ABSTRACT
ANALYSIS OF THE AGRICULTURAL SECTOR ROLE IN THE ECONOMY Central Lampung District 2000-2011
by
Rahmat Agus Hudoyo, M. Irfan Afandi
This study aims to determine the role of agriculture in the economy of central Lampung regency. In the data analysis and discussion of the analysis of the typology used Klassen, shift share analysis to see change / shift in the economic structure, Location quotient (LQ) to see the sector base and non-base as well as the contribution of the agricultural sector.
The results using Klassen typology analysis shows that the agricultural sector is in quadrant II the advanced sector but stressed (high contribution but low growth) that coincide with the manufacturing sector, the results of calculations using the Location Quotient (LQ) for the period 2000 to 2011 in the mean average agricultural sector is still the largest sector of 1:17. While the results of calculations using Shiftshare analysis (SSA) agriculture in the period 2000-2011 the agricultural sector does not have a good performance, this is because the agriculture sector has a high competitiveness but the growth rate is slow. The level of sector specialization in Central Lampung District for the period 2000-2011 on average of 0:11, showing that the concentration of sectors is evenly distributed, and the agricultural sector had the largest sector activity behavior is 7:18.
The agricultural sector in Central Lampung regency still the basis or seed in the economy of Central Lampung, Central Lampung because it is one of the granary in Lampung Province, which is able to contribute a fifth of the total rice production in the province of Lampung, Central Lampung Commodities Corn is the center of the corn in the province Lampung after South Lampung, the production of cassava in Central Lampung also supply one-third of the total production of cassava Lampung. Condition of other crops also have strategic significance for the production of food crops in Lampung, in 2011 the contribution of soybean production of peanuts, green beans and sweet potatoes ranged from 18 to 24 percent.
ABSTRAK
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN LAMPUNG TENGAH 2000-2011
Oleh
Rahmat, Agus Hudoyo, M. Irfan Afandi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran sektor pertanian dalam perekonomian kabupaten lampung tengah. Dalam analisis data dan pembahasan digunakan analisis shift share untuk melihat perubahan/pergeseran struktur ekonomi, Location quotient (LQ) untuk melihat sektor basis dan non-basis serta kontribusi sektor pertanian.
Secara sektoral komponen Pertumbuhan Nasional (Nr) berpengaruh positif terhadap perubahan PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir Kabupaten Lampung Tengah, sektor-sektor ekonomi yang mengalami pergeseran paling tinggi adalah sektor pertanian (Proportional shift = -17.691,42), sektor industri pengolahan (Proportional shift = -14.834,760) dan sektor bangunan (Proportional shift = -960,309). Sementara itu komponen Keunggulan Kompetitif (Dr) secara sektoral berpengaruh positif terhadap perubahan PDRB. Sektor yang memiliki keunggulan kompetitif adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ini terlihat dari nilai
differential shift yang positif. Sedangkan sektor yang kurang memiliki keunggulan kompetitif adalah sektor pertambangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.
Hasil perhitungan metode Location quotient (LQ), sektor-sektor yang termasuk dalam sektor basis dengan indikasi nilai LQ lebih dari satu (LQ>1) selama periode analisis adalah sektor industri pengolahan dengan LQ rata-rata sebesar 1,14, sektor pertanian dengan LQ rata-rata sebesar 1,13 dan sektor bangunan dengan LQ rata-rata sebesar 1,02. Sedangkan yang termasuk dalam sektor non-basis adalah sektor angkutan dan komunikasi (LQ = 0,44), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (LQ = 0,76), sektor pertambangan (LQ = 0,82), sektor
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN
TERHADAP PEREKONOMIAN
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh:
RAHMAT
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS (M.Si)
pada
Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung
MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Surakarta Jawa Tengah, 1 Januari 1949, sebagai anak tunggal, dari Bapak Atmotahir dan Ibu Sutarmi.
SANWACANA
Alhamdullilahirobbil‘alamin, puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan baik kepada keluarga, sahabat, dan penerus-penerus risalahnya hingga akhir zaman. Tesis dengan judul
“Analisis Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Lampung Tengah”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Agus Hudoyo, M.Sc., sekaligus pembimbing pertama atas kesediaannya memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini;
2. Bapak Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Magister Ekonomi Pertanian/Agribisnis Universitas Lampung sekaligus pembimbing pertama atas kesediaannya memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini;
v
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
5. Istriku dan anak-anakku yang telah memberikan perhatian, motivasi, kasih sayang dan do’a yang tak henti-hentinya;
6. Orang tua dan saudara-saudaraku tercinta atas dukungan dan doanya;
7. Teman-teman Magister Ekonomi Pertanian/Agribisnis Universitas Lampung angkatan 2009, yang senantiasa memberikan dukungan, saran, masukan, nasehat, dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini serta kebersamaan dan keceriaaan yang kita lalui bersama;
8. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan FEB Unila yang senantiasa membantu dan memberikan dukungan, saran, dan motovasinya;
9. Karyawan-karyawati di Program Pascasarjana Magister Agribisnis, Mba’ Ayi,
Mba’ Iin, Mas Bo, Mas Kardi, dan Mas Boim atas bantuannya;
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.
Bandar Lampung, 2014 Penulis,
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al Baqarah : 153)
Setiap orang mencoba mencapai suatu hal yang besar, tanpa menyadari, bahwa hidup itu adalah kumpulan dari hal-hal kecil.
Everyone is trying to accomplish something big, not realizing that life is made up of little things.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..……… i
DAFTAR GAMBAR ………...……….………..…. iii
DAFTAR LAMPIRAN .……….. iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………...…….. 1
B. Perumusan Masalah ……….. 4
C. Tujuan Penelitian ……… 5
D. Kegunaan Penelitian ……….….. 6
II. KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI A. Landasan Teori B. Pendapatan Regional (Regional Income) ……….… 12
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ………... 13
2. Metode Perhitungan Pendapatan Regional ……….… 16
a. Metode Langsung ………..…..……. 16
b. Metode Tidak Langsung ..………. 18
3. Struktur Ekonomi Indonesia .………...…….. 18
4. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi .….. 20
5. Location Quotient (LQ) ………..……… 24
6. Analisis Shift Share ..……….…... 25
7. Indeks Spesialisasi ..……….…... 29
C. Kerangka Pemikiran ……….. 32
III. METODELOGI PENELITIAN A.Konsep Dasar dan Definisi Operasional ……… 36
B. Jenis dan Sumber Data ………... 39
C.Metode Analisis Data ………. 39
B. Penduduk……… ………..….……… 49
C.Pendidikan……….…….. 53
D.Kesehatan……… 53
E. Kelembagaan Pemerintah………. 54
F. Hasil Sektor………. 54
G.Keadaan Perekonomian Lampung Tengah………... 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sektor Pertanian Sebagai Sektor Unggulan ………...…. 78
a. Analisis Tipologi Klassen………...………. 78
b. Analisis Location Quotient………...……… 81
c. Analisis Shift Share……..………...……… 83
B. Tingkat Spesialisasi Sektor di Kabupaten Lampung Tengah …… 83
C. Faktor Internal Dan Eksternal Sektor Pertanian………..… 87
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….……….. 96
B. Saran ……….……… 97 DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Diagram perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung
Tengah Tahun 1998-2007 ………….……….……….………….. 41
2. Grafik Perkembangan Pr Sektor Pertanian ……..…….………. 54
3. Grafik Perkembangan Dr Sektor Pertanian …………..……… 55
4. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertanian ……….… 55
5. Grafik Perkembangan Pr Sektor Industri Pengolahan ……… 57
6. Grafik Perkembangan Dr Sektor Industri Pengolahan …………...…… 58
7. Grafik Perkembangan LQ Sektor Industri Pengolahan ……….... 58
8. Grafik Perkembangan Pr Sektor Bangunan ……….……….... 59
9. Grafik Perkembangan Dr Sektor Bangunan ……… 60
10.Grafik Perkembangan LQ Sektor Bangunan ………... 60
11.Grafik Perkembangan Pr Sektor Perdagangan,Hotel dan restoran……. 62
12.Grafik Perkembangan Dr Sektor Perdagangan,Hotel dan restoran ..… 62
DAFTAR LAMPIRAN
1. PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) Propinsi Lampung Dan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007
2. Komponen SHIFT SHARE Kabupaten Lampung Tengah 3. Komponen SHARE Kabupaten Lampung Tengah
4. Komponen Differential Shift 5. Komponen Proportional Shift 6. Rata-rata Komponen Shift Share
7. Komponen Pertumbuhan Proportional Shift Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007
8. Komponen Pertumbuhan Differential Shift Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007
9. Hasil Perhitungan Akhir Analisis Shift Share Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007
10.Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Lampung Tengah Periode 1998-2007 11.Perhitungan Location Quotient (LQ)
12.Hasil Location Quotient (LQ) Sektor Ekonomi Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007
i
DAFTAR TABEL
Tabel 1. PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha
di Provinsi Lampung 2005-2007 (juta) ... 3 Tabel 2. Peranan Sektor Pertanian di Daerah Otonom Provinsi Lampung
(persen) ... 4 Tabel 3. Banyaknya Penduduk Yang Bekerja Pada Masing-masing Sektor
Ekonomi di Kabupaten Lampung Tengah ... 5 Tabel 4. Tabel Penelitian-Penelitian Terdahulu Tahun 2000-2003 ... 31 Tabel 5. Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen ... 44 Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2007 ... 46 Tabel 7. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten
Lampung Tengah Tahun 1997-2007 ... 47 Tabel 8. Presentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama
Dikabupaten Lampung Tengah Tahun 2007 ... 49 Tabel 9. Partisipasi Sekolah Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007 ... 50 Tabel 10. Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Kabupaten Lampung
Tengah Tahun 2007 ... 51 Tabel 11. Pencapaian Produksi Komoditas Sayuran Tahun 2007 ... 52 Tabel 12. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat di Kabupaten
Lampung Tengah 2005-2007 ... 52 Tabel 13. Pencapaian Populasi Ternak di Kabupaten Lampung Tengah
Tahun 2007 ... 53 Tabel 14 Kontribusi PDRB Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Tengah
Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Selama Tahun 2000-2010
(presentase) ... 56 Tabel 15. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Pada Tahun 2000-2010
(persentase) ... 65 Tabel 16. Perbandingan Kontribusi dan Pertumbuhan Sektor Kabupaten Lampung
Tengah dengan Provinsi Lampung Tahun 2001-2011 ... 76 Tabel 17. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) di Kabupaten
Lampung Tengah Tahun 2000-2011 ... 79 Tabel 18. Hasil Perhitungan Analisis Shiptshare (SSA) di Kabupaten
Tabel 20. Kontribusi PDRB Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2000-2011 (persen) ... 84 Tabel 21. Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2000-2011 (persen) ... 86 Tabel 22. Luas Panen, Jumlah Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten
Lampung Tengah ... 88 Tabel 23. Luas Area dan Produksi Perkebunan Rakyat Kabupaten
Lampung Tengah 2011 ... 89 Tabel 24. Populasi Ternak di Kabupaten Lampung Tengah 2011 ... 90 Tabel 25. Populasi Ternak dan Unggas Rumah Tangga di Kabupaten
Lampung Tengah Tahun 2011 ... 90 Tabel 26 Produksi Ikan Menurut Kecamatan dan Asal Ikan di Kabupaten
Lampung Tengah (ton),2011... 91 Tabel 27. Produksi dan Nilai Ikan Menurut Asal Ikan di Kabupaten
Lampung Tengah, 2011 ... 92
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perekonomian Kabupaten
Lampung Tengah ... 38 Gambar 2. Diagram Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten
Lampung Tengah Tahun 1998-2007 ... 47 Gambar 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Lampung Tengah Tahun 2000-2010 ... 54 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung dan Kabupaten
Lampung Tengah Tahun 2000-2010 ... 57 Gambar 5. Laju Pertumbuhan PDRB Berdasarkan Harga Konstan dan Harga
Berlaku Kabupaten Lampung Tengah Periode 2000-2010 ... 58 Gambar 6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Tengah
Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan dan
Harga Berlaku Periode 2000-2010 (persentase) ... 59 Gambar 7. Pertumbuhan Rata-rata PDRB rill Kabupaten Lampung Tengah
Menurut Sektor Tahun 2000-2010 (persentase) ... 60 Gambar 8. Perkembangan Peran Sektor Terhadap Pembenukan PDRB Kabupaten
Lampung Tengah Pada Tahun 2000-2010 (persentase) ... 62 Gambar 9. Total Kontribusi Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Tengah
Tahun 2000-2010 (persentase) ... 64 Gambar 10.Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten
Lampung Tengah Berdasarkan Harga Konstan 2000
Tahun 2000-2010 ... 67 Gambar 11.Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Industri PDRB Kabupaten
Lampung Tengah Berdasarkan Harga Konstan 2000
Tahun 2000-2010 ... 69 Gambar 12.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Tengah
Berdasarkan Harga Konstan 2000 Pada Sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran Tahu 2000-2010 ... 70 Gambar 13.Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran Pada Tahun 2000-2010 (persentase) ... 71 Gambar 14.Perkembangan Kontribusi PDRB Kabupaten Lampung Tengah
Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Pada Sektor Jasa
Gambar 15.Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Tengah Berdasarkan Harga Konstan 2000 Pada Sektor Jasa Tahun
2000-2010 (persentase) ... 73 Gambar 16.Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Jasa PDRB Kabupaten
Lampung Tengah Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000-2010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia memberikan kewenangan
kepada setiap daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya
sendiri (UU No.33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah). Otonomi ini bertujuan
untuk memberikan motivasi kepada pemerintah daerah dalam mengelola potensi
sumberdaya yang dimiliki sehingga pembangunan daerah dapat dikelola secara
optimal. Pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam
upaya untuk mencapai tujuan tersebut, masyarakat dan pemerintah daerah harus
secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah (Arsyad, 2005).
Daerah-daerah di Indonesia memiliki sumberdaya alam dan manusia yang
berbeda jumlah dan kualitasnya. Perbedaan ini menyebabkan pembangunan
sektor-sektor ekonomi di setiap daerah harus disesuaikan dengan potensi dan
prioritas yang dimiliki oleh tiap daerah yang bersangkutan. Dengan demikian,
penentuan sektor andalan atau unggulan adalah satu hal penting dalam suatu
perencanaan pembangunan daerah.
Secara konseptual, sektor andalan pembangunan ekonomi nasional adalah
sektor yang diharapkan mampu menjadi mesin penggerak utama dalam
nasional secara berkelanjutan. Pertumbuhan yang tinggi merupakan syarat
keharusan (necessary condition), sedangkan stabilitas yang mantap merupakan
syarat kecukupan (sufficient condition) dalam mewujudkan tujuan pembangunan
ekonomi. Oleh karena itu, sektor andalan haruslah mampu memacu pertumbuhan
ekonomi dengan stabilitas yang tinggi dan dapat tumbuh secara berkelanjutan
(Syam dan Dermoredjo, 2000).
Sektor pertanian dalam perekonomian nasional antara lain berperan dalam menyediakan kebutuhan bahan pangan, menyediakan bahan baku industri, menciptakan pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, menyediakan sumber tenaga kerja, menjadi sumber modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, serta menyumbang sumber perolehan devisa (Harianto, 2007).
Sektor pertanian masih merupakan sektor unggulan Indonesia dalam penciptaan PDB sampai 1991. Walaupun besaran absolut sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto terus meningkat, namun sejak 1992 peran sektor ini mulai tergeser oleh sektor industri dan terus menurun peranannya. Hingga 2006 nilai sektor pertanian mengalami fluktuasi. (BPS, 2010).
3
Tabel 1. PDRB atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Prov. Lampung 2005-2007 (juta)
1 Pertanian 12,509,837.27 42.55 13,184,537.31 42.72 13,912,096.62 42.55 0.00
2 Pertambangan 896,202.45 3.05 850,699.65 2.76 825,045.08 2.52 -0.26
3 Industri
Pengolahan 3,894,899.63 13.25 4,070,170.12 13.19 4,327,899.21 13.24 -0.01 4 Listrik dan
Air Bersih 104,221.31 0.35 107,764.29 0.35 118,734.02 0.36 0.00 5 Bangunan 1,475,974.67 5.02 1,528,781.42 4.95 1,610,120.72 4.92 -0.05
6 Perdagangan 4,616,976.49 15.71 4,851,753.10 15.72 5,068,004.44 15.50 -0.10
7 Angkutan dan
Komunikasi 1,751,068.75 5.96 1,855,067.88 6.01 2,002,445.83 6.12 0.08 8 Keuangan 1,841,054.81 6.26 2,054,882.10 6.66 2,364,338.27 7.23 0.48
9 Jasa-jasa 2,307,013.01 7.85 2,357,704.54 7.64 2,466,205.44 7.54 -0.15
PDRB 29,397,248.40 100.00 30,861,360.40 100.00 32,694,889.62 100.00 0.00
Sumber: BPS Prov Lampung 2008
Perkembangan sektor pertanian terhadap perekonomian nasional juga dialami oleh Provinsi Lampung sampai dengan 2007, sektor pertanian di Provinsi Lampung masih menjadi sektor andalan.
Tabel 2. Peranan Sektor Pertanian di Daerah Otonom Prov. Lampung
Sumber : BPS Propinsi Lampung
Lampung secara rata-rata cenderung menurun, kecuali di Kabupaten Tulang Bawang, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Tanggamus peranannya meningkat yaitu masing-masing sebesar 2,27 %, 0,18% dan 0,10% (Tabel 2).
Turunnya peran sektor pertanian terhadap perekonomian juga terjadi di
kabupaten Lampung Tengah yaitu sebesar 0,84%/thn (Tabel 2). Di pihak lain,
salah satu misi pemerintah Kabupaten Lampung Tengah adalah mengembangkan
sistem pertanian berbasis agribisnis (BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2004).
Misi ini dirumuskan berdasarkan potensi sumberdaya alam, dukungan
ketersediaan lahan pertanian dan sumberdaya manusia di Kabupaten Lampung
Tengah.
Berbagai faktor yang terjadi dalam suatu proses pembangunan daerah dan perkembangan sektor pertanian yang telah di jelaskan pada latar belakang, dapat mengetahui bagaimana pergeseran struktur ekonomi yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah dengan menggunakan indikator nilai tambah sektor dalam PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Oleh karena itu, penulisan ini saya beri judul "Analisis Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten
Lampung Tengah”.
B.Perumusan Masalah
5
Mengacu pada Tabel 2, tampak bahwa peran sektor pertanian terhadap perekonomian Lampung Tengah cenderung turun dan relatif rendah. Di lain pihak sektor pertanian pada Tabel 1, masih memberikan sumbangan terbesar Provinsi Lampung. Terjadinya kondisi seperti di atas didasarkan analisis yang membandingkan peran sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB di wilayah Lampung Tengah. Namun sesungguhnya perekonomian suatu wilayah itu sangat dipengaruhi oleh wilayah lain yang lebih besar. Oleh karena itu timbul permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah sektor pertanian merupakan sektor unggulan di kabupaten Lampung Tengah?
2. Apakah kegiatan ekonomi di Kabupaten Lampung Tengah tersebar secara merata atau terkonsentrasi pada suatu sektor tertentu saja?
3. Apakah Faktor eksternal lebih berpengaruh dibandingkan dengan faktor internal pada perkembangan sektor pertanian?
C.Tujuan penelitian
1. Mengetahui sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kabupaten Lampung Tengah
2. Ingin mengetahui tingkat spesialisasi sektoral/sub sektor di Kabupaten Lampung Tengah
D. Kegunaan Penelitian
1. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan pembangunan di wilayah Lampung Tengah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan (development) merupakan suatu proses perubahan yang terus
menerus menuju perbaikan di segala bidang kehidupan masyarakat dengan
bersandar pada seperangkat nilai-nilai yang dianutnya, yang mengarahkan mereka
untuk mencapai keadaan dan tingkat kehidupan yang didambakan. Pembangunan
tidak identik dengan pembangunan ekonomi. Aspek dan dimensi pembangunan
sangat luas meliputi semua bidang dan semua sektor dan daerah sehingga akan
membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi dan mendahului atau bebarengan
dengan perubahan sosial.
Pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan pada pengembangan potensi
sumber daya, inisiatif, daya kreasi dan kepribadian dari setiap warga masyarakat.
Dalam proses ini, pada hakekatnya merupakan proses transformasi sosial maka
perlu dipelihara “pertimbangan segitiga” antara perubahan, ketertiban, dan
keadilan, dengan cara tertentu yang akan memperkokoh kebebasan manusia dalam
masyarakat (Soedjatmoko, 1984 : 19).
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan
1985:13). Jadi, pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting, dimana
pembangunan ekonomi merupakan :
1. Suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus
2. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita
3. Kenaikkan pendapatan per kapita itu harus berlangsung dalam jangka panjang
Michael P.Todaro mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu
proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan
kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan kemiskinan
(Suparmoko,1992:5).
Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi
ditunjukkan oleh 3 nilai pokok (Arsyad, 1993:5), yaitu :
1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya (basic needs).
2. Meningkatnya rasa harga diri (Self esteem) masyarakat sebagai manusia.
3. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from
servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah seringkali
diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai wilayah tersebut.
Menurut Boediono dalam Kuncoro (2003:1), pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Jadi persentase pertambahan
output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertumbuhan jumlah penduduk dan
9
Menurut teori ekonomi klasik yang muncul pada akhir abad ke-18 dipelopori oleh
Adam Smith berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor
kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi
tergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan
memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi sehingga produktivitas tenaga kerja
dapat ditingkatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan kemakmuran
/kesejahteraan penduduk.
Inti dari ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan
seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk
dilakukan. Menurutnya, sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,
membawa ekonomi pada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan
ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state, (Robinson Tarigan,
2003).
Teori Harrod-Domar yang dikembangkan oleh Roy F.Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D.Domar (1957) di Amerika Serikat, membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:
g = K = n dimana :
Agar terjadi keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output), (Tarigan, 2003).
Teori Sektor (Sector Theory Of Growth)
Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka pendek
dan jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka pendek
yang umumnya digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga, teknologi
dan distribusi penduduk. Sedangkan laju pertumbuhan jangka panjang biasanya
diukur menurut keluaran (output) dan pendapatan.
Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori
sektor yang dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark Fisher (Rahardja
Adisasmita, 2005). Pemikiran Fisher, bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan
dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumber daya yang digunakan dalam
sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur
(sektor sekunder) dan kemudian dalam sektor jasa (sektor tersier). Laju
pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector shift) dianggap
sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.
Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari
sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas
pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri
manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk
produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan
11
Sisi penawaran yaitu relokasi sumber daya tenaga kerja dan modal dilakukan
sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam
sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor-sektor-sektor-sektor sekunder dan tersier menikmati kemajuan
yang lebih besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan mendorong
peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat (kombinasi
kedua-duanya misalnya dalam skala ekonomi).
Suatu perluasan dari teori sektor ini adalah teori tahapan (stages theory)
yang menjelaskan bahwa perkembangan wilayah adalah merupakan suatu proses
evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya terdapat
sedikit investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada
sektor pertanian.
2. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan
mendorong perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat
sederhana untuk memenuhi kebutuhan petani.
3. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah, maka wilayah
yang maju akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman
pangan, selanjutnya diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan.
4. Industri sekunder berkembang pada permulaan mengolah produk-produk
primer, kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi.
5. Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan dalam
Istilah pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi sering
digunakan secara bergantian. Beberapa pakar ekonomi, Schumpeter dan Ursula
Hicks membedakan antara pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi
pada negara sedang berkembang. Menurutnya, perkembangan ekonomi ialah
perubahan secara spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang
senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya,
sedangkan pertumbuhan ekonomi ialah perubahan jangka panjang secara
perlahan-lahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.
Menurut A.Madison dalam Jhingan (2000:4-5) di negara-negara maju
kenaikan dalam tingkatan pendapatan biasanya disebut pertumbuhan ekonomi,
sedang di negara miskin ia disebut perkembangan ekonomi. Menurut Bonne
dalam Rahardjo (2005: 205), pembangunan memerlukan dan melibatkan semacam
pengarahan, pengaturan, dan pedoman dalam rangka menciptakan kekuatan bagi
perluasan dan pemeliharaan, sedang ciri pertumbuhan spontan merupakan ciri
perekonomian maju dengan kebebasan usaha.
Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu
wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi di wilayah
tersebut dicerminkan dari berapa persen perkembangan atas nilai PDRB yang
terjadi pada tahun tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
2. Pendapatan Regional (Regional Income)
Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang
dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah
13
pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah
analisis. Beberapa konsep dan definisi yang dipakai dalam pendapatan
regional/nilai tambah antara lain :
1.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan total keseluruhan
dari nilai tambah (value added) yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi di
suatu wilayah (Badan Pusat Statistik). Data PDRB menggambarkan potensi
sekaligus kemampuan suatu daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki
dalam suatu proses produksi, sehingga besarnya PDRB yang dihasilkan suatu
daerah sangat tergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor produksi yang
tersedia. Perubahan pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perkembangan
PDRB. Laju pertumbuhan pada suatu tahun tertentu dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Gt
=
����� – �����−������−� x 100 %
Ket :
Gt = tingkat pertumbuhan ekonomi
PDRBt = PDRB pada tahun t
PDRBt-1 = PDRB sebelum tahun t
PDRB disajikan atas dasar harga berlaku (current year price) dan atas
dasar harga konstan (base year price). PDRB atas dasar harga berlaku
mempunyai kaitan erat dengan pendapatan perkapita dan dapat digunakan untuk
akan dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah dari tahun ke
tahun.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku
a. PDRB atas dasar harga konstan (ADHK)
Perhitungan atas dasar harga konstan artinya nilai barang dan jasa yang
dihitung berdasarkan pada tahun dasar, perhitungan berdasar harga konstan telah
menghilangkan pengaruh harga/inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai riil.
Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga
konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah
fisik produksi, karena harga dianggap tetap/konstan (R.Tarigan, 2004:21).
b. PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB)
PDRB atas dasar harga berlaku menghitung nilai dari seluruh produk
barang dan jasa di suatu wilayah berdasarkan harga yang berlaku dalam tahun
yang bersangkutan (http://www.jatimprov.go.id). Nilai PDRB yang lebih besar menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. PDRB atas dasar
harga berlaku, mencerminkan kemampuan wilayah dalam menghasilkan barang
dan jasa (akhir).
PDRB Atas Dasar Harga Pasar
Adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh
sektor perekonomian wilayah itu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi
(output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto
mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga,
15
tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan
pendapatan di suatu wilayah.
Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar
Adalah PDRB atas dasar harga pasar dikurangi dengan penyusutan.
PDRN atas Dasar Biaya Faktor
Adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak
tak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak
lain-lain kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan.
Pendapatan regional neto adalah produk domestik regional neto atas dasar
biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran dana
yang masuk.
Pendapatan perseorangan (Personal Income) dan Pendapatan Siap
Dibelanjakan (Disposible Income)
Adalah apabila pendapatan regional (regional income) dikurangi pajak
pendapatan perusahaan (corporate income taxes), keuntungan yang tidak
dibagikan (undistributed profit), iuran kesejahteraan social (social security
contribution), ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga pemerintah,
3. Metode Perhitungan Pendapatan Regional
Metode perhitungan pendapatan regional menurut Robinson Tarigan dapat
dilakukan melalui 2 metode, yaitu:
a. Metode Langsung
Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah/data asli
yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di
daerah itu sendiri.
1. Pendekatan Produksi
Adalah penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh
suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total
nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut. Berbagai unit kegiatan usaha
sesuai dengan karakteristik barang dan jasa yang dihasilkannya masing-masing
dapat dikelompokkan ke dalam 9 lapangan usaha / sektor. Sembilan sektor
tersebut adalah:
1. Pertanian;
2. pertambangan dan penggalian;
3. industri pengolahan;
4. listrik, gas, dan air bersih;
5. konstruksi/bangunan;
6. perdagangan, hotel, dan restoran;
7. trasportrasi dan komunikasi;
8. keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan
17
Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari
sektor/kegiatan yang produksinya berbentuk fisik/barang, seperti pertanian,
pertambangan dan industri sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara
nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost) yaitu bahan
baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Penghitungan
dengan cara produksi, yang dihitung hanyalah nilai tambah (value added) yang
diciptakan, sehingga dapat dihindari berlakunya penghitungan dua kali dan akan
menunjukkan sumbangan yang sebenarnya dari tiap sektor.
2. Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi
diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor
produksi, yaitu upah, gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung
netto. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi
tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini
disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang
dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai
kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya.
3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan
akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Jika dilihat dari segi
penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk:
1) Konsumsi rumah tangga
2) Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
4) Pembentukan modal tetap bruto (investasi)
5) Perubahan stok
6) Ekspor neto
b. Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik
bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya
mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator
tertentu (Robinson Tarigan, 2004:18-24). Alokator yang dapat digunakan yaitu :
1) Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor
2) Jumlah produksi fisik
3) Tenaga kerja
4) Penduduk, dan
5) Alat ukur tidak langsung
3. STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Struktur perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor
dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke
dalam sektor primer, sekunder dan tersier. Struktur ekonomi sebuah negara dapat
dilihat dari berbagai sudut tinjauan (Dumairy, 1996:46), antara lain :
1. Tinjauan makro sektoral
2. Tinjauan keruangan
3. Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan
4. Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan
Berdasarkan tinjauan makro sektoral, sebuah perekonomian dapat
19
tergantung pada sektor produksi apa/mana yang menjadi tulang punggung
perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan tinjauan keruangan (spasial),
suatu perekonomian dapat dinyatakan berstruktur kedesaan/tradisional dan
berstruktur kekotaan/modern. Hal ini tergantung pada apakah wilayah perdesaan
dengan teknologinya yang tradisional yang mewarnai kehidupan perekonomian
itu, atau apakah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah relatif
modern yang mewarnainya.
Jika ditinjau secara makro sektoral, struktur ekonomi Indonesia
sesungguhnya masih dualistis. Sumber mata pencaharian utama sebagian besar
penduduk masih sektor pertanian. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut masih
agraris. Akan tetapi penyumbang utama pendapatan nasional adalah sektor
industri pengolahan. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut sudah industrial.
Semua itu berarti bahwa secara makro-sektoral ekonomi Indonesia baru bergeser
dari struktur yang agraris ke struktur yang industrial.
STRATEGI PEMBANGUNAN YANG SEIMBANG ATAU TIDAK
SEIMBANG (Balanced Or Unbalanced Growth Strategy)
Strategi pembangunan yang seimbang adalah melaksanakan pembangunan
sektor pertanian dan sektor industri secera serentak dan serempak. Sektor industri
selain memberikan lapangan pekerjaan juga meningkatkan nilai tambah (value
added) terhadap produk yang dihasilkan. Pembangunan sektor pertanian dan
sektor industri akan akan memperkokoh struktur perekonomian suatu wilayah.
Dalam strategi pembangunan yang tidak seimbang, yang harus diperhatikan
adalah pemilihan bidang usaha atau sektor yang dapat memberikan daya imbas
STRATEGI PEMBANGUNAN YANG BERORIENTASI KE DALAM DAN
KE LUAR (Inward Looking Development And Outward Looking Development)
Strategi pembangunan berorientasi ke dalam ditujukan untuk memajukan
sektor industri di dalam wilayah untuk menggantikan perdagangan yang
mendatangkan barang dan jasa yang berasal dari luar wilayah. Landasan
penerapan strategi ini adalah kondisi dan potensi wilayah-wilayah pada umumnya
di negara berkembang yang merupakan penghasil produk atau komoditas sektor
primer (sektor pertanian dalam arti luas). Dalam jangka panjang nilai tukar
produksi sektor primer lebih rendah dibandingkan produk sektor industri. Harga
produk industri naik lebih cepat dibandingkan produk primer, oleh karena itu
perlu dikembangkan pembangunan sektor industri (kecil dan menengah) untuk
menggantikan barang-barang industri yang didatangkan dari luar wilayah.
Sebaliknya, strategi pembangunan yang berorientasi keluar menganggap bahwa
perdagangan ke luar wilayah merupakan motor pertumbuhan. Perekonomian di
dalam wilayah dikembangkan kearah pembangunan industri untuk melayani pasar
di luar wilayah.
4. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan ekonomi
Indonesia merupakan negara pertanian/agraris sehingga pertanian
memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini
dapat ditunjuk- kan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang bekerja pada
sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian.
Sektor pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional menurut
lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas. Di Indonesia,
21
1. Subsektor tanaman pangan/ bahan makanan
Subsektor ini juga sering disebut subsektor pertanian rakyat karena tanaman
pangan biasanya diusahakan oleh rakyat, maksudnya bukan oleh perusahaan
atau pemerintah. Subsektor ini mencakup komoditas bahan makanan seperti
padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, sayur dan buah-buahan.
2. Subsektor perkebunan
Subsektor perkebunan dibagi atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar.
Hasil-hasil tanaman perkebunan rakyat terdiri antara lain atas karet, kopra, teh,
tembakau, cengkeh, kapuk, kapas, cokelat dan berbagai rempah-rempah.
Tanaman perkebunan besar meliputi karet, teh, kopi, kelapa sawit, cokelat,
kina, tebu, rami, berbagai serat dll.
3. Subsektor kehutanan
Subsektor kehutanan terdiri atas tiga macam kegiatan yaitu penebangan kayu,
pengambilan hasil hutan lain dan perburuan.
4. Subsektor peternakan
Subsektor peternakan mencakup kegiatan beternak itu sendiri dan pengusahaan
hasil-hasilnya. Subsektor ini meliputi ternak-ternak besar dan kecil, telur, susu
segar, wool dan hasil pemotongan hewan. Untuk menghitung produksi
subsektor ini, BPS mendasarkannya pada data pemotongan, selisih stok atau
perubahan populasi dan ekspor neto.
5. Subsektor perikanan
Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan
umum, kolam, tambak, sawah dan keramba serta pengolahan sederhana atas
Sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif yang mengikuti sektor
industri, tetapi sebaliknya. Sumbangan sektor pertanian pada pembangunan
ekonomi terletak dalam hal :
1) Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang
semakin meningkat
2) Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian
mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier
3) Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal
bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus
4) Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah
5) Memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan
Di negara terbelakang produksi pangan mendominasi sektor pertanian.
Jika output meningkat karena produktivitas meningkat, maka pendapatan para
petani akan meningkat. Kenaikan pendapatan per kapita akan sangat
meningkatkan permintaan pangan.
Kenaikan daya beli daerah pedesaan, sebagai akibat kenaikan surplus
pertanian merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industri.
Meningkatnya daya beli daerah pedesaan sebagai hasil perluasan output dan
produktivitas pertanian akan cenderung menaikkan permintaan barang manufaktur
dan memperluas ukuran pasar. Ini akan menyebabkan perluasan di sektor industri,
permintaan akan input seperti pupuk, peralatan, traktor akan mendorong perluasan
23
Selain itu, sektor perhubungan dan angkutan akan berkembang luas pada
waktu surplus pertanian akan diangkut ke daerah perkotaan dan barang
manufaktur diangkut ke daerah pedesaan. Dalam jangka panjang perluasan sektor
sekunder dan tersier akan berbentuk kenaikan keuntungan di sector tersebut. Oleh
Kuznets, hal ini disebut dengan ‘kontribusi produk’ sektor pertanian yang
memperbesar pertumbuhan output netto total perekonomian dan pertumbuhan
output per kapita (Jhingan 2000 : 363).
Pembangunan pertanian berkelanjutan diimplementasikan ke dalam
rencana pembangunan jangka panjang Departemen Pertanian seperti yang
tertuang dalam visi jangka panjangnya yaitu terwujudnya sistem pertanian
industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan
pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian.
Untuk mencapai visi Pembangunan Pertanian tersebut, Departemen Pertanian
mengemban misi yang harus dilaksanakan periode 2005-2009 adalah:
1. Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas
moral yang tinggi.
2. Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan.
3. Mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan
penganekaragaman konsumsi.
4. Mendorong peningkatan peran sektor pertanian terhadap perekonomian
nasional
5. Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan
pelayanan.
6. Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan
Sebagian besar negara sedang berkembang mengkhususkan diri pada
produksi barang pertanian untuk diekspor. Begitu output dan produktivitas
barang-barang yang dapat diekspor membesar, ekspor akan naik dan selanjutnya
akan memperbesar penerimaan devisa sehingga tak dapat dipungkiri kenyataan
bahwa sektor pertanian mencakup 40-60% dari pendapatan nasional, laju
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan tidak dapat dicapai dan
dipertahankan kecuali apabila tercipta surplus pertanian. Dengan demikian bahwa
sektor pertanian sangat mendukung dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
5. Location Quotient (LQ)
Location Quotient (kuosien lokasi) atau LQ adalah suatu perbandingan
tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya
peranan sektor/industri tersebut secara nasional.
Secara umum rumus LQ sebagai berikut :
LQ = ��/����
��/���
Dimana :
xi : Nilai tambah sektor i di suatu daerah
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
Xi : Nilai tambah sektor i secara nasional
PNB : Produk Nasional Bruto atau GNP
Istilah wilayah nasional dapat diartikan untuk wilayah induk/wilayah
atasan. Misalnya, apabila diperbandingkan antara wilayah kabupaten dengan
provinsi, maka provinsi memegang peran sebagai wilayah nasional, dan
25
Untuk penghitungan LQ di wilayah Kabupaten Lampung Tengah ini
digunakan rumus sebagai berikut :
LQ = �� / ��
��/��
Keterangan :
LQ : Nilai Location Quotient
vi : PDRB sektor i di Kabupaten Lampung Tengah
vt : PDRB Total di Kabupaten Lampung Tengah
Vi : PDRB sektor i di Propinsi Lampung
Vt : PDRB Total di Propinsi Lampung
Perhitungan LQ dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan diantaranya:
1. Pendekatan Lapangan Kerja/Tenaga Kerja
2. Pendekatan Nilai Tambah
Apabila nilai LQ > 1: maka sektor tersebut merupakan sektor basis di kota
yang menjadi wilayah studi. Berpotensi untuk ekspor, artinya spesialisasi
kota/kabupaten lebih tinggi dari tingkat propinsi.
Apabila nilai LQ < 1: maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis
(non basis) di kota yang menjadi wilayah studi, yaitu sektor yang tingkat
spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi.
Apabila nilai LQ=1, berarti tingkat spesialisasi di kabupaten sama dengan
tingkat propinsi.
6. Analisis Shift Share
Analisis shift-share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui
pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk
pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada
tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan
untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan
peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian
daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di
bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya.
Analisis Shift-share dikembangkan oleh Creamer (1943). Analisis shift
share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Apabila
menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan.
Data yang biasa dipergunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per
kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada
rentang tertentu.
Dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu
perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen:
1. Provincial share, dipakai untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran
struktur perekonomian suatu daerah (kab/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah
pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan
perekonomian daerah yang lebih tinggi (propinsi). Hasil perhitungan ini akan
menggambarkan besarnya peranan wilayah propinsi yang mempengaruhi
pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama
dengan pertumbuhan propinsi maka peranannya terhadap propinsi tetap.
2. Proportional (Industry-Mix) Shift, adalah pertumbuhan nilai tambah bruto
27
shift dilakukan dengan membandingkan suatu sektor sebagai bagian dari
perekonomian daerah dengan sektor tersebut sebagai bagian dari perekonomian
nasional. Komponen ini menunjukkan apakah aktivitas ekonomi pada sektor
tersebut tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan pertumbuhan aktivitas
ekonomi secara nasional. Pengaruh bauran industri akan positif apabila
pertumbuhan variabel regional suatu sektor lebih besar daripada pertumbuhan
variabel regional total sektor di tingkat nasional. Sebaliknya bauran industri akan
negatif apabila pertumbuhan variabel regional suatu sektor lebih kecil
dibandingkan pertumbuhan variabel tersebut di tingkat nasional. Nilai positif atau
negatif tersebut akan menunjukkan tingkat spesialisasi suatu sektor, yaitu tumbuh
lebih cepat atau lebih lambat terhadap perekonomian nasional. Jadi, suatu daerah
yang memiliki lebih banyak sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat secara
nasional akan memiliki pengaruh bauran industri yang positif dan demikian juga
sebaliknya.
3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah
(kabupaten) dengan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat propinsi. Suatu
daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena
lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.
Differential Shift menjelaskan tingkat kompetisi suatu aktivitas/sektor tertentu
dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut secara nasional.
Komponen ini mengukur perubahan dalam suatu industri di suatu daerah karena
adanya perbedaan antara pertumbuhan industri di daerah tersebut dengan
pertumbuhan industri tersebut secara nasional. Differential Shift yang bernilai
Menurut Glasson (1977) dalam Sitohang (1977), mengkaji lebih jauh
bahwa kedua komponen shift (Sp dan Sd) ini memisahkan unsur-unsur
pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Sp merupakan akibat
pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional(propinsi), sedangkan
Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang
bersangkutan.
Apabila nilai Sd maupun Sp bernilai positif, menunjukkan bahwa sektor
yang bersangkutan dalam perekonomian di daerah menempati posisi yang baik
untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya bila nilainya negatif menunjukkan
bahwa sektor tersebut dalam perekonomian masih memungkinkan untuk
diperbaiki dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian propinsi
(Richardson, 1978:2002), ( http://one.indoskripsi.com/node/6040).
Salah satu pendekatan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah
(menurut Richardson) adalah :
G = R + S atau G = R + Sp + Sd
Dimana :
G = Regional Economic Growth
R = Regional Share
S = Shift , yang terdiri dari : Sp = Proportional Shift dan Sd = Differential Shift.
Untuk sektor-sektor yang memiliki differential shift yang positif maka
sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang
sama di daerah lain. Dan untuk sektor-sektor yang memiliki proportional shift
positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai
29
negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lambat (BAPPENAS,
2003: 36).
Keunggulan Analisis Shift Share
a. Analisis shift share adalah sederhana, tetapi secara mudah memberikan
gambaran kepada kita akan perubahan struktur ekonomi yang terjadi.
b. Bagi seorang pemula dalam mempelajari struktur perekonomian akan terbantu
dengan cepat.
c. Gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur yang diberikan cukup
akurat.
7. Indeks Spesialisasi
Analisis Indeks Spesialisasi (IS) ini merupakan salah satu cara untuk
mengukur perilaku kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Misalnya bagaimana
tenaga kerja atau pendapatan regional (PDRB) di suatu wilayah tersebut tersebar.
Adapun pendekatan yang digunakan untuk mengukur IS sama seperti dengan
perhitungan LQ yakni berdasarkan pendekatan tenaga kerja atau nilai tambah,
dimana untuk menghitungnya harus melalui beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Hitung persentase jumlah tenaga kerja atau PDRB dari suatu sector terhadap
totalnya untuk suatu wilayah.
2. Hitung juga persentase jumlah tenaga kerja atau PDRB dari suatu sector
terhadap totalnya untuk wilayah yang lebih atas atau wilayah referensi.
3. Hitung selisih antara persentase yang diperoleh pada tahap ke-1 dengan ke-2,
kemudian jumlahkan nilai-nilai selisih yang bertanda positif saja, yang
nilai IS. Keputusan yang dapat diambil berdasarkan IS adalah semakin
besar nilai IS maka semakin tinggi tingkat spesialisasi sektoral di wilayah
tersebut yang terkonsentrasi pada sector-sektor yang mempunyai nilai selisih
persentase positif (tahap ke-3).
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sektor basis telah dilaksanakan oleh beberapa
peneliti.Analisis yang digunakan sebagian besar adalah analisis shift-share dan
LQ. Ada pula peneliti disamping menggunakan analisis shift-share dan LQ juga
menggunakan analisis lain seperti klassen tipologi atau analisis LQ digabungkan
dengan klassen tipologi dan Logistik Regression. Secara lengkap penelitian
terdahulu dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 3. Tabel Penelitian – Penelitian Terdahulu Tahun 2000 - 2003
NO Peneliti Alat Penelitian Judul Penelitian
1 2 3 4
Judul: Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
Regional Jawa Tengah periode 1985-1996.
Hasil Penelitian:
Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama kurun waktu 12 tahun rata-rata lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional dengan mengalami berbagai fluktuasi, tipologi daerah termasuk kategori daerah pertumbuhan cepat. Sedang pendapatan perkapita lebih rendah dari pada pendapatan perkapita nasional, sektor andalan pada periode 1985-1996 adalah; sektor: pertanian, industri pengelohan, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa. Listrik, gas dan air bersih, secara umum struktur ekonomi Jawa Tengah ada beberapa sektor yang mempunyai peranan cukup besar terhadap peningkatan PDRB tapi koefisien LQ-nya selalu lebih kecil dari satu
dan sektor pertanian cukup dominan dalam
Judul: Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja: Terapan Model Kebijakan Prioritas Sektor untuk Kalimantan Timur.
Hasil Penelitian:
31
Judul : Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan; studi empiris di Kalimantan Selatan 1993 -1999.
Hasil Penelitian : Pertimbangan penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan hanya mengacu pada pendapatan perkapita dan sub sektor unggulan yang ditunjukkan oleh hasil analisa LQ dan model Logit. Pertumbuhan PDRB dan spesialisasi daerah ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan.
Judul: Analisis Sektor Basis dalam Rangka pengembangan pembangunan wilayah studi kasus Kabupaten-kebupaten di Jawa Tengah tahun 1996-2001.
Hasil Penelitian:
Hasil analisis LQ menunjukan sektor pertanian sebagai 37 sektor basis di 22 kabupaten dari 29 kabupaten yang ada. Dari 29 kabupaten hanya 2 kabupaten masuk dalam tipologi daerah maju dan cepat tumbuh (tipologi I). Tipologi II ada 4 kabupaten. Tipologoi III ada 9 kabupaten. Tipologi IV ada 14 kabupaten. Prioritas pengembangan sektor pertanian pada 5 kabupaten. Sektor pertambangan dan penggalian pada 1 kabupaten. Sektor industri pada 2 kabupaten. Sektor listruik, gas dan air pada 2 kabupaten. Sektor bangunan pada 3 kabupaten. Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada 1 kabupaten. Sektor pengangkutan dan komunikasi 1 kabupaten. Sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan pada 4 kabupaten. Sektor jasa pada 3 kabupaten.
Judul : Evaluasi Pembangunan Regional Pasca Kerusuhan di Maluku.
C. Kerangka Pemikiran
Produk Domestik Regional Bruto adalah indikator ekonomi yangpaling
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah. Produk Domestik
Regional Bruto terdiri atas dasar harga berlaku yang digunakan untuk mengetahui
pergeseran dan struktur ekonomi dan atas dasar harga konstan yang digunakan
untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuhan sektor-sektor dari
tahun ke tahun.
Kuznets dalam Jhingan (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya,
kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Dengan adanya pembangunan
ekonomi diharapkan akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan
berkelanjutan. Namun pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari faktor-faktor
pendukung, diantaranya sumber kakayaan alam, jumlah dan mutu dari penduduk
dan tenaga kerja, barang-barang modal dan teknologi, serta sistem sosial dan sikap
masyarakat.
Perekonomian wilayah didukung oleh kondisi struktur ekonomi yang
seimbang antara bidang industri yang kuat dan pertanian yang tangguh. Dengan
kata lain, Industri Pengolahan Hasil Pertanian (agroindustri) adalah penghubung
antara sektor pertanian dengan industri agar tercapai struktur ekonomi yang
seimbang. Struktur ekonomi yang seimbang antara sektor pertanian dan industri
33
meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja sehingga pada akhirnya tercapai
kehidupan masyarakat yang sejahtera secara merata.
Perekonomian negara sedang berkembang umumya berorientasi pada
sektor pertanian, dengan tingkat produktivitas, pendapatan, tabungan dan investasi
yang rendah (Jhingan, 2000). Dengan menaikkan output dan produktivitas
pertanian, sektor pertanian dapat memberikan sumbangan bersih kepada
industrialisasi negara itu. Dengan perkembangan sektor pertanian ini diharapkan
produksi pangan dan hasil ekspornya akan semakin besar serta memberikan
penerimaan devisa yang meningkat dan perluasan sektor perekonomian lainnya.
Selain itu, sektor pertanian masih diharapkan menjadi sektor yang menyerap
tenaga kerja terbesar untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Perluasan sektor perekonomian juga akan memacu terjadinya transformasi
perekonomian yang mempunyai dampak positif dan negatif. Seperti yang
dituliskan Todaro bahwa upaya menyesuaikan struktur pertanian dalam rangka
memenuhi tuntutan atau permintaan bahan pangan yang semakin meningkat itu
juga meliputi perubahan-perubahan yang mempengaruhi seluruh struktur sosial,
politik, dan kelembagaan masyarakat pedesaan.
Proses transformasi perekonomian yang diharapkan adalah transformasi
perekonomian yang matang atau seimbang secara berkelanjutan. Hal ini berarti
bahwa penurunan pangsa relatif sektor pertanian dalam perekonomian diiringi
atau diimbangi oleh penurunan persentase tenaga kerja di sektor pertanian dan
semakin tingginya pangsa relatif sektor industri dan jasa diikuti oleh peningkatan
Untuk mengetahui bagaimana kondisi perekonomian di Kabupaten
Lampung Tengah perlu diketahui kinerja masing-masing sektor yang ada. Oleh
karena itu di dalam penelitian ini digunakan analisis shift share dan location
quotient (LQ). Analisis shift share pertama kali dikembangkan oleh Creamer
(1943). Analisis ini digunakan untuk menganalisis perubahan ekonomi suatu
variabel regional sektor/industri dalam suatu daerah. Analisis Shift-share juga
merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui perubahan dan
pergeseran sektor atau industri pada perekonomian regional maupun lokal.
Sedangkan analisis LQ digunakan untuk mengetahui suatu sektor apakah
35
KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perekonomian Kabupaten Lampung Tengah LQ>1
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjul mengenai variable yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhibungan dengan penelitian. Sektor atau kegiatan basis adalah sektor atau kegiatan yang mengespor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau memasarkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang akan datang dari luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Indeks LQ untuk kegiatan basis adalah lebih besar sama dengan satu
(LQ ≥ 1).