PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED
HEADS TOGETHER KELAS V SDN 01 TEMPURAN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Skripsi)
Oleh
DEVIANA MAY RITA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED
HEADS TOGETHER KELAS V SDN 01 TEMPURAN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh
DEVIANA MAY RITA
Penelitian ini berawal dari masih rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa yaitu kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 65 pada mata pelajaran Matematika kelas V SDN 1 Tempuran. Tujuan penelitian adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa menggunakan model Cooperative Learning tipe NHT.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas dengan daur pada setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data kegiatan dikumpulkan melalui lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Cooperative Learning tipe NHT pada mata pelajaran matematika kelas V SDN 1 Tempuran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang menunjukkan hasil perubahan pembelajaran siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan setiap siklusnya yaitu persentase rata-rata aktivitas belajar siswa siklus I (46,9%), siklus II (55,8%), dan siklus III (67,19%). Begitu juga hasil belajar siswa pada siklus I terdapat 5 siswa (31,25%) mencapai ketuntasan belajar, pada siklus II terdapat 8 siswa (50%), dan untuk siklus III meningkat menjadi 12 siswa (81,25% ). Peningkatan hasil belajar didukung uji perbedaan hasil pre-tes dan post-tes, menggunakan uji t pada siklus I diperoleh hasil thitung = 11,33 > ttabel = 2,13, siklus II diperoleh hasil thitung 7,74 = > ttabel = 2,13, dan siklus III diperoleh hasil thitung 5,37 = > ttabel = 2,13 dengan α = 0,05 (taraf kepercayaan 5%), (dk): n-1 dan n = 16. Artinya ada perbedaan antara hasil pre-tes dengan hasil post-tes secara signifikan.
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED
HEADS TOGETHER KELAS V SDN 01 TEMPURAN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh
DEVIANA MAY RITA Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Pada
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul : PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL
BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER KELAS V SDN 01
TEMPURAN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Nama Mahasiswa : DEVIANA MAY RITA
Nomor Pokok Mahasiswa : 0813053022
Program Studi : S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan (KIP)
MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Alben Ambarita, M. Pd. Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd. NIP 19570711 198503 1 004 NIP 13176021 600000 0 000
2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Alben Ambarita, M.Pd.
Sekretaris : Dra. Hj. Nelly Astuti, M.Pd.
Penguji
Bukan Pembimbing : Drs. Muncarno, M.Pd.
2. Dekan FKIP
Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si NIP 19600315 198503 1 003
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama mahasiswa : Deviana May Rita
NPM : 0813053022
Program studi : S-1 PGSD
Jurusan : Ilmu Pendidikan
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “ Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together Kelas V SDN 01 Tempuran Trimurjo Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013” adalah asli hasil penelitian saya dan tidak plagiat, kecuali pada bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dan apabila dikemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup dituntut berdasarkan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.
Metro, Februari 2013 Yang membuat pernyataan,
Deviana May Rita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ganjaragung Kecamatan
Metro Barat, Kota Metro pada tanggal 07 Mei 1990,
sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Mugiono dan Ibu Suyati.
Riwayat pendidikan peneliti:
1. Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 06
Metro Barat pada tahun 2002.
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 01 Kota Metro pada
tahun 2005.
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 02 Kota Metro pada
tahun 2008.
4. Tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa program Sarjana Pendidikan
MOTTO
“Allah tidak membebankan sesuatu pada seseorang melainkan sesuai dengan
kemampuannya”.
(Q.S. Al-baqarah : 286)
”Ada waktunya ketika kau yakin semuanya berakhir. Padahal saat itu
merupakan awal.”
(Louis L’Amour)
ix
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Ayahandaku Bapak Mugiono dan Ibundaku tercinta Ibu Suyati yang selalu
memberiku dukungan, semangat dan mendoakan yang tebaik untuk
keberhasilanku
Adikku Ardi Irvan Mei Sandy yang selalu mendambakan keberhasilanku
Calon suamiku tercinta Tri Agung Anandha yang selalu memberiku dukungan,
semangat, dan selalu setia mendampingi dan menemani hari-hariku hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
Sahabat terbaiku Yulisa Safitri, S.Pd dan Yulia Ratmawati yang selalu bersama
dalam suka dan duka hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Prodi S1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universita Lampung
sebagai Almamaterku
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Kelas V SDN 01 Tempuran Trimurjo Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.
Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku rektor Universitas Lampung yang telah memberikan kemudahan kepada peneliti dalam mengikuti pendidikan hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta stafnya yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung beserta stafnya yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada peneliti dalam mengikuti pendidikan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
xi
kepada peneliti dalam mengikuti pendidikan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua S1 PGSD Metro dan selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi kemudahan dan arahan kepada peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Utama atas kesediannya untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, kritik dan saran yang sangat bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini. 7. Ibu Dra. Hj. Nelly Astuti, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing kedua atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, kritik dan saran yang sangat bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini. 8. Bapak Drs. Muncarno, M.Pd., selaku Dosen Pembahas atas kesediaannya
untuk membahas, memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat dalam proses penyempurnaan skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu dosen serta staf S1 PGSD Universitas Lampung yang turut andil dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
10. Ibu Dra. Sudarmi. Kepala SDN 1 Tempuran yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di SDN 1 Tempuran.
11. Ibu Maryam A.Ma,Pd selaku guru pamong dan teman kolaborasi dalam melaksanakan penelitian ini yang telah banyak membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
12. Seluruh guru, staf administrasi, dan seluruh karyawan di SDN 1 Tempuran yang yang telah memberikan kemudahan dan motivasi yang membangun kepada peneliti.
13. Siswa-siswi kelas V SDN 1 Tempuran yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
14. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ibunda Ibu Suyati dan Ayahanda Bapak Mugiyono, dan adikku Ardi Irvan Mei Sandy beserta keluarga besar tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil, doa, serta kasih sayang demi keberhasilan studi peneliti. 15. Tri Agung Anandha yang telah memberikan doa, semangat, motivasi dan
xii kalian.
17. Rekan-rekan S1 PGSD angkatan 2008, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, yang telah berjuang bersama demi masa depan yang cerah dan terimakasih atas kebersamaan serta dukungan yang diberikan selama ini. 18. Seluruh dosen, staf administrasi dan karyawan FKIP Unila, seluruh
teman-teman PGSD, kakak-kakak, adik-adik angkatan, 2006, 2007, 2009, 2010, 2011 terimakasih atas kerja samanya.
19. Semua pihak yang telah banyak memberikan motivasi dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan dan perkembangan mutu pendidikan khususnya pendidikan dasar ke SD-an. Semoga Allah SWT melimpahkan balasan atas kebaikan dan perhatian yang diberikan kepada peneliti, serta semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Amin.
Metro, Februari 2013
Penulis
v A. Model Cooperative Learning tipe Numbered Head Together NHT ... 9
vi
3) Hasil Belajar Siswa ... 56
d.Refleksi Siklus I ... 58
e. Saran Perbaikan/Tindakan Kelas untuk Siklus II ... 56
2. Siklus II ... 60
a. Perencanaan ... 60
b. Pelaksanaan ... 61
1) Pertemuan I ... 61
2) Pertemuan II ... 63
c. Hasil Observasi Siklus II ... 65
1) Aktivitas Belajar Siswa ... 62
2) Kinerja Guru ... 66
3) Hasil Belajar Siswa ... 69
d.Refleksi Siklus II ... 70
3. Siklus III... C. Pembahasan ... 70
1. Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 84
2. Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran ... 87
3. Hasil Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 96
vii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Langkah-langkah dalam Model Cooperative Learning ... 12
2. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam % ... 32
3. Data Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 dan Pertemuan 2 ... 52
4. Kinerja Guru pada Siklus I ... 54
5. Hasil Belajar Siklus I ... 57
6. Data Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1 dan Pertemuan 2 ... 65
7. Kinerja Guru pada Siklus II ... 67
8. Hasil Belajar Siklus II ... 70
9. Data Aktivitas Siswa Siklus III Pertemuan 1 dan Pertemuan 2 ... 78
10. Kinerja Guru pada Siklus III ... 79
11. Hasil Belajar Siklus III ... 82
12. Rekapitulasi Persentase Aktivitas Siswa Per-Siklus ... 85
13. Rekapitulasi Kinerja Guru Per-Siklus ... 88
viii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 33
2. Grafik rekapitulasi presentase aktivitas siswa... 85
3. Grafik rekapitulasi presentase kinerja guru... 88
ix
13. Lembar Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II Pertemuan I ... 173
14. Lembar Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II Pertemuan II ... 174
15. Lembar Observasi Aktivitas Guru pada Siklus II Pertemuan I ... 181
16. Lembar Observasi Aktivitas Guru pada Siklus II Pertemuan II ... 182
17. Daftar Nilai Pre Test dan Post Test Siklus II ... 186
18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ... 158
19. Silabus Siklus III ... 154
20. Pemetaan Siklus III... 151
21. Lembar Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus III Pertemuan I ... 175
22. Lembar Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus III Pertemuan II ... 176
23. Lembar Observasi Aktivitas Guru pada Siklus III Pertemuan I ... 183
24. Lembar Observasi Aktivitas Guru pada Siklus III Pertemuan II ... 184
25. Daftar Nilai Pre Test dan Post Test Siklus III ... 186
26. Surat Izin Penelitian Pendahuluan dari Fakultas ... 100
27. Surat Izin Penelitian dari Fakultas ... 101
28. Surat Keterangan Penelitian dari Fakultas ... 102
29. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 103
30. Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 104
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta
Aqib, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Edisi II. Bumi Aksara. Jakarta.
Depdiknas. 2006. Pedoman Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar. Balai Pustaka. Jakarta.
_____ . 2008. Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran. Dikti. Jakarta. Dimyati Mudjiono. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Direktorat Pendidikan Nasional. http://Direktorat Pendidikan Nasional.com./1994/ sisdiknas/(diakses pada 12 juli 2012 @ 17:15)
Fahmi, Syaiful. 2011. Cooperative Learning. http://pmat.uad.ac.id/cooperative-learning.html. Diakses pada tanggal 12 juli 2012 @ 05.45 WIB.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar mengajar. PT Bumi Aksara. Jakarta. Herdian. 2009. Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together).
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/. Diakses pada 13 Juli 2012 @ 13.00 WIB.
Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Belajar. Yogyakarta.
Isjoni. Kelebihan model Cooperative Laerning tipe Numbered Heads Together. 2009.http://matematika-ipa.com. Diakses pada 13 juli 2011 @14.00 WIB. Junaidi, Wawan. Pengertian Jenis-jenis Membaca. 2009.
98
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.
Kusnandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. PT Rajawali Pers. Jakarta.
. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. Manfaat, Budi. 2010. Membumikan Matematika dari Kampus ke Kampung.
Eduvision Publishing. Cirebon. 180 hlm.
Martati, Badruli. 2010. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Kewaarganegaraan Strategi Penanaman Nilai. Grasindo. Bandung.
Meyer, Dave. 2002. The Achelerated learning Handbook. Kaifa. Bandung. Muchith, Saekan, dkk.. 2010. Cooperative Learning. RaSAIL. Semarang.
Muncarno, 2009. Bahan Ajar Statistik Pendidikan. FKIP PGSD. Bandar Lampung.
Mursell, J. 2008. Mengajar dengan Sukses. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo. Bandung.
Slavin, Robert, E. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Jakarta.
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.
,Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.
Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sutarno. 2008. Konsep Dasar SD. Depdikbud Dirjen Dikti. Jakarta.
Syah, Muhibibn. 2002. Psikologi Belajar. PT Raja Grafindo Persada. Bandung. Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik. Dirjen Pendidikan
Tinggi Depdiknas. Jakarta. 167 hlm.
Tim Redaksi. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. 2008. Sinar Grafika. Jakarta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media Group. Surabaya.
Wardhani, I.G.A.K, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam Undang-undang Pendidikan Nasional Republik Indonesia
No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 (ayat 1) dijelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. Pentingnya arti pendidikan menuntut guru untuk lebih
bertanggungjawab dalam proses pembelajaran sehingga terjadi
peningkatan pada pengetahuan dan keterampilan siswa.
Mata pelajaran matematika telah dikenalkan pada siswa mulai
dari kelas rendah. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang
sulit dan tidak menyenangkan. Salah satu penyebab akar masalah ini
adalah karena kurangnya keterlibatan aktivitas belajar siswa dengan
kehidupan nyata mereka. Manfaat (2010: 9) mengemukakan bahwa
matematika bukanlah pulau asing yang hanya menarik untuk dilabuhi
sendiri yang setiap hari disinggahi. Belajar matematika hakikatnya
adalah membaca aktivitas dari realitas kehidupan kita sendiri.
Dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 16 Juli 2012 di SDN 01 Tempuran Trimurjo
Lampung Tengah khususnya pada kelas V diketahui bahwa dalam
proses pembelajaran Matematika guru lebih sering menggunakan
model pembelajaran yang bersifat konvensional yang menyebabkan
peran serta siswa dalam pembelajaran rendah dan membosankan yang
diakhiri dengan tanya jawab dan penugasan. Sehingga berdampak pada
aktivitas dan hasil belajar yang didapatkan siswa kurang maksimal.
Pada saat proses pembelajaran siswa terlihat kurang aktif dan
jarang bertanya mengenai materi yang sedang diajarkan. Dari hasil
belajar terlihat masih terdapat siswa yang belum mencapai nilai
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditetapkan sekolah
sebesar 65 pada Kompetensi Dasar “Melakukan pengerjaan hitung
bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan, dan
penaksiran”, hanya 8 siswa dari 16 siswa yang mencapai nilai KKM
tersebut yaitu dengan persentase 50 %.
Untuk mengatasi hal tersebut, telah dilakukan berbagai upaya
perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran Matematika di sekolah.
Salah satu pembelajaran yang ditawarkan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran Matematika Sekolah Dasar ( SD ) adalah model
pembelajaran yang didasarkan pada pandangan konstruktivis karena
3
8.18) mengemukakan bahwa model pembelajaran konstruktivis yang
dapat diterapkan untuk memperbaiki aktivitas dan hasil belajar serta
kinerja guru. Salah satunya adalah dengan menerapkan model
pembelajaran cooperative learning tipe Numbered Heads Together
(NHT).
Menurut Solihatin dan Raharjo (2007: 4) cooperative learning
mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja
sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih dimana keberhasilan kerja sama sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Model cooperative learning memiliki beragam tipe dan jenis,
salah satunya yang dapat diterapkan untuk memeperbaiki kinerja guru
dalam membelajarkan Matematika yaitu model NHT.
Huda (2011: 138) mengemukakan bahwa model NHT memiliki
banyak kelebihan, salah satunya yaitu dapat meningkatkan semangat
kerja sama siswa dan model cooperative learning tipe ini dapat
digunakan untuk semua mata pelajaran dan setiap tingkatan kelas.
Mengingat segala kelebihan yang dimiliki oleh model
pembelajaran tipe ini maka dapat disimpulkan bahwa dengan
menerapkan model NHT pada pembelajaran Matematika di SD maka
dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Dengan mempertimbangkan keberhasilan tersebut maka,
Penelitian Tindakan Kelas dengan judul: ”Peningkatan Aktivitas dan
Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas V SDN
01 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013”.
1 . 2 Id e n t i f i k a s i M a s a l a h
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan
beberapa masalah seperti berikut.
1. Proses pembelajaran yang kurang ,menarik sehingga aktivitas
peserta didik yang mendukung proses pembelajaran pun berkurang.
2. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru.
3. Siswa kurang aktif dan kurang bertanya dalam kegiatan
pembelajaran. Suasana belajar yang kurang menyenangkan
sehingga siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran
Matematika.
4. Hasil belajar Matematika siswa masih rendah, terbukti pada hasil
belajar Matematika, sebanyak 8 siswa (50%) mencapai nilai di
bawah KKM dengan rata-rata nilai 58. Sedangkan KKM yang
ditetapkan oleh sekolah adalah 65.
5. Guru masih melakukan pembelajaran secara konvensional dalam
proses pembelajaran Matematika.
1 . 3 Ba t a s a n M a s a l a h
Masalah dalam penelitian ini perlu dibatasi agar terarah dan
5
“Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran
Matematika melalui model NHT Tahun Pelajaran 2012/2013”.
1 . 4 R u m u s a n M a s a l a h
Berdasarkan batasan masalah di atas maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui
model NHT kelas V SDN 01 Tempuran Trimurjo Lampung
Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013?
2. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa melalui model
NHT kelas V SDN 01 Tempuran Trimurjo Lampung Tengah
Tahun Pelajaran 2012/2013?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V SDN 01 Tempuran
Trimurjo Lampung Tengah pada pembelajaran Matematika dengan
menggunakan model NHT Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 01 Tempuran
Trimurjo Lampung Tengah pada pembelajaran Matematika dengan
menggunakan model NHT Tahun Pelajaran 2012/2013.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat
1. Peserta didik, yaitu dapat lebih aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran dan lebih siap untuk mengikuti proses pembelajaran
Matematika khususnya kelas V semeter 1 SDN 01 Tempuran
Trimurjo.
2. Guru, yaitu dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru
Matematika mengenai penggunaan model NHT sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan
profesional guru dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas.
3. Lembaga Sekolah (SDN 01 Tempuran Trimurjo), yaitu dapat
memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya meningkatkan
mutu pembelajaran bagi tenaga pendidik di sekolah bersangkutan.
4. Peneliti, yaitu dapat menambah wawasan dan pengetahuan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
1.1 Tinjauan Pustaka
1.1.1 Model Pembelajaran Cooperative Learning
1.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat diterapkan untuk memperbaiki
aktivitas dan hasil belajar siswa serta kinerja guru. Menurut
Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain,
model pembelajaran merupakan bungkus atau bungkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Sedangkan Menurut Mayer (dalam Trianto, 2010: 21)
secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep
yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal, dan sesuatu
yang nyata dan dikonversikan untuk sebuah bentuk yang lebih
komprehensif.
Lebih lanjut Suprijono (2011: 48) model pembelajaran
dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
biasanya tergantung pada tujuan, materi, karakteristik sekolah,
lingkungan, dan kebutuhannya.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dijabarkan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
merupakan suatu kerangka konseptual yang menggambarkan
bentuk pembelajaran dari awal hingga akhir. Dengan kata lain
model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu konsep yang
digunakan untuk mempresentasikan suatu hal.
1.1.1.2 Pengertian Model Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan
strategi pembelajaran melalui kelompok kecil peserta didik yang
saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Depdiknas dalam Komalasari, 2010: 62).
Menurut Solihatin dan Raharjo (2007: 4) cooperative learning
mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua
orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sama sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu
sendiri.
Sedangkan menurut Slavin (2009: 4) cooperative learning
merujuk pada berbagai macam metode pembelajaran di mana para
peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
9
pembelajaran. Hal senada juga diungkapkan oleh Stahl (Solihatin
dan Raharjo, 2007: 5) yang mengungkapkan bahwa model
pembelajaran cooperative learning menempatkan peserta didik
sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu
hasil yang optimal dalam belajar.
Berdasarkan pengertian model cooperative learning dari
beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat penulis simpulkan
bahwa model pembelajaran cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan
konstruktivistik, model pembelajaran ini menempatkan peserta
didik sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai
hasil belajar yang optimal.
1.1.1.3 Prinsip Dasar Cooperative Learning
Dalam menggunakan model cooperative learning di dalam
kelas, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan. Adapun
prinsip-prinsip dasar tersebut menurut Stahl (Solihatin dan Raharjo,
2007: 7), meliputi sebagai berikut:
a. Perumusan tujuan belajar peserta didik harus jelas b. Penerimaan yang menyeluruh oleh peserta didik
tentang tujuan belajar
c. Ketergantungan yang bersifat positif d. Interaksi yang bersifat terbuka e. Tanggung jawab individu f. Kelompok bersifat heterogen
g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif h. Tindak lanjut (follow up)
i. Kepuasan dalam belajar
Hal senada juga dipaparkan oleh Muchit, dkk. (2010:
harus dilakukan dalam mencapai kegiatan pembelajaran yang
optimal, yaitu (1) prinsip ketergantungan positif, (2) tanggung
jawab perseorangan, (3) interaksi tatap muka, dan (4) partisipasi
dan komunikasi.
Sedangkan menurut Muslimin, dkk., (dalam
Widyantini, 2008: 4) mengemukakan prinsip dasar cooperative
learning adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok (peserta didik) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok (peserta didik) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. e. Setiap anggota kelompok (peserta didik) akan
diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka
penulis menyimpulkan bahwa prinsip utama dalam
pembelajaran dengan menggunakan model cooperative
learning adalah dapat membentuk peserta didik agar lebih
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri serta dengan
kelompoknya dengan didasari prinsip kepemimpinan untuk
mencapi tujuan bersama. Dengan indikator sebagai berikut:
11
bersifat terbuka, tanggung jawab individu, kelompok bersifat
heterogen, dan tindak lanjut.
1.1.1.4 Ciri-ciri Cooperative Learning
Muchit (2010: 92) mengungkapkan bahwa model cooperative learning memiliki karakteristik tersendiri, yaitu (1) pembelajaran dilakukan secara tim, (2) pembelajaran didasarkan pada manajemen kooperatif, (3) adanya kemauan untuk bekerja sama, dan (4) keterampilan bekerja sama. Masih dalam sumber yang sama Rosyada mengungkapkan bahwa terdapat empat unsur penting dalam model cooperative yaitu (1) adanya peserta dalam kelompok, (2) adanya aturan kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
Pendapat yang lain diungkapkan oleh Muslimin, dkk.
(Widyantini, 2008: 4) yang mengungkapkan bahwa ciri-ciri
cooperative learning adalah sebagai berikut; kerja kelompok,
pembentukan kelompok secara heterogen, dan penghargaan
kelompok. Hal senada juga diungkapkan oleh Arends (2009),
ciri-ciri cooperative learning adalah, (a) peserta didik bekerja dalam
kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis, (b)
anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari peserta didik
yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi, (c) jika
memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif
berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin, dan (d) sistem
penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada
individu.
Berdasarkan pada pendapat para ahli di atas dapat penulis
peserta didik yang belajar bersama dalam sebuah kelompok
heterogen, dalam hal ini berarti setiap anggota kelompoknya
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda serta setiap individu
dalam kelompok harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri serta
dengan rekan sesama kelompoknya.
1.1.1.5 Langkah-langkah Cooperative Learning
Dalam menggunakan model cooperative learning di dalam
kelas, ada beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikan.
Menurut Arends (Suwarjo, 2008: 106) dan Suprijono (2011: 65)
mengungkapkan bahwa terdapat 6 fase atau langkah utama dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu seperti yang diungkapkan dalam
tabel di berikut ini:
Tabel 1. Langkah-langkah Cooperative Learning. No. Langkah-langkah Aktivitas Guru
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik (present goals and set)
Menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dan memotivasi peserta didik untuk belajar.
2. Menyajikan informasi
(present information) Guru menyajikan informasi dengan berbagai bentuk aktivitas pembelajaran. 3. Mengorganisasikan
peserta didik dalam kelompok belajar
(organize students into learning teams)
Guru menyampaikan informasi tentang bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu peserta didik agar melakukan transisi dalam kelompok belajar secara efesien. pada saat kelompok melakukan tugas bersama.
5. Evaluasi
(test on the materials) Guru mengevaluasi hasil belajar kelompok melalui representasi peserta didik dalam kelompok.
6. Memberi penghargaan
13
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh pendapat ahli di
atas maka penulis menyimpulkan bahwa kegiatan dalam
cooperative learning diawali dengan menyampaikan tujuan dan
memotivasi peserta didik untuk belajar, kegiatan ini kemudian
diakhiri dengan memberikan penghargaan atau pengakuan kepada
kelompok yang dianggap berprestasi.
1.1.1.6 Tujuan Cooperative Learning
Tujuan dari cooperative learning adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi
oleh keberhasilan kelompoknya. Slavin (2009: 6) mengungkapkan
bahwa tujuan cooperative learning berbeda dengan kelompok
tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana
keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain.
Sedangkan
Sedangkan menurut Martati (2010: 15) model pembelajaran kooperatif dikembangkan paling sedikit tiga tujuan penting, yaitu tujuan pertama, pembelajaran kooperatif dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademis yang penting. Tujuan kedua adalah toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas social, atau kemempuannya. Tujuan ketiga adalah kooperatif mengajarkan keterampilan kerjasama dan berkolaborasi kepada peserta didik
.
Lebih lanjut Ibrahim (Muchit, 2010: 90) merangkum tujuan
model cooperative learning menjadi tiga tujuan penting, yaitu:
a. Hasil belajar akademik
dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Cooperative learning member peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja sama dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan social
Cooperative learning mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Hal ini penting untuk dimiliki peserta didik sebab saat ini banyak anak muda yang masih kurang dalam keterampilan sosial.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa tujuan cooperative learning selain untuk
meningkatkan prestasi akademis peserta didik, cooperative
learning juga dapat menumbuhkan sikap toleransi dan penerimaan
terhadap kekurangan orang lain, serta dapat mengembangkan
keterampilan sosial.
1.1.1.6 Jenis-Jenis Model Cooperative Learning
Ada beberapa model pembelajaran kooperatif (Arends,
2001). Di sini akan diuraikan secara ringkas masing-masing model
tersebut.
a. Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang paling sederhana. Langkah-langkah
15
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau
permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang
akan dicapai.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara
individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok
terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan kemampuan
yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku
yang berbedaserta kesetaraan jender.
d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam
kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan
pemahaman materi (Slavin, 1995).
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi
pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara
individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari
b. Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan model
Cooperative Learning yang paling kompleks dan paling sulit untuk
diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan.
Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam
perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana
jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma
dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih
terpusat pada guru.
Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa
yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk
dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat
yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik
untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas
topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
c. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan
kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan
pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada
penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh
17
tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan
kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah
mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan
oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam
kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif,
daripada penghargaan individual.
d. Numbered Heads Together (NHT)
NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Lagkah-langkah yang harus ditempuh dalam penerapan
model ini yaitu:
a. Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok.
Masing-masing peserta didik dalam kelompok diberi nomor.
b. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing
kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang
dianggap paling benar dan memastikan semua anggota
kelompok mengetahui jawaban tersebut.
d. Guru memanggil salah satu nomor. Peserta didik dengan nomor
yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi
e. Jigsaw
Cooperative Learning tipe jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam
satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada
anggota lain
f. Team Assited Individualization atau Team Accelarated
Instruction (TAI)
Pembelajaran kooperatif tipe Team Assited
Individualization (TAI) ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini
mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan
pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi
kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan
pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan
masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara
individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan
oleh guru.
1.1.2 Model Cooperative Learning Tipe NHT
2.1.2.1 Pengertian Model Cooperative Learning Tipe NHT
Model cooperative learning memiliki beragam tipe dan
jenis, salah satunya yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran yaitu model NHT. Herdian (2009) mengungkapkan
19
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Sedangkan Slavin (2009: 256) memaparkan bahwa NHT
pada dasarnya adalah sebuah varian dari Group Discussion,
pembelokannya yaitu hanya pada satu peserta didik yang
mewakili kelompoknya tetapi sebelumnya tidak diberi tahu siapa
yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Pembelokan
tersebut memastikan keterlibatan total dari semua peserta didik.
Lebih lanjut Komalasari (2010: 62) mengatakan bahwa
pada model pembelajaran ini setiap peserta didik diberi nomor
kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru
memanggil nomor dari peserta didik.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas maka
dapat penulis simpulkan bahwa model NHT adalah suatu model
pembelajaran di mana para peserta didik berkumpul dalam satu
kelompok kecil untuk berdiskusi memecahakan masalah dan
setiap anggotanya memiliki nomor yang berbeda dan setiap
peserta didik diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok
kemudian secara acak guru memanggil nomor dari peserta didik.
2.1.2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran NHT
Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan oleh
Salah satunya diungkapkan oleh Huda (2011: 138),
lagkah-langkah yang harus ditempuh dalam penerapan model ini yaitu:
a. Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing peserta didik dalam kelompok diberi nomor.
b. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
d. Guru memanggil salah satu nomor. Peserta didik dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompomk mereka.
Hal senada juga diungkapkan oleh Muchith (2010: 107)
yang memaparkan langkah-langkah dalam pembelajaran
dengan menggunakan model NHT menjadi empat langkah
penting yaitu:
a. Langkah 1: Penomoran (Numbering), yaitu guru membagi peserta didik menjai beberapa kelompok yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap peserta didik dalam kelompok tersebut memiliki nomor yang berbeda. b. Langkah 2: Pengajuan pertanyaan (Questioning), yaitu
guru mengajukan suatu pertanyaan kepada peserta didik. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
c. Langkah 3: Berpikir bersama (Heads Together), yaitu peserta didik berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
d. Langkah 4: Pemberian jawaban (Answering), yaitu guru menyebut satu nomor dan para peserta didik dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
Penjabaran yang sedikit berbeda mengenai
21
oleh Komalasari (2010: 62-63), di mana langkah-langkah
tersebut yaitu:
a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor,
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya,
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
f. Kesimpulan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat
penulis himpun untuk langkah-langkah yang harus ditempuh
dalam pembelajaran dengan menggunakan model NHT yaitu
diawali dengan pembentukan kelompok, dimana setiap anggota
kelompok diberi nomor, selanjutnya adalah pemberian masalah
atau pertanyaan yang harus dipecahkan oleh seluruh anggota
kelompok, dan diakhiri dengan guru menyebutkan salah satu
nomor dari setiap kelompok untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh guru. Dengan indikator sebagai berikut: peserta
didik dibagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing peserta
didik dalam kelompok diberi nomor, guru memberikan
tugas/pertanyaan dan setiap kelompok mengerjakannya,
kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap
paling benar dan memastikan semua anggota kelompok
nomor, peserta didik dengan nomor yang dipanggil
mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka, lalu
teman dari kelompok lain menanggapi dan yang terakhir
kesimpulan.
2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan NHT
Kelebihan dari model NHT salah satunya diungkapkan
oleh Huda (2011: 138), yaitu 1) memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk saling sharing ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, 2) meningkatkan
semangat kerja sama, dan 3) dapat digunakan untuk semua mata
pelajaran dan tingkatan kelas.
Isjoni (2009) mengungkapkan bahwa kelebihan model
NHT ada empat yaitu:
a. Setiap peserta didik menjadi siap semua,
b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, c. Peserta didik yang pandai dapat mengajari peserta
didik yang kurang pandai, dan
d. Tidak ada peserta didik yang mendominasi dalam kelompok.
Sedangkan kelemahannya adalah kemungkinan nomor
yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru dan tidak semua
anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari beberapa
pendapat para ahli di atas adalah model NHT ialah model
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus
23
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Dengan indikator model pembelajaran ini ialah setiap peserta
didik menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi dengan
sungguh-sungguh, peserta didik yang pandai dapat mengajari
peserta didik yang kurang pandai, dan tidak ada peserta didik
yang mendominasi dalam kelompok, peserta didik berpikir
bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap
orang mengetahui jawaban tersebut.
1.1.3 Aktivitas Belajar
2.1.3.1 Pengertian Aktivitas
Pengertian aktivitas menurut Sardiman (2011: 100) adalah
kegiatan interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang
melibatkan fisik dan pikiran. Sedangkan Rosseau dalam
Sardiman (2011: 100) aktivitas adalah segala pengetahuan yang
diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri,
bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri yang
melibatkan kerja pikiran serta fisik.
Lebih lanjut Hamalik (2001: 28) aktivitas adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut yaitu pengetahuan,
pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,
hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti.
Dari beberapa pengertian tentang aktivitas yang telah
suatu proses kegiatan yang melibatkan fisik ataupun pikiran yang
menimbulkan perubahan-perubahan atau pembaharuan tentang
tingkah laku.
2.1.3.2 Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Mursell (2008: 22) adalah
suatu usaha mencari dan memahami pengertian, makna,
pemahaman. Bila usaha itu gagal maka dapat dikatakan
pembelajarannya juga gagal. Berikut dikemukakan oleh Sardiman
(2011: 20) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru.
Sedangkan menurut Syah (2002: 113) belajar adalah
tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan menetap
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.
Dari beberapa teori di atas, penulis menyimpulkan bahwa
belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa untuk
mengubah perilakunya melalui pengalaman yang diperoleh secara
langsung dalam proses belajar dan pembelajaran.
2.1.3.3 Pengertian Aktivitas Belajar
Pengertian aktivitas belajar menurut Meyer (2002: 90)
25
perilakunya melalui pengalaman yang diperoleh secara langsung
dalam proses belajar dan pembelajaran.
Sedangkan menurut Kunandar (2010: 296) aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu
dimana siswa mampu mengajukan pertanyaan, siswa dapat
merespon aktif pertanyaan yang diberikan guru, siswa
berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah dalam
pembelajaran, siswa antusias dan semangat dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran, siswa dapat memberikan tanggapan saat
mengikuti proses pembelajaran, siswa dapat memotivasi diri dan
melaksanakan instruksi dari guru, siswa aktif dalam
mengkonstruksikan bahan praktikum.
Menurut Junaidi (2009) aktivitas belajar adalah segenap
rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan
seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa
perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya bergantung
pada sedikit banyaknya perubahan.
Dari beberapa pengertian tentang aktivitas belajar yang
dikemukakan di atas, penulis menyimpulkan bahwa aktivitas
belajar adalah segala kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik
ataupun pikiran dalam kegiatan pembelajaran dengan indikator
yaitu siswa mampu mengajukan pertanyaan, siswa dapat
merespon aktif pertanyaan yang diberikan guru, siswa
pembelajaran, siswa antusias dan semangat dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran, siswa dapat memberikan tanggapan saat
mengikuti proses pembelajaran, siswa dapat memotivasi diri dan
melaksanakan instruksi dari guru, siswa aktif dalam
mengkonstruksikan bahan praktikum.
1.1.4 Hasil Belajar
Pengertian hasil belajar menurut Kusnandar (2010: 277) adalah
hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari
mata pelajaran yang berupa data kualitatif maupun kuantitatif.
Pendapat yang lain diungkapkan oleh Suprijono (2011: 7) hasil
belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah
satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya hasil pembelajaran tidak
dilihat secaara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.
Bloom, dkk., (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26) mengkategorikan jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar
ke dalam tiga ranah, diantaranya:
a. Ranah kognitif, terdiri dari enam perilaku, diantaranya: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah afektif, terdiri dari lima perilaku, diantaranya: penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, serta pembentukan pola hidup.
c. Ranah psikomotor, terdiri dari tujuh perilaku, diantaranya: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa (berketerampilan), gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat
27
dihasilkan oleh peserta didik yang meliputi pengetahuan dan
keterampilan yang nampak pada perubahan tingkah laku setelah melalui
proses pembelajaran dengan indikator domain kognitif yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, penilaian.
1.1.5 Matematika
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari
jenjang SD sampai dengan perguruan tinggi. Alasan pentingnya
matematika untuk dipelajari karena begitu banyak kegunaannya.
Suwangsih (2006: 9) menyebutkan kegunaan matematika yaitu sebagai
berikut :
a. Matematika sebagai pelayan ilmu yang lain.
b. Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya
dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat (2010: 9) mengemukakan bahwa matematika bukanlah
pulau asing yang hanya menarik untuk dilabuhi oleh orang-orang
tertentu, akan tetapi matematika adalah pulau kita sendiri yang setiap hari
disinggahi. Belajar matematika hakikatnya adalah membaca aktivitas dari
realitas kehidupan kita sendiri. Adapun Suwangsih (2006 : 3)
mengemukakan bahwa matematika terbentuk dari pengalaman manusia
dalam dunianya secara empiris. Sejalan dengan itu Hans Freudental
(dalam Tarigan, 2006:3) memandang bahwa matematika merupakan
kegiatan insani (human activities) dan terkait dengan realitas, dekat
dengan dunia anak, dan relevan bagi masyarakat, sehingga apa yang
sebagai suatu kegiatan, yakni proses matematisasi matematika”. Dengan
demikian ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka
dalam dirinya terjadi proses matematisasi.
Dari uraian di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa
matematika merupakan kegiatan yang mengajak anak untuk mencari,
menemukan, dan membangun pengetahuan berdasarkan perhitungan
dengan aktivitas dalam kehidupan mereka. Matematika merupakan mata
pelajaran yang berkaitan dengan realitas kehidupan manusia dalam
perhitungan sehari-hari yang dapat mewujudkan tujuan dari pendidikan,
yaitu membentuk manusia yang cerdas, berintelektual, dan memiliki daya
nalar berdasarkan pemikiran yang logis.
1.2 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian atau tinjauan pustaka di atas dirumuskan hipotesis
penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran
Matematika menggunakan model Cooperative Learning Tipe Numbered
Heads Together (NHT) dengan langkah-langkah yang tepat maka aktivitas
dan hasil belajar siswa kelas V SD N 01 Tempuran Trimurjo Lampung
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classroom Action Research yaitu suatu Action Research (penelitian tindakan) yang dilakukan
di kelas (Wardhani, dkk., 2007: 1.3). Dalam setiap siklus terdiri dari 4
kegiatan pokok yang dirangkai menjadi satu kesatuan yaitu perencanaan
(planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting). Penelitian ini dipilih dan berkolaborasi dengan guru kelas V
SDN 01 Tempuran Trimurjo.
3.1.1 Setting Penelitian
3.1.1.1Subjek Penelitian
Subjek PTK ini adalah siswa kelas VB yang terdiri dari 16
siswa, dengan rincian 9 siswa laki-laki dan 7 siswa
perempuan, dan guru kelas VB.
3.1.1.2 Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN 01
Tempuran Trimurjo Lampung Tengah Tahun Pelajaran
3.1.1.3Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil yaitu
bulan Juli sampai dengan September 2012. Penentuan waktu
penelitian mengacu pada kalender pendidikan di SD, karena
PTK memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses
pembelajaran yang efektif di kelas.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Nontes: panduan observasi, dokumentasi dan wawancara,
instrumen ini dirancang oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru
kelas VB SDN 01 Tempuran Trimurjo Lampung Tengah tahun
pelajaran 2012/2013.
2. Teknik Tes: tes hasil belajar, instrumen ini digunakan untuk menjaring
data mengenai peningkatan hasil belajar peserta didik.
3.3 Alat Pengumpulan Data
1. Lembar observasi dan wawncara, digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai aktivitas belajar peserta didik dan kinerja guru selama
penelitian.
2. Tes hasil belajar, instrumen ini digunakan untuk menjaring data
mengenai peningkatan hasil belajar peserta didik.
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan
analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif akan digunakan untuk
31
memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan
permasalahan penelitian, yaitu data tentang kinerja guru, peserta didik, dan
pendapat peserta didik tentang penggunaan buku cerita bergambar.
Sedangkan analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendeskripsikan
berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil atau keterampilan membaca
nyaring peserta didik dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang
diajarkan guru.
1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif, akan digunakan untuk menganalisis aktivitas
belajar siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.
Nilai aktivitas setiap siswa dan analisis kinerja guru diperoleh dengan
rumus:
Keterangan:
NP = Nilai yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh
SM = Skor maksimum ideal dari tes membaca 100 = Bilangan tetap
Sumber: (Purwanto, 2008: 102)
2. Analisis Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data dari hasil aktivitas dan hasil
belajar melalui model pembelajaran cooperative learning tipe
Numbered Heads Together (NHT) pada siklus I, siklus II, dan siklus III.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes yang dikerjakan peserta didik
pada siklus I, siklus II, dan siklus III.
Data kuantitatif penelitian ini didapatkan dengan menghitung
nilai rata-rata kelas dari hasil tes yang diberikan kepada peserta didik
dengan rumus:
a) Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar peserta didik
secara individual dugunakan rumus:
= 100
Keterangan:
S = nilai yang diharapkan
R = jumlah skor/item yang dijawab benar
N = skor maksimum dari tes
100 = bilangan tetap
(Sumber: Purwanto, 2008:112)
b) Nilai rata-rata seluruh peserta didik didapat dengan
menggunakan rumus:
= ∑
Keterangan:
X = Rata-rata hitung nilai
N = Banyaknya peserta didik
Xi = Nilai peserta didik
(Sumber: Herrhyanto, dkk. 2009: 4.9)
c) Sedangkan untuk menghitung persentase ketuntasan belajar
33
ketuntasan klasikal = X 100%
(Sumber: Purwanto, 2008: 102)
Tabel 2. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Peserta didik dalam %.
Tingkat Keberhasilan (%) Arti
>80% (Sumber: Aqib, dkk., 2009: 41)
d) Uji perbedaan antara hasil pre-tes dengan hasil post-tes one
group desaign, menggunakan rumus:
t =
Keterangan:
Md = mean dari perbedaan pre-tes dengan post-tes
(post-tes – pre-test)
xd = deviasi masing-masing subyek (d - Md)
∑ = jumlah kuadrat deviasi
d.b = ditemukan dengan N-1
Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding
ttabel dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika thitung ≥ ttabel maka hipotesis diterima, dan
b. Jika thitung ≤ ttabel maka hipotesis ditolak.
3.5 Indikator Keberhasilan
Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila:
1. Persentase siswa aktif meningkat setiap siklusnya.
2. Adanya peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa yaitu 75 setiap
siklusnya sehingga siswa yang tuntas mencapai KKM ≥75% (dengan
KKM 65).
3. Aktivitas siswa dan kinerja guru mencapai persentase sebesar ≥75%
(diadaptasi dari Arikunto, 2007: 250).
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil dan dilaksanakan
dengan tiga siklus, tiap-tiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yakni;
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pada akhir kegiatan
35
Gambar 2. Alur siklus PTK
Modifikasi dari Wardhani, dkk (2007: 2.4).
3.7 Urutan Tindakan Penelitian
3.7.1 Siklus I
Pada siklus I materi yang diajarkan adalah Pengerjaan Hitung
Bilangan Bulat.
a. Perencanaan (Planning)
1. Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi
dasar yang akan disampaikan kepada siswa.
2. Membuat jadwal perencanaan tindakan untuk menentukan
materi pokok yang diajarkan yaitu ”Menentukan KPK dan
FPB”.
Perencanaan
SIKLUS I
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan Refleksi SIKLUS III
Pelaksanaan Pengamatan
3. Penulis bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat
kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran.
4. Menyiapkan perangkat pembelajaran (silabus, RPP, LKS dan
media pembelajaran) yang akan digunakan selama proses
pembelajaran di kelas.
5. Menyiapkan lembar observasi terstruktur untuk melihat
aktivitas siswa dan kinerja guru selama pembelajaran
berlangsung.
6. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK.
7. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
b. Pelaksanaan (Acting)
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah
mengelola proses pembelajaran Matematika dengan
menggunakan model Cooperatitive Learning Tipe Numbered
Heads Together. Penerapan tindakan mengacu pada skenario
dan RPP yang dibuat.
Kegiatan Awal:
1. Guru mengondisikan kelas untuk siap belajar.
2. Guru menyampaikan apersepsi, misalnya guru bertanya
jawab kepada siswa untuk merangsang siswa untuk berpikir
mengenai materi yang akan diajarkan.
3. Guru menginformasikan tujuan yang akan dicapai melalui
37
Kegiatan Inti:
1. Sebelum bahan pembelajaran diberikan, guru memberikan
pengenalan topik yang akan diberikan.
2. Guru menjelaskan materi mengenai “Menentukan KPK dan
FPB” ( guru menjelaskan cara menentukan KPK dan FPB
dengan menggunakan bilangan prima dengan cara
menggunakan pohon faktor dan tabel)
3. Guru membagi kelompok belajar menjadi 4 kelompok.
Dengan jumlah 4 orang setiap kelompok.
4. Guru membagikan nomor pada setiap anggota kelompok
(misalnya 1, 2, 3, 4).
5. Guru membagikan LKS untuk dikerjakan bersama dengan
masing-masing anggota kelompoknya.
6. Guru memberikan waktu 10-15 menit untuk mengerjakan
LKS.
7. Guru memanggil satu nomor secara acak (misalnya, nomor 1)
untuk memberikan jawabannya. Anggota kelompok yang lain
yang memiliki nomor 1 dan paling cepat mengangkat
tangannya, maka dialah yang berhak ditunjuk untuk
memberikan jawabannya.
8. Setelah itu guru memanggil nomor yang lain (misalnya,
nomor 2) untuk memberikan jawaban, namun dengan cara
yang berbeda. Misalnya, siswa bernomor 2 diminta untuk
9. Setelah seluruh nomor pada setiap kelompok mendapat
giliran untuk menjawab, guru lalu memberikan sejumlah soal
untuk diselesaikan secara individu. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui sampai sejauh mana tingkat pemahaman siswa
terhadap materi yang sudah dipelajari bersama.
Kegiatan Akhir:
1. Guru bertanya kembali jika ada siswa yang belum paham
mengenai materi yang telah disampaikan.
2. Guru bersama siswa membuat kesimpulan.
c. Pengamatan (Observation)
Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan. Aspek-aspek yang diamati adalah:
1. Situasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan
siswa.
2. Aktivitas siswa diamati dengan membubuhkan tanda ceklist
(√) pada lembar observasi.
3. Data dari lembar observasi diperoleh dari setiap pertemuan
pada masing-masing siklus yang berupa skor aktivitas setiap
siswa.
d. Refleksi (Reflecting)
1. Menganalisis hasil tes dan observasi
2. Hasil analisis digunakan untuk mengadakan revisi terhadap
39
praktisi dan merevisi perencanaan sehingga pada siklus
selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
3.7.2 Siklus II
Seperti halnya siklus I, siklus II pun terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pada siklus II
materi pelajaran adalah ”Menentukan KPK dan FPB”. Siklus II ini
dilakukan sebagai usaha agar hasil pembelajaran akan lebih baik
dari siklus I.
a. Perencanaan (Planing)
Penulis membuat rencana pembelajaran berdasarkan
hasil refleksi pada siklus pertama.
1. Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi
dasar yang akan disampaikan kepada siswa.
2. Membuat jadwal perencanaan tindakan untuk menentukan
materi pokok yang diajarkan yaitu ”Operasi Hitung Bilangan
Bulat”
3. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat
kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran.
4. Menyiapkan perangkat pembelajaran (silabus, RPP, LKS dan
media pembelajaran) yang akan digunakan selama proses
pembelajaran di kelas.
5. Menyiapkan lembar observasi terstruktur untuk melihat