DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Debit mei –oktober 2013 setelah hujan
Mei Juni Juli Agu Sept Oktob
Hujan 26,9 28,89 30,91 38,9 40,01 26,7
Tidak
Hujan 22,84 32,48 27,9 43,53 35,81 33,72
Lampiran 2. Tabel Data Debit dan Sedimen Yang Diambil Setelah Hujan
Tanggal Pengambilan
Lampiran 3. Data Sedimen Hujan dan tak hujan
Mei Juni Juli Agu Sept Oktob
Hujan 76,66 80 43,3 104,65 141,45 115,9
Tdk
Lampiran 4. Pengukuran Juli 2013
Lampiran 5. Pengukuran Bulan Agustus 2013
tanggal
Lampiran 6. Pengukuran bulan September 2013
Rataan 31,68461538 37,58084615 107,2320769 315,354
Lampiran 7. Pengukuran Debit dan Sedimen Bulan Oktober 2013
LAMPIRAN
Lampiran perhitungan Sedimen , Debit Sedimen total, nilai korelasi (r) dan determinasi bulan Mei – Oktober 2013
Lampiran Tabel 9. Hubungan Luas Penampang Sungai dengan Debit Sedimen Setiap Bulan
Lampiran 10. Hubungan Konsentrasi Sedimen dengan Debit Sedimen Setiap Bulan Waktu Pengambilan KonsentrasiSedimen
Juni 100 40399,05 Permukaan
Sungai
Juli 51,16 51109,57 Permukaan
Sungai
Agustus 107,23 98539 Permukaan
Sungai
September 175,33 51096,20 Permukaan
Sungai
Oktober 94,67 51266,21 Permukaan
Lampiran Tabel 11. Perbandingan Nilai Regresi dan Determinasi Setiap Bulan Bulan Nilairegresi
(a)
Koefisien Korelasi
Determinasi (R2)
Keterangan
Mei -0,33 - 0,24 0,06 Lemah
Juni -0,045 -0,415 0,17 Lemah
Juli -0,023 -0,021 0,044 Sangat lemah
Agustus -0,019 -0, 192 0,037 Sangat lemah September 0,061 0,240 0,057 Sangat lemah
Oktober 0,44 0.167 0,063 Sangat Lemah
Semua hujan -0,088 -0,047 0,263 Lemah Sampel tidak
hujan
0,035 -0,099 0,783 Sedang
Lampiran 11. Data Debit air, Sedimen, Luas Penampang dan Debit Sedimen DAS
A. Perhitungan Debit Q = V.A
Keterangan :
Q = Debit Limpasan (m3/ detik) V = Kecepatan aliran sungai (m/detik) A = Luas Penampang Basah (m2)
a. Pengukuran Laju aliran dan kecepatan (v)
Ulangan Laju aliran
sepanjang 20 m
Alat Keecepatan aliran
1 24 dtk Botol 20/24 =0,852 m/s
b. Pengukuran Sedimen
Lokasi Sedimen 2 ulangan
(mg/L)
Rataan (mg/L)
Kanan 1,36 0,68
Kiri 1,34 0,67
Tengah 1,32 0,66
Gambar 1. Profil Sungai sebelumHujan
Total = 27,08 m2
Profil Sungai * Sesudah Hujan
Gambar 2.
Perhitungan V = s/t
= 20/24 =0,833 m/dtk Q = A.V
= 30,20 *0,7 = 21,14 m3/dtk Pengukuran Juni 2013.
• Luas Penampang (A)
Kedalaman sungai : Kiri : 1m Kanan : 1,5 m Tengah :1,75 m
20 m =Lebar
I 150 150 cm II
Pada Muara Sub Das Padang Hilir, DAS Padang
Q = A.V
= 26,12 *1,176 =31,862 m2/dtk V = s/t =20/17
= 1.176 m/dtk
Luas Penampang Melintang = Luas I =100x12000 =12 m2
Luas III = 100* 800cm =80000 cm =8m 2 Luas III =1/2 *(100-100).8000 =0,082 . Luas IV =1/2 *(100-100).12000 =0,12 m2 Total = Luas I...+ Luas IV = 20,2 m
Sedimen (Cs) = (berat sedimen+kertas) –(berat sedimen kring oven)+....(berta sedim + kertas) –( bSKO)
= (0,69 +0,72) +(0,64 -0,67) + (0,66-0,86) (0,62-0,64) (0,67 -0,70) +(0,65-0,68)
1 m I 1,5 m
II
1,75
6 = 660 /6 =110 mg/l
Qs =0,0864 * Cs * q
=0,0864 *31,862 *110 =302,79 ton/hri
Lampiran 13. Pengukuran Juli 2013 *sebelum hujan
Q = A.V =20,2*1,11 =22.42 m3/dtk V = s/t =20/18 = 1,11 dtk
Luas Penampang (A)
A= Luas I =100x12000 =12 m2
Luas III = 100* 800cm =80000 cm =8m 2 Luas III =1/2 *(100-100).8000 =0,082 . Luas IV =1/2 *(100-100).12000 =0,12 m2 Total = Luas I...+ Luas IV = 20,2 m
Bulan Agustus 2013 #Kedalaman saat hujan
Lokasi m Kec.aliran
Kanan 1,35 1,53
Kiri 1,5 2,48
Berat Sedimen
Cs = (berat sedimen+kertas) –(berat sedimen kring oven)+....(berat sedimn + kertas) – ( bSKO)
= (0,69 +0,72) +(0,64 -0,67) + (0,66-0,86) (0,62-0,68) (0,64 -0,70) +(0,65-0,68)
6
Lokasi Sedimen 2 ulangan
(mg/L)
Total sedimen (6 ulangan) dalam satu hari pengambilan : 45 mg/l
1 m I 1,5 m
II 1,2
*Profil sungai Pengukuran tidak hujan
III IV
Luas Penampang (A)
A= Luas I =100x12000 =12 m2
Luas III = 100* 800cm =80000 cm =8m 2 Luas III =1/2 *(100-150).8000 =1,2m 2 . Luas IV =1/2 *(100-100).12000 =0,12 m2 Total = Luas I...+ Luas IV = 21,32 m2
Bulan Oktober 2013.
1 m I 1,5 m
II 1,0 m
LAMPIRAN
Lampiran 14. Debit Rata –Rata, Debit Actual dan Aliran Bulanan Pada Sungai Padang
Tabel 2.6. Debit Rata-Rata Sungai Padang
Tahun
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sumatera II, 2012
lmpiranTabel 2. Data Debit andalan
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, 1989. Konservasi Tanah dan Air, IPB Press. Bogor.
Asdak. C, 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University. Press.Yogyakarta.
Badan Standar Nasional (BSN), 2008. Tata cara Pengambilan Contoh Muatan Sedimen Melayang di Sungai dengan Cara Integrasi Kedalaman berdasarkan Pembagian Debit. Diakses dari PDF.
Badan Pusat Statistik, 2012. Kecamatan Rambutan dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik. Kota Tebing Tinggi.
.
Badan Pusat Statistik, 2012. Kecamatan Padang Hilir dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi.
Badan Pusat Statistik, 2012. Kecamatan Padang Hulu dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi.
Badan Pusat Statistik, 2012, Kabupaten Madya Kota Tebing Tinggi salam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS), 2013. Kota Tebing Tinggi dalam Angka 2013. BPS Kota Tebing Tinggi. Tebing Tinggi.
Balai Wilayah Sungai Sumatera II Operasi dan Pemeliharaan SDA I Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum,2011 Medan
Daoed , D., N.H .Shubhi dan M.Junaidi , 2006. Pengaruh Variasi tikungan Geometri Terhadap Karakteristik Penyebaran Sedimen dan Pembentukan Lapisan Armouring Di Dasar Saluran . Diakses pada tanggal 6 ktober 2013.
Bappedasu, 2008. Data statistik pengelolaan DAS Padang Diakses pada situs http://BPDASU Sumut .sim rlps.dephut.go.id/index.php?limitstart=8. Pada tanggal 7 agustus 2013.
Departemen Kehutanan dan Lingkungan, 2008. Laporan Penelitian dan Uji Kelayakan Pada Lingkungan sekitar DAS. Diakses pada
Departemen Kehutanan dan Lingkungan ,2003.Laporan Penelitian Hidrologi DAS Wampu.Diakses pada Iswardono, 2001. Sekelumit Analisis Regresi dan Korelasi. Penerbit BPFE.
Yogyakarta
Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief, 2010. Tata Ruang Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta Linsley ,K.R, Max A.K, dan Joseph ,L. H.,1998. Hidrologi untuk Insinyur.
Erlangga. Jakarta
Maryono, A. 2007. Restorasi Sungai. UGM Press. Yogyakarta
Mulyanto, H. R. 2007. Sungai ,Fungsi Dan Sifat –Sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta
Poerbandono, N dan E. Djunarsyah, 2008. Survei Hidrografi. Refika Aditama.Bandung
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37 , 2012. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Undang - Undang Presiden. Jakarta
Rauf,A.,K.S Lubis, dan Jamilah, 2011. Dasar –Dasar Daerah Aliran Sungai. USU Press. Medan.
Raghunate, H.M. 1989. Hydrolgy :Principle, Analysis and Design. Wiley Eastern Limited. New Delhi.
Rahayu, S .dkk, 2009.Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Diakses dari http://World Agroforestry Centre/Pengelolaan DAS.pdf. Southeast Asia ICRAF.
Salim, H.T., S.B. Kusuma dan Nazili, 2006. Pemodelan Hubungan Hujan ,Limpasan dan Kapasitas Erosi yang masuk Ke Palung Sungai. Diakses dari http// Scribd.pdf.com. Pada tanggal 7 September 2013.
Sastrosupadi, A .2005. Penggunaaan Regresi, Korelasi, Koefisien Lintas dan Analisis Untuk Penelitian di Bidang Pertanian. Yvrama Widya.
Safarina,A .B ,2010. Kajian Pengaruh Luas Daerah Aliran Sungai Terhadap Debit Banjir Berdasarkan Analisa Hydrograf Satuan Observasi Menggunakan Metoda Konvolusi (Studi Kasus: DAS Citarum, DAS
Ciliwung, DAS Cimanuk. Diakses e-
Soemarto,C.D. ,1992. Hidrologi Teknik Edisi 2. Erlangga. Jakarta
Sucipto , 2011. Kajian Sedimentasi Sungai Kaligarang Dalam Upaya Pengelolaan
DAS Kaligarang Semarang. Diakses pada
repository.ac.id.pdf. Pada tanggal 6 Maret 2013
Sulistiyanto, 2010. Analisis Korelasi. Diakses pada http://management-unsoed.ac.id/download,.ppt. Analisis Korelasi .Diakses 20 agustus 2013. Sosrodarsono, S dan M. Tominaga, 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai.
Pradnya Paramita. Yogyakarta
Suwarno, 2009. Modul 9:Analisis Korelasi. Diakses pada situs http:// www.docstoc.com/docs/132079541/3suwarnomodul9analisiskorelasi -Kegiatan. Pada tanggal 6 Juli 2013.
Usman,2011. Model Perhitungan Persamaan Regresi dan korelasi. Yvrama widya. Yogyakarta
Wibowo, M. 2010.Pemodelan statistik hubungan antara debit dan konsetrasi sedimen sungai :Contoh Kasus di Das Citarum – Nanjung. Diakses pada
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di sub DAS Padang Hilir Kecamatan Padang Hilir, Desa Payakapar pada koordinat 03˚18’19.1’’ dan 99˚08’00.3” dengan ketinggian 34 m di atas permukaan laut. Penentuan lokasi menggunakan alat GPS mengambil satu titik. Lokasi yang diambil memiliki kemiringan dataran 17.6% .
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang di gunakan dalam penelitian adalah sungai sebagai lokasi penelitian, contoh air sungai dari sub DAS Padang Hilir sebagai objek yang akan diteliti dan kertas saring untuk menyaring air dalam penetapan sedimen.
Peralatan yang digunakan meliputi :
a. Peta DAS Padang untuk menentukan daerah lokasi penelitian,
b. Peta Kelas Kekritisan lahan DAS Ular- Belawan- Padang tahun 2008 untuk melihat laju erosi pada lokasi penelitian,
c. Data curah hujan untuk menghitung skor,
d. Meteran 25 m untuk menghitung dalam dan lebar sungai, e. Botol plastik untuk mengetahui kecepatan aliran air, f. Botol aquades sebagai tempat sampel air yang diambil,
g. Galah penyangga untuk pengukuran kedalaman air, corong plastik untuk meletakkan kertas saring,
i. Oven untuk mengeringkan kertas saring yng telah dianalisis
j. GPS (Global Positioning System) untuk menentukan titik koordinat penelitian dan ketinggian tempat,
k. Klinometer untuk mengukur kemiringan tempat, l. Stopwatch untuk menghitung waktu aliran air,
m. Grafik Hidrograf Sub DAS Padang untuk membandingkan nilai analisis debit di bagian hulu dan hilir,
n. Label nama untuk menandai wadah sampel dan bahan – bahan lain yang mendukung penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode survey bebas.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan lokasi
Penentuan titik lokasi sampel dilakukan pada satu titik dengan menggunakanGPS (Global Positioning System) untuk menentukan koordinat titik sampel.
Pengukuran Luas Penampang Irisan Melintang Sungai
Jarak interval membentuk sebuah bangun dan bangun tersebut dibagi kedalam 4 bagian.
Pendugaan debit sungai yang diawali dengan penentuan luas suatu irisan melintang badan sungai dan kecepatan aliran sungai rata – rata.
Prosedur pengukuran luas irisan melintang badan sungai dengan cara sebagai berikut:
a. Memilih lokasi yang representatif untuk pengukuran debit b. Mengukur lebar sungai (penampang horisontal) kira ±20 m
c. Dibagi lebar sungai menjadi 3 bagian dengan interval jarak yang sama d. Mengukur kedalaman air di setiap interval dengan mempergunakan tongkat e. Membagi dua lebar sungai yang ada berdasar kedalaman, dengan sketsa
seperti berikut :
A B C
I II
D
III IV F
E
Gambar 1 : Sketsa Perhitungan Luas Penampang Irisan Melintang Keterangan : untuk bagian ke III dan IV digunakan rumus luas trapesium.
Pengambilan Contoh Air
Dalam pengambilan sampel air kita memakai modifikasi alat sediment sampler tipe U.S.D.H 48. Mekanisme kerja yakni dengan metode
depth integrating suspended sediment sampler.
Kegiatan pemantauan konsentrasi sedimen terdiri dari dua tahap, yaitu 1. Tahapan pengambilan sampel air dan
2. Tahapan analisis konsentrasi sedimen di laboratorium.
Pengambilan sampel air dilakukan dengan metode depth integrating pada penampang sungai. Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak 3 kali dalam 1 minggu selama 6 bulan. Pengambilan sampel air dilakukan pada saat tidak hujan atau setelah hujan. Jika terjadi kondisi hujan sehari sebelum pengambilan, maka pengambilan sampel dilakukan pada siang hari.
Tahapan– tahapan pengukuran konsentrasi sedimen di laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan kertas saring sebanyak yang diperlukan (sampel) lalu dipotong berbentuk bulat. Tidak lupa untuk menomori kertas saring sesuai dengan banyak sampel air.
2. Ditimbang berat masing – masing kertas saring lalu dilipat kertas saring menjadi bentuk seperti corong penyaring.
3. Diovenkan kertas saring selama ± 2 jam dengan suhu 105° C. Didinginkan kertas saring setelah selesai di oven.
4. Dimasukkan kertas yang telah dilipat ke dalam botol aquades (kosong) kemudian tuangkan sampel air sungai ke dalam.
6. Dimasukkan kertas saring yang telah kering ke dalam oven. Di set waktu pengovenan selama 2 jam dengan suhu 105° C.
7. Diambil kertas saring lalu langsung di timbang berat kertas beserta endapannya.
8. Dicatat data yang di peroleh , dihitung :
Berat sedimen netto (mg) = berat kering oven – berat kering kosong 9. Konsentrasi sedimen (mg/l) = (berat sedimen netto x 1000)/0.33)
10. Selain analisis contoh air dibutuhkan pula beberapa data pendukung antara lain:
• Data curah hujan harian dari BMKG Sampali dan
• Data debit sungai tahunan dari Dinas Kementerian Pekerjaan Umum (P.U) Balai Wilayah Sungai II Sumatera utara
Pengukuran Kecepatan Aliran dan Debit Aliran Sungai
Pengukuran debit dilaksanakan dengan metode interval tengah tanpa memakai ulangan.
Sebelum debit dapat dihitung, terlebih dahulu dicari kecepatan aliran sungai (V) dengan metode apung ( floating method ) di bagian basah yang dihitung dengan rumus :
V = l/t Keterangan :
V = Kecepatan aliran (m /detik)
Pengukuran kecepatan aliran dilakukan tanpa ulangan dan menempatkan botol plastik pada bagian tengah sungai yang memiliki cukup arus. Langkah - langkah pengukuran kecepatan aliran :
1. Dipilih lokasi pengukuran pada bagian sungai yang relatif lurus dan tidak ada pusaran air. Bila sungai relatif lebar,direkomendasikan lokasi dibawah jembatan sebagai tempat pengukuran kedalaman sungai
2. Ditentukan lintasan dengan jarak tertentu. jarak antara 2 titik yang akan ditempuh kira-kira 10 m, sedangkan waktu tempuh benda yang diapungkan lebih kurang 20 detik.
3. Dicatat waktu tempuh benda apung (botol) mulai saat dilepaskan sampai dengan garis akhir lintasan
4. Diulangi pengukuran beberapa kali (maks 3x) sehingga dapat diperoleh angka kecepatan aliran rata-rata yang representatif.
Selanjutnya dihitung nilai debit dengan menggunakan rumus Bernoulli (Asdak, 2007) secara matematis dapat dinyatakan dalam persamaan:
Q = A xV Keterangan :
Q = Debit aliran sungai (m³/detik) V = Kecepatan aliran sungai (m/detik)
Parameter yang diamati
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah :
a. Konsentrasi sedimen melayang b. Debit aliran air sungai
Analisis data
Pada penelitian ini, penulis menempatkan debit sungai sebagai variabel bebas (sumbu y) dan konsentrasi sedimen sebagai variabel tidak bebas (sumbu x) .Data debit dan sedimen yang telah diukur selama enam bulan itu kemudian dicari
persamaan regresinya dengan rumus :
�= �0 +�1�+�
Kemudian setelah didapat persamaan regresi, dicari nilai koefisien korelasinya (r) agar dapat di ketahui seberapa kuat hubungan antar debit terhadap sedimen.
Menurut Asdak (2007), rumus untuk mencari koefisien korelasi yaitu:
�= ⅀�.� −[(xi)(yi)/�]
[(⅀��2)−(⅀��)2/�] [(⅀��²) (⅀�)²/�]
R2 dinamakan koefisien determinasi atau koefisien penentu. Dinamakan demikian karena 100 % dari R2 pada variasi yang terjadi dalam variabel tak bebas Y dapat dijelaskan oleh variabel bebas X dengan adanya regresi linier Y atas X
untuk mendapatkan nilai ү, terlebih dahulu kita harus mencari a dan b saat menentukan persamaan dari garis regresi sampel :
Model umum regresi linier sederhana mengggambarkan respon variabel y oleh variabel bebas x adalah sebagai berikut :
�= �0 +�1�+�
y = Debit
x = Konsentrasi Sedimen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Model Debit di Muara Sub DAS Padang Hilir
Dari hasil pengukuran debit selama enam bulan baik saat setelah hujan dan tidak hujan (Lampiran 1) diperoleh rataan debit bulan Mei sampai Oktober 2013 yang disajikan pada Tabel 5 seperti berikut :
Tabel 5. Pengukuran Rataan Debit bulan Mei – Oktober 2013 di Sub DAS Padang Hilir
Bulan Pengambilan Debit Setelah Hujan (m3/detik)
Debit Tidak Hujan (m3/detik)
Mei 26,9 22,84
Juni 28,89 32,48
Juli 30,91 27,9
Agustus 38,9 43,53
September 40,01 35,81
Oktober 26,7 33,72
Dari Tabel 5 terlihat diperoleh debit tertinggi saat setelah hujan pada bulan September sebesar 40,01 m3/detik dan debit terendah saat hujan di bulan Oktober sebesar 26,7 m3/detik sedangkan debit tertinggi saat tidak hujan pada
Menurut keterangan dari Rauf et all, (2010) akibat adanya campur tangan atau perilaku masyarakat kota Tebing Tinggi yang tanggap terhadap potensi banjir jika terjadi hujan biarpun dengan Intensitas sebentar dan hanya gerimis, seperti pembukaan bendungan di sekitar Sub Das untuk saluran irigasi atau drainase sehingga volume air kiriman dari hulu sudah banyak berkurang ketika sampai di hilir sungai. Oleh karenanya nilai debit pada pengukuran setelah hujan nilainya lebih rendah dibanding tidak hujan.
Model Pengukuran Sedimen Di Outlet Sub DAS Padang Hilir
Dari hasil percobaan diperoleh nilai sedimen bulan Mei sampai Oktober 2013 pada kondisi setelah hujan dan tidak hujan yang di sajikan pada Tabel 6 (Lampiran 2).
Tabel 6. Pengukuran Rataan Sedimen bulan Mei sampai Oktober 2013 di Sub DAS Padang Hilir
Bulan Pengambilan Sedimen Setelah Hujan (mg/l)
September 141,45 99,77
Oktober 115,9 124,77
Dari Tabel 6 terlihat bahwa sedimen tertinggi terdapat pada bulan September senilai 141,45 mg/l dan sedimen terendah pada bulan Juli
tidak hujan didapat sedimen tertinggi di bulan Agustus senilai 208,44 mg/l dan sedimen terendah di bulan Juli senilai 51,15 mg/l.
Dari hasil terlihat jika nilai sedimen pada setelah hujan lebih rendah dari tidak hujan. Keterkaitan biofisik bagian hulu dengan hilir sangat mempengaruhi sedimen. Hal ini disebabkan oleh adanya pencucian oleh air kiriman dari hulu yang mengakibatkan menurunnya sedimen melayang (suspensi) yang biasa disebut dengan pengenceran. Kemiringan lereng di hilir yg cukup terjal membuat sedimen banyak terendap di bagian dasar. Dengan begitu semakin tinggi debit yang terukur di hilir, maka semakin rendah nilai sedimen melayang yang terukur . Model Hubungan Debit dan Konsentrasi Sedimen Pada Muara Sub DAS Padang Hilir Hari Setelah Hujan
Dari hasil diperoleh nilai hubungan antara debit rataan dan sedimen rataan sampel pengambilan hari setelah hujan dapat di dilihat Gambar 5 (Lampiran 6).
Pada Gambar 5 dilampirkan data debit dan sedimen setiap bulan lalu di
korelasi. Dari hasil gambar terlihat persamaan regresinya senilai y = – 1,751+2,97x dan nilai koefisien Determinasi (R2) = 0,265. Hal ini
Gambar 2. Hubungan Debit dan Konsentrasi Sedimen Setelah Hujan Pada bulan Mei Sampai Oktober.
Model Hubungan Debit dan Konsentrasi Sedimen rataan Sampel Pada Muara Sub DAS Padang Hilir Pengambilan Hari Tidak Hujan
Dari hasil percobaan diperoleh bahwa nilai hubungan antara debit dan sedimen sampel pengambilan hari tidak hujan 2013 dapat terlihat pada Gambar 5 (Lampiran 6).
Pada gambar terlihat hasil Korelasi antara data debit dan sedimen setiap bulan. Dari hasil gambar dapat persamaan regresinya y = -121,1 +7,006x dan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,793. Hal ini menunjukkan tingkat korelasi antar keduanya cukup kuat dan positif juga dapat disimpulkan apabila terjadi penambahan nilai debit sebanyak 1 satuan maka nilai sedimen akan berkurang sebanyak 121,1
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00
Sedimen (mg/l)
Gambar 3. Hubungan Debit dan Konsentrasi Sedimen Rataan Saat Tidak Hujan Pada bulan Mei sampai Oktober 2013.
Pembahasan
Dari hasil pengukuran debit, diketahui jika debit DAS Padang Hilir bulan Mei sampai Oktober tahun 2013 berfluktuatif baik itu pengambilan saat setelah hujan maupun tidak hujan. Pada saat setelah hujan, debit rataan tertinggi berada pada bulan September sebesar 40,05 m3/detik dan debit rataan terendah terdapat di bulan Oktober sebesar 26,76 m3/detik.Untuk pengukuran tidak hujan debit rataan tertinggi terdapat di bulan September sebesar 43,53 m3/detik dan debit rataan terendah terdapat di bulan Mei senilai 22,84 m3/detik. Debit yang beragam ini di ikuti dengan jumlah curah hujan yang turun di setiap bulan. Hal ini menunjukkan banyaknya curah hujan (intensitas hujan) yang terjadi setiap bulan bahkan hari memiliki pengaruh terhadap kecepatan aliran dan debit. Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup dan akan menurun kembali ke normal setelah hujan selesai. Oleh karenanya jika terjadi hujan sehari sebelumnya pada bagian hulu sungai maka pengambilan sampel debit dan sedimen pada lokasi penelitian (hilir sungai) di lakukan pada siang hari agar debit yang di dapatkan
relatif maksimum dengan catatan air kiriman dari hulu telah sepenuhnya mengalir ke hilir sungai. Sedangkan untuk tipe aliran air sungai Sub DAS Padang Hilir tergolong kedalam tipe 2. Menurut Wisler dan Brater (dalam Arsyad,1989), gambaran naik turunnya debit sungai setelah hujan dapat di golongkan ke dalam beberapa tipe yakni : Tipe yang didasarkan jumlah intensitas hujan (I) melebihi dari kapasitas infiltrasi tanah sehingga aliran permukaan terjadi namun jumlah infiltrasi (F) kurang dari kekurangan air tanah dan air yang tidak tertampung lagi pada permukaan akan masuk ke badan sungai bersama partikel- tanah yang terdispersi.
Dari Tabel 8 (lampiran 12) dapat dilihat jika nilai debit sedimen total (Qcs) tertinggi terdapat pada bulan September senilai 8513,38 mg/l dan yang terendah pada bulan Mei dengan nilai 1628,85 mg/l. Beragamnya nilai debit sedimen total (Qcs) tiap bulan bergantung pada nilai debit sebagai variabel tak bebas dan sedimen sebagai variabel bebas. Tingginya sedimen dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya daerah resapan air atau Hutan. Ini menunjukkan jika kawasan Hutan di sekitar tebing DAS telah mengalami konversi sehingga air yang berasal dari hujan mengalir ke badan sungai tanpa ada yang tersimpan di permukaan tanah. Oleh karenanya banjir masih sering terjadi di daerah Padang Hilir. Menurut pendapat Hamilton dan King (2003), penanaman tanpa pengolahan tanah tidak mempunyai dampak yang dapat di ukur terhadap pembentukan endapan surngai yang berada pada kawasan terbuka.
Persamaan regresi yang didapatkan pada sampel pengambilan
seluruhnya hujan adalah y = 7,006x-121,1
dimana nilai x adalah sedimen. Dari persamaan dapat di simpulkan apabila debit semakin meningkat sebanyak satu –satuan maka nilai sedimen akan berkurang sebanyak 121,1. Kemudian untuk nilai Koefisien Determinasi yakni R² = 0,793 di konversikan menjadi persen yang artinya 79,3 % dapat dijelaskan oleh hubungan linier antara sedimen dan debit dan sisanya sebesar 20,7 % dijelaskan oleh faktor lain.
Determinasi (R2) yaitu sebesar 0, 265 yang bila dikonversikan menjadi 26,5 % dapat dijelaskan oleh hubungan linier antara sedimen dan debit dan sisanya sebesar 73,5% dijelaskan oleh faktor lain.
Dari hasil diketahui jika nilai rataan sedimen pada bulan pengukuran cenderung meninggi seiring meningkatnya intensitas curah hujan. Hal ini terlihat pada bulan Agustus sedimen maksimum yang terukur sebesar 416,67 mg/l dengan 6 kali terjadi hujan di bulan tersebut. Diduga turunnya hujan, menyebabkan laju erosi yang terjadi pada bantaran sungai meningkat dan kondisi tersebut diperburuk dengan tidak maksimalnya penggunaan metode - metode konservasi di sekitar bantaran sungai. Fakta ini didukung oleh pernyataan dari Linsley dkk, (1996) yang menyatakan pengurangan aliran masuk sedimen tidak dapat di cegah. Laju erosi berubah–ubah setiap terjadi hujan yang bergantung pada intensitas hujan, keadaan tanah serta pertumbuhan tanamannya. Sedimen yang terosi dari suatu lembah dalam suatu kejadian hujan dapat diendapkan di alur sungai dan tinggal di sana hingga hujan berikutnya mendorong ke hilir.
Dari hasil dapat di simpulkan jika daerah Hilir Sungai Padang memiliki konsentrasi sedimen yang tinggi dan debit yang cukup tinggi. Tidak maksimalnya penanganan konservasi tanah dan air menambah rentannya kawasan sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang Hilir mengalami banjir saat musim hujan datang. Peningkatan konsentrasi sedimen pada sub DAS Padang Hilir dikarenakan adanya pengikisan tanah di bantaran sungai, pengelolaan lahan pertanian yang kurang intensif dan butir – butir tanah terdispersi yang terbawa oleh air hujan melalui aliran permukaan sedangkan pada sub DAS Padang Hulu konsentrasi sedimen
(terjadi endapan lumpur). Topografi datar menyebabkan aliran sungai menjadi lambat dan sedimen terkonsentrasi ke dasar sungai. Menurut Sucipto (2008), permasalahan erosi dan sedimentasi pada DAS yang frekuensi dan cakupannya terus meningkat disebabkan oleh perubahan alih fungsi lahan dan maraknya pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kawasan yang lebih luas. Di bagian hulu yang merupakan kawasan penampung atau resapan air hujan, hutan tidak lagi di lestarikan. Sebaiknya kawasan hulu DAS di dominasi oleh tumbuh – tumbuhan yang merupakan komponen utama untuk mengatasi dan mempengaruhi iklim dan tata air setempat. Hal ini merujuk pada pernyataan Rauf dkk (2011) yang menyatakan agar dapat berfungsi sebagai kawasan penampung air hujan (catchment area). DAS bagian
hulu selalu di dominasi oleh kawasan hutan yang di atasnya terdapat tumbuh -tumbuhan dari berbagai jenis dan ukuran yang merupakan komponen
utama untuk mengatasi dan mempengaruhi tata air setempat.
Alghifari (2002) jika koefisien korelasi memiliki sifat simetris artinya koefisien korelasi antar X dan Y sama dengan korelasi antara Y dan X. Jika X dan Y adalah independen secara statistik maka koefisien korelasi = 0. Sesuai pernyataan dari Asdak (2007) jika karakteristik biofisik DAS memiliki kaitan erat dengan unsur utama seperti jenis tanah, kemiringan lereng dan panjang lereng. Karakteristik biofisik dapat mempengaruhi terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, air larian, aliran permukaan dan aliran sungai.
Dari Tabel 7 (Lampiran 14) pengukuran debit pada setiap bulan pengambilan memiliki rentang nilai yang tergolong sedang (27,90 m3/detik - 41,19 m3/detik). Nilai debit tersebut masih tergolong dapat di tolerir dan tidak berpotensi selalu banjir jika hujan turun. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari Kementerian P.U. Cabang wilayah Sungai II Sumut Stasiun AWLR Tebing Tinggi tahun 2012 (Lampiran 13), bahwa rerata debit di Sungai Padang berkisar antara 51,42 m3/detik sampai 78,92 m3/detik. Namun bukan berarti jika DAS Padang di bagian hilir tidak memerlukan penanganan konservasi di tebing sungai
lainnya sehingga muatan sedimen yang lebih besar diharapkan bila curah hujan terpusat pada daerah semacam ini. Dengan demikian laju angkutan sedimen terapung dan laju aliran sungai jarang berkorelasi langsung.
Luas daerah pengambilan sampel dari hulu hingga ke muara Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang bagian hilir sebesar 510,82km2 dan dari luas tersebut sebanyak 15 % adalah daerah hutan sisanya 85 % terbagi kedalam pemukiman dan perkebunan. Adanya alih fungsi lahan dari hutan menjadi tanah lapang, kebun dan pemukiman membuat daerah resapan air dan pengaliran berkurang sehingga daya dukung DAS terganggu. Akibatnya sedimen mudah terkumpul didalam air sungai terlebih di dasar muara sungai biarpun dengan debit dan arus yang kecil. Hal ini sesuai literatur dari Soemartono, (1998) yang menyatakan jika laju aliran air selain di pengaruhi oleh curah hujan juga oleh faktor penampang sungai dan luas DAS itu sendiri.
menggerakkan tanah ke hilir lereng. Kecepatan aliran permukaan juga lebih besar pada lereng yang curam dan gerakan tanah lebih mungkin terjadi pada daerah yang curam. Lebih pendek lerengnya, lebih cepat material yang tererosi.
Dari hasil tebel 5, terlihat jika nilai sedimen tidak konstan setiap bulan pengukuran. hal ini disebabkan volume sedimen berasal dari material halus yang datang dari tebing –tebing sungai dan pengaliran air sebagai beban yang
terhanyutkan. Pengukuran volume sedimen terbatas di bagian permukaan air (sedimen melayang) dan tidak mengukur laju erosi pada areal yg telah mengalami
alih fungsi sehingga pengambilan debit/sedimen nilai di batas normal baik itu dalam kondisi hujan ataupun tidak hujan. Hal ini sesuai pernyataan dari Einstein (Kodoatie dan Sugiyanto, 2004) yang menyatakan dua kondisi harus terpenuhi oleh setiap partikel sedimen yang melalui penampang melintang dari sungai yakni : a. Partikel tersebut merupakan hasil jika transpor sedimen di daerah pengaliran
.. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Debit rataan tertinggi saat setelah hujan pada muara Sub DAS Padang Hilir adalah sebesar nilai 41,19 m3/detik di bulan Agustus debit terendah Di Oktober sebesar 26,76 m3/detik sedangkan pada tidak hujan debit tertinggi terdapat pada bulan Mei senilai 43,53 m3/detik dan debit terendah pada bulan Mei sebesar 22,84 m3/detik
2. Dari hasil diketahui nilai sedimen tertinggi pada muara DAS Padang Hilir adalah bulan September senilai 141,45 mg/l dan sedimen terendah pada bulan Juli dengan nilai 43,4 mg/l pada sampel hari setelah hujan sedangkan pada sampel tidak hujan didapat sedimen tertinggi di bulan Agustus senilai 208,44 mg/l dan sedimen terendah di bulan Juli senilai 51,15 mg/l.
3. a. Hubungan linier yang diperoleh antara debit dan kandungan sedimen saat tidak hujan yakni y = 7,007x - 121,1 sehingga disimpulkan bahwa setiap penambahan nilai x sebanyak 1 satuan maka debit akan berkurang sebesar 121,1.
b. Hubungan linier yang diperoleh antara debit dan kandungan sedimen saat Setelah hujan yakni y = 2,97x – 1,751 sehingga disimpulkan bahwa setiap penambahan nilai x sebanyak 1 satuan maka nilai debit akan berkurang 1,751
Saran
Sebaiknya penggunaan teknik konservasi air dan tanah Pada Sub DAS Padang tidak hanya di lakukan di bagian hilir saja namun di bagian hulu
TINJAUAN PUSTAKA
Profil Daerah Aliran Sungai Lokasi dan Geografis
Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu dari tujuh kota di Sumatera Utara yang memiliki luas 41.453 km2. Hingga Desember 2012, Kota Tebing Tinggi terdiri dari 5 Kecamatan dan 35 Kelurahan. Kecamatan Padang Hilir merupakan salah satu dari lima kecamatan yang ada di wilayah Kota Tebing Tinggi. Kecamatan Padang Hilir merupakan kecamatan yang terluas dengan luas 11.411 km2 atau 29,76 % dari luas Kota Tebing Tinggi. Sebagian besar (50,86%) lahan di Kota Tebing Tinggi digunakan sebagai lahan pertanian. wilayah Kota Tebing Tinggi. Letak Kecamatan Padang Hulu berada pada arah Selatan menuju kota Pematang Siantar. Keadaan topografi Padang Hulu sedikit bergelombang dibandingkan kecamatan lainnya (BPS,2012).
Tabel
Luas Lahan Kota Tebing Tinggi menurut Penggunaan tahun 2011
4. Pertanian [ sawah, tegalan/kebun ] 1.954,96 50,86 Agriculture
7. Lain-Lain [ termasuk rawa-rawa ]
100,71 2,62 Others [ including swamps ]
Sumber: BPS, 2012
Lahan dan Penggunaannya
Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya yang selanjutnya semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan lahan, termasuk di dalamnya
hasil kegiatan manusia, baik di masa lampau maupun sekarang (FAO. 1975, dalam Arsyad, 1989).
sebagainya, sehingga perilaku lahan sangat menentukan pertumbuhan vegetasi yang disebut sebagai kualitas lahan.
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir di bandingkan dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 20 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung pada jenis hutan dan pemukiman (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
Secara kuantitatif perubahan penggunaan lahan dan contoh kenaikan debitnya di tunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Peningkatan Debit Puncak Suatu Sungai Akibat Perubahan Tata Guna Lahan
Land Use Debit (Q) puncak (m3/detik) Kenaikan Minimum Maximum
Hutan 10 10 Referensi
Rerumputan 23 25 2-2,5 kali
Taman 17 50 2 -5 kali
Sawah 35 90 2,5 -9 kali
Pemukiman 50 200 5- 20 kali
Industri/niaga 60 250 6 -25 kali
Beton/aspal 63 350 6,3-35 kali
Sumber :Kodoatie dan Sjarief,2010
ada peningkatan aliran permukaan tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat adanya peningkatan debit sungai yang besar (Kodoatie dan Sjarief, 2010)
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Keberadaan dan kondisi eksosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) atau sering disebut cekungan sungai merupakan salah satu isu nasional dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dikarenakan salah satu variabel terjadinya banjir adalah kondisi DAS yang kritis, seperti terjadinya penyimpangan tata guna lahan. Kondisi ini menyebabkan berkurang atau malah hilangnya daerah resapan sebagai penyangga terhadap beban banjir yang terlalu besar sehingga berakibat tingginya curah hujan yang terjadi (Salim dkk, 2006 dalam Sosrodarsono, 1999).
Daerah Aliran Sungai (DAS) ditandai dengan adanya sungai utama yang langsung bermuara ke danau atau laut. Sungai utama adalah kumpulan anak sungai yang airnya berasal dari tangkapan air hujan dari wilayah yang di batasi pembatas topografi menuju ke anak sungai tersebut. Batas wilayah hingga ke pembatas topografi yang mengalirkan air hujan yang ditangkapnya menuju anak sungai itu disebut kawasan Sub DAS. Selanjutnya pada setiap anak sungai yang menjadi pengaliran air dari sebuah Sub DAS akan dikontribusi dari anak – anak sungai yang mendapatkan air hujan dari daerah tangkapan air dan mengalirkannya (bermuara) ke anak sungai. Wilayah tangkapan air hujan dari anak – anak sungai ini disebut dengan Sub - sub DAS, guna memudahkan
Curah hujan yang tinggi dianggap sebagai penyebab utama terjadinya bencana banjir di Indonesia, padahal ada faktor lain yang berperan penting terhadap terjadinya banjir selain curah hujan. Menurut Setiaji (2011) bencana banjir sangat dipengaruhi oleh faktor alam yaitu curah hujan di atas normal dan adanya pasang naik air laut. Di samping itu, aktivitas manusia juga turut berperan penting seperti alih fungsi lahan yang tidak tepat (pemukiman di bantaran sungai dan daerah resapan), pembuangan sampah ke sungai, penggundulan hutan dan sebagainya.
Ruang lingkup kegiatan pengelolaan DAS sebagaimana dinyatakan oleh (Dephut, 2008) meliputi :
1. Penatagunaan lahan (landuse planning) untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa serta kelestarian lingkungan;
2. Penerapan konservasi sumberdaya air untuk menekan daya rusak air dan untuk memproduksi air (water yield) melalui optimalisasi penggunaan lahan;
3. Pengelolaan lahan dan vegetasi di dalam dan luar kawasan hutan (pemanfaatan, rehabilitasi, restorasi, reklamasi dan konservasi);
4. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya buatan terutama yang terkait dengan konservasi tanah dan air;
5. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS. Kajian penggunaan lahan dengan sumberdaya air secara umum dalam suatu DAS dapat dilihat dalam beberapa aspek berikut ini :
b. Urbanisasi memberikan akibat terhadap aliran limpasan. Perubahan penutup lahan dari pedesaan ke perkotaan dapat meningkatkan debit banjir hingga 50%.
c. Tutupan kanopi pepohonan yang rapat dapat mengurangi debit banjir periode pendek. (Wibowo dalam Jackson,1989)
Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air. Sampai tahun 2007 penutupan hutan di Indonesia sekitar 50 persen dari luas daratan dan ada kecenderungan luasan areal yang
tertutup hutan terus menurun dengan rata-rata laju deforestasi tahun 2000-2005 sekitar 1,089 juta ha per tahun, sedangkan lahan-lahan kritis dan
sangat kritis masih tetap luas yaitu sekitar 30,2 juta ha (terdiri dari 23,3 juta ha sangat kritis dan 6,9 juta ha kritis), serta erosi dari daerah pertanian lahan kering
yang padat penduduk tetap tinggi melebihi yang dapat ditoleransi (15 ton/ha/tahun) sehingga fungsi DAS dalam mengatur siklus hidrologi menjadi
menurun (Departemen Kehutanan, 2008). Daerah Aliran Sungai Padang
Kedudukan Kawasan DAS Padang dalam Sistem Perwilayahan
paling tinggi karena menunjukkan kondisi dan permasalahan biofisik dan sosial
ekonomi DAS yang paling kritis atau tidak sehat (Departemen Kehutanan, 2008).
Secara administrasi Daerah Aliran Sungai Padang berada pada tiga Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Serdang Bedagai seluas 62,197,49 ha (56,20 %), Kabupaten Simalungun seluas 44,570,97 ha (40,27 %) dan Kota Tebing Tinggi seluas 3.903,39 ha (3.53 %). Adapun batas - batas DAS Padang adalah :
Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Bedagai Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Hapal Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Hapal Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Bedagai (Biro Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2009)
Perubahan kondisi hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya. Oleh karena itu, peningkatan fungsi kawasan budidaya memerlukan perencanaan terpadu agar beberapa tujuan dan sasaran pengelolaan
3) produktivitas dan daya dukung lahan terjaga. Dengan demikian degradasi
lahan dapat terkendali dan kesejahteraan masyarakat dapat terjamin (Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan, 2009).
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Komponen penyusun Daerah Aliran Sungai (DAS) berbeda - beda bergantung pada keadaan daerah. Ekosistem ini terdiri atas empat yaitu desa, sawah, sungai dan hutan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan tata air. karena itu, setiap terjadi kegiatan di daerah aliran bagian hilir dalam bentuk fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air. Ekosistem DAS pada bagian hulu memiliki fungsi perlindungan ini antara lain fungsi tata air yang oleh karenanya pengelolaan DAS pada bagian hulu menjadi fokus perhatian, mengingat bagian hulu dan hilir memiliki keterkaitan biofisik (Rauf et all, 2011).
Debit Aliran Sungai
Volume debit (Q) adalah total volume aliran (limpasan) yang keluar dari daerah tangkapan air atau DAS/Sub DAS, dalam satuan mm atau m³. Debit puncak atau debit banjir (qp, Qmaks) adalah besarnya volume air maksimum yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu, dalam satuan m³/detik (Departemen Kehutanan, 2010).
Debit aliran sungai merupakan komponen penting yang berhubungan dengan permasalahan daerah DAS seperti erosi, sedimentasi , banjir dan longsor. Oleh karena itu, pengukuran debit dan sedimen dilakukan dalam rangka monitoring DAS. Debit adalah jumlah air yang mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu. Metode yang umum di gunakan dalam menetapkan debit adalah metode profil sungai (cross section). Pada metode ini debit merupakan hasil perkalian antara luas penampang vertikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan aliran air (Rahayu dkk, 2009).
Arus memiliki energi atau kapasitas angkut yang sebanding dengan kecepatannya. Kapasitas angkut tersebut merupakan representasi dari tekanan (stress) yang terjadi akibat gesekan (friction) antara lapisan badan air yang bergerak dan dengan dasar perairan (Poerbandono dan Djunarsjah, 2008).
Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan pada dasarnya dilakukan melalui empat kategori (Gordon,et all,1992 dalam Asdak, 2007).
• Pengukuran volume air sungai
• Pengukuran debit dengan cara menggunakan bahan kimia • Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur
(Asdak, 2007). Pengukuran Debit
Mengingat bentuk palung dan alur sungai yang berubah-ubah, maka dalam pemilihan lokasi pengukuran debit harus dipertimbangkan pengaruh pola aliran dalam palung sungai. Untuk itu perlu diperhatikan kriteria pemilihan lokasi pengukuran debit sungai, diantaranya adalah :
· Bentuk penampang sungai stabil
· Pola aliran air sungai dipilih yang stabil (aliran laminar) · Bentuk alur sungai lurus (tidak banyak berbatu)
· Mudah untuk penempatan alat ukur
· Mudah dijangkau oleh petugas/pencatat alat ukur debit (Susilo, 2011 dalam Rahayu, 2009).
Pengukuran biasanya dilakukan dengan membagi kedalaman sungai menjadi beberapa bagian dengan lebar berbeda. Kecepatan aliran sungai pada setiap bagian di ukur sesuai kedalaman. Selanjutnya jika kecepatan aliran telah diketahui, besarnya debit (Q) dapat dihitung dengan persamaan Bernoulli. Pada
Persamaan ini, nilai Q diperoleh dari hasil perkalian antara Kecepatan Aliran (V) satuan m/detik dan Luas Penampang Melintang (A) satuan m2. Secara
Sedimentasi
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali ditemui istilah sedimen dan sedimentasi. Dalam kaitannya dengan sedimen dan sedimentasi ini, menurut Rahayu dkk (2009) ada beberapa ahli yang mendefinisikan sedimen dalam beberapa pengertian, salah satunya Petti John (1975) yang mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan material pembentuk atau asalnya pada tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.
Indikator terjadinya sedimentasi dapat dilihat dari besarnya kadar lumpur
dalam air yang terangkut oleh aliran air sungai, atau banyaknya endapan sedimen
pada badan-badan air dan atau waduk. Makin besar kadar sedimen yang terbawa oleh
aliran air berarti makin tidak sehat kondisi dasar sungai. Dasar sungai
kadang-kadang naik (agradasi), tetapi kadang-kadang turun (degradasi) dan naik turunnya dasar sungai disebut alterasi dasar sungai (River Bed Alteration) (Daoed dkk, 2010 dalam Sosrodarsono dan Tominaga, 1985).
Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya, dikenal bermacam jenis sedimen seperti pasir, liat, dan lain sebagainya, tergantung dari ukuran partikelnya. Sedimen ditemukan terlarut dalam sungai atau disebut muatan sedimen (suspended sediment) dan merayap di dasar sungai atau dikenal sebagai sedimen merayap (bed load). Menurut ukuran, sedimen dibedakan menjadi liat
0,0039-0,0625 mm, pasir dengan ukuran partikel 0,0625-2,00 mm dan pasir besar dengan ukuran partikel 2,0-64,0 mm (Safarina dalam Asdak, 2007).
Pada sungai – sungai alamiah, umumnya kondisi dinamik material sedimen dasar sungai sudah mencapai kondisi stabil. Jumlah sedimen terendapkan (agradasi) dan erosi terangkut (degradasi) di suatu tempat tertentu di sepanjang
alur sungai relatif tetap untuk kurun waktu morfologis. Pada sungai muda (sungai baru terbentuk) termasuk sungai hasil sudetan, hasil pelurusan atau hasil
normalisasi, kondisi keseimbangan sedimen masih sangat labil, sehingga selalu terjadi ketidakseimbangan antara sedimen yang mengendap dan sedimen yang terangkut (Maryono, 2007).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi adalah: a. Kecepatan Aliran Sungai
Kecepatan aliran maksimal pada tengah alur sungai, bila sungai membelok maka kecepatan maksimal ada pada daerah cut of slope (terjadi erosi). Pengendapan terjadi bila kecepatan sungai menurun atau bahkan hilang.
b. Gradien atau kemiringan lereng sungai
Bila air mengalir dari sungai yang kemiringan lerengnya curam kedataran yang lebih rendah maka keceapatan air berkurang dan tiba-tiba hilang sehingga menyebabkan pengendapan pada dasar sungai.
c. Bentuk alur sungai
dangkal, dan permukaan dasarnya tidak kasar, atau sempit dalam tetapi permukaan dasarnya kasar, aliran airnya lambat.
(Umi dan Agus, 2002)
Laju erosi lebih besar pada lereng yang curam dibanding pada lereng yang datar. Semakin curam kemiringannya, semakin efektif kemampuan erosi percikan dalam menggerakkan tanah ke hilir lereng. Kecepatan aliran permukaan juga lebih besar pada lereng yang curam dan gerakan tanah lebih mungkin terjadi pada daerah yang curam. Panjang lereng juga faktor yang penting dalam laju eorosi. Lebih pendek lerengnya, lebih cepat material yang tererosi (Linsley et all,,1990).
Einstein (1964) menyatakan bahwa dua kondisi harus terpenuhi oleh
setiap partikel sedimen yang melalui penampang melintang dari sungai yakni : a. Partikel tersebut merupakan hasil jika transpor sedimen di daerah pengaliran
di hilir potongan melintang itu b. Partikel tersebut terbawa oleh aliran dari tempat erosi terjadi menuju penampang melintang itu. Kedua kondisi tersebut akan mempengaruhi laju transpor sedimen dalam. Untuk tujuan rekayasa ada dua sumber sedimen yang terangkut oleh sebuah sungai : material dasar yang menbentuk dasar sungai dan material halus yang datang dari tebing- tebing sungai
dan daerah pengaliran sungai sebagai bahan terhanyutkan (Kodoatie dan Sugiyanto, 2004).
Pengambilan Sedimen
kertas saring dengan ukuran yang sesuai dengan tingkat akurasi data yang diinginkan. Selanjutnya sampel yang telah disaring dikeringanginkan lalu kemudian di ovenkan. Sedimen kering oven kemudian ditimbang dan dinyatakan dalam bentuk persentase dari berat total gabungan air dan sedimen.
Pada tahap pengolahan data, hasil perhitungan aliran debit dan sedimen di wujudkan dalam bentuk diagram dan peta menurut lokasi. Karena pengambilan sampel sedimen dilakukan bersama -sama dengan pengambilan data debit aliran, maka untuk data debit dan muatan sedimen bulanan atau tahunan dapat dibuatkan kurva hubungan antara keduanya yang lazim di sebut sebagai sediment-discharge rating curve (Asdak, 2007).
Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tergantung pada transport partikel-partikel tanah yang tererosi keluar dari daerah tangkapan air DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu pada besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam suatu DAS. Besarnya hasil sedimen biasanya bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS. Satuan yang biasa digunakan adalah ton per ha² per tahun. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk. Cara lain yang dapat dilakukan untuk memprakirakan besarnya hasil sedimen dari suatu daerah tangkapan air adalah melalui perhitungan Nisbah Pelepasan Sedimen
Untuk mengetahui berapa jumlah sedimen melayang di sungai dapat dilakukan dengan cara mengambil contoh air sungai dengan volume tertentu
kemudian diendapkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 2 x 24 jam sampai keadaan kering oven dan kandungan air di dalamnya tetap
dengan menimbang berat kering sedimennya. Dari berat kering tersebut bisa diukur konsentrasi sedimen dalam contoh air. Selanjutnya, dengan data debit dapat diketahui hasil Debit Sedimen (Qs). Keberadaan sedimen di dalam air dapat diketahui dari kekeruhannya. Semakin keruh air berarti semakin tinggi konsentrasi sedimennya. Oleh karena itu, konsentrasi sedimen dapat didekati dari hasil pengukuran tingkat kekeruhan air (Rahayu dkk, 2009).
Cara memprakirakan besarnya hasil sedimen yakni dengan menghitung besarnya endapan yang ada di dasar sungai (bedload) maupun yang melayang. Pengukuran muatan sedimen melayang dilakukan dengan pengambilan sampel air dengan alat sampler U.S. DH 48. Debit sedimen dapat di hitung dengan cara :
�� = 0,0864 x C xQ
Dimana :
Qs : Debit sedimen (ton/hari), C : Konsentrasi sedimen ( mg/l) Q : Debit sungai (m3/s)
(Wulandari , 2009).
mengarah ke atas dalam pusaran turbulen. Oleh karena konsentrasi bahan tersuspensi terbesar berada dekat dasar sungai, maka pusaran gerakan ke atas mengangkut sedimen lebih banyak daripada pusaran gerakan ke bawah. Sedimen total dapat di hitung dengan suatu cara yang sistematis dengan pengukuran aliran dengan alat pengukur aliran (current meter). Menurut Asdak (2007), prosedur perhitungan yang harus dilakukan untuk menentukan muatan sedimen adalah sebagai berikut :
1. Dibuat persamaan hubungan antara debit (Q) tersebut terhadap kadar muatan suspensi (Cs) yang biasanya dalam bentuk logaritmik dengan persamaan umum:
Cs = aQb
2. Di gambarkan hubungan antara debit(Q) dan muatan sedimen (Cs) serta (Qs) melalui kurva
Cs (mg/l)
Cs= aQb
Analisis data Analisis Regresi
Analisis regresi adalah analisis yang membahas hubungan fungsional dua variabel atau lebih. Analisis korelasi (correlation analisys) adalah analisis yang membahas tentang derajat hubungan dalam analisis regresi tersebut (Sastrosupadi, 2010).
Pada penelitian ini, penulis menempatkan debit sungai sebagai variabel bebas (sumbu y) dan konsentrasi sedimen sebagai variabel tidak bebas (sumbu x)
.Data debit dan sedimen yang telah diukur selama enam bulan itu kemudian dicari persamaan regresinya denganrumus ::
�= �0 +�1�+�
Kemudian setelah didapat persamaan regresi, dicari nilai koefisien korelasinya (r) agar dapat di ketahui seberapa kuat hubungan antar debit terhadap sedimen.
Menurut Asdak (2007), rumus untuk mencari koefisien korelasi yaitu:
�= ⅀�.� −[(xi)(yi)/�]
[(⅀��2)−(⅀��)2/�] [(⅀��²) (⅀�)²/�]
Koefisien R2 dinamakan koefisien determinasi atau koefisien penentu. Dinamakan demikian karena 100 % dari R2 pada variasi yang terjadi dalam variabel tak bebas Y dapat dijelaskan oleh variabel bebas X dengan adanya regresi linier Y atas X
Untuk mendapatkan nilai ү, terlebih dahulu kita harus mencari a dan b saat menentukan persamaan dari garis regresi sampel :
Model umum regresi linier sederhana mengggambarkan respon variabel y oleh variabel bebas x adalah sebagai berikut :
�= �0 +�1�+�
y = Debit
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya yang berfungsi menampung , menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (PPRI,2012).
Daerah Aliran Sungai berfungsi sebagai daerah penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi bagian hulu bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa wilayah lindung, wilayah budidaya, wilayah pemukiman dan lain-lain. Daerah aliran sungai ditentukan berdasarkan topografi daerah tersebut. Pada peta topografi batas DAS dapat ditentukan dengan cara membuat garis imajiner yang menghubungkan titik yang memiliki elevasi kontur tertinggi di sebelah kanan dan kiri sungai yang ditinjau.
DAS Sei Padang merupakan daerah aliran sungai di Propinsi Sumatera Utara dengan luas 11.0671,85 ha. DAS Padang terbentang antara 02o 57’ 25,56“ s/d 03o 29’ 15,83“ garis Lintang Utara 98o 48’ 59,76“ s/d 99o
Pembangunan di wilayah DAS Sei Padang mengalami peningkatan yang pesat sehingga di wilayah tersebut tidak berfungsi dengan baik sebagai daerah
konservasi air tanah. Menurut Biro Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) sejak tahun 1960-an. Pemerintah sesungguhnya telah memberikan
perhatian yang besar terhadap penanganan kawasan DAS Padang. Kawasan ini sebagian besar diperuntukkan sebagai fungsi lindung dan fungsi budidaya untuk daerah resapan air bagi wilayah di bawahnya.
17’ 42,83“ Bujur Timur (BPS, 2012).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik meneliti hubungan perubahan alih fungsi lahan terhadap debit aliran permukaan dan tingkat sedimentasi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang, maka penulis melakukan penelitian untuk melihat adanya korelasi antara debit aliran air sungai dan konsentrasi sedimen pada muara sub DAS Padang di Kota Tebing Tinggi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
• Untuk mengetahui debit aliran sungai pada muara Sub Daerah Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi
• Untuk mengetahui konsentrasi sedimen melayang pada muara Sub Daerah Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi
• Untuk mengetahui korelasi antara debit aliran sungai dengan konsentrasi sedimen pada muara Sub Daerah Aliran Sungai Padang di Kota Tebing Tinggi
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara , Medan
ABSTRAK
RIAN ASNUL MAULANA : Uji Korelasi terhadap Debit Aliran Sungai dan Konsentrasi Sedimen pada Muara Sub DAS Padang di Kota Tebing Tinggi di bimbing oleh Kemala Sari Lubis SP. MP. dan Ir.Posma Marbun MP.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu cara yang sangat penting dalam menangani kawasan ekologi sungai. Salah satu parameter yang perlu diteliti dari kondisi DAS adalah sedimen. Sedimen dapat dilihat dari besarnya kadar lumpur dalam air yang terangkut oleh aliran air sungai,oleh karenanya sedimen memiliki hubungan keterkaitan dengan debit aliran namun tidak di ketahui pasti kuatnya hubungan tersebut. Penelitian ini mengkaji hubungan antara debit dan sedimen yang mempengaruhi kondisi hidrologis DAS Sei Padang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Mei 2013 sampai Oktober 2013 dengan menggunakan metode survey dan penggunaan alat GPS. Metode lapangan yang di gunakan adalah Depth Integrated. Hasil Penelitian menunjukkan jika pengaruh kenaikan debit terhadap kenaikan sedimen setiap bulannya umumnya tidak nyata dan hubungannya lemah, hal ini terlihat dengan nilai r yang minus dan <0,6. sehingga di simpulkan hubungan Korelasinya negatif. Pengecualian terjadi di pengambilan sampel Bulan Oktober dan September yang hasilnya berpengaruh nyata namun hubungannya lemah. Waktu pengambilan hanya pada hari hujan juga di dapatkan hasil rataan korelasi debit dan sedimen yang tidak nyata hal yang sama juga berlaku pada pengambilan tidak hujan.
Ini menunjukkan debit bukan satu-satunya variabel independen yang mempengaruhi nilai sedimen
ABSTRACT
(Rian Asnul Maulana ):Correlation Test of Stream debit river to sediment load at sub Watershed Padang Tebing Tinggi City. Watershed management is very important handled for ecological insight river. One of the parameter to know the watershed problem is sedimentation load. Sediment can observed from large of mud in the water which caught by stream water river. This research observing about relationship between stream Debit and Sediment load which influenced hydrologic condition on Padang Watershed. This research have been doing from May until October 2013 in padang hilir river sub low watershed, Tebing Tinggi City. Uses survay method and GPS tool. Field method which have used is depth integrating method.The result of this research are influence if debit values have increase for sediment value for every month usually are not real and the relationship is weak. it Has showed from the values which smaller than 0,6 and have minus mark.So it can conclude that correlation matter with this variables are negative. The exception imply on october and september that result are real but weak relations. For taking over sample on “only rain day” has show a negative result ,the same way goes to result “not rain day” sample
This has showing that debit is not the only independent variable which affect sediment value
UJI KORELASI TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAN
KONSENTRASI SEDIMEN PADA MUARA SUB DAS
PADANG DI KOTA TEBING TINGGI
SKRIPSI OLEH :
RIAN ASNUL MAULANA 090301213
AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UJI KORELASI TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAN
KONSENTRASI SEDIMEN PADA MUARA SUB DAS PADANG DI KOTA TEBING TINGGI
SKRIPSI
OLEH :
RIAN ASNUL MAULANA 090301213
AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Uji Korelasi Terhadap Debit Aliran Sungai dan
Konsentrasi Sedimen pada Muara Sub Das Padang di Kota Tebing Tinggi
Nama : Rian Asnul Maulana
Nim : 090301213
Departemen : Agroekoteknologi Program Studi : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Kemala Sari Lubis S.P., M.P. Ir. Posma Marbun MP. Ketua Anggota
Mengetahui :
Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi
ABSTRAK
RIAN ASNUL MAULANA : Uji Korelasi terhadap Debit Aliran Sungai dan Konsentrasi Sedimen pada Muara Sub DAS Padang di Kota Tebing Tinggi di bimbing oleh Kemala Sari Lubis SP. MP. dan Ir.Posma Marbun MP.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu cara yang sangat penting dalam menangani kawasan ekologi sungai. Salah satu parameter yang perlu diteliti dari kondisi DAS adalah sedimen. Sedimen dapat dilihat dari besarnya kadar lumpur dalam air yang terangkut oleh aliran air sungai,oleh karenanya sedimen memiliki hubungan keterkaitan dengan debit aliran namun tidak di ketahui pasti kuatnya hubungan tersebut. Penelitian ini mengkaji hubungan antara debit dan sedimen yang mempengaruhi kondisi hidrologis DAS Sei Padang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Mei 2013 sampai Oktober 2013 dengan menggunakan metode survey dan penggunaan alat GPS. Metode lapangan yang di gunakan adalah Depth Integrated. Hasil Penelitian menunjukkan jika pengaruh kenaikan debit terhadap kenaikan sedimen setiap bulannya umumnya tidak nyata dan hubungannya lemah, hal ini terlihat dengan nilai r yang minus dan <0,6. sehingga di simpulkan hubungan Korelasinya negatif. Pengecualian terjadi di pengambilan sampel Bulan Oktober dan September yang hasilnya berpengaruh nyata namun hubungannya lemah. Waktu pengambilan hanya pada hari hujan juga di dapatkan hasil rataan korelasi debit dan sedimen yang tidak nyata hal yang sama juga berlaku pada pengambilan tidak hujan.
Ini menunjukkan debit bukan satu-satunya variabel independen yang mempengaruhi nilai sedimen
ABSTRACT
(Rian Asnul Maulana ):Correlation Test of Stream debit river to sediment load at sub Watershed Padang Tebing Tinggi City. Watershed management is very important handled for ecological insight river. One of the parameter to know the watershed problem is sedimentation load. Sediment can observed from large of mud in the water which caught by stream water river. This research observing about relationship between stream Debit and Sediment load which influenced hydrologic condition on Padang Watershed. This research have been doing from May until October 2013 in padang hilir river sub low watershed, Tebing Tinggi City. Uses survay method and GPS tool. Field method which have used is depth integrating method.The result of this research are influence if debit values have increase for sediment value for every month usually are not real and the relationship is weak. it Has showed from the values which smaller than 0,6 and have minus mark.So it can conclude that correlation matter with this variables are negative. The exception imply on october and september that result are real but weak relations. For taking over sample on “only rain day” has show a negative result ,the same way goes to result “not rain day” sample
This has showing that debit is not the only independent variable which affect sediment value
RIWAYAT HIDUP
Rian Asnul Maulana dilahirkan di Kota Batusangkar, Padang, Sumatera Barat pada tanggal 23 Agustus 1991. Merupakan anak ke- 2 dari 2 bersaudara. Lahir dari pasangan Ayah dan Ibu : Thahar Aminullah dan Astel Ennita.
Penulis memasuki Sekolah Dasar (SD) yaitu SD IKAL Medan tahun 1997 kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 7 Kecamatan Medan Petisah, Medan pada tahun 2003. Tahun 2006 setelah lulus dari SMP, penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Medan. Pada Tahun 2009 setelah lulus dari SMA Negeri 4 Medan, penulis menimba ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara lewat jalur SPMB sampai sekarang.
Bulan Juli sampai Agustus 2012, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan berkelompok di Kebun Balimbingan, Perseroan Terbatas Perkebunan Nasional – IV pada Kecamatan Tanah Jawa, Kota Pematang Siantar, Propinsi Sumatera Utara secara berkelompok. Selama berkuliah di Fakultas Pertanian,
penulis berkecimpung di Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 2011- 2013 dan Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih bagi kedua orangtua saya yang sudah membantu saya dalam melanjutkan pendidikan di universitas sampai penyusunan skripsi baik materi dan moril.
Adapun judul dari Skripsi saya ini adalah ”Uji Korelasi Terhadap Debit Aliran Sungai dan Sedimentasi Pada Sub DAS Padang Hilir di Kota Tebing Tinggi“. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kemala Sari Lubis, SP. MP. dan Ibu Ir. Posma Marbun MP. selaku Dosen dan
Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing saya dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Januari 2014 Profil Daerah Aliran Sungai dan Geografis. ... 4
Lahan dan penggunaannya di Kota Tebing Tinggi ... 5
Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 8
Daerah Aliran Sungai Padang ... 10
Kedudukan Kawasan DAS Padang dalam Sistem Perwilayahan ... 10
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ... 11
Debit Aliran Sungai ... 12
Perhitungan Debit ... 13
Sedimentasi ... 14
Pengambilan Sedimen ... 16
Regresi ... 19
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 21
Bahan dan Alat ... 21
Metode Penelitian ... 22
Pelaksanaan Penelitian ... 22
Penentuan Lokasi ... 22
Pengukuran Luas Penampang Irisan Melintang ... 22
Pengambilan Contoh Air ... 24
Pengukuran Kecepatan Aliran dan Debit Aliran Sungai ... . 25
Parameter yang diamati ... 27
Analisis Data ... 27
Analisis Regresi ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil.... ... .29
Pembahasan. ... .34
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Luas Lahan dan Penggunaannya Pada Kota Tebing Tinggi
Tahun 2011 ... 5 2. Peningkatan Debit Puncak Akibat Perubahan Penggunaan
Lahan ... 6
3. Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan Antar
Variabel ... 29
4. Luas Wilayah dan Jumlah Kelurahan, dan Jumlah 30 Lingkungan di Kota Tebing Tinggi menurut Kecamatan
Area, 2012 ... 30
5. Pengukuran Nilai Debit (x) Bulan Mei – Oktober di Sub
DAS Padang ... 33
6. Pengukuran Nilai Sedimen (y) Bulan Mei – Oktober di Sub
DAS Padang ... 34
7. Hubungan Luas Penampang Sungai dengan Debit Sedimen
Setiap Bulan ... 38
8. Hubungan Konsentrasi Sedimen dengan Debit Sedimen
(Qcs) Setiap Bulan ... 38
9. Hubungan Nilai Regresi, Korelasi Determinasi dan
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Teknik Pengambilan Sampel Air... 20
2. Peta Lokasi Penelitian Pembagian Wilayah DAS Padang ... 29
3. Grafik Hubungan Korelasi Debit dan Sedimen Rataan Sampel Pengambilan Hari Hujan ... 36
4. Grafik Hubungan Korelasi Debit dan Sedimen Rataan Sampel Pengambilan Hari Tidak Hujan ... 37
5. Potret Bronjong dan Vegetasi Pada Permukaan Sungai Padang ... 43
6. Pembuatan Bronjong di Bantaran Sungai Sei Padang Hilir ... 52
7. Pembuatan Bronjong Dari Susunan Batu ... 52
8. Peninggian Bronjong Pada pinggiran Sungai ... 53
9. Titik Pengambilan Penampang Melintang Sungai Padang Hilir ... 54
10. Lahan dan Vegetasi di Lahan Sub DAS ... 54