• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERWAKILAN RAKYAT DAERAH MELALUI DEWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETERWAKILAN RAKYAT DAERAH MELALUI DEWAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS HUKUM TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

KETERWAKILAN RAKYAT DAERAH MELALUI DEWAN

PERWAKILAN DAERAH

Disusun Oleh:

M. Yahusafat

110110130289

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

Bab I

Pendahuluan

1.1Latar Belakang

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 melahirkan suatu lembaga baru yang dinamakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pembentukan DPD di latar belakangi oleh persoalan mendasar yang membebankan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang juga menjadi perwakilan setiap daerah di Indonesia. Selain itu konsep keseimbangan antar elemen-elemen penyelenggara negara atau biasa dipahami sebagai check and balance system tidak diberi ruang

untuk dapat dijalankan. Karena dengan membebankan segala kepentingan daerah kepada MPR, sehingga pada hakikatnya seluruh kekuasaan lembaga-lembaga penyelenggara negara adalah di bawah MPR.1 Kewenangan legislatif Dewan Perwakilan Daerah memang limitatif. Terbatas pada bidang-bidang tertentu yang sudah dicantumkan dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagian besar kewenangan DPD adalah berkenaan dengan kepentingan daerah. Hal tersebut dapat dimaklumi karena DPD adalah representasi regional.2

Pada umumnya, penting bagi negara Republik Indonesia untuk memiliki suatu lembaga negara yang secara langsung berhubungan dengan masyarakatnya khususnya di daerah yang jauh dari pemerintah pusat. Mengingat bahwa, Indonesia merupakan negara dengan kepulauan dan daerah yang banyak, maka tidak mungkinlah jika segala sesuatunya akan diurus seluruhnya oleh Pemerintah yang berkedudukan di Ibukota Negara.3

1

H.R. Daeng Naja, Dewan Perwakilan Daerah: Bikameral Setengah Hati, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2004) Hal. 9-10.

2

CRF, “Kekuatan Hukum Pengawasan DPD Harus Sama Dengan DPR”, diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20008/kekuatan-hukum-pengawasan-dpd-harus-sama-dengan-dpr, pada tanggal 4 Juni 2015 pukul 9.41

3

(3)

Secara legal, keberadaan DPD tercantum dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD [Selanjutnya disebut “UU Susduk”]. Dalam UU Susduk, tidak disebutkan bahwa tugas, fungsi dan wewenang DPD hanyalah sekedar subordinat DPR. Padahal munculnya ide kamar kedua bertumpu pada keinginan memberi ruang Check and Balances System, serta saling mengisi secara kreatif antara dua lembaga parlemen.

Dengan keberadaan DPD, timbul harapan masyarakat-masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi di tingkat daerah dapat disalurkan dan dibahas di tingkat nasional. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan publik akan lahir dan tercipta sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah maupun secara umum. Kebijakan-kebijakan

publik baik di tingkat nasional maupun daerah tidak merugikan dan bahkan berpihak kepada kepentingan daerah dan kepentingan rakyat di seluruh Indonesia.

1.2Rumusan Masalah

Dengan beberapa penjelasan mendasar di atas, terdapat beberapa topik-topik yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu;

a) Fungsi Dewan Perwakilan Daerah sebagai Lembaga Negara

(4)

Bab II

Pembahasan

Dalam memahami bentuk kelembagaan dan fungsinya, tidak dapat terlepas dari proses perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dilakukan dalam empat kali yaitu pada tahun 1999, kedua pada tahun 2000, perubahan ke tiga pada tahun 2001, dan perubahan ke empat pada tahun 2002. Tujuan dalam perubahan Undang-Undang Dasar yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan upaya penyempurnaan aturan dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana tertuang dalam dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.4 Dengan adanya

perubahan Undang-Undang Dasar 1945 terjadi banyak perubahan dalam substansi serta kelembagaannya. Namun hal-hal tersebut tetap mempunyai kaitan erat dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang aslinya dalam substansi maupun kelembagaannya. Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut baik namanya maupun fungsi serta kewenangannya yang diatur dalam peraturan yang lebih rendah.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sendiri terdapat lebih dari 34 buah lembaga yang disebut baik secara langsung atau tidak langsung. Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya. Terdapat dua kriteria dalam pembagian hirarki, yaitu (1) kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan (2) kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara. Dengan demikian terdapatlah dua pembagian berdasarkan fungsinya yaitu yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjan (auxiliary). Selain itu ada pula pembagian menurut pelapisan. Yaitu organ lapis pertama atau disebut lembaga tinggi negara, organ lapis kedua atau

4

(5)

disebut lembaga negara saja, dan yang terakhir organ lapis ketiga yang merupakan lembaga daerah. Dalam hal ini, Dewan Perwakilan Daerah termasuk dalam organ-organ konstitusi lapis pertama, di karenakan fungsi dan kewenangannya Dewan Perwakilan merupakan jembatan masyarakat daerah untuk membahas legislasi tertentu dan tidak melupakan kepentingan masyarakat di daerah serta menghindari ketimpangan antara pusat dan daerah.5

Latar belakang pembentukan Dewan Perwakilan Daerah semula dimaksudkan untuk mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (Bikameral) yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dengan struktur bikameral itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan dengan sistem double-check yang memungkinan representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosail yang lebih luas. Dewan Perwakilan Rakyat merupakan cermin representasi politik (political representation),

sedangkan disisi lain Dewan Perwakilan Daerah menjadi cerminan dalam prinsip representasi teritorial atau regional (regional representation). Namun, dalam pengajuan ide bikeralisme atau sistem parlemen dua kamar mendapat kritik dan tentangan keras dari kelompok konservatif di Panitia Ad Hoc Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1999 hingga 2002, sehingga hasil yang disepakati menjadi rumusan yang sekarang tidak dapat disebut sistem bikameral sama sekali. Dalam ketentuan Undang-Undang 1945, Dewan Perwakilan Daerah tidak mempunyai kewenangan dalam pembentukan undang-undang. Namun, hanya terbatas dalam kewenangan di bidang pengawasan terhadap pembentukan undang-undang yang berkenaan. Dengan Dewan Perwakilan Daerah hanya disebut sebagai co-legislator daripada legislator yang sepenuhnya.6

Menurut ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945, Dewan Perwakilan Daerah mempunyai beberapa kewenangan yang dapat di interpretasi sebagai berikut:

1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Daerah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan:

a. Otonomi daerah;

b. Hubungan pusat dan daerah;

5

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006) Hal. 98-105.

6

(6)

c. Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;

d. Pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya; serta e. Yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2) Dewan Perwakilan Daerah (DPD):

a. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan i. Otonomi daerah;

ii. Hubungan pusat dan daerah;

iii. Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;

iv. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta

v. Perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta b. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas:

i. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara; ii. Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak;

iii. Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan; dan iv. Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan agama.

3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan (kontrol) atas: a. Pelaksanaan UU mengenai:

i. Otonomi daerah;

ii. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; iii. Hubungan pusat dan daerah;

iv. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; v. Pelaksanaan anggaran dan belanja negara;

vi. Pajak;

vii. Pendidikan dan agama; serta

b. Menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.7

Dengan demikian, harus dibedakan antara fungsi DPD dalam bidang legislasi dan bidang pengawasan. Meskipun dalam bidang pengawasan, keberadaan DPD itu bersifat utama (main

7

(7)

constitutional organ) yang sederajat dan sama penting dengan DPR, tetapi dalam bidang legislasi, fungsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu hanyalah sebagai co-legislator di samping Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sifat tugasnya di bidang legislasi hanya menunjang (auxiliary agency) tugas konstitusional DPR. Dalam proses pembentukan suatu undang-undang atau legislasi, DPD tidak mempunyai kekuasaan untuk memutuskan atau berperan dalam proses pengambilan keputusan sama sekali. Padahal, persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD jauh lebih berat daripada persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPR. Artinya, kualitas legitimasi anggota DPD itu sama sekali tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas kewenangannya sebagai wakil rakyat daerah (regional representatives).

Namun, dengan di bentuknya Dewan Perwakilan Daerah, maka timbul lah harapan untuk memenuhi fungsi demokrasi yaitu rasa keadilan masyarakat di daerah, serta memperluas dan meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional.8 Selain itu, hal tersebut juga dapat menghapus mindset mengenai sentralisasi, karena kepentingan daerah tidak lagi dipegang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, namun langsung dipegang oleh parah regional representatives yang berhubungan dengan pemerintah pusat. Dengan demikian, dengan adanya hal-hal tersebut maka dapat disebut bahwa usaha untuk menghapuskan sentralisasi diharapkan dapat terealisasikan.

Hal ini senada dengan ungkapan Ketua DPD RI periode 2004-2009, yang menyatakan gagasan dasar pembentukan DPD adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk soal-soal yang terutama berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut berangkat dari pemikiran bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada zaman yang lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, sehingga dapat membahayakan keutuhuan wilayah negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsur Utusan Daerah

8

(8)

dalam keanggotan Majelis Permusyawaratan Rakyat selama ini (sebelum dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.9

Melalui amandemen UUD 1945 khususnya Pasal 2 ayat 1 maka terbentuklah sistem ketatanegaraan baru dengan berdirinya sebuah lembaga negara baru yang disebut Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ( DPD RI ). Kelahiran DPD telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional. Bahwa kebijakan-kebijakan publik baik di tingkat nasional maupun daerah tidak merugikan dan senantiasa sejalan dengan kepentingan daerah dan kepentingan rakyat di seluruh tanah air. DPD akan menjamin kepentingan daerah sebagai bagian yang serasi dari kepentingan nasional, dan kepentingan nasional secara serasi merangkum kepentingan daerah.

9

(9)

Bab III

Penutup

3.1Kesimpulan

Dewan Perwakilan Daerah, merupaka lembaga tinggi negara yang disebut juga sebagai wakil rakyat daerah (regional representatives) memiliki kewenangan yang belum maksimal seperti yang diharapkan karena hanya menjadi pengawas dalam pembentukan legislasi yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Dengan demikian, Dewan Perwakilan Daerah hanya menjadi co-legislator bukan menjadi legislator yang langsung membuat undang-undang mengenai kepentingan daerah, namun hanya memberi rancangan saja. Keputusan tetap dipegang oleh pusat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat.

Tujuan membentuk sistem bikameral juga belum dapat dipandang berhasil. Hal ini terlihat dari otoritas dan peran DPD yang tidak seimbang dengan DPR. DPD diibaratkan hanya sebagai Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, bukan sebagai lembaga legislatif mendampingi DPR. Sistem Bikameral yang dianut Indonesia hanya setengah hati, sesuai dengan dugaan tim konservatif panitia Ad Hoc amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Dengan maksud, bercermin pada sistem bikameral Amerika, tetapi hanya sebagian saja.

Upaya yang sekiranya dapat memposisikan Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga penyeimbang bagi DPR demi menuju sistem bikameral yang efektif, yaitu: perubahan konstitusi, konvensi ketatanegaraan dan penguatan institusional.

3.2Saran

Berdasarkan segala sumber-sumber serta tulisan yang telah di sampaikan dalam artikel ini, maka penulis melihat bahwa saran-saran dapat dijadikan beberapa poin, yaitu:

(10)

di bidang institusional. DPD merupakan lembaga yang harus dipertahankan keberadaannya sebagai lembaga penyeimbanga DPR serta fasilitator aspirasi bagi masyarakat-masyarakat daerah.

2) Ada baiknya apa bila DPD melakukan beberapa tindakan-tindakan politis khususnya terhadap DPR maupun Presiden. Tujuannya adalah untuk memperkuat otoritas dan perannya sebagai lembaga legislatif, bukan hanya co-legislative.

3) Hal-hal tersebut ada baiknya jika melalui amandemen ke-lima Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia. Agar kewenangan serta fungsi dari DPD itu sendiri langsung berdasarkan dasar hukum yang jelas dan mutlak. Dengan demikian, hal-hal terkait poin 1 dan 2 dapat diminimalisir. Demi tercapainya sistem bikameral yang demokratis serta

(11)

Daftar Pustaka

1) Asshiddiqie, Jimly. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta. Setjen dan Kepaniteraan MKRI.

2) CRF, “Kekuatan Hukum Pengawasan DPD Harus Sama Dengan DPR”, diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20008/kekuatan-hukum-pengawasan-dpd-harus-sama-dengan-dpr, pada tanggal 4 Juni 2015 pukul 9.41

3) Daeng Naja, H.R.. 2004. Dewan Perwakilan Daerah: Bikameral Setengah Hati, Yogyakarta. Media Pressindo.

4) Gusman, Delfina dan Nova, Andi, “Tinjauan Yuridis Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD RI Dalam Rangka Menuju Sistem Bikameral Yang Efektif” (2013) diakses dari http://fhuk.unand.ac.id/in/kerjasama-hukum/menuartikeldosen-category/943-tinjauan- yuridis-fungsi-tugas-dan-wewenang-dpd-ri-dalam-rangka-menuju-sistem-bikameral-yang-efektif-article.html, pada tanggal 10 Juni 2015 pukul 14.09

5) Kartasasmita, Ginandjar selaku Ketua DPD RI Periode 2004-2009, Makalah yang berjudul Bikameralisme Di Indonesia disampaikan pada acara seminar sehari, Jakarta 2 Maret 2006. 6) Kusnnardi, Moh. dan Ibrahim, Harmaily. 1983. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta.

Sastra Hudaya.

7) Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2007. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta. Sekretariat Jenderal MPR RI.

Referensi

Dokumen terkait

berkesinambungan membutuhkan berkoordinasi dengan semua bidang baik pada tingkat universitas (akademik dan non akademik), fakultas dan program pascasarjana, maupun program

Dalam menangani pekerjaan di dunia kerja nyata, bukan hanya menggunakan ilmu pengetahuan dari bangku kuliah semata, namun juga harus dipadukan dengan pengalaman dan

Sejak awal Lesson Study dicanangkan sebagai upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru, berdasarkan pengalaman penulis selama putaran ke-1 sampai dengan putaran ke-5

Kalaulah rukun Islam yang lain seperti syahadat, sholat, puasa, dan ibadah haji memiliki sifat yang berhubungan langsung kepada Allah, maka zakat tidak..

Pada tugas akhir ini dilakukan modifikasi atap Stadion Utama Palaran Samarinda, yang semula menggunakan struktur atap rangka batang konvensional menjadi struktur atap dengan

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan seorang guru Fikih pada tanggal 13 Januari 2017, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam video/film

Tujuan Pembelajaran Umum : Mahasiswa mampu menjelaskan metoda dan teknik pembuatan bahan dekorasi patiseri Jumlah Pertemuaan : 2 (satu) kali. Pertemuan Tujuan Pembelajaran

yaitu bagaimana hakim dapat menentukan bahwa sesuatu perbuatan bertentangan dengan hukum adat, padahal hukum adat adalah serangkaian peraturan yang tidak tertulis. Di dalam