• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR TEMATIK MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS PADA SISWA KELAS IV C SD NEGERI 01 METRO UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR TEMATIK MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS PADA SISWA KELAS IV C SD NEGERI 01 METRO UTARA"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

i

ABSTRAK

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR TEMATIK

MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS

GAMES TOURNAMENTS PADA SISWA KELAS IV C SD NEGERI 01 METRO UTARA

Oleh:

SITI FATIMAH

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya motivasi dan hasil belajar tematik siswa kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar tematik siswa melalui model

cooperative learning tipe TGT.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam tiga siklus. Teknik pengumpulan data adalah tes dan nontes. Alat pengumpul data adalah lembar kuesioner, lembar observasi, dan tes tertulis. Data dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning

tipe TGT dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar tematik siswa. Rata-rata nilai motivasi belajar klasikal pada siklus I 44,64 kategori “Cukup”, siklus II

57,14 kategori “Cukup”, dan siklus III 81,03 kategori “Sangat Baik”. Rata-rata persentase ketuntasan sikap percaya diri klasikal pada siklus I 49,99% kategori

“Sedang”, siklus II 64,28% kategori “Tinggi”, dan siklus III 81,03% kategori

“Sangat Tinggi”. Persentase ketuntasan nilai pengetahuan klasikal pada siklus I 60,71% kategori “Tinggi”, siklus II 71,43% kategori “Tinggi”, dan siklus III 82,75% kategori “Sangat Tinggi”. Rata-rata persentase ketuntasan keterampilan berkomunikasi klasikal pada siklus I 57,14% kategori “Sedang”, siklus II 71,43%

kategori “Tinggi”, dan siklus III 84,48% kategori “Sangat Tinggi”.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

viii

MOTO

Pemenang tidak pernah berhenti dan mereka yang berhenti tidak akan

pernah menang

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Siti Fatimah lahir di Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 7 Oktober 1992, sebagai anak pertama pasangan Bapak Waluyo dan Ibu Pujiani.

(8)

x

SANWACANA

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah serta nikmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Tematik Melalui Model

Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournaments pada Siswa Kelas IV C

SD Negeri 01 Metro Utara”, sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak, oleh kerena itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M. Sc., selaku Rektor Universitas

Lampung yang telah memberikan legalitas pada pendidikan peneliti.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung yang telah menyetujui skripsi ini. 4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD

(9)

xi kelancaran skripsi ini.

6. Ibu Dra. Sulistiasih, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, memberikan ilmu yang dimiliki dengan ikhlas, memberikan saran serta masukan yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Ibu Dr. Hj. Sowiyah, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, memberikan ilmu yang dimiliki dengan ikhlas, memberikan saran serta masukan yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan telah memberikan saran dan pertimbangan yang bijak selama peneliti menjadi mahasiswa bimbingan akademik di PGSD UPP Metro.

8. Ibu Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan dukungan, saran, masukan, dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Karyawan PGSD UPP Metro yang telah banyak memberikan saran, masukan dan membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

10. Ibu Mundriyani, S. Pd. SD, selaku Kepala Sekolah SD Negeri 01 Metro Utara yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian.

(10)

xii 12. Siswa-siswi Kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara yang telah berpartisipasi

aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

13. Penyemangatku Sidik Aji Prayogo terima kasih atas dukungan waktu dan tenaga yang telah diberikan untuk kelancaran skripsi ini.

14. Sahabat-sahabatku Indah Fitriani, Umy Faridha, Tri Wahyunitasari, Sinta Mahardiyanti, Maulinda Putri Prasojo, Khusnaini Azizah, Sulihawati, Aqmarina Ferial, dan Serlia Hendriyani yang selalu membantu, memberi dukungan, dan memotivasi dari awal studi hingga penyelesaian studi.

15. Seluruh rekan-rekan PGSD angkatan 2010 khususnya PGSD Gester B (Rimba, Putu, Rani, Mega, Hardi, Rizka, Hardiana, Dita C, Nyoman, Ratna, Cahya, Marlita, Reni, Risty, Saras, Mayang, Ve, Riri, Sherli, Dita E, Mbak Zulia, Mas Syaiful, Jaya, Fauzi, Akmal, Fahmi, dan Bagus) terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang yang membacanya.

Metro, 2 Juni 2014 Peneliti

(11)

ix

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya luar biasa ini sebagai rasa syukur kepada Allah

SWT dan bentuk terima kasih kepada:

Bapak dan Ibuku Tercinta

Bapak Waluyo dan Ibu Pujiani

Yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, dan mencurahkan kasih

sayangnya serta memotivasiku agar menjadi anak yang lebih baik dan

senantiasa mendoakan untuk keberhasilanku.

Adikku Tercinta

Siti Sofia Alhanifa

Yang telah memberikan doa dan dukungan untuk keberhasilanku.

Serta keluarga dan orang-orang terdekat yang memberiku semangat untuk

dapat berbuat lebih baik hingga dapat menyelesaikan studi.

(12)

xiii

1. Pengertian Pembelajaran Tematik ... 8

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 9

3. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik ... 10

4. Pendekatan Scientific ... 11

5. Penilaian Autentik ... 12

B.Motivasi Belajar ... 14

1. Pengertian Motivasi Belajar ... 14

2. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar... 15

(13)

xiv

3. Sikap Percaya Diri ... 20

a. Pengertian Sikap Percaya Diri ... 20

b. Cara Membangun Sikap Percaya Diri ... 21

c. Indikator Sikap Percaya Diri ... 23

4. Keterampilan Berkomunikasi ... 24

5. Kinerja Guru ... 26

D.Model Cooperative Learning ... 28

1. Pengertian Model Cooperative Learning ... 28

2. Karakteristik Model Cooperative Learning ... 29

3. Tipe-tipe Model Cooperative Learning... 30

E. Model Cooperative Learning tipe TGT ... 31

1. Pengertian Model Cooperative Learning tipe TGT ... 31

2. Tujuan Model Cooperative Learning tipe TGT... 32

3. Komponen Model Cooperative Learning tipe TGT ... 33

4. Langkah-langkah Model Cooperative Learning tipe TGT .. 34

5. Aturan Permainan dalam Model Cooperative Learning tipe TGT ... 35

6. Sistem Perhitungan Skor Model Cooperative Learning tipe TGT ... 37

7. Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning tipe TGT ... 39

(14)

xv

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Profil SD Negeri 01 Metro Utara ... 69

B.Prosedur Penelitian ... 70

1. Deskripsi Awal ... 70

2. Refleksi Awal ... 71

C.Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian ... 71

1. Siklus I ... 71

d) Keterampilan Berkomunikasi Siswa ... 86

d. Refleksi ... 89

d) Keterampilan Berkomunikasi Siswa... 105

d. Refleksi ... 107

d) Keterampilan Berkomunikasi Siswa ... 123

d. Refleksi ... 125

D.Rekapitulasi Hasil Penelitian Siklus I-III ... 127

1. Motivasi Belajar Siswa ... 127

2. Hasil Belajar Siswa... 128

a. Kinerja Guru ... 128

b. Sikap Percaya Diri Siswa ... 129

c. Nilai Pengetahuan Siswa ... 131

(15)

xvi

a. Kinerja Guru ... 135

b. Sikap Percaya Diri Siswa ... 135

c. Nilai Pengetahuan Siswa ... 136

d. Keterampilan Berkomunikasi Siswa ... 137

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan... 139

B.Saran ... 140

(16)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Langkah-langkah pendekatan scientific ... 12 3.1 Siklus PTK ... 42 4.1 Grafik peningkatan rata-rata nilai motivasi belajar klasikal siklus

I-III ... 127 4.2 Grafik peningkatan rata-rata nilai kinerja guru siklus I-III ... 129 4.3 Grafik peningkatan rata-rata persentase ketuntasan sikap percaya diri

klasikal siklus I-III ... 130 4.4 Grafik peningkatan persentase ketuntasan nilai pengetahuan klasikal

siklus I-III ... 131 4.5 Grafik peningkatan rata-rata persentase ketuntasan keterampilan

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Bobot penilaian soal turnamen... 38

1.2 Lembar penilaian turnamen ... 38

1.3 Kriteria penghargaan kelompok ... 39

1.1 Daftar pernyataan kuesioner motivasi belajar siswa ... 45

1.2 Indikator instrumen penilaian kinerja guru ... 46

1.3 Instrumen penilaian kinerja guru ... 48

1.4 Rubrik penilaian kinerja guru ... 49

1.5 Instrumen penilaian sikap percaya diri siswa ... 50

1.6 Rubrik penilaian sikap percaya diri ... 51

1.7 Instrumen penilaian keterampilan berkomunikasi siswa ... 51

1.8 Rubrik penilaian keterampilan berkomunikasi siswa ... 52

1.9 Kategori motivasi belajar ... 53

1.10 Kategori sikap percaya diri siswa ... 54

1.11 Katagori keterampilan berkomunikasi siswa ... 55

1.12 Peringkat kinerja guru ... 56

1.13 Katagori persentase ketuntasan hasil belajar klasikal ... 57

4.1 Keadaan guru dan karyawan SD N 01 Metro Utara ... 70

4.2 Nilai motivasi belajar siswa siklus I ... 80

4.3 Kinerja guru siklus I... 82

4.4 Nilai sikap percaya diri siswa siklus I... 84

4.5 Nilai pengetahuan siswa siklus I ... 86

4.6 Nilai keterampilan berkomunikasi siswa siklus I ... 87

4.7 Nilai motivasi belajar siswa siklus II ... 99

4.8 Kinerja guru siklus II ... 101

4.9 Nilai sikap percaya diri siswa siklus II ... 102

4.10 Nilai pengetahuan siswa siklus II ... 104

4.11 Nilai keterampilan berkomunikasi siswa siklus II ... 105

4.12 Nilai motivasi belajar siswa siklus III ... 117

4.13 Kinerja guru siklus III ... 119

4.14 Nilai sikap percaya diri siswa siklus III ... 120

4.15 Nilai pengetahuan siswa siklus III ... 122

4.16 Nilai keterampilan berkomunikasi siswa siklus III ... 123

4.17 Rekapitulasi nilai motivasi belajar klasikal siklus I-III ... 127

4.18 Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus I-III ... 128

(18)

xviii 4.20 Rekapitulasi persentase ketuntasan nilai pengetahuan klasikal

siklus I-III... 131 4.21 Rekapitulasi persentase ketuntasan keterampilan berkomunikasi

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan tidak hanya berlangsung pada satu tahap perkembangan saja melainkan harus dilaksanakan sepanjang hayat. Thompson dalam Lestari (2008: 1.3) menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan, pemikiran, sikap-sikap, dan tingkah laku. Sejalan dengan hal tersebut telah ditetapkan visi pendidikan tahun 2025 yaitu menciptakan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Cerdas yang dimaksud adalah cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual dan cerdas sosial atau emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, serta cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan, untuk mendukung visi tersebut dikembangkanlah kurikulum 2013.

(20)

2

menerapkan pembelajaran tematik yang mengacu pada penggunaan pendekatan scientific dan penilaian autentik, tidak hanya itu pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam seluruh mata pelajaran yang diajarkan.

Melalui pembelajaran tematik penyampaian mata pelajaran yang ada dikaitkan dengan menggunakan tema-tema yang dekat dengan lingkungan siswa sehingga diharapkan bisa memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud (2013: 233) berpendapat bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan

scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam

mengenal, memahami berbagai materi, menyadari bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, dan tidak bergantung pada informasi yang diberikan oleh guru. Selain itu, perlu diingat bahwa penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa dalam pembelajaran tematik dilakukan dengan mengkonversi nilai yang diperoleh siswa. Pengkoversian nilai dilakukan dengan menggunakan panduan yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud.

Menurut Mulyasa dalam Triyani (2009, http://luluvikar.files. wordpress.com) pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri.

(21)

memunculkan semangat belajar. Oleh karenanya untuk mencapai tujuan pembelajaran guru harus mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Pengimplementasian kurikulum 2013 baru dimulai pada tahun ajaran 2013/2014 pada bulan Juni 2013. Di jenjang SD pelaksanaan kurikulum 2013 baru dimulai di kelas I dan IV. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara pada tanggal 6 Januari 2014, diperoleh informasi bahwa motivasi belajar siswa masih rendah jika dibandingkan dengan kelas IV A dan IV B. Hal tersebut ditandai dengan rendahnya hasil belajar siswa, nilai rata-rata sikap percaya diri siswa adalah 55, nilai rata-rata ulangan semester ganjil siswa adalah 58, dan nilai rata-rata keterampilan berkomunikasi siswa adalah 54. Menurut pendapat guru kelas IV C tuntutan dalam penilaian kurikulum 2013 adalah menghendaki seluruh siswa naik kelas sehingga penentuan nilai ketuntasan disesuaikan dengan kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas kompetensi, dan kemampuan sumber daya pendukung dalam pembelajaran. Berdasarkan panduan konversi nilai dari Kemendikbud, nilai ketuntasan untuk hasil belajar afektif, kognitif, dan psikomotor di SD Negeri 01 Metro Utara adalah 66. Siswa yang baru mencapai nilai ketuntasan adalah 16 siswa (53%) dari 30 siswa.

Selain data di atas, hasil observasi di kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara menunjukkan bahwa guru masih kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran tematik yang menekankan kepada penerapan pendekatan

scientific dan penilaian autentik untuk menilai hasil belajar siswa. Guru masih

(22)

4

dari mana saja, kapan saja, dan tidak hanya bergantung pada informasi yang diberikan oleh guru. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang variatif untuk menarik minat belajar siswa dan kurangnya penggunaan media pembelajaran sehingga siswa mudah bosan dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Siswa kurang terampil berkomunikasi dalam kegiatan diskusi dan sering tidak percaya diri ketika mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan dari guru. Selain itu siswa juga enggan menanyakan materi yang belum dipahami kepada guru.

Berdasarkan permasalahan di atas bukan hanya guru yang menjadi sorotan atas kurangnya motivasi dan rendahnya hasil belajar siswa, tetapi juga siswa sebagai titik fokus tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah-masalah di atas diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran yang dapat memperbaiki masalah-masalah tersebut salah satunya adalah model cooperative learning tipe Teams Games Tournaments

(TGT). Menurut Rusman (2012: 224) tujuan model cooperative learning tipe

TGT adalah mengajak siswa belajar secara lebih rileks di samping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan perbaikan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul

“Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Tematik Melalui Model

Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournaments pada Siswa Kelas IV

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

1. Motivasi belajar siswa masih rendah. 2. Hasil belajar siswa masih rendah.

3. Guru masih kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran tematik. 4. Guru masih mendominasi dalam pembelajaran.

5. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang variatif. 6. Kurangnya penggunaan media pembelajaran.

7. Siswa kurang terampil berkomunikasi dalam kegiatan diskusi.

8. Siswa sering tidak percaya diri ketika mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan dari guru.

9. Siswa enggan menanyakan materi yang belum dipahami kepada guru. 10. Guru belum menerapkan model cooperative learning tipe TGT untuk

meningkatkan motivasi dan hasil belajar tematik siswa.

C. Pembatasan Masalah

(24)

6

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah secara rinci sebagai berikut.

1. Bagaimanakah meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara melalui model cooperative learning tipe TGT? 2. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar tematik siswa kelas IV C SD

Negeri 01 Metro Utara melalui model cooperative learning tipe TGT?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara melalui model cooperative learning tipe TGT.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar tematik siswa kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara melalui model cooperative learning tipe TGT.

F. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

(25)

2. Manfaat Praktis

a. Siswa

Dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna sehingga meningkatkan motivasi dan hasil belajar tematik siswa kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara melalui model cooperative learning tipe TGT. b. Guru

Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru mengenai penggunaan model cooperative learning tipe TGT sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kinerja guru dan kualitas pembelajaran tematik di kelasnya sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru.

c. Sekolah

Dapat memberikan masukan yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui penggunaan model cooperative learning

tipe TGT sebagai inovasi model pembelajaran di SD Negeri 01 Metro Utara.

d. Peneliti

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Tematik

1. Pengertian Pembelajaran Tematik

Penerapan kurikulum 2013 dilaksanakan melalui pembelajaran tematik yang mengacu pada penerapan pendekatan scientific dan penilaian autentik. Trianto (2010: 78) menyatakan bahwa pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Menurut Suryosubroto (2009: 133) pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam suatu tema atau topik pembahasan.

(27)

satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam suatu tema atau topik pembahasan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa.

1. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Untuk membedakan antara satu dan yang lain setiap pendekatan, teknik atau model pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing. Menurut Depdiknas dalam Trianto (2010: 91) pembelajaran tematik memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut.

a. Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar.

b. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.

c. Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama.

d. Membantu mengembangkan keterampilan berfikir siswa.

e. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya. f. Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama,

toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Sedangkan menurut Kemendikbud (2013: 26) pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut.

a. Berpusat pada anak

b. Memberikan pengalaman langsung pada anak

c. Pemisahan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan)

d. Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antar muatan pelajaran yang satu dengan lainnya)

(28)

10

f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya) Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran tematik adalah berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, dan kegiatan belajar yang dilakukan siswa sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhannya.

2. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik

Untuk memaksimalkan penggunaan pendekatan, teknik atau model pembelajaran maka perlu diketahui kelebihan dan kelemahannya. Menurut Depdikbud dalam Trianto (2010: 88) pembelajaran tematik memiliki kelebihan sebagai berikut.

a. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.

b. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. c. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat

bertahan lama.

d. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran tematik.

e. Kegaitan pembelajaran bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak. f. Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran

tematik. Keterampilan sosial ini adalah kerja sama, komunikasi dan mau mendengarkan pendapat orang lain.

Suryosubroto (2009: 136) menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan dan juga kelemahan, yaitu sebagai berikut.

(29)

lebih berkesan dan bermakna, (4) menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

b. Kelemahan yang dimaksud antara lain: (1) guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi, (2) tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik memiliki banyak kelebihan. Kelebihan itu bisa dirasakan apabila guru kreatif dan memiliki keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan pembelajaran tematik di kelasnya.

3. Pendekatan Scientific

Sesuai dengan amanat kurikulum 2013, yaitu pelaksanaan pembelajaran untuk tingkat SD digunakan pembelajaran tematik yang mengacu pada penerapan pendekatan scientific maka perlu diketahui hakikat dan langkah-langkah pendekatan scientific. Menurut Anonim (2013, http://penelitiantindakankelas.blogspot.com) pendekatan scientific

lebih mementingkan penggunaan penalaran induktif daripada penggunaan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah bentuk penalaran yang mencoba melihat fenomena umum untuk kemudian membuat sebuah simpulan yang khusus, sedangkan penalaran induktif adalah kebalikannya.

Menurut Anonim (2013, http://penelitiantindakankelas.blogspot.com) langkah-langkah pembelajaran pada pendekatan scientific adalah mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan membentuk jejaring atau mengomunikasikan. Langkah-langkah tersebut sesuai dengan pendapat Kemendikbud (2013: 59) yang menyebutkan bahwa pendekatan scientific

(30)

12

informasi, mengolah informasi, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah pendekatan scientific digambarkan sebagai berikut.

4. 5.

Gambar 2.1 Langkah-langkah pendekatan scientific

Sumber: Kemendikbud (2013: 59)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan

scientific merupakan pendekatan ilmiah yang menggunakan penalaran

induktif yang metodenya merujuk pada teknik penyelidikan terhadap fenomena untuk memperoleh pengetahuan baru. Langkah langkah pendekatan scientific adalah mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan membentuk jejaring atau mengomunikasikan.

5. Penilaian Autentik

Penerapan kurikulum 2013 dilaksanakan melalui pembelajaran tematik yang mengacu pada penerapan pendekatan scientific dan penilaian autentik. Untuk itu perlu diketahui bagaimana melakukan penilaian yang sesuai agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan bisa tercapai. Penilaian autentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata, yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Menurut

(31)

Questi-Komalasari (2010: 148) beberapa karakteristik yang tampak pada penilaian autentik yaitu sebagai berikut.

a. Melibatkan siswa dalam tugas yang penting, menarik, bermanfaat dan relevan dengan kehidupan nyata siswa.

b. Tampak dan terasa sebagai kegiatan belajar, bukan tes tradisional. c. Melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan mencakup

pengetahuan yang luas.

d. Menyadarkan siswa tentang apa yang harus dikerjakannya akan dinilai.

e. Merupakan alat penilaian dengan latar standar bukan alat penilian yang distandardisasikan.

f. Berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru.

g. Dapat menilai siswa yang berbeda kemampuan, gaya belajar, dan latar belakang kulturalnya.

Kemendikbud (2013: 90) menyebutkan bahwa untuk melaksanakan penilaian autentik guru harus memperhatikan (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai, (2) fokus penilaian yang akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, pengetahuan, dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori atau proses. Teknik penilaian autentik adalah sebagai berikut. a. Penilaian sikap dapat dilakukan dengan menggunakan alat atau

instrumen penilaian, yaitu (a) format observasi, (b) pertanyaan langsung, (c) penilaian diri, (d) penilaian antarteman, dan (e) jurnal catatan guru. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen penilaian berupa format observasi untuk menilai sikap percaya diri siswa.

(32)

14

penilaian berupa tes tertulis untuk menilai hasil belajar pengetahuan siswa.

c. Penilaian keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan alat atau instrumen penilaian, yaitu (a) penilaian unjuk kerja, (b) penilaian proyek, (c) penilaian produk, dan (d) penilaian portofolio. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen penilaian berupa penilaian unjuk kerja untuk menilai keterampilan berkomunikasi siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik adalah penilaian yang mengutamakan penilaian proses dan hasil sekaligus, dengan demikian seluruh penampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif.

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

(33)

ditunjukkan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Menurut Uno (2007: 23) motivasi belajar adalah dorongan internal atau eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung, indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil. b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan d. Adanya penghargaan dalam belajar.

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa yang dapat merubah perilaku dan kebiasaan siswa ke arah yang lebih baik, perubahan tersebut dapat dijadikan sebagai indikator bahwa siswa tersebut memiliki motivasi belajar.

2. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar

Para ahli pendidikan sependapat bahwa motivasi amat penting untuk keberhasilan belajar. Pembahasan motivasi belajar tidak bisa terlepas dari masalah-masalah psikologi dan fisiologi karena keduanya saling berkaitan. Oleh karenanya motivasi belajar memiliki prinsip atau pedoman.

(34)

16

a. Pujian lebih efektif daripada hukuman.

b. Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu lebih efektif daripada motivasi yang berasal dari luar.

c. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi belajar.

d. Teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

e. Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan kreativitas.

Sedangkan menurut Hanafiah dan Suhana (2010: 27) prinsip-prinsip motivasi belajar adalah sebagai berikut.

a. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda sesuai dengan pengaruh internal dan eksternal peserta didik itu sendiri. b. Pengalaman belajar masa lalu yang sesuai dan dikaitkan dengan

pengalaman belajar yang baru akan menumbuhkembangkan motivasi belajar peserta didik.

c. Motivasi belajar peserta didik akan berkembang jika disertai pujian daripada hukuman.

d. Motivasi intrinsik peserta didik dalam belajar akan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik, meskipun keduanya saling menguatkan.

e. Motivasi belajar peserta didik yang satu dapat merambat kepada peserta didik yang lain.

f. Motivasi belajar peserta didik akan berkembang jika disertai dengan tujuan yang jelas.

g. Motivasi belajar peserta didik akan berkembang jika disertai dengan implementasi keberagaman metode.

h. Bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan belajar akan menumbuhkembangkan motivasi belajar peserta didik.

i. Motivasi yang besar dapat mengoptimalkan potensi dan prestasi belajar peserta didik.

j. Gangguan emosi siswa dapat menghambat terhadap motivasi. k. Tinggi-rendahnya motivasi berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya

gairah belajar peserta didik.

(35)

1. Teknik-teknik Pemberian Motivasi dalam Pembelajaran

Banyak teknik yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Guru hendaknya selalu ingat betapa pentingnya memberikan alasan kepada siswa mengapa mereka harus belajar dengan sungguh-sungguh dan berusaha untuk berprestasi sebaik-baiknya. Guru juga perlu menjelaskan kepada siswa apa yang diharapkan dari mereka selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

Menurut Uno (2007: 34) teknik-teknik pemberian motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Pernyataan penghargaan secara verbal

Pernyataan seperti “bagus sekali”, di samping menyenangkan

siswa, pernyataan tersebut juga mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru.

b. Menimbulkan rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu merupakan suatu daya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.

c. Menggunakan simulasi dan permainan

Simulasi maupun permainan merupakan kegiatan yang sangat menarik bagi siswa sehingga menyebabkan proses belajar menjadi lebih bermakna secara afektif atau emosional.

d. Memperjelas tujuan pembelajaran yang hendak dicapai

Semakin jelas tujuan yang akan dicapai, maka semakin terarah cara untuk mencapainya.

e. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa

Suasana persaingan di dalam pembelajaran akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengukur sejauh mana kemampuan yang dimilikinya. Melalui persaingan diharapkan akan muncul keinginan untuk selalu menjadi yang terbaik.

Majid (2013: 320-325) menyatakan bahwa strategi pemberian motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Menggunakan metode dan kegiatan yang beragam

(36)

18

yang bosan cenderung akan mengganggu proses pembelajaran. Variasi akan membuat siswa tetap konsentrasi dan termotivasi. b. Menciptakan suasana kelas yang kondusif

Kelas yang aman tidak mendikte dan cenderung mendukung akan menumbuhkan motivasi untuk belajar.

c. Memberikan masukan

Gunakan kata-kata positif dalam memberikan komentar. Para siswa cenderung akan lebih termotivasi terhadap kata-kata positif dibanding kata-kata negatif. Komentar positif akan membangun kepercayaan diri siswa.

d. Memberikan penghargaan untuk memotivasi

Pemberian penghargaan seperti nilai, hadiah, dan sebagainya efektif untuk meningkatkan motivasi siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa teknik-teknik pemberian motivasi berupa pemberian pernyataan penghargaan secara verbal, memancing siswa untuk memiliki rasa penasaran, memvariasikan pembelajaran dengan simulasi atau permainan, memperjelas tujuan yang hendak dicapai, menghadirkan suasana persaingan yang sehat diantara para siswa, menggunakan metode dan kegiatan yang beragam, menciptakan suasana kelas yang kondusif, memberikan masukan, dan memberikan penghargaan untuk memotivasi.

C. Hasil Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi

1. Pengertian Belajar

(37)

dalam Trianto (2010: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara suatu pengetahuan yang sudah dipahami dengan suatu pengetahuan yang baru. Sedangkan menurut R. Gagne dalam Susanto (2013: 1) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme mengalami perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah perubahan pada seorang individu yang terjadi karena pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh seseorang setelah melakukan proses belajar.

2. Pengertian Hasil Belajar

(38)

20

Sedangkan menurut Sudjana (2010: 22-23) dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah afektif, ranah kognitif, dan ranah psikomotor.

a. Ranah afektif

Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

b. Ranah kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

c. Ranah psikomotoris

Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

keharmonisan dan ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan akibat dari proses belajar. Hasil belajar dapat berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilam serta perubahan perilaku menjadi lebih baik.

3. Sikap Percaya Diri

a. Pengertian Sikap Percaya Diri

(39)

atau bertingkah laku. Ahmadi (2007: 148) menyatakan bahwa sikap adalah hal yang menentukan sifat, hakikat, baik perbuatan sekarang maupun yang akan datang. Percaya diri pada dasarnya merupakan suatu sikap yang memungkinkan kita untuk memiliki persepsi positif dan realistis terhadap diri kita dan kemampuan yang kita miliki.

Menurut Mulyadi (2007: 49) percaya diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Lestari (2009: 14) menyatakan bahwa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Sejalan dengan pengertian tersebut, Fathurrohman (2013: 79) menyatakan bahwa percaya diri adalah sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa sikap percaya diri adalah pandangan atau perasaan seseorang yang disertai kecenderungan untuk merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa ia bisa, karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.

b. Cara Membangun Sikap Percaya Diri

(40)

22

menyatakan bahwa untuk membangun kepercayaan diri seseorang bermula dari: pertama, terbangunnya sikap positif dalam memandang diri sendiri dengan mengatakan bahwa tidak ada kesuksesan tanpa perjuangan dan pengorbanan. Kedua, jangan takut salah karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang terlepas dari kekhilafan dan kesalahan. Hakim (2012, http://library.binus.ac.id) menyatakan bahwa percaya diri siswa dapat dibangun melalui berbagai macam bentuk kegiatan yaitu memupuk keberanian untuk bertanya, peran guru atau pendidik yang aktif bertanya kepada siswa, melatih berdiskusi dan berdebat, mengerjakan soal di depan kelas, dan bersaing dalam mencapai prestasi belajar.

Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan untuk membangun sikap percaya diri siswa adalah model cooperative

learning tipe TGT. Menurut Slavin (2005: 14) model cooperative

learning tipe TGT menggunakan turnamen akademik, dan

menggunakan kuis-kuis serta sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara dengan mereka. Melalui model cooperative learning tipe TGT guru dapat memunculkan suasana persaingan dalam belajar sehingga melalui persaingan dalam menjawab soal turnamen sikap percaya diri siswa bisa terbangun.

(41)

persaingan dalam pembelajaran sehingga model cooperative learning

tipe TGT dianggap sesuai untuk membangun sikap percaya diri siswa.

c. Indikator Sikap Percaya Diri

Indikator sikap percaya diri merupakan suatu acuan yang digunakan untuk menilai sikap percaya diri yang dimiliki siswa. Untuk memudahkan dalam menilai sikap percaya diri siswa melalui model

cooperative learning tipe TGT diperlukan indikator. Mulyasa (2013:

147) menyebutkan bahwa indikator sikap percaya diri yaitu, pantang menyerah, berani menyatakan pendapat, berani bertanya, mengutamakan usaha sendiri daripada bantuan, dan berpenampilan tenang. Sedangkan Kemendikbud (2013: 81) menyebutkan bahwa indikator sikap percaya diri yaitu, berani menjelaskan di depan kelas, berani berpendapat, bertanya atau menjawab pertanyaan, menjawab pertanyaan guru tanpa ragu-ragu, mampu menjawab pertanyaan guru dengan cepat, dan tidak mudah putus asa atau pantang menyerah.

(42)

24

4. Keterampilan Berkomunikasi

Berkomunikasi merupakan tindakan penggunan bahasa secara lisan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dengan sesamanya dalam hidup bermasyarakat. Menurut Sonia dalam Fahrianoor (2004: 5) komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan dalam bentuk simbol atau lambang yang melibatkan dua orang atau lebih yang terdiri atas pengirim dan penerima dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama mengenai masalah atau persoalan masing-masing pihak. Komunikasi merupakan suatu proses interaksi yang di dalamnya terdapat maksud saling melengkapi, memperbaiki, dan memahami masalah-masalah yang dialami oleh orang yang terlibat komunikasi tersebut. Dengan demikian dapat dipahami bahwa komunikasi bukan sekedar media penyampaian pesan melainkan lebih kepada jalinan antar pihak yang terlibat di dalamnya.

(43)

sama, persaingan sehat, dan keterlibatan dalam belajar. Keterampilan berkomunikasi bisa diperoleh dan dikuasai dengan cara praktik dan banyak latihan. Melalui model cooperative learning tipe TGT siswa bersaing untuk menjawab soal turnamen sehingga melalui kegiatan menjawab soal turnamen tanpa disadari siswa berlatih menggunakan keterampilan berbahasa yang telah dimiliki. Oleh karenanya dalam hal ini peran guru sangatlah penting, guru harus bisa meluruskan kesalahan berbahasa yang dilakukan siswa agar nantinya kesalahan berbahasa tersebut tidak terulang kembali.

Indikator keterampilan berkomunikasi merupakan suatu acuan yang digunakan untuk menilai keterampilan berkomunikasi yang dimiliki siswa. Untuk memudahkan dalam menilai keterampilan berkomunikasi siswa melalui model cooperative learning tipe TGT diperlukan indikator. Anonim (2011, http://repository.usu.ac.id) menyebutkan bahwa indikator keterampilan berkomunikasi adalah sebagai berikut.

1. Menggunakan tata bahasa yang benar. 2. Memilih kosakata yang mudah dipahami.

3. Menerapkan strategi untuk meningkatkan pemahaman bagi lawan bicara.

4. Berbicara dengan tempo yang tepat.

5. Tidak menggunakan bahasa yang bermakna ganda.

6. Menggunakan perencanaan dan pemikiran logis sebagai dasar untuk berbicara.

(44)

26

lawan bicara, berbicara dengan tempo yang tepat, tidak menggunakan bahasa yang bermakna ganda, dan menggunakan perencanaan dan pemikiran logis sebagai dasar untuk berbicara.

5. Kinerja Guru

Guru berperan penting dalam memajukan mutu pendidikan. Perencanaan pembelajaran yang dibuat guru akan berdampak kepada hasil belajar yang diperoleh siswa. Susanto (2013: 27) berpendapat bahwa kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja yang diemban, dan melaksanakan tugas sesuai dengan bidang dan hasil yang diperoleh dengan baik. Menurut Rusman (2012: 50) kinerja guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.

(45)

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dalam Rusman (2012: 54-58) standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh ke dalam empat kompetensi sebagai berikut.

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik. b. Kompetensi Kepribadian

Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, memengaruhi perilaku siswa sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak, dan kepribadian siswa yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan siswanya tentang kedisiplinan diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib dan belajar bagaimana harus berbuat. Semua itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

c. Kompetensi Sosial

Guru di mata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Karena dengan dimilikinya kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar. Kemampuan sosial tersebut meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul, simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan.

d. Kompetensi Profesional

(46)

28

prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan, seperti cara menerapkan apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi, dan prinsip-prinsip lainnya, dan (4) dalam hal evaluasi, yaitu secara teori dan praktik guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya, maka alat ukur tersebut harus benar dan tepat.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja guru adalah suatu kemampuan yang diperlihatkan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kinerja tersebut di antaranya adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil belajar yang berkenaan dengan kompetensi profesional guru.

D. Model Cooperative Learning

1. Pengertian Model Cooperative Learning

Model cooperative learning merupakan model pembelajaran yang menghendaki siswa belajar secara berkelompok sehingga memungkinkan munculnya kerja sama diantara para siswa. Menurut Slavin (2005: 8) dalam pembelajaran kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang atau lebih untuk menguasai materi yang disampaikan guru. Warsono dan Hariyanto (2012: 166) menyatakan bahwa model cooperative learning adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan suatu tujuan bersama.

(47)

Wena (2013: 190) pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar yang lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model

cooperative learning adalah model pembelajaran yang menghendaki siswa

untuk berinteraksi secara aktif dan positif di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

2. Karakteristik Model Cooperative Learning

Hakikat cooperative learning sama dengan kerja kelompok, namun tidak semua kerja kelompok dikatakan cooperative learning. Bannet dalam Isjoni (2007: 41) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu (1)

positive interdependence, (2) interaction face to face, (3) adanya tanggung

jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok, (4) membutuhkan keluwesan, (5) meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah. Menurut Slavin (2005: 26) ada enam karakteristik yang membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu tujuan kelompok, tanggung jawab individual, kompetisi tim, spesialisasi tugas, adaptasi terhadap kebutuhan kelompok.

Majid (2013: 176) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik sebagai berikut.

a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar. b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi,

sedang, dan rendah (heterogen).

(48)

30

d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model

cooperative learning berbeda dengan model pembelajaran yang lain,

perbedaanya dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok.

3. Tipe-tipe Model Cooperative Learning

Terdapat banyak tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan oleh guru. Guru dapat menggunakannya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Menurut Rusman (2012: 213) ada beberapa variasi tipe model dalam pembelajaran kooperatif, meskipun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, tipe-tipe model tersebut sebagai berikut.

a. STAD(student teams achhievement division)

b. Jigsaw

c. Investigasi Kelompok (group investigation)

d. Membuat Pasangan(make a match)

e. TGT (teams games tournaments)

f. Struktural.

Isjoni (2011: 73-74) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi tipe model yang dapat diterapkan, yaitu sebagai berikut.

a. STAD (student teams achhievement division)

b. Jigsaw

c. TGT (teams games tournaments)

d. GI (Group Investigation)

e. Rotating Trio Exchange

(49)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tipe model

cooperative learning yang sesuai untuk meningkatkan motivasi dan hasil

belajar siswa adalah model cooperative learning tipe TGT.

E. Model Cooperative Learning Tipe TGT

1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe TGT

TGT merupakan salah satu tipe model cooperative learning, yang membedakan TGT dengan tipe model cooperative learning yang lain adalah adanya turnamen akademik. Isjoni (2011: 83-84) menyatakan bahwa TGT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing disertai dengan adanya permainan akademik untuk memastikan setiap anggota kelompok menguasai pelajaran yang diberikan.

(50)

32

siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan nilai bagi kelompoknya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa TGT

merupakan salah satu tipe model cooperative learning yang menggunakan turnamen akademik, kuis-kuis dan sistem perhitungan skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil timnya untuk bersaing dengan anggota tim lain, turnamen yang ada dalam model

cooperative learning tipe TGT memungkinkan semua siswa dari semua

tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan nilai bagi timnya.

2. Tujuan Model Cooperative Learning Tipe TGT

Model cooperative learning tipe TGT memiliki tujuan seperti model pembelajaran yang lain. Tujuan model cooperative learning tipe TGT bisa diperoleh apabila guru melaksanakannya sesuai dengan langkah-langkah yang tepat. Menurut Rusman (2012: 224) tujuan model cooperative learning tipe TGT adalah mengajak siswa belajar secara lebih rileks di samping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan dalam belajar. Slavin (2005: 14) menyatakan bahwa TGT

memiliki banyak kesamaan dinamika dengan STAD, yang membedakan adalah TGT menambahkan dinamika kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Selain itu menurut Isjoni (2011: 84) model

cooperative learning tipe TGT dapat mengubah perilaku belajar siswa dari

(51)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan model cooperative learning tipe TGT adalah merubah perilaku belajar siswa dari individualistik menjadi berkelompok sehingga bisa meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa di samping menumbuhkan kegembiraan bagi siswa.

3. Komponen Model Cooperative Learning Tipe TGT

Untuk memudahkan guru dalam memahami model cooperative

learning tipe TGT guru harus memahami bagian atau komponen dari

model cooperative learning tipe TGT. Menurut Slavin (2005: 166-167) komponen model cooperative learning tipe TGT adalah sebagai berikut.

a. Presentasi di kelas

Materi yang dipelajari diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Hal ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi biasanya juga memasukkan presentasi media. Dalam kegiatan ini siswa tidak mendapatkan pengetahuan langsung dari guru melainkan siswa mendapatkan pengetahuan melalui kegiatan pengamatan dan diskusi. Kegiatan ini diharapkan dapat menyadarkan siswa bahwa pengetahuan bisa berasal dari mana saja, kapan saja, dan tidak hanya bergantung pada pengetahuan yang diberikan oleh guru.

b. Tim

(52)

34

c. Game

Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan

materi yang telah dipelajari. Pertanyaan dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim.

d. Turnamen

Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. e. Rekognisi tim

Tim akan mendapatkan penghargaan apabila perolehan skor kelompok sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa komponen model cooperative learning tipe TGT adalah presentasi di kelas, tim,

game, turnamen, dan rekognisi tim.

4. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe TGT

Dalam mengajar seorang guru pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Oleh karenanya untuk mencapai tujuan tersebut guru harus memahami langkah-langkah model cooperative learning tipe TGT.

Menurut Slavin (2005: 169-176) langkah-langkah model cooperative learning tipe TGT adalah sebagai berikut.

1. Persiapan a. Materi

Sebelum memulai pembelajaran dengan menggunakan model

cooperative learning tipe TGT terlebih dahulu guru menyiapkan

materi yang akan dipelajari oleh siswa. Selain itu guru juga menyiapkan peralatan permainan berupa lembar soal dan jawaban lengkap dengan penskorannya serta lembar penilaian skor turnamen.

b. Menempatkan siswa ke dalam tim

Untuk membagi siswa ke dalam tim, seimbangkan timnya agar setiap tim terdiri dari siswa yang berjumlah sama dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda.

2. Memulai TGT

(53)

game akademik, setelah itu guru melakukan rekognisi tim dengan cara menghitung perolehan skor tim.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah model cooperative learning tipe TGT dimulai dari langkah persiapan mencakup persiapan materi dan penempatan siswa ke dalam tim setelah tim terbentuk dilakukan diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, siswa belajar di dalam tim mengerjakan lembar kerja agar semakin menguasai materi, kemudian siswa melakukan turnamen dengan memainkan game akademik, setelah itu guru melakukan rekognisi tim dengan cara menghitung perolehan skor tim.

5. Aturan Permainan dalam Model Cooperative Learning Tipe TGT Agar proses pembelajaran berlangsung efektif tentunya guru dan siswa harus mengetahui aturan yang ada. Model cooperative learning tipe

TGT memiliki aturan permainan yang harus diketahui oleh guru dan siswa. Menurut Isjoni (2011: 85-86) permainan dalam setiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut.

a. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan terlebih dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian.

b. Pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal.

c. Soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal.

d. Setelah waktu pengerjaan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam.

e. Kemudian, pembaca soal membuka kunci jawaban dan nilai hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar dan penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.

(54)

36

Saco dalam Rusman (2012: 224) menyatakan bahwa permainan dapat disusun oleh guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Berdasarkan pendapat ahli tersebut untuk memudahkan jalannya permainan yang dilakukan maka guru dapat merancang sendiri permainan yang akan dimainkan oleh siswa dengan syarat siswa harus bekerja sama dan terlibat di dalam kelompok belajar.

Menurut Triyani (2009, http://luluvikar.files.Wordpress.com) contoh permainan dalam model cooperative learning tipe TGT adalah permainan cepat tepat. Peraturan dalam permainan cepat tepat adalah sebagai berikut.

a. Guru menyiapkan peralatan permainan (lembar soal dan lembar jawaban).

b. Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang heterogen, kemudian siswa duduk di meja turnamen sesuai dengan kelompoknya.

c. Guru menjelaskan peraturan permainan kepada siswa, yaitu setelah guru selesai membacakan soal, setiap kelompok berdiskusi untuk adu cepat menjawab pertanyaan yang diajukan jika kelompok yang mendapatkan kesempatan untuk menjawab tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar, maka kelompok lain dapat berebut menjawab pertanyaan tersebut. Kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan nilai sesuai dengan bobot dari pertanyaan.

(55)

yang memakai abjad kepala sama akan adu cepat dalam menjawab soal yang telah disiapkan oleh guru. Penggunaan abjad kepala dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada semua siswa berdasarkan tingkat kemampuan untuk menyumbangkan nilai bagi kelompoknya. Untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, di akhir pembelajaran guru memberikan tes tertulis untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, pada saat mengerjakan soal tes tertulis siswa dilarang untuk bekerja sama.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa guru dapat merancang sendiri permainan yang akan dimainkan oleh siswa dengan syarat siswa harus bekerja sama dan terlibat di dalam kelompok belajar. Aturan permainan yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas menggunakan model cooperative learning tipe TGT adalah setelah guru selesai membacakan soal, setiap kelompok berdiskusi untuk adu cepat menjawab pertanyaan yang diajukan jika kelompok yang mendapatkan kesempatan untuk menjawab tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar, maka kelompok lain dapat berebut menjawab pertanyaan tersebut, kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan nilai sesuai dengan bobot dari pertanyaan.

6. Sistem Perhitungan Skor Model Cooperative Learning Tipe TGT

(56)

38

Tabel 2.1 Bobot penilaian soal turnamen

Nomor Soal Nilai

Sistem penghitungan skor dalam model cooperative learning tipe TGT

adalah dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor soal yang terjawab. Untuk mempermudah guru dalam menentukan penilaian kelompok maka dapat dibuat lembar penilaian. Lembar penilaian turnamen diisi dengan menuliskan tanda checklist (√) pada kolom sesuai dengan kelompok

penjawab dan nomor soal yang terjawab. Lembar penilaian turnamen adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Lembar penilaian turnamen

Nama kelompok

No. Soal yang Terjawab

(Bobot Penilaian) Total nilai

1.

(57)

kelompok untuk berprestasi lebih baik lagi. Guru dapat memberikan penghargaan kepada kelompok sesuai dengan skor yang diperoleh kelompok, kriteria pemberian penghargaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Kriteria penghargaan kelompok

Skor Kelompok Kriteria Penghargaan

30–40 Tim Baik (Good team)

41–50 Tim Sangat Baik (Great team)

50 keatas Tim Super (Super team)

Sumber: Slavin (2005: 175)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa sebelum permainan dilakukan sebaiknya guru menentukan bobot penilaian dari setiap soal. Sistem penghitungan skor kelompok dilakukan dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor soal yang terjawab sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh guru. Setelah nilai dijumlahkan guru dapat memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi sesuai dengan kriteria penghargaan yang telah ditentukan.

7. Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning tipe TGT Agar dapat melaksanakan model cooperative learning tipe TGT

(58)

40

Menurut Slavin (2005, http://repository.upi.edu.com) model

cooperative learning tipe TGT memiliki kelebihan dan kelemahan, yaitu sebagai berikut.

1. Kelebihan

a. Memudahkan siswa dalam memperoleh teman.

b. Meningkatkan persepsi siswa bahwa hasil yang diperoleh bergantung dari kinerja bukan keberuntungan.

c. Meningkatkan kerja sama verbal dan nonverbal. 2. Kelemahan

a. Meningkatkan harga diri sosial tetapi tidak meningkatkan harga diri akademis.

b. Membutuhkan waktu yang lebih banyak apabila peran guru sebagai fasilitator dan motivator kurang baik.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan model cooperative learning tipe TGT bisa dirasakan apabila guru bersama siswa melaksanakan model cooperative learning tipe TGT sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan. Sedangkan kelemahannya bisa diantisipasi jika guru bisa memanajemen waktu dengan baik mulai dari perencanaan hingga evaluasi serta menjadi fasilitator serta motivator yang baik.

F. Hipotesis Penelitian

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas, atau yang dikenal dengan classroom action

research. Menurut Wardhani (2007: 1.4) penelitian tindakan kelas adalah

penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui kegiatan refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat, begitupun dengan kualitas pembelajaran yang dilakukan. Arikunto (2011: 3) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.

Prosedur penelitian tindakan kelas dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur atau siklus yang terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas IV C untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Setelah perencanaan tersusun maka kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan melalui penerapan model

(60)

42

(61)

B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV C SD Negeri 01 Metro Utara, Jl. Pattimura No. 136 Banjarsari Kecamatan Metro Utara, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih lima bulan, dimulai dari bulan Januari-Mei 2014.

1. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif dan partisipatif antara peneliti dan guru SD Negeri 01 Metro Utara. Dalam penelitian tindakan kelas ini yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa dan guru kelas IV C SD Negeri 01 Metro utara. Jumlah siswa sebanyak 30 siswa, dengan rincian 16 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah teknik tes dan nontes.

1. Teknik Tes

(62)

44

digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik.

2. Teknik Nontes

Nontes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan untuk menjaring data kualitatif yang berupa kualitas yaitu motivasi belajar siswa, sikap percaya diri siswa, keterampilan berkomunikasi siswa, dan kinerja guru. Menurut Arifin (2011: 152) nontes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka untuk mengetahui kualitas proses dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkaitan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, aktivitas, dan motivasi.

D. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data atau instrumen penilaian yang digunakan oleh peneliti untuk menilai motivasi dan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut. 1. Tes Tertulis

Peneliti menggunakan instrumen penilaian berupa tes tertulis untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan nilai pengetahuan yang diperoleh siswa selama penelitian tindakan kelas berlangsung.

2. Lembar Kuesioner

Gambar

Gambar 2.1 Langkah-langkah pendekatan scientific
Tabel 2.1 Bobot penilaian soal turnamen
Gambar 3.1 Siklus PTK
Tabel 3.1 Daftar pernyataan kuesioner motivasi belajar siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Error of the Estimate Predictors: (Constant), Prestasi Kerja. Dependent Variable: Kepuasan

This study has a focus on How is the role of educator in handling the victim of Papua conflict at PLK Bima Sakti Cangkring B Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak.. There

Buku ini merupakan pendamping dalam kegiatan belajar membaca yang dilakukan anak-anak.. Silakan menggunakan buku ini

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tipe gaya bahasa metafora puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 dan

Untuk mengetahui tingkat kelayakan investasi yang dirancang baik dari aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial budaya, aspek manajemen, aspek finansial maupun

Kegiatan kewirausahaan ini dilatar belakangi oleh banyaknya peternak ikan lele di daerah Kebumen yang gulung tikar akibat biaya pengeluaran tidak sebanding dengan

hakim yang meringankan memang tidak disebutkan adanya santunan yang diberikan oleh terdakwa, namun adanya hal yang meringankan tersebut telah ada perdamaian antara

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Diperiksa oleh : LAPORAN PRAKTIK