• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Pasangan Usia Subur Tentang Kanker Serviks dengan Pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014”,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Pasangan Usia Subur Tentang Kanker Serviks dengan Pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014”,"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGANPENGETAHUANDANSIKAPIBUPASANGANUSIASUBUR

TENTANGKANKERSERVIKSDENGANPEMERIKSAANIVADI

WILAYAHKERJAPUSKESMASPADANGBULAN

KECAMATANMEDANBARU

TAHUN2014

SKRIPSI

OLEH:

RUMONDANG PANDIANGAN NIM. 111021085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(2)

ii

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASANGAN USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN IVA DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU

TAHUN 2014

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

RUMONDANG PANDIANGAN NIM. 111021085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

(3)

i

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASANGAN USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN IVA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : RUMONDANG PANDIANGAN

No. Induk Mahasiswa : 111021085

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Kesehatan Reproduksi

Tanggal Lulus : 3 MEI 2014

Disahkan Oleh

Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yusniwarti Yusad,M.Si Maya Fitria,SKM,M.Kes NIP. 195105201987032001 NIP. 197610052009122003

Medan, Juni 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ii ABSTRACT

Early detection of cervical cancer can be done by Visual Inspection Method with acetic acid (IVA) which is a visual test using acetic acid in cervical cancer in order to see color change that occurs in cervical cancer after smear aimed to see the cells spread , dysplasia.

The aim of the research is to know the relation of knowledge and the attitude of Fertile Mother Couple about IVA in the Padang Bulan Community Health Center Medan in 2014. This research is applied by descriptive analytic with Cross sectional Approach. The population in this research is all mother who made visited to the Padang Bulan Community Health Center, the subject of this research were 100 Fertile Mother Couple and the techniques for collecting the data by

porposive sampling. The Data was obtained from an interview by using questionnaires and analyzed by using chi-Square.

The results of the study showed that the respondents knowledge about the IVA inspection, with good knowledge is 30 people (30%), the moderate knowledge 18 people (18%), knowledge less than 52 people 52% . The Respondent’s attitude about IVA investigation, which has a good attitude 52 people (52%), moderate attitudes are 44 people (44%), attitude less than 4 (4%). From Statistical Analysis result showed there is a significant relationship of knowledge between Fertile Mother Couple’s attitude with IVA in the Padang Bulan Community Health Center medan in 2014. It is hoped the Health Center Staff Padang Bulan Medan can enhance the promotion of health the IVA inspection.

Key words : knowledge, attitudes, IVA inspection

(5)

iii ABSTRAK

Deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan dengan metode sederhana dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang merupakan tes Visual menggunakan asam asetat pada serviks untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada serviks setelah dilakukan olesan bertujuan melihat adanya sel yang mengalami dysplasia.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu PUS dalam pemeriksaan IVA di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu PUS yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Padang Bulan, sampel dalam penelitian ini ibu PUS sebanyak 100 orang dan tehnik penarikan sampel dengan cara Accidental sampling. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan

chi-Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA, berpengetahuan baik 30 orang (30%), pengetahuan sedang 18 orang (18%), pengetahuan kurang 52 orang (52%). Sikap responden tentang pemeriksaan IVA, yang memiliki sikap baik 52 orang (52%), sikap sedang 44 orang (44%), sikap kurang 4 orang (4%). Hasil analisis statistik diperoleh ada hubungan pengetahuan yang signifikan antara pengetahuan ibu PUS dengan pemeriksaan IVA. Ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu PUS dengan pemerikssan IVA di puskesmas Padang Bulan medan Tahun 2014. Diharapkan kepada Tenaga Kesehatan di Puskesmas Padang Bulan Medan lebih meningkatkan promosi kesehatan tentang pemeriksaan IVA.

Kata kunci : Pengetahuan, sikap, pemeriksaan IVA

(6)

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rumondang Pandiangan

Tempat/Tanggal Lahir : Pandumaan, 8 April 1978

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Menikah

Nama Suami : Bastian Ritonga

Jumlah Anak : 2 Orang

Alamat Rumah : Jl. Sidikalang Sirisi-risi Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1987-1990 : SDN 176349 Pandumaan

2. Tahun 1990-1993 : SLTP Negeri 2 Dolok Sanggul 3. Tahun 1993-1996 : SPK PEMDA Tarutung

4. Tahun 1997-1998 : DI Kebidanan Rumah Sakit Elisabeth Medan 5. Tahun 2001-2004 : DIII Kebidanan Poltekes Medan

6. Tahun 2011-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

Riwayat Pekerjaan

1.Tahun 2005-2008 : Puskesmas Tarabintang

Kabupaten Humbang Hasundutan 2. Tahun 2008 – sekarang : RSUD Doloksanggul

Kabupaten Humbang Hasundutan

(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hu u ga Pe getahua Da “ikap I u Pasa ga Usia “u ur Te ta g Kanker Serviks Dengan Pemeriksaan IVA Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang

Bula Ke a ata Meda Baru Tahu 4 , ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr, Drs.Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs.Heru Santosa, MS, PhD selaku Ketua depertemen dan Kependudukan dan Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Sekaligus sebagai dosen penguji I

3. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, M,Si selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

4. Ibu Maya Fitri, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai.

(8)

vi

5. Ibu Asfriyati, SKM, M.Kes selaku dosen penguji II yang banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs, Jemadi M,kes, selaku dosen pembimbing Akademik yang memberikan petunjuk bagi penulis dalam mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universsitas Sumatera Utara.

8. Ibu dr.Rehulina Ginting, M.Kes, selaku Kepala Puskesmas Padang Bulan Medan yang telah memberikan ijin pada penulis untuk melakukan penelitian dan staf KIA/KB yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

9. Ayahanda dan ibunda tercinta, yang senantiasa memberikan doa dan dukungan yang tulus dan iklas kepada penulis.

10. Bapak dan Ibu mertua yang saya sayangi dan saya hormati, yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan bantuan, baik secara moril dan material sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini dengan baik.

11. Teristimewa kepada suamiku B Ritonga dan anak-anakku tercinta Audrine Nadya Ingrida Ritonga dan Albert Andrian Ritonga yang senantiasa memberikan semangat dan doa yang tulus sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.

12. Kakanda yang baik Donna Pandiangan, SKM, M.Kes dan seluruh keluarga yang sangat kusayangi yang senantiasa memberikan inspirasi dan semangat buat penulis untuk selalu semangat dan maju

13. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Darmaisuri, Rosiah, Winda, Alba,Novi, Jupri,Suri, Suryani, Tien, Nala dan semua sahabat/ teman

(9)

vii

angkatan 2011 serta pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan serta semangat selama perkuliahan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Kasih Karunianya kepada semua yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki, maka penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun dalam perbaikan skripsi ini.

Dan akhirnya semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi kita semua Amin.

Medan, Mei 2014 Penulis

(Rumondang Pandiangan)

(10)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Umum ... 9

1.3.2 Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kanker serviks ... 10

2.1.1 Defenisi Kanker serviks ... 10

2.1.2 Anatomi Serviks Uteri ... 11

2.1.3 Etiologi Kanker Serviks ... 11

2.1.4 Faktor Risiko Terjadi Kanker Serviks ... 11

2.1.5 Perjalanan Alamiah Kanker Serviks ... 15

2.1.6 Gejala Kanker Serviks ... 16

2.1.7 Stadium Kanker serviks ... 16

2.2 Deteksi Dini Kanker Serviks ... 18

2.3 Inspeksi Visual Asam Asetat ... 21

2.3.1 Pengertian ... 21

2.3.2 Perbandingan IVA tes penapisan lainnya ... 22

2.3.3. Indikasi Pemeriksaan IVA ... 22

(11)

ix

2.3.4. Kapan harus Menjalani Pemeriksaan IVA ... 23

2.3.5 Peralatan dan Bahan ... 24

2.3.6 Tehnik Pemeriksaan dan Interpretasi IVA ... 24

2.4 Pencegahan Kanker Serviks ... 25

2.5 Pengetahuan ... 26

2.6 Sikap ... 30

2.6.1 Pengertian ... 30

2.6.2 Komponen Pokok Sikap ……….. 30

2.6.3 Tingkatan Sikap……… 30

2.7 Kerangka Konsep………... 32

2.8 Hipotesa Penelitian ……… 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2 Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.3.1 Populasi ... 33

3.3.2 Sampel ... 34

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1 Data primer ... 35

3.4.2 Data Sekunder ... 35

3.5 Defenisi Operasional ... 36

3.6 Aspek Pengukuran ... 36

3.6.1Pengetahuan ... 36

3.6.2 Sikap ... 37

3.6.3.Tindakan ... 38

3.7 Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ... 38

3.7.1 Tehnik Pengolahan Data ... 38

(12)

x

3.7.2 Tehnik Analisa Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

4.1 Deskripsi wilayah kerja ... 40

4.1.1. geografi... 40

4.1.2. Kependudukan ... 40

4.1.3. Deskripsi Peleyanan Kesehatan ... 40

4.2 Karakteristik Responden ... 41

4.3 Pengetahuan Responden ... 43

4.4 Kategori Pengetahuan Responden ... 48

4.5 Sikap Responden ... 49

4.6 Kategori Sikap ... 52

4.7 Tindakan Responden ... 53

4.8 Analisa Statistik tentang Pemeriksaan IVA ... 54

4.8.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemeriksaan IVA ... 54

4.8.2 Hubungan Sikap dengan Pemeriksaan IVA ... 54

BAB V PEMBAHASAN ... 56

5.1 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pemeriksaan IVA 56 5.2 Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Pemeriksaan IVA 64 5.3 Hubungan Sikap Responden Dengan pemeriksaan IVA ... 71

5.4 Tindakan Responden Tentang Pemeriksaan IVA ... 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 75

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 42

Tabel 4.2 Distribusi Responden Yang Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Pengetahuan ... 43

Tabel 4.3 Distribusi Responden Yang Tidak Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pertanyaan pengetahuan ... 46

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tingkat pengetahuan ... 48

Tabel 4.5 Distribusi Responden Yang Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pernyataaan Sikap ... 49

Tabel 4.6 Distribusi Responden Yang Tidak Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pernyataan Sikap. ... 51

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap ... 52

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan IVA ... 53

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Tidak Periksa IVA... 53

Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan Dengan Pemeriksaan IVA ... 54

Tabel 4.11 Hubungan Sikap Dengan Pemeriksaan IV ... …… 54

(14)

ii ABSTRACT

Early detection of cervical cancer can be done by Visual Inspection Method with acetic acid (IVA) which is a visual test using acetic acid in cervical cancer in order to see color change that occurs in cervical cancer after smear aimed to see the cells spread , dysplasia.

The aim of the research is to know the relation of knowledge and the attitude of Fertile Mother Couple about IVA in the Padang Bulan Community Health Center Medan in 2014. This research is applied by descriptive analytic with Cross sectional Approach. The population in this research is all mother who made visited to the Padang Bulan Community Health Center, the subject of this research were 100 Fertile Mother Couple and the techniques for collecting the data by

porposive sampling. The Data was obtained from an interview by using questionnaires and analyzed by using chi-Square.

The results of the study showed that the respondents knowledge about the IVA inspection, with good knowledge is 30 people (30%), the moderate knowledge 18 people (18%), knowledge less than 52 people 52% . The Respondent’s attitude about IVA investigation, which has a good attitude 52 people (52%), moderate attitudes are 44 people (44%), attitude less than 4 (4%). From Statistical Analysis result showed there is a significant relationship of knowledge between Fertile Mother Couple’s attitude with IVA in the Padang Bulan Community Health Center medan in 2014. It is hoped the Health Center Staff Padang Bulan Medan can enhance the promotion of health the IVA inspection.

Key words : knowledge, attitudes, IVA inspection

(15)

iii ABSTRAK

Deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan dengan metode sederhana dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang merupakan tes Visual menggunakan asam asetat pada serviks untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada serviks setelah dilakukan olesan bertujuan melihat adanya sel yang mengalami dysplasia.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu PUS dalam pemeriksaan IVA di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu PUS yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Padang Bulan, sampel dalam penelitian ini ibu PUS sebanyak 100 orang dan tehnik penarikan sampel dengan cara Accidental sampling. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan

chi-Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA, berpengetahuan baik 30 orang (30%), pengetahuan sedang 18 orang (18%), pengetahuan kurang 52 orang (52%). Sikap responden tentang pemeriksaan IVA, yang memiliki sikap baik 52 orang (52%), sikap sedang 44 orang (44%), sikap kurang 4 orang (4%). Hasil analisis statistik diperoleh ada hubungan pengetahuan yang signifikan antara pengetahuan ibu PUS dengan pemeriksaan IVA. Ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu PUS dengan pemerikssan IVA di puskesmas Padang Bulan medan Tahun 2014. Diharapkan kepada Tenaga Kesehatan di Puskesmas Padang Bulan Medan lebih meningkatkan promosi kesehatan tentang pemeriksaan IVA.

Kata kunci : Pengetahuan, sikap, pemeriksaan IVA

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks adalah keganasan yang mengenai leher rahim yang merupakan

bagian bawah rahim yang menonjol ke puncak liang senggama (vagina) (Kemenkes,

2010). Kanker serviks sebagian besar disebabkan oleh adanya dengan infeksi virus

Human papiloma virus (HPV), sering terdapat pada ibu yang aktif secara seksual sejak usia muda, berganti-ganti pasangan seks, riwayat IMS, HIV/AIDS, perokok dan

sosial ekonomi rendah (Delia, 2010).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2008, kejadian kanker serviks sekitar 1.500.000 – 2.000.000 kasus setiap tahunnya di seluruh dunia

(Manuaba, 2010). Saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas

diantara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di

dunia. Prevalensi kasus kanker serviks di dunia mencapai 1,4 juta dengan 493.000

kasus baru dan 273.0000 mengalami kematian. Dari data tersebut lebih dari 80%

penderita berasal dari Negara berkembang, di Asia Selatan, Asia tenggara, Sub sahara

Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Nadia, 2009).

Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks

dan sekitar 8000 kasus diantaranya berakhir dengan kematian. Angka kejadian kanker

serviks di Indonesia tahun 2011 mencapai angka 100 per 100.000 penduduk pertahun,

dan penyebarannya terlihat terakumulasi di Jawa dan Bali. Angka itu diperkirakan

akan terus meningkat 25% dalam kurun waktu 10 tahun mendatang jika tidak

dilakukan tindakan pencegahan (Rasjidi, 2012).

(17)

Menurut data dari Yayasan Kanker Indonesia (2011) menyebutkan setiap

tahunnya sekitar 500.000 wanita didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari

250.000 wanita meninggal dunia.

Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, di Indonesia Insiden

penyakit kanker serviks berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter

Ahli Patologi Indonesia (IAPI ) di 13 Rumah Sakit di Indonesia kanker serviks

menduduki peringkat pertama 17,2% diikuti kanker payudara 12,2%. Tetapi dari

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2008 diketahui bahwa

kanker payudara menempati urutan pertama (18,4) sementara kanker payudara

sebesar (10,3%). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, insiden kanker serviks

76,2% diantara kanker ginekologi.

Data yang diperoleh dari dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara penderita

kanker serviks pada tahun 2011 terdapat 74 kasus dan pada tahun 2012 terdapat 331

kasus. Di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada tahun 2009

ditemukan penderita kanker serviks sebanyak 121 kasus dan yang paling sering pada

usia > 40 tahun (82,6%) dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2011 penderita

kanker serviks sebanyak 367 ibu dan paling sering pada usia 40-55 tahun sedangkan

di Rumah Sakit Pirngadi Medan tahun 2011 terdapat 102 pasien kanker serviks yang

berkunjung ke Poli ginekologi.

Kanker serviks merupakan masalah kesehatan utama wanita di dunia,

terutama di negara berkembang, karena merupakan kanker yang paling sering terjadi

pada wanita dan terbanyak penyebab kematian. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan wanita tentang kanker serviks menyebabkan keterlambatan dalam

(18)

diagnosis sehingga pasien datang dalam kondisi kanker sudah stadium lanjut, keadaan

umum yang lemah, juga status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber

daya, sarana, dan prasarana (Rasjidi, 2010). Alasan lain meningkatnya kejadian

kanker serviks adalah karena kurangnya program penapisan yang efektif dengan

tujuan untuk mendeteksi keadaan sebelum kanker maupun kanker pada stadium dini

termasuk pengobatannya sebelum proses invasif yang lebih lanjut (Kemenkes RI,

2010).

Umumnya penderita kanker serviks yang datang ke Rumah sakit atau pusat

kesehatan sekitar 70% dalam stadium lanjut (parah) dan 30% stadium dini. Dalam

kondisi lanjut, maka diperlukan biaya yang besar karena harus melakukan

pembedahan atau penyinaran (radioterapi), padahal jika dalam stadium dini proses

penyembuhan lebih murah (Manuaba, 2010).

Hingga saat ini banyak wanita yang tidak melakukan pemeriksaan IVA secara

rutin,dengan dijumpai 40-45 kasus baru setiap hari (Goedadi, 2012). Hal ini terlihat

masih banyaknya ditemukan kematian karena penyakit kanker serviks yang terlambat

didiagnosa. Insidens kanker serviks terus meningkat seiring dengan meningkatnya

populasi sehingga meningkatkan beban kesehatan negara. Padahal sebenarnya

penyakit ini dapat dicegah dengan deteksi dini lesi prakanker yang apabila segera

diobati tidak akan berlanjut menjadi kanker serviks.

Menurut Kemenkes RI (2010) kunci keberhasilan program pengendalian

(penapisan) dan Penanggulangan terpadu harus dilaksanakan sejak dari puskesmas

yang diikuti dengan pengobatan yang adekuat. Hal ini berdasarkan fakta bahwa lebih

(19)

dari 50% wanita yang terdiagnosa kanker tidak pernah melakukan penapisan

(Kemenkes RI, 2010).

WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam

penanganan kanker serviks, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui

peningkatan kewaspadaan dan program skrining yang terorganisir, diagnosis dan

tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk kasus lanjut. Deteksi dini kanker serviks

merupakan terobosan inovatif dalam pembangunan kesehatan untuk mengurangi

angka kematian dan kesakitan akibat kanker serviks. Beberapa metode deteksi dini

dapat dilakukan diantaranya dengan metode pemeriksaan visual yakni inspeksi visual

dengan asam asetat, merupakan metode yang dapat dijadikan pilihan dalam

pembuatan kebijakan kesehatan nasional Indonesia karena karakteristik metode IVA

sesuai dengan kondisi Indonesia yang memiliki keterbatasaan ekonomi,sarana dan

prasarana kesehatan (Depkes RI, 2008).

Kebijakan untuk menentukan lesi prakanker akan memberikan dampak yang

cukup besar di dalam menurunkan insidensi, morbiditas dan mortalitas kanker

serviks. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) telah dilakukan uji coba pada wanita di

Negara Afrika dan ternyata dapat menurunkan insidensi 26% dan ternyata

mempunyai sensifitas dan spesifitas yang cukup baik dalam menemukan lesi

prakanker (FK.UI, 2007).

Pemeriksaan skrining yang lazim digunakan saat ini untuk menentukan lesi

prakanker serviks selain dengan tes papsmear, terdapat juga metode pemeriksaan

skrining alternatif yaitu pemeriksaan inspeksi visual dengan Asam Asetat (IVA)

dimana memiliki beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang lain yaitu

(20)

efektif, lebih mudah, sederhana. Keadaan ini lebih mungkin dilakukan di negara

berkembang seperti di Indonesia.

Menurut FK UI tahun 2007, deteksi penyakit kanker serviks dapat dilakukan

secara sederhana dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang

sangat sederhana, murah, nyaman, praktis dan mudah. Sederhana yaitu dengan

mengoleskan asam cuka putih, murah. Nyaman, karena prosedurnya tidak rumit,

tidak memerlukan persiapan dan tidak menyakitkan. Praktis artinya dapat dilakukan

dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus cukup tempat tidur yang representatif,

spekulum dan lampu. Mudah karena dapat dilakukan oleh bidan dan perawat yang

sudah terlatih. Bila hasilnya normal, IVA dapat diulang setiap tiga atau lima tahun.

Bila hasilnya positif, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan biopsy

(Pengambilan sampel jaringan serviks) ke laboratorium dengan menggunakan tehnik

papsmear atau Gynescopy oleh dokter ahli kandungan.

Pemerintah telah melakukan program penapisan kanker serviks dalam

mengendalikan kanker serviks. Untuk melaksanakan program ini, Departemen

Kesehatan telah menyelenggarakan pilot project deteksi dini kanker serviks di 6 kabupaten di Indonesia yaitu Deli serdang, Gresik (Jawa Timur), Kebumen (Jawa

Tengah), Gunung Kidul (DI Yogjakarta), Karawang (Jawa Barat), dan Gowa

(Sulawesi Selatan). Deteksi dini kanker serviks ini dilakukan dengan menggunakan

metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) (Depkes RI, 2008).

Depkes RI (2008) melaporkan rata-rata pencapaian skrining kanker serviks di

6 daerah pilot proyek adalah 11,64%. Target ini masih jauh dari target yang

ditetapkan oleh WHO sebesar 80%. WHO merekomendasikan, bahwa keberhasilan

(21)

program skrining kanker serviks minimal 80% dari polulasi wanita yang berisiko

berusia 30 – 50 tahun.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan program

pencegahan kanker serviks (see and treat) yakni metode skrining dan terapi pada kanker serviks yang baik dengan sumber daya terbatas, program ini dilaksanakan

sejak tahun 2007. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan seluruh puskesmas dalam

melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).

Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku, hal ini sesuai

dengan pendapat Green dan Kauter (2005) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor

predisposisi antara lain pengetahuan sejalan dengan pendapat Bloom dikutip oleh

Notoatmojo (2003) membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni:Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Dalam pengembangannya, teori

bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan. pengetahuan atau kognitif merupakan domain

sangat penting untuk terbentuknya perilaku nyata (tindakan) seseorang. Tanpa

pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Menurut Nuranna (2006) mengemukakan rendahnya pengetahuan wanita

mengenai kanker serviks membuat rendahnya keinginan wanita untuk melakukan

deteksi dini, hal ini disebabkan wanita Indonesia masih awam dengan dengan kanker

serviks. Hal ini sesuai dengan pendapat Aulia (2012) menyatakan kurannya

pengetahuan masyarakat, terutama kaum ibu, mengenai kanker serviks dan

(22)

keengganan untuk melakukan deteksi dini , menyebabkan sebagian besar ( >70% )

pasien dating ke fasilitas kesehatan dalam kondisi yang sudah parah dan sulit

disembuhkan. Hanya sekitar 2% dari wanita di Indonesia yang memiliki pengetahuan

tentang kanker serviks.

Hasil penelitian sebelumnya yakni tentang pengetahuan dan sikap wanita yang

telah menikah terhadap pemeriksaan IVA (Radiah, 2009) di Puskesmas Medan Area

Selatan tahun 2009 menunjukkan masih rendahnya kesadaran WUS untuk periksa

IVA, dengan data yang yang diperoleh hanya 22% responden yang melakukan

pemeriksaan IVA dan 78% responden tidak melakukan pemeriksaan IVA dengan

alasan mereka malu dan takut ketahuan kalau ada penyakit dalam dirinya.

Menurut penelitian Dewi, dkk di Buleleng (2011) menyatakan bahwa WUS

yang mempunyai tingkat pendidikannya tinggi cenderung melakukan pemeriksaan

IVA daripada WUS yang pengetahuannya rendah, sebanyak 89,3% tidak melakukan

pemeriksaan IVA dan 10,7% melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS

dengan tingkat pengetahuan tinggi, sebanyak16,7% tidak melakukan pemeriksaan

IVA dan 73,3% melakukan pemeriksaan IVA. Dan WUS yang memiliki sikap baik,

cenderung melakukan pemeriksaan IVA daripada WUS yang sikapnya kurang,

sebanyak 95,5% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 4,5% melakukan

pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS yang memiliki sikap baik, sebanyak 33,33%

tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 66,67%melakukan pemeriksaan IVA.Menurut

penelitian Yuliwati (2008) menyatakan ada hubungan yang bermakna antara perilaku

WUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA.

(23)

Survey awal yang dilakukan pada bulan Oktober 2013 bahwa Puskesmas

Padang Bulan merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah penduduk yang besar

dengan karakteristik penduduk yang berbeda baik dari tingkat sosial ekonomi

maupun tingkat pendidikan dan mempunyai fasilitas Pemeriksaan IVA yang

tentunya dapat memberikan kemudahan kepada ibu Pasangan Usia Subur (PUS)

untuk dapat melakukan pemeriksaan IVA bagi setiap ibu yang datang ke Puskesmas

Padang Bulan. Sejak tahun 2011 Puskesmas padang bulan telah melaksanakan

program sosialisasi dan pemeriksaan IVA kepada masyarakat, khususnya kepada ibu

yang telah menikah. Berdasarkan laporan akhir tahun 2013 dari petugas Program

KIA/KB , dari 5954 sasaran, yang sudah dilakukan pemeriksaan IVA baru sebanyak

1.786 (30%) ibu PUS dan 594 (10%) ibu PUS lainnya melakukan pemeriksaan

papsmear ke fasilitas lainnya. Sedangkan 3.572 (60%) ibu PUS belum melakukan

pemeriksaan IVA. Juga pada saat dilakukan survey di lapangan dari 10 orang ibu

PUS didapat 3 orang ibu PUS yang sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA,

sedangkan 7 orang ibu PUS belum pernah melakukan pemeriksaan IVA dengan

alasan berbeda-beda antara lain, belum penah tahu tentang pemeriksaan IVA, merasa

enggan karena harus buka aurat sewaktu pemeriksaan IVA, tidak merasakan adanya

gejala-gejala kanker leher rahim.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan yaitu

masih rendahnya jumlah ibu pasangan usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA

di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014

sehingga peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu pasangan

(24)

usia subur tentang kanker serviks dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja

Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu PUS tentang kanker

serviks dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru tahun 2014

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu PUS tentang kanker serviks

dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru tahun 2014

b) Untuk mengetahui hubungan sikap ibu PUS tentang kanker serviks dengan

pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan

Medan Baru tahun 2014

1.4 Manfaat penelitian

1. Sebagai masukan/informasi bagi Kepala/petugas kesehatan Puskesmas

Padang Bulan dalam upaya meningkatkan kwalitas pelayanan pemeriksaan

IVA untuk deteksi dini kanker serviks dengan memberikan

penyuluhan-penyuluhan kepada ibu Pasangan Usia Subur.

2. Sebagai bahan referensi dan menambah wawasan keilmuan dan pengalaman

serta ketrampilan dalam melakukan penelitian khususnya tentang pemeriksaan

IVA.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Defenisi

Kanker serviks adalah kanker primer yang terjadi pada jaringan leher rahim

(serviks) sementara lesi prakanker adalah kelainan pada epitel serviks akibat

terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun kelainannya belum menembus lapisan

basal (membrane basalis) (Depkes, 2008).

Kanker serviks (Kanker leher rahim) adalah tumor ganas yang tumbuh di

dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak

vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari

kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya

berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam

rahim (Indrawati, 2009).

Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita di Negara

berkembang seperti Indonesia. Kanker serviks merupakan masalah kesehatan wanita

di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi.

Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status

sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan saran dan

prasaran, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan yang rendah (Rasjidi, 2010).

(26)

2.1.2 Anatomi Serviks Uteri

Serviks uteri merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita, bagian

terendah dari rahim (uterus) yang menonjol ke vagina bagian atas. Rahim (uterus)

adalah suatu organ berongga yang berbentuk buah pir yang terletak pada perut bagian

bawah (Aulia, 2012).

2.1.3 Etiologi Kanker Serviks

Faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi human papiloma virus (HPV). HPV adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi virus papiloma sering terdapat pada wanita yang aktif

secara seksual. HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56, dan 58 sering ditemukan

pada kanker dan lesi prakanker. Lebih dari 90% kanker serviks ini adalah jenis

skuamosa yang mengandung DNA virus Human Papiloma Virus dan 50% kanker serviks berhubungan dengan Human Papiloma Virus tipe 16 (Rasjidi, 2008).

2.1.4 Faktor Resiko terjadi Kanker Serviks

Beberapa faktor risiko terjadinya kanker serviks (Rasjidi, 2009) yaitu :

a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual

. Makin muda umur pertama kali kawin, maka makin tinggi risiko

mendapatkan kanker serviks uteri. Menurut Tilong (2012) mengemukakan hubungan

seksual pada usia terlalu dini (< 16 tahun) bisa meningkatkan risiko terserang kanker

serviks dua kali lebih besar dibandingkan mereka yang melakukan hubungan seksual

setelah usia 20 tahun. Berdasarkan penelitian para ahli, wanita pada usia yang

melakukan hubungan seksual pada usia kurang dari 15 tahun mempunyai risiko 10

(27)

kali lipat dan wanita yang melakukan hubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan

berisiko terkena kanker serviks sampai 5 kali lipat (Rasjidi, 2010).

b. Perilaku Seksual

Risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6

atau lebih mitra seks. Risiko juga meningkat bila berhubungan seks dengan laki-laki

berisiko tinggi (laki yang berhubungan seks dengan banyak wanita), atau

laki-laki yang mengidap penyakit “jengger ayam” (kondiloma akuminata) di zakarnya

(penis) (widyastuti, 2009). Menurut Aulia (2012) wanita dengan banyak pasangan

seksual memiliki risiko lebih tinggi menderita kanker serviks daripada wanita dengan

satu pasangan tetap. Demikian halnya dengan wanita yang melakukan hubungan

seksual dengan pria yang memiliki banyak pasangan seksual karena memiliki risiko

tinggi terinfeksi HPV.

c. Wanita Perokok

Tembakau mengandung bahan bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai

rokok/sigaret maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogen dan mutagen, sedangkan bila dikunyah ia menghasilkan nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita porokok dan dapat menjadi kokarsinogen

infeksi virus. Bahkan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA

epitel serviks sehingga mengakibatkan neoplasma serviks (Rasjidi, 2007).

Wanita perokok mempunyai risiko 2 kali lipat terhadap kanker serviks

dibandingkan dengan wanita bukan terkandung nikotin dan zat lainnya yang terdapat

di dalam rokok. Zat- zat tersebut menurunkan daya tahan serviks dan menyebabkan

(28)

kerusakan DNA epitel serviks sehingga timbul kanker serviks, di samping merupakan

kokarsinogen infeksi virus.

d. Riwayat Ginekologis

Hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang

tidak tepat (trauma kronis pada serviks), banyak anak (lebih dari 3 kali melahirkan,

adanya infeksi, atau iritasi menahun dapat pula meningkatkan risiko (Sarjadi, 1995).

Kanker serviks jarang dijumpai pada perawan, insiden lebih tinggi pada mereka yang

kawin daripada yang tidak kawin (Sarwono, 1997).

Insiden meningkat dengan tinginya paritas, jarak persalinan yang terlampau

dekat. Diperkirakan risiko 3-5 kali lebih besar pada wanita yang sering partus untuk

terjadi kanker. Robekan pada bagian leher rahim yang tipis kemungkinan dapat

menyebabakan suatu peradangan dan selanjutnya berubah menjadi kanker. Paritas

merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan. Paritas yang

berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak

persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menimbulkan perubahan sel-sel abnormal

pada mulut rahim dan dapat berkembang menjadi keganasan (Bertiani, 2009)

e. Sosial ekonomi

Kanker serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah,

mungkin ada kaitannya dengan gizi dan imunitas. Pada golongan ekonomi sosial

rendah umumnya kwalitas dan kuantitas makanan kurang hal ini mempengaruhi

imunitas tubuh. Hal ini juga ada hubungannya keterbatasan akses ke sistem pelayanan

kesehatan (Rasjidi, 2009),(Pudiastuti, 2010).

(29)

Mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, mempunyai risiko lebih tinggi

untuk menderita kanker srviks daripada tingkat sosial ekonomi menengah atau tinggi

(Laila, 2008).

f. Pendidikan

Antara tingkat pendidikan dengan NIS terdapat korelasi yang kuat.NIS

cenderung lebih banyak timbul pada wanita yang tidak berpendidikan dibandingkan

dengan wanita yang berpendidikan (88,9% dibandingkan 55,9%).Biasanya tingkat

rendahnya pendidikan berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi,kehidupan seks, dan

kebersihan (Rustam E Harahap, 1984). Menurut Aulia (2012) kurangnya pengetahuan

masyarakat, khususnya kaum ibu mengenai kanker serviks dan keengganan untuk

melakukan deteksi dini menyebabkan sebagian besar (>70%) penderita berobat ke

pelayanan kesehatan sudah dalam lanjut dan sulit diobati.

g. Pekerjaan

Sekarang ini ketertarikan difokuskan pada keterpaparan bahan tertentu dari

suatu pekerjaan :debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin dapat menjadi faktor

risiko kanker serviks (Rasjidi, 2009).

h. Hygiene dan Sirkumsisi

Wanita Jahudi jarang dijangkiti oleh kanker serviks, diduga hal ini ada

kaitannya dengan hygiene dan sirkumsisi. Pada wanita Jahudi dikenal dengan

hygiene seksual yang baik jarang ditemukan kanker serviks. Pada wanita Muslim di

India, kanker serviks lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan wanita

non-muslim (Gani,1993).

(30)

i. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul

Infeksi trikomonas, sifilis, virus herpes simpleks tipe 2, dan gonokokus yang

menahun ditemukan berhubungan dengan kanker serviks.

J. Human Immunodefisiency Virus

Perubahan sistem imun dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya

kanker serviks invasif. Immunodefisiency yang diakibatkan oleh HIV menciptakan infeksi oportunistik dari HPV yang mengakibatkan kanker serviks (Rasjidi, 2009).

K. Penggunaan Pil kontrasepsi dalam Jangka Waktu Lama

Penggunaan pil kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama ,misalnya 5 tahun

atau lebih dapat meningkatkan risiko kanker serviks bagi wanita yang terinfeksi HPV

(Aulia, 2012).

2.1.5 Perjalanan Alamiah Kanker Serviks

Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel

skuamosa serviks. Bila pada saat ini terjadi terjadi infeksi HPV, maka akan terbentuk

sel baru hasil transformasi dengan partikel HPV tergabung dalam DNA sel. Bila hal

ini berlanjut maka terbentuklah lesi prekanker dan lebih lanjut menjadi kanker.

Sebagian besar kasus dysplasia sel serviks sembuh dengan sembuh dengan

sendirinya, sementara hanya 10% yang berubah menjadi dysplasia sedang dan berat.

50% kasus dysplasia berat berubah menjadi karsinoma. Biasanya waktu yang

dibutuhkan suatu lesi dysplasia menjadi keganasan adalah 10-20 tahun.

Kanker serviks invasif berawal dari lesi dysplasia sel-sel rahim yang

kemudian berkembang menjadi dysplasia tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa prekusor kanker

(31)

adalah lesi dysplasia tingkat lanjut (high-grade dysplasia) yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi kanker invasif dalam 10-15 tahun, sementara dysplasia tingkat

rendah (low-grade dysplasia) mengalami regresi spontan (Depkes, 2008). 2.1.6 Gejala Kanker Serviks

Perubahan pra kanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan

perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan

panggul dan papsmear. Gejala biasanya muncul ketika sel serviks yang abnormal

berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan sekitarnya.Pada saat ini akan

timbul gejala berikut:

a) Perdarahan vagina yang abnormal, terutama di antara 2 menstruasi, setelah

melakukan hubungan seksual dan setelah menopause.

b) Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak).

c) Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink,

mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.

Gejala dari kanker serviks stadium lanjut:

a) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan

b) Nyeri panggul atau tungkai

c) Dari vagina keluar air kemih atau tinja

d) Patah tulang (fraktur)

2.1.7 Stadium kanker serviks

Sistem yang umumnya digunakan untuk pembagian stadium kanker serviks

adalah sistem yang diperkenankan oleh International Federatiaon Of Gynecology and

(32)

Obstetrics (FIGO). Semakin besar angkanya, maka kanker semakin serius dan dalam tahap lanjut (Rasjidi, 2010) sebagai berikut :

Tabel 1 Stadium Kanker serviks

Stadium Keterangan

0 Sel kanker masih di selaput lendir serviks (karsinoma insitu) I Kanker masih terbatas di dalam jaringan serviks dan belum

menyebar ke badan rahim.

IA Karsinoma yang didiagnosa baru hanya secara mikroskop dan

belum menunjukkan kelainan/keluhan klinik.

IA1 Kanker sudah mulai menyebar ke jaringan otot dengan dalam <3

mm, serta ukuran besar tumor <7 mm.

IA2 Kanker sudah menyebar lebih dalam (>3 mm-5 mm) dengan lebar

7 mm

IB Ukuran kanker sudah >IA2.

IB1 Ukuran tumor sudah 4 cm

IB2 Ukuran tumor >4 cm

II Kanker sudah menyebar keluar jaringan serviks tetapi belum

mengenai dinding rongga panggul. Meskipun sudah menyebar ke

vagina tetapi masih terbatas pada 1/3 atas vagina.

IIA Tumor jelas belum menyebar ke sekitar uterus

IIB Tumor jelas sudah menyebar ke sekitar uterus.

III Kanker sudah menyebar ke dinding panggul dan sudah mengenai

jaringan vagina lebih rendah dari 1/3 bawah. Bisa juga penderita

sudah mengalami ginjal bengkak karena bendungan air seni

(Hidroneprosis) dan mengalami gangguan fungsi ginjal. IIIA Kanker sudah menginvasi dinding panggul

IIIB Kanker menyerang dinding panggul disertai gangguan fungsi

ginjal dan Hidroneprosis

(33)

IV Kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara klinik

sudah terlihat tanda-tanda invasi kanker ke selaput lendir kandung

kencing.

IVA Sel kanker menyebar pada alat/rongga yang dekat dengan serviks

IVB Kanker serviks sudah menyebar pada alat/rongga yang jauh dari

serviks

2.2 Deteksi Dini Kanker serviks

Berbagai metode deteksi dini kanker serviks kanker serviks telah dikenal dan

diaplikasikan, dimulai sejak tahun 1960-an dengan pemeriksaan Paps. Selain itu

dikembangkan metode visual dengan ginescope, atau servikografi, kolposkopi.

Hingga penerapan metode yang dianggap murah yaitu dengan tes IVA (Inspeksi

Visual dengan Asam Asetat. Deteksi dini DNA HPV juga ditujukan untuk

mendeteksi adanya HPV tipe onkogenik, pada hasil yang positif, dan memprediksi

seorang perempuan menjadi berisiko tinggi terkena kanker serviks (Depkes, 2010).

WHO merekomendasikan interval deteksi dini:

a) Bila deteksi dini hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka

sebaiknya dilakukan pada wanita antara usia 35-45 tahun.

b) Untuk wanita usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan deteksi dini

hendaknya dilakukan 3 tahun sekali

c) Bila 2 kali berturut-turut hasil deteksi dini sebelumnya negatife, perempuan

usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani deteksi dini.

d) Tidak semua wanita direkomendasikan melakukan deteksi dini setahun sekali.

(34)

Metode deteksi dini yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan

sumber daya. Metode deteksi dini yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu

akurat, dapat diulang kembali (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta aman. Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai

berikut (Depkes RI, 2008):

1. Metode Sitologi

a. Tes Paps konvensional

Tes Paps atau pemeriksaan sitologi diperkenalkan oleh Dr.George

Papanicolau sejak tahun 1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker

leher rahim di Negara-negara maju menurun drastis. Pemeriksaan ini

merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang mudah, murah, aman, dan

non-invasif. Beberapa penulis melaporkan sensitivitas pemeriksaan ini berkisar

antara 78-93%, tetapi pemeriksaan ini tak luput dari hasil positif palsu sekitar

16-37% dan negatif palsu 7-40% sebagian besar kesalahan tersebut

disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan dalam

proses pembuatan sediaan dan kesalahan interpretasi.

b. Pemeriksaan sitologi cairan (Liquid-base cytology/LBC)

Dikenal juga dengan Thin Prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah mengurangi hasil negatif palsu dari pemeriksaan Tes Paps konvensional dengan

cara optimalisasi teknik koleksi dan preparasi sel. Pada pemeriksaan metode ini

sel dikoleksi dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah

berisi larutan fiksasi. Keuntungan penggunaan teknik monolayer ini adalah sel

(35)

abnormal lebih terbesar dan mudah dikenali. Kerugiannya adalah butuh waktu

yang cukup lama untuk pengolahan slide dan biaya yang lebih mahal. 2. Metode pemeriksaan DNA-HPV

Deteksi DNA-HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai

cara mulai dari cara Shouthern Blot yang dianggap sebagai baku emas, filter

insitu, Dot Blot, hibridisasi insitu yang memerlukan jaringan biopsi, atau dengan

cara pembesaran, seperti pada PCR (Polymerase Chain Reaction) yang amat sensitif.

3. Metode inspeksi visual

a. Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)

b. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)

Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolkoskopi

(pemeriksaan serviks dengan kaca pembesar) dan servikografi.

Setiap metode deteksi dini mempunyai sensitifitas dan berbeda. Sampai saat

ini belum ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas 100%

(absolut). Oleh karena itu, dalam pemeriksaan deteksi dini, setiap wanita

harus mendapat penjelasan dahulu (informed consent).

Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa

pemeriksaan berikut : Sistoscopi, Rontgen dada, Urografi intravena,

Sigmoidoskopi, Scanning tulang dan hati, Barium enema.

(36)

2.3 Inspeksi Visual dengan Asam Asetat 2.3.1 Pengertian

Pemeriksaan Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan

yang dilakukan oleh dokter/bidan/paramedis dengan mengamati leher rahim yang

telah diberiasam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan

penglihatan mata telanjang. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami

dysplasia sebagai salah satu metode deteksi dini kanker mulut rahim (Depkes, 2008).

Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan

cara memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat

3-5%. Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan

meningkatkan osmolaritas cairan ekstrasekuler. Cairan ekstraseluler yang bersifat

hipertonik ini akan menarik cairan intraseluler sehingga membran akan kolaps dan

jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel

mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan

keluar sehingga permokaan epitel abnormal akan berwarna putih, yang disebut juga

epitel putih (acetowhite) (Depkes, 2007)

Praktek yang dianjurkan untuk fasilitas Pemeriksaan IVA, sebagai suatu

pemeriksaan deteksi dini alternatif, karena memiliki beberapa manfaat jika

dibandingkan dengan uji yang telah ada. Keadaan ini lebih memungkinkan dilakukan

di negara berkembang, seperti Indonesia(FK.UI, 2010).

IVA adalah dengan sumber daya sederhana dibandingkan dengan jenis

penapisan lain (Depkes, 2010) karena:

a) Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan

(37)

b) Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes yang lain yang digunakan untuk

penapisan kanker leher rahim

c) Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di

semua jenjang sistem kesehatan

d) Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai

penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan)

e) Suplai sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah didapat

dan tersedia

f) Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang

tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai lesi

prakanker

2.3.2 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lainnya.

Tabel 2 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lainnya

Jenis Tes Aman Praktis Terjangkau Efektif

Mudah

Tersedia

IVA ya ya ya ya ya

Pap Smear ya tidak tidak ya tidak

HPV/DNA Test ya tidak tidak ya tidak

Cervicography ya tidak tidak ya tidak

2.3.3 Indikasi Pemeriksaan IVA

Menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan bagi semua wanita berusia

30-45 tahun. Kanker rahim menempati angka tertinggi diantara kanker lain wanita,

(38)

sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi pra-kanker lebih mudah

terdateksi, biasanya 10-20 tahun lebih awal.

Sejumlah faktor risiko berhubungan dengan perkembangan kanker serviks

sebagai berikut:

a) Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia <20 tahun)

b) Memiliki banyak pasangan seksual

c) Riwayat pernah mengalami Infeksi Menular Seksual (IMS)

d) Ibu atau saudara perempuan yang memiliki riwayat kanker serviks

e) Hasil Papsmear sebelumnya yang tidak normal

f) Wanita perokok

g) Wanita yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh dan

(HIV/AIDS)

2.3.4 Kapan Harus Menjalani Pemeriksaan IVA

Tes IVA dapat dilakukan kapan saja, termasuk saat siklus menstruasi, saat

kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.Tes IVA dapat dilakukan pada

wanita yang dicurigai atau diketahui menderita IMS atau HIV/AIDS. Bimbingan

diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika harus konseling dibutuhkan. Untuk

masing-masing tes akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu

(misalnya, kunjungan ulang ibu untuk tes IVA setiap tahun secara berkala atau 3-5

tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas seperti kapan dan dimana

pengobatan diberikan, risiko potensial atau manfaat pengobatan dan kapan perlu

merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.

(39)

2.3.5 Peralatan dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasa

tersedia di klinik atau di poli KIA seperti berikut:

a) Meja periksa gynekologi dan kursi

b) Sumber cahaya yang memadai agar cukup menyinari vagina dan leher rahim

c) Spekulum graves bivalved ( cocor bebek )

d) Nampan atau wadah

Ada beberapa bahan yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan IVA.

Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah. Antara lain :

a) Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan keputihan dari

serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam asetat ke leher rahim

b) Sarung tangan periksa harus baru

c) Spatula kayu digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika

menonjol melalui bilah spekulum

2.3.6 Teknik Pemeriksaan dan Interpretasi IVA (Depkes, 2007)

Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih

(acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks yang diolesi larutan asam asetat. Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam

asetat tidak dilakukan namun segera dilakukan rujukan ke sarana yang lebih lengkap.

Wanita yang sudah menopause tidak direkomendasikan menjalani deteksi dini

dengan metode IVA karena zona transsisional leher rahim pada kelompok ini

biasanya berada pada endoserviks dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat

dengan inspeksi spekulum.

(40)

Tabel 3 Interpretasi Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

No Hasil Interpretasi

1 Normal Licin, merah muda, bentuk portio normal

2 Infeksi Servisitis, banyak fluor, ektropian, polip

3 Positif IVA Plak putih, epitel acetowhite (bercak putih)

4 Kanker serviks Pertumbuhan seperti bunga kol, mudah berdarah

2.4 Pencegahan kanker serviks

Menurut Rasjidi tahun 2010, ada beberapa cara untuk mencegah Kanker

serviks :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:

a) Promosi dan edukasi pola hidup sehat

b) Menunda onset aktivitas seksual

Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara

monogamy akan mengurangi risiko kanker servks secara signifikan.

c) Penggunaan kontrasepsi barier

Kontrasepsi metode barier (kondom, diafrgma dan spermatisida) berperan

untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan latex lebih dianjurkan

daripada kondom yang terbuat dari kulit kambing.

d) Berperan menghentikan atau mencegah perubahan keganasan sel-sel,

seperti yang terjadi pada permukaan serviks.

(41)

e) Penggunaan vaksinasi HPV

Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bsa mengurangi infeksi

Human Papiloma karena mempunyai proteksi >90 %.

2. Pencegahan sekunder

a) Pencegahan Sekunder - Pasien dengan risiko sedang

Hasil tes Pap yang negatif`sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selish

waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat

dianjurkan. Untuk pasien (atau patner hubungan seksual yang level

aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkan untuk tes Pap tiap tahun.

b) Pencegahan Sekunder – Pasien dengan Risiko Tinggi

Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia <20 tahun dan wanita

yang mempunyai banyak patner (multpel patner) seharusnya melakukan tes

Pap tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien risiko

khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat seksual berulang.

3. Pencegahan tersier

Meliputi pelayanan di Rumah sakit (diagnosis dan dan pengobatan) serta

tindakan paliatif untuk meningkatkan kwalitas hidup pasien.

2.5 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba (Notoadmodjo, 2010).

(42)

Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku, hal ini sesuai

dengan pendapat Green dan Kauter (2005) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor

predisposisi antara lain pengetahuan sejalan dengan pendapat Bloom dikutip oleh

Notoatmojo (2010) bahwa perilaku seseorang dibedakan dalam 3 ranah atau domain

yaitu pengetahuan (cognitive), sikap (afektif), tindakan (psikommotor).

Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indera penglihatan dan

pendengaran. Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan

pengetahuan.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam (6)

tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

(43)

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi-materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu sruktur organisasi

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoadmodjo, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang dalam melakukan

tindakan antara lain (Notoatmojo, 2007):

1. Pendidikan

Latar belakang pendidikan memberikan kemudahan bagi seseorang yang

terpelajar dalam menerima informasi dalam melakukan tindakan.

2. Pekerjaan

Lingkungan kerja dapat memberikan pengetahuan tambahan yang sesuai

terjadi di sekeliling pekerjaan seseorang dalam pengetahuan.

3. Umur

Faktor umur dan perilaku ibu mempengaruhi pengambilan keputusan dalam

pemeliharaan kesehatan (Notoadmodjo, 2003). Umur yang kian dewasa

mengkontribusikan kematangan berfikir dalam melakukan sebuah tindakan

sebagai respon dalam pengambilan keputusan.

(44)

4. Minat

Minat sebagai dorongan rasa ingin untuk berbuat pada diri sendiri sebagai

timbal balik dari pengetahuan yang telah diterima.

5. Pengalaman

Suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu yang melekat sebagai

pengetahuan dalam dirinya.

6. Informasi

Informasi sebagai bahan masukan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan dari

luar dirinya.

Sebagai informasi merupakan media pendidikan kesehatan sebagai sumber

informasi (Notoatmodjo, 2003) dapat berupa :

a. Media cetak adalah alat bantu menyampaikan pesen-pesan kesehatan sangat

bervariasi seperti : booklet (buku kecil), leafleat (lembaran berlipat), flif chart

(lembar balik), rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster, foto-foto.

b. Media elektronik seperti audio, : televise, video, slide, film strip. c. Media papan (Billboard).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan- tingkatan di atas (Notoatmojo, 2007). Hasil penelitian

Yuliwati tahun 2012 menyatakan pengetahuan berhubungan erat dengan pemeriksaan

IVA. Dengan adanya pengetahuan yang baik maka seseorang akan mencari informasi

tentang kesehatannya, terutama dalam hal pemeriksaan IVA. Pengetahuan tidak

(45)

hanya diperoleh dari pendidikan formal saja tetapi juga diperoleh dari pelatihan,

penyuluhan, teman, brosur, dan semakin banyak memperoleh pengetahuan tentang

IVA maka semakin besar kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA.

2.6Sikap (Attitude) 2.6.1 Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya bisa di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007). Pandangan atau perasaan yang

disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek.

2.6.2 Komponen Pokok Sikap

Notoatmojo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen

pokok yaitu: Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek,

kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk

bertindak. Komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosional memegang peranan penting.

2.6.3 Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa seperti halnya dengan

pengatahuan, sikap ini juga memiliki beberapa tingkatan yaitu:

(46)

1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding) yang berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi

dari sikap.

3. Menghargai (valuing) yang berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung Jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling

tinggi.

Menurut Purwanto tahun 1999, sikap dapat dibedakan atas ;

1. Sikap positif

Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui,

menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu

itu berada.

2. Sikap negatif

Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui

terhadap norma- norma yang berlaku dimana individu .

Hasil penelitian sebelumnya tentang pengetahuan dan sikap wanita yang telah

menikah terhadap pemeriksaan IVA (Radiah, 2009) di Puskesmas Medan Area

Selatan menunjukkan masih rendahnya kesadaran WUS untuk periksa IVA, dengan

data yang diperoleh hanya 22% responden yang periksa IVA dan 78% tidak periksa

IVA dengan alasan malu dan takut ketahuan menderita penyakit dalam dirinya.

(47)

Menurut penelitian Dewi, dkk di Buleleng (2011) menyatakan bahwa WUS yang

memiliki sikap baik, cenderung melakukan pemeriksaan IVA daripada WUS yang

sikapnya kurang, sebanyak 95,5% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 4,5%

melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS yang memiliki sikap baik,

sebanyak 33,33% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 66,67% melakukan

pemeriksaan.

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah :

Keterangan:

Pengetahuan dan sikap ibu pasangan usia subur tentang kanker serviks dapat

mempengaruhi pemeriksaan IVA.

2.8 Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan ibu pasangan usia subur tentang kanker serviks

dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja

Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru tahun 2014

2. Ada hubungan sikap ibu pasangan usia subur tentang kanker serviks

dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja

Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik

dengan pendekatan cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen yaitu pengetahuan dan sikap dengan variabel dependen yaitu

pemeriksaan IVA pada ibu pasangan usia subur di Wilayah Kerja Puskesmas Padang

Bulan Medan tahun 2014.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan

Medan Kecamatan Medan Baru Medan, dengan alasan masih banyak dijumpai

ibu-ibu Pasangan Usia Subur belum pernah melakukan pemeriksaan IVA.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September 2013-Mei 2014.

3.3Populasi dan sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu pasangan usia subur yang

melakukan kunjungan ke Puskesmas Padang Bulan mulai bulan September 2013-

April 2014

Gambar

Tabel 1 Stadium Kanker serviks
Tabel 2 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lainnya
Tabel 3 Interpretasi Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Di Wilayah Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu Mengikuti Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Metode Inapeksi Visual Asam Asetat (IVA) Di Kabupaten Banyumas Tahun

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Wanita Usia Subur Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Di Wilayah

Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) di Puskesmas Wilayah Kota Surabaya Tahun

Salah satu upaya yang dilakukan untuk penanganan kanker serviks adalah dengan melakukan program deteksi dini melalui metode inspeksi visual asam asetat (IVA).. Di

Perilaku Ibu Dalam Pemanfaatan Layanan Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) Sebagai Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks di Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa

Pengetahuan tentang Faktor Risiko, Perilaku, dan Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada Wanita di Kecamatan Bogor Tengah, Kota

Faktor Risiko Terjadinya Lesi Prakanker Serviks Melalui Deteksi Dini Dengan Metode Iva (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat).. Department of Nutrition Faculty

Pengetahun WUS yang tinggi tentang kanker serviks diharapkan dapat merubah sikap dan perilaku untuk deteksi dini kanker serviks dengan melakukan pemeriksaan IVA,