KETERKAITAN SEKTOR PERTANIAN PANGAN DALAM PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA BARAT
INTER LINKAGE OF THE SECTOR OF FOOD AGRICULTURE IN THE ECONOMY OF WEST NUSA TENGGARA
Hirwan Hamidi
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian UNRAM ABSTRAK
Adanya kendala sumberdaya, sektor yang dipilih untuk dikembangkan di suatu wilayah seharusnya memiliki keterkaitan kuat dengan sektor-sektor ekonomi domestik lainnya. Dengan analisis keterkaitan antarsektor, kaitan ke belakang (backward linkage) maupun ke depan (forward linkage) sektor pertanian pangan dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat adalah lemah. Subsektor kunci yang menjadi prioritas pengembangan adalah padi, bawang merah, dan bawang putih. Investasi pada ketiga subsektor tersebut akan menumbuhkan sektor-sektor lain dalam perekonomian, terutama perdagangan, angkutan darat, industri makanan, dan restoran. Karena itu, dalam upaya mempercepat pertumbuhan output perekonomian disarankan perlunya kebijakan pemerintah yang dapat mendorong petani pangan untuk meningkatkan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam berbagai kegiatan usahataninya dan mendorong masyarakat lebih banyak mengkonsumsi makanan tradisional yang bahan bakunya dari padi, jagung, umbi-umbian, kedelai, dan buah-buahan lokal.
ABSTRACT
As resources are constraining, sectors opted to be developed in a region should have a strong inter linkage with other sectors in the country. The analysis of inter linkage of sectors reveals that the backward and forward linkages of the sector of food agriculture in West Nusa Tenggara economy are weak. The key sub sectors to be prioritized in the development are rice, onion, and garlic, since investment in those sub sectors will grow other sectors, particularly trade, ground transports, food industries, and restaurants. Accordingly, the government needs to put policy in place that encourages food farmers to utilize agricultural tools and machineries in many agricultural activities and the society to consume more traditional food made from rice, corn, cassava, sweet potato, soybean, and local fruits. __________________
Kata kunci: Keterkaitan, sektor pertanian pangan, perekonomian Keywords: inter linkage, food agriculture sector, economy
PENDAHULUAN
Seperti di negara lainnya, bagi Indonesia komoditi pangan merupakan komoditi strategis yang harus dipenuhi ketersediaannya di dalam negeri. Kegagalan menyediakan pangan akan menimbulkan masalah serius bagi setiap bangsa. Pengalaman pahit yang dialami Rusia, negara ini runtuh seketika akibat kekurangan pangan dalam negerinya dan terpaksa tunduk pada kehendak negara-negara produsen pangan. Karena itu, Indonesia secara konsisten memberikan perhatian khusus terhadap penyediaan pangan ini kepada penduduknya. Meskipun demikian, upaya memecahkan permasalahan pemenuhan kebutuhan pangan ini tidak hanya terbatas pada upaya peningkatan produksi semata tetapi lebih dari itu adalah bagaimana mencermati keterkaitan antar sektor dalam perekonomian.
Dalam teori ekonomi mikro, pilihan terhadap komoditi atau sektor yang akan dikembangkan dibatasi oleh kendala modal, tenaga kerja dan teknologi (Nicholson, 1998: 289). Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai daerah penyangga pangan nasional perlu melakukan pilihan dalam mengembangkan komoditi pangannya. Atas dasar prinsip keunggulan komparatif wilayah yang dimiliki, subsektor pertanian pangan yang dipilih seharusnya memiliki keterkaitan .kuat dengan sektor-sektor ekonomi domestik lainnya. Melalui keterkaitan kuat diharapkan output, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan rumahtangga sektor-sektor lain yang terkait dengan sektor pertanian pangan dapat tumbuh secara cepat.
Dalam menganalisis keterkaitan dan memilih sektor-sektor kunci dalam pembangun-an ekonomi di suatu wilayah, para ahli regional
menggunakan model Input-Output (I-O) yang dipelopori oleh Wassily Liontief pada akhir dasawarsa 1930-an (West, 1992). Dalam model I-O dikenal dua jenis keterkaitan, yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage)(BPS, 2000). Mengacu pada pendapat Hirschman (1958) seperti dikutip oleh Simatupang (1997), bahwa kaitan ke belakang lebih tepat digunakan sebagai panduan dalam perumusan strategi pembangunan karena peningkatan permintaan merupakan pendorong investasi sedangkan ke depan lebih bersifat permisif. Dalam studi ini, permasalahannya adalah bagaimana keterkaitan sektor pertanian dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat secara keseluruhan? Subsektor manakah dalam sektor pertanian pangan menjadi kunci agar output perekonomian lebih cepat berkembang tumbuh? Tulisan ini mencoba untuk menganalisisnya dengan harapan dapat membe-rikan kontribusi kepada pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat dalam mengambil langkah-langkah strategis.
DATA DAN METODE ANALISIS Sumber Data dan Pengelompokan Sektor Pertanian Pangan
Sumber data yang digunakan untuk menga-nalisis keterkaitan sektor pertanian pangan dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat adalah Tabel Input-Output Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005. Dalam tabel tersebut sektor ekonomi dirinci menjadi 60 sektor, di mana sektor pertanian pangan terdiri dari 11 subsektor yaitu padi (1), jagung (2), tanaman umbi-umbian (3), bawang merah (4), bawang putih (5), cabe (6), sayuran lainnya (7), buah-buahan (8), kacang tanah (9), kedelai (10), dan tanaman bahan makanan lainnya (11). Analisis Keterkaitan Sektor Pertanian Pangan Ke Belakang
Keterkaitan sektor pertanian pangan ke belakang (backward linkage) dalam analisis ini memasukkan dampak langsung dan tidak langsung, ditunjukkan oleh jumlah kolom ke i dari matrik kebalikan Liontief (Nazara, 2005:124).
∑
==
+
n i ij ji
d
B
1)
(
α
j i dB( + ) = keterkaitan ke belakang total
α
ij = elemen matrik kebalikan LeontiefAnalisis Keterkaitan Sektor Pertanian Pangan Ke Depan
Keterkaitan sektor pertanian pangan ke depan (forward linkage) dalam analisis ini memasukkan dampak langsung dan tidak langsung, ditunjukkan oleh jumlah baris ke i dari matrik kebalikan Liontief (Nazara, 2005:125).
∑
==
+
n j ij ji
d
F
1)
(
α
ji
d
F
(
+
)
= keterkaitan ke depan totalα
ij = elemen matrik kebalikan Leontief Analisis Indeks Daya PenyebaranAnalisis ini digunakan untuk menentukan sektor-sektor kunci (key sectors) yang akan dikembangkan dalam pembangunan sektor pertanian pangan di Nusa Tenggara Barat. Subsektor yang mempunyai indeks daya penyebaran tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sektor lain. Indeks daya penyebaran dapat dihitung dengan membagi rata-rata dari daya penyebaran sektor j dibagi dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor sebagai berikut (BPS, 2000: 47). ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =
∑ ∑
∑
∑ ∑
∑
i i ij i ij i i ij i ij j b n b b n b n 1 1 1 2 α
α
j = indeks daya penyebaranIndeks daya penyebaran > 1, berarti daya penyebaran suatu sektor berada diatas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan.
Analisis Indeks Derajat Kepekaan
Indeks ini dapat digunakan untuk menen-tukan sektor-sektor kunci (key sectors) yang akan dikembangkan dalam pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Sektor yang mempu-nyai derajat kepekaan tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan atau daya dorong yang kuat terhadap sektor lainnya. Indeks derajat kepekaan diperoleh dengan membagi rata-rata dari derajat kepekaan sektor i dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor (BPS, 2000: 48).
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ =
∑ ∑
∑
∑ ∑
∑
i i ij j ij i i ij j ij j b n b b n b n 1 1 1 2 β
β
j = indeks derajat kepekaanIndeks derajat kepekaan > 1, berarti derajat kepekaan suatu sektor berada di atas derajat kepekaan rata-rata secara keseluruhan.
KETERKAITAN KE BELAKANG DAN KE DEPAN SEKTOR PERTANIAN PANGAN Keterkaitan ke Belakang (Backward linkage)
Keterkaitan ke belakang sektor pertanian pangan dalam tulisan ini adalah keterkaitan antara subsektor penyusun sektor pertanian pangan dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian. Keterkaitan ke belakang sering juga disebut dengan daya penyebaran, yaitu dampak yang terjadi terhadap output perekonomian sebagai akibat dari perubahan
permintaan akhir suatu sektor. Jika terjadi peningkatan permintaan akhir suatu sektor, maka akan terjadi peningkatan output sektor itu sendiri secara langsung dan sektor-sektor lain dalam perekonomian secara tidak langsung melalui peningkatan permintaan input. Dalam Tabel I-O, besarnya angka keterkaitan ke belakang suatu sektor ditunjukkan oleh total elemen matrik kebalikan Liontief. Keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor pertanian pangan dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa subsektor bawang putih memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi dengan angka daya penyebaran sebesar 1,5985 dan subsektor tanaman umbi-umbian menempati posisi terendah dengan angka penyebaran sebesar 1,0433. Angka tersebut berarti bahwa setiap seribu rupiah peningkatan permintaan akhir pada sub sektor bawang putih akan meningkatkan output seluruh sektor dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat sebesar Rp. 1.598,5 sedangkan di subsektor tanaman umbi-umbian hanya sebesar Rp. 1.043,3.
Tabel 1. Daya Penyebaran dan Keterkaitan ke Belakang Sektor Pertanian Pangan dalam Perekonomian Nusa Tenggara Barat, 2005.
Terkait Ke belakang Dengan Sektor Subsektor Pertanian
Tanaman Pangan Penyebaran Daya Sendiri Perdagangan Angkutan
Darat Lainnya Sektor
Padi 1,1249 (100,00) (91,42) 1,0284 0,0249 (2,21) 0,0454 (4,03) 0,0262 (2,34) Jagung 1,1647 (100,00) (91,17) 1,0619 0,0265 (2,27) 0,0293 (2,51) 0,0470 (4,05) Tanaman Umbi-umbian 1,0433 (100,00) (96,88) 1,0108 0,0072 (0,69) 0,0213 (2,04) 0,0040 (0,39) Bawang merah 1,5762 (100,00) (90,67) 1,4292 0,0858 (5,44) 0,0307 (1,95) 0,0115 (1,94) Bawang putih 1,5985 (100,00) (87,91) 1,4053 0,0486 (3,04) 0,0264 (1,65) 0,1182 (7,40) Cabe 1,1502 (100,00) (90,78) 1,0442 0,0329 (2,86) 0,0637 (5,54) 0,0094 (0,82) Sayuran lainnya 1,1242 (100,00) (90,26) 1,0147 0,0205 (1,82) 0,0673 (5,99) 0,0217 (1.93) Buah-buahan 1,1083 (100,00) (95,28) 1,0560 0,0180 (1,62) 0,0210 (1,89) 0,0133 (1,21) Kacang tanah 1,0815 (100,00) (97,21) 1,0513 0,0156 (1,44) 0,0079 (0,73) 0,0067 (0,62) Kedelai 1,0987 (100,00) (97,69) 1,0733 0,0140 (1,27) 0,0067 (0,61) 0,0047 (0,43) Tanaman bahan makanan
lainnya (100,00) 1,0932 (95,75) 1,0468 0,0212 (1,94) 0,0167 (1,53) 0,0085 (0,78) Keterangan: Angka dalam kurung menyatakan persen
Dari total output perekonomian bawang putih tersebut sebagian besar (87,91%) meru-pakan dampak langsung, sisanya (12,09%) merupakan dampak tidak langsung dari pening-katan output sektor-sektor lain, terutama sektor perdagangan (3,04%), angkutan darat (1,65%), dan sektor-sektor lain dalam perekonomian (7,40%). Bahkan untuk subsektor tanaman umbi-umbian, hampir keseluruhan (96,88%) dari total output yang tercipta merupakan dampak langsung, sedangkan dampak tidak langsungnya sangat rendah masing-masing 0,69% untuk sektor perdagangan, 2,04% untuk sektor angkutan darat, dan 0,39% untuk sektor-sektor ekonomi lainnya.
Mencermati analisis angka-angka keter-kaitan ke belakang sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kemampuan sektor pertanian tanaman pangan untuk mempengaruhi sektor-sektor ekonomi lain dalam meningkatkan outputnya melalui peningkatan permintaan input sangat rendah. Hal ini terjadi karena tidak adanya sektor penyedia input, terutama industri pupuk dan pestisida di Nusa Tenggara Barat. Tampaknya, kedua industri penyedia input sektor pertanian pangan tersebut sangat kecil peluangnya untuk dibangun di daerah ini. Peluang yang cukup besar adalah bagaimana meningkatkan keterkaitan sektor pertanian pangan dengan industri logam dasar dan barang dari logam yang menghasilkan output peralatan dan mesin pertanian (alsintan). Dalam upaya mewujudkan hal tersebut diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat mendorong petani untuk meningkatkan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam berbagai kegiatan, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengenda-lian hama, panen dan pasca panen. Bila intensitas penggunaan alsintan tersebut tinggi maka industri logam dasar dan barang dari logam yang menghasilkan output alsintan serta bengkel-bengkel pertanian akan menjadi semakin berkembang sehingga pada gilirannya terjadi peningkatan output perekonomian secara keseluruhan.
Keterkaitan ke Depan (Forward linkage)
Keterkaitan ke depan (forward linkage) sering juga disebut dengan derajat kepekaan, yaitu besaran yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor dalam perekonomian. Keterkaitan ke depan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor industri melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Jika terjadi
peningkatan output produksi sektor i, maka tambahan output tersebut akan didistribusikan ke sektor-sektor produksi dalam perekonomian, termasuk sektor i itu sendiri. Keterkaitan ke depan sektor pertanian tanaman pangan dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan, bahwa subsektor padi memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) tertinggi tertinggi dengan angka derajat kepekaan 1,8159 dan subsektor sayuran lainnya menempati posisi terendah dengan derajat kepekaan 1,0284. Angka tersebut berarti bahwa setiap seribu rupiah peningkatan permintaan akhir seluruh sektor dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat akan berdampak terhadap meningkatnya output subsektor padi sebesar Rp. 1.815,9 sedangkan subsektor sayuran lainnya hanya sebesar Rp. 1.028,4. Dari total output output yang tercipta pada subsektor padi lebih dari separo (55,53%) diminta oleh subsektor padi sendiri sebagai inputnya, kemudian 40,00% diminta oleh industri penggilingan beras, dan 3,38% diminta oleh restoran. Hanya sebagian kecil dari peningkatan outputnya diminta oleh industri pengolahan dan pengawetan makanan (0,01%), industri makanan lain dan minuman (0,15%), dan sektor-sektor ekonomi lainnya (0,93%). Pada subsektor sayuran lainnya hampir keseluruhan dari peningkatan outputnya (98,67%) diminta oleh subsektornya sendiri sebagai input. Sisanya diminta oleh industri pengolahan makanan lain dan minuman (0,07%), restoran (0,95%) dan sektor-sektor ekonomi lainnya (0,31%).
Mencermati angka-angka derajat kepekaan masing-masing subsektor pertanian pangan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dapat ditarik kesimpulan bahwa keterkaitan ke depannya adalah lemah. Indikasi ini tercermin dari hampir keseluruhan dari peningkatan outputnya diminta oleh subsektornya sendiri, hanya sebagian kecil diminta oleh sektor-sektor lain dalam perekonomian Nusa Tenggara Barat sebagai inputnya. Hal ini terjadi karena industri-industri pengolahan, industri-industri makanan, dan restoran yang diharapkan menggunakan input subsektor pertanian pangan ini belum berkembang secara baik. Meskipun demikian, kedelai dan buah-buahan tampaknya telah memiliki keterkaitan ke depan yang cukup baik, terutama dengan industri makanan lain dan restoran. Dari total output yang tercipta pada subsektor kedelai 5,94% diminta oleh industri makanan dan 1,46% oleh restoran. Demikian pula dengan subsektor buah-buahan 4,39% diminta oleh industri makanan dan 1,72% oleh
Tabel 2. Derajat Kepekaan dan Keterkaitan ke Depan Sektor Pertanian Pangan Dalam Perekonomian Nusa Tenggara Barat, 2005.
Terkait ke Depan Dengan Sektor Subsektor Pertanian Tanaman Pangan Derajat Kepekaan Sendiri Industri Pengolahan & Pengawetan Makanan Industri Penggilingan Beras Industri Makanan lain & Minuman Restoran Lainnya Padi 1,8519 (100,00) (55,53) 1,0284 0,0002 (0,01) (40,00) 0,7222 0,0028 (0,15) 0,0626 (3,38) 0,0357 (0,93) Jagung 1,0772 (100,00) (98,58) 1,0619 0,0001 (0,01) 0,0000 (0,00) 0,0073 (0,68) 0,0007 (0,06) 0,0073 (0,67) Tanaman Umbi-umbian (100,00) 1,0490 (96,36) 1,0108 0,0105 (1,00) 0,0000 (0,00) 0,0211 (2,01) 0,0006 (0,06) 0,0006 (0,57) Bawang merah 1,4328 (100,00) (99,75) 1,4292 0,0000 (0,00) 0,0000 (0,00) 0,0014 (0,10) 0,0015 (0,10) 0,0007 (0,05) Bawang putih 1,4150 (100,00) (99,31) 1,4053 0,0001 (0,01) 0,0000 (0,00) 0,0040 (0,28) 0,0015 (0,11) 0,0041 (0,29) Cabe 1,2250 (100,00) (85,24) 1,0442 0,0480 (3,92) 0,0000 (0,00) 0,0397 (3,24) 0,0083 (0,68) 0,0848 (6,92) Sayuran lainnya 1,0284 (100,00) 1,0147 (98,67) 0,0000 (0,00) 0,0000 (0,00) 0,0007 (0,07) 0,0098 (0,95) 0,0032 (0,31) Buah-buahan 1,1459 (100,00) (92,15) 1,0560 0,0009 (0,08) 0,0000 (0,00) 0,0503 (4,39) 0,0196 (1,71) 0,0191 (1,67) Kacang tanah 1,0946 (100,00) 1,0513 (96,04) 0,0005 (0,04) 0,0000 (0,00) 0,0292 (2,67) 0,0041 (0,37) 0,0095 (0,88) Kedelai 1,1857 (100,00) 1,0733 (90,52) 0,0013 (0,11) 0,00 (0,00) 0,0704 (5,94) 0,0173 (1,46) 0,0234 (1,97) Tanaman Bahan Makanan lain 1,0933 (100,00) 1,0468 (95,75) 0,0000 (0,00) 0,0000 (0,00) 0,0016 (0,17) 0,0014 0,13) 0,0435 (3,95)
Keterangan: Angka dalam kurung menyatakan persen Sumber: Analisis Angka Pengganda Output
SEKTOR KUNCI PEMBANGUNAN PERTANIAN PANGAN DI NUSA
TENGGARA BARAT
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa alokasi sumberdaya yang efisien merupakan salah satu kunci dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Karena itu penentuan sektor-sektor kunci yang mampu memberikan daya dorong kuat terhadap sektor-sektor lain dalam menghasilkan output perekonomian di suatu wilayah menjadi sangat penting. Guna maksud tersebut, maka melalui analisis indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan dapat ditentukan subsektor-subsektor kunci dalam sektor pertanian pangan. Hasil analisis kedua indeks tersebut disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan indeks daya penyebaran (DP) dan indeks derajat kepekaan (DK) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3, subsektor dalam sektor pertanian pangan Nusa Tenggara Barat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) subsektor yang mempunyai indeks DK tinggi (di
atas rata-rata), tetapi DP-nya relatif rendah (di bawah rata-rata), (2) subsektor yang mempunyai indeks DP tinggi (di atas rata-rata), tetapi indeks DK-nya rendah (di bawah rata-rata), dan (3) subsektor yang mempunyai indeks DP dan indek DK rendah (di bawah rata-rata).
Subsektor dalam sektor pertanian pangan yang termasuk kelompok pertama adalah padi. Indeks derajat kepekaannya berada di atas rata-rata keseluruhan sektor perekonomian, yaitu 1,30344 tetapi indeks daya penyebarannya berada di bawah rata-rata, yaitu 0,85892. Karena itu subsektor ini peka terhadap perubahan sektor lain sebagai akibat perubahan permintaan akhir, terutama industri penggilingan beras dan restoran yang menggunakan inputnya untuk proses lebih lanjut. Sementara itu, perubahan permintaan akhir terhadap subsektor ini tidak banyak dampaknya terhadap subsektor lainnya karena kaitan ke belakangnya rendah. Meskipun demikian, ditinjau dari aspek derajat kepeka-annya yang berada di atas rata-rata keseluruhan sektor ekonomi lain, maka subsektor padi ini
merupakan sektor kunci dalam pembangunan pertanian pangan di Nusa Tenggara Barat. Tabel 3. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks
Derajat Kepekaan Sektor Pertanian Pangan Nusa Tenggara Barat, 2005. Subsektor
Pertanian Pangan Indeks Daya Penyebaran Indeks Derajat Kepekaan Padi 0,85892 1,30344 Jagung 0,85791 0,73538 Tanaman Umbi-umbian 0,73187 0,71835 Bawang Merah 1,18902 0,98245 Bawang putih 1,18382 0,97449 Cabe 0,88134 087340 Sayuran lainnya 0,84015 0,71612 Buah-buahan 0,78312 0,80888 Kacang tanah 0,76805 0,75435 Kedelai 0,77659 0,84328 Tanaman bahan makanan lainnya 0,80560 0,84700 Sumber: Hasil analisis Tabel I-O, 2005
Subsektor pertanian pangan yang termasuk ke dalam kelompok kedua adalah bawang merah dan bawang putih. Indeks daya penyebaran kedua subsektor tersebut berada di atas rata-rata keseluruhan sektor perekonomian, masing-masing 1,18902 dan 1,18382 dengan derajat kepekaan masing-masing 0,98245 dan 0,97449. Kedua subsektor pertanian pangan ini memiliki keterkaitan ke belakang relatif tinggi dan memiliki kemampuan relatif besar dibanding sektor-sektor ekonomi lainnya dalam mencip-takan output perekonomian. Karena itu kedua subsektor ini menjadi prioritas dalam pem-bangunan pertanian pangan di Nusa Tenggara Barat karena investasi di kedua subsektor ini akan menumbuhkan sektor-sektor lain dalam perekonomian, terutama sektor perdagangan dan angkutan darat.
Subsektor pertanian pangan yang termasuk ke dalam kelompok ketiga adalah jagung, tanaman umbi-umbian, cabe, sayuran lain, kacang tanah, kedelai, dan tanaman bahan makanan lain. Subsektor-subsektor tersebut mempunyai indeks kaitan ke depan dan ke belakang relatif rendah, berada di bawah rata-rata keseluruhan sektor ekonomi. Subsektor-subsektor ini bukan hanya tidak peka terhadap perubahan sektor lainnya tetapi juga tidak dapat diandalkan untuk menumbuhkan sektor ekonomi lainnya bila kita meningkatkan investasi di
KESIMPULAN Kesimpulan
1. Keterkaitan ke belakang (backward linkage) subsektor-subsektor dalam sektor pertanian pangan Nusa Tenggara Barat memiliki pola yang sama, yaitu sebagian besar terkait dengan subsektor-nya sendiri. Hanya sebagian kecil terkait dengan sektor-sektor ekonomi lainnya, umumnya adalah sektor perdagangan dan angkutan darat.
2. Keterkaitan ke depan (forward linkage) subsektor-subsektor dalam sektor pertanian pangan adalah lemah. Hampir keseluruhan dari output yang tercipta sebagai dampak permintaan akhir diminta oleh subsektornya sendiri, hanya sebagian kecil diminta oleh sektor-sektor lain dalam perekonomian sebagai inputnya.
3. Subsektor kunci yang menjadi prioritas pengembangan dalam sektor pertanian pangan adalah padi, bawang merah, dan bawang putih. Investasi pada ketiga subsektor ini akan menumbuhkan sektor-sektor lain dalam perekonomian, terutama perdagangan, angkutan darat, industri makanan, dan restoran.
Saran-saran
1. Perlunya kebijakan pemerintah yang dapat mendorong petani untuk meningkatkan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam berbagai kegiatan, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama, panen dan pasca panen. Bila intensitas penggunaan alsintan tersebut tinggi maka industri logam dasar dan barang dari logam serta bengkel-bengkel pertanian yang menghasilkan output alsintan akan menjadi semakin berkembang sehingga pada gilirannya terjadi peningkatan output perekonomian secara keseluruhan.
2. Perlunya kebijakan pemerintah yang dapat mendorong masyarakat lebih banyak meng-konsumsi makanan tradisional yang bahan bakunya dari padi, jagung, umbi-umbian, kedelai, dan buah-buahan lokal. Demikian pula halnya dengan pelaku usaha makanan dan restoran untuk mempromosikan makan-an tradisional tersebut kepada wisatawmakan-an yang berkunjung. Melalui kebijakan ini, maka output industri-industri makanan dan restoran akan meningkat yang pada gilir-annya output sektor pertanian pangan akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2005. Tabel Input-Output Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2004, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Badan Pusat Statistika, 2000. Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output, Jakarta, Indonesia.
Hirschman, A.O., 1977. A Generalized Linkage Approach to Development, With Special Reference to Staples, Economic Development and Cultural Change 25 Supplement: 67-98.
Nazara, S., 2005. Analisis Input-Output, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Nicholson, W. 1998. Microeconomic Theory, The Dryden Press, 7th Ed, Harcourt Brace
College Publishers.
Simatupang, P., 1997. Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Melalui Strategi Keterkaitan Berspektrum Luas, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Bogor.
West, G.R., 1992. Input-Output Analysis for Practitioners, Australia, Departemen of Economics, University of Queensland.