• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat Sebagai Sediaan Floating Dari Ranitidin Hcl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat Sebagai Sediaan Floating Dari Ranitidin Hcl"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI IN VITRO PEMAKAIAN CANGKANG

KAPSUL ALGINAT SEBAGAI SEDIAAN FLOATING

DARI RANITIDIN HCL

SKRIPSI

OLEH:

JEREMIYA SITUMEANG NIM 101501144

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EVALUASI IN VITRO PEMAKAIAN CANGKANG

KAPSUL ALGINAT SEBAGAI SEDIAAN FLOATING

DARI RANITIDIN HCL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JEREMIYA SITUMEANG NIM 101501144

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EVALUASI IN VITRO PEMAKAIAN CANGKANG

KAPSUL ALGINAT SEBAGAI SEDIAAN FLOATING

DARI RANITIDIN HCL

OLEH:

JEREMIYA SITUMEANG NIM 101501144

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 5 Februari 2015

Disetujui Oleh: Pembimbing I,

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Pembimbing II,

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195201171980031002

Prof. Dra. Julia Reveny, M.Si., Ph.D., Apt. NIP 195807101986012001

Panitia Penguji

Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt. NIP 195504241983031003

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena kasih

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang

berjudul “Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat sebagai Sediaan

Floating Dari Ranitidin HCl”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Hakim

Bangun, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan

penuh kesabaran selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, kepada

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan serta fasilitas selama pendidikan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S.,

Apt., Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D.,

Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik, dan

masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Drs. Antoni dan Ibunda

Kristina Laoli, saudara penulis Samuel I. G. Situmeang S.Ti., Mohaga R. M.

Situmeang, dan Julio G. H. Situmeang atas doa, dukungan baik moral maupun

materil kepada penulis dan kepada sahabat-sahabat terdekat yang begitu

(5)

v

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk

perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, 5 Februari 2015 Penulis,

(6)

vi

Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat

Sebagai Sediaan Floating Dari Ranitidin HCl

Abstrak

Latar Belakang: Waktu pengosongan lambung yang singkat dan tidak dapat diprediksi menjadi penyebab terapi yang diberikan tidak maksimal, terutama untuk obat-obat yang diabsorbsi di lambung. Untuk mengatasi masalah ini, formulasi sistem penyampaian obat floating digunakan untuk mempertahankan obat dalam lambung untuk periode waktu yang lama.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan floating ranitidin HCl yang dapat bertahan lebih lama di lambung dengan menggunakan cangkang kapsul alginat.

Metode: Pada penelitian ini digunakan cangkang kapsul alginat dengan variasi ukuran No.0 dan ukuran No.1 yang dibuat dari natrium alginat 500-600 cP. Selanjutnya, pelepasan ranitidin HCl diamati terhadap pengaruh ukuran kapsul, penambahan laktosa, dan variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100. Uji disolusi dilakukan dengan metode dayung pada suhu 37oC dengan kecepatan putaran 50 rpm dan konsentrasi ranitidin HCl diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 225 nm dalam medium lambung buatan pH 1,2. Selanjutnya, cangkang kapsul alginat diuji meliputi spesifikasi panjang, diameter, volume dan ketebalan. Uji kerapuhan dilakukan terhadap cangkang kapsul alginat kosong dan berisi ranitidin HCl dengan salut Eudragit RS 100 20%. Uji floating

lag time dan floating time dilakukan terhadap masing-masing ukuran cangkang

kapsul alginat tanpa salut dan disalut Eudragit RS 100 20% berisi rantidin HCl. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kapsul dan penambahan laktosa tidak mempengaruhi pelepasan ranitidin HCl dari sediaan floating secara signifikan berdasarkan uji statistik (p<0,05), tetapi peningkatan konsentrasi salut Eudragit RS 100 mengurangi laju pelepasan ranitidin HCl. Persyaratan sediaan

sustained release dipenuhi oleh cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan

salut Eudragit RS 100 20% yang dapat melepas ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 selama 3 jam sebesar 24,44%, 6 jam sebesar 50,96%, dan 12 jam sebesar 96,52%.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% adalah potensial digunakan sebagai sediaan floating dari ranitidin HCl dengan sistem

sustained release.

(7)

vii

In Vitro Evaluation of the Application Alginate Capsule Shell

as Floating Dosage Form of Ranitidine HCl

Abstract

Background: Short and unpredictable gastric emptying time causes suboptimal effect of the given treatment especially drugs that absorbed in the stomach. To overcome this problem, formulation of floating drug delivery system was used to retain the drug in the stomach for a long period of time.

Objective: The purpose of this study was to create a floating dosage form of ranitidine HCl that can remain longer in the stomach by using alginate capsule shell.

Methods: This research used alginate capsule shell with variation of size No.0 and No.1 made from sodium alginate 500-600 cP. Subsequently, the release of ranitidine HCl was observed against the influence of the size of the capsule, the addition of lactose, and variation of the coating concentrations of Eudragit RS 100. The dissolution of ranitidine HCl was tested using paddle method at a temperature of 37°C at 50 round per minute and concentration of ranitidine HCl was measured using a spectrophotometer at a wavelength of 225 nm in simulated gastric medium pH 1.2. Alginate capsule shells were tested including the measurements of length, diameter, volume and thickness. Friability test was conducted on an empty alginate capsule shell coated with Eudragit RS 100 20% and contained ranitidine HCl. Floating lag time and floating time were tested against various size alginate capsule shell without coated and coated with Eudragit RS 100 20% containing ranitidine HCl.

Results: The results showed that the size of the capsule and the addition of lactose to the floating dosage form didn’t affect the release of ranitidine HCl significantly (p<0.05), but an increasing of the coating concentration of Eudragit RS 100 decreased the release rate of ranitidine HCl. The requirements of sustained release met by alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% that can released the drug in simulated gastric medium pH 1.2 for 3 hours at 24.44%, 6 hours at 50.96 %, and 12 hours at 96.52%.

Conclusion: Based on the study, it can be concluded that the alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% suitable as a floating dosage form of ranitidine HCl with sustained release system.

(8)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kapsul ... 6

2.2 Gastroretentive Drug Delivery Sistem ... 8

2.3 Floating Drug Delivery System ... 9

(9)

v

2.3.1.1 Bentuk sediaan floating non-effervescent ... 10

2.3.1.2 Bentuk sediaan floating effervescent ... 10

2.3.2 Keuntungan Floating Drug Delivery System ... 10

2.3.3 Kerugian Floating Drug Delivery System ... 11

2.4 Ranitidin HCl ... 12

2.4.1 Uraian bahan ... 12

2.4.2 Mekanisme kerja ... 12

2.4.3 Farmakokinetik ... 12

2.4.4 Kegunaan ... 13

2.4.5 Efek samping ... 13

2.4.6 Dosis ... 13

2.5 Alginat ... 13

2.5.1 Struktur kimia ... 15

2.5.2 Sifat alginat ... 16

2.6 Eudragit ... 16

2.7 Disolusi ... 18

2.7.1 Faktor faktor yang mempengaruhi laju disolusi ... 20

2.7.2 Metode disolusi ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Alat-alat yang Digunakan ... 24

3.2 Bahan-bahan yang Digunakan ... 24

3.3 Prosedur Penelitian ... 24

3.3.1 Pembuatan pereaksi ... 24

(10)

vi

3.3.1.2 Medium cairan lambung buatan tanpa enzim

(medium pH 1,2) ... 25

3.3.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi ranitidin HCl ... 25

3.3.2.1 Pembuatan larutan induk baku ranitidin HCl dalam medium pH 1,2 ... 25

3.3.2.2 Pembuatan kurva serapan larutan ranitidin HCl dalam medium medium pH 1,2 ... 25

3.3.2.3Pembuatan kurva kalibrasi larutan ranitidin HCl dalam medium medium pH 1,2 ... 25

3.3.3 Pembuatan cangkang kapsul alginat ... 26

3.3.3.1 Pembuatan larutan alginat ... 26

3.3.3.2 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat ... 26

3.3.3.3 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat ... 27

3.3.3.4 Pengeringan cangkang kapsul alginat ... 27

3.3.4 Penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat ... 27

3.3.4.1.Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat ... 27

3.3.4.2.Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat 28 3.3.4.3 Penimbangan berat cangkang kapsul alginat ... 28

3.3.4.4 Pengamatan warna cangkang kapsul alginat ... 28

3.3.4.5 Pengukuran volume cangkang kapsul alginat .. 28

3.3.5 Pengisian ranitidin HCl dalam cangkang kapsul alginat ... 28

3.3.6 Penambahan laktosa dalam cangkang kapsul alginat berisi ranitidin HCl ... 29

3.3.7 Penyalutan kapsul alginat ... 29

(11)

vii

3.3.8.1.Cangkang kapsul kosong ... 29

3.3.8.2.Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan) ... 30

3.3.9 Uji disolusi ... 30

3.3.10 Uji floating time ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat ... 31

4.2 Penyalutan Kapsul Alginat ... 32

4.3 Uji Kerapuhan ... 33

4.3.1 Cangkang kapsul kosong ... 33

4.3.2 Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan) ... 35

4.4 Uji Pelepasan Ranitidin HCl dari Cangkang Kapsul Alginat . 36

4.4.1 Variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 36

4.4.2 Variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 39

4.4.3 Perbedaan ukuran cangkang kapsul alginat ... 40

4.4.4 Penambahan laktosa pada cangkang kapsul alginat ukuran No.0 berisi ranitidin HCl tanpa salut ... 42

4.4.5 Penambahan laktosa pada cangkang kapsul alginat ukuran No.1 berisi ranitidin HCl tanpa salut ... 43

4.5 Kinetika Orde Pelepasan ... 44

4.6 Uji Floating Time ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1 Kesimpulan ... 55

(12)

viii

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(13)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Ukuran kapsul beserta taksiran kapasitas ... 7

Tabel 2.2 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga yang ditunjukkan dengan spektroskopi NMR high field ... 14

Tabel 2.3 Jenis dan pemerian dari Eudragit ... 18

Tabel 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 31

Tabel 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 32

Tabel 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran No.0 dan cangkang kapsul ukuran No.1 menurut Capsugel Division ... 32

Tabel 4.4 Kinetika pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 46

Tabel 4.5 Kinetika pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 46

(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 3

Gambar 2.1 Mekanisme sistem floating ... 9

Gambar 2.2 Struktur ranitidin HCl ... 12

Gambar 2.3 Struktur kimia alginat ... 15

Gambar 2.4 Gambar struktur Eudragit ... 17

Gambar 2.5 Disolusi obat dari suatu padatan matriks ... 19

Gambar 4.1 Penyalutan cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 33

Gambar 4.2 Penyalutan cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 33

Gambar 4.3 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 34

Gambar 4.4 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 35

Gambar 4.5 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 36

Gambar 4.6 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 36

Gambar 4.7 Grafik pengaruh konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.0 terhadap pelepasan ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC ... 37

Gambar 4.8 Grafik pengaruh konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.1 terhadap pelepasan ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC ... 39

(15)

xi

Gambar 4.10 Grafik pengaruh penambahan laktosa terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC . 42

Gambar 4.11 Grafik pengaruh penambahan laktosa terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC . 43

Gambar 4.12 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 tanpa salut ... 47

Gambar 4.13 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa ... 47

Gambar 4.14 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 48

Gambar 4.15 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 10% ... 48

Gambar 4.16 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 17,5% ... 49

Gambar 4.17 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 49

Gambar 4.18 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 50

Gambar 4.19 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa ... 50

Gambar 4.20 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 51

(16)

xii

Gambar 4.22 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 52

(17)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Gambar alat pencetak kapsul dan pengering kapsul ... 60

Lampiran 2 Gambar alat salut kapsul ... 61

Lampiran 3 Gambar alat-alat uji spesifikasi cangkang kapsul ... 62

Lampiran 4 Gambar alat-alat disolusi ... 63

Lampiran 5 Alat uji kerapuhan ... 64

Lampiran 6 Kurva serapan larutan ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada konsentrasi 9 mcg/ml ... 65

Lampiran 7 Kurva kalibrasi larutan ranitidin HCl dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 225 nm dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 66

Lampiran 8 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 67

Lampiran 9 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 70

Lampiran 10 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 5% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 73

Lampiran 11 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 10% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 76

Lampiran 12 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 17,5% medium lambung buatan pH 1,2 ... 79

Lampiran 13 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% medium lambung buatan pH 1,2 ... 82

(18)

xiv

Lampiran 15 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 88

Lampiran 16 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 5% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 91

Lampiran 17 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 10% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 94

Lampiran 18 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% medium lambung buatan pH 1,2 ... 97

Lampiran 19 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang

kapsul alginat ukuran No.0 tanpa salut ... 100

Lampiran 20 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang

kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa 101

Lampiran 21 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS

100 5% ... 102

Lampiran 22 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS

100 10% ... 103

Lampiran 23 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS

100 17,5% ... 104

Lampiran 24 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS

100 20% ... 105

Lampiran 25 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang

kapsul alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 106

Lampiran 26 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang

kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa 107

Lampiran 27 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS

(19)

xv

Lampiran 28 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS

100 10% ... 109

Lampiran 29 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS

100 20% ... 110

Lampiran 30 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.0 tanpa salut ... 111

Lampiran 31 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa ... 112

Lampiran 32 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 113

Lampiran 33 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 10% . 114

Lampiran 34 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100

17,5% ... 115

Lampiran 35 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% . 116

Lampiran 36 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 117

Lampiran 37 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa ... 118

Lampiran 38 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 119

Lampiran 39 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 10% . 120

Lampiran 40 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% . 121

Lampiran 40 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% . 122

(20)

xvi

Lampiran 42 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa ... 124

Lampiran 43 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut

Eudragit RS 100 5% ... 125

Lampiran 44 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut

Eudragit RS 100 10% ... 126

Lampiran 45 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut

Eudragit RS 100 17,5% ... 127

Lampiran 46 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut

Eudragit RS 100 20% ... 128

Lampiran 47 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 129

Lampiran 48 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa ... 130

Lampiran 49 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut

Eudragit RS 100 5% ... 131

Lampiran 50 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut

Eudragit RS 100 10% ... 132

Lampiran 51 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut

Eudragit RS 100 20% ... 133

Lampiran 52 Uji statistik pengaruh variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang

kapsul alginat ukuran No.0 ... 134

Lampiran 53 Uji statistik pengaruh variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang

(21)

xvii

Lampiran 54 Uji statistik pengaruh ukuran kapsul terhadap pelepasan

ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ... 136

Lampiran 55 Uji statistik penambahan laktosa terhadap pelepasan

ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 . 137

Lampiran 56 Uji statistik penambahan laktosa terhadap pelepasan

ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 . 138

(22)

vi

Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat

Sebagai Sediaan Floating Dari Ranitidin HCl

Abstrak

Latar Belakang: Waktu pengosongan lambung yang singkat dan tidak dapat diprediksi menjadi penyebab terapi yang diberikan tidak maksimal, terutama untuk obat-obat yang diabsorbsi di lambung. Untuk mengatasi masalah ini, formulasi sistem penyampaian obat floating digunakan untuk mempertahankan obat dalam lambung untuk periode waktu yang lama.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan floating ranitidin HCl yang dapat bertahan lebih lama di lambung dengan menggunakan cangkang kapsul alginat.

Metode: Pada penelitian ini digunakan cangkang kapsul alginat dengan variasi ukuran No.0 dan ukuran No.1 yang dibuat dari natrium alginat 500-600 cP. Selanjutnya, pelepasan ranitidin HCl diamati terhadap pengaruh ukuran kapsul, penambahan laktosa, dan variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100. Uji disolusi dilakukan dengan metode dayung pada suhu 37oC dengan kecepatan putaran 50 rpm dan konsentrasi ranitidin HCl diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 225 nm dalam medium lambung buatan pH 1,2. Selanjutnya, cangkang kapsul alginat diuji meliputi spesifikasi panjang, diameter, volume dan ketebalan. Uji kerapuhan dilakukan terhadap cangkang kapsul alginat kosong dan berisi ranitidin HCl dengan salut Eudragit RS 100 20%. Uji floating

lag time dan floating time dilakukan terhadap masing-masing ukuran cangkang

kapsul alginat tanpa salut dan disalut Eudragit RS 100 20% berisi rantidin HCl. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kapsul dan penambahan laktosa tidak mempengaruhi pelepasan ranitidin HCl dari sediaan floating secara signifikan berdasarkan uji statistik (p<0,05), tetapi peningkatan konsentrasi salut Eudragit RS 100 mengurangi laju pelepasan ranitidin HCl. Persyaratan sediaan

sustained release dipenuhi oleh cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan

salut Eudragit RS 100 20% yang dapat melepas ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 selama 3 jam sebesar 24,44%, 6 jam sebesar 50,96%, dan 12 jam sebesar 96,52%.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% adalah potensial digunakan sebagai sediaan floating dari ranitidin HCl dengan sistem

sustained release.

(23)

vii

In Vitro Evaluation of the Application Alginate Capsule Shell

as Floating Dosage Form of Ranitidine HCl

Abstract

Background: Short and unpredictable gastric emptying time causes suboptimal effect of the given treatment especially drugs that absorbed in the stomach. To overcome this problem, formulation of floating drug delivery system was used to retain the drug in the stomach for a long period of time.

Objective: The purpose of this study was to create a floating dosage form of ranitidine HCl that can remain longer in the stomach by using alginate capsule shell.

Methods: This research used alginate capsule shell with variation of size No.0 and No.1 made from sodium alginate 500-600 cP. Subsequently, the release of ranitidine HCl was observed against the influence of the size of the capsule, the addition of lactose, and variation of the coating concentrations of Eudragit RS 100. The dissolution of ranitidine HCl was tested using paddle method at a temperature of 37°C at 50 round per minute and concentration of ranitidine HCl was measured using a spectrophotometer at a wavelength of 225 nm in simulated gastric medium pH 1.2. Alginate capsule shells were tested including the measurements of length, diameter, volume and thickness. Friability test was conducted on an empty alginate capsule shell coated with Eudragit RS 100 20% and contained ranitidine HCl. Floating lag time and floating time were tested against various size alginate capsule shell without coated and coated with Eudragit RS 100 20% containing ranitidine HCl.

Results: The results showed that the size of the capsule and the addition of lactose to the floating dosage form didn’t affect the release of ranitidine HCl significantly (p<0.05), but an increasing of the coating concentration of Eudragit RS 100 decreased the release rate of ranitidine HCl. The requirements of sustained release met by alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% that can released the drug in simulated gastric medium pH 1.2 for 3 hours at 24.44%, 6 hours at 50.96 %, and 12 hours at 96.52%.

Conclusion: Based on the study, it can be concluded that the alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% suitable as a floating dosage form of ranitidine HCl with sustained release system.

(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rute pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian obat yang

paling nyaman dan paling sering digunakan (Badoni, et al.,2012). Namun, rute ini

memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

singkat dan tingkat pengosongan lambung yang tidak terprediksi (Wadher, et al.,

2013). Keadaan ini secara drastis mengurangi waktu yang tersedia untuk obat

diabsorpsi, yang kemudian diikuti dengan berkurangnya bioavailabilitas (Jamil, et

al., 2011). Kesulitan-kesulitan ini telah mendorong peneliti untuk merancang

sistem penyampaian obat gastroretentif yang dapat bertahan dalam lambung

untuk waktu yang diperpanjang dan juga meningkatkan bioavailabilitas dari obat

dengan cara meningkatkan waktu retensi lambung (Reddy, et al., 2013).

Waktu retensi lambung yang dikendalikan dari suatu bentuk sediaan padat

dapat dicapai dengan mekanisme mukoadhesif, mengapung (floating),

sedimentasi (sedimentation), ekspansi (expansion), dan sistem modifikasi bentuk

atau dengan pemberian bahan tertentu, yang menunda pengosongan lambung

(Vedha, et al., 2010). Sistem mengapung (floating) merupakan sistem berdensitas

rendah yang memiliki cukup daya apung untuk mengapung dan tetap mengapung

dalam lambung tanpa dipengaruhi tingkat pengosongan lambung untuk jangka

waktu lama (Arunachalam, et al., 2011), sehingga menghasilkan peningkatan

waktu retensi lambung dan mencegah terjadinya fluktuasi kadar obat dalam

(25)

obat-2

obat yang memiliki penyerapan kolon yang buruk tetapi ditandai dengan sifat

penyerapan yang lebih baik di bagian atas saluran pencernaan tersebut (Narang,

2011). Sebagai contoh yaitu ranitidin HCl.

Ranitidin HCl merupakan reseptor antagonis histamin H-2 (Martindale,

1982). Secara luas diresepkan untuk pengobatan tukak usus, tukak lambung,

sindroma Zollinger Ellison, penyakit refluks gastroesophageal, dan erosif

esofagitis (Yadav, et al., 2010). Ranitidin HCl dapat menghambat sekresi asam

lambung hingga 5 jam tetapi tidak sampai 10 jam dari sediaan konvensional dosis

150 mg, dengan dosis 300 mg dapat memicu fluktuasi kadar dalam plasma (Rao,

et al., 2010), bioavaibilitas hanya 50-60% dan waktu paruh plasma kira-kira 2 jam

(Tan dan Rahardja, 2002). Dengan alasan ini, ranitidin HCl sesuai untuk

pengembangan sediaan obat dengan pelepasan berkelanjutan (sustained release).

Eudragit RS 100 merupakan polimer kationik dengan permeabilitas rendah

(Nikam, et al., 2011) dan memiliki kemampuan mengembang yang rendah dan

tahan terhadap cairan lambung (Gupta, et al., 2010). Polimer salut ini biasanya

digunakan untuk merancang formulasi sediaan sustained release. Dalam

penelitian ini dibuat sediaan dalam bentuk kapsul yang tahan atau tidak pecah

dalam lambung yang selanjutnya disalut Eudragit RS 100. Kapsul ini dibuat

dengan menggunakan natrium alginat yang merupakan polisakarida yang berasal

dari rumput laut (alga coklat), yang tidak bersifat toksis (Draget, et al., 2005).

Bangun, et al., (2005), telah melakukan pengujian terhadap sifat-sifat

ketahanan cangkang kapsul alginat terhadap asam lambung dan sifat-sifat

pengembangannya dalam medium lambung buatan (pH 1,2). Diketahui bahwa

(26)

3

Pengujian terhadap sifat floating dari cangkang kapsul alginat terhadap

metronidazol telah dilakukan oleh Simamora, (2014). Cangkang kapsul alginat

dapat menunjukkan sifat floating diikuti dengan pelepasan yang berkelanjutan

dari metronidazol lebih dari 12 jam. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik

untuk mengembangkan penggunaan cangkang kapsul alginat sebagai sediaan

floating dari ranitidin HCl.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1

Permasalahan Solusi Variabel bebas Variabel terikat Parameter

(27)

4 1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

a. Apakah cangkang kapsul alginat dapat digunakan untuk sediaan floating

dari ranitidin HCl yang dapat bertahan di lambung?

b. Apakah pelepasan ranitidin HCl dari sediaan cangkang kapsul alginat

sebagai sediaan floating merupakan pelepasan berkelanjutan atau

sustained release?

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Cangkang kapsul alginat dapat digunakan sebagai sediaan floating

ranitidin HCl yang dapat bertahan di lambung.

b. Pelepasan ranitidin HCl dari sediaan cangkang kapsul alginat sebagai

sediaan floating merupakan pelepasan berkelanjutan atau sustained

release.

1.5 Tujuan Penelitian

a. Untuk membuat sediaan floating ranitidin HCl yang dapat bertahan di

lambung menggunakan cangkang kapsul alginat

b. Untuk mengetahui profil pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul

(28)

5 1.6 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penggunaan

cangkang kapsul alginat sebagai sediaan pelepasan terkontrol dan menjadi

informasi bahwa ranitidin HCl dapat diberikan dalam sediaan cangkang kapsul

alginat sebagai sediaan floating untuk pengobatan tukak usus, tukak lambung,

syndroma Zollinger Ellison, penyakit refluks gastroesophageal, dan erosif

(29)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu

macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam

cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin lunak atau keras.

Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang

semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Kapsul

gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi masyarakat

dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan di lingkungan para

pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul pada umumnya (Ansel,

2008).

Ada dua tipe kapsul, keras dan lunak. Kapsul lunak terdiri dari cangkang

padat lentur yang mengandung serbuk, cairan non-aqueous, larutan, emulsi,

suspensi, atau pasta. Beberapa kapsul mengandung cairan diberikan dalam bentuk

sediaan bentuk padat, contoh minyak ikan cod. Kapsul ini dibentuk, diisi dan

ditutup dalam satu proses produksi. Cangkang kapsul keras digunakan dalam

pengolahan sebagian besar pembuatan kapsul dan peracikan kapsul. Cangkang

terbagi dua, badan dan tutup, keduanya berbentuk silinder dan dapat ditutup pada

ujungnya. Serbuk dan partikulat padat, seperti granul dan pelet, ditempatkan

dalam badan dan kapsul ditutup dengan menyatukan badan dan tutup secara

(30)

7

Ukuran cangkang kapsul yang sesuai harus dipilih untuk membuat sediaan

kapsul penuh. Cangkang kapsul keras tersedia dalam delapan ukuran. Berat jenis

campuran serbuk akan mempengaruhi pemilihan ukuran kapsul. Delapan ukuran

kapsul beserta taksiran kapasitas (berdasarkan penambahan laktosa) dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ukuran kapsul beserta taksiran kapasitas (berdasarkan penambahan laktosa)

No. Kapsul 000 00 0 1 2 3 4 5

Kandungan (mg) 950 650 450 300 250 200 150 100

Sebagian besar bahan yang digunakan untuk mengisi kapsul adalah dalam

bentuk serbuk. Biasanya merupakan campuran dari bahan aktif bersama dengan

kombinasi dari jenis bahan tambahan yang berbeda. Jenis bahan tambahan yang

biasanya digunakan dalam pengisi serbuk kapsul antara lain:

• Diluen,

• Lubrikan, menurunkan daya lekat serbuk terhadap alat

• Glidan, meningkatkan aliran serbuk

• Agen pembasah, meningkatkan penetrasi air

• Desintegran, menghasilkan perpecahan massa serbuk

• Stabilizer, meningkatkan stabilitas produk

Bahan aktif dengan dosis rendah dapat dirancang untuk mengalir baik

dengan mencampurkan bahan aktif dengan diluen yang mudah mengalir seperti

laktosa, dan mikrokristalin selulosa. Saat ruang terbatas dapat ditambahkan glidan

(31)

8

koloidal, atau lubrikan yang dapat menghasilkan fungsi alat pengisi yang lebih

efisien seperti magnesium stearat (Aulton, 2007).

2.2 Gastroretentive Drug Delivery System

Sistem penghantaran obat yang tertahan di lambung atau Gastroretentive

Drug Delivery System (GRDDS) merupakan bentuk sediaan yang dapat tetap

berada di lambung selama beberapa jam sehingga secara signifikan

memperpanjang waktu tinggal obat di lambung. Peningkatan waktu retensi

lambung meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi limbah obat, dan

meningkatkan kelarutan obat yang kurang larut dalam lingkungan pH tinggi. Hal

ini juga cocok untuk pengiriman obat lokal untuk perut dan bagian proksimal dari

usus kecil. Adapun metode untuk membuat sediaan tinggal di lambung adalah:

- Penggunaan bentuk sediaan yang memiliki berat jenis yang lebih rendah dari

cairan lambung sehingga menghasilkan daya apung dalam cairan lambung.

- Penggunaan bahan yang berat jenisnya tinggi: bahan dengan berat jenis tinggi

(˃2.5g/cm3) akan mempunyai waktu tinggal yang lama di saluran cerna. Hal

ini dapat dicapai dengan penambahan bahan seperti barium sulfat.

- Sistem bioadhesi, sistem yang mempunyai daya lekat terhadap mukosa

lambung.

- Pemberian obat atau bahan bahan tambahan farmasi yang memperlambat

motilitas saluran cerna.

- Sistem ekspansi dengan pembengkakan atau pengembangan ke ukuran yang

lebih besar sehingga membatasi kemampuan pengosongan dari sistem untuk

(32)

9

2.3 Floating Drug Delivery System

Sistem penghantaran obat terapung atau Floating Drug Delivery System

(FDDS) memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan cairan

lambung sehingga mengapung dalam lambung tanpa dipengaruhi waktu

pengosongan lambung dengan waktu yang diperpanjang. Ketika sistem terapung

dalam kandungan lambung, obat secara perlahan terlepas dengan laju yang

diinginkan. Setelah lepasnya obat, sistem yang tersisa dikosongkan dari lambung.

Kondisi ini menghasilkan peningkatan waktu pengosongan lambung dan

pengendalian yang lebih baik terhadap fluktuasi kadar obat dalam plasma (Mishra

& Gupta, 2012).

2.3.1 Pembagian sistem floating

Sistem penghantaran floating dibagi berdasarkan pada variabel

formulasinya: effervescent dan sistem non-effervescent.

(33)

10

2.3.2 Bentuk sediaan floating non-effervescent

Sistem non-effervescent ini bekerja dengan mekanisme pengembangan

polimer, bioadhesif dari polimer pada lapisan mukosa saluran pencernaan. Pada

umumnya dalam formulasi sistem non-effervescent ini menggunakan bahan yang

mampu membentuk gel atau memiliki kemampuan mengembang yang baik

seperti senyawa hidrokoloid, polisakarida. Biasanya juga digunakan bentuk

matriks dari polimer seperti polimetakrilat, poliakrilat, polistiren, dan bioadhesif

polimer yaitu kitosan dan karbopol (Goyal, et al., 2011).

2.3.3 Bentuk sediaan floating effervescent

Sistem ini dibuat dalam bentuk matriks dengan menggunakan polimer

yang dapat mengembang seperti HPMC, kitosan, senyawa polisakarida lain, dan

berbagai komponen effervescent seperti natrium bikarbonat, kalsium karbonat,

asam sitrat atau asam tartrat. Sediaan ini dirancang sedemikian rupa, sehingga

ketika kontak dengan cairan lambung, gas karbondioksida (CO2) akan terlepas

dan terperangkap dalam sistem hidrokoloid yang mengembang. Hal ini

menyebabkan sediaan mengapung (Goyal, et al., 2011).

2.3.4 Keuntungan Floating Drug Delivery System

Keuntungan Floating Drug Delivery System ini meliputi:

a) Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal di

lambung misalnya: Antasida.

b) Menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung di

lambung ketika gerakan usus kuat dan ketika diare sehingga menghasilkan

(34)

11

c) Zat yang bersifat asam seperti aspirin dapat mengiritasi lambung ketika

bersentuhan dengan dinding lambung. Oleh karena itu, formulasi FDDS

mungkin berguna untuk pemberian aspirin dan obat-obatan lain dengan

sifat yang sama.

d) Menguntungkan untuk obat-obat diserap di lambung misalnya: garam

ferro, Antasida.

e) Meningkatan penyerapan obat, karena terjadi peningkatan waktu tinggal di

lambung dan peningkatan waktu kontak obat dengan daerah penyerapan

(Arunachalam, et al., 2011).

2.3.5 Kerugian Floating Drug Delivery System

Kerugian Floating Drug Delivery System meliputi:

a) Sistem floating tidak sesuai untuk obat-obat yang memiliki masalah

kelarutan atau stabilitas pada cairan lambung.

b) Obat-obatan seperti nifedipine yang diserap di seluruh saluran pencernaan

dan yang menjalani metabolisme lintas pertama tidak sesuai sebagai

kandidat FDDS karena pengosongan lambung yang diperlama dapat

menyebabkan penurunan bioavailabilitas sistemik.

c) Keterbatasan penerapan FDDS untuk obat yang mengiritasi mukosa

lambung.

d) Salah satu kelemahan dari sistem floating adalah sistem ini membutuhkan

jumlah cairan yang cukup banyak di lambung, sehingga bentuk sediaan

obat dapat terapung dan bekerja secara efisien dalam cairan lambung.

e) Retensi lambung dipengaruhi oleh banyak faktor seperti makanan, pH dan

(35)

12 2.4 Ranitidin HCl

2.4.1 Uraian bahan

Gambar 2.2 Struktur ranitidin HCl

Rumus Molekul : C13H22N4O3S.HCl

Nama Kimia :

N-{2-{{{5-{(Dimetilamino)metil}-2-furanil}metil}tio}etil}-N’-metil-2-nitro- 1,1-etenadiamina, hidroklorida

Berat Molekul : 350,87

Pemerian : Serbuk hablur; putih sampai kuning pucat; praktis tidak berbau;

peka terhadap cahaya dan kelembaban. Melebur pada suhu

lebih kurang 140o, disertai peruraian.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; cukup larut dalam etanol dan

sukar larut dalam kloroform (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Mekanisme Kerja

Ranitidin HCl menghambat produksi asam dengan cara berkompetisi

secara reversibel dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada

membran basolateral sel-sel parietal (Goodman dan Gillman, 2007).

2.4.3 Farmakokinetik

Ranitidin HCl yang merupakan antagonis reseptor-H2 diabsorpsi dengan

cepat setelah pemberian oral, dengan konsentrasi puncak dalam serum dapat

(36)

13

antagonis reseptor-H2 yang berikatan dengan protein. Sejumlah kecil obat

mengalami metabolisme di hati. Baik produk yang dimetabolisme maupun yang

tidak dimetabolisme akan disekresikan oleh ginjal dengan cara filtrasi dan sekresi

tubular renal (Goodman dan Gillman, 2007).

2.4.4 Kegunaan

Ranitidin HCl digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan tukak

duodenum, refluks esofagitis, dyspepsia episodic kronis, tukak akibat AINS,

tukak duodenum akibat H.pylori, sindrom Zollinger Ellison, kondisi lain dimana

pengurangan asam lambung akan bermanfaat (Sukandar, et al., 2008).

2.4.5 Efek Samping

Secara keseluruhan insidensi reaksi merugikan yang timbul akibat

pemakaian antagonis reseptor-H2 adalah rendah (<3%). Efek samping yang

umumnya ringan meliputi diare, sakit kepala, mengantuk, kelelahan, nyeri otot,

dan konstipasi. Ranitidin hanya memiliki 10% efek relatif terhadap aktifitas

sitokrom P450 sehingga memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan

simetidin. Ginekomastia pada pria dan galaktorea pada wanita dapat muncul

akibat ikatan simetidin pada reseptor androgen dan penghambatan hidroksilasi

estradiol yang dikatalisasi oleh sitokrom P450 (Goodman dan Gillman, 2007).

2.4.6 Dosis

Dosis Ranitidin HCl adalah 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau

300 mg sebelum tidur malam (Sukandar, et al., 2008).

2.5 Alginat

Alginat merupakan polimer yang banyak terdapat pada ganggang cokelat

(37)

14

bakteri. Alginat adalah kopolimer yang tersusun dari α-L-Guluronat dan β

-D-Mannuronat. Alginat komersil umumnya diproduksi dari Laminaria hyperborean,

Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria

japonica, Edonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea Antarctica, dan

Sargassum sp (Draget, et al., 2005).

Tabel 2.2 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga yang ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field (Draget, et al., 2005).

Jenis FG FM FGG FMM FGM,MG

Laminaria japonica

Laminaria digitata

Laminaria hyperborea, blade

Laminaria hyperborea, stipe

Laminaria hyperborean, outer cortex

Lessonia nigerescens

Ecklonia maxima

Macrocystis pyrifera

Durviella antarctia

Ascophyllum nodosum, fruiting body

Ascophyllum nodosum, old tissue

0,35

Perbandingan yang bervariasi dari asam uronat menyebabkan perbedaan

sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang

lebih tinggi dibandingkan asam mannuronat cenderung mempunyai struktur yang

(38)

15

asam mannuronat yang lebih tinggi dibandingkan asam guluronat mempunyai

struktur yang tidak kaku atau lebih fleksibel (Draget, et al., 2005).

2.5.1 Struktur kimia

Alginat termasuk dalam kopolimer yang tidak bercabang, alginat tersusun

dari (1→4) β-D-mannuronat (M) dan α-L-guluronat (G). Melalui hidrolisis parsial

dengan asam klorida, alginat dapat dibagi menjadi tiga fraksi. Dua dari fraksinya

adalah berupa homopolimer yang terdiri dari molekul asam guluronat (G) dan

asam mannuronat (M), dan fraksi ketiga terdiri dari gabungan asam mannuronat

dan asam guluronat dengan jumlah yang sama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa

alginat terdiri dari homopolimer M dan G serta bagian MG yang mempunyai

gugus sama (Draget, et al., 2005).

(39)

16 2.5.2 Sifat alginat

Kelarutan alginat dalam air ditentukan oleh tiga parameter, yaitu:

• pH pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya

muatan elektrostatik pada residu asam uronat

• Kekuatan ionik total zat terlarut juga memainkan peranan penting (efek

salting out kation-kation non gelling), dan

• Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan

(Draget, et al., 2005).

Alginat secara luas digunakan pada pambuatan produk makanan dan

sediaan farmasi oral maupun topikal. Alginat dipilih karena sifatnya yang non

toksik dan juga tidak mengiritasi. Pada pembuatan tablet dan kapsul, alginat

digunakan sebagai pengikat dan bahan desintegran pada konsentrasi 1-5% w/w.

Alginat juga banyak digunakan sebagai bahan pengental dan suspending agent

pada pembuatan pasta, krim, gel, dan juga sebagai stabilizing agent pada

pembuatan emulsi minyak dalam air (Rowe, et al., 2009).

2.6 Eudragit

Eudragit merupakan produk dagang dari Rohm GmbH & Co. KG,

Darmstadt di German yang pertama kali dipasarkan tahun 1950. Eudragit dibuat

dengan polimerisasi asam akrilat dan asam metakrilat atau esternya seperti butyl

ester atau dimethylaminoethyl ester (Nikam, et al., 2011).

Eudragit merupakan polimer kation dan anion sintetik dari

dimetilaminoetil metakrilat, asam metakrilat dan ester asam metakrilat dalam

(40)

17 Eudragit E

R1, R3= CH3 R2= H R4=CH3

Eudagit FS R1= H R2= H, CH3 R3=CH3 R4=CH3

Eudragit RL dan Eudragit RS R1=H, CH3

R2=CH3, C2H5 R3=CH3

R4= CH2CH2N(CH3)3+Cl-

Eudragit NE 30 D dan Eudragit NE 40 D

R1, R3= H, CH3 R2, R4= CH3, C2H5

Gambar 2.4 Gambar struktur Eudragit (Rowe, et al.,2009)

Eudragit biasanya digunakan dalam penyalutan film kapsul dan tablet.

Film dengan karakteristik kelarutan yang berbeda dapat dihasilkan, tergantung

dari jenis polimer yang digunakan. Keterangan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Salah satu aplikasi penggunaan Eudragit yaitu dalam pembuatan sediaan

gastroretentive. Pembuatan sediaan gastroretentive didasarkan pada pendekatan

seperti pendekatan berat jenis sediaan yang rendah sehingga sediaan dapat

mengapung dalam cairan lambung, mempunyai berat jenis sediaan yang tinggi

sehingga sediaan dapat tertahan di bagian bawah lambung, bioadhesi terhadap

mukosa, membesar atau mengembang di dalam saluran cerna (lambung) sehingga

tidak akan dapat melewati sphinkter pylorus. Semua teknik tersebut dapat kita

(41)

18 Tabel 2.3 Jenis dan pemerian dari Eudragit

Nama Bentuk Pelarut yang

Direkomendasikan

Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol

laju bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini

(42)

19

tahapan pelepasan obat dari bentuk sediaanya dan perjalanannya ke dalam

sirkulasi sistemik.

Laju dimana suatu padatan melarut didalam suatu pelarut dapat dihitung

dengan persamaan:

atau

Keterangan:

M: Massa zat terlarut D: Koefisien difusi dari zat terlarut Cs: Kelarutan zat padat S: Luas permukaan kontak

C: Konsentrasi zat terlarut h: Ketebalan lapisan difusi V: Volume larutan

Dalam teori disolusi dianggap bahwa lapisan difusi air atau lapisan cairan

stagnan dengan ketebalan h ada pada permukaan zat padat yang sedang

terdisolusi. Ketebalan h ini menyatakan lapisan pelarut stasioner dimana

molekul-molekul zat terlarut berada dalam konsentrasi dari Cs sampai C. Di belakang

lapisan difusi statis tersebut, pada harga x yang lebih besar dari h, terjadi

percampuran dalam larutan, dan obat terdapat pada konsentrasi yang sama C,

pada seluruh fase bulk (Martin, et al., 1993).

(43)

20

2.7.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi

1. Faktor fisikokimia dari obat

a. Kelarutan obat

Kelarutan obat dalam air adalah faktor yang sangat menentukan laju

disolusi dari suatu sediaan. Semakin tinggi kelarutan maka akan semakin

tinggi pula laju disolusi.

b. Ukuran partikel obat

Peningkatan laju disolusi dapat dicapai dengan cara pengurangan ukuran

partikel, dimana dengan pengurangan ukuran partikel sediaan akan

meningkatkan luas permukaan sediaan yang kontak dengan larutan sehingga

akan meningkatkan laju disolusi.

c. Bentuk kristal obat

Sediaan padat memiliki berbagai karakteristik bentuk seperti amorf,

kristal, hidrat dan polimorf yang juga sangat berpengaruh terhadap laju

disolusi. Sebagai contoh bentuk amorf dari novobiocin mempunyai kelarutan

yang lebih besar dan laju disolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

bentuk kristalnya.

2. Faktor yang berhubungan dengan bentuk sediaan obat

a. Faktor formulasi

Laju disolusi obat murni dapat dipengaruhi secara signifikan dengan

penambahan bahan tambahan selama proses produksi pada pembuatan

(44)

21 b. Diluen dan desintegran

Peningkatan konsentrasi desintegran (pati dari 5%-20%) menghasilkan

peningkatan laju disolusi. Penambahan bahan yang bersifat hidrofobik akan

menurunkan kontak luas permukaan obat sedangkan dengan penambahan

bahan hidrofilik akan meningkatkan kontak luas permukaan sehingga akan

meningkatkan laju disolusi dari obat.

c. Efek bahan pengikat dan bahan penggranulasi

Perbedaan bahan pengikat yang digunakan pada pembuatan tablet akan

menghasilkan profil disolusi yang berbeda pula. Granulasi basah adalah yang

paling umum digunakan untuk meningkatkan laju disolusi dari bahan obat

yang kurang larut dengan cara pemasukan bahan hidrofilik ke permukaan

granul.

3. Faktor faktor yang berhubungan uji disolusi

a. Suhu

Kelarutan obat sangat tergantung pada suhu. Oleh karena itu, suhu harus

dijaga ketat selama disolusi dan dijaga perbedaannya tidak lebih dari 0,5o.

Pada umumnya, suhu disolusi dijaga 37oC selama disolusi.

b. pH medium disolusi

Pada umumnya dalam penelitian digunakan medium berupa 0,1 N HCl

atau larutan buffer yang pH-nya disesuaikan dengan pH cairan lambung (pH

1,2).

c. Tegangan permukaan medium disolusi

Tegangan permukaan medium menunjukkan pengaruh yang signifikan

(45)

22 d. Viskositas medium disolusi

Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat

(Gennaro, 2000).

2.7.2 Metode disolusi

United States Pharmacopeia (USP) XXX memberi beberapa metode

resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:

a. Metode Keranjang

Metode keranjang menggunakan bejana yang dibuat dari gelas atau bahan

yang inert, dan transparan dan silinder berbentuk keranjang. Bejana disolusi

dimasukkan ke dalam penangas air yang cocok dan dengan ukuran yang tepat

atau dipanaskan dengan alat yang cocok seperti jaket pemanas. Penangas air atau

alat pemanas diatur sedemikian rupa sehingga suhu pada bejana dapat dijaga

37±0,5oC sepanjang pengujian dan dijaga suhu tetap konstan. Kecepatan

pengadukan didasarkan pada kecepatan putaran batang penyangga dimana harus

dijaga dengan teliti sesuai dengan monografi dari obatnya dengan deviasi ±4%.

b. Metode Dayung

Menggunakan alat yang sama seperti alat 1 (metode keranjang), kecuali

keranjang yang ada pada alat 1 diganti dengan dayung sebagai pengaduk. Batang

penyangga diatur sedemikian rupa supaya jaraknya dari pusat tidak lebih dari 2

mm dari poros vertikal dari bejana dan berputar secara halus sehingga tidak ada

pengaruh signifikan yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Jarak antara

dasar dayung dengan sampel (dasar labu) selama pengujian berada pada rentang

25±2 mm dan dijaga tetap konstan.

(46)

23 c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP “Basket and Rack” dirakit

untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk uji pelarutan maka cakram

dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel

tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan

dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran

membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel dan

(47)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini dilakukan

di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat - Alat yang Digunakan

Alat pencetak kapsul ukuran No.0 dan ukuran No.1, lemari pengering, air

purifier (Kris), lemari asam, alat disolusi metode dayung (Erweka),

Spektrofotometer (Shimadzu UV 1800), neraca analitik (Ohaus), magnetic stirrer

(Hanna), magnetic bar, gelas arloji, stopwatch, termometer, pH meter (Hanna),

mikrometer (Delta), jangka sorong, labu tentukur 1000 ml (MBL), labu tentukur

25 ml (Pyrex), beaker glass 1000 ml (Pyrex), beaker glass 100 ml (Pyrex), gelas

ukur 1000 ml (Pyrex), gelas ukur 100 ml (Pyrex), gelas ukur 25 ml (Pyrex), mat

pipet 10 ml (Pyrex), mat pipet 2 ml (MBL), dan alat-alat laboratorium yang biasa

digunakan.

3.2 Bahan – Bahan yang Digunakan

Natrium alginat 500-600 cp (Wako Pure Chemical Industries, Ltd. Japan),

ranitidin HCl (Peddadevulapalli, India), titanium oksida, gliserin, natrium

metabisulfit, nipagin, silicone, Eudragit RS 100, akuades dan bahan-bahan yang

berkualitas pro analysis (E Merck): kalsium klorida, asam klorida, natrium

klorida, dan aseton.

3.3 Prosedur Penelitian

(48)

25

3.3.1.1 Pembuatan larutan kalsium klorida 0,15 M

Kalsium klorida ditimbang 22,053 gram kemudian dilarutkan dengan aqua

bebas CO2 secukupnya sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.1.2 Pembuatan medium lambung buatan (medium pH 1,2)

Natrium klorida sebanyak 2 g ditambahkan asam klorida pekat sebanyak 7

ml ditambahkan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi ranitidin HCl

3.3.2.1 Pembuatan larutan induk baku ranitidin HCl dalam medium pH 1,2

Ranitidin HCl ditimbang sebanyak 25 mg, lalu dimasukkan dalam labu

tentukur 100 ml, diaduk hingga larut, kemudian dicukupkan dengan medium

lambung buatan (medium pH 1,2) hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi

Ranitidin HCl adalah 250 mcg/ml.

3.3.2.2 Pembuatan kurva serapan ranitidin HCl dalam medium pH 1,2

Dari larutan induk baku ranitidin HCl dipipet 0,9 ml, lalu dimasukkan ke

dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium lambung

buatan (medium pH 1,2) sampai garis tanda. Konsentrasi ranitidin HCl adalah 9

mcg/ml. Serapan diukur pada panjang gelombang 200–400 nm.

3.3.2.3 Pembuatan kurva kalibrasi ranitidin HCl dalam medium pH 1,2

Dari larutan induk baku ranitidin HCl dibuat larutan Ranitidin HCl dengan

berbagai konsentrasi yaitu 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 mcg/ml dengan cara

memipet larutan induk baku masing-masing 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1,0; 1,1

dan 1,2 ml kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan medium

lambung buatan (medium pH 1,2) sampai garis tanda. Serapan diukur pada

(49)

26 3.3.3 Pembuatan cangkang kapsul alginat

Cangkang kapsul alginat kosong dibuat sesuai dengan metode pencelupan

(Voigt, 1994), yaitu dengan mencelupkan alat pencetak kapsul dan larutan alginat.

3.3.3.1 Pembuatan larutan alginat

Formula :

Natrium Alginat 4,5 g

Gliserin 2 g

Natrium Metabisulfit 0,1 g

Nipagin 0,25 g

Titanium Oksida 0,4 g

Akuades ad 100 ml

Beaker glass dikalibrasi 100 ml. Dilarutkan nipagin dalam air mendidih,

kemudian ditambahkan natrium metabisulfit dan gliserin (Diperoleh Massa 1).

Dilarutkan titanium oksida dengan akuades secukupnya (diperoleh Massa 2).

Ditaburkan natrium alginat pada permukaan akuades secara merata, kemudian

ditambahkan massa 1 dan massa 2 hingga natrium alginat terendam seluruhnya.

Didiamkan selama 24 jam lalu diaduk dan ditambahkan akuades hingga batas

kalibrasi. Larutan didiamkan beberapa hari untuk menghilangkan gelembung

udara.

3.3.3.2 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat

Alat pencetak kapsul yang terbuat dari bahan stainless steel dengan

panjang 10 cm dan diameter 8 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.0 dan

panjang 10 cm dan diameter 5 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.1,

(50)

27

dilapisi larutan natrium alginat tersebut direndam dalam larutan CaCl2 0,15 M

selama 75 menit.

Cangkang kapsul yang telah mengeras dilepaskan dari batang stainless

steel, selanjutnya direndam dalam akuades selama beberapa jam untuk

menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul, lalu dikeringkan

di lemari pengering.

3.3.3.3 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat

Alat pencetak kapsul yang terbuat dari bahan stainless steel dengan

panjang 10 cm dan diameter 8 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.0 dan

panjang 10 cm dan diameter 5 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.1,

dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam 2,5 cm. Bagian yang sudah

terendam dalam larutan alginat tersebut direndam dalam larutan kalsium klorida

0,15 M selama 75 menit. Cangkang kapsul yang telah mengeras dilepaskan dari

batang stainless steel, selanjutnya direndam dalam akuades selama beberapa jam

untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul, lalu

dikeringkan di lemari pengering.

3.3.3.4 Pengeringan cangkang kapsul alginat

Pengeringan cangkang kapsul dilakukan dengan cara mengeringkannya

dalam lemari pengering suhu 30oC dilengkapi air purifier selama 4 jam.

3.3.4 Penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat

3.3.4.1 Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat

Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat dilakukan

(51)

28

3.3.4.2 Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat

Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat dilakukan dengan

menggunakan mikrometer skrup. Pengukuran dilakukan 5 kali untuk

masing-masing sampel, satu kali di pusat dan 4 kali di perimeter sekitarnya, kemudian

diambil rata-ratanya.

3.3.4.3 Penimbangan berat cangkang kapsul alginat

Penimbangan berat cangkang kapsul alginat dilakukan dengan

menggunakan neraca analitik.

3.3.4.4 Pengamatan warna cangkang kapsul alginat

Pengamatan warna cangkang kapsul alginat diamati secara visual.

3.3.4.5 Pengukuran volume cangkang kapsul alginat

Pengukuran volume cangkang kapsul alginat dilakukan dengan

menggunakan buret dimana bagian badan cangkang kapsul diisi dengan air

sampai penuh.

3.3.5 Pengisian ranitidin HCl dalam cangkang kapsul alginat

Ranitidin HCl ditimbang sebanyak 168 mg menggunakan neraca analitik,

lalu diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul alginat melalui bagian ujung

yang terbuka. Dioleskan larutan natrium alginat di antara badan cangkang dan

tutup cangkang kapsul, kemudian ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul

alginat dengan mendorong bagian tutup ke bagian badan cangkang kapsul alginat

yang terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu

(52)

29

3.3.6 Penambahan laktosa dalam cangkang kapsul alginat berisi ranitidin

HCl

Sebanyak 20 mg laktosa ditimbang dengan tepat menggunakan neraca

analitik, dicampurkan dengan 168 mg ranitidin HCl dengan menggunakan spatula

hingga homogen, lalu diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul alginat

melalui bagian ujung yang terbuka. Dioleskan larutan natrium alginat di antara

badan cangkang dan tutup cangkang kapsul, kemudian ditutup dengan bagian

tutup cangkang kapsul alginat dengan mendorong bagian tutup ke bagian badan

cangkang kapsul alginat yang terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian

badan kapsul menyatu dengan baik.

3.3.7 Penyalutan kapsul alginat

Dilarutkan Eudragit RS 100 dalam beaker dengan pelarut aseton. Dibuat

larutan Eudragit RS 100 dengan berbagai konsentrasi yaitu 5%, 10%, 17,5% dan

20%. Dalam larutan Eudragit RS 100, dimasukkan kapsul alginat yang telah berisi

ranitidin HCl, lalu di stirrer selama 30 menit. Kemudian diangkat dan dikeringkan

dalam lemari asam.

3.3.8 Uji kerapuhan

3.3.8.1 Cangkang kapsul kosong

Cangkang kapsul kosong dijatuhi beban seberat 50 g dari ketinggian 10

cm. Kemudian diamati kerapuhan cangkang kapsul tersebut. Pengujian dilakukan

(53)

30

3.3.8.2 Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan)

Cangkang kapsul berisi ditekan beban seberat 2 kg. Diamati kerapuhan

cangkang kapsul. Pengujian dilakukan terhadap 6 cangkang kapsul alginat salut

Eudragit RS 100 20% berisi ranitidin HCl.

3.3.9 Uji disolusi

Uji pelepasan obat dilakukan dengan menggunakan metoda dayung USP.

Kedalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium lambung buatan pH 1,2 dan

diatur suhu 37oC dengan kecepatan pengadukan diatur 50 rpm. Ke dalam wadah

tersebut dimasukkan kapsul alginat berisi 168 mg ranitidin HCl. Pada interval

waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 2 ml dan dijaga volumenya tetap 900 ml.

Pengambilan dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara

permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari

dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam labu

tentukur 25 ml dan ditambahkan medium cairan lambung buatan pH 1,2 hingga

garis tanda. Konsentrasi obat diukur menggunakan spektrofotometer UV pada

panjang gelombang 225 nm. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.

3.3.10 Uji floating time

Pengujian floating lag time dan floating time dilakukan dalam medium

disolusi dalam beaker sebanyak 100 ml. Pengamatan floating time dilakukan

hingga 12 jam. Pengujian dilakukan terhadap masing-masing ukuran cangkang

kapsul alginat dan cangkang kapsul dengan salut Eudragit RS 100 20% berisi

ranitidin HCl. Diamati floating lag time sebagai waktu yang dibutuhkan sediaan

cangkang kapsul alginat mulai mengapung, dan floating time sebagai lamanya

(54)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat

Penentuan spesifikasi berupa pengukuran panjang, diameter, berat dan

warna dari cangkang kapsul alginat dilakukan untuk bagian badan cangkang

kapsul, tutup cangkang kapsul dan cangkang kapsul keseluruhan. Pengukuran

ketebalan dilakukan terhadap bagian badan cangkang kapsul dan bagian tutup

cangkang kapsul. Sedangkan untuk pengukuran volume dilakukan hanya terhadap

bagian badan cangkang kapsul alginat, karena umumnya bahan obat hanya

diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul sebelum ditutup dengan bagian

tutup cangkang kapsul. Dalam pengukuran volume digunakan air, dimana air yang

digunakan diisi ke bagian badan cangkang kapsul alginat sampai meniskus atas

menyentuh ujung kapsul untuk mencegah kelebihan pembacaan volume cangkang

kapsul.

Dalam penentuan spesifikasi ini, digunakan cangkang kapsul alginat

dengan ukuran No.0 dan cangkang kapsul alginat ukuran No.1. Hal ini bisa dilihat

dari spesifikasi cangkang kapsul alginat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.0

No Spesifikasi Tutup Cangkang

Badan Cangkang

Cangkang Kapsul keseluruhan 1 Panjang (mm) 11,07 ± 0,06 18,07 ± 0,06 21,28 ± 0,16 2 Diameter (mm) 0,78 0,76 - 3 Tebal (mm) 0,12 0,12 - 4 Berat (mg) 68,00 ± 3,60 113,34 ±7,02 181,34 ± 8,96 5 Warna Putih Putih Putih

(55)

32

Tabel 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.1

No Spesifikasi Tutup Cangkang

Menurut Capsugel Division spesifikasi cangkang kapsul ukuran No.0 dan

cangkang kapsul ukuran No.1 dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran No.0 dan cangkang kapsul ukuran No.1 menurut Capsugel Division

Ukuran Kapsul

Tutup Kapsul Badan Kapsul Cangkang Kapsul keseluruhan

4.2 Penyalutan Kapsul Alginat

Penyalutan kapsul alginat dilakukan dengan merendam kapsul alginat

dalam larutan Eudragit RS 100. Kemudian distirrer selama 30 menit. Diangkat

dan diuapkan dalam lemari asam untuk menghilangkan residu pelarut organik

yang masih tersisa pada cangkang kapsul alginat.

Hasil penyalutan kapsul alginat dengan salut Eudragit RS 100 20% dapat

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme sistem floating
Tabel 2.2 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga yang ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field (Draget, et al., 2005)
Gambar 2.4  Gambar struktur Eudragit (Rowe, et al.,2009)
Tabel 2.3 Jenis dan pemerian dari Eudragit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cangkang kapsul alginat yang telah dibuat dari natrium alginat 80-120 cP dilakukan penentuan spesifikasi, pengujian waktu floating dan uji kerapuhan.Selanjutnya, cangkang

Purpose: The aim of this study was to prepare floating dosage form of aspirin solid dispersion that can remain in stomach by using alginate capsule shell and to

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat sebagai kapsul floating yang berisi dispersi padat amoksisilin dapat memberikan

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat sebagai kapsul floating yang berisi dispersi padat amoksisilin dapat memberikan

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dalam pemakaian cangkang kapsul alginat sebagai sediaan floating yang dapat bertahan di lambung, sehingga dapat menjadi salah

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 4% dari sediaan floating tetrasiklin memberikan pelepasan yang memenuhi

Meneliti pembuatan cangkang kapsul alginat sebagai sediaan floating dari dispersi padat klaritromisin yang dapat bertahan di lambung. Meneliti pelepasan dispersi padat

Formulasi dan Evaluasi Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat untuk Pembuatan Sediaan Floating dari Dispersi Padat Aspirin.. Medan: Universitas