• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan praktek ketrampilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan praktek ketrampilan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk

koleksi tumbuhan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan

asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum sebagai tujuan Penelitian, Ilmu

Pengetahuan dan Pendidikan juga sebagai fasilitas yang menunjang Budidaya,

Budaya, Pariwisata dan Rekreasi. Kriteria penunjukan dan penetapan sebagai

kawasan taman hutan raya yaitu: Pertama, merupakan kawasan dengan ciri khas

baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh

ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah. Kedua, memiliki keindahan

alam atau gejala alam. Ketiga, mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan

untuk pembangunan koleksi tumbuhan atau satwa baik jenis asli atau bukan asli.

Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan terletak di gugusan kawasan hutan

Seulawah Agam, berjarak 70 km dari kota Banda Aceh, didominasi vegetasi hutan

pegunungan dan Pinus merkusi. Secara geografis Taman Hutan Raya Pocut

Meurah Intan terletak pada 05o24′ - 05o28′ LU dan pada 95o38′ - 95o47′ BT. Secara

administratif berada di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, Provinsi

NAD (DISHUT Prov Aceh, 2006).

Keadaan topografi Tahura Pocut Meurah Intan pada umumnya

berbukit-bukit. Sebagian kecil dari areal tersebut merupakan dataran dengan status sebagai

hutan negara bebas dengan ketinggian 0 - 40 meter diatas permukaan laut dan

berada di kaki Gunung Seulawah Agam. Keadaan iklim menurut sistem klasifikasi

(2)

Intan termasuk dalam tipe iklim B dan C. Hasil pencatatan rata-rata curah hujan

pertahun sebesar 67 - 101 hari. Curah hujan berkisar antara 1.750 - 2.000 mm

pertahun. Temperatur udara rata-rata minimum 22°C dan maksimum 30°C.

Kelembaban rata-rata 92,7 persen pertahun dan tekanan udara rata-rata 1212,1

MB pertahun atau 1010,1 MB perbulan.

Dalam melestarikan Taman Hutan Raya dilakukan langkah pemberdayaan

kepada masyarakat untuk melidungi kelestarian Tahura Pocut Meurah Intan

sebagai daerah konservasi hutan lindung dengan luas 6.300 hektar. Dengan

menata ulang arah konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem Tahura untuk

kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Selain itu, dikembangkan untuk

membangun hutan lindung yang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan

hutan lain, sehingga dapat menjadi hutan wisata dan hutan pendidikan (DISHUT

Prov Aceh, 2006).

Tahura Pocut Meurah Intan memiliki berbagai jenis flora yang didominasi

oleh Pinus (Pinus mercusii) dan Akasia (Acasia auriculiformis) seluas 250 Ha,

serta padang alang-alang yang luas 5.000 ha atau 20%. Berbagai jenis fauna

terdapat di kawasan Tahura yang antara lain: Rusa (Cervus unicolor), Babi (Sus

Scrofa), Landak (Hystrik brachyura), Kancil, Kera ekor panjang, Burung sri

gunting, Burung sempala, Ayam hutan, dan Lutung. Di samping itu dijumpai juga

jenis mamalia besar di antaranya Gajah (Elephas maximus) (DISHUT Prov Aceh,

2006).

Konservasi lahan, khususnya konservasi hutan adalah pengelolaan

penggunaan biosfer oleh manusia sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat

(3)

untuk memenuhi kebutuhan aspirasi generasi mendatang. Upaya konservasi di

dunia ini telah di mulai sejak ribuan tahun yang lalu. Naluri manusia untuk

mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam, dilakukan dengan cara

berburu yang merupakan suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Konservasi berarti penggunaan sumber daya yang optimum (efisien dan teratur)

dalam jangka panjang dengan mengurangi pemborosan baik secara ekonomi

maupun sosial dan memaksimumkan pendapatan bersih sepanjang waktu. Dengan

demikian, dapat dikatakan pula bahwa konservasi merupakan pemakaian sumber

daya dengan bijaksana dan mempertimbangkan unsur waktu.

Salah satu tujuan di bentuknya Tahura pocut Meurah Intan adalah untuk

menjaga kelestarian dua gunung yaitu Gunung Seulawah Agam dan Gunung

Seulawah Inong dengan dibuat zona-zona, seperti zona pemanfaatan,yaitu kebun

buah, zona lindung, dan daerah-daerah konservasi. Oleh karena itu, mahasiswa

perlu mengetahui upaya konservasi apa saja yang dilakukan oleh pihak Tahura

untuk menjaga kelesatarian dan keseimbangan Tanam Hutan Raya Pocut Meurah

Intan Kabupaten Aceh Besar.

I.2. Tujuan

Tujuan dari praktek keterampilan ini yaitu:

1. Untuk mengetahui upaya konservasi lahan untuk mengaja keseimbangan

lingkungan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan Kabupaten Aceh Besar.

2. Untuk terciptanya Keseimbangan alam maka perlu kiranya memberikan

informasi pentingnya menjaga kelestarian hutan yang dapat memberikan

(4)

I.3. Manfaat

1. Mendapat informasi tentang upaya-upaya konservasi lahan di Tahura Pocut

Meurah Intan Kabupaten Aceh Besar.

2. Menambah wawasan mahasiswa/i tentang konservasi lahan di Tahura Pocut

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Hutan

Hutan dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh tumbuhan

dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga

dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu. Air merupakan

produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu

menahan air hutan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Tetapi

bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga bila

turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi

maupun banjir (Suparmoko, 1997).

Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan

hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya

alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kehutanan

adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan

hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta

tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka ragam warna yang

berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi. Dari sudut pandang ekonomis,

hutan merupakan tempat menanam modal dalam jangka panjang yang sangat

menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dari sudut

pandang ekologi hutan merupakan suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang

(6)

dengan pengelolaan ekosistem hutan dan pengurusannya, sehingga ekosistem

tersebut mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Tujuan

pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan ke dalam

pengelolaan yang terdiri atas, pengelolaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan

ekologi yang sama kuat atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang

berfungsi ekologi dan pengelolaan hutan kebun kayu sebagai fungsi ekonomi

(Arief, 2001).

II.2. Pelestarian Hutan

Perlindungan hutan dan konservasi alam merupakan seluruh upaya untuk

melindungi eksistensi kawasan dan sumberdaya hutan, melakukan pencegahan

dan penanggulangan kebakaran hutan, konservasi kawasan dan keanekaragaman

hayati yang terkandung di dalamnya, serta mengembangkan wisata alam dan

pemanfaatan jasa lingkungan, dimana dalam pemanfaatannya harus dilandasi oleh

prinsip pemanfaatan secara lestari. Upaya untuk menjaga dan melestarikan fungsi

hutan dapat dilakukan dengan melaksanakan strategi konservasi melalui tiga

embanan (misi) yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya

alam hayati dan ekosistem secara lestari. Upaya lain yang dilaksanakan untuk

melindungi kawasan hutan, Departemen Kehutanan telah melaksanakan berbagai

kegiatan yang bersifat pengembangan dan pemberdayaan masyarakat serta upaya

penegakan hukum (Zain, 1996).

Pelestarian dalam pengertian yang luas merupakan salah satu penerapan

yang penting dari ekologi. Tujuan dari pelestarian yang sebenarnya adalah

(7)

kebutuhan maupun hasilnya serta memastikan kelanjutan hasil tanaman, hewan,

bahan-bahan yang berguna dengan menciptakan siklus seimbang antara hasil

(output) dan pembaharuan. Kesadaran lingkungan harus ditumbuhkembangkan

pada masyarakat sejak dini. Misalnya dari pendidikan atau melalui pemberitahuan

secara turun temurun. Tekanan sosial dan ekonomi masyarakat yang

menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam dapat ditumbuhkembangkan

melalui upaya pemberian informasi tentang lingkungan sehingga akan

meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat (Herwanto dan Didi, 2009).

II.3. Peran Serta Masyarakat

Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak

merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu,

praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang

memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi

pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan

berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Kepedulian terhadap lingkungan hidup

umumnya dan hutan pada khususnya tidak hanya berada dipundak pemerintah.

Bagaimanapun usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola dan

menata hutan, akan tetapi tidak mendapat dukungan berupa peran serta warga

masyarakat umumnya dan khususnya masyarakat yang bermukim di sekitar

hutan, maka usaha yang dilakukan itu mustahil akan berhasil dengan baik.

Menurut Abdullah (1990) peran serta masyarakat disebut sebagai

partisipasi, maka sebagian besar yang dimaksud ialah sikap tanggap masyarakat

(8)

cara-cara baru, pemakaian teknologi dan kesediaan memberikan pengorbanan (dalam

arti investasi) modal, waktu, tenaga dan uang untuk tercapainya tujuan-tujuan

yang membangun.

Hardjasoemantri (1995) mengatakan bentuk peran serta masyarakat dalam

pengelolaan konservasi dan pelestarian lingkungan hidup khususnya hutan perlu

dibina dan dikembangkan dalam bidang administratif dengan berbagai cara sesuai

dengan pengetahuan dan pengalaman anggota masyarakat yang bersangkutan.

Adapun pokok pikiran tersebut adalah:

1. Memberi informasi kepada pemerintah

Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk memberi masukan kepada

pemerintah tentang masalah yang ditimbulkan oleh sesuatu rencana tindakan

pemerintah dengan berbagai konsekuensinya, dengan demikian pemerintah akan

dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang terkena akibat tindakan

tersebut yang perlu diperhatikan.

2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan

Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk

berperan serta dalam proses pengambilan keputusan dan tidak dihadapkan pada

suatu fait accompli, akan cenderung untuk memperlihatkan kesediaan yang lebih

besar guna menerima dan menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut. Pada

pihak lain, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dapat

banyak mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan, asal peran serta

(9)

3. Membantu perlindungan hukum

Apabila sebuah keputusan akhir diambil dengan memperhatikan

keberatan-keberatan yang diajukan oleh masyarakat selama proses pengambilan

keputusan berlangsung, maka dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk

mengajukan perkara ke pengadilan.

4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan

Khusus dalam usaha pelestarian fungsi hutan, dukungan warga masyarakat

baik perorangan maupun kelompok sangat dibutuhkan. Karena warga masyarakat

dalam kapasitas dan kedudukannya masing-masing berhubungan baik langsung

maupun tidak langsung dengan hutan. Menyadari hal ini, pemerintah telah

memberi landasan hukum terhadap peran serta masyarakat dalam usaha

pengelolaan hutan.

Ketergantungan masrayakat di sekitar Kawasan Tahura Pocut Meurah

Intan terhadap sumberdaya hutan selama ini sangat besar. Hal ini dapat dijadikan

potensi untuk menjaga kelestarian Kawasan Tahura dengan mengikutsertakan

masyarakat dalam berbagai kegiatan pelestarian alam, seperti:

1. Perlindungan sumberdaya hutan

Peran serta masyarakat dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati

meliputi pencegahan/pelarangan tumbuhan, pengambilan rusa, perdagangan

satwa yang dilindungi oleh pihak tidak bertanggungjawab.

2. Pemanfaatan secara alami

Pemanfaatan Tahura yang dapat dilakukan masyarakat berupa manfaat

ekonomi antara lain pemanfaatan dibidang keparawisataan, yaitu dengan

(10)

dimana masyarakat dapat ikut serta menjual jasa sebagai pemandu wisata.

Menyediakan sarana akomodasi dan konsumsi, cendera mata atau jasa-jasa

lainnya. Masyarakat dapat juga ikut dalam kegiatan kehutanan dibidang

penyadapan getah pinus dan kegiatan reboisasi (DISHUT Prov Aceh, 2006).

II.4. Kerusakan Hutan

Kerusakan hutan Indonesia tidak pernah mampu dicegah, dikurangi, dan

dihentikan sejak rezim Orde Baru memegang tampuk kekuasaan. Sistem

pemberian konsesi penebangan hutan atau hak pengelolaan hutan (HPH)

merupakan penyebab utama kehancuran hutan. Apalagi pemberian dan

pelaksanaan HPH dilaksanakan pada sistem yang kolusif dan korup. Hal ini

menyebabkan sistem pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management)

tidak bekerja. Selama lebih dari 35 tahun yang berlaku justru sistem pengelolaan

hutan yang liar, suatu sistem yang menjadi dasar dari terjadinya pembalakan

”liar”. Dikatakan ”liar” karena setiap kebijakan dan ketentuan peraturan

perundang-undangan tidak pernah menjamin terwujudnya prinsip-prinsip

pengelolaan hutan lestari (Umar, 2009).

Setelah reformasi, kondisi hutan Indonesia pun masih tidak mengalami

perbaikan, tetapi justru mengalami penghancuran secara dramatis. Sistem seperti

ini merupakan konsekuensi dari sikap Departemen Kehutanan yang pada tahun

1998 menolak melakukan reformasi terbuka, tetapi justru melakukan reformasi

pura-pura (pseudo reformasi) yang dilakukan secara internal oleh Litbang Dephut

dengan membekukan ”Forum Reformasi Kebijakan Kehutanan” yang melibatkan

(11)

kehutanan di Indonesia yang picik dan tertutup sebagai pemburu rente yang

mengutamakan eksploitasi hutan daripada konservasi dan reservasi. Bahkan

selama 10 tahun terakhir tidak pernah ada kejelasan sikap Departemen Kehutanan

untuk menahan pesatnya laju ekstraksi sumberdaya hutan yang menyebabkan

terjadinya kehancuran hutan Indonesia (Umar, 2009).

II.5. Pengertian Taman Hutan Raya

Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi

Sumberdaya Alam menyebutkan bahwa Taman Hutan Raya adalah kawasan

pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau

bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan

Penelitian, Ilmu Pengetahuan, Pendidikan, menunjang Budidaya, Budaya,

Pariwisata dan Rekreasi.

Adapun kriteria penunjukan dan penetapan sebagai kawasan Taman Hutan

Raya :

a. Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada

kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya

sudah berubah.

b. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam.

c. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi

tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli.

Kawasan Taman Hutan Raya dikelola oleh Pemerintah, dalam hal ini di

Indonesia dikelola oleh Kementerian Kehutanan R.I. dan dikelola dengan upaya

(12)

kawasan Taman Hutan Raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang

disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial

(13)

III. METODELOGI

III.1. Tempat dan Waktu

Praktek keterampilan dilakasanakan di Taman Hutan Raya Pocut Meurah

Intan Kabupaten Aceh Besar. Praktek ini berlangsung pada bulan Maret - April

2014.

III.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktek keterampilan ini yaitu: kamera, alat

tulis, GPS, Perangkat lunak Arc Gis dan alat pendukung lainnya. Sedangkan

bahan yang digunakan yaitu: data curah hujan, peta administrasi dan peta

konservasi.

III.3. Teknik Pengumpulan Data

Pelaksanaan praktek keterampilan ini dilakukan dengan observasi dan

survai melalui pengumpulan data di lapangan, yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan pengamatan

langsung di lapangan dan wawancara dengan staf dan karyawan Tahura,

pengumpulan data yang diperlukan seperti:

 Peta administrasi Lembah Seulawah

 Peta Lokasi pengamatan

 Peta Konservasi kawasan Tahura

(14)

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang berasal dari kantor administrasi Taman

Hutan Raya Pocut Meurah Intan Kabupaten Aceh Besar, disertai dengan

beberapa literatur, buku-buku, laporan ilmiah yang berhubungan dengan

(15)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1. Letak Geografis dan Administrasi

Secara Geografis Tahura Pocut Meurah Intan terletak pada 05o24′ - 05o28′

LU dan pada 95o38′ - 95o47′ BT. Dengan luas 6.300 ha, secara administrasi

Kawasan Tahura di Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar dan Kecamatan

Padang Tiji Kabupaten Pidie. Tahura Pocut Meurah Intan terletak di Kecamatan

Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar.

Kecamatan Lembah Seulawah merupakan salah satu kecamatan dalam

wilayah Kabupaten Aceh Besar, Ibukota Kecamatan Lembah Seulawah adalah

Lamtamot. Dengan luas Kecamatan Lembah Seulawah 322,85 km2 (32,285 Ha).

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Lembah Seulawah sebagai

berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Seulimum.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Jantho.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Seulimum.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie.

Kecamatan Lembah Seulawah terdiri dari 12 gampong dan 2 kemukiman,

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.

(16)

1 2 3 4

6 Lamtamot 1,00 26,00

7 Panca 9,00 32,00

8

9 Panca KubuLam Kubu 10,006,00 06,0015,01 II. Kemukiman Saree

Sumber: BPS Prov Aceh, Banda Aceh (2013).

4.2. Topografi

Keadaan topografi Tahura Pocut Meurah Intan pada umumnya

berbukit-bukit dan sebagian kecil dari areal tersebut merupakan dataran dengan status

sebagai hutan negara bebas dengan ketinggian 0 – 40 meter dari permukaan laut

dan berada di kaki Gunung Seulawah Agam. Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan

terletak pada ketinggian tempat 500 – 1.800 m dari permukaan laut. Dengan

kelerengan 0 – 8% seluas 8%, kelerangan 8 – 15% seluas 14%, kelerengan 15–

25% seluas 44%, kelerengan 25 – 40% seluas 19% dan kelerangan melebihi 40%

seluas 15%.

4.3. jenis Tanah

Berdasarkan peta jenis tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Provinsi Aceh tahun 2013, diketahui jenis tanah dan geologi di

kawasan Tahura Pocut Meurah Intan Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten

Aceh Besar adalah tanah Podsolik Merah Kuning dengan bahan batuan alluvial

dan fisiografi dataran, komplek Podsolik Merah Kuning, dan Latosol dengan

(17)

tanah andosol dengan bahan batuan beku dan fisiografi vulkan dan tanah latosol

dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi vulkan.

4.4. Keadaan Iklim

Kondisi curah hujan tahunan pada Tahura Pocut Meurah Intan berkisar

dari 1.750 – 2.000 mm/tahun, temperatur udara 22o C – 30o C, kelembaban relatif

rata-rata 92,7% per tahun, tekanan udara rata-rata 1212,1 MB/tahun dan kecepatan

angin rata-rata 2,3 – 4,5 knot. Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari BPS

Provinsi Aceh berupa data rata-rata curah hujan, hari hujan, bulan basah dan bulan

kering dalam jangka waktu selama 10 tahun terakhir pada Kawasan Tahura Pocut

Meurah Intan di Kabupaten Aceh Besar (2003-2012). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 2 dan lampiran 3.

Tabel 2. Jumlah dan rata-rata curah hujan di Kabupaten Aceh Besar selama 10 tahun periode (2003-2012)

Sumber : BPS, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (2013).

Keadaan iklim menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (dalam

(18)

basah dan bulan kering. Berdasarkan data curah hujan di Tabel 2 dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

 Rata-rata curah hujan selama 10 tahun adalah 1469,61 mm/tahun

 Rata-rata hari hujan selama 10 tahun adalah 128,5 hh/tahun

 Rata-rata bulan basah selama 10 tahun adalah 6,5 bulan/tahun

 Rata-rata bulan kering selama 10 tahun adalah 2,4 bulan/tahun.

Maka untuk ratio nilai Q yaitu perbandingan antara rata-rata bulan kering

dengan rata-rata bulan basah dikalikan 100 % adalah:

Q = rataratabulan kering ratarata bulanbasah x100

Q = 2,4 6,5x100

Q = 36,923076 %

Berdasarkan perhitungan diatas, maka diperoleh nilai Q yaitu:

36,923076%. Dengan demikian tipe iklim di Kabupaten Aceh Besar menurut

Schmidt dan Ferguson (dalam Karim dan Zailani, 1986) digolongkan dalam iklim

(19)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Permasalahan konservasi pada akhirnya disadari sebagai sebuah masalah

yang tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya memperbaiki kehidupan manusia.

Manusia adalah bagian dari penyebab timbulnya permasalahan konservasi juga

merupakan bagian dari solusinya. Pada banyak kasus, permasalahan konservasi

merupakan contoh rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat, yang

menggantungkan hidupnya kepada sumberdaya alam, terhadap lingkungannya.

Oleh karena itu, pemecahan permasalahan konservasi tidak akan berhasil

maksimal tanpa penguatan kapasitas masyarakat yang hidup di sekitar kawasan.

Pendidikan yang bermuatan pengetahuan dan tanggung jawab sebagai modal

dasar dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memberi pengaruh positif

terhadap lingkungan (Mapayah, 2007).

V.1. Konservasi Lahan

Selain penebangan liar, hal yang ilegal lain adalah konservasi lahan hutan

menjadi lahan perkebunan dan lahan hunian. Departemen Kehutanan menyatakan

bahwa banyak pengelola perkebunan yang tidak memandang hutan sebagai

kesatuan ekosistem yang perlu dijaga kelestariannya (Buletin Environment, 2006).

Tidak ada upaya untuk mempertahankan daerah aliran sungai sepanjang

perkebunan bahkan tidak terlibat kegiatan penyelamatan satwa dengan

mempertahankan kawasan berupa koridor biologis. Banyak hutan alam diubah

(20)

rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Akibatnya kondisi fisik dan biologis

tanah berubah dan menyebabkan ketidakseimbangan biologis.

Hasil diskusi dengan pekerja lapangan di Tahura Kecamatan Lembah

Seulawah diperoleh informasi bahwa laju kerusakan hutan Saree telah

mengancam kehidupan penduduk dari segi menurunnya ketersediaan air bersih

untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pertanian. Selain itu berkurangnya

sumber air telah menyebabkan sulitnya mengatur masa panen karena tidak ada

sumber informasi yang bisa didapatkan masyarakat mengenai masa turun hujan

(siklus hujan) untuk keperluan masa tanam. Hutan tidak lagi memberi manfaat

yang optimal karena komplek hutan dan penyusun sistem ekologisnya tidak lagi

utuh.

Upaya konservasi yang di lakukan oleh pihak Tahura adalah penanaman

atau reboisasi. Jenis tanaman yang ditanam adalah lokal atau tanaman yang

dominan tumbuh pada daerah konservasi tersebut. Pada zona pemanfaatan

konservasi yang dilakukan dengan menanam tanaman buah seperti mangga,

durian, alpukat, kamiri, dan lain-lain. Pada dasarnya tanaman konservasi di tanam

tanaman kayu namun para pekebun menebang tanaman-tanaman yang ditanam

oleh pengurus Tahura. Sehingga pihak Tahura menanam tanaman yang bisa

dimanfaatkan oleh para pekebun. Para masyarakat mengambil manfaat secara

ekonomis sementara pengurus Tahura mengambil manfaat secara ekologis.

V.2. Reboisasi Lahan Hutan

Reboisasi merupakan kegiatan penghutanan kembali kawasan hutan bekas

(21)

Reboisasi meliputi kegiatan permudaan pohon, penanaman jenis pohon lainnya di

area hutan negara dan area lain sesuai rencana tata guna lahan yang diperuntukkan

sebagai hutan. Dengan demikian, membangun hutan baru pada area bekas tebang

habis, bekas tebang pilih, atau pada lahan kosong lain yang terdapat di dalam

kawasan hutan termasuk reboisasi. Kegiatan reboisasi hutan bertujuan untuk

penghijauan oleh pemerintah dan sejumlah elemen lain dengan kelestarian hutan.

Untuk mencegah kerusakan hutan dan lahan serta memulihkan kembali fungsi

lahan yang kritis diperlukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Untuk menutup

kawasan yang rusak karena dirambah, Dinas Kehutanan menggencarkan program

Reboisasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan luas 500.000 hektar pada tahun 2011,

dilokasi Desa Suka Mulia, Suka Damai dan Ie Masen Kecamatan Lembah

Seulawah dan Muara Tiga Kabupaten Aceh Besar dan Pidie. Kegiatan RHL

pengkayaan dalam Kawasan Konservasi pada tahun 2012 dengan 100 ha di Desa

Suka Mulia dan Lamtamot Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar.

Kegiatan RHL dalam Kawasan Tahura pada tahun 2013 dengan luas 65 ha di Desa

Suka Damai dan Suka Mulia Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh

Besar. Jenis tanaman yang ditanam adalah pinus, sentang, mahoni, jabon, durian,

(22)

V.3. Kebakaran Hutan

Permasalahan yang dipandang cukup serius adalah kasus kebakaran hutan,

yang biasanya terjadi pada musim kemarau. Kasus terakhir adalah terbakarnya

puluhan hektar hutan lindung pinus di Desa Suka Damai Aceh Besar pada akhir

Agustus 2006, menurut diskusi dengan masyarakat (Mapayah, 2007), masyarakat

masih menggunakan cara membakar untuk membuka lahan pertanian. Kasus

kebakaran juga ditimbulkan karena dalam kegiatan berburu masyarakat membakar

lahan hutan agar mangsa lebih cepat diperoleh. Selain itu, tindakan membuang

putung rokok dengan sengaja atau tidak sengaja terutama di musim kemarau

diduga memicu terjadinya kebakaran hutan. Mengenai dampak dan penyebab

kebakaran hutan, kasus kebakaran hutan terjadi karena tingan faktor yaitu:

a. Alat, seperti aktivitas penggunaan lahan dan persiapan lahan baik dalam skala

kecil maupun skala besar.

b. Senjata, usaha perolehan atau konflik lahan.

c. Kecelakaan, tergantung karakteristik lahan.

V.4. Pembalakan Liar

Pembalakan sering terjadi di kawasan Tahura, masyarakat menebang hutan

untuk keperluan diri sendiri yaitu untuk dibuka lahan pertanian, meskipun tanpa

izin dari pihak Tahura sendiri, masyarakat tetap membuka lahan baru di kawasan

(23)

di bimbing dalam membudidaya tanaman budidaya, agar upaya konservasi yang

dilakukan oleh pihak Tahuran tetap terjaga.

Oleh karena itu, pihak Tahura berkerja sama dengan masyarakat dalam

menjaga zona pemanfaatan dan zona lindung. Tanaman konservasi yang ditanam

oleh pihak Tahura ditebang oleh masyarakat karena tidak bermanfaat untuk

mereka. Oleh sebab itu, pihak Tahura menanam tanaman yang bisa diambil hasil

oleh masyarakat.

Kawasan Tahura yang dijadikan lahan pertanian oleh masyarakat sedang

dalam proses pengambilan alih kembali dari para petani, namun pihak Tahura

melakukan dengan cara perlahan-lahan dan membina para petani dalam

melestarikan sumberdaya hutan, supaya tidak terjadi konflik antara pihak Tahura

dan masyarakat. Oleh karena itu, peran masyarakat terhadap sumberdaya hutan

selama ini dirasakan sangat besar. Hal ini dapat dijadikan potensi untuk menjaga

kelestarian kawasan Tahura dengan mengikutsertakan masyarakat dalam berbagai

kegiatan pelestarian alam.

V.5. Dampak Penebangan Liar

Penebangan liar terus berlangsung di kawasan Tahura Aceh Besar,

akibatnya muncul berbagai permasalahan di lingkungan masyarakat, diantaranya

adalah fragmentasi habitat satwa yang mengakibatkan konflik satwa dengan

manusia, menurunnya produksi panen karena sawah terendam banjir saat musim

hujan tiba, kekeringan saat misim kemarau, menurunnyan jumlah dan kualitas

sumber daya air bersih, kualitas air sungai menurun karena erosi tanah yang

(24)

Kasus terendamnya sawah di musim hujan di desa-desa sekitar kawasan

hutan disebabkan karena hutan yang ditebang habis memutuskan siklus hara

dalam hutan. Tanah menjadi terbuka dan pukulan air hujan akan melepas partikel

tanah dan menutupi pori-pori tanah. Tanah menjadi cepat jenuh air sehingga

akhirnya air menjadi limpasan ke sungaisungai. Karena hanya sedikit air yang

terserap ke tanah, dan banyak yang mengalir menjadi limpasan, maka akan terjadi

banjir pada musim penghujan. Pada musim kemarau, karena tidak adanya

cadangan air di dalam sungai maka hanya mengalirkan sedikit air bahkan sungai

tersebut dapat kering. Menurut Harini (2000) kondisi ini karena fungsi hutan

sebagai pelindung tanah dari erosi menurun seiring meningkatnya aktivitas ilegal

dalam hutan. Seharusnya dengan adanya hutan, air hujan tidak langsung menimpa

tanah tapi akan jatuh ke tajuk pohon lalu menetes ke bagian bawahnya atau

mengalir melalui ranting, dahan, batang, dan akhirnya sampai ke tanah.

Dampak penebangan liar memiliki spektrum yang luas dan tidak hanya

berdampak negatif terhadap sisi ekologi tetapi juga mempengaruhi aspek sosial,

aspek perdagangan dan aspek keberlanjutan. Aspek sosial diantaranya adalah

suburnya praktik korupsi seperti dalam pengurusan ijin pemungutan kayu dan

sebagainya. Aspek perdagangan adalah harga kayu yang dibalak secara liar lebih

murah daripada harga produk legal sehingga permintaan kayu ilegal meningkat.

Sedangkan aspek keberlanjutan adalah kesempatan generasi mendatang untuk

mendapatkan kehidupan lebih baik menjadi berkurang akibat menurunnya

kemampuan ekosistem hutan untuk memberikan produk dan jasa lingkungan

(25)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Salah satu tujuan di bentuknya Tahura Pocut Meurah Intan adalah untuk

menjaga kelestarian dua gunung yaitu Gunung Seulawah Agam dan Gunung

Seulawah Inong.

2. Dalam melestarikan Taman Hutan Raya Pocut dilakukan langkah

pemberdayaan kepada masyarakat untuk melidungi kelestarian Tahura Pocut

Meurah Intan sebagai daerah konservasi hutan lindung.

3. Tujuan menata ulang arah konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem

Tahura untuk kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.

4. Pada Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan Kabupaten Aceh Besar banyak

terjadi pembakaran, pembalakan liar, penebangan liar untuk pembukaan lahan

pertanian oleh masyarakat, karena itu dilakukan konservasi berbasis

masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan Tahura.

5. Upaya konservasi lahan yang dilakukan oleh pihak Tahura adalah

reboisasi/penanaman tanaman yang bisa dimanfaatkan secara okonomis oleh

masyarakat dan dimanfaatkan secara ekologis untuk Taman Hutan Raya Pocut

Meurah Intan Kabupaten Aceh Besar.

6. Tanaman konservasi yang ditanam adalah jenis pohon-pohon yang bermanfaat

ganda (Multi Purpose Trees Species) yaitu tanaman yang bisa dimanfaatkan

secara ekologis dan ekonomis dan cocok/dominan tumbuh pada daerah-daerah

(26)

Saran dari penulis ialah diharapkan adanya tindakan-tindakan khusus

dalam menjaga hutan agar tidak terjadi penebangan liar, pembakaran hutan dan

pembalakan liar oleh masyarakat. Lahan-lahan yang dijadikan lahan pertanian

diharapakan bisa dikembalikan menjadi hutan seperti semula, sehingga kelestarian

dan keseimbangan lingkungan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan tetap

terjaga dan terlindungi.

(27)

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius, Yogyakarta.

Buletin Environment. 2006. Illegal Logging. Yayasan Pasir Luhur. Bogor.

Dinas Kehutanan Provinsi Aceh. 2006. Indentifikasi Flora dalam Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan. Aceh Besar.

Harini, E.K.S., M. Burhanunndin. 2000. Konservasi Sumberdaya Alam. Jakarta.

Herwanto, Didi. 2009. Pelestarian Hutan Sebagai Potensi Ekonomi. http://PELESTARIANJ/HTAN.alreadyshare.htm. Diakses 13 Maret 2014.

Karim, K dan K, Zailani. 1986. Dasar-dasar Klimatologi. Diklat Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.

Mapayah. 2006. Survei Kondisi Awal Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh. Mapayah dan Pena. Banda Aceh.

. 2007. Peranan Pendidikan Konservasi dalam Penyelamatan Hutan di Kawasan Ekosistem Seulawah Aceh Besar. Mapayah. Banda Aceh.

Suparmoko. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Penerbit BPFE-YOGYAKARTA. Yogyakarta.

Umar. 2009. Persepsi dan Perilaku Masyarakat Dalam Pelestarian Fungsi Hutan Sebagai Daerah Resapan Air. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang konservasi Sumberdaya Alam.

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Wikipedia. 2010. Taman Hutan Raya.http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_hutan_ raya. Diakses 14 Maret 2014.

Gambar

Tabel 1. Lanjutan
Tabel 2. Jumlah dan rata-rata curah hujan di Kabupaten Aceh Besar selama 10tahun periode (2003-2012)

Referensi

Dokumen terkait

7D[ DPQHVW\ SROLF\ LQ WKH EHJLQQLQJ JHQHUDWHV FRQWURYHUV\ GXH WR LWV FDSDFLW\ WR SURYLGH D

Tujuan guidence and counseling dalam menanamkan nilai-nilai keberagamaan untuk membina kepribadian sehat di Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut mengingat betapa

Data yang didapatkan dari responden atau pihak-pihak yang terkait permasalahan dalam penelitian ini. Data yang mana langsung diperoleh dalam proses tanya-jawab pada Kanit

Dari pengujian hipotesis penelitian, diperoleh hasil Subjective norms memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Willingness dalam berwakaf, karena

Efek peningkatan kadar CO , kekeringan, serangan 2 penyakit, hujan, dan evolusi gulma disampaikan dalam artikel ini untuk meningkatkan kesadaran petani, perusahaan

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) , rencana Lelang yang telah diumumkan atas Barang Jaminan yang dimohonkan untuk ditebus

Hasil penelusuran catatan medis pasien yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, belum ada penelitian mengenai gambaran hasil terapi radiasi komplit dan

Hal ini terjadi bukan karena pertambahan jumlah stok ikan depik di danau ini, namun lebih dipicu (driven) oleh peningkatan input, penambahan jumlah trip atau