EVALUASI IN VITRO PEMAKAIAN CANGKANG
KAPSUL ALGINAT SEBAGAI SEDIAAN FLOATING
DARI RANITIDIN HCL
SKRIPSI
OLEH:
JEREMIYA SITUMEANG NIM 101501144
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EVALUASI IN VITRO PEMAKAIAN CANGKANG
KAPSUL ALGINAT SEBAGAI SEDIAAN FLOATING
DARI RANITIDIN HCL
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
JEREMIYA SITUMEANG NIM 101501144
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
EVALUASI IN VITRO PEMAKAIAN CANGKANG
KAPSUL ALGINAT SEBAGAI SEDIAAN FLOATING
DARI RANITIDIN HCL
OLEH:
JEREMIYA SITUMEANG NIM 101501144
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 5 Februari 2015
Disetujui Oleh: Pembimbing I,
Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001
Pembimbing II,
Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195201171980031002
Prof. Dra. Julia Reveny, M.Si., Ph.D., Apt. NIP 195807101986012001
Panitia Penguji
Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt. NIP 195504241983031003
Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena kasih
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang
berjudul “Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat sebagai Sediaan
Floating Dari Ranitidin HCl”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Hakim
Bangun, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan
penuh kesabaran selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, kepada
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan serta fasilitas selama pendidikan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S.,
Apt., Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D.,
Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik, dan
masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Drs. Antoni dan Ibunda
Kristina Laoli, saudara penulis Samuel I. G. Situmeang S.Ti., Mohaga R. M.
Situmeang, dan Julio G. H. Situmeang atas doa, dukungan baik moral maupun
materil kepada penulis dan kepada sahabat-sahabat terdekat yang begitu
v
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, 5 Februari 2015 Penulis,
vi
Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat
Sebagai Sediaan Floating Dari Ranitidin HCl
Abstrak
Latar Belakang: Waktu pengosongan lambung yang singkat dan tidak dapat diprediksi menjadi penyebab terapi yang diberikan tidak maksimal, terutama untuk obat-obat yang diabsorbsi di lambung. Untuk mengatasi masalah ini, formulasi sistem penyampaian obat floating digunakan untuk mempertahankan obat dalam lambung untuk periode waktu yang lama.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan floating ranitidin HCl yang dapat bertahan lebih lama di lambung dengan menggunakan cangkang kapsul alginat.
Metode: Pada penelitian ini digunakan cangkang kapsul alginat dengan variasi ukuran No.0 dan ukuran No.1 yang dibuat dari natrium alginat 500-600 cP. Selanjutnya, pelepasan ranitidin HCl diamati terhadap pengaruh ukuran kapsul, penambahan laktosa, dan variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100. Uji disolusi dilakukan dengan metode dayung pada suhu 37oC dengan kecepatan putaran 50 rpm dan konsentrasi ranitidin HCl diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 225 nm dalam medium lambung buatan pH 1,2. Selanjutnya, cangkang kapsul alginat diuji meliputi spesifikasi panjang, diameter, volume dan ketebalan. Uji kerapuhan dilakukan terhadap cangkang kapsul alginat kosong dan berisi ranitidin HCl dengan salut Eudragit RS 100 20%. Uji floating
lag time dan floating time dilakukan terhadap masing-masing ukuran cangkang
kapsul alginat tanpa salut dan disalut Eudragit RS 100 20% berisi rantidin HCl. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kapsul dan penambahan laktosa tidak mempengaruhi pelepasan ranitidin HCl dari sediaan floating secara signifikan berdasarkan uji statistik (p<0,05), tetapi peningkatan konsentrasi salut Eudragit RS 100 mengurangi laju pelepasan ranitidin HCl. Persyaratan sediaan
sustained release dipenuhi oleh cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan
salut Eudragit RS 100 20% yang dapat melepas ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 selama 3 jam sebesar 24,44%, 6 jam sebesar 50,96%, dan 12 jam sebesar 96,52%.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% adalah potensial digunakan sebagai sediaan floating dari ranitidin HCl dengan sistem
sustained release.
vii
In Vitro Evaluation of the Application Alginate Capsule Shell
as Floating Dosage Form of Ranitidine HCl
Abstract
Background: Short and unpredictable gastric emptying time causes suboptimal effect of the given treatment especially drugs that absorbed in the stomach. To overcome this problem, formulation of floating drug delivery system was used to retain the drug in the stomach for a long period of time.
Objective: The purpose of this study was to create a floating dosage form of ranitidine HCl that can remain longer in the stomach by using alginate capsule shell.
Methods: This research used alginate capsule shell with variation of size No.0 and No.1 made from sodium alginate 500-600 cP. Subsequently, the release of ranitidine HCl was observed against the influence of the size of the capsule, the addition of lactose, and variation of the coating concentrations of Eudragit RS 100. The dissolution of ranitidine HCl was tested using paddle method at a temperature of 37°C at 50 round per minute and concentration of ranitidine HCl was measured using a spectrophotometer at a wavelength of 225 nm in simulated gastric medium pH 1.2. Alginate capsule shells were tested including the measurements of length, diameter, volume and thickness. Friability test was conducted on an empty alginate capsule shell coated with Eudragit RS 100 20% and contained ranitidine HCl. Floating lag time and floating time were tested against various size alginate capsule shell without coated and coated with Eudragit RS 100 20% containing ranitidine HCl.
Results: The results showed that the size of the capsule and the addition of lactose to the floating dosage form didn’t affect the release of ranitidine HCl significantly (p<0.05), but an increasing of the coating concentration of Eudragit RS 100 decreased the release rate of ranitidine HCl. The requirements of sustained release met by alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% that can released the drug in simulated gastric medium pH 1.2 for 3 hours at 24.44%, 6 hours at 50.96 %, and 12 hours at 96.52%.
Conclusion: Based on the study, it can be concluded that the alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% suitable as a floating dosage form of ranitidine HCl with sustained release system.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Hipotesis Penelitian ... 4
1.5 Tujuan Penelitian ... 4
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Kapsul ... 6
2.2 Gastroretentive Drug Delivery Sistem ... 8
2.3 Floating Drug Delivery System ... 9
v
2.3.1.1 Bentuk sediaan floating non-effervescent ... 10
2.3.1.2 Bentuk sediaan floating effervescent ... 10
2.3.2 Keuntungan Floating Drug Delivery System ... 10
2.3.3 Kerugian Floating Drug Delivery System ... 11
2.4 Ranitidin HCl ... 12
2.4.1 Uraian bahan ... 12
2.4.2 Mekanisme kerja ... 12
2.4.3 Farmakokinetik ... 12
2.4.4 Kegunaan ... 13
2.4.5 Efek samping ... 13
2.4.6 Dosis ... 13
2.5 Alginat ... 13
2.5.1 Struktur kimia ... 15
2.5.2 Sifat alginat ... 16
2.6 Eudragit ... 16
2.7 Disolusi ... 18
2.7.1 Faktor faktor yang mempengaruhi laju disolusi ... 20
2.7.2 Metode disolusi ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Alat-alat yang Digunakan ... 24
3.2 Bahan-bahan yang Digunakan ... 24
3.3 Prosedur Penelitian ... 24
3.3.1 Pembuatan pereaksi ... 24
vi
3.3.1.2 Medium cairan lambung buatan tanpa enzim
(medium pH 1,2) ... 25
3.3.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi ranitidin HCl ... 25
3.3.2.1 Pembuatan larutan induk baku ranitidin HCl dalam medium pH 1,2 ... 25
3.3.2.2 Pembuatan kurva serapan larutan ranitidin HCl dalam medium medium pH 1,2 ... 25
3.3.2.3Pembuatan kurva kalibrasi larutan ranitidin HCl dalam medium medium pH 1,2 ... 25
3.3.3 Pembuatan cangkang kapsul alginat ... 26
3.3.3.1 Pembuatan larutan alginat ... 26
3.3.3.2 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat ... 26
3.3.3.3 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat ... 27
3.3.3.4 Pengeringan cangkang kapsul alginat ... 27
3.3.4 Penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat ... 27
3.3.4.1.Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat ... 27
3.3.4.2.Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat 28 3.3.4.3 Penimbangan berat cangkang kapsul alginat ... 28
3.3.4.4 Pengamatan warna cangkang kapsul alginat ... 28
3.3.4.5 Pengukuran volume cangkang kapsul alginat .. 28
3.3.5 Pengisian ranitidin HCl dalam cangkang kapsul alginat ... 28
3.3.6 Penambahan laktosa dalam cangkang kapsul alginat berisi ranitidin HCl ... 29
3.3.7 Penyalutan kapsul alginat ... 29
vii
3.3.8.1.Cangkang kapsul kosong ... 29
3.3.8.2.Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan) ... 30
3.3.9 Uji disolusi ... 30
3.3.10 Uji floating time ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat ... 31
4.2 Penyalutan Kapsul Alginat ... 32
4.3 Uji Kerapuhan ... 33
4.3.1 Cangkang kapsul kosong ... 33
4.3.2 Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan) ... 35
4.4 Uji Pelepasan Ranitidin HCl dari Cangkang Kapsul Alginat . 36
4.4.1 Variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 36
4.4.2 Variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 39
4.4.3 Perbedaan ukuran cangkang kapsul alginat ... 40
4.4.4 Penambahan laktosa pada cangkang kapsul alginat ukuran No.0 berisi ranitidin HCl tanpa salut ... 42
4.4.5 Penambahan laktosa pada cangkang kapsul alginat ukuran No.1 berisi ranitidin HCl tanpa salut ... 43
4.5 Kinetika Orde Pelepasan ... 44
4.6 Uji Floating Time ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
5.1 Kesimpulan ... 55
viii
DAFTAR PUSTAKA ... 56
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Ukuran kapsul beserta taksiran kapasitas ... 7
Tabel 2.2 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga yang ditunjukkan dengan spektroskopi NMR high field ... 14
Tabel 2.3 Jenis dan pemerian dari Eudragit ... 18
Tabel 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 31
Tabel 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 32
Tabel 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran No.0 dan cangkang kapsul ukuran No.1 menurut Capsugel Division ... 32
Tabel 4.4 Kinetika pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 46
Tabel 4.5 Kinetika pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 46
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 3
Gambar 2.1 Mekanisme sistem floating ... 9
Gambar 2.2 Struktur ranitidin HCl ... 12
Gambar 2.3 Struktur kimia alginat ... 15
Gambar 2.4 Gambar struktur Eudragit ... 17
Gambar 2.5 Disolusi obat dari suatu padatan matriks ... 19
Gambar 4.1 Penyalutan cangkang kapsul alginat ukuran No.0 ... 33
Gambar 4.2 Penyalutan cangkang kapsul alginat ukuran No.1 ... 33
Gambar 4.3 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 34
Gambar 4.4 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 35
Gambar 4.5 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 36
Gambar 4.6 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 36
Gambar 4.7 Grafik pengaruh konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.0 terhadap pelepasan ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC ... 37
Gambar 4.8 Grafik pengaruh konsentrasi salut Eudragit RS 100 pada cangkang kapsul alginat ukuran No.1 terhadap pelepasan ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC ... 39
xi
Gambar 4.10 Grafik pengaruh penambahan laktosa terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC . 42
Gambar 4.11 Grafik pengaruh penambahan laktosa terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada suhu 37oC . 43
Gambar 4.12 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 tanpa salut ... 47
Gambar 4.13 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa ... 47
Gambar 4.14 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 48
Gambar 4.15 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 10% ... 48
Gambar 4.16 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 17,5% ... 49
Gambar 4.17 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 49
Gambar 4.18 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 50
Gambar 4.19 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa ... 50
Gambar 4.20 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 51
xii
Gambar 4.22 Grafik kinetika pelepasan orde higuchi dari pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% ... 52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Gambar alat pencetak kapsul dan pengering kapsul ... 60
Lampiran 2 Gambar alat salut kapsul ... 61
Lampiran 3 Gambar alat-alat uji spesifikasi cangkang kapsul ... 62
Lampiran 4 Gambar alat-alat disolusi ... 63
Lampiran 5 Alat uji kerapuhan ... 64
Lampiran 6 Kurva serapan larutan ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada konsentrasi 9 mcg/ml ... 65
Lampiran 7 Kurva kalibrasi larutan ranitidin HCl dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 225 nm dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 66
Lampiran 8 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 67
Lampiran 9 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 70
Lampiran 10 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 5% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 73
Lampiran 11 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 10% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 76
Lampiran 12 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 17,5% medium lambung buatan pH 1,2 ... 79
Lampiran 13 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% medium lambung buatan pH 1,2 ... 82
xiv
Lampiran 15 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 88
Lampiran 16 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 5% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 91
Lampiran 17 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 10% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 94
Lampiran 18 Data pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% medium lambung buatan pH 1,2 ... 97
Lampiran 19 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang
kapsul alginat ukuran No.0 tanpa salut ... 100
Lampiran 20 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang
kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa 101
Lampiran 21 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS
100 5% ... 102
Lampiran 22 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS
100 10% ... 103
Lampiran 23 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS
100 17,5% ... 104
Lampiran 24 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS
100 20% ... 105
Lampiran 25 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang
kapsul alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 106
Lampiran 26 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang
kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa 107
Lampiran 27 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS
xv
Lampiran 28 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS
100 10% ... 109
Lampiran 29 Data % kumulatif pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS
100 20% ... 110
Lampiran 30 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.0 tanpa salut ... 111
Lampiran 31 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa ... 112
Lampiran 32 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 113
Lampiran 33 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 10% . 114
Lampiran 34 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100
17,5% ... 115
Lampiran 35 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.0 dengan salut Eudragit RS 100 20% . 116
Lampiran 36 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 117
Lampiran 37 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa ... 118
Lampiran 38 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 5% ... 119
Lampiran 39 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 10% . 120
Lampiran 40 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% . 121
Lampiran 40 Data AUC pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% . 122
xvi
Lampiran 42 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan penambahan laktosa ... 124
Lampiran 43 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut
Eudragit RS 100 5% ... 125
Lampiran 44 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut
Eudragit RS 100 10% ... 126
Lampiran 45 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut
Eudragit RS 100 17,5% ... 127
Lampiran 46 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 dengan salut
Eudragit RS 100 20% ... 128
Lampiran 47 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 tanpa salut ... 129
Lampiran 48 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan penambahan laktosa ... 130
Lampiran 49 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut
Eudragit RS 100 5% ... 131
Lampiran 50 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut
Eudragit RS 100 10% ... 132
Lampiran 51 Grafik kinetika pelepasan dari ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut
Eudragit RS 100 20% ... 133
Lampiran 52 Uji statistik pengaruh variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang
kapsul alginat ukuran No.0 ... 134
Lampiran 53 Uji statistik pengaruh variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100 terhadap pelepasan ranitidin HCl dari cangkang
xvii
Lampiran 54 Uji statistik pengaruh ukuran kapsul terhadap pelepasan
ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ... 136
Lampiran 55 Uji statistik penambahan laktosa terhadap pelepasan
ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.0 . 137
Lampiran 56 Uji statistik penambahan laktosa terhadap pelepasan
ranitidin HCl dari cangkang kapsul alginat ukuran No.1 . 138
vi
Evaluasi In Vitro Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat
Sebagai Sediaan Floating Dari Ranitidin HCl
Abstrak
Latar Belakang: Waktu pengosongan lambung yang singkat dan tidak dapat diprediksi menjadi penyebab terapi yang diberikan tidak maksimal, terutama untuk obat-obat yang diabsorbsi di lambung. Untuk mengatasi masalah ini, formulasi sistem penyampaian obat floating digunakan untuk mempertahankan obat dalam lambung untuk periode waktu yang lama.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan floating ranitidin HCl yang dapat bertahan lebih lama di lambung dengan menggunakan cangkang kapsul alginat.
Metode: Pada penelitian ini digunakan cangkang kapsul alginat dengan variasi ukuran No.0 dan ukuran No.1 yang dibuat dari natrium alginat 500-600 cP. Selanjutnya, pelepasan ranitidin HCl diamati terhadap pengaruh ukuran kapsul, penambahan laktosa, dan variasi konsentrasi salut Eudragit RS 100. Uji disolusi dilakukan dengan metode dayung pada suhu 37oC dengan kecepatan putaran 50 rpm dan konsentrasi ranitidin HCl diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 225 nm dalam medium lambung buatan pH 1,2. Selanjutnya, cangkang kapsul alginat diuji meliputi spesifikasi panjang, diameter, volume dan ketebalan. Uji kerapuhan dilakukan terhadap cangkang kapsul alginat kosong dan berisi ranitidin HCl dengan salut Eudragit RS 100 20%. Uji floating
lag time dan floating time dilakukan terhadap masing-masing ukuran cangkang
kapsul alginat tanpa salut dan disalut Eudragit RS 100 20% berisi rantidin HCl. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kapsul dan penambahan laktosa tidak mempengaruhi pelepasan ranitidin HCl dari sediaan floating secara signifikan berdasarkan uji statistik (p<0,05), tetapi peningkatan konsentrasi salut Eudragit RS 100 mengurangi laju pelepasan ranitidin HCl. Persyaratan sediaan
sustained release dipenuhi oleh cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan
salut Eudragit RS 100 20% yang dapat melepas ranitidin HCl dalam medium lambung buatan pH 1,2 selama 3 jam sebesar 24,44%, 6 jam sebesar 50,96%, dan 12 jam sebesar 96,52%.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat ukuran No.1 dengan salut Eudragit RS 100 20% adalah potensial digunakan sebagai sediaan floating dari ranitidin HCl dengan sistem
sustained release.
vii
In Vitro Evaluation of the Application Alginate Capsule Shell
as Floating Dosage Form of Ranitidine HCl
Abstract
Background: Short and unpredictable gastric emptying time causes suboptimal effect of the given treatment especially drugs that absorbed in the stomach. To overcome this problem, formulation of floating drug delivery system was used to retain the drug in the stomach for a long period of time.
Objective: The purpose of this study was to create a floating dosage form of ranitidine HCl that can remain longer in the stomach by using alginate capsule shell.
Methods: This research used alginate capsule shell with variation of size No.0 and No.1 made from sodium alginate 500-600 cP. Subsequently, the release of ranitidine HCl was observed against the influence of the size of the capsule, the addition of lactose, and variation of the coating concentrations of Eudragit RS 100. The dissolution of ranitidine HCl was tested using paddle method at a temperature of 37°C at 50 round per minute and concentration of ranitidine HCl was measured using a spectrophotometer at a wavelength of 225 nm in simulated gastric medium pH 1.2. Alginate capsule shells were tested including the measurements of length, diameter, volume and thickness. Friability test was conducted on an empty alginate capsule shell coated with Eudragit RS 100 20% and contained ranitidine HCl. Floating lag time and floating time were tested against various size alginate capsule shell without coated and coated with Eudragit RS 100 20% containing ranitidine HCl.
Results: The results showed that the size of the capsule and the addition of lactose to the floating dosage form didn’t affect the release of ranitidine HCl significantly (p<0.05), but an increasing of the coating concentration of Eudragit RS 100 decreased the release rate of ranitidine HCl. The requirements of sustained release met by alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% that can released the drug in simulated gastric medium pH 1.2 for 3 hours at 24.44%, 6 hours at 50.96 %, and 12 hours at 96.52%.
Conclusion: Based on the study, it can be concluded that the alginate capsule shell size No.1 coated with Eudragit RS 100 20% suitable as a floating dosage form of ranitidine HCl with sustained release system.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rute pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian obat yang
paling nyaman dan paling sering digunakan (Badoni, et al.,2012). Namun, rute ini
memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang
singkat dan tingkat pengosongan lambung yang tidak terprediksi (Wadher, et al.,
2013). Keadaan ini secara drastis mengurangi waktu yang tersedia untuk obat
diabsorpsi, yang kemudian diikuti dengan berkurangnya bioavailabilitas (Jamil, et
al., 2011). Kesulitan-kesulitan ini telah mendorong peneliti untuk merancang
sistem penyampaian obat gastroretentif yang dapat bertahan dalam lambung
untuk waktu yang diperpanjang dan juga meningkatkan bioavailabilitas dari obat
dengan cara meningkatkan waktu retensi lambung (Reddy, et al., 2013).
Waktu retensi lambung yang dikendalikan dari suatu bentuk sediaan padat
dapat dicapai dengan mekanisme mukoadhesif, mengapung (floating),
sedimentasi (sedimentation), ekspansi (expansion), dan sistem modifikasi bentuk
atau dengan pemberian bahan tertentu, yang menunda pengosongan lambung
(Vedha, et al., 2010). Sistem mengapung (floating) merupakan sistem berdensitas
rendah yang memiliki cukup daya apung untuk mengapung dan tetap mengapung
dalam lambung tanpa dipengaruhi tingkat pengosongan lambung untuk jangka
waktu lama (Arunachalam, et al., 2011), sehingga menghasilkan peningkatan
waktu retensi lambung dan mencegah terjadinya fluktuasi kadar obat dalam
obat-2
obat yang memiliki penyerapan kolon yang buruk tetapi ditandai dengan sifat
penyerapan yang lebih baik di bagian atas saluran pencernaan tersebut (Narang,
2011). Sebagai contoh yaitu ranitidin HCl.
Ranitidin HCl merupakan reseptor antagonis histamin H-2 (Martindale,
1982). Secara luas diresepkan untuk pengobatan tukak usus, tukak lambung,
sindroma Zollinger Ellison, penyakit refluks gastroesophageal, dan erosif
esofagitis (Yadav, et al., 2010). Ranitidin HCl dapat menghambat sekresi asam
lambung hingga 5 jam tetapi tidak sampai 10 jam dari sediaan konvensional dosis
150 mg, dengan dosis 300 mg dapat memicu fluktuasi kadar dalam plasma (Rao,
et al., 2010), bioavaibilitas hanya 50-60% dan waktu paruh plasma kira-kira 2 jam
(Tan dan Rahardja, 2002). Dengan alasan ini, ranitidin HCl sesuai untuk
pengembangan sediaan obat dengan pelepasan berkelanjutan (sustained release).
Eudragit RS 100 merupakan polimer kationik dengan permeabilitas rendah
(Nikam, et al., 2011) dan memiliki kemampuan mengembang yang rendah dan
tahan terhadap cairan lambung (Gupta, et al., 2010). Polimer salut ini biasanya
digunakan untuk merancang formulasi sediaan sustained release. Dalam
penelitian ini dibuat sediaan dalam bentuk kapsul yang tahan atau tidak pecah
dalam lambung yang selanjutnya disalut Eudragit RS 100. Kapsul ini dibuat
dengan menggunakan natrium alginat yang merupakan polisakarida yang berasal
dari rumput laut (alga coklat), yang tidak bersifat toksis (Draget, et al., 2005).
Bangun, et al., (2005), telah melakukan pengujian terhadap sifat-sifat
ketahanan cangkang kapsul alginat terhadap asam lambung dan sifat-sifat
pengembangannya dalam medium lambung buatan (pH 1,2). Diketahui bahwa
3
Pengujian terhadap sifat floating dari cangkang kapsul alginat terhadap
metronidazol telah dilakukan oleh Simamora, (2014). Cangkang kapsul alginat
dapat menunjukkan sifat floating diikuti dengan pelepasan yang berkelanjutan
dari metronidazol lebih dari 12 jam. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik
untuk mengembangkan penggunaan cangkang kapsul alginat sebagai sediaan
floating dari ranitidin HCl.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1
Permasalahan Solusi Variabel bebas Variabel terikat Parameter
4 1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
a. Apakah cangkang kapsul alginat dapat digunakan untuk sediaan floating
dari ranitidin HCl yang dapat bertahan di lambung?
b. Apakah pelepasan ranitidin HCl dari sediaan cangkang kapsul alginat
sebagai sediaan floating merupakan pelepasan berkelanjutan atau
sustained release?
1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Cangkang kapsul alginat dapat digunakan sebagai sediaan floating
ranitidin HCl yang dapat bertahan di lambung.
b. Pelepasan ranitidin HCl dari sediaan cangkang kapsul alginat sebagai
sediaan floating merupakan pelepasan berkelanjutan atau sustained
release.
1.5 Tujuan Penelitian
a. Untuk membuat sediaan floating ranitidin HCl yang dapat bertahan di
lambung menggunakan cangkang kapsul alginat
b. Untuk mengetahui profil pelepasan ranitidin HCl dari cangkang kapsul
5 1.6 Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penggunaan
cangkang kapsul alginat sebagai sediaan pelepasan terkontrol dan menjadi
informasi bahwa ranitidin HCl dapat diberikan dalam sediaan cangkang kapsul
alginat sebagai sediaan floating untuk pengobatan tukak usus, tukak lambung,
syndroma Zollinger Ellison, penyakit refluks gastroesophageal, dan erosif
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu
macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam
cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin lunak atau keras.
Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang
semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Kapsul
gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi masyarakat
dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan di lingkungan para
pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul pada umumnya (Ansel,
2008).
Ada dua tipe kapsul, keras dan lunak. Kapsul lunak terdiri dari cangkang
padat lentur yang mengandung serbuk, cairan non-aqueous, larutan, emulsi,
suspensi, atau pasta. Beberapa kapsul mengandung cairan diberikan dalam bentuk
sediaan bentuk padat, contoh minyak ikan cod. Kapsul ini dibentuk, diisi dan
ditutup dalam satu proses produksi. Cangkang kapsul keras digunakan dalam
pengolahan sebagian besar pembuatan kapsul dan peracikan kapsul. Cangkang
terbagi dua, badan dan tutup, keduanya berbentuk silinder dan dapat ditutup pada
ujungnya. Serbuk dan partikulat padat, seperti granul dan pelet, ditempatkan
dalam badan dan kapsul ditutup dengan menyatukan badan dan tutup secara
7
Ukuran cangkang kapsul yang sesuai harus dipilih untuk membuat sediaan
kapsul penuh. Cangkang kapsul keras tersedia dalam delapan ukuran. Berat jenis
campuran serbuk akan mempengaruhi pemilihan ukuran kapsul. Delapan ukuran
kapsul beserta taksiran kapasitas (berdasarkan penambahan laktosa) dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ukuran kapsul beserta taksiran kapasitas (berdasarkan penambahan laktosa)
No. Kapsul 000 00 0 1 2 3 4 5
Kandungan (mg) 950 650 450 300 250 200 150 100
Sebagian besar bahan yang digunakan untuk mengisi kapsul adalah dalam
bentuk serbuk. Biasanya merupakan campuran dari bahan aktif bersama dengan
kombinasi dari jenis bahan tambahan yang berbeda. Jenis bahan tambahan yang
biasanya digunakan dalam pengisi serbuk kapsul antara lain:
• Diluen,
• Lubrikan, menurunkan daya lekat serbuk terhadap alat
• Glidan, meningkatkan aliran serbuk
• Agen pembasah, meningkatkan penetrasi air
• Desintegran, menghasilkan perpecahan massa serbuk
• Stabilizer, meningkatkan stabilitas produk
Bahan aktif dengan dosis rendah dapat dirancang untuk mengalir baik
dengan mencampurkan bahan aktif dengan diluen yang mudah mengalir seperti
laktosa, dan mikrokristalin selulosa. Saat ruang terbatas dapat ditambahkan glidan
8
koloidal, atau lubrikan yang dapat menghasilkan fungsi alat pengisi yang lebih
efisien seperti magnesium stearat (Aulton, 2007).
2.2 Gastroretentive Drug Delivery System
Sistem penghantaran obat yang tertahan di lambung atau Gastroretentive
Drug Delivery System (GRDDS) merupakan bentuk sediaan yang dapat tetap
berada di lambung selama beberapa jam sehingga secara signifikan
memperpanjang waktu tinggal obat di lambung. Peningkatan waktu retensi
lambung meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi limbah obat, dan
meningkatkan kelarutan obat yang kurang larut dalam lingkungan pH tinggi. Hal
ini juga cocok untuk pengiriman obat lokal untuk perut dan bagian proksimal dari
usus kecil. Adapun metode untuk membuat sediaan tinggal di lambung adalah:
- Penggunaan bentuk sediaan yang memiliki berat jenis yang lebih rendah dari
cairan lambung sehingga menghasilkan daya apung dalam cairan lambung.
- Penggunaan bahan yang berat jenisnya tinggi: bahan dengan berat jenis tinggi
(˃2.5g/cm3) akan mempunyai waktu tinggal yang lama di saluran cerna. Hal
ini dapat dicapai dengan penambahan bahan seperti barium sulfat.
- Sistem bioadhesi, sistem yang mempunyai daya lekat terhadap mukosa
lambung.
- Pemberian obat atau bahan bahan tambahan farmasi yang memperlambat
motilitas saluran cerna.
- Sistem ekspansi dengan pembengkakan atau pengembangan ke ukuran yang
lebih besar sehingga membatasi kemampuan pengosongan dari sistem untuk
9
2.3 Floating Drug Delivery System
Sistem penghantaran obat terapung atau Floating Drug Delivery System
(FDDS) memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan cairan
lambung sehingga mengapung dalam lambung tanpa dipengaruhi waktu
pengosongan lambung dengan waktu yang diperpanjang. Ketika sistem terapung
dalam kandungan lambung, obat secara perlahan terlepas dengan laju yang
diinginkan. Setelah lepasnya obat, sistem yang tersisa dikosongkan dari lambung.
Kondisi ini menghasilkan peningkatan waktu pengosongan lambung dan
pengendalian yang lebih baik terhadap fluktuasi kadar obat dalam plasma (Mishra
& Gupta, 2012).
2.3.1 Pembagian sistem floating
Sistem penghantaran floating dibagi berdasarkan pada variabel
formulasinya: effervescent dan sistem non-effervescent.
10
2.3.2 Bentuk sediaan floating non-effervescent
Sistem non-effervescent ini bekerja dengan mekanisme pengembangan
polimer, bioadhesif dari polimer pada lapisan mukosa saluran pencernaan. Pada
umumnya dalam formulasi sistem non-effervescent ini menggunakan bahan yang
mampu membentuk gel atau memiliki kemampuan mengembang yang baik
seperti senyawa hidrokoloid, polisakarida. Biasanya juga digunakan bentuk
matriks dari polimer seperti polimetakrilat, poliakrilat, polistiren, dan bioadhesif
polimer yaitu kitosan dan karbopol (Goyal, et al., 2011).
2.3.3 Bentuk sediaan floating effervescent
Sistem ini dibuat dalam bentuk matriks dengan menggunakan polimer
yang dapat mengembang seperti HPMC, kitosan, senyawa polisakarida lain, dan
berbagai komponen effervescent seperti natrium bikarbonat, kalsium karbonat,
asam sitrat atau asam tartrat. Sediaan ini dirancang sedemikian rupa, sehingga
ketika kontak dengan cairan lambung, gas karbondioksida (CO2) akan terlepas
dan terperangkap dalam sistem hidrokoloid yang mengembang. Hal ini
menyebabkan sediaan mengapung (Goyal, et al., 2011).
2.3.4 Keuntungan Floating Drug Delivery System
Keuntungan Floating Drug Delivery System ini meliputi:
a) Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal di
lambung misalnya: Antasida.
b) Menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung di
lambung ketika gerakan usus kuat dan ketika diare sehingga menghasilkan
11
c) Zat yang bersifat asam seperti aspirin dapat mengiritasi lambung ketika
bersentuhan dengan dinding lambung. Oleh karena itu, formulasi FDDS
mungkin berguna untuk pemberian aspirin dan obat-obatan lain dengan
sifat yang sama.
d) Menguntungkan untuk obat-obat diserap di lambung misalnya: garam
ferro, Antasida.
e) Meningkatan penyerapan obat, karena terjadi peningkatan waktu tinggal di
lambung dan peningkatan waktu kontak obat dengan daerah penyerapan
(Arunachalam, et al., 2011).
2.3.5 Kerugian Floating Drug Delivery System
Kerugian Floating Drug Delivery System meliputi:
a) Sistem floating tidak sesuai untuk obat-obat yang memiliki masalah
kelarutan atau stabilitas pada cairan lambung.
b) Obat-obatan seperti nifedipine yang diserap di seluruh saluran pencernaan
dan yang menjalani metabolisme lintas pertama tidak sesuai sebagai
kandidat FDDS karena pengosongan lambung yang diperlama dapat
menyebabkan penurunan bioavailabilitas sistemik.
c) Keterbatasan penerapan FDDS untuk obat yang mengiritasi mukosa
lambung.
d) Salah satu kelemahan dari sistem floating adalah sistem ini membutuhkan
jumlah cairan yang cukup banyak di lambung, sehingga bentuk sediaan
obat dapat terapung dan bekerja secara efisien dalam cairan lambung.
e) Retensi lambung dipengaruhi oleh banyak faktor seperti makanan, pH dan
12 2.4 Ranitidin HCl
2.4.1 Uraian bahan
Gambar 2.2 Struktur ranitidin HCl
Rumus Molekul : C13H22N4O3S.HCl
Nama Kimia :
N-{2-{{{5-{(Dimetilamino)metil}-2-furanil}metil}tio}etil}-N’-metil-2-nitro- 1,1-etenadiamina, hidroklorida
Berat Molekul : 350,87
Pemerian : Serbuk hablur; putih sampai kuning pucat; praktis tidak berbau;
peka terhadap cahaya dan kelembaban. Melebur pada suhu
lebih kurang 140o, disertai peruraian.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; cukup larut dalam etanol dan
sukar larut dalam kloroform (Ditjen POM, 1995).
2.4.2 Mekanisme Kerja
Ranitidin HCl menghambat produksi asam dengan cara berkompetisi
secara reversibel dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada
membran basolateral sel-sel parietal (Goodman dan Gillman, 2007).
2.4.3 Farmakokinetik
Ranitidin HCl yang merupakan antagonis reseptor-H2 diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian oral, dengan konsentrasi puncak dalam serum dapat
13
antagonis reseptor-H2 yang berikatan dengan protein. Sejumlah kecil obat
mengalami metabolisme di hati. Baik produk yang dimetabolisme maupun yang
tidak dimetabolisme akan disekresikan oleh ginjal dengan cara filtrasi dan sekresi
tubular renal (Goodman dan Gillman, 2007).
2.4.4 Kegunaan
Ranitidin HCl digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan tukak
duodenum, refluks esofagitis, dyspepsia episodic kronis, tukak akibat AINS,
tukak duodenum akibat H.pylori, sindrom Zollinger Ellison, kondisi lain dimana
pengurangan asam lambung akan bermanfaat (Sukandar, et al., 2008).
2.4.5 Efek Samping
Secara keseluruhan insidensi reaksi merugikan yang timbul akibat
pemakaian antagonis reseptor-H2 adalah rendah (<3%). Efek samping yang
umumnya ringan meliputi diare, sakit kepala, mengantuk, kelelahan, nyeri otot,
dan konstipasi. Ranitidin hanya memiliki 10% efek relatif terhadap aktifitas
sitokrom P450 sehingga memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
simetidin. Ginekomastia pada pria dan galaktorea pada wanita dapat muncul
akibat ikatan simetidin pada reseptor androgen dan penghambatan hidroksilasi
estradiol yang dikatalisasi oleh sitokrom P450 (Goodman dan Gillman, 2007).
2.4.6 Dosis
Dosis Ranitidin HCl adalah 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau
300 mg sebelum tidur malam (Sukandar, et al., 2008).
2.5 Alginat
Alginat merupakan polimer yang banyak terdapat pada ganggang cokelat
14
bakteri. Alginat adalah kopolimer yang tersusun dari α-L-Guluronat dan β
-D-Mannuronat. Alginat komersil umumnya diproduksi dari Laminaria hyperborean,
Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria
japonica, Edonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea Antarctica, dan
Sargassum sp (Draget, et al., 2005).
Tabel 2.2 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga yang ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field (Draget, et al., 2005).
Jenis FG FM FGG FMM FGM,MG
Laminaria japonica
Laminaria digitata
Laminaria hyperborea, blade
Laminaria hyperborea, stipe
Laminaria hyperborean, outer cortex
Lessonia nigerescens
Ecklonia maxima
Macrocystis pyrifera
Durviella antarctia
Ascophyllum nodosum, fruiting body
Ascophyllum nodosum, old tissue
0,35
Perbandingan yang bervariasi dari asam uronat menyebabkan perbedaan
sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang
lebih tinggi dibandingkan asam mannuronat cenderung mempunyai struktur yang
15
asam mannuronat yang lebih tinggi dibandingkan asam guluronat mempunyai
struktur yang tidak kaku atau lebih fleksibel (Draget, et al., 2005).
2.5.1 Struktur kimia
Alginat termasuk dalam kopolimer yang tidak bercabang, alginat tersusun
dari (1→4) β-D-mannuronat (M) dan α-L-guluronat (G). Melalui hidrolisis parsial
dengan asam klorida, alginat dapat dibagi menjadi tiga fraksi. Dua dari fraksinya
adalah berupa homopolimer yang terdiri dari molekul asam guluronat (G) dan
asam mannuronat (M), dan fraksi ketiga terdiri dari gabungan asam mannuronat
dan asam guluronat dengan jumlah yang sama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
alginat terdiri dari homopolimer M dan G serta bagian MG yang mempunyai
gugus sama (Draget, et al., 2005).
16 2.5.2 Sifat alginat
Kelarutan alginat dalam air ditentukan oleh tiga parameter, yaitu:
• pH pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya
muatan elektrostatik pada residu asam uronat
• Kekuatan ionik total zat terlarut juga memainkan peranan penting (efek
salting out kation-kation non gelling), dan
• Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan
(Draget, et al., 2005).
Alginat secara luas digunakan pada pambuatan produk makanan dan
sediaan farmasi oral maupun topikal. Alginat dipilih karena sifatnya yang non
toksik dan juga tidak mengiritasi. Pada pembuatan tablet dan kapsul, alginat
digunakan sebagai pengikat dan bahan desintegran pada konsentrasi 1-5% w/w.
Alginat juga banyak digunakan sebagai bahan pengental dan suspending agent
pada pembuatan pasta, krim, gel, dan juga sebagai stabilizing agent pada
pembuatan emulsi minyak dalam air (Rowe, et al., 2009).
2.6 Eudragit
Eudragit merupakan produk dagang dari Rohm GmbH & Co. KG,
Darmstadt di German yang pertama kali dipasarkan tahun 1950. Eudragit dibuat
dengan polimerisasi asam akrilat dan asam metakrilat atau esternya seperti butyl
ester atau dimethylaminoethyl ester (Nikam, et al., 2011).
Eudragit merupakan polimer kation dan anion sintetik dari
dimetilaminoetil metakrilat, asam metakrilat dan ester asam metakrilat dalam
17 Eudragit E
R1, R3= CH3 R2= H R4=CH3
Eudagit FS R1= H R2= H, CH3 R3=CH3 R4=CH3
Eudragit RL dan Eudragit RS R1=H, CH3
R2=CH3, C2H5 R3=CH3
R4= CH2CH2N(CH3)3+Cl-
Eudragit NE 30 D dan Eudragit NE 40 D
R1, R3= H, CH3 R2, R4= CH3, C2H5
Gambar 2.4 Gambar struktur Eudragit (Rowe, et al.,2009)
Eudragit biasanya digunakan dalam penyalutan film kapsul dan tablet.
Film dengan karakteristik kelarutan yang berbeda dapat dihasilkan, tergantung
dari jenis polimer yang digunakan. Keterangan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Salah satu aplikasi penggunaan Eudragit yaitu dalam pembuatan sediaan
gastroretentive. Pembuatan sediaan gastroretentive didasarkan pada pendekatan
seperti pendekatan berat jenis sediaan yang rendah sehingga sediaan dapat
mengapung dalam cairan lambung, mempunyai berat jenis sediaan yang tinggi
sehingga sediaan dapat tertahan di bagian bawah lambung, bioadhesi terhadap
mukosa, membesar atau mengembang di dalam saluran cerna (lambung) sehingga
tidak akan dapat melewati sphinkter pylorus. Semua teknik tersebut dapat kita
18 Tabel 2.3 Jenis dan pemerian dari Eudragit
Nama Bentuk Pelarut yang
Direkomendasikan
Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol
laju bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini
19
tahapan pelepasan obat dari bentuk sediaanya dan perjalanannya ke dalam
sirkulasi sistemik.
Laju dimana suatu padatan melarut didalam suatu pelarut dapat dihitung
dengan persamaan:
atau
Keterangan:
M: Massa zat terlarut D: Koefisien difusi dari zat terlarut Cs: Kelarutan zat padat S: Luas permukaan kontak
C: Konsentrasi zat terlarut h: Ketebalan lapisan difusi V: Volume larutan
Dalam teori disolusi dianggap bahwa lapisan difusi air atau lapisan cairan
stagnan dengan ketebalan h ada pada permukaan zat padat yang sedang
terdisolusi. Ketebalan h ini menyatakan lapisan pelarut stasioner dimana
molekul-molekul zat terlarut berada dalam konsentrasi dari Cs sampai C. Di belakang
lapisan difusi statis tersebut, pada harga x yang lebih besar dari h, terjadi
percampuran dalam larutan, dan obat terdapat pada konsentrasi yang sama C,
pada seluruh fase bulk (Martin, et al., 1993).
20
2.7.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi
1. Faktor fisikokimia dari obat
a. Kelarutan obat
Kelarutan obat dalam air adalah faktor yang sangat menentukan laju
disolusi dari suatu sediaan. Semakin tinggi kelarutan maka akan semakin
tinggi pula laju disolusi.
b. Ukuran partikel obat
Peningkatan laju disolusi dapat dicapai dengan cara pengurangan ukuran
partikel, dimana dengan pengurangan ukuran partikel sediaan akan
meningkatkan luas permukaan sediaan yang kontak dengan larutan sehingga
akan meningkatkan laju disolusi.
c. Bentuk kristal obat
Sediaan padat memiliki berbagai karakteristik bentuk seperti amorf,
kristal, hidrat dan polimorf yang juga sangat berpengaruh terhadap laju
disolusi. Sebagai contoh bentuk amorf dari novobiocin mempunyai kelarutan
yang lebih besar dan laju disolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bentuk kristalnya.
2. Faktor yang berhubungan dengan bentuk sediaan obat
a. Faktor formulasi
Laju disolusi obat murni dapat dipengaruhi secara signifikan dengan
penambahan bahan tambahan selama proses produksi pada pembuatan
21 b. Diluen dan desintegran
Peningkatan konsentrasi desintegran (pati dari 5%-20%) menghasilkan
peningkatan laju disolusi. Penambahan bahan yang bersifat hidrofobik akan
menurunkan kontak luas permukaan obat sedangkan dengan penambahan
bahan hidrofilik akan meningkatkan kontak luas permukaan sehingga akan
meningkatkan laju disolusi dari obat.
c. Efek bahan pengikat dan bahan penggranulasi
Perbedaan bahan pengikat yang digunakan pada pembuatan tablet akan
menghasilkan profil disolusi yang berbeda pula. Granulasi basah adalah yang
paling umum digunakan untuk meningkatkan laju disolusi dari bahan obat
yang kurang larut dengan cara pemasukan bahan hidrofilik ke permukaan
granul.
3. Faktor faktor yang berhubungan uji disolusi
a. Suhu
Kelarutan obat sangat tergantung pada suhu. Oleh karena itu, suhu harus
dijaga ketat selama disolusi dan dijaga perbedaannya tidak lebih dari 0,5o.
Pada umumnya, suhu disolusi dijaga 37oC selama disolusi.
b. pH medium disolusi
Pada umumnya dalam penelitian digunakan medium berupa 0,1 N HCl
atau larutan buffer yang pH-nya disesuaikan dengan pH cairan lambung (pH
1,2).
c. Tegangan permukaan medium disolusi
Tegangan permukaan medium menunjukkan pengaruh yang signifikan
22 d. Viskositas medium disolusi
Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat
(Gennaro, 2000).
2.7.2 Metode disolusi
United States Pharmacopeia (USP) XXX memberi beberapa metode
resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:
a. Metode Keranjang
Metode keranjang menggunakan bejana yang dibuat dari gelas atau bahan
yang inert, dan transparan dan silinder berbentuk keranjang. Bejana disolusi
dimasukkan ke dalam penangas air yang cocok dan dengan ukuran yang tepat
atau dipanaskan dengan alat yang cocok seperti jaket pemanas. Penangas air atau
alat pemanas diatur sedemikian rupa sehingga suhu pada bejana dapat dijaga
37±0,5oC sepanjang pengujian dan dijaga suhu tetap konstan. Kecepatan
pengadukan didasarkan pada kecepatan putaran batang penyangga dimana harus
dijaga dengan teliti sesuai dengan monografi dari obatnya dengan deviasi ±4%.
b. Metode Dayung
Menggunakan alat yang sama seperti alat 1 (metode keranjang), kecuali
keranjang yang ada pada alat 1 diganti dengan dayung sebagai pengaduk. Batang
penyangga diatur sedemikian rupa supaya jaraknya dari pusat tidak lebih dari 2
mm dari poros vertikal dari bejana dan berputar secara halus sehingga tidak ada
pengaruh signifikan yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Jarak antara
dasar dayung dengan sampel (dasar labu) selama pengujian berada pada rentang
25±2 mm dan dijaga tetap konstan.
23 c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi
Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP “Basket and Rack” dirakit
untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk uji pelarutan maka cakram
dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel
tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan
dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran
membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel dan
24 BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini dilakukan
di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat - Alat yang Digunakan
Alat pencetak kapsul ukuran No.0 dan ukuran No.1, lemari pengering, air
purifier (Kris), lemari asam, alat disolusi metode dayung (Erweka),
Spektrofotometer (Shimadzu UV 1800), neraca analitik (Ohaus), magnetic stirrer
(Hanna), magnetic bar, gelas arloji, stopwatch, termometer, pH meter (Hanna),
mikrometer (Delta), jangka sorong, labu tentukur 1000 ml (MBL), labu tentukur
25 ml (Pyrex), beaker glass 1000 ml (Pyrex), beaker glass 100 ml (Pyrex), gelas
ukur 1000 ml (Pyrex), gelas ukur 100 ml (Pyrex), gelas ukur 25 ml (Pyrex), mat
pipet 10 ml (Pyrex), mat pipet 2 ml (MBL), dan alat-alat laboratorium yang biasa
digunakan.
3.2 Bahan – Bahan yang Digunakan
Natrium alginat 500-600 cp (Wako Pure Chemical Industries, Ltd. Japan),
ranitidin HCl (Peddadevulapalli, India), titanium oksida, gliserin, natrium
metabisulfit, nipagin, silicone, Eudragit RS 100, akuades dan bahan-bahan yang
berkualitas pro analysis (E Merck): kalsium klorida, asam klorida, natrium
klorida, dan aseton.
3.3 Prosedur Penelitian
25
3.3.1.1 Pembuatan larutan kalsium klorida 0,15 M
Kalsium klorida ditimbang 22,053 gram kemudian dilarutkan dengan aqua
bebas CO2 secukupnya sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.1.2 Pembuatan medium lambung buatan (medium pH 1,2)
Natrium klorida sebanyak 2 g ditambahkan asam klorida pekat sebanyak 7
ml ditambahkan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi ranitidin HCl
3.3.2.1 Pembuatan larutan induk baku ranitidin HCl dalam medium pH 1,2
Ranitidin HCl ditimbang sebanyak 25 mg, lalu dimasukkan dalam labu
tentukur 100 ml, diaduk hingga larut, kemudian dicukupkan dengan medium
lambung buatan (medium pH 1,2) hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi
Ranitidin HCl adalah 250 mcg/ml.
3.3.2.2 Pembuatan kurva serapan ranitidin HCl dalam medium pH 1,2
Dari larutan induk baku ranitidin HCl dipipet 0,9 ml, lalu dimasukkan ke
dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium lambung
buatan (medium pH 1,2) sampai garis tanda. Konsentrasi ranitidin HCl adalah 9
mcg/ml. Serapan diukur pada panjang gelombang 200–400 nm.
3.3.2.3 Pembuatan kurva kalibrasi ranitidin HCl dalam medium pH 1,2
Dari larutan induk baku ranitidin HCl dibuat larutan Ranitidin HCl dengan
berbagai konsentrasi yaitu 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 mcg/ml dengan cara
memipet larutan induk baku masing-masing 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1,0; 1,1
dan 1,2 ml kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan medium
lambung buatan (medium pH 1,2) sampai garis tanda. Serapan diukur pada
26 3.3.3 Pembuatan cangkang kapsul alginat
Cangkang kapsul alginat kosong dibuat sesuai dengan metode pencelupan
(Voigt, 1994), yaitu dengan mencelupkan alat pencetak kapsul dan larutan alginat.
3.3.3.1 Pembuatan larutan alginat
Formula :
Natrium Alginat 4,5 g
Gliserin 2 g
Natrium Metabisulfit 0,1 g
Nipagin 0,25 g
Titanium Oksida 0,4 g
Akuades ad 100 ml
Beaker glass dikalibrasi 100 ml. Dilarutkan nipagin dalam air mendidih,
kemudian ditambahkan natrium metabisulfit dan gliserin (Diperoleh Massa 1).
Dilarutkan titanium oksida dengan akuades secukupnya (diperoleh Massa 2).
Ditaburkan natrium alginat pada permukaan akuades secara merata, kemudian
ditambahkan massa 1 dan massa 2 hingga natrium alginat terendam seluruhnya.
Didiamkan selama 24 jam lalu diaduk dan ditambahkan akuades hingga batas
kalibrasi. Larutan didiamkan beberapa hari untuk menghilangkan gelembung
udara.
3.3.3.2 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat
Alat pencetak kapsul yang terbuat dari bahan stainless steel dengan
panjang 10 cm dan diameter 8 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.0 dan
panjang 10 cm dan diameter 5 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.1,
27
dilapisi larutan natrium alginat tersebut direndam dalam larutan CaCl2 0,15 M
selama 75 menit.
Cangkang kapsul yang telah mengeras dilepaskan dari batang stainless
steel, selanjutnya direndam dalam akuades selama beberapa jam untuk
menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul, lalu dikeringkan
di lemari pengering.
3.3.3.3 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat
Alat pencetak kapsul yang terbuat dari bahan stainless steel dengan
panjang 10 cm dan diameter 8 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.0 dan
panjang 10 cm dan diameter 5 mm untuk cangkang kapsul ukuran No.1,
dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam 2,5 cm. Bagian yang sudah
terendam dalam larutan alginat tersebut direndam dalam larutan kalsium klorida
0,15 M selama 75 menit. Cangkang kapsul yang telah mengeras dilepaskan dari
batang stainless steel, selanjutnya direndam dalam akuades selama beberapa jam
untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul, lalu
dikeringkan di lemari pengering.
3.3.3.4 Pengeringan cangkang kapsul alginat
Pengeringan cangkang kapsul dilakukan dengan cara mengeringkannya
dalam lemari pengering suhu 30oC dilengkapi air purifier selama 4 jam.
3.3.4 Penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat
3.3.4.1 Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat
Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat dilakukan
28
3.3.4.2 Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat
Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat dilakukan dengan
menggunakan mikrometer skrup. Pengukuran dilakukan 5 kali untuk
masing-masing sampel, satu kali di pusat dan 4 kali di perimeter sekitarnya, kemudian
diambil rata-ratanya.
3.3.4.3 Penimbangan berat cangkang kapsul alginat
Penimbangan berat cangkang kapsul alginat dilakukan dengan
menggunakan neraca analitik.
3.3.4.4 Pengamatan warna cangkang kapsul alginat
Pengamatan warna cangkang kapsul alginat diamati secara visual.
3.3.4.5 Pengukuran volume cangkang kapsul alginat
Pengukuran volume cangkang kapsul alginat dilakukan dengan
menggunakan buret dimana bagian badan cangkang kapsul diisi dengan air
sampai penuh.
3.3.5 Pengisian ranitidin HCl dalam cangkang kapsul alginat
Ranitidin HCl ditimbang sebanyak 168 mg menggunakan neraca analitik,
lalu diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul alginat melalui bagian ujung
yang terbuka. Dioleskan larutan natrium alginat di antara badan cangkang dan
tutup cangkang kapsul, kemudian ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul
alginat dengan mendorong bagian tutup ke bagian badan cangkang kapsul alginat
yang terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu
29
3.3.6 Penambahan laktosa dalam cangkang kapsul alginat berisi ranitidin
HCl
Sebanyak 20 mg laktosa ditimbang dengan tepat menggunakan neraca
analitik, dicampurkan dengan 168 mg ranitidin HCl dengan menggunakan spatula
hingga homogen, lalu diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul alginat
melalui bagian ujung yang terbuka. Dioleskan larutan natrium alginat di antara
badan cangkang dan tutup cangkang kapsul, kemudian ditutup dengan bagian
tutup cangkang kapsul alginat dengan mendorong bagian tutup ke bagian badan
cangkang kapsul alginat yang terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian
badan kapsul menyatu dengan baik.
3.3.7 Penyalutan kapsul alginat
Dilarutkan Eudragit RS 100 dalam beaker dengan pelarut aseton. Dibuat
larutan Eudragit RS 100 dengan berbagai konsentrasi yaitu 5%, 10%, 17,5% dan
20%. Dalam larutan Eudragit RS 100, dimasukkan kapsul alginat yang telah berisi
ranitidin HCl, lalu di stirrer selama 30 menit. Kemudian diangkat dan dikeringkan
dalam lemari asam.
3.3.8 Uji kerapuhan
3.3.8.1 Cangkang kapsul kosong
Cangkang kapsul kosong dijatuhi beban seberat 50 g dari ketinggian 10
cm. Kemudian diamati kerapuhan cangkang kapsul tersebut. Pengujian dilakukan
30
3.3.8.2 Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan)
Cangkang kapsul berisi ditekan beban seberat 2 kg. Diamati kerapuhan
cangkang kapsul. Pengujian dilakukan terhadap 6 cangkang kapsul alginat salut
Eudragit RS 100 20% berisi ranitidin HCl.
3.3.9 Uji disolusi
Uji pelepasan obat dilakukan dengan menggunakan metoda dayung USP.
Kedalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium lambung buatan pH 1,2 dan
diatur suhu 37oC dengan kecepatan pengadukan diatur 50 rpm. Ke dalam wadah
tersebut dimasukkan kapsul alginat berisi 168 mg ranitidin HCl. Pada interval
waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 2 ml dan dijaga volumenya tetap 900 ml.
Pengambilan dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara
permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari
dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam labu
tentukur 25 ml dan ditambahkan medium cairan lambung buatan pH 1,2 hingga
garis tanda. Konsentrasi obat diukur menggunakan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 225 nm. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
3.3.10 Uji floating time
Pengujian floating lag time dan floating time dilakukan dalam medium
disolusi dalam beaker sebanyak 100 ml. Pengamatan floating time dilakukan
hingga 12 jam. Pengujian dilakukan terhadap masing-masing ukuran cangkang
kapsul alginat dan cangkang kapsul dengan salut Eudragit RS 100 20% berisi
ranitidin HCl. Diamati floating lag time sebagai waktu yang dibutuhkan sediaan
cangkang kapsul alginat mulai mengapung, dan floating time sebagai lamanya
31 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat
Penentuan spesifikasi berupa pengukuran panjang, diameter, berat dan
warna dari cangkang kapsul alginat dilakukan untuk bagian badan cangkang
kapsul, tutup cangkang kapsul dan cangkang kapsul keseluruhan. Pengukuran
ketebalan dilakukan terhadap bagian badan cangkang kapsul dan bagian tutup
cangkang kapsul. Sedangkan untuk pengukuran volume dilakukan hanya terhadap
bagian badan cangkang kapsul alginat, karena umumnya bahan obat hanya
diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul sebelum ditutup dengan bagian
tutup cangkang kapsul. Dalam pengukuran volume digunakan air, dimana air yang
digunakan diisi ke bagian badan cangkang kapsul alginat sampai meniskus atas
menyentuh ujung kapsul untuk mencegah kelebihan pembacaan volume cangkang
kapsul.
Dalam penentuan spesifikasi ini, digunakan cangkang kapsul alginat
dengan ukuran No.0 dan cangkang kapsul alginat ukuran No.1. Hal ini bisa dilihat
dari spesifikasi cangkang kapsul alginat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.0
No Spesifikasi Tutup Cangkang
Badan Cangkang
Cangkang Kapsul keseluruhan 1 Panjang (mm) 11,07 ± 0,06 18,07 ± 0,06 21,28 ± 0,16 2 Diameter (mm) 0,78 0,76 - 3 Tebal (mm) 0,12 0,12 - 4 Berat (mg) 68,00 ± 3,60 113,34 ±7,02 181,34 ± 8,96 5 Warna Putih Putih Putih
32
Tabel 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ukuran No.1
No Spesifikasi Tutup Cangkang
Menurut Capsugel Division spesifikasi cangkang kapsul ukuran No.0 dan
cangkang kapsul ukuran No.1 dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran No.0 dan cangkang kapsul ukuran No.1 menurut Capsugel Division
Ukuran Kapsul
Tutup Kapsul Badan Kapsul Cangkang Kapsul keseluruhan
4.2 Penyalutan Kapsul Alginat
Penyalutan kapsul alginat dilakukan dengan merendam kapsul alginat
dalam larutan Eudragit RS 100. Kemudian distirrer selama 30 menit. Diangkat
dan diuapkan dalam lemari asam untuk menghilangkan residu pelarut organik
yang masih tersisa pada cangkang kapsul alginat.
Hasil penyalutan kapsul alginat dengan salut Eudragit RS 100 20% dapat