ABSTRACT
THE EFFECT OF GIBBERELLIC ACID (GA3) AND BENZYLADENINE (BA)
ON THE GROWTH AND FLOWERING OF DENDROBIUM HYBRID
ORCHIDS
By
SYAIFUL BAHRI
Dendrobium is one of the largest orchid genera from the Orchidaceae familly.
These orchids are well known for their beauties of the shape, color, and size of the flowers, as
well as their frequent flowering and vast life longevity. Under usual condition, however,
Dendrobium (hybrid and/or non-hybrid) would take two to five years to reach maturity and
flowering. Therefore an effort is necessary to shorten the juvenile phase and accelerate the
flowering process. This research was aimed at studying the effect of various concentrations of
gibberellic acid (GA3) and benzyladenine (BA) on the growth and flowering Dendrobium
hybrids. The experiment was laid out using a randomized completely block design (RCBD)
arranged factorially (2x5); two GA
3concentrations (0 and 25 mg/l) and five BA concentrations
(0, 100, 200, 300 and 400 mg/l). The results showed that the application of GA3 25 mg/l did not
affect the growth and flowering of plants, but reduced the number of leaves in compare to the
control. The application of BA increased the percentage of flowering plants from only 10% in
the control to 48% in the plants treated with 100 mg/ml BA. Increasing concentrations of BA to
200, 300 and 400 mg/l enhanced the flowering percentage to 66.7%, 54.2% and 68.8%
respectively, although these values were not statistically different. The application of BA 200
mg/l resulted in higher number of new shoots and leaves than those of the control and BA 100
mg/l, but the effect of further increase in BA concentrations to 300 and 400 mg/l did not differ
from that of the 200 mg/l. There was no interaction between GA3 and BA for all observed
variable on the growth and flowering of Dendrobium hybrid.
ABSTRAK
PENGARUH ASAM GIBERELAT (GA3) DAN BENZILADENIN (BA) TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN
ANGGREK DENDROBIUM HIBRIDA
Oleh
SYAIFUL BAHRI
Dendrobium merupakan salah satu genera anggrek terbesar dari famili Orchidaceae. Tanaman
ini termasuk hibridanya terkenal karena keindahan bentuk, warna dan ukuran bunganya,
ditambah dengan seringnya berbunga serta memiliki masa segar bunga yang relatif lama. Akan
tetapi pada kondisi biasa Dendrobium membutuhkan waktu dua sampai lima tahun untuk
mencapai dewasa dan berbunga. Oleh karena itu perlu upaya untuk mempercepat proses
pembungaan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi asam giberelat
(GA
3) dan benziladenin (BA) terhadap pertumbuhan dan pembungaan Dendrobium hibrida.
Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) pola faktorial (2x5),
konsentrasi GA3 (0 dan 25 mg/l) dan BA (0, 100, 200, 300 dan 400 mg/l). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aplikasi GA3 25 mg/l tidak mempengaruhi pertumbuhan dan pembungaan
tanaman, kecuali pertambahan jumlah daun yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol.
Aplikasi BA mulai dari 100 mg/l meningkatkan persentase tanaman berbunga dari hanya 10 %
pada kontrol menjadi 48 %. Peningkatan konsentrasi BA menjadi 200, 300 dan 400 mg/l
menyebabkan peningkatan persentase tanaman berbunga berturut-turut menjadi 66,7 %, 54,2 %
dan 68,8 %, walaupun ketiganya tidak berbeda satu dengan lainnya. Aplikasi BA mulai dari 200
mg/l menghasilkan jumlah tunas baru dan pertambahan jumlah daun yang lebih banyak daripada
kontrol tanpa BA maupun BA 100 mg/l. Peningkatan konsentrasi BA menjadi 300 dan 400 mg/l
menghasilkan jumlah tunas baru dan pertambahan jumlah daun yang tidak berbeda dengan
perlakuan BA 200 mg/l. Tidak terdapat interaksi antara GA3 dan BA dalam mempengaruhi
semua variabel pengamatan.
PENGARUH ASAM GIBERELAT (GA
3) DAN BENZILADENIN (BA)
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN
ANGGREK
DENDROBIUM
HIBRIDA
Oleh
SYAIFUL BAHRI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar MAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Pascasarjana Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR... v
I. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian………... 3
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
1.4 Hipotesis ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Anggrek ... 5
2.1.1 Akar ... 5
2.1.2 Batang ... 6
2.1.3 Daun ... 6
2.1.4 Bunga ... 7
2.1.5 Buah ... 8
2.1.6 Biji ... 9
2.1.7 Klasifikasi ... 9
2.2 Pembungaan pada Anggrek ... 10
2.3 Pengaruh Aplikasi Hormon terhadap Pembungaan ... 12
2.4 Gugurnya Kuncup Bunga ... 14
III. BAHAN DAN METODE ... 16
3.1 Tempat dan Waktu ... 16
ii
3.3 Metode Penelitian ... 16
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 18
3.5 Pengamatan ... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Hasil Penelitian ... 23
4.1.1 Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam ... 23
4.1.2 Persentase Tanaman Berbunga (%) ... 24
4.1.3 Persentase Tanaman Bertunas (%) ... 27
4.1.4 Jumlah Tunas Baru (tunas) ... 27
4.1.5 Rata-rata Tinggi Tunas Baru (cm) ... 29
4.1.6 Pertambahan Jumlah Daun (helai) ... 29
4.1.7 Diameter Batang Semu (mm) ... 30
4.1.8 Keragaan Tanaman dan Karakter Hortikultura Jenis Dendrobiumhibrida ... 31
4.2 Pembahasan ... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas izin dan
petunjuk-Nya, penelitian dan penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan.
Penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya disetai ucapan terimakasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc. selaku pembimbing pertama yang telah memberikan
ide penelitian, bimbingan, bantuan, saran dan motivasinya mulai dari
persiapan penelitian sampai dengan selesainya tesis ini.
2. Dr. Ir. Agus Karyanto, M.Sc. selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan motivasi, saran, arahan dan bimbingan selama penelitian dan
penulisan tesis.
3. Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc. selaku pembahas dan penguji, Ketua Program
Studi Magister Agronomi dan pembimbing akademik atas motivasi, nasehat,
saran, bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan pendidikan.
4. Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc. dan Dr. Ir. Sungkono, M.P. yang telah
memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi.
5. Keluarga besar laboratorium kultur jaringan, Yane, Titik, Husna, Septi,
6. Sahabat seperjuangan Badri Burhan, atas persahabatannya selama ini dan
bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan tesis. Dan
teman-teman Program Studi Agronomi 2012 : Mulyanto, Frestika Dwi
Maharrini, Linggar Suprayogi, Rakhmansyah A. Wardhana, Viza Yelisanti
Putri, dan Yanto atas persahabatan dan motivasinya kepada penulis.
7. Keluarga besar, istri dan anak-anakku yang telah memberikan kasih sayang,
dukungan, pengorbanan dan do’a selama penulis menempuh pendidikan ini,
utamanya pada saat pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh untuk dikatakan sempurna, namun
demikian penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya dan semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis, Amin.
Bandarlampung, November 2014
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi, pada tanggal 1 Desember 1963 sebagai anak ke
tujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan bapak H. Bahri (alm) dan ibu Hj.
Masrifah (alm).
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 14 Kotabumi
pada tahun 1975, sekolah lanjutan tingkat pertama pada Sekolah Menengah
Pertama Xaverius Kotabumi pada tahun 1979, sekolah lanjutan tingkat atas pada
Sekolah Perkebunan Menengah Atas (SPbMA) lampung pada tahun 1983 dan
Sekolah Menengah Atas Arjuna Tanjung Karang pada tahun 1984.
Riwayat pendidikan tinggi dimulai penulis sebagai mahasiswa strata-1 pada
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palembang pada tahun
1984 dan lulus pada tahun 1989. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program
Studi Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun
2012.
Saat ini penulis bekerja sebagai Dosen Pegawai Negei Sipil dipekerjakan pada
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Surya Dharma Bandarlampung. Penulis
telah menikah dengan seorang wanita yang bernama Rame Sinambela dan telah
dikaruniai dua orang putri yang bernama Iswatun Hasanah Surohaya dan Mariam
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil Analisis Ragam Berbagai Variabel Pengamatan Pengaruh
Pemberian GA3dan BA serta Interaksi antar keduanya ... 23
2. Perbedaan karakter kuantitatif tiga jenisDendrobiumhibrida pada
Umur tiga bulan setelah aplikasi pertama. ... 31
3. Pengaruh GA3dan BA terhadap Persentase Tanaman Berbunga (%)
pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama ... 44
4. Uji Homogenitas Persentase Tanaman Berbunga ... 44
5. Daftar analisis ragam Persentase Tanaman Berbunga ... 45
6. Pengaruh GA3dan BA terhadap Persentase Tanaman Bertunas (%)
pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama ... 45
7. Uji Homogenitas Persentase Tanaman Bertunas ... 46
8. Daftar analisis ragam Persentase Tanaman Bertunas ... 46
9. Pengaruh GA3dan BA terhadap rata-rata Jumlah Tunas Baru (tunas)
pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama ... 47
10. Uji Homogenitas rata-rata Jumlah Tunas Baru ... 47
11. Daftar analisis ragam rata-rata Jumlah Tunas Baru... 48
12. Pengaruh GA3dan BA terhadap rata-rata Tinggi Tunas Baru (cm)
pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama ... 48
13. Uji Homogenitas rata-rata Tinggi Tunas Baru ... 49
14. Daftar analisis ragam rata-rata Tinggi Tunas Baru... 49
15. Pengaruh GA3dan BA terhadap Pertambahan Jumlah Daun (helai)
pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama ... 50
iv 17. Daftar analisis ragam Pertambahan Jumlah Daun ... 51
18. Pengaruh GA3dan BA terhadap Diameter Batang Semu (mm)
pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama ... 51
19. Uji Homogenitas Diameter Batang Semu ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bahan tanam anggrekDendrobiumhibrida yang digunakan,
berumur lebih kurang satu tahun sejak aklimatisasi; bars = 12 cm. ... 18
2. Aplikasi GA3atau BA pada setiap unit percobaan. ... 21
3. Pengaruh asam giberelat (GA3)terhadap persentase tanaman berbunga
Dendrobiumhibrida pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama... 25
4. Pengaruh konsentrasi benziladenin (BA) terhadap persentase tanaman berbungaDendrobiumhibrida pada umur tiga bulan setelah aplikasi
pertama ... 25
5. Keragaan tanamanDendrobiumhibrida pada perlakuan tanpa
benziladenin (BA0), BA 100 mg/l, 200 mg/l dan 400 mg/l pada umur
tiga bulan setelah aplikasi pertama; bars = 12 cm. ... 26
6. Pengaruh asam giberelat (GA3)terhadap rata-rata jumlah tunas baru
Dendrobiumhibrida pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama .. 27
7. Pengaruh konsentrasi benziladenin (BA) terhadap rata-rata jumlah tunas baruDendrobiumhibrida pada umur tiga bulan setelah
aplikasi pertama ... 28
8. Keragaan tunas baru pada perlakuan BA 0, 200, 300 dan 400 mg/l
(tanda panah); bars = 12 cm. ... 28
9. Pengaruh asam giberelat (GA3) terhadap pertambahan jumlah daun
(helai)Dendrobiumhibrida pada umur tiga bulan setelah aplikasi ... 29
10. Pengaruh konsentrasi benziladenin (BA) terhadap pertambahan jumlah daun baruDendrobiumhibrida pada umur tiga bulan setelah
aplikasi pertama ... 30
11. a.DendrobiumWorawit Red; b.D.[(D. King Dragon x Mount Kelly Beauty) XD. Mount Kelly Beauty]; c. hasil selfing dariD. Junita
Beauty pada umur tiga bulan setelah aplikasi pertama. ... 32
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Anggrek adalah tanaman hias anggota famili Orchidaceae, salah satu family
terbesar dalam kerajaan tumbuhan yang terdiri dari sekitar 600-800 genera dengan
total 20.000-30.000 spesies (Gunawan, 1994;Yusnita, 2010). Tanaman ini
bernilai ekonomi tinggi dan sangat prospektif untuk dibudidayakan baik sebagai
bunga pot, bunga potong maupun penghias rumah dan halaman. Saat ini minat
pasar anggrek di berbagai bagian dunia termasuk Indonesia didominasi oleh
anggrek-anggrek hibrida dengan variasi bunga yang indah dan masa segar yang
relatif lama (Yusnita, 2012).
Dendrobiummerupakan salah satu genera anggrek terbesar dan beraneka ragam
dengan hampir 900 spesies, yang menyebar mulai dari India sampai daerah
Pasifik dan Australia (Sukma dan Setiawati, 2010). Tanaman anggrek ini
termasuk hibridanya terkenal karena keindahan bentuk, warna dan ukuran
bunganya, ditambah dengan seringnya berbunga serta memiliki masa segar bunga
yang relatif lebih lama. Sifat-sifat inilah yang menjadikan tanaman anggrek ini
sebagai salah satu bunga hias pot maupun sebagai bunga potong, bahkan saat ini
menduduki peringkat pertama dalam perdagangan florikultura khususnya pada
2
Di beberapa Negara ASEAN, industri bunga anggrek tersebut sangat penting
kontribusinya terhadap perkembangan ekonomi (Hew dan Yong, 2004).
Permasalahan yang terjadi padaDendrobiumadalah dalam kondisi yang biasa
tanaman ini memiliki masa remaja yang panjang, sehingga membutuhkan waktu
dua sampai lima tahun untuk mencapai dewasa dan berbunga, tergantung pada
genotipenya (Kamemotoet al., 1999; Heeet al., 2007). Oleh karena itu perlu
upaya untuk mempercepat proses pembungaanDendrobiumsehingga dapat
meningkatkan daya saing dan nilai jual serta sangat penting dalam membantu
mempercepat proses pemuliaannya.
Berdasarkan laporan peneliti terdahulu, inisiasi bunga anggrek biasanya terkait
dengan intensitas cahaya (Kataokaet al., 2004), temperatur dan lama penyinaran
atau fotoperiodisitas (Vazet al., 2004) dan perubahan hormonal (Campos dan
Kerbauy, 2004). Zat pengatur tumbuh seperti giberelin, auksin, sitokinin dan
asam absisat telah digunakan pada industri bunga anggrek potong untuk berbagai
tujuan termasuk untuk inisiasi bunga. Sitokinin dianggap penting dalam memicu
proses berbunga. Salah satu jenis sitokinin yang sudah terdokumentasi untuk
merangsang pembungaan pada tanaman anggrek adalah benziladenin (BA),
seperti merangsang pembungaanin vitropadaD. Sonia 17 (Teeet al., 2008),D.
Madame Thong-In (Simet al., 2007),D. Chao Praya Smile (Heeet al., 2007),
Cymbidium niveomarginatumMak. (Kostenyuket al., 1999) dan Phalaenopsis
Pink Leopard Petra (Duan dan Yazawa, 1995). Giberelin seperti asam Giberelat
(GA3) juga telah dilaporkan dapat merangsang pembungaan padaDendrobiumcv.
3
dapat ditingkatkan oleh aplikasi giberelin terhadap persentase tanaman berbunga
pada anggrekDendrobiumLouisae cv. Dark (Goh, 1979). Pada dasarnya zat
pengatur tumbuh eksogen diterapkan untuk meningkatkan kadar hormon endogen,
sehingga memodifikasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh aplikasi zat pengatur
tumbuh eksogen GA3dan BA terhadap pertumbuhan dan pembungaan
Dendrobiumhibrida.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai konsentrasi zat
pengatur tumbuh eksogen GA3dan BA terhadap pertumbuhan dan pembungaan
Dendrobiumhibrida.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan agribisnis bunga
anggrek, baik sebagai bunga hias pot maupun bunga potong. Karena hasil
penelitian ini dapat diterapkan oleh pengusaha dan pedagang bunga untuk
mempercepat pembungaanDendrobium, sehingga dapat meningkatkan daya saing
dan nilai jual serta sangat penting dalam membantu mempercepat program
pemuliaannya.
1.4 Hipotesis
1. Pemberian asam giberelat (GA3) meningkatkan pertumbuhan dan
4
2. Pemberian benziladenin (BA) meningkatkan pertumbuhan dan
pembungaan anggrekDendrobiumhibrida.
3. Terdapat satu atau lebih kombinasi perlakuan GA3dan BA yang dapat
meningkatkan pertumbuhan dan pembungaan anggrekDendrobium
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Anggrek
2.1.1 Akar
Seperti tanaman lainnya, akar anggrek berfungsi untuk mengambil, menyerap dan
menghantarkan hara ke dalam tanaman. Fungsi lain dari akar anggrek adalah
sebagai alat untuk menempelkan diri pada tempat atau media tumbuh (Sutiyoso
dan Sarwono, 2009). Selanjutnya ditambahkan bahwa akar anggrek bervelamen,
artinya lapisan luar akarnya terdiri dari beberapa lapis sel, berongga dan
transparan. Velamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama
proses transpirasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta membantu
melekatkan akar pada benda yang ditumpanginya (Darmono, 2005).
Akar anggrek epifit seringkali merupakan akar udara atau akar nafas yang
menggantung bebas atau menempel pada struktur tempat anggrek menempel.
Akar ini dicirikan oleh warna hijau atau hijau kemerahan pada ujungnya,
sedangkan bagian lainnya berwarna putih hingga abu-abu, abu-abu kecoklatan
karena tertutupi oleh velamen. Akar anggrek umumnya berbentuk silindris,
berdaging lunak, dan berujung runcing. Pada anggrek simpodial akar tumbuh
pada pangkal batang semu, sedangkan pada anggrek monopodial akar muncul
6
2.1.2 Batang
Batang anggrek sangat beragam baik bentuk maupun ukurannya (Yusnita, 2012).
Berdasarkan pola pertumbuhannnya batang anggrek ada yang berbentuk tunggal
dengan bagian ujung batang tumbuh lurus tidak terbatas, pola pertumbuhan yang
demikian disebut pola pertumbuhan monopodial. Pada jenis lainnya, ditemui pola
pertumbuhan yang simpodial yaitu anggrek dengan pertumbuhan ujung batang
terbatas. Batang ini akan tumbuh terus, setelah mencapai batas maksimum,
pertumbuhan batang akan terhenti (Gunawan, 1994; Hidayani, 2007). Anggrek
Dendrobiumtergolong dalam tipe simpodial, artinya mempunyai batang utama
dengan pertumbuhannya terbatas. Anggrek ini memiliki batang utama yang
tersusun oleh ruas-ruas tahunan. Masing-masing ruas dimulai dengan daun sisik
dan berahir dengan setangkai pembungaan. Batang utama baru muncul dari dasar
batang utama sebelumnya (Sutiyoso dan Sarwono, 2009). Ukuran batangnya
dapat mencapai tinggi lebih dari 2,5 meter dengan diameter 3 cm serta tidak
berumbi (Darmono, 2005; Yusnita, 2010).
2.1.3 Daun
Daun anggrek memiliki bentuk dan ukuran berbeda-beda tergantung jenis dan
varietasnya (Hidayani, 2007). Kebanyakan spesies anggrek mempunyai daun
yang bentuknya mirip dengan kebanyakan tanaman monokotil lainnya, yaitu
memanjang dengan tulang daun sejajar dan tepi daun yang rata, Akan tetapi ada
juga jenis-jenis anggrek yang bentuk daunnya seperti tanaman palm, seperti
7
seperti daun sirih (Yusnita, 2012). Ketebalan daun anggrek juga bervariasi dari
tipis sampai tebal berdaging (sukulen). Dendrobium, Phalaenopsis, Aranda,
MokaradanPaphiopedilumtergolong anggrek berdaun tebal, sedangkan anggrek
berdaun tipis adalahGrammatophyllumdanOncidium. Daun melekat pada
batang dengan kedudukan satu helai tiap buku dan berhadapan dengan daun pada
buku berikutnya atau berpasangan, yaitu setiap buku terdapat dua helai daun yang
berhadapan (Gunawan, 1994; Yusnita, 2010).
2.1.4 Bunga
Pada kebanyakan jenis anggrek, infloresens bunga terdiri dari poros malai bunga
(axis) dan kuntum-kuntum bunga. Poros malai bunga ini terbagi menjadi dua,
yaitu tangkai bunga bagian bawah (peduncle) yaitu dari batang hingga bagian
terbawah dari kuntum bunga, danrachisyaitu bagianaxistempat kuntum-kuntum
bunga berada. Kuntum bunga yang paling tua berada di bagian paling bawah dan
semakin ke ujung bagian atas, kuntum bunga makin muda (Yusnita, 2010).
Menurut Gunawan (1994), bunga anggrek umumnya memiliki lima bagian utama
yaitu sepal (kelopak bunga), petal (mahkota bunga), stamen (benang sari), pistil
(putik), dan ovary (bakal buah). Selanjutnya Yusnita (2012) menyatakan bahwa
umumnya bunga anggrek merupakan bunga sempurna yang mempunyai
androecium(alat reproduksi jantan) dangymnoecium(alat reproduksi betina).
Kelopak bunga atau sepal berjumlah tiga buah, yaitu sepal teratas yang disebut
sepal dorsal, dan dua lainnya dibagian samping, disebut sepal lateral. Mahkota
berselang-8
seling dengan sepal, sedangkan yang terbawah mengalami modifikasi menjadi
bibir bunga (labellum). Di bagian tengah bunga terdapat tugu bunga yang
merupakan tempat berkumpulnya alat reproduksi jantan dan alat reproduksi
betina. Pollen atau serbuk sari bisa berupa individu pollen (monads) yang
berkumpul dalam satu kelompok, atau terdiri dari empat butir (tetrads) yang juga
bergabung dalam massa disebut pollinia. Pollinia berwarna kuning pucat atau
kuning cerah tersimpan dalam sebuah kotak kepala sari yang disebutanther cap
yang terletak di ujung atas tugu bunga dan biasanya pollinia anggrek berjumlah
2-8 buah. Putik atau alat reproduksi betina adalah rongga berisi materi lengket
yang terletak di bawahanther capmenghadap ke arah bibir bunga. Bakal buah
(ovary) terletak di dasar bunga (inferior), yaitu di bawah tugu, sepal dan petal.
2.1.5 Buah
Buah anggrek merupakan bentuk pembesaran bakal buah setelah terjadi
pembuahan dan fertilisasi. Buah anggrek sering disebut dengan polong atau
kapsul karena bentuknya mirip polong atau kapsul. Polong buah anggrek tersusun
dari tiga karpel dan apabila masak akan pecah dan mengeluarkan biji yang banyak
jumlahnya. Bentuk polong buah anggrek dan waktu yang diperlukan sejak
pembuahan hingga buah masak bervariasi tergantung genus atau spesiesnya
(Yusnita, 2012). Selanjutnya ditambahkan bahwa, kebanyakan buahDendrobium
berbentuk kapsula dan memerlukan waktu 3-3,5 bulan sejak pembuahan hingga
9
2.1.6 Biji
Biji anggrek berukuran sangat kecil, karena kecilnya biji anggrek sering disebut
dengandust seeds. Panjang biji anggrek adalah 0,3-5 mm dan lebarnya 0,08-0,75
mm. Dalam satu polong buah anggrek terdapat banyak sekali biji, yaitu sekitar
1.300 hingga 4.000.000 biji. Polong buah yang masak jika dibelah akan
menampakkan ribuan biji yang berwarna kuning atau kuning kecoklatan. Embrio
pada biji anggrek berukuran jauh lebih kecil dari pada ukuran biji, yaitu sekitar
30-100 µm x 100-300 µm dan beratnya 0,3-14 µg. Di dalam biji, embrio yang
tersusun dari sekitar 100 sel menempati sebagian kecil ruang dalam biji, dan
dibungkus oleh testa mirip jaring. Jadi sekitar 70-90% ruangan dalam biji
anggrek berisi udara. Hal ini memudahkan penyebaran biji anggrek karena biji
anggrek mudah tertiup angin dan berada di udara cukup lama. Kebanyakan biji
anggrek tidak mempunyai kotiledon dan endosperm. Struktur embrio berbentuk
bulat telur atau lonjong yang diselimuti oleh testa tebal ini, jika dikondisikan pada
lingkungan perkecambahan yang sesuai akan berkecambah menjadi protokorm
(Yusnita, 2012). Menurut Purwanto dan Semiarti (2013), biji anggrek sebetulnya
bukan merupakan biji yang sempurna karena tidak mempunyai cadangan makanan
(endosperm), sehingga untuk mengecambahkan biji-biji tersebut di alam harus
dibantu mikoriza.
2.1.7 Klasifikasi
Sistem klasifikasi anggrekDendrobiummenurut Dressler dan Dodson (2000)
10
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Subfamili : Epidendroideae
Rumpun : Epidendreae
Subrumpun : Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
Spesies : Dendrobium bifale,
Dendrobium macrophyllum,
Dendrobium affine,
Dendrobium phalaenopsis, dll
2.2 Pembungaan pada Anggrek
Pembungaan merupakan tahap penting pada perkembangan tanaman. Menurut
Hew dan Yong (2004), proses pembungaan pada anggrek tropik dapat dibagi
menjadi dua proses yaitu induksi pembungaan atau inisiasi pembungaan dan
perkembangan bunga. Induksi pembungaan dipengaruhi oleh faktor genetik,
lingkungan dan fisiologi. Setelah induksi, kuncup bunga akan tumbuh dan
pertumbuhan selanjutnya tergantung pada pasokan photoasimilat dari berbagai
11
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembungaan tanaman anggrek adalah faktor
genetik, faktor fisiologi dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan
serangkaian gen yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, tetapi ada
keterkaitan faktor fisiologi dan lingkungan. Faktor genetik akan mempengaruhi
bentuk dasar tanaman, warna bunga, bentuk bunga, tingkat adaptasi, kecepatan
pertumbuhan dan kerentanan terhadap penyakit, sedangkan faktor fisiologi
merupakan segala aktifitas yang berkaitan langsung dengan fungsi dan kegiatan
yang menunjang pembungaan tanaman. Faktor lingkungan sangat berperan dalam
proses pembungaan tanaman meliputi komponen kelembaban, suhu dan intensitas
cahaya (Sandra, 2007). Hew dan Yong (2004) menyatakan bahwa tiga faktor
penting yang menentukan kapan tanaman akan berbunga sehubungan dengan
ontogeni dan musim adalah fase juvenil, vernalisasi dan photoperiodisitas.
Menurut Hew dan Yong (2004), fase juvenil adalah fase pertumbuhan awal
tanaman, dimana pembungaan tidak dapat diinduksi oleh perlakuan apapun.
Lamanya fase juvenil sangat bervariasi diantara anggrek (satu sampai 13 tahun)
dan rata-rata dua sampai tiga tahun. Sebagai contoh padaDendrobiumSarie
Marijs memiliki periode juvenil tiga tahun empat bulan sepuluh hari, sedangkan
DendrobiumLin Yoke Ching, periode juvenilnya adalah delapan tahun dua bulan
dua belas hari.
Menurut Chomchalow (2004), suhu, terutama suhu rendah merupakan faktor
penting terhadap pembungaan. Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan
pola pembelahan meristem, dari apikal menjadi lateral. Penempatan tanaman
12
yang diungkapkan oleh Lopez dan Runkle (2005), bahwa tanamanD. nobile
membutuhkan suhu rendah (13oC) untuk merangsang pembungaannya, sedangkan untukD.phalaenopsis membutuhkan suhu 18oC.
Chomchalow (2004), menyatakan bahwa photoperiodisitas adalah siklus panjang
hari dalam jangka waktu 24 jam. Pembungaan tanaman sebagai respon terhadap
panjang hari dikenal sebagai photoperiodisitas. Sehubungan dengan
photoperiodisitas tersebut tanaman dapat diklasifikasikan sebagai tanaman hari
pendek, tanaman hari panjang dan tanaman hari netral. Sebagai contoh, tanaman
DendrobiumNobile pembungaannya tidak dipengaruhi oleh panjang hari,
sedangkanDendrobium phalaenopsismembutuhkan lama penyinaran di bawah
sembilan jam per hari untuk merangsang pembungaannya (Lopez dan Runkle,
2005). Selanjutnya Phengphachanhet al.(2012) melaporkan bahwa tanaman
Rhynchostylis giganteayang ditumbuhkan pada kondisi lama penyinaran 10 jam
per hari akan memunculkan tunas bunga lebih cepat daripada tanaman yang
ditumbuhkan pada kondisi alamiah.
2.3 Pengaruh Aplikasi Hormon terhadap Pembungaan
Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian
tumbuhan yang dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat
rendah mampu menimbulkan respon fisiologis. Respon pada organ sasaran tidak
perlu bersifat memacu, karena proses seperti pertumbuhan atau diferensiasi
kadang malahan terhambat oleh hormon, terutama oleh asam absisat (Salisbury
13
Pembungaan agaknya merupakan suatu proses fisiologi yang komplek sebagai
hasil interaksi faktor internal dan faktor lingkungan. Perubahan tunas apikal atau
aksilar dari vegetatif menjadi tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas
hormonal yang berlangsung pada tanaman tersebut yang umumnya dirangsang
oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan perubahan panjang hari atau lama
penyinaran. Dimana kepekaan tanaman terhadap rangsangan faktor eksternal
tersebut bertambah dengan bertambahnya umur tanaman.
Aplikasi hormon untuk merangsang pembungaan tanaman tidak selalu
menunjukkan hasil yang konsisten. Hasil yang tidak konsisten ini mungkin
berkaitan dengan konsentrasi yang diaplikasikan, waktu aplikasi dikaitkan dengan
stadia perkembangan tanaman, dan kondisi hormonal tanaman.
Giberelin dapat menggantikan kebutuhan perlakuan suhu rendah pada beberapa
spesies dan kebutuhan lama penyinaran pada tanaman hari panjang untuk
merangsang pembungaan, tetapi giberelin tidak dapat menggantikan lama
penyinaran yang dibutuhkan pada tanaman hari pendek. Pengaruh giberelin
dalam merangsang pembungaan juga tidak berlaku untuk semua spesies.
Pemberian GA3250 mg/l yang dikombinasikan dengan frekuensi rendah irigasi,
meningkatkan persentase berbunga anggrekBrassocattleyaMarcella Koss, tetapi
tidak padaCattleyaIrene Holguin (Cardosoet al., 2010). Selanjutnya Hew dan
Yong (2004) melaporkan bahwa aplikasi giberelin eksogen mampu mempercepat
14
Hormon tumbuh sitokinin berperan penting dalam memacu proses pembungaan.
Salah satu jenis sitokinin yang sudah terdokumentasi untuk merangsang
pembungaan pada tanaman anggrek adalah benziladenin (BA). Sebagaimana
yang dilaporkan oleh Hew dan Yong (2004) bahwa BA memberikan efek yang
konsisten terhadap induksi pembungaan anggrek. Seperti merangsang
pembungaan padaArandaDeborah,DendrobiumLouisae Dark danAranthera
James Storie.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembungaan tanaman sering
dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh tertentu, tetapi tidak ditemukan pola
hubungan yang jelas antara hormon yang telah dikenal secara luas seperti auksin,
etilen, giberelin, asam absisat dan sitokinin dengan proses pembungaan tanaman,
karena banyaknya fakta yang bertolak belakang. Hormon tertentu merangsang
pembungaan pada spesies tertentu tetapi sebaliknya menghambat atau tidak
berpengaruh sama sekali pada spesies tanaman yang lain (Lakitan,1996).
2.4 Gugurnya Kuncup Bunga
Kurangnya asimilat menjadi faktor yang menentukan gugurnya kuncup bunga
pada anggrek. Studi jangka panjang pada pembungaanDendrobiumJacquelyn
Thomas menyatakan bahwa ada korelasi yang signifikan antara frekuensi
pengguguran kuncup bunga dan panjang malai. Panjang malaiDendrobium,
seperti pada anggrek sympodial lainnya termasukOncidiumGoldiana, tergantung
pada tingkat pasokan asimilat dari daun. Fenomena gugurnya kuncup bunga pada
15
mungkin merupakan respon kurangnya asimilat. Kompetisi untuk ketersediaan
asimilat antara kuncup bunga adalah kecil pada kondisi pertumbuhan yang
optimal, dimana daun mampu memenuhi permintaan untuk pertumbuhan aktif
semua kuncup bunga. Pada kondisi sub-optimal (misal, suhu rendah, hari
berawan atau defisit air), kuncup bunga tertentu dapat mendominasi dan
membatasi pasokan asimilat dan menyebabkan aborsi dari kuncup bunga lain
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca, Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, yang di mulai dari bulan Januari 2014 sampai dengan Mei 2014.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga anggrek
Dendrobiumhibrida pada fase dewasa berumur lebih kurang satu tahun sejak
aklimatisasi yang berasal dari nursery anggrek Hasanudin Orchid Batu Malang
Indonesia, arang kayu, cat, pupuk, fungisida, insektisida dan air. Alat–alat yang
digunakan adalah timbangan, gelas ukur, alat pengaduk, gunting, pisaucutter,
palu, kuas, pot plastik warna hitam ukuran 12,hand sprayer, selang plastik,
ember, gayung, corong, thermohigrometer, gembor, pH meter,magnetic stirrer,
jangka sorong, meteran serta alat–alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) pola
faktorial (2x5). Faktor pertama terdiri dari 2 taraf konsentrasi Asam giberelat
17
konsentrasi benziladenin (BA) yaitu 0 mgl-1(BA0), 100 mgl-1(BA100), 200 mgl-1
(BA200), 300 mgl-1(BA300), dan 400 mgl-1(BA400). Petak percobaan
dikelompokkan berdasarkan genotipe tanaman yang digunakan (Kelompok I
untukD. Worawit Red, Kelompok II untukD. [(D. King Dragon x Mount Kelly
Beauty) X D. Mount Kelly Beauty dan Kelompok III untukD.Junita Beauty ).
Dengan demikian terdapat sepuluh kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan
tersebut adalah sebagai berikut :
GA0BA0 = tanpa GA3+ tanpa BA
GA0BA100 = tanpa GA3+ 100 mgl-1BA
GA0BA200 = tanpa GA3+ 200 mgl-1BA
GA0BA300 = tanpa GA3+ 300 mgl-1BA
GA0BA400 = tanpa GA3+ 400 mgl-1BA
GA25BA0 = 25 mgl-1GA3+ tanpa BA
GA25BA100 = 25 mgl-1GA3+ 100 mgl-1BA
GA25BA200 = 25 mgl-1GA3+ 200 mgl-1BA
GA25BA300 = 25 mgl-1GA3+ 300 mgl-1BA
GA25BA400 = 25 mgl-1GA3+ 400 mgl-1BA
Setiap satu satuan percobaan terdiri dari delapan pot bunga, sehingga jumlah pot
bunga untuk seluruh perlakuan pada percobaan ini adalah sebanyak 240 pot
bunga. Data yang diperoleh diuji dengan uji Bartlett untuk menguji homogenitas
ragam antar perlakuan dan uji Tukey untuk sifat kemenambahan data. Apabila
18
perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil
(BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Bahan Tanam
Bahan tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah anggekDendrobium
hibrida yang berumur lebih kurang satu tahun sejak aklimatisasi, terdiri dari tiga
jenis atau genotipe yaituD. Worawit Red (I),D. [(D. King Dragon x Mount Kelly
Beauty) X D. Mount Kelly Beauty (II) danD.Junita Beauty (III) seperti tertera
pada Gambar 1. Bahan tanam tersebut berasal dari nursery anggrek Hasanudin
[image:32.612.133.501.391.550.2]Orchid Batu Malang Indonesia.
Gambar 1. Bahan tanam anggrekDendrobiumhibrida yang digunakan, berumur lebih kurang satu tahun sejak aklimatisasi; bars = 12 cm.
3.4.2 Repotting
Repotting adalah pemindahan tanaman ke tempat atau wadah yang lain.
19
repotting dilakukan menggunakan pot plastik berwarna hitam dengan diameter
12 cm yang diisi dengan arang kayu hitam sebagai medianya. Selanjutnya pot
yang telah berisi tanaman disusun di atas meja ataubench, dan dipelihara selama
dua minggu sebagai proses adaptasi, sebelum diberi perlakuan.
3.4.3 Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, pengendalian hama dan
penyakit, serta pemupukan. Penyiraman diberikan setiap hari atau disesuaikan
dengan keadaan yang dilakukan menggunakan alat gembor atau dengan cara
disemprot menggunakanhand sprayer. Penyiraman tidak dilakukan pada saat
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta pada saat penyemprotan GA3
dan BA.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara menyemprot tanaman
dengan fungisida Mancozeb 80 % konsentrasi 1,5g/l dan insektisida Alfametrin
15g/l konsentrasi 1 ml/l, penyemprotan dilakukan setiap minggu satu kali, baik
pada saat adaptasi maupun pada saat pelaksanaan perlakuan.
Pemupukan yang dilakukan pada saat adaptasi menggunakan pupuk NPK
20:20:20, takaran yang digunakan 2g/l air yang diberikan dua kali dengan interval
satu minggu satu kali, dengan cara disemprot pada seluruh bagian tanaman sampai
jenuh. Sedangkan pemupukan pada saat pelaksanaan penelitian menggunakan
pupuk NPK 25:5:20 yang diberikan pada minggu pertama, sedangkan pada
minggu kedua dan ketiga menggunakan pupuk NPK 10:40:15, demikian untuk
20
(alternate) seperti di atas. Takaran yang digunakan pada masing-masing jenis
pupuk adalah 2g/l air yang diberikan dengan cara menyemprotkan larutan pupuk
ke seluruh bagian tanaman sampai jenuh dengan memakaihand sprayertangan.
3.4.4 Aplikasi GA3dan BA
Aplikasi GA3dan BA dilakukan setiap minggu selama delapan minggu
berturut-turut, dengan cara disemprotkan di seluruh bagian tanaman dengan menggunakan
hand sprayer. Sebelum aplikasi terlebih dahulu dilakukan kalibrasi pada
masing-masinghand sprayeryang akan digunakan. Setelah dilakukan kalibrasi, maka
setiap pot mendapatkan 8 ml setiap kali aplikasi. Untuk menghindari pengaruh
yang tidak menguntungkan, maka aplikasi GA3dan BA dipisahkan pada hari yang
berbeda. GA3diberikan setiap hari selasa, sedangkan pemberian BA dilakukan
setiap hari rabu setiap minggunya. Untuk menghindari tumpang tindih perlakuan,
maka pada saat aplikasi GA3atau BA pada masing-masing unit percobaan diberi
[image:34.612.169.474.467.670.2]sekat (Gambar 2).
21
3.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap suhu dan kelembaban rumah kaca, juga jumlah
awal tunas dan jumlah keseluruhan daun pada bunga yang dicobakan. Jumlah
keseluruhan daun pada bunga yang dihitung adalah daun yang telah mekar,
sedangkan jumlah tunas yang dihitung adalah tunas-tunas yang telah memiliki
daun ataupun yang baru muncul. Pengamatan dilakukan pada awal penelitian dan
digunakan sebagai data awal.
Selain itu pengamatan juga dilakukan terhadap peubah di bawah ini, pengamatan
dilakukan pada 3 bulan setelah perlakuan pertama :
1. Persentase tanaman berbunga (%)
Dengan cara menghitung jumlah tanaman yang berbunga dibagi jumlah
tanaman yang dicobakan dalam satu unit percobaan dikalikan seratus persen.
2. Persentase tanaman bertunas (%)
Dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah tanaman yang bertunas,
dengan seluruh tanaman dalam satu unit percobaan dikalikan seratus persen.
3. Rata-rata jumlah tunas baru (tunas)
Dihitung berdasarkan rata-rata jumlah tunas yang baru muncul setelah
perlakuan dalam satu unit percobaan.
4. Rata-rata tinggi tunas baru (cm)
Dihitung berdasarkan tinggi tunas baru dalam satu unit percobaan, kemudian
dirata-ratakan. Pengukuran menggunakan meteran kain yang dimulai dari
22
5. Rata-rata jumlah daun baru (helai)
Dihitung berdasarkan jumlah daun yang baru terbentuk setelah perlakuan,
dengan cara mengurangi jumlah daun diakhir penelitian dengan jumlah daun
pada saat sebelum perlakuan kemudian dirata-ratakan.
6. Diameter batang semu (mm)
Diukur dengan menggunakan jangka sorong pada bagian batang semu yang
terbesar.
7. Panjang malai bunga (cm)
Dengan cara mengukur panjang malai bunga, mulai dari pangkal malai sampai
dengan ujung malai dengan menggunakan meteran kain.
8. Jumlah kuntum bunga per malai (kuntum)
Dengan cara menghitung seluruh kuntum bunga yang ada dalam satu malai,
baik kuntum bunga yang sudah mekar maupun yang belum mekar.
9. Diameter bunga terbesar (cm)
Dengan cara mengukur diameter bunga pada kuntum bunga yang terbesar
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Aplikasi 25 mg/l GA3tidak mempengaruhi pertumbuhan dan pembungaan
tanaman, kecuali pertambahan jumlah daun yang lebih kecil dibandingkan
dengan kontrol.
2. Aplikasi BA padakonsentrasi 100 mg/l meningkatkan persentase tanaman
berbunga dari 10 % pada kontrol menjadi 48 %. Peningkatan konsentrasi
BA dari 100 menjadi 200, 300 dan 400 mg/l menyebabkan peningkatan
persentase tanaman berbunga menjadi 66,7 %, 54,2 % dan 68,8 %,
walaupun ketiga nilai ini tidak berbeda satu sama lainnya.
3. Pemberian BA mulai dari 200 mg/l menghasilkan jumlah tunas baru dan
pertambahan jumlah daun yang lebih banyak daripada kontrol tanpa BA
maupun BA 100 mg/l. Peningkatan konsentrasi BA menjadi 300 dan 400
mg/l menghasilkan jumlah tunas dan pertambahan jumlah daun yang tidak
berbeda dengan perlakuan BA 200 mg/l.
4. Tidak terdapat interaksi antara GA3dengan BA dalam mempengaruhi
39
5.2 Saran
Dari hasil penelitan ini dapat diketahui bahwa aplikasi GA325 mg/l tidak
mempengaruhi pertumbuhan dan pembungaan pada anggrekDendrobiumhibrida,
kecuali pertambahan jumlah daun yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol.
Tetapi aplikasi BA mulai dari 100 mg/l meningkatkan persentase tanaman
berbunga dibandingkan dengan kontrol tanpa BA. Peningkatan konsentrasi BA
dari 100 menjadi 200, 300 dan 400 mg/l BA menyebabkan peningkatan persentase
tanaman berbunga (nilainya tidak berbeda nyata satu sama lainnya). Dengan kata
lain BA 200 mg/l merupakan konsentrasi yang optimum untuk merangsang
pembungaan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan BA pada konsentrasi antara 100–200 mg/l dengan selang
konsentrasi lebih kecil yang dikombinasikan dengan GA3dengan konsentrasi lebih
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, S. 2009. Pengaruh konsentrasi benziladenin (BA) pada pembentukan anakanAnthuriumdanAglaonema. Tesis Pascasarjana Magister Agronomi Universitas Lampung. Bandar Lampung. 76 hlm.
Blanchard, M.G. dan E.S. Runkle. 2008. Benzyladenine promotes flowering in
DoritaenopsisandPhalaenopsisOrchids. J. Plant. Growth. Regul.27: 141-150.
Bhatt, S.T. dan N.M. Chauhan. 2012. Effect of GA3and BA on growth and
flowering ofDendrobiumcv. Sonia-17. The Asian Journal of Horticulture. 7(1): 197-199.
Cardoso, J.C., E.O. Ono and J.D. Rodrigues. 2010. Giberrelc acid and water regime in the flowering induction ofBrassocattleyaandCattleyahybrid orchids.Hortic. Brass.28: 395-398
Campos, K.A. dan G.B. Kerbauy. 2004. Thermoperiodic effect on flowering and endogenous hormonal status inDendrobium(Orchidaceae). J. Plant. Physiol.161: 1385-1387.
Chomchalow, N. 2004. Flower forcing for cut flower production with special reference to Thailand. AU J.T.7(3): 137-144
Darmono, D.W. 2005.Budidaya Anggrek Vanda. Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hlm.
Duan, J.X. dan S. Yazawa. 1995. Induction precocious flowering and seed formation ofDoriellaTiny (Doritis pulcherrima x Kingiella philppinensis)
in vitroandin vivo. Acta. Hort.397: 103-110.
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Univeritas Indonesia Press, Jakarta. 428 hlm.
Goh, C.J. 1979. Hormonal regulation of flowering in sympodial orchid hybrid
DendrobiumLouisae. New. Phytol.82: 375-380.
41
Hidayani, F. 2007. Mengenal dan Bertanam Anggrek. Penerbit CV Armico. Bandung. 90 hlm.
Hee, K.H., C.S. Loh, dan H.H. Yeoh. 2007. In Vitroflowering and rapidin vitro
embryo production inDendrobiumChao Praya Smile (Orchidaceae). Plant Cell. Report.26: 2055-2062.
Hew, C.S. and J.W.H. Yong. 2004.The Physiology of Tropical Orchids in Relation to The Industry, Second Edition. World Scientific. 370 P.
Kamemoto, H., T.D. Amore dan A.R. Kuehnle. 1999. BreedingDendrobium
orchids in Hawaii. University of Hawaii Press, Honolulu.
Kataoka, K., K. Sumitomo, T. Fudano dan K. Kawase. 2004. Change in sugar content of Phalaenopsisleaves before floral transition. Sci. Hort.102(1): 121-132.
Konstenyuk, I., B.J. Oh dan I.S. So. 1999. Induction of early flowering in
Cymbidium niveo-marginatumMarkin vitro. Plant. Cell. Rep.19: 1-5
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Penerbit PT Raja Grafindo persada, Jakarta. 218 hlm.
Lopez, R.G. and E.S. Runkle. 2005. Environmental physiology of growth and flowering of orchids. Hort. Science40(7): 1969-1973
Martin, K.P. dan J. Madassery. 2006. Rapidin vitropropagation ofDendrobium
hybrids through direct shoot formation from foliar explants, and protocorm like bodies. Sci. Hort.108: 95-99.
Nambiar, N., C. S. Tee dan M. Mahmood. 2012. Effect of 6-benzylaminopurine on flowering of aDendrobiumorchid.A.J.C.S.6(2): 225-231.
Phengphachanh, B., D. Naphrom, W. Bundithya and N. Potapohn. 2012. Effects of day-length and gibberellic acid (GA3) on flowering and endogenous
levels inRhynchostylis gigantea(Lindl.) Ridl. Journal of Agricultural Science4(4): 217-222
Puchooa, D. 2004. Comparison of different culture media for thein vitroculture ofDendrobium(Orhidaceae).Int. J. Agric. Biol. 6: 884-888.
Purwanto, A.W. dan E. Semiarti. 2013.Pesona Kecantikan Anggrek Vanda. Penerbit Kanisius. Yogyajakarta. 95 hlm.
Sandra, E. 2007. Membuat Anggrek Rajin Berbunga. Agromedia, Jakarta.
42
Sim, G.E., C.S. Loh dan C.J. Goh. 2007. High frequency earlyin vitroflowering ofDendrobiumMadame Thong-In (Orchidaceae). Plant. Cell. Rep.26: 383-393.
Sukma, D dan A. Setiawati. 2010. Pengaruh waktu dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan pembungaan anggrekDendrobium‘Tong Chai Gold’. J. Hort. Indonesia1(2): 97-104.
Sutiyoso, Y. dan B. Sarwono. 2009. Merawat Anggrek. PT Penebar swadaya. Jakarta. 72 hlm.
Taiz, L dan E. Zeiger. 2010.Plant Physiology, Fourth Edition. Sinaueur Associates Inc., Publishers Sunderland, Massachusetts, U. S. A.
Tee, C.S., M. Maziah dan C.S. Tan. 2008. Induction ofin vitroflowering in the orchidDendrobiumSonia 17. Biol. Plantarum52(4): 723-726.
Utama, Y. 2011. Pengaruh BA dan NAA terhadap pertumbuhan anggrek
Dendrobiumhibrida. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.
Vaz, A.P.A., R.C.L. Figueredo-Ribeiro dan G.B. Kerbauy. 2004. Photoperiod and temperature effect onin vitrogrowth and flowering ofP. pusilla, an epiphytic orchid. Plant Physiol. Bioch.42: 411-415.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lab. Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 247 hlm.
Widiastoety, D., N. Solvia dan M. Soedarjo. 2010. Potensi anggrekDendrobium
dalam meningkatkan variasi dan kualitas anggrek bunga potong. Jurnal Litbang Pertanian29(3): 101-106
Wu, P.H. dan D.C.N. Chang. 2012. Cytokinin treatment and flower quality in
Phalaenopsisorchid: Comparing N-6 benzyladenine, kinetin and 2-isopentenyl adenin. African Journal of Biotechnology.11(7): 1592-1596.
Yusnita. 2010. Perbanyakan In Vitro Tanaman Anggrek. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung. 128 hlm.