M.I 2009. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta
Fujaya, Yushinta . 2004. Fisiologis Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta.
Giri, I.N.A, F. Johnny, K. Suwirya dan M. Marzuqi. 2003. Kebutuhan Vitamin C untuk Pertumbuhan dan meningkatkan Ketahan Benih Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol-Bali TA. 2003. Halaman: 133-143.
Gusrina. 2008. Budi Daya Ikan Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta. hal. 165- 174.
Guyton, A. C. dan J. E. Hall. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : Textbook of Medical Physiology. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal. 381- 388.
Horvath, S.i., 2003. Cryopreservatoin Of Common Carp Sperm. Departement Of Fish Culture, Szent Istvan University, K.U 1, 2103 Godolo. Hungary.
Joseph, G. 1996. Status Asam-Basa dun Metabolisme Mineral pada Ternak Kerbau Lumpur yang diberi Pakan Jerami Padi dun Konsentrat dengan Penambahan Natrium. Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kaneko, T., K. Shiraishi, F. Katoh, S. Hasegawa, and J. Hiroi. 2002. Chloride Cells During Early Life Kinne, 0. 1964. The Efect of Temperature and Salinity on Marine and Brackishwater Animals. 11. Salinity and Temperature-Salinity Combination. Oceanography and Marine Biology Annual Review. 2 : 281-339.
Kordi, M. G. dan Andi B. T. 2007. Pengolahan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka cipta
Lesmana, D dan Iwan D. 2006. Budidaya Ikan Hias Maanvis (Pterophylum sclarae). Jakarta : Penebar Swadaya.
Maetz, J. and M. Bornancin. 1975. Biochemical and Biophysical Aspects of Salt Excretion by Chloride Cells in Teleosts. Forts. Chr. Zool., 22 : 322- 362
Maisura, I. 2004. Pengaruh Perbedaan Salinitas terhadap Tetasan Telur dan Kelulushidupan Larva Ikan Manvis (Pterophyllum scalare). Jurnal Penelitian. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. 52 hal.
Nasution, S.N. 2004. Ikan Hias Air Tawar Rainbow. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nugraha, F.2004. Embriogenesis dan Perkembangan Larva Ikan Rainbow. Jurnal penelitian. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Stickney, R.R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Wiley and Sons, Inc. New York. USA.
Prunet, P dan M, Bornancin. 1989. Physiology of Salinity Tolerance in Tilapia : An Update of Basic and Applied Aspects.
Wibowo, A. H. 1993. Pengaruh Berbagai Tingkat Salinitas terhadap Kecepatan Menetas Telur Kakap Putih (Lates calcarifer) dan Presentase Larva yang Dihasilkan (D-0). Jurnal Penelitian. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.52
Jumlah telur yang menetas (HR)
Perlakuan Ulangan
1 2 3
A 38 40 40
B 35 40 40
C 40 40 40
D 37 35 39
E 38 37 35
F 35 38 33
Data HR rata-rata
Perlakuan Jumlah Rata-rata Telur Jumlah Rata-rata Telur Menetas HR (%)
A 40 39 98
B 40 38 95
C 40 40 100
D 40 37 93
E 40 37 93
F 40 35 88
Perhitungan menggunakan SPSS
Test of Homogeneity of Variances HR
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
*Fhit < Ftabel maka menerima Ho
Interprestasi = pada selang kepercayaan 95%, pemberian salinitas tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penetasan (HR) telur ikan rainbow
Kelangsungan hidup larva ikan rainbow
Perlakuan SR
Perlakuan Ulangan Rata-rata
SR
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Test of Homogeneity of Variances SR
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA SR
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 941.167 5 188.233 .799 .571
Within Groups 2825.333 12 235.444
Total 3766.500 17
*Fhit < Ftabel maka menerima Ho
. Alat dan Bahan Penelitian
(a).Wadah Uji (b). garam
(c) akuarium pemijahan (d) substrat
(e) STC (Salinity, temperature and conductivity) meter
Lanjutan Alat dan Bahan Penelitian.
(g) baskom plastik (h) Gelas Ukur
(i) Selang aerasi (j) Blower
(k) Milimeter blok
(m). Gambar pengamatan lama waktu penetasan
(n). Gambar kegiatan pengukuran larva