i
HUBUNGANPENGETAHUANDANSIKAPIBUPASANGANUSIASUBUR
TENTANGKANKERSERVIKSDENGANPEMERIKSAANIVADI
WILAYAHKERJAPUSKESMASPADANGBULAN
KECAMATANMEDANBARU
TAHUN2014
SKRIPSI
OLEH:
RUMONDANG PANDIANGAN NIM. 111021085
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
ii
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASANGAN USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN IVA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU
TAHUN 2014
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
RUMONDANG PANDIANGAN NIM. 111021085
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASANGAN USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN IVA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : RUMONDANG PANDIANGAN
No. Induk Mahasiswa : 111021085
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kesehatan Reproduksi
Tanggal Lulus : 3 MEI 2014
Disahkan Oleh
Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
dr. Yusniwarti Yusad,M.Si Maya Fitria,SKM,M.Kes NIP. 195105201987032001 NIP. 197610052009122003
Medan, Juni 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ii ABSTRACT
Early detection of cervical cancer can be done by Visual Inspection Method with acetic acid (IVA) which is a visual test using acetic acid in cervical cancer in order to see color change that occurs in cervical cancer after smear aimed to see the cells spread , dysplasia.
The aim of the research is to know the relation of knowledge and the attitude of Fertile Mother Couple about IVA in the Padang Bulan Community Health Center Medan in 2014. This research is applied by descriptive analytic with Cross sectional Approach. The population in this research is all mother who made visited to the Padang Bulan Community Health Center, the subject of this research were 100 Fertile Mother Couple and the techniques for collecting the data by
porposive sampling. The Data was obtained from an interview by using questionnaires and analyzed by using chi-Square.
The results of the study showed that the respondents knowledge about the IVA inspection, with good knowledge is 30 people (30%), the moderate knowledge 18 people (18%), knowledge less than 52 people 52% . The Respondent’s attitude about IVA investigation, which has a good attitude 52 people (52%), moderate attitudes are 44 people (44%), attitude less than 4 (4%). From Statistical Analysis result showed there is a significant relationship of knowledge between Fertile Mother Couple’s attitude with IVA in the Padang Bulan Community Health Center medan in 2014. It is hoped the Health Center Staff Padang Bulan Medan can enhance the promotion of health the IVA inspection.
Key words : knowledge, attitudes, IVA inspection
iii ABSTRAK
Deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan dengan metode sederhana dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang merupakan tes Visual menggunakan asam asetat pada serviks untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada serviks setelah dilakukan olesan bertujuan melihat adanya sel yang mengalami dysplasia.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu PUS dalam pemeriksaan IVA di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu PUS yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Padang Bulan, sampel dalam penelitian ini ibu PUS sebanyak 100 orang dan tehnik penarikan sampel dengan cara Accidental sampling. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan
chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA, berpengetahuan baik 30 orang (30%), pengetahuan sedang 18 orang (18%), pengetahuan kurang 52 orang (52%). Sikap responden tentang pemeriksaan IVA, yang memiliki sikap baik 52 orang (52%), sikap sedang 44 orang (44%), sikap kurang 4 orang (4%). Hasil analisis statistik diperoleh ada hubungan pengetahuan yang signifikan antara pengetahuan ibu PUS dengan pemeriksaan IVA. Ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu PUS dengan pemerikssan IVA di puskesmas Padang Bulan medan Tahun 2014. Diharapkan kepada Tenaga Kesehatan di Puskesmas Padang Bulan Medan lebih meningkatkan promosi kesehatan tentang pemeriksaan IVA.
Kata kunci : Pengetahuan, sikap, pemeriksaan IVA
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rumondang Pandiangan
Tempat/Tanggal Lahir : Pandumaan, 8 April 1978
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Menikah
Nama Suami : Bastian Ritonga
Jumlah Anak : 2 Orang
Alamat Rumah : Jl. Sidikalang Sirisi-risi Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1987-1990 : SDN 176349 Pandumaan
2. Tahun 1990-1993 : SLTP Negeri 2 Dolok Sanggul 3. Tahun 1993-1996 : SPK PEMDA Tarutung
4. Tahun 1997-1998 : DI Kebidanan Rumah Sakit Elisabeth Medan 5. Tahun 2001-2004 : DIII Kebidanan Poltekes Medan
6. Tahun 2011-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan
Riwayat Pekerjaan
1.Tahun 2005-2008 : Puskesmas Tarabintang
Kabupaten Humbang Hasundutan 2. Tahun 2008 – sekarang : RSUD Doloksanggul
Kabupaten Humbang Hasundutan
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hu u ga Pe getahua Da “ikap I u Pasa ga Usia “u ur Te ta g Kanker Serviks Dengan Pemeriksaan IVA Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang
Bula Ke a ata Meda Baru Tahu 4 , ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr, Drs.Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Drs.Heru Santosa, MS, PhD selaku Ketua depertemen dan Kependudukan dan Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Sekaligus sebagai dosen penguji I
3. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, M,Si selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
4. Ibu Maya Fitri, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai.
vi
5. Ibu Asfriyati, SKM, M.Kes selaku dosen penguji II yang banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.
6. Bapak Drs, Jemadi M,kes, selaku dosen pembimbing Akademik yang memberikan petunjuk bagi penulis dalam mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf pengajar Departemen Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universsitas Sumatera Utara.
8. Ibu dr.Rehulina Ginting, M.Kes, selaku Kepala Puskesmas Padang Bulan Medan yang telah memberikan ijin pada penulis untuk melakukan penelitian dan staf KIA/KB yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.
9. Ayahanda dan ibunda tercinta, yang senantiasa memberikan doa dan dukungan yang tulus dan iklas kepada penulis.
10. Bapak dan Ibu mertua yang saya sayangi dan saya hormati, yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan bantuan, baik secara moril dan material sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini dengan baik.
11. Teristimewa kepada suamiku B Ritonga dan anak-anakku tercinta Audrine Nadya Ingrida Ritonga dan Albert Andrian Ritonga yang senantiasa memberikan semangat dan doa yang tulus sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.
12. Kakanda yang baik Donna Pandiangan, SKM, M.Kes dan seluruh keluarga yang sangat kusayangi yang senantiasa memberikan inspirasi dan semangat buat penulis untuk selalu semangat dan maju
13. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Darmaisuri, Rosiah, Winda, Alba,Novi, Jupri,Suri, Suryani, Tien, Nala dan semua sahabat/ teman
vii
angkatan 2011 serta pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan serta semangat selama perkuliahan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Kasih Karunianya kepada semua yang telah membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki, maka penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun dalam perbaikan skripsi ini.
Dan akhirnya semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi kita semua Amin.
Medan, Mei 2014 Penulis
(Rumondang Pandiangan)
viii DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Umum ... 9
1.3.2 Tujuan Khusus ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Kanker serviks ... 10
2.1.1 Defenisi Kanker serviks ... 10
2.1.2 Anatomi Serviks Uteri ... 11
2.1.3 Etiologi Kanker Serviks ... 11
2.1.4 Faktor Risiko Terjadi Kanker Serviks ... 11
2.1.5 Perjalanan Alamiah Kanker Serviks ... 15
2.1.6 Gejala Kanker Serviks ... 16
2.1.7 Stadium Kanker serviks ... 16
2.2 Deteksi Dini Kanker Serviks ... 18
2.3 Inspeksi Visual Asam Asetat ... 21
2.3.1 Pengertian ... 21
2.3.2 Perbandingan IVA tes penapisan lainnya ... 22
2.3.3. Indikasi Pemeriksaan IVA ... 22
ix
2.3.4. Kapan harus Menjalani Pemeriksaan IVA ... 23
2.3.5 Peralatan dan Bahan ... 24
2.3.6 Tehnik Pemeriksaan dan Interpretasi IVA ... 24
2.4 Pencegahan Kanker Serviks ... 25
2.5 Pengetahuan ... 26
2.6 Sikap ... 30
2.6.1 Pengertian ... 30
2.6.2 Komponen Pokok Sikap ……….. 30
2.6.3 Tingkatan Sikap……… 30
2.7 Kerangka Konsep………... 32
2.8 Hipotesa Penelitian ……… 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1. Jenis Penelitian ... 33
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 33
3.2.2 Waktu Penelitian ... 33
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
3.3.1 Populasi ... 33
3.3.2 Sampel ... 34
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35
3.4.1 Data primer ... 35
3.4.2 Data Sekunder ... 35
3.5 Defenisi Operasional ... 36
3.6 Aspek Pengukuran ... 36
3.6.1Pengetahuan ... 36
3.6.2 Sikap ... 37
3.6.3.Tindakan ... 38
3.7 Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ... 38
3.7.1 Tehnik Pengolahan Data ... 38
x
3.7.2 Tehnik Analisa Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40
4.1 Deskripsi wilayah kerja ... 40
4.1.1. geografi... 40
4.1.2. Kependudukan ... 40
4.1.3. Deskripsi Peleyanan Kesehatan ... 40
4.2 Karakteristik Responden ... 41
4.3 Pengetahuan Responden ... 43
4.4 Kategori Pengetahuan Responden ... 48
4.5 Sikap Responden ... 49
4.6 Kategori Sikap ... 52
4.7 Tindakan Responden ... 53
4.8 Analisa Statistik tentang Pemeriksaan IVA ... 54
4.8.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemeriksaan IVA ... 54
4.8.2 Hubungan Sikap dengan Pemeriksaan IVA ... 54
BAB V PEMBAHASAN ... 56
5.1 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pemeriksaan IVA 56 5.2 Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Pemeriksaan IVA 64 5.3 Hubungan Sikap Responden Dengan pemeriksaan IVA ... 71
5.4 Tindakan Responden Tentang Pemeriksaan IVA ... 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 75
6.1 Kesimpulan ... 75
6.2 Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 42
Tabel 4.2 Distribusi Responden Yang Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Pengetahuan ... 43
Tabel 4.3 Distribusi Responden Yang Tidak Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pertanyaan pengetahuan ... 46
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tingkat pengetahuan ... 48
Tabel 4.5 Distribusi Responden Yang Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pernyataaan Sikap ... 49
Tabel 4.6 Distribusi Responden Yang Tidak Periksa IVA Berdasarkan Jawaban Pernyataan Sikap. ... 51
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap ... 52
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan IVA ... 53
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Tidak Periksa IVA... 53
Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan Dengan Pemeriksaan IVA ... 54
Tabel 4.11 Hubungan Sikap Dengan Pemeriksaan IV ... …… 54
ii ABSTRACT
Early detection of cervical cancer can be done by Visual Inspection Method with acetic acid (IVA) which is a visual test using acetic acid in cervical cancer in order to see color change that occurs in cervical cancer after smear aimed to see the cells spread , dysplasia.
The aim of the research is to know the relation of knowledge and the attitude of Fertile Mother Couple about IVA in the Padang Bulan Community Health Center Medan in 2014. This research is applied by descriptive analytic with Cross sectional Approach. The population in this research is all mother who made visited to the Padang Bulan Community Health Center, the subject of this research were 100 Fertile Mother Couple and the techniques for collecting the data by
porposive sampling. The Data was obtained from an interview by using questionnaires and analyzed by using chi-Square.
The results of the study showed that the respondents knowledge about the IVA inspection, with good knowledge is 30 people (30%), the moderate knowledge 18 people (18%), knowledge less than 52 people 52% . The Respondent’s attitude about IVA investigation, which has a good attitude 52 people (52%), moderate attitudes are 44 people (44%), attitude less than 4 (4%). From Statistical Analysis result showed there is a significant relationship of knowledge between Fertile Mother Couple’s attitude with IVA in the Padang Bulan Community Health Center medan in 2014. It is hoped the Health Center Staff Padang Bulan Medan can enhance the promotion of health the IVA inspection.
Key words : knowledge, attitudes, IVA inspection
iii ABSTRAK
Deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan dengan metode sederhana dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang merupakan tes Visual menggunakan asam asetat pada serviks untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada serviks setelah dilakukan olesan bertujuan melihat adanya sel yang mengalami dysplasia.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu PUS dalam pemeriksaan IVA di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu PUS yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Padang Bulan, sampel dalam penelitian ini ibu PUS sebanyak 100 orang dan tehnik penarikan sampel dengan cara Accidental sampling. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan
chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA, berpengetahuan baik 30 orang (30%), pengetahuan sedang 18 orang (18%), pengetahuan kurang 52 orang (52%). Sikap responden tentang pemeriksaan IVA, yang memiliki sikap baik 52 orang (52%), sikap sedang 44 orang (44%), sikap kurang 4 orang (4%). Hasil analisis statistik diperoleh ada hubungan pengetahuan yang signifikan antara pengetahuan ibu PUS dengan pemeriksaan IVA. Ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu PUS dengan pemerikssan IVA di puskesmas Padang Bulan medan Tahun 2014. Diharapkan kepada Tenaga Kesehatan di Puskesmas Padang Bulan Medan lebih meningkatkan promosi kesehatan tentang pemeriksaan IVA.
Kata kunci : Pengetahuan, sikap, pemeriksaan IVA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks adalah keganasan yang mengenai leher rahim yang merupakan
bagian bawah rahim yang menonjol ke puncak liang senggama (vagina) (Kemenkes,
2010). Kanker serviks sebagian besar disebabkan oleh adanya dengan infeksi virus
Human papiloma virus (HPV), sering terdapat pada ibu yang aktif secara seksual sejak usia muda, berganti-ganti pasangan seks, riwayat IMS, HIV/AIDS, perokok dan
sosial ekonomi rendah (Delia, 2010).
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2008, kejadian kanker serviks sekitar 1.500.000 – 2.000.000 kasus setiap tahunnya di seluruh dunia
(Manuaba, 2010). Saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas
diantara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di
dunia. Prevalensi kasus kanker serviks di dunia mencapai 1,4 juta dengan 493.000
kasus baru dan 273.0000 mengalami kematian. Dari data tersebut lebih dari 80%
penderita berasal dari Negara berkembang, di Asia Selatan, Asia tenggara, Sub sahara
Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Nadia, 2009).
Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks
dan sekitar 8000 kasus diantaranya berakhir dengan kematian. Angka kejadian kanker
serviks di Indonesia tahun 2011 mencapai angka 100 per 100.000 penduduk pertahun,
dan penyebarannya terlihat terakumulasi di Jawa dan Bali. Angka itu diperkirakan
akan terus meningkat 25% dalam kurun waktu 10 tahun mendatang jika tidak
dilakukan tindakan pencegahan (Rasjidi, 2012).
Menurut data dari Yayasan Kanker Indonesia (2011) menyebutkan setiap
tahunnya sekitar 500.000 wanita didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari
250.000 wanita meninggal dunia.
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, di Indonesia Insiden
penyakit kanker serviks berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter
Ahli Patologi Indonesia (IAPI ) di 13 Rumah Sakit di Indonesia kanker serviks
menduduki peringkat pertama 17,2% diikuti kanker payudara 12,2%. Tetapi dari
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2008 diketahui bahwa
kanker payudara menempati urutan pertama (18,4) sementara kanker payudara
sebesar (10,3%). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, insiden kanker serviks
76,2% diantara kanker ginekologi.
Data yang diperoleh dari dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara penderita
kanker serviks pada tahun 2011 terdapat 74 kasus dan pada tahun 2012 terdapat 331
kasus. Di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada tahun 2009
ditemukan penderita kanker serviks sebanyak 121 kasus dan yang paling sering pada
usia > 40 tahun (82,6%) dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2011 penderita
kanker serviks sebanyak 367 ibu dan paling sering pada usia 40-55 tahun sedangkan
di Rumah Sakit Pirngadi Medan tahun 2011 terdapat 102 pasien kanker serviks yang
berkunjung ke Poli ginekologi.
Kanker serviks merupakan masalah kesehatan utama wanita di dunia,
terutama di negara berkembang, karena merupakan kanker yang paling sering terjadi
pada wanita dan terbanyak penyebab kematian. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan wanita tentang kanker serviks menyebabkan keterlambatan dalam
diagnosis sehingga pasien datang dalam kondisi kanker sudah stadium lanjut, keadaan
umum yang lemah, juga status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber
daya, sarana, dan prasarana (Rasjidi, 2010). Alasan lain meningkatnya kejadian
kanker serviks adalah karena kurangnya program penapisan yang efektif dengan
tujuan untuk mendeteksi keadaan sebelum kanker maupun kanker pada stadium dini
termasuk pengobatannya sebelum proses invasif yang lebih lanjut (Kemenkes RI,
2010).
Umumnya penderita kanker serviks yang datang ke Rumah sakit atau pusat
kesehatan sekitar 70% dalam stadium lanjut (parah) dan 30% stadium dini. Dalam
kondisi lanjut, maka diperlukan biaya yang besar karena harus melakukan
pembedahan atau penyinaran (radioterapi), padahal jika dalam stadium dini proses
penyembuhan lebih murah (Manuaba, 2010).
Hingga saat ini banyak wanita yang tidak melakukan pemeriksaan IVA secara
rutin,dengan dijumpai 40-45 kasus baru setiap hari (Goedadi, 2012). Hal ini terlihat
masih banyaknya ditemukan kematian karena penyakit kanker serviks yang terlambat
didiagnosa. Insidens kanker serviks terus meningkat seiring dengan meningkatnya
populasi sehingga meningkatkan beban kesehatan negara. Padahal sebenarnya
penyakit ini dapat dicegah dengan deteksi dini lesi prakanker yang apabila segera
diobati tidak akan berlanjut menjadi kanker serviks.
Menurut Kemenkes RI (2010) kunci keberhasilan program pengendalian
(penapisan) dan Penanggulangan terpadu harus dilaksanakan sejak dari puskesmas
yang diikuti dengan pengobatan yang adekuat. Hal ini berdasarkan fakta bahwa lebih
dari 50% wanita yang terdiagnosa kanker tidak pernah melakukan penapisan
(Kemenkes RI, 2010).
WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam
penanganan kanker serviks, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui
peningkatan kewaspadaan dan program skrining yang terorganisir, diagnosis dan
tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk kasus lanjut. Deteksi dini kanker serviks
merupakan terobosan inovatif dalam pembangunan kesehatan untuk mengurangi
angka kematian dan kesakitan akibat kanker serviks. Beberapa metode deteksi dini
dapat dilakukan diantaranya dengan metode pemeriksaan visual yakni inspeksi visual
dengan asam asetat, merupakan metode yang dapat dijadikan pilihan dalam
pembuatan kebijakan kesehatan nasional Indonesia karena karakteristik metode IVA
sesuai dengan kondisi Indonesia yang memiliki keterbatasaan ekonomi,sarana dan
prasarana kesehatan (Depkes RI, 2008).
Kebijakan untuk menentukan lesi prakanker akan memberikan dampak yang
cukup besar di dalam menurunkan insidensi, morbiditas dan mortalitas kanker
serviks. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) telah dilakukan uji coba pada wanita di
Negara Afrika dan ternyata dapat menurunkan insidensi 26% dan ternyata
mempunyai sensifitas dan spesifitas yang cukup baik dalam menemukan lesi
prakanker (FK.UI, 2007).
Pemeriksaan skrining yang lazim digunakan saat ini untuk menentukan lesi
prakanker serviks selain dengan tes papsmear, terdapat juga metode pemeriksaan
skrining alternatif yaitu pemeriksaan inspeksi visual dengan Asam Asetat (IVA)
dimana memiliki beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang lain yaitu
efektif, lebih mudah, sederhana. Keadaan ini lebih mungkin dilakukan di negara
berkembang seperti di Indonesia.
Menurut FK UI tahun 2007, deteksi penyakit kanker serviks dapat dilakukan
secara sederhana dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang
sangat sederhana, murah, nyaman, praktis dan mudah. Sederhana yaitu dengan
mengoleskan asam cuka putih, murah. Nyaman, karena prosedurnya tidak rumit,
tidak memerlukan persiapan dan tidak menyakitkan. Praktis artinya dapat dilakukan
dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus cukup tempat tidur yang representatif,
spekulum dan lampu. Mudah karena dapat dilakukan oleh bidan dan perawat yang
sudah terlatih. Bila hasilnya normal, IVA dapat diulang setiap tiga atau lima tahun.
Bila hasilnya positif, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan biopsy
(Pengambilan sampel jaringan serviks) ke laboratorium dengan menggunakan tehnik
papsmear atau Gynescopy oleh dokter ahli kandungan.
Pemerintah telah melakukan program penapisan kanker serviks dalam
mengendalikan kanker serviks. Untuk melaksanakan program ini, Departemen
Kesehatan telah menyelenggarakan pilot project deteksi dini kanker serviks di 6 kabupaten di Indonesia yaitu Deli serdang, Gresik (Jawa Timur), Kebumen (Jawa
Tengah), Gunung Kidul (DI Yogjakarta), Karawang (Jawa Barat), dan Gowa
(Sulawesi Selatan). Deteksi dini kanker serviks ini dilakukan dengan menggunakan
metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) (Depkes RI, 2008).
Depkes RI (2008) melaporkan rata-rata pencapaian skrining kanker serviks di
6 daerah pilot proyek adalah 11,64%. Target ini masih jauh dari target yang
ditetapkan oleh WHO sebesar 80%. WHO merekomendasikan, bahwa keberhasilan
program skrining kanker serviks minimal 80% dari polulasi wanita yang berisiko
berusia 30 – 50 tahun.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan program
pencegahan kanker serviks (see and treat) yakni metode skrining dan terapi pada kanker serviks yang baik dengan sumber daya terbatas, program ini dilaksanakan
sejak tahun 2007. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan seluruh puskesmas dalam
melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode
Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).
Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku, hal ini sesuai
dengan pendapat Green dan Kauter (2005) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor
predisposisi antara lain pengetahuan sejalan dengan pendapat Bloom dikutip oleh
Notoatmojo (2003) membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni:Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Dalam pengembangannya, teori
bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan. pengetahuan atau kognitif merupakan domain
sangat penting untuk terbentuknya perilaku nyata (tindakan) seseorang. Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Menurut Nuranna (2006) mengemukakan rendahnya pengetahuan wanita
mengenai kanker serviks membuat rendahnya keinginan wanita untuk melakukan
deteksi dini, hal ini disebabkan wanita Indonesia masih awam dengan dengan kanker
serviks. Hal ini sesuai dengan pendapat Aulia (2012) menyatakan kurannya
pengetahuan masyarakat, terutama kaum ibu, mengenai kanker serviks dan
keengganan untuk melakukan deteksi dini , menyebabkan sebagian besar ( >70% )
pasien dating ke fasilitas kesehatan dalam kondisi yang sudah parah dan sulit
disembuhkan. Hanya sekitar 2% dari wanita di Indonesia yang memiliki pengetahuan
tentang kanker serviks.
Hasil penelitian sebelumnya yakni tentang pengetahuan dan sikap wanita yang
telah menikah terhadap pemeriksaan IVA (Radiah, 2009) di Puskesmas Medan Area
Selatan tahun 2009 menunjukkan masih rendahnya kesadaran WUS untuk periksa
IVA, dengan data yang yang diperoleh hanya 22% responden yang melakukan
pemeriksaan IVA dan 78% responden tidak melakukan pemeriksaan IVA dengan
alasan mereka malu dan takut ketahuan kalau ada penyakit dalam dirinya.
Menurut penelitian Dewi, dkk di Buleleng (2011) menyatakan bahwa WUS
yang mempunyai tingkat pendidikannya tinggi cenderung melakukan pemeriksaan
IVA daripada WUS yang pengetahuannya rendah, sebanyak 89,3% tidak melakukan
pemeriksaan IVA dan 10,7% melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS
dengan tingkat pengetahuan tinggi, sebanyak16,7% tidak melakukan pemeriksaan
IVA dan 73,3% melakukan pemeriksaan IVA. Dan WUS yang memiliki sikap baik,
cenderung melakukan pemeriksaan IVA daripada WUS yang sikapnya kurang,
sebanyak 95,5% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 4,5% melakukan
pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS yang memiliki sikap baik, sebanyak 33,33%
tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 66,67%melakukan pemeriksaan IVA.Menurut
penelitian Yuliwati (2008) menyatakan ada hubungan yang bermakna antara perilaku
WUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA.
Survey awal yang dilakukan pada bulan Oktober 2013 bahwa Puskesmas
Padang Bulan merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah penduduk yang besar
dengan karakteristik penduduk yang berbeda baik dari tingkat sosial ekonomi
maupun tingkat pendidikan dan mempunyai fasilitas Pemeriksaan IVA yang
tentunya dapat memberikan kemudahan kepada ibu Pasangan Usia Subur (PUS)
untuk dapat melakukan pemeriksaan IVA bagi setiap ibu yang datang ke Puskesmas
Padang Bulan. Sejak tahun 2011 Puskesmas padang bulan telah melaksanakan
program sosialisasi dan pemeriksaan IVA kepada masyarakat, khususnya kepada ibu
yang telah menikah. Berdasarkan laporan akhir tahun 2013 dari petugas Program
KIA/KB , dari 5954 sasaran, yang sudah dilakukan pemeriksaan IVA baru sebanyak
1.786 (30%) ibu PUS dan 594 (10%) ibu PUS lainnya melakukan pemeriksaan
papsmear ke fasilitas lainnya. Sedangkan 3.572 (60%) ibu PUS belum melakukan
pemeriksaan IVA. Juga pada saat dilakukan survey di lapangan dari 10 orang ibu
PUS didapat 3 orang ibu PUS yang sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA,
sedangkan 7 orang ibu PUS belum pernah melakukan pemeriksaan IVA dengan
alasan berbeda-beda antara lain, belum penah tahu tentang pemeriksaan IVA, merasa
enggan karena harus buka aurat sewaktu pemeriksaan IVA, tidak merasakan adanya
gejala-gejala kanker leher rahim.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan yaitu
masih rendahnya jumlah ibu pasangan usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA
di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014
sehingga peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu pasangan
usia subur tentang kanker serviks dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu PUS tentang kanker
serviks dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru tahun 2014
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu PUS tentang kanker serviks
dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru tahun 2014
b) Untuk mengetahui hubungan sikap ibu PUS tentang kanker serviks dengan
pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan
Medan Baru tahun 2014
1.4 Manfaat penelitian
1. Sebagai masukan/informasi bagi Kepala/petugas kesehatan Puskesmas
Padang Bulan dalam upaya meningkatkan kwalitas pelayanan pemeriksaan
IVA untuk deteksi dini kanker serviks dengan memberikan
penyuluhan-penyuluhan kepada ibu Pasangan Usia Subur.
2. Sebagai bahan referensi dan menambah wawasan keilmuan dan pengalaman
serta ketrampilan dalam melakukan penelitian khususnya tentang pemeriksaan
IVA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Defenisi
Kanker serviks adalah kanker primer yang terjadi pada jaringan leher rahim
(serviks) sementara lesi prakanker adalah kelainan pada epitel serviks akibat
terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun kelainannya belum menembus lapisan
basal (membrane basalis) (Depkes, 2008).
Kanker serviks (Kanker leher rahim) adalah tumor ganas yang tumbuh di
dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari
kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam
rahim (Indrawati, 2009).
Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita di Negara
berkembang seperti Indonesia. Kanker serviks merupakan masalah kesehatan wanita
di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status
sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan saran dan
prasaran, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan yang rendah (Rasjidi, 2010).
2.1.2 Anatomi Serviks Uteri
Serviks uteri merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita, bagian
terendah dari rahim (uterus) yang menonjol ke vagina bagian atas. Rahim (uterus)
adalah suatu organ berongga yang berbentuk buah pir yang terletak pada perut bagian
bawah (Aulia, 2012).
2.1.3 Etiologi Kanker Serviks
Faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi human papiloma virus (HPV). HPV adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi virus papiloma sering terdapat pada wanita yang aktif
secara seksual. HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56, dan 58 sering ditemukan
pada kanker dan lesi prakanker. Lebih dari 90% kanker serviks ini adalah jenis
skuamosa yang mengandung DNA virus Human Papiloma Virus dan 50% kanker serviks berhubungan dengan Human Papiloma Virus tipe 16 (Rasjidi, 2008).
2.1.4 Faktor Resiko terjadi Kanker Serviks
Beberapa faktor risiko terjadinya kanker serviks (Rasjidi, 2009) yaitu :
a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
. Makin muda umur pertama kali kawin, maka makin tinggi risiko
mendapatkan kanker serviks uteri. Menurut Tilong (2012) mengemukakan hubungan
seksual pada usia terlalu dini (< 16 tahun) bisa meningkatkan risiko terserang kanker
serviks dua kali lebih besar dibandingkan mereka yang melakukan hubungan seksual
setelah usia 20 tahun. Berdasarkan penelitian para ahli, wanita pada usia yang
melakukan hubungan seksual pada usia kurang dari 15 tahun mempunyai risiko 10
kali lipat dan wanita yang melakukan hubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan
berisiko terkena kanker serviks sampai 5 kali lipat (Rasjidi, 2010).
b. Perilaku Seksual
Risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6
atau lebih mitra seks. Risiko juga meningkat bila berhubungan seks dengan laki-laki
berisiko tinggi (laki yang berhubungan seks dengan banyak wanita), atau
laki-laki yang mengidap penyakit “jengger ayam” (kondiloma akuminata) di zakarnya
(penis) (widyastuti, 2009). Menurut Aulia (2012) wanita dengan banyak pasangan
seksual memiliki risiko lebih tinggi menderita kanker serviks daripada wanita dengan
satu pasangan tetap. Demikian halnya dengan wanita yang melakukan hubungan
seksual dengan pria yang memiliki banyak pasangan seksual karena memiliki risiko
tinggi terinfeksi HPV.
c. Wanita Perokok
Tembakau mengandung bahan bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogen dan mutagen, sedangkan bila dikunyah ia menghasilkan nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita porokok dan dapat menjadi kokarsinogen
infeksi virus. Bahkan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA
epitel serviks sehingga mengakibatkan neoplasma serviks (Rasjidi, 2007).
Wanita perokok mempunyai risiko 2 kali lipat terhadap kanker serviks
dibandingkan dengan wanita bukan terkandung nikotin dan zat lainnya yang terdapat
di dalam rokok. Zat- zat tersebut menurunkan daya tahan serviks dan menyebabkan
kerusakan DNA epitel serviks sehingga timbul kanker serviks, di samping merupakan
kokarsinogen infeksi virus.
d. Riwayat Ginekologis
Hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang
tidak tepat (trauma kronis pada serviks), banyak anak (lebih dari 3 kali melahirkan,
adanya infeksi, atau iritasi menahun dapat pula meningkatkan risiko (Sarjadi, 1995).
Kanker serviks jarang dijumpai pada perawan, insiden lebih tinggi pada mereka yang
kawin daripada yang tidak kawin (Sarwono, 1997).
Insiden meningkat dengan tinginya paritas, jarak persalinan yang terlampau
dekat. Diperkirakan risiko 3-5 kali lebih besar pada wanita yang sering partus untuk
terjadi kanker. Robekan pada bagian leher rahim yang tipis kemungkinan dapat
menyebabakan suatu peradangan dan selanjutnya berubah menjadi kanker. Paritas
merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan. Paritas yang
berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak
persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menimbulkan perubahan sel-sel abnormal
pada mulut rahim dan dapat berkembang menjadi keganasan (Bertiani, 2009)
e. Sosial ekonomi
Kanker serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin ada kaitannya dengan gizi dan imunitas. Pada golongan ekonomi sosial
rendah umumnya kwalitas dan kuantitas makanan kurang hal ini mempengaruhi
imunitas tubuh. Hal ini juga ada hubungannya keterbatasan akses ke sistem pelayanan
kesehatan (Rasjidi, 2009),(Pudiastuti, 2010).
Mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, mempunyai risiko lebih tinggi
untuk menderita kanker srviks daripada tingkat sosial ekonomi menengah atau tinggi
(Laila, 2008).
f. Pendidikan
Antara tingkat pendidikan dengan NIS terdapat korelasi yang kuat.NIS
cenderung lebih banyak timbul pada wanita yang tidak berpendidikan dibandingkan
dengan wanita yang berpendidikan (88,9% dibandingkan 55,9%).Biasanya tingkat
rendahnya pendidikan berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi,kehidupan seks, dan
kebersihan (Rustam E Harahap, 1984). Menurut Aulia (2012) kurangnya pengetahuan
masyarakat, khususnya kaum ibu mengenai kanker serviks dan keengganan untuk
melakukan deteksi dini menyebabkan sebagian besar (>70%) penderita berobat ke
pelayanan kesehatan sudah dalam lanjut dan sulit diobati.
g. Pekerjaan
Sekarang ini ketertarikan difokuskan pada keterpaparan bahan tertentu dari
suatu pekerjaan :debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin dapat menjadi faktor
risiko kanker serviks (Rasjidi, 2009).
h. Hygiene dan Sirkumsisi
Wanita Jahudi jarang dijangkiti oleh kanker serviks, diduga hal ini ada
kaitannya dengan hygiene dan sirkumsisi. Pada wanita Jahudi dikenal dengan
hygiene seksual yang baik jarang ditemukan kanker serviks. Pada wanita Muslim di
India, kanker serviks lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan wanita
non-muslim (Gani,1993).
i. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul
Infeksi trikomonas, sifilis, virus herpes simpleks tipe 2, dan gonokokus yang
menahun ditemukan berhubungan dengan kanker serviks.
J. Human Immunodefisiency Virus
Perubahan sistem imun dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya
kanker serviks invasif. Immunodefisiency yang diakibatkan oleh HIV menciptakan infeksi oportunistik dari HPV yang mengakibatkan kanker serviks (Rasjidi, 2009).
K. Penggunaan Pil kontrasepsi dalam Jangka Waktu Lama
Penggunaan pil kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama ,misalnya 5 tahun
atau lebih dapat meningkatkan risiko kanker serviks bagi wanita yang terinfeksi HPV
(Aulia, 2012).
2.1.5 Perjalanan Alamiah Kanker Serviks
Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel
skuamosa serviks. Bila pada saat ini terjadi terjadi infeksi HPV, maka akan terbentuk
sel baru hasil transformasi dengan partikel HPV tergabung dalam DNA sel. Bila hal
ini berlanjut maka terbentuklah lesi prekanker dan lebih lanjut menjadi kanker.
Sebagian besar kasus dysplasia sel serviks sembuh dengan sembuh dengan
sendirinya, sementara hanya 10% yang berubah menjadi dysplasia sedang dan berat.
50% kasus dysplasia berat berubah menjadi karsinoma. Biasanya waktu yang
dibutuhkan suatu lesi dysplasia menjadi keganasan adalah 10-20 tahun.
Kanker serviks invasif berawal dari lesi dysplasia sel-sel rahim yang
kemudian berkembang menjadi dysplasia tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa prekusor kanker
adalah lesi dysplasia tingkat lanjut (high-grade dysplasia) yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi kanker invasif dalam 10-15 tahun, sementara dysplasia tingkat
rendah (low-grade dysplasia) mengalami regresi spontan (Depkes, 2008). 2.1.6 Gejala Kanker Serviks
Perubahan pra kanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan
perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan
panggul dan papsmear. Gejala biasanya muncul ketika sel serviks yang abnormal
berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan sekitarnya.Pada saat ini akan
timbul gejala berikut:
a) Perdarahan vagina yang abnormal, terutama di antara 2 menstruasi, setelah
melakukan hubungan seksual dan setelah menopause.
b) Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak).
c) Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink,
mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Gejala dari kanker serviks stadium lanjut:
a) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan
b) Nyeri panggul atau tungkai
c) Dari vagina keluar air kemih atau tinja
d) Patah tulang (fraktur)
2.1.7 Stadium kanker serviks
Sistem yang umumnya digunakan untuk pembagian stadium kanker serviks
adalah sistem yang diperkenankan oleh International Federatiaon Of Gynecology and
Obstetrics (FIGO). Semakin besar angkanya, maka kanker semakin serius dan dalam tahap lanjut (Rasjidi, 2010) sebagai berikut :
Tabel 1 Stadium Kanker serviks
Stadium Keterangan
0 Sel kanker masih di selaput lendir serviks (karsinoma insitu) I Kanker masih terbatas di dalam jaringan serviks dan belum
menyebar ke badan rahim.
IA Karsinoma yang didiagnosa baru hanya secara mikroskop dan
belum menunjukkan kelainan/keluhan klinik.
IA1 Kanker sudah mulai menyebar ke jaringan otot dengan dalam <3
mm, serta ukuran besar tumor <7 mm.
IA2 Kanker sudah menyebar lebih dalam (>3 mm-5 mm) dengan lebar
7 mm
IB Ukuran kanker sudah >IA2.
IB1 Ukuran tumor sudah 4 cm
IB2 Ukuran tumor >4 cm
II Kanker sudah menyebar keluar jaringan serviks tetapi belum
mengenai dinding rongga panggul. Meskipun sudah menyebar ke
vagina tetapi masih terbatas pada 1/3 atas vagina.
IIA Tumor jelas belum menyebar ke sekitar uterus
IIB Tumor jelas sudah menyebar ke sekitar uterus.
III Kanker sudah menyebar ke dinding panggul dan sudah mengenai
jaringan vagina lebih rendah dari 1/3 bawah. Bisa juga penderita
sudah mengalami ginjal bengkak karena bendungan air seni
(Hidroneprosis) dan mengalami gangguan fungsi ginjal. IIIA Kanker sudah menginvasi dinding panggul
IIIB Kanker menyerang dinding panggul disertai gangguan fungsi
ginjal dan Hidroneprosis
IV Kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara klinik
sudah terlihat tanda-tanda invasi kanker ke selaput lendir kandung
kencing.
IVA Sel kanker menyebar pada alat/rongga yang dekat dengan serviks
IVB Kanker serviks sudah menyebar pada alat/rongga yang jauh dari
serviks
2.2 Deteksi Dini Kanker serviks
Berbagai metode deteksi dini kanker serviks kanker serviks telah dikenal dan
diaplikasikan, dimulai sejak tahun 1960-an dengan pemeriksaan Paps. Selain itu
dikembangkan metode visual dengan ginescope, atau servikografi, kolposkopi.
Hingga penerapan metode yang dianggap murah yaitu dengan tes IVA (Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat. Deteksi dini DNA HPV juga ditujukan untuk
mendeteksi adanya HPV tipe onkogenik, pada hasil yang positif, dan memprediksi
seorang perempuan menjadi berisiko tinggi terkena kanker serviks (Depkes, 2010).
WHO merekomendasikan interval deteksi dini:
a) Bila deteksi dini hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka
sebaiknya dilakukan pada wanita antara usia 35-45 tahun.
b) Untuk wanita usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan deteksi dini
hendaknya dilakukan 3 tahun sekali
c) Bila 2 kali berturut-turut hasil deteksi dini sebelumnya negatife, perempuan
usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani deteksi dini.
d) Tidak semua wanita direkomendasikan melakukan deteksi dini setahun sekali.
Metode deteksi dini yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan
sumber daya. Metode deteksi dini yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu
akurat, dapat diulang kembali (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta aman. Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai
berikut (Depkes RI, 2008):
1. Metode Sitologi
a. Tes Paps konvensional
Tes Paps atau pemeriksaan sitologi diperkenalkan oleh Dr.George
Papanicolau sejak tahun 1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker
leher rahim di Negara-negara maju menurun drastis. Pemeriksaan ini
merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang mudah, murah, aman, dan
non-invasif. Beberapa penulis melaporkan sensitivitas pemeriksaan ini berkisar
antara 78-93%, tetapi pemeriksaan ini tak luput dari hasil positif palsu sekitar
16-37% dan negatif palsu 7-40% sebagian besar kesalahan tersebut
disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan dalam
proses pembuatan sediaan dan kesalahan interpretasi.
b. Pemeriksaan sitologi cairan (Liquid-base cytology/LBC)
Dikenal juga dengan Thin Prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah mengurangi hasil negatif palsu dari pemeriksaan Tes Paps konvensional dengan
cara optimalisasi teknik koleksi dan preparasi sel. Pada pemeriksaan metode ini
sel dikoleksi dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah
berisi larutan fiksasi. Keuntungan penggunaan teknik monolayer ini adalah sel
abnormal lebih terbesar dan mudah dikenali. Kerugiannya adalah butuh waktu
yang cukup lama untuk pengolahan slide dan biaya yang lebih mahal. 2. Metode pemeriksaan DNA-HPV
Deteksi DNA-HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai
cara mulai dari cara Shouthern Blot yang dianggap sebagai baku emas, filter
insitu, Dot Blot, hibridisasi insitu yang memerlukan jaringan biopsi, atau dengan
cara pembesaran, seperti pada PCR (Polymerase Chain Reaction) yang amat sensitif.
3. Metode inspeksi visual
a. Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)
b. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolkoskopi
(pemeriksaan serviks dengan kaca pembesar) dan servikografi.
Setiap metode deteksi dini mempunyai sensitifitas dan berbeda. Sampai saat
ini belum ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas 100%
(absolut). Oleh karena itu, dalam pemeriksaan deteksi dini, setiap wanita
harus mendapat penjelasan dahulu (informed consent).
Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa
pemeriksaan berikut : Sistoscopi, Rontgen dada, Urografi intravena,
Sigmoidoskopi, Scanning tulang dan hati, Barium enema.
2.3 Inspeksi Visual dengan Asam Asetat 2.3.1 Pengertian
Pemeriksaan Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan
yang dilakukan oleh dokter/bidan/paramedis dengan mengamati leher rahim yang
telah diberiasam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan
penglihatan mata telanjang. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami
dysplasia sebagai salah satu metode deteksi dini kanker mulut rahim (Depkes, 2008).
Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan
cara memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat
3-5%. Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan
meningkatkan osmolaritas cairan ekstrasekuler. Cairan ekstraseluler yang bersifat
hipertonik ini akan menarik cairan intraseluler sehingga membran akan kolaps dan
jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel
mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan
keluar sehingga permokaan epitel abnormal akan berwarna putih, yang disebut juga
epitel putih (acetowhite) (Depkes, 2007)
Praktek yang dianjurkan untuk fasilitas Pemeriksaan IVA, sebagai suatu
pemeriksaan deteksi dini alternatif, karena memiliki beberapa manfaat jika
dibandingkan dengan uji yang telah ada. Keadaan ini lebih memungkinkan dilakukan
di negara berkembang, seperti Indonesia(FK.UI, 2010).
IVA adalah dengan sumber daya sederhana dibandingkan dengan jenis
penapisan lain (Depkes, 2010) karena:
a) Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan
b) Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes yang lain yang digunakan untuk
penapisan kanker leher rahim
c) Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di
semua jenjang sistem kesehatan
d) Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai
penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan)
e) Suplai sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah didapat
dan tersedia
f) Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang
tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai lesi
prakanker
2.3.2 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lainnya.
Tabel 2 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lainnya
Jenis Tes Aman Praktis Terjangkau Efektif
Mudah
Tersedia
IVA ya ya ya ya ya
Pap Smear ya tidak tidak ya tidak
HPV/DNA Test ya tidak tidak ya tidak
Cervicography ya tidak tidak ya tidak
2.3.3 Indikasi Pemeriksaan IVA
Menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan bagi semua wanita berusia
30-45 tahun. Kanker rahim menempati angka tertinggi diantara kanker lain wanita,
sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi pra-kanker lebih mudah
terdateksi, biasanya 10-20 tahun lebih awal.
Sejumlah faktor risiko berhubungan dengan perkembangan kanker serviks
sebagai berikut:
a) Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia <20 tahun)
b) Memiliki banyak pasangan seksual
c) Riwayat pernah mengalami Infeksi Menular Seksual (IMS)
d) Ibu atau saudara perempuan yang memiliki riwayat kanker serviks
e) Hasil Papsmear sebelumnya yang tidak normal
f) Wanita perokok
g) Wanita yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh dan
(HIV/AIDS)
2.3.4 Kapan Harus Menjalani Pemeriksaan IVA
Tes IVA dapat dilakukan kapan saja, termasuk saat siklus menstruasi, saat
kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.Tes IVA dapat dilakukan pada
wanita yang dicurigai atau diketahui menderita IMS atau HIV/AIDS. Bimbingan
diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika harus konseling dibutuhkan. Untuk
masing-masing tes akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu
(misalnya, kunjungan ulang ibu untuk tes IVA setiap tahun secara berkala atau 3-5
tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas seperti kapan dan dimana
pengobatan diberikan, risiko potensial atau manfaat pengobatan dan kapan perlu
merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.
2.3.5 Peralatan dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasa
tersedia di klinik atau di poli KIA seperti berikut:
a) Meja periksa gynekologi dan kursi
b) Sumber cahaya yang memadai agar cukup menyinari vagina dan leher rahim
c) Spekulum graves bivalved ( cocor bebek )
d) Nampan atau wadah
Ada beberapa bahan yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan IVA.
Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah. Antara lain :
a) Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan keputihan dari
serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam asetat ke leher rahim
b) Sarung tangan periksa harus baru
c) Spatula kayu digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika
menonjol melalui bilah spekulum
2.3.6 Teknik Pemeriksaan dan Interpretasi IVA (Depkes, 2007)
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih
(acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks yang diolesi larutan asam asetat. Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam
asetat tidak dilakukan namun segera dilakukan rujukan ke sarana yang lebih lengkap.
Wanita yang sudah menopause tidak direkomendasikan menjalani deteksi dini
dengan metode IVA karena zona transsisional leher rahim pada kelompok ini
biasanya berada pada endoserviks dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat
dengan inspeksi spekulum.
Tabel 3 Interpretasi Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
No Hasil Interpretasi
1 Normal Licin, merah muda, bentuk portio normal
2 Infeksi Servisitis, banyak fluor, ektropian, polip
3 Positif IVA Plak putih, epitel acetowhite (bercak putih)
4 Kanker serviks Pertumbuhan seperti bunga kol, mudah berdarah
2.4 Pencegahan kanker serviks
Menurut Rasjidi tahun 2010, ada beberapa cara untuk mencegah Kanker
serviks :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
a) Promosi dan edukasi pola hidup sehat
b) Menunda onset aktivitas seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara
monogamy akan mengurangi risiko kanker servks secara signifikan.
c) Penggunaan kontrasepsi barier
Kontrasepsi metode barier (kondom, diafrgma dan spermatisida) berperan
untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan latex lebih dianjurkan
daripada kondom yang terbuat dari kulit kambing.
d) Berperan menghentikan atau mencegah perubahan keganasan sel-sel,
seperti yang terjadi pada permukaan serviks.
e) Penggunaan vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bsa mengurangi infeksi
Human Papiloma karena mempunyai proteksi >90 %.
2. Pencegahan sekunder
a) Pencegahan Sekunder - Pasien dengan risiko sedang
Hasil tes Pap yang negatif`sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selish
waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat
dianjurkan. Untuk pasien (atau patner hubungan seksual yang level
aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkan untuk tes Pap tiap tahun.
b) Pencegahan Sekunder – Pasien dengan Risiko Tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia <20 tahun dan wanita
yang mempunyai banyak patner (multpel patner) seharusnya melakukan tes
Pap tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien risiko
khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat seksual berulang.
3. Pencegahan tersier
Meliputi pelayanan di Rumah sakit (diagnosis dan dan pengobatan) serta
tindakan paliatif untuk meningkatkan kwalitas hidup pasien.
2.5 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba (Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku, hal ini sesuai
dengan pendapat Green dan Kauter (2005) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor
predisposisi antara lain pengetahuan sejalan dengan pendapat Bloom dikutip oleh
Notoatmojo (2010) bahwa perilaku seseorang dibedakan dalam 3 ranah atau domain
yaitu pengetahuan (cognitive), sikap (afektif), tindakan (psikommotor).
Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indera penglihatan dan
pendengaran. Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan
pengetahuan.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam (6)
tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi-materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu sruktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoadmodjo, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang dalam melakukan
tindakan antara lain (Notoatmojo, 2007):
1. Pendidikan
Latar belakang pendidikan memberikan kemudahan bagi seseorang yang
terpelajar dalam menerima informasi dalam melakukan tindakan.
2. Pekerjaan
Lingkungan kerja dapat memberikan pengetahuan tambahan yang sesuai
terjadi di sekeliling pekerjaan seseorang dalam pengetahuan.
3. Umur
Faktor umur dan perilaku ibu mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
pemeliharaan kesehatan (Notoadmodjo, 2003). Umur yang kian dewasa
mengkontribusikan kematangan berfikir dalam melakukan sebuah tindakan
sebagai respon dalam pengambilan keputusan.
4. Minat
Minat sebagai dorongan rasa ingin untuk berbuat pada diri sendiri sebagai
timbal balik dari pengetahuan yang telah diterima.
5. Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu yang melekat sebagai
pengetahuan dalam dirinya.
6. Informasi
Informasi sebagai bahan masukan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan dari
luar dirinya.
Sebagai informasi merupakan media pendidikan kesehatan sebagai sumber
informasi (Notoatmodjo, 2003) dapat berupa :
a. Media cetak adalah alat bantu menyampaikan pesen-pesan kesehatan sangat
bervariasi seperti : booklet (buku kecil), leafleat (lembaran berlipat), flif chart
(lembar balik), rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster, foto-foto.
b. Media elektronik seperti audio, : televise, video, slide, film strip. c. Media papan (Billboard).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan- tingkatan di atas (Notoatmojo, 2007). Hasil penelitian
Yuliwati tahun 2012 menyatakan pengetahuan berhubungan erat dengan pemeriksaan
IVA. Dengan adanya pengetahuan yang baik maka seseorang akan mencari informasi
tentang kesehatannya, terutama dalam hal pemeriksaan IVA. Pengetahuan tidak
hanya diperoleh dari pendidikan formal saja tetapi juga diperoleh dari pelatihan,
penyuluhan, teman, brosur, dan semakin banyak memperoleh pengetahuan tentang
IVA maka semakin besar kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA.
2.6Sikap (Attitude) 2.6.1 Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya bisa di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007). Pandangan atau perasaan yang
disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek.
2.6.2 Komponen Pokok Sikap
Notoatmojo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen
pokok yaitu: Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek,
kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk
bertindak. Komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosional memegang peranan penting.
2.6.3 Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa seperti halnya dengan
pengatahuan, sikap ini juga memiliki beberapa tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding) yang berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi
dari sikap.
3. Menghargai (valuing) yang berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung Jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling
tinggi.
Menurut Purwanto tahun 1999, sikap dapat dibedakan atas ;
1. Sikap positif
Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui,
menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu
itu berada.
2. Sikap negatif
Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma- norma yang berlaku dimana individu .
Hasil penelitian sebelumnya tentang pengetahuan dan sikap wanita yang telah
menikah terhadap pemeriksaan IVA (Radiah, 2009) di Puskesmas Medan Area
Selatan menunjukkan masih rendahnya kesadaran WUS untuk periksa IVA, dengan
data yang diperoleh hanya 22% responden yang periksa IVA dan 78% tidak periksa
IVA dengan alasan malu dan takut ketahuan menderita penyakit dalam dirinya.
Menurut penelitian Dewi, dkk di Buleleng (2011) menyatakan bahwa WUS yang
memiliki sikap baik, cenderung melakukan pemeriksaan IVA daripada WUS yang
sikapnya kurang, sebanyak 95,5% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 4,5%
melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS yang memiliki sikap baik,
sebanyak 33,33% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 66,67% melakukan
pemeriksaan.
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah :
Keterangan:
Pengetahuan dan sikap ibu pasangan usia subur tentang kanker serviks dapat
mempengaruhi pemeriksaan IVA.
2.8 Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan pengetahuan ibu pasangan usia subur tentang kanker serviks
dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru tahun 2014
2. Ada hubungan sikap ibu pasangan usia subur tentang kanker serviks
dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen yaitu pengetahuan dan sikap dengan variabel dependen yaitu
pemeriksaan IVA pada ibu pasangan usia subur di Wilayah Kerja Puskesmas Padang
Bulan Medan tahun 2014.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan
Medan Kecamatan Medan Baru Medan, dengan alasan masih banyak dijumpai
ibu-ibu Pasangan Usia Subur belum pernah melakukan pemeriksaan IVA.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September 2013-Mei 2014.
3.3Populasi dan sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu pasangan usia subur yang
melakukan kunjungan ke Puskesmas Padang Bulan mulai bulan September 2013-
April 2014