• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH APLIKASI EFFLUENT SAPI EKS CHOPPER TERHADAP STABILITAS AGREGAT TANAH PADA LAHAN ULTISOL DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH APLIKASI EFFLUENT SAPI EKS CHOPPER TERHADAP STABILITAS AGREGAT TANAH PADA LAHAN ULTISOL DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH APLIKASIEFFLUENTSAPI EKSCHOPPERTERHADAP STABILITAS AGREGAT TANAH PADA LAHAN ULTISOL DI

PT GREAT GIANT PINEAPPLE TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH

Oleh SOLIHIN SIDIK

Degradasi lahan merupakan kajian yang penting dalam usaha pertanian. Turunnya sifat-sifat tersebut berdampak pada turunnya kualitas tanah. Upaya

perbaikan tanah yang dapat dilakukan salah satunya dengan perbaikan sifat tanahnya melalui pemberian bahan organik tanah. Effluent sapi adalah pupuk organik tanah yang berasal dari limbah cair campuran kotoran sapi padat, urin, air

dan sisa kandang lainnya. Kandungan C-organik yang tinggi pada effluent sapi diharapkan dapat meningkatkan sifat kimia, biologi dan fisik tanah, termasuk stabilitas agregat tanah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh aplikasi

effluentsapi ekschopperterhadap stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Hipotesis yang

(2)

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 pada lahan Ultisol di PT Great

Giant Pineapple lokasi 35A. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, dan data dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini memiliki 4 taraf

perlakuan yaitu E0: 0 l/ha, E1: 200.000 l/ha, E2: 300.000 l/ha, dan E3: 450.000 l/ha. Hasil penelitian menunjukan bahwa semua dosis aplikasi effluent sapi eks chopper menurunkan nilai stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Lampung Tengah.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara dari pasangan

bapak (alm) Abdul Manan dan Ibu Yulinar, di Pekon Purajaya Kecamatan Kebun Tebu, Kabuaten Lampung Barat tanggal 07 Januari 1986.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Purajaya tahun 1998, Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulum Kecamatan Kebun Tebu pada tahun 2002, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandarlampung pada tahun 2005. Pada

tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah dan sejak 2008 terintegrasi menjadi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Lampung bersama dua jurusan lainnya. Melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB). Selama di Universitas penulis pernah menjadi Bendahara Umum Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS MATA) Fakultas Pertanian Universitas

Lampung pada periode 2009- 2010. Penulis juga pernah menjadi anggota biasa GAMATALA (Gabungan Mahasiswa Ilmu Tanah) dan anggota muda pada lembaga kemahasiswaan Soil Expedition Team (SET) Jurusan Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Kegiatan eksternal kampus, penulis pernah menjadi Sekretaris Umum di

(8)

melakukan Praktik Umum (PU) di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar,

(9)

Tanpa mengurangi rasa syukurku pada Allah SWT,

kupersembahkan karya kecilku untuk:

Keluargaku tercinta

Bapak (alm), Mamah, Kakak, Adik-adikku dan Sahabat-sahabatku yang selalu

mendoakan dan mengharapkan keberhasilanku atas kasih sayang, perhatian, dan dorongan semangatnya takkan aku lupa.

Mulya Jayanti Putri, S.P., (Mee)

Serta

(10)

“Pilihan hidup ada dua: memiliki rencana pribadi atau menjadi bagian dari

rencana orang lain”

Lebih baik memantaskan diri di atas kemuliaan kita, daripada

memuliakan orang lain di atas kemuliaan kita

(Alm Yogi Yogasara, S.P.)

(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan

HidayahNya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak (alm) dan mamah tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang serta

dukungan moril maupun material, serta kakak dan adik-adikku tersayang atas semangat dan dukungannya.

2. Dr. Ir. Afandi, M.P., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan saran, dukungan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Didin Wiharso, M.Si., atas motivasi, gagasaan dan bimbingannnya serta

bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Karden E.S. Manik, M.S., selaku pembahas atas segala petunjuk,

saran, serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan kepada penulis selama masa perkuliahan.

(12)

7. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

8. Civitas akademika Agroteknologi Fakultas Pertanian pada umumnya yang telah

memberikan bantuan dan ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Manager dan Staff PT GreatGiantPineapple, yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

10. (alm) Yogi Yogasara, S.P., serta angkatan 2007 lainnya, (Viva. Soil, Solid) terimakasih atas cara hidup, motivasi dan bantuan-bantuan lain yang telah ikhlas

diberikan kepada penulis.

11. Alumni serta kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Soil Expedition Team

(SET) dan Gabungan Mahasiswa Ilmu Tanah Unila (Gamatala) atas kesempatan kebersamaan yang pastinya tidak akan penulis sanggup lupakan.

12. Angkatan 2008-2011 Fakultas Pertanian terutama kader Agropala dan Ragapala

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

13. Mulya Jayanti Putri, S.P., “if I told you how much I appreciate you, I would be taking the rest of my life”.

Bandar Lampung, 20 Februari 2015

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (EffluentSapi) ... 6

2.2 Iklim dan Jenis Tanah... 8

2.3 Ultisol. ... 9

2.4 Pencacahan Tanaman Nanas (Chopper)... 10

2.5 Stabilitas Agregat Tanah... 11

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Metode Penelitian ... 14

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 15

3.4.1 Kekuatan Tanah Penetrometer... 15

3.4.2 Pengambilan Contoh Tanah... 16

3.5 Analisis Laboratorium ... 16

3.5.1 Analisis Tanah... 16

3.5.2 Stabilitas Agregat Tanah... 16

(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian... 22

4.1.1 Analisis Kimia Effluent Sapi... 22

4.1.2 Stabilitas Agregat Tanah... 22

4.1.3 Rata-Rata Kekuatan Tanah……… 23

4.2 Pembahasan……… 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

PUSTAKA ACUAN... 30

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perhitungan kemantapan agregat pada pengayakan kering. ... 17

2. Perhitungan kemantapan agregat pada pengayakan basah. ... 19

3. Harkat kemantapan agregat... 21

4. Hasil analisa kimiaeffluentsapi. ... 22

5. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 8 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 33

6. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 8 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 33

7. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 4,75 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 33

8. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 4,75 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 33

9. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 2,83 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 34

10. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 2,83 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 34

11. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 2 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 34

12. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 2 mm lahan Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 34

(16)

14. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 0,5 mm lahan

Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 35

15. Data sebaran ayakan kering agregat < 2 mm lahan Ultisol PT GGP

Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 35

16. Data sebaran ayakan basah agregat < 2 mm lahan Ultisol PT GGP

Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ... 35

17. Data kekuatan tanah kedalaman 30 cm lahan Ultisol PT GGP

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Aplikasichopper berti. ... 11

2. Pengambilan sampel tanah dengan metode diagonal. ... 15

3. Kriteria kekuatan tanah. ... 20

4. Nilai rata-rata stabilitas agregat tanah. ... 23

5. Rata-rata nilai kekuatan tanah. ... 24

6. Proses kompos di PT GGP. ... 37

7. Tanah yang kurang ideal. ... 38

8. Tanah yang ideal. ... 38

9. Jarum pembaca pada alat penetrometer. ... 39

10. Pengambilan data kekuatan tanah. ... 39

11. Pengambilan contoh tanah Kedalaman 0-20. ... 40

12. Lahan Percobaaneffluentsapi taraf 200.000 l/ha. ... 40

13. Pengayakaan basah. ... 41

14. Pemisahan hasil ayakan basah. ... 41

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Pemadatan tanah merupakan salah satu bentuk dari degradasi sifat fisik tanah.

Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi udara sangat rendah sehingga menghalangi aerasi serta menghambat penetrasi akar dan drainase (Afandiet al., 1997). Faktor yang mengakibatkan terjadinya degradasi lahan dapat berupa kesalahan dalam pengelolaan penyiapan lahan yang berdampak pada turunnya kualitas lahan secara berangsur-angsur. Salah satu cara

untuk meminimalisir degradasi lahan yaitu dengan pengelolaan lahan secara baik dan benar yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu contoh agar dapat meningkatkan kualitas lahan yaitu dengan pemberian mulsa (pencacahan tanaman

nanas/chopper) pada tanah serta pemberian bahan organik tanah.

Aspek biologi, fisika dan kimia sangat penting bagi perbaikan kondisi lahan. Pengelolaan kesuburan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

persiapan kondisi lahan bagi tanaman. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan kesuburan tanah yang baik dan dapat menjaga produktivitas tanah secara

(19)

2

organik yaitu kompos. Bahan dari pupuk kompos antara lain kotoran sapi,

bromelin, bambu yang dicacah, ampas singkong dan kulit singkong. Limbah sapi, di dalamnya ada padatan dan cairan. Dalam proses pembuataneffluentsapi, di dalamnya terdapat kotoran sapi cair dan padat serta air. Selanjutnya melalui separator, kotoran sapi dipisahkan menjadi dua yaitu cairan (effluent) dan padatan (solid manure). Effluentsapi merupakan pupuk organik cair yang dapat dijadikan sebagai pupuk yang dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kesuburan tanah.

Mulai tahun 2013, PT Great Giant Pineapple (PT GGP) membuat kebijakan baru yaitu dengan mengaplikasikaneffluentsapi pada lahan ekschoppersebelum tanam untuk meningkatkan unsur hara pada tanah dan aktivitas mikrobiologi tanah serta memperbaiki struktur tanah, karena diperkirakan stabilitas agregat

akan meningkat. Ekschopperadalah proses pencacahan menggunakanchopper bertiyang bertujuan untuk mempercepat proses penguraian sisa tanaman nanas serta dapat berfungsi sebagai penutup permukaan tanah sehingga dapat

mengurangi proses evaporasi dansplash erotionakibat curah hujan yang tinggi.

Stabilitas agregat tanah adalah ketahanan agregat tanah terhadap daya penghancuran yang diakibatkan oleh air dan manipulasi mekanik, misalnya

pengolahan tanah (Baveret al., 1972). Pada tanah dengan stabilitas agregat yang tinggi, struktur tanah tidak mudah hancur sehingga proporsi ruang pori tetap terjaga, sehingga akan lebih kondusif terhadap pertumbuhan tanaman. Tanah

dengan agregat yang tidak stabil mempunyai struktur yang peka terhadap daya rusak air (dispersi) dan manipulasi mekanik atau kombinasinya (pengompakan).

(20)

3

sapi diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, terutama stabilitas agregat tanah. Stabilitas agregat tanah adalah kajian yang penting dalam penyiapan kondisi lahan yang sesuai bagi tanaman.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh aplikasieffluentsapi eks chopperterhadap stabilitas agregat tanah pada tanah Ultisol di PT Great Giant Pineapple Terbangggi Besar, Lampung Tengah.

1.3 Kerangka Pemikiran

Agregat tanah yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan

tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk

perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan

daya menahan air. Apabila kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanag tersebut akan mudah hancur. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melaluiAggregate Stability Index(ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat tanah (Laksmita, 2008). Agregat stabil tahan air merupakan

agregat berukuran makro (> 0,25 mm), dapat dirinci lagi berdasarkan berbagai ukuran agregat yaitu 0,25-0,5 mm, 0,5-8,0 mm,dan 2,0-8,0 mm. Agregat stabil tahan air (ASA), MWD, dan indeks stabilitas agregat (ISA) digunakan sebagai

indikator kualitas agregasi tanah. Makin tinggi persentase ASA dan ISA serta makin besar ukuran MWD, makin baik kualitas agregasi tanah (Nurida dan

(21)

4

Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006), pada tanah Ultisol perakaran sulit menembus lapisan subsoil, karena lapisan tersebut merupakan horizon penimbun liat yang dinamakan argillik/andik. Pemberian pupuk organik merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik yang berupa pupuk organik dapat berfungsi sebagaibuffer(penyangga) dan penahan lengas tanah. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan kondisi tanah

dengan cara pemberian pupuk organik.

Menurut Carter (2001), bahan organik di dalam tanah sangat berperan dalam proses kimia, fisika dan biologi. Ditinjau dari fisika tanah, bahan organik dapat

berperan dalam meningkatkan butir-butir tanah menjadi agregat-agregat, sehingga mempertinggi kapasitas memegang air. Dengan demikian, daya menahan air dan

kation-kation meningkat sehingga pencucian oleh air hujan dan erosi dapat dikurangi. Dari kimia tanah, bahan organik sangat penting karena dapat meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) dalam tanah dan menyumbangkan

unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain mengandung unsur hara makro, bahan organik juga mengandung unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman.

Dari segi biologi tanah, bahan organik berperan sebagai sumber makanan bagi jasad mikro sehingga dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah (Sutedjo, 2002). Peran bahan organik yang paling besar dan penting berkaitan

dengan kesuburan fisik tanah adalah jika kandungan bahan organiknya semakin sedikit maka tanah akan menjadi keras, kompak dan bergumpal sehingga tanah

(22)

5

Bahan organik dapat meningkatkan aerasi tanah, memperbaiki aerasi dan

perkolasi serta membuat struktur tanah menjadi remah dan mudah diolah (Subowo et al., 1990). Pupuk organik juga merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibandingkan bahan pembenah lainnya dan pupuk yang ramah lingkungan, serta tanah yang mengandung bahan organik cukup mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah

(Sutanto, 2002). Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai perekat antar partikel tanah

menjadi agregat tanah. Kandungan bahan organik yang cukup di dalam tanah dapat memperbaiki kondisi tanah agar tidak terlalu berat dan terlalu ringan dalam pengolahan tanah. Berkaitan dengan pengolahan tanah, penambahan bahan

organik tanah akan meningkatkan kemampuannya untuk diolah pada lengas yang rendah. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan untuk perbaikan

kesuburan tanah Ultisol adalaheffluentsapi. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pengaruh aplikasieffluentsapi ekschopperterhadap stabilitas agregat tanah.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu semakin tinggi dosis aplikasi effluentsapi ekschopperdiharapkan dapat meningkatkan nilai stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung

(23)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Organik (EffluentSapi)

Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

menurunkan produksi tanaman. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan menurunkan penggunaan pupuk anorganik dan mensubstitusikannya dengan pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang

sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Sebagai sumber hara tanaman, juga untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Pupuk organik

ini tidak mengandung unsur hara dalam jumlah yang besar namun penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat menurunkan defisiensi Nitrogen pada tanaman.

Pengolahan limbah ternak menjadi pupuk cair dapat menggunakan bahan yang

(24)

7

yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air

dengan perbandingan tertentu.

Pupuk kandang cair selain dapat bekerja cepat, juga mengandung hormon tertentu yang nyata dapat merangsang perkembangan tanaman. Dalam pupuk kandang cair kandungan N dan K cukup besar, sedangkan dalam pupuk kandang padat

cukup kandungan Pnya, sehingga hasil campuran antara keduanya di dalam kandang merupakan pupuk yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman (Sutedjo, 1999).

Pupuk organik cair lain yaitueffluentsapi,effluentsapi ialah cairan hasil pemisahan oleh separator pada bak penampung yang di dalamnya terdapat

campuran kotoran padat, urin, air dan limbah lain yang terdapat pada kandang sapi. PT. GGP membuat kebijakan baru yaitu dengan mengaplikasikan effluent sapi pada saat sebelum tanam untuk meningkatkan unsur hara pada tanah dan

dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah serta memperbaiki struktur tanah.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir) akan

(25)

8

2.2 Iklim dan Jenis Tanah

Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) PT. GGP memiliki rata-rata curah hujan antara 2.527 mm per tahun (periode Januari 1984 s.d Juni 2005) dengan jumlah curah hujan antara

2.200 s.d 3000 mm per tahun. Jika digolongkan menurut klasifikasi Oldeman yang dihitung berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir (1995 s.d 2005)

areal perkebunan PT. GGP termasuk ke dalam zona agroklimat D2, dengan bulan basah 3-4 bulan dan bulan kering 2-3 bulan. Lokasi perkebunan PT. GGP

memiliki rerata temperatur maksimum 33°C dan minimum 22°C dengan

kelembaban relatif antara 8291 %. Areal perkebunan PT. GGP berada pada ketinggian antara 40-60 m di atas permukaan laut, dengan kemiringan rata-rata 0,3

% yang termasuk kategori datar. Jenis tanah tergolong Ultisol dan Inceptisol. Golongan ini meliputi tanah yang dulu dinamakan Podzolik Merah Kuning (PMK) dengan ketebalan lapisan olah tanah disesuaikan dengan kebutuhan

tanaman dan solum tanah sedang. Untuk jenis tanah Ultisol termasuk tanah yang masih muda sehingga kandungan unsur haranya tergolong jelek, sedangkan jenis tanah Inceptisol merupakan tanah yang satu kelas di atas tanah tertua dengan

kandungan unsur hara yang kurang untuk mencukupi kebutuhan tanaman, oleh karena itu tanah jenis ini memerlukan penambahan unsur hara dan organik secara

periodik dan berkelanjutan.

Tanah di PT. GGP bertekstur lempung liat berpasir hingga liat berpasir dengan warna tanah kemerahan hingga hingga kuning atau kekuning-kuningan,

(26)

9

(subsoil). Kandungan bahan organik di lapisan tanah atas antara 0,51 % sehingga kesuburanya rendah. Untuk menambah kesuburan ditambahkan bahan organik yaitu onggok, seresah tanaman nanas, kulit singkong dan pupuk organik.

Berat jenis tanah rata-rata antara 2,42,6 gr/cm3sedangkan berat volume tanah kerapatan isi (Bulk Density) sekitar 1,37 gr/cm3. Permeabilitas tanah sangat cepat yaitu antara (1,00-3,46) cm/jam (Arsip PT. GGP 2006).

2.3 Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang ada di Indonesia yang memiliki luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan di Indonesia (Subagyoet al., 2004). Ciri morfologi pada tanah Ultisol adalah adanya

peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon B (subsoil). Horizon dengan peningkatan liat tersebut dikenal dengan horizon argillik. Oleh karena horizon tersebut merupakan horizon penimbunan liat maksimum, maka horizon

argillik umumnya lebih padat dibandingkan lapisan-lapisan di atas maupun di bawahnya. Lapisan-lapisan padat tersebut merupakan penghalang bagi akar untuk

melakukan penetrasi. Horizon argilik tersebut umumnya kaya akan Al sehingga peka tehadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argillik.

Menurut sistem klasifikasi tanah Soepraptohardjo (1961), Ultisol setara dengan tanah Podsolik Merah Kuning ( PMK). Warna tanah pada horizon argillik sangat bervariasi dengan hue dari 10 YR hingga 10 R, value 3-6 dan chrome 4-8

(27)

10

tinggi, kadar bahan organik yang rendah, kekurangan unsur hara penting bagi

tanaman, seperti N, P, Ca, Mg dan Mo serta tingginya kelarutan Al, Fe dan Mn. Menurut Research and Development PT. GGP 2005, tanah di perkebunan nanas

PT. GGP Terbanggi Besar Lampung Tengah termasuk tanah Ultisol.

2.4 Pencacahan Tanaman Nanas (Chopper)

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas agregat tanah antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk tanaman pada

permukaan tanah yang dapat menaikkan kapasitas infiltrasi serta menghindari splash erotionakibat curah hujan tinggi. Semakin mantap agregat tanah maka semakin rendah kepekaannya terhadap erosi (Kemper dan Rosenau, 1986).

Pencacahan tanaman nanas adalah pengolahan tanah tahap pertama di lokasi bekas tanaman nanas yang dinyatakan siap bongkar, dikerjakan menggunakan traktor roda. Tujuan pencacahan nanas adalah agar tanaman nanas cepat terurai

menjadi humus. Dalam proses pencacahan tanaman nanas ini dilakukan dengan kecepatan yang rendah sekitar 2,53 km/jam. Hal ini dilakukan agar semua

(28)

11

Gambar 1. Aplikasichopper berti

2.5 Stabilitas Agregat Tanah

Agregat tanah merupakan kesatuan partikel tanah yang melekat satu dengan lainnya lebih kuat dibandingkan dengan partikel di sekitarnya (Kemper dan

Rosenau, 1986). Agregat tanah terbentuk apabila partikel-partikel tanah menyatu membentuk unit-unit yang lebih besar. Peningkatan ukuran dan stabilitas agregat akan berpengaruh positif terhadap sifat fisik tanah lainnya, diantaranya

meningkatkan kapasitas retensi air dan jumlah air tersedia, pori makro dan meso, porositas total, aerasi tanah serta permeabilitas tanah maupun infiltrasi serta dapat

menurunkan kepekaan tanah terhadap erosi (Kurnia, 1996).

Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk

perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan

(29)

12

akan mudah hancur. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari

luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melaluiAggregate Stability Index(ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Laksmita, 2008).

Agregat stabil tahan air merupakan agregat berukuran makro (> 0,25 mm), dapat dirinci lagi berdasarkan berbagai ukuran agregat yaitu 0,25-0,5 mm, 0,5-8,0 mm,

dan 2,0-8,0 mm. Agregat stabil tahan air (ASA), MWD, dan indeks stabilitas agregat (ISA) digunakan sebagai indikator kualitas agregasi tanah. Makin tinggi persentase ASA dan ISA serta makin besar ukuran MWD, makin baik kualitas

agregasi tanah (Nurida dan Kurnia, 2009).

Menurut Martinet al(1955), proses awal pembentukkan agregat tanah adalah flokulasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Dampak interaksi antar

partikel liat, maka akan mengakibatkan gaya tolak menolak dan tarik menarik akan

bekerja dan besarnya tergantung dari kondisi fisik-kimia. Jika gaya tolak menolak

merajai, maka partikel tanah akan terpisah satu dari lainnya. Dalam kondisi ini liat

dikatakan telah mengalami dispersi atau peptisasi. Jika gaya tarik menarik yang

bekerja, maka liat akan mengalami flokulasi, suatu gejala yang analog dan koagulasi

dari koloid organik, dimana partikel bergabung dalam satu paket atau floks (Afandi,

2005).

Jika liat terdispersi maka bila basah tanah dengan mudah menjadi lumpur dan jika

kering dengan cepat menjadi padat dan keras. Pemadatan menurunkan porositas

(30)

13

dibutuhkan oleh pertumbuhan akar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi

pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanah yang terdispersi menyumbat pori-pori

tanah, sehingga menurunkan laju infiltrasi dan mengakibatkan terjadinya aliran

permukaan sambil membawa koloid-koloid tanah dan unsur hara, termasuk N

(Syaifuddin dan Buhaerah, 2010).

Menurut Duiker (2004), tiga komponen dampak dari pemadatan tanah adalah kerapatan isi (Bulk Density), ruang pori dan daya tahan penetrasi akar. Secara umum pemadatan seperti yang terjadi pada permasalahan kesehatan tanah yaitu:

hilangnya/pecahnya agregat tanah, menghancurkan ruang pori aerasi, menurunkan ruang pori tanah dan pengepakan partikel-partikel tanah. Tanah yang memiliki

kandungan bahan organik yang tinggi dan berkembang dengan organisme tanah lebih tahan terhadap pemadatan dan lebih baik dapat memulihkan diri dari kerusakan pemadatan ringan. Cara untuk meningkatkan kandungan bahan

organik, mengembalikan sisa tanaman ke dalam tanah, menanam tanaman penutup di musim off (pada saat tanah tidak ditanami/tanah diistirahatkan), dan

(31)

14

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2014 pada lahan Ultisol di PT. Great Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Analisis

dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan adalah sampel tanah dan air. Sedangkan alat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah: Penetrometer, kamera digital, cangkul, timbangan, oven, spidol, plastik, ayakan (8 mm, 4,75 mm, 2,83 mm, 2 mm, dan 0,5 mm), dan alat-alat labolatorium untuk analisis tanah.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Hasil analisis data yang diperoleh dianalisis dan dibahas secara kualitatif. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lokasi 35A lahan percobaan berukuran 3600 m2dibagi

dalam 4 taraf perlakuan (E0: 0 l/ha, E1: 200.000 l/ha, E2: 300.000 l/ha, dan E3: 450.000 l/ha) berukuran masing-masing 18 m x 50 m dan masing-masing

(32)

15

dilakukan dengan metode diagonal pada kedalaman 0-20 cm. Pengambilan sampel

tanah secara metode diagonal dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengambilan sampel tanah dengan metode diagonal

Keterangan:

=Titik pengambilan sampel

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap, yaitu:

3.4.1 Kekuatan Tanah Penetrometer

Metode yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tanah dengan menggunakan penetrometer. Analisis dilakukan di lapangan dengan prosedur kerja untuk

mengetahui kekuatan tanah adalah sebagai berikut:

(33)

16

2. Selanjutnya angka yang ditunjukkan cincin pembaca pada penetrometer

dicatat.

3.4.2 Pengambilan Contoh Tanah.

Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm.

3.5 Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium yang lakukan yaitu kemantapan agregat.

3.5.1 Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan dengan cara menganalisis contoh tanah yang telah diambil. Kemudian dikering udarakan dan dianalisis di Laboratorium Fisika tanah. Sifat fisik yang dianalisis adalah agregat (menggunakan metode ayakan

pada kondisi tanah kering dan basah).

3.5.2 Stabilitas Agregat Tanah

Metode yang digunakan untuk menentukan stabilitas agregat dengan metode ayakan kering-basah. Metode ayakan kering-basah merupakan suatu cara untuk

menetapkan kemantapan agregat secara kuantitatif di laboratorium. Dasar metode ini adalah mencari perbedaan rata-rata berat diameter agregat pada pengayakan

(34)

17

1. Pengayakan Kering

Contoh tanah dengan agregat utuh dikering udarakan, lalu ditimbang kurang lebih 500 gram. Selanjutnya contoh tanah ditaruh di atas satu set ayakan bertingkat

dengan diameter berturut- turut dari atas ke bawah 8 mm; 4,75 mm; 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; 0,5 mm. Berikutnya contoh tanah ditumbuk dengan anak lumpang (alu kecil) sampai semua lolos ayakan 8 mm. Kemudian ayakan tersebut

diayunkan dengan tangan 5 kali. Masing-masing fraksi agregat di setiap ayakan ditimbang, kemudian dinyatakan kedalam persen. Persentasi agregasi= 100% - %

agregat lebih kecil dari 2 mm.

Tabel 1. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering.

No

1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat: Agihan agregat dapat dinyatakan dalam persen berat, misal: agregat ukuran 6,40 mm = F/G x 100 % = ...%

2) Rerata Berat Diameter (RBD)

Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD

dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai berikut: a. Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:

(35)

18

b. Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan dijumlahkan dan dibagi

dengan 100, seperti pada persamaan:

RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100

2. Pengayakan Basah

Agregat-agregat yang diperoleh dari pengayakan kering, kecuali agregat lebih

kecil dari 2 mm, ditimbang dan masing-masing diletakan dalam mangkuk kecil (cawan). Banyaknya disesuaikan dengan perbandingan ketiga fraksi agregat tersebut dan totalnya harus 100 gram. Kemudian contoh tanah dibasahi

menggunakan pipet atau sprayer sampai pada kondisi kapasitas lapang dan biarkan selama 1 malam. Kemudian tiap-tiap agregat dipindahkan dari mangkuk

(cawan) ke satu set ayakan bertingkat dengan diameter berturut-turut dari atas ke bawah 4,76 mm; 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; dan 0,279 mm sebagai berikut:

- Agregat antara 8 mm dan 4,75 mm di atas ayakan 4,75 mm

- Agregat antara 4,76 mm dan 2,83 mm di atas ayakan 2,83 mm - Agregat antara 2,83 mm dan 2 mm di atas ayakan 2 mm

Selanjutnya ayakan tersebut dipasang pada alat pengayak yang dihubungkan

dengan bejana (ember besar) berisi air. Pengayakan dilakukan selama 5 menit (kurang lebih 35 ayunan tiap menit dengan amplitudo 3,75 cm). Tanah yang

(36)

19

Tabel 2. Perhitungan kemantapan agregat pada pengayakan basah.

No

1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat: Agihan agregat dapat dinyatakan dalam persen berat, misal agregat ukuran 6,40 mm = F/G x 100 % = ...%

2) Rerata Berat Diameter (RBD)

Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai berikut:

a. Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:

D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.

b. Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi dengan 100 , seperti pada persamaan:

RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100 (Afandi, 2005).

Stabilitas Agregat = 1 x 100%

(37)

20

3.6 Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari studi lapang selanjutnya diolah dan dianalisis. Analisis data yang digunakan adalah menggunakan peniaian kriteria. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kriteria kekuatan tanah yang digunakan untuk membandingkan nilai

kekuatan tanah di lapangan. Kriteria kekuatan tanah dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kriteria kekuatan tanah (Guginoet al., 2009).

2. Kriteria kemantapan agregat yang digunakan untuk membandingkan nilai

(38)

21

Tabel 3. Harkat kemantapan agregat.

Kemantapan Agregat Harkat

Sangat mantap sekali > 200

Sangat mantap 80–200

Mantap 6180

Agak mantap 5060

Kurang mantap 4050

Tidak mantap < 40

(39)

25

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua dosis aplikasieffluentsapi ekschoppermenurunkan nilai stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Lampung Tengah.

5.2 Saran

(40)

30

PUSTAKA ACUAN

Afandi. 2005. Fisika Tanah I. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Afandi. 2005. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Afandi, Indarto, Sugiatno, dan M. Utomo. 1997. Pemadatan Tanah pada Pertanaman Tebu Lahan Kering Kekerasan Akibat Penerapan Beberapa Cara Pengolahan Tanah dan Pemberian Mulsa Ampas Tebu pada saat Penyiapan Lahan. Jurnal Tanah Tropika. 5 (4):89-93.

Baver, L.D., W.H. Gardner, and W.R. Gardner. 1972.Soil Physics. John Willey, New York.

Carter, M.R. 2001. Critical Level of Soil Organic Matter: The Evidence for England and Wales. Dalam: R.M. Reeset al., (eds)Sustainable

Management of Soil Organic Matter. CAB Int., Wallingford, UK. P 2 (7) 9-23.

Duiker, S.W. 2004. Effects of Soil Compaction. The Publications Distribution Center, The Pennsylvania State University. Pennsylvania. US.

Gugino, B.K., O.J. Idowu., R.R. Schindelbeck., H.M. Van Es., D.W. Wolfe., B.N. Moebius-Clune., J.E. Thies., and G.S. Abawi. 2009. Cornell Soil Health Assessment Training Manual. 2ndEd. Cornell University, Geneva, New York.

Hasanah, U. 2009. Respon Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada awal Pertumbuhan Terhadap Keragaman Ukuran Agregat Entisol. J, Agroland 16 (2): 103-109. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Tadulako. Palu.

Kemper, E.W., and R.C. Rosenau. 1986. Agregate Stability and Size

(41)

31

Kurnia, U. 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan Melestarikan Produktivitas Tanah. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Laksmita, P.S. 2008. Peningkatan Kemantapan Agregat Tanah Mineral oleh Bakteri Penghasil Eksopolisakarida. Menara Perkebunan 76 (2), 93-103. Martin, J.P., W.P. Martin., J.B. Page., W.A. Raney., dan J.D. De Ment. 1955.

Soil Agregation. Adv. Agron. 7: 1-38.

Naldo, R.A. 2011. Sifat Fisika Ultisol Limau Manis Tiga Tahun Setelah Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Hijau. Universitas Andalas. Padang. Nurida, N.L., dan U. Kurnia. 2009. Perubahan Agregat Tanah Pada Ultisols

Jasinga Terdegradasi Akibat Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. Jurnal Tanah dan Iklim. 5 (30) 5-9.

Prasetyo, B.H., dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal litbang pertanian 25 (2) 7-11. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor

Sarkar, S., S.R. Singh, and R.P. Singh. 2003.The Effect of Organic and

Inorganic Fertilizers on Soil Physical Condition and The Productivity of a Rice-Lentil Cropping Sequence in India. Journal of Agricultural Science. 3 (140): 419- 425.

Soepraptohardjo, M. 1961. Jenis-Jenis Tanah di Indonesia 1961. LPT. Bogor:

Stevenson, F.T. 1982. Humus Chemistry. John Willey and Sons. New York. Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-Tanah Pertanian di

Indonesia. Bogor.

Subowo, J. Subaga, dan M. Sudjadi. 1990. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Pencucian Hara Tanah Ultisol Rangkasbitung, Jawa Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. 9: 26-31.

Suriadikarta, D.A., dan R.D.M. Simanungkalit. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

(42)

32

Gambar

Gambar 1. Aplikasi chopper berti
Gambar 2. Pengambilan sampel tanah dengan metode diagonal
Tabel 1.  Perhitungan kemantapan agregat dengan  pengayakan kering.
Tabel 2.  Perhitungan kemantapan agregat pada pengayakan basah.
+3

Referensi

Dokumen terkait