• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan Dengan Modifikasi Perlakuan Fisik Pada Metode Riil Terhadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus merkusii) (Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan Dengan Modifikasi Perlakuan Fisik Pada Metode Riil Terhadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus merkusii) (Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS

(

Pinus merkusii

)

(Studi Kasus : Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)

SKRIPSI

Oleh:

Wilna Fikriyah Hasibuan 091201035/Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH JANGKA WAKTU PELUKAAN DENGAN

MODIFIKASI PERLAKUAN FISIK PADA METODE RIIL

TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS

(

Pinus merkusii

)

(Studi Kasus : Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)

SKRIPSI

Oleh:

Wilna Fikriyah Hasibuan 091201035/Teknologi Hasil Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Hasil : Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan Dengan Modifikasi Perlakuan Fisik Pada Metode Riil Terhadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus merkusii)

(Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)

Nama : Wilna Fikriyah Hasibuan Nim : 091201035

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P Dr. Muhdi, S.Hut., M. Si

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan

(4)

ABSTRACT

Wilna Fikriyah Hasibuan : The influence between time of tapping with modification physical treatment in riil technique of oleo resin productivity (Pinus merkusii). Supervised by Ridwanti Batu Bara and Muhdi.

Pinus merkusii is one of endemic in North Sumatera, especially in the north. Pine has a very impotant role, whereas beside as a pioneer plant, pine also produces resin which if we process it more, it wil has higher economic value. The purpose of this research were for knowing the influence between time of tapping with modification physical treatment in riil technique of oleo resin productivity. In this research, the physical treatment used were by hitting ( without hitting, 10,20, and 30 times hitting).

The result of this research showed that 10 times hitting were different than 20 and 30 times hitting, while 20 times hitting and 30 times hitting were not much different. The highest amount of oleo resin productivity were from 10 times hitting (121 gr/tree) which showed that physical treatment of 10 times hitting were better than 20 and 30 times hitting. The times of tapping 3 days at once was very different with the times of tapping 5 and 7 days at once, while the times of tapping 5 and 7 days at once were not much different. The times of tapping 3 days at once has a significant influence and it was the best times of tapping for increasing oleo resin productivity.

Key words : Pinus merkusii , resin , riil technique, times of tapping

(5)

Wilna Fikriyah Hasibuan: Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan dengan Modifikasi Perlakuan Fisik Pada Teknik Riil Terhadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus merkusii). Dibawah bimbingan Ridwanti Batubara dan Muhdi

Pinus merkusii merupakan salah satu endemik di Sumareta Utara khususnya bagian utara. Tanaman pinus memiliki peranan yang penting, dimana selain sebagai tanaman pioner, pohon pinus juga menghasilkan getah yang apabila diolah lebih lanjut akan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh jangka waktu pelukaan dengan modifikasi perlakuan fisik pada teknik riil terhadap produktivitas getah P. merkusii. Pada penelitian perlakuan fisik yang digunakan adalah pemukulan (tanpa pemukulan, pemukulan 10 kali, pemukulan 20 kali dan pemukulan 30 kali).

Hasil penelitian menunjukkan pemukulan 10 kali berbeda nyata dengan pemukulan 20 kali dan 30 kali, sedangkan pemukulan 20 kali dan 30 kali tidak berbeda nyata. Hasil produksi getah pinus terbanyak didapat pada pemukulan 10 kali yaitu sebesar 121 gr/pohon yang mana menunjukkan bahwa perlakuan fisik pemukulan 10 kali lebih baik daripada pemukulan 20 dan 30 kali. Jangka waktu pelukaan setiap 3 hari sekali berbeda nyata dengan jangka waktu pelukaan 5 hari sekali dan 7 hari sekali, sedangkan jangka waktu pelukaan 5 hari sekali tidak berbeda nyata dengan 7 hari sekali. Jangka waktu pelukaan 3 hari sekali mempunyai pengaruh yang signifikan dan merupakan jangka waktu pelukaan yang baik untuk meningkatkan produktivitas getah Pinus merkusii.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Wilna Fikriyah Hasibuan dilahirkan di Sibuhuan, Kabupaten Padang Lawas pada tanggal 25 November 1990 dari bapak Saleh Daud Hasibuan dan ibu Wirdana Misra Nasution (Almarhumah). Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri 1 Sibuhuan, tahun 2006 lulus dari MTsN Sibuhuan, tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Barumun dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), anggota). Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) dan praktikum Anatomi dan Identifikasi Kayu.

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini berjudul ““Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan dengan Modifikasi Perlakuan Fisik pada Metode Rill Terhadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus merkusii)” .

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P dan bapak Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing penulis yang telah memberi bantuan, arahan, bimbinganserta masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Iriyanto dan Bapak P. Sihombing serta staff di PT. Inhutani IV, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.

3. Kedua orang tua tersayang Saleh Daud Hasibuan dan Wirdana Misra Nasution (Almarhumah) serta abang penulis (Tongku Hasibuan, Ade Ardian Syahputra) serta adik penulis (Adita Wanda Syaputri, Nur Yanti) serta kakak penulis ( Ros Meyni. Rini Armaya) yang selalu memberi doa, dukungan materi dan semangat serta motivasi.

4. Teman-teman 1 Tim yaitu, Ayu Rahayu Effendi Surbakti

5. Teman-teman tersayang Geby Rhevia, Sartika Putri, Humayra Nasution, Yudha Pranata, seluruh teman-teman Teknologi Hasil Hutan 2009 yang telah

(8)

memberikan dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Semua staf pengajar dan keluarga besar program studi kehutanan khususnya Teknologi Hasil Hutan 2009 yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(9)

Halaman

ABSTRACK ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Susunan Taksonomi Pinus merkusii ... 4

Deskripsi Botani Pinus merkusii ... 4

Ciri Umum Pinus merkusii ... 5

Ciri Anatomi Pinus merkusii ... 5

Persyaratan Tumbuh Pinus merkusii ... 6

Ketinggian Tempat ... 6

Penyebaran Pinus merkusii ... 7

Sifat danKegunaan ... 8

Getah Pinus (Pinus merkusii) ... 10

Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii)... 11

Sistem Penyadapan Getah ... 15

Penyadapan Getah Pinus dengan Sistem Riil ... 16

Saluran Getah Pinus (Pinus merkusii) ... 17

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus ... 18

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Bahan dan Alat Penelitian ... 23

Prosedur Penelitian ... 23

Persiapan Penelitian ... 23

Penyadapan Pohon P. merkusii ... 24

Pemungutan Getah P. merkusii ... 25

Pengukuran Produktivitas Getah ... 26

Analisis Data ... 26

(10)

Penyadapan Teknik Riil... 28

Pengaruh Perlakuan Pemukulan Terhadap Produktivitas Getah Pinus ... 30

Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan Terhadap Produktivitas Getah Pinus ... 33

Pengaruh Interaksi pemukulan dengan Jangka Waktu Pelukaan Terhadap Produktivitas Getah Pinus ... 36

Pengaruh Pengelompokan Diameter Pohon Terhadap Produktivitas Getah Pinus ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(11)

Halaman 1. Potensi Pengembangan Kegiatan Penyadapan Getah Pinus

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Pola Sadapan Metode Riil ... 17 2. Hasil Produksi Getah dengan Perlakuan Pemukulan ... 29 3. Hasil Produksi Getah Rata-rata dengan Perlakuan

Pemukulan ... 30 4. Proses Perlakuan Pemukulan ... 32 5. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan

Jangka Waktu Pelukaan ... 33 6. Hasil Produksi Getah Rata-rata dengan Interaksi

Pemukulan dengan Jangka Waktu Pelukaan ... 34 7. Hasil Produksi Getah Rata-rata dengan Interaksi

(13)

Halaman

1. Data produksi getah selama 1 bulan ... 43

2. Rataan produksi getah pinus (gram/pohon/hari)... 43

3. Data diameter pohon ... 44

4. Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 17 ... 45

5. Hasil uji beda jarak nyata Duncan menggunakan program SPSS 17 ... 45

(14)

ABSTRACT

Wilna Fikriyah Hasibuan : The influence between time of tapping with modification physical treatment in riil technique of oleo resin productivity (Pinus merkusii). Supervised by Ridwanti Batu Bara and Muhdi.

Pinus merkusii is one of endemic in North Sumatera, especially in the north. Pine has a very impotant role, whereas beside as a pioneer plant, pine also produces resin which if we process it more, it wil has higher economic value. The purpose of this research were for knowing the influence between time of tapping with modification physical treatment in riil technique of oleo resin productivity. In this research, the physical treatment used were by hitting ( without hitting, 10,20, and 30 times hitting).

The result of this research showed that 10 times hitting were different than 20 and 30 times hitting, while 20 times hitting and 30 times hitting were not much different. The highest amount of oleo resin productivity were from 10 times hitting (121 gr/tree) which showed that physical treatment of 10 times hitting were better than 20 and 30 times hitting. The times of tapping 3 days at once was very different with the times of tapping 5 and 7 days at once, while the times of tapping 5 and 7 days at once were not much different. The times of tapping 3 days at once has a significant influence and it was the best times of tapping for increasing oleo resin productivity.

Key words : Pinus merkusii , resin , riil technique, times of tapping

(15)

Wilna Fikriyah Hasibuan: Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan dengan Modifikasi Perlakuan Fisik Pada Teknik Riil Terhadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus merkusii). Dibawah bimbingan Ridwanti Batubara dan Muhdi

Pinus merkusii merupakan salah satu endemik di Sumareta Utara khususnya bagian utara. Tanaman pinus memiliki peranan yang penting, dimana selain sebagai tanaman pioner, pohon pinus juga menghasilkan getah yang apabila diolah lebih lanjut akan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh jangka waktu pelukaan dengan modifikasi perlakuan fisik pada teknik riil terhadap produktivitas getah P. merkusii. Pada penelitian perlakuan fisik yang digunakan adalah pemukulan (tanpa pemukulan, pemukulan 10 kali, pemukulan 20 kali dan pemukulan 30 kali).

Hasil penelitian menunjukkan pemukulan 10 kali berbeda nyata dengan pemukulan 20 kali dan 30 kali, sedangkan pemukulan 20 kali dan 30 kali tidak berbeda nyata. Hasil produksi getah pinus terbanyak didapat pada pemukulan 10 kali yaitu sebesar 121 gr/pohon yang mana menunjukkan bahwa perlakuan fisik pemukulan 10 kali lebih baik daripada pemukulan 20 dan 30 kali. Jangka waktu pelukaan setiap 3 hari sekali berbeda nyata dengan jangka waktu pelukaan 5 hari sekali dan 7 hari sekali, sedangkan jangka waktu pelukaan 5 hari sekali tidak berbeda nyata dengan 7 hari sekali. Jangka waktu pelukaan 3 hari sekali mempunyai pengaruh yang signifikan dan merupakan jangka waktu pelukaan yang baik untuk meningkatkan produktivitas getah Pinus merkusii.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pinus memiliki peranan yang penting, dimana selain sebagai tanaman pioner, pohon pinus juga menghasilkan getah yang apabila diolah lebih lanjut akan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Getah tersebut berupa gondorukem dan terpentin yang dipergunakan dalam industri batik, plastik, sabun, tinta cetak, dan bahan plitur. Adapun terpentin digunakan sebagai bahan pelarut cat (Dahlan dan Hartoyo, 1997).

Tusam atau Pinus merkusii merupakan marga pinus yang unik, satu-satunya menyebar ke sebelah selatan khatulistiwa atau yang sebaran alamnya terdapat di daerah tropik. P. merkusii merupakan salah satu endemik di Sumatera Utara khususnya bagian utara. Untuk di Sumatera Utara, jenis ini banyak terkonsentrasi di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Dairi, Tanah Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan (Sasmuko, et, al., 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas getah pinus yaitu : kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat, kualitas dan kuantitas tenaga sadap serta perlakukan dan metode sadapan. Faktor-faktor tersebut dapat diperinci bahwa produktivitas getah dipengaruhi juga oleh faktor, luas areal sadap, kerapatan pohon, jumlah koakan tiap pohon, arah sadap terhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat individu pohon dan keterampilan penyadap serta pemberian stimulansia (Santosa, 2010).

(17)

produktivitas getah pinus (P. merkusii) yang bertujuan untuk mempercepat laju pengeluaran getah pinus dari dalam kayu dengan melihat perbandingan dari segi perlakuan yang telah dilakukan. Pada penelitian ini perlakuan fisik yang digunakan adalah dengan cara tanpa dipukul, dipukul 10, 20 dan 30 kali. Sedangkan metode yang digunakan adalah teknik riil, karena kerusakan yang terjadi kecil. Sehingga hasil sadapan yang di dapat dari metode riil bisa maksimal. Sadapan dengan metode riil dilakukan untuk meminimalisir perlukaan pada kayu sehingga kedalaman luka tetap terjaga.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jangka waktu pelukaan dengan modifikasi perlakuan fisik pada metode riil terhadap produktivitas getah pinus (P. merkusii).

Hipotesis Penelitian

1. Perlakuan fisik berpengaruh terhadap produktivitas getah P. merkusii.

2. Jangka waktu pelukaan berpengaruh terhadap produktivitas getah P. merkusii.

3. Interaksi antara perlakuan fisik dan jangka waktu pelukaan berpengaruh terhadap produktivitas getah P. merkusii.

Manfaat Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Susunan Taksonomi Pinus merkusii

Menurut Harahap dan Izudin (2002), klasifikasi Pinus merkusii sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Diviso : Spermatophyta Sub Divisio : Gymnospermae Ordo : Coniferales Famili : Pinaceae Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii Jungh et de Vriese

Deskripsi Botani Pinus merkusii

Pohon besar, batang lurus, silindris. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili, panjang 2-4 cm, terutama di bagian bawah tajuk. Strobili betina banyak

(19)

Ciri Umum Pinus merkusii

Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri umum sebagai berikut :

Warna : Terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem.

Corak : Permukaan radial dan tangensialnya mempunyai corak yang disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya sehingga terkesan ada pola dekoratif.

Riap tumbuh : Agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang lintang kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat.

Tekstur : Agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata.

Kekerasan : Agak keras dan berat agak ringan sampai agak berat.

Ciri Anatomi Pinus merkusii

Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri anatomi sebagai berikut :

(20)

Jari-jari : Sangat halus dan sempit terdiri dari 1 seri, kadang-kadang ada yang fusifom jumlahnya sekitar 4 -7 per mm arah tangensialnya, tingginya terdiri dari 4 – 15 sel.

Saluran interseluler : Aksial menyebar dan jarang pada penampang lintang menyerupai pori namun tidak berdinding.

Persyaratan Tumbuh Pinus merkusii

Pinus merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir, tanah berbatu dengan ketinggian 200-2000 mdpl dan pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian 400-1.500 mdpl. Masih banyak ditemukan pohon

besar berukuran tinggi 70 m dengan diameter 170 cm di hutan alam (Harahap dan Izudin, 2002).

P. merkusii dapat tumbuh pada iklim dengan curah hujan yang minim (iklim kering). Curah hujan yang dibutuhkan adalah 1500 mm/tahun dan akan tumbuh lebih baik di daerah yang sepanjang tahun mendapat hujan. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara 17°C dan 27° C. Pengaruh cahaya matahari nyata sekali dampaknya bagi pertumbuhan. Pertumbuhannya akan lebih baik pada tanah yang drainasenya baik dan berpori serta berhumus (Khaerudin, 1999).

Ketinggian Tempat

(21)

dengan tegakan pinus dengan elevasi yang sedang (500-1000 mdpl) dan tinggi (diatas 1000 mdpl). Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi elevasi maka suhu udara semakin dingin sehingga menyebabkan getah cepat membeku dan menutup saluran getah.

Penyebaran Pinus merkusii

P. merkusii tersebar di Asia Tenggara antara lain, Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina (Harahap dan Izudin, 2002). P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Menurut Butar-butar, et. al. (1998), di daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi kedalam 3 strain yaitu:

1. Stain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti pegunungan bukit barisan lebih kurang 300 km melalui danau Laut Tawar, Uwak, Blangkerejen sampai Kutacane. Tegakan tusam di daerah ini pada umumnya terdapat pada ktinggian 800- 2000 mpdl.

2. Stain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli Selatan Danau Toba. Tegakan tusam alami yang umumnya terdapat di Pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardomuan. Tusam bercampur dengan daun lebar di pegunungan Dolok Saut. Tegakan tusam di daerah ini terdapat pada ketinggian 1000-1500 mpdl.

(22)

Sifat dan Kegunaan

Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki sifat dan kegunaan sebagai berikut :

Berat jenis : Rata-rata 0,55 (0,40 – 0,75) Kelas Awet : IV

Kelas Kuat : III

Kegunaan : - Korek api, pensil, kotak, dan permainan anak -Papan Partikel, vinir, pulp dan kertas

-Perabot rumah tangga -Kerangka pintu dan jendela

Menurut Dahlan dan Hartoyo (1997) hasil kayunya bermanfaat untuk konstruksi, pupl dan kertas serat panjang. Bagian kulitnya dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan abunya digunakann untuk bahan campuran pupuk karena mengandung kalium. Menurut Harahap dan Izudin (2002) kegunaan lainnya yaitu sebagai papan/tiang, vinir/kayu lapis, kaso, mebel, kotak, tiang listrik dan papan wol kayu. Penduduk di sekitar hutan P. merkusii menggunaknnya sebagai bahan bangunan rumah dan mereka sengaja menanamnya untuk investasi.

Menurut Setiasih, et.al. (1997), dewasa ini gondorukem telah diekspor ke beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, Australia, dan Afrika. Ekspor ini menghasilkan devisa bagi negara. Oleh karena itu industri gondorukem perlu ditingkatkan mengingat potensi hutan P. merkusii dan tenaga kerja di Indonesia cukup besar.

(23)

kosmetik dan lain-lain. Menurut Darmawan, et. al. (2000), gondorukem digunakan untuk campuran batik tulis dan cetak, disamping dapat dimasak lagi untuk campuran bahan-bahan sabun, cat dan vernis, kertas, fungisida, lacquers, plasticizers.

Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau sebagai minyak pengering. Selain itu minyak terpentin digunakan untuk ramuan semir sepatu, logam dan kayu, sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan seluloid dan sebagai pelarut bahan organik. Minyak terpentin yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang berwarna bening sampai kuning muda, dapat diperoleh antara lain melalui destilat getah pinus atau menyuling secara fraksinasi ekstrak tunggul kayu pinus (Darmawan, et. al., 2000).

Minyak terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Secara tradisional minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau pembersih cat, pernis dan lain-lain. Saat ini minyak terpentin banyak digunakan sebagai disinfektan dan bahan baku industri farmasi. Derivat minyak terpentin seperti isoboryl asetat, kamper, sitral, linalool, sitrinellal, mentol dan sebagainya juga dapat dimanfaatkan (Waluyo, 2009).

(24)

Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Oleh karena sifatnya yang khusus, maka minyak terpentin banyak digunakan baik sebagai bahan pelarut ataupun sebagai minyak pengering (BPPKP, 2000).

Getah Pinus (Pinus merkusii)

Seluruh getah P. merkusii terdapat pada dinding batang pohon. Bila dinding batang tersebut dilukai maka luka akan mengeluarkan getah. Prinsip keluarnya getah dari luka sadapan yaitu saluran getah pada semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim yang terdapat dalam keseimbangan osmosis, jika berkurang sebagai akibat dari keluarnya getah (Dulsalam, et, al., 1998).

Getah pinus merupakan getah yang dihasilkan pohon pinus dan yang digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin yang keluar apabila saluran resin pada kayu daun jarum tersayat atau pecah. Penamaan oleoresin dipakai untuk membedakan getah pinus dari getah alamiah (natural resin) yang terdapat pada kulit kayu atau rongga-rongga jaringan kayu dari berbagai genus anggota Dipterocarpaceae, Leguminoceae, dan Caesalpiniaceae (Rasyadi, 2003).

Lebih lanjut Tobing (1999), menyatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti biokimia, getah dibentuk secara insitu. Getah berfungsi sebagai penutup luka agar air tidak bisa masuk dan sekaligus sebagai bahan antiseptik untuk menahan serangan hama dan penyakit.

(25)

yang lain. Suatu irisan pada kulit pinus misalnya akan menyebabkan mengalirnya resin ke daerah luka dan mungkin bahkan diikuti oleh produksi sel-sel penghasil resin baru di dekat luka (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii)

Percobaan penyadapan getah pinus di Indonesia pertama kali dilakukan di Aceh oleh W. G. Van den Kloot tahun 1924, di Pulau Jawa baru dilakukan di daerah Lawu Ds. dan Wilis pada tahun 1947 (Sugiyono, et. al., 2001). Pohon P. merkusii mulai dapat disadap setelah mencapai umur 11 tahun atau diameter minimum 20 cm yaitu pada saat riap pohon maksimal. Jangka waktu sadap dapat berlangsung sampai 20 tahun jika penyadapan dilakukan dengan baik atau sesuai menurut petunjuk kerja (Hadipoernomo, 1992).

Menurut Sugiyono, et. al. (2001), pohon pinus akan disadap memenuhi beberapa ketentuan, yaitu :

1. Diameter minimum 20 cm, yaitu saat riap pohon maksimal.

2. Pemilihan pohon dimana hanya pohon-pohon yang akan ditebang yang disadap, dimulai pada pohon berumur 11 tahun.

(26)

menimbulkan kerusakan yang berarti pada pohon yang disadap.

Sugiyono (2001) mengatakan bahwa produksi getah pada setiap jenis Pinus berbeda-beda. Pinus yang umum berada di wilayah pulau Jawa adalah P. merkusii dengan produksi getah tertinggi kedua setelah P. kasya. Produksi getah tiap tahun pada bebarapa jenis pinus dibawah ini :

- Pinus kasya 7.0 gram/pohon - Pinus merkusii 6.0 gram/pohon - Pinus palustris 4.2 gram/pohon - Pinus maritima 3.2 gram/pohon - Pinus longifolia 2.5 gram/pohon - Pinus austriaco 2.1 gram/pohon - Pinus exelsa 1.2 gram/pohon

Penyadapan getah pinus dilakukan dengan cara melukai batang pohon dengan bentuk serta kedalaman luka tertentu sesuai dengan metoda penyadapan yang digunakan. Pelukaan ini bertujuan untuk dua hal, yaitu : pertama untuk mengaktifkan atau memicu jaringan epitel agar memproduksi getah (oleoresin) dan kedua untuk menyingkapkan saluran damar yang berada pada jaringan xylem. Jaringan epitel adalah jaringan khusus pada tumbuhan yang memproduksi getah apabila terjadi pelukaan pada pohon. Pada jenis-jenis pinus, jaringan epitel dapat memproduksi getah secara terus-menerus selama bagian tersebut berada di dalam kayu gubal, sedangkan pada jenis kayu daun jarum lainnya, jarang yang berfungsi lebih dari satu musim. Saluran damar adalah ruang kosong antara sel yang berbentuk saluran. Saluran damar umumnya dibatasi atau dikelilingi oleh jaringan epitel dan fungsinya adalah untuk menampung getah yang diproduksi oleh jaringan epitel serta menyalurkannya ke bagian luka. Dengan menyingkapkan

(27)

saluran damar maka getah akan mengalir ke permukaan yang kemudian ditampung ke dalam penampung dan selanjutnya dipungut. Pelukaan pohon dapat memicu terjadinya pembentukan saluran damar sekunder (saluran damar traumatis), baik yang berupa saluran damar traumatis aksial maupun yang radial, walaupun kedua-duanya tidak akan dijumpai secara bersama-sama di dalam batang pohon. Pembentukan saluran damar traumatis ini mempunyai arti yang penting karena dengan bertambahnya jumlah saluran damar maka produksi getah akan semakin meningkat (Tobing, 1999).

Hadipoernomo (1992) juga mengatakan bahwa pohon pinus dianggap sudah masak sadap bila pohon tersebut sudah berumur 11 tahun atau masuk kelas umur III. Jika sesuatu berjalan lancar dan dilakukan menurut petunjuk kerja dengan seksama, maka jangka waktu sadap dapat berlangsung sampai 20 tahun.

Penyadapan getah pinus dilakukan dengan cara melukai batang pohon dengan bentuk serta kedalaman luka tertentu sesuai dengan metoda penyadapan yang digunakan. Pelukaan ini bertujuan untuk dua hal, yaitu : pertama untuk mengaktifkan atau memicu jaringan epitel agar memproduksi getah (oleoresin) dan kedua untuk menyingkapkan saluran damar yang berada pada jaringan xylem. Jaringan epitel adalah jaringan khusus pada tumbuhan yang memproduksi getah apabila terjadi pelukaan pada pohon. Pada jenis-jenis pinus, jaringan epitel dapat memproduksi getah secara terus-menerus selama bagian tersebut berada di dalam kayu gubal, sedangkan pada jenis kayu daun jarum lainnya, jarang yang berfungsi lebih dari satu musim (Hadipoernomo, 1992).

(28)

Menurut Sanudin (2009) dalam memungut getah Pinus, seorang penyadap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Musim hujan yang terus menerus menyebabkan suhu udara rendah sehingga getah cepat beku.

2. Adanya mata pencaharian lain. Pekerjaan lain dengan upah yang lebih tinggi menyebabkan penyadap memilih pekerjaan tersebut sehingga penyadapan terganggu, hal ini mengingat pada umumnya penyadap mempunyai pekerjaan lain.

3. Jarak dari desa ke blok sadapan. Pengaruh yang terjadi mengingat lamanya interval pembaharuan luka.

4. Situasi pasaran gondorukem.

Menurut Dulsalam, et. al. (1998) penyadapan getah P. merkusii adalah kegiatan pelukaan pohon tusam sehingga saluran getah yang terdapat pada saluran dinding kayu terluka yang mengakibatkan getah keluar. Kegiatan penyadapan getah ini mempunyai tiga manfaaat penting yaitu :

- Memanfaatkan produk sampingan selain kayu unuk meningkatkan hasil per satuan luas sebesar-besarnya sesuai dengan tujuan perusahaan.

- Menunjang bahan baku gondorukem.

- Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan.

Berikut ini merupakan potensi pengembangan kegiatan penyadapan getah pinus yang ada di Tapanuli Selatan.

(29)

Tabel 1. Potensi Pengembangan Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Tapanuli

Sistem penyadapan getah pinus di Indonesia secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : Koakan, Riil dan Bor. Cara-cara tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil getah seoptimal mungkin dengan memperhatikan kelestariannya. Dalam penentuan cara penyadapan getah pinus tidak terlepas dari pertimbangan yang berhubungan dengan faktor teknis, sosial, ekonomi dan ekologi. Secara teknik, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang dapat dilakukan dengan mudah. Secara sosial, cara yang dipilih adalah yang mampu memberi lapangan pekerjaan terhadap masyarakat sekitar. Secara ekonomi, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang efisien dan efektif sehingga dapat memberi keuntungan yang optimal. Ditinjau dari segi ekologis, yang dipilih adalah cara penyadapan getah pinus

yang tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada pohon yang disadap (Inhutani IV, et. al., 1996).

Penyadapan Getah Pinus dengan Sistem Riil

(30)

- bagian batang dibersihkan kira-kira 1/3 lingkaran batang pohon. - pelukaan dibuat dengan alat yang disebut hogal.

- luka sadap berbentuk “V” dengan kedalaman 2-5 cm dan kemiringan saluran 20-40°. - lebar sadapan sekitar 20 cm (Kasmudjo, 1997).

Kelemahan sistim riil antara lain bidang sadap yang luas menyebakan luasan sadapan yang dibutuhkan lebar sehingga untuk satu pohon hanya dapat dilakukan sadap buka sekali dan memerlukan waktu proses penyadapan yang relatif lama dan kurang efesien. Sadapan metode riil adalah proses pelukaan pada permukaan kayu dengan membuat saluran induk arah vertikal dan saluran cabang arah miring yang membentuk sudut 40º terhadap saluran induk dengan kedalaman 2 mm (Perum Perhutani, 1997).

Sistem riil ini banyak digunakan di Perum Perhutani karena tidak sampai melukai pohon. Sehingga kulit akan menutup kembali menyebabkan struktur anatomi tidak terlalu berubah dan nantinya dapat dijadikan kelas pengusahaan kayu. Hasil getah dengan sistem riil lebih tinggi dibandingkan dengan sistem koakan tetapi luka sadap yang relatif besar akan memudahkan dihinggapi penyakit (Bawono 2004).

Gambar 1. Pola Sadapan Metode Riil 30 cm

1

3

4

2

40°

70 cm

10 cm

Tanah

(31)

Keterangan :

1. Bagian kayu yang tidak dibersihkan 2. Bagian kayu yang dibersihkan 3. Pola sadapan ukuran 20 x 65 cm 4. Letak saluran tengah (central groove).

Saluran Getah Pinus (Pinus merkusii)

Menurut Pandit dan Hikmat (2002), saluran getah atau saluran damar pada P. merkusii sering disebut sebagai saluran interseluler. Dari segi anatomis, getah pinus terdapat dalam saluran-saluran (saluran resin) atau celah-celah antara sel. P. merkusii mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori. Saluran damar aksial menyebar, sangat jarang, dengan diameter 50-200 mikro dan diameter tangensial sekitar 170-190 mikro. Saluran horinzontalnya terdapat dalam jari- jari dengan diameter 45-55 mikro. Berdasarkan proses terbentuknya saluran interseluler ini terjadi karena tiga cara yaitu:

1. Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel hancur sehingga menjadi saluran. 2. Schizogenous, di sisi beberapa sel saling memisahkan diri atau menjauhkan

diri sehingga terbentuk saluran. Sel- sel yang mengelilingi rongga saluran ini membelah–belah menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah atau ke dalam saluran yang bersangkutan.

3. Scyzolysigenous, merupakan modifikasi dari kedua cara di atas yaitu disamping penghancuran juga pemisahan.

(32)

kambium kayu dapat mengalirkan getah pinus meskipun yang terlukai hanya saluran arah radial. Namun demikian keluarnya getah arah radial ini tidak terlalu banyak dapat menampung getah dari arah axial sehingga yang keluar hanya sedikit (Sumantri, 1991).

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 792/KPTS/DIR/2005, urutan kerja penyadapan metode koakan adalah sebagai berikut :

1. Sadap Buka

a) Kulit batang yang akan disadap dibersihkan/dikerok setebal 3 mm, lebar 15 cm tinggi 60 cm (tiap tahun), mulai setinggi 20 cm diatas tanah tanpa melukai kayunya.

b) Dibuat quare permulaan pada bagian pohon dengan ukuran lebar maksimal 6 cm dan tinggi 10 cm, dengan petel sadap dengan kedalaman quare 1,5 cm (tidak termasuk tebal kulit).

c) Pemasangan talang dan tempurung. Pemasangan talang tidak pada bagian kayu tetapi pada tepi quare dan dipaku pada kedua sisinya agar supaya tidak menggangu aliran getah kebawah. Ukuran talang 8 x 5 cm dengan bentuk cekung dari seng. Tempurung dipasang 5 cm dibawah talang sebagai penampung getah.

2. Sadap Lanjut

a) Sadap lanjut dilakukan setiap 3 hari sekali dan 5 hari sekali menghasilkan getah maksimal.

b) Pada setiap pembaharuan quare, talang dan tempurung harus dipisahkan terlebih dahulu atau ditutup, hal tersebut agar talang tidak terkena serpihan kayu. Setelah pembaharuan quare mencapai 20 cm, talang dan tempurung

(33)

harus ikut dinaikkan.

c) Petel sadap harus dijaga tetap tajam dan selalu bersih dari kotoran. d) Untuk menghindari kotoran dan air hujan, sebaiknya tempurung penampung getah diberi penutup.

e) Pemungutan getah dilakukan bersamaan pada waktu pembaharuan luka dilakukan setiap.

Faktor–faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus

Menurut Hadipoernomo (1992), faktor- faktor yang mempengaruhi produksi getah P. merkusii adalah sebagai berikut :

1. Faktor biologi pohon - Jenis Pohon

Produksi getah berbeda nyata menurut jenis, misalnya Pinus khasya dapat memproduksi getah sebanyak 7 kg/pohon/tahun, sedangkan P.merkusii sebanyak 6 kg/pohon/tahun.

- Umur tegakan

Umur tegakan mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi getah tusam. Berdasarkan hasil penelitian di KPH pekalongan Timur menunjukkan bahwa semakin bertambah umur maka diameter bertambah dan produksi getah semakin besar.

- Diameter dan tinggi pohon

(34)

adanya pengaruh nyata dari besarnya bidang dasar dan tinggi pohon, produksi getah akan semakin meningkat.

2. Faktor tempat dan lingkungan - Tinggi tempat tumbuh

Produksi getah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ketinggian tempat tumbuh (topografi).

- Temperatur udara dan musim

Pada suhu yang relatif rendah dan kelembaban yang tinggi, getah akan cepat mengumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit dan tersumbat sehingga aliran getah terhambat atau terhenti. Pada musim hujan hasil getah biasanya akan menurun karena curah hujan akan mempengaruhi kelembaban di sekitar luka sadapan.

- Bonita tanah

Tanah yang berbonita tinggi umumnya menghasilkan tegakan dengan produksi getah yang lebih banyak karena pertumbuhannya lebih baik yang didukung oleh kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah.

3. Faktor keadaan tegakan - Kerapatan tegakan

Kerapatan tegakan mempengaruhi pertumbuhan pohon yang dengan sendirinya mempengaruhi produksi getah.

- Tajuk pohon

(35)

pohon yang bertajuk lebih kecil. Hasil fotosintesa yang besar akan mempengaruhi produksi getah.

4. Faktor perlakuan terhadap pohon dan tegakan

Produksi getah pinus dipengaruhi oleh perlakuan manusia terhadap pohon dan tegakan seperti: sistem penyadapan, arah sadap dan penggunaan bahan kimia dalam penyadapan.

Sumadiwangsa, et. al. (1999) mengatakan produktivitas getah pohon pinus dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor statis (genotipe, umur, kerapatan pohon, elevasi, kesuburan tanah, dan iklim) serta faktor dinamis (cara dan alat penyadapan, kadar stimulan dan keterampilan tenaga penyadap).

Diameter pohon terhadap produksi getah pinus berhubungan dengan pertumbuhan diameter pohon. Sehingga dengan adanya pertumbuhan dimeter pohon, menyebabkan volume kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu semakin besar volume kayu gubal, maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus akan semakin banyak dan produksi getah pinus akan semakin meningkat (Wibowo, 2006).

(36)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di areal kerja PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, tepatnya di Siborong-borong, Tapanuli Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah Pinus merkusii. Adapun alat yang digunakan di lapangan adalah parang, pita ukur, pisau sadap, tempurung, talang sadap (lips) berupa lempengan seng, palu, paku, plastik, ember plastik, sendok kayu, timbangan, spidol, dan alat pukul (balok kayu).

Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian. a. Pembuatan balok kayu

Balok kayu yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari jenis kayu Damar (Agathis dammara). Ukuran balok yang digunakan 10 cm x 7 cm x 30 cm. b. Persiapan lapangan

(37)

kegiatan penyadapan, penomoran pohon dan pemasangan plat nomor pohon, pembersihan kulit pohon dan penyediaan bahan dan alat.

2. Penyadapan Pohon P. merkusii

Untuk memudahkan penyadapan getah P.merkusii maka perlu dilakukan seperti :

a. Pembersihan kulit

Pohon yang akan disadap dibersihkan kulitnya terlebih dahulu dengan menggunakan alat pembersih kulit, sampai benar-benar rata dan halus tanpa adanya alur kulit dan tidak mengenai bagian kayunya. Pembersihan kulit yang kurang baik akan menyulitkan pembuatan luka sadap.

b. Pembuatan pola sadap

Pola sadap dibuat di bagian tengah kulit yang sudah dibersihkan dengan menggunakan mal sadap. Pola sadap ini dibuat untuk menetapkan letak saluran tengah dan letak dimana luka sadap harus dibuat.

c. Pembuatan luka sadap

Luka sadap dibuat dengan menggunakan pisau sadap (freshening knife), sesuai dengan pola yang sudah dibuat. Luka sadap dibuat dengan arah miring ke atas, dengan membentuk sudut kemiringan 40°. Cara pembuatan luka sadap dengan menarik pisau sadap ke arah atas.

d. Pemasangan talang

(38)

e. Pemasangan batok penampung

Setelah pohon dilukai maka diletakkan batok penampung getah, diletakkan dengan baik agar penampungan getah tidak terganggu.

f. Pemberian perlakuan fisik

Pada kombinasi perlakuan fisik, luka sadap yang baru dibuat segera di pukul dengan balok kayu. Pemukulan dilakukan pada luka sadapan baru (kiri dan kanan saluran), dengan perlakuan tanpa pemukulan, pemukulan 10, 20 dan 30 kali.

3. Pemungutan Getah P. merkusii

Pemungutan getah tergantung dari produktivitas getah yang dihasilkan oleh tanaman P.merkusii. Urutan pekerjaan pemanenan getah dari produktivitas getah adalah sebagai berikut : mempersiapkan tempat getah yang akan dipanen, kemudian mengambil getah dari batok penampung, dan menimbang getah yang telah diperoleh, memasukkan getah ke dalam ember plastik.

4. Pengukuran Produktivitas Getah

Menurut Soenarno, et. al. (2000), perhitungan produksi getah rata- rata dinyatakan dalam satuan gram/pohon/hari dihitung sebagai berikut:

Y =� � Dimana : Y = produksi getah (gr/pohon/hari)

V = volume getah yang dipungut (gr) I = intensitas pemungutan (hari)

Analisis Data

(39)

K0 = Tanpa pemukulan (b) K1 = Pemukulan 10 kali (c) K2 = Pemukulan 20 kali,

(d) K3 = Pemukulan 30 kali dan faktor jangka waktu pelukaan, yaitu ada 3 taraf

(a) J1 = Waktu pelukaan setiap 3 hari sekali, (b) J2 = Waktu pelukaan setiap 5 hari

sekali, (c) J3 = Waktu pelukaan setiap 7 hari sekali.

Dimana setiap kombinasi perlakuan dilakukan pada tiga kelompok. Yang dijadikan kelompok adalah diameter pohon, yaitu dalam tiap tingkat (30-< 32 cm; 32-< 35 cm; dan 35-< 40 cm), sehingga jumlah keseluruhan pohon yang diukur sebanyak 36 pohon.

Model matematis untuk percobaan ini adalah :

ijk =

+

i +

j + (

��

)ij

+ Tk +

ijk

Dimana :

Yijk = Produksi getah pada petak percobaan ke-k karena perlakuan

pemukulan ke-i dan jangka waktu pelukaan ke-j µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan pemukulan ke-i (i = 0,1,2,3) βj = Pengaruh jangka waktu pelukaan ke-j (j = 1,2,3)

(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan pemukulan ke-i dan jangka

waktu pelukaan ke-j

Tk = Pengaruh kelompok ke-k (k = 1,2,3)

Ɛijk = Pengaruh galat percobaan karena adanya perlakuan pemukulan ke-i,

(40)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh Interaksi Perlakuan Pemukulan dan Jangka Waktu Pelukaan

H0 = Interaksi perlakuan pemukulan dan jangka waktu pelukaan

berpengaruh tidak nyata terhadap produksi getah pinus

H1 = Interaksi perlakuan pemukulan dan jangka waktu pelukaan

berpengaruh nyata terhadap produksi getah pinus 2. Pengaruh Utama Perlakuan Pemukulan

H0 = Besarnya perlakuan pemukulan berpengaruh tidak nyata terhadap

produksi getah pinus

H1 = Besarnya perlakuan pemukulan berpengaruh nyata terhadap produksi

getah pinus

3. Pengaruh Utama Jangka Waktu Pelukaan

H0 = Jangka waktu pelukaan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi getah

pinus

H1 = Jangka waktu pelukaan berpengaruh nyata terhadap produsi getah pinus Untuk mengetahui adanya pengaruh besarnya perlakuan pemukulan dan jangka waktu pelukaan, dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan jika F hitung < F tabel maka H0 diterima.

Untuk mengetahui taraf perlakuan (besar pemukulan dan jangka waktu pembaharuan luka) maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).

(41)

Penelitian ini dilaksanakan di hutan Pinus Siborong-borong yang merupakan hutan produksi seluas 30 hektar dimana status kepemilikan lahan adalah hutan milik Negara yang pengelolaannya diberikan kepada PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara. Tegakan pinus yang diuji coba adalah tegakan dengan jumlah sebanyak 36 pohon.

Produktivitas Getah Pinus (P. merkusii)

Hasil pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan meliputi produktivitas getah P. merkusii yang diperoleh dengan cara melakukan penyadapan pada pohon P. merkusii dengan menggunakan teknik rill. Diameter yang dibuat sesuai dengan diameter yang ada dilapangan yaitu berkisar 30 - < 40 cm, serta umur pohon ± 20 tahun agar produktivitas getah yang dihasilkan bagus. Menurut Wibowo (2006) menyatakan bahwa diameter pohon terhadap produksi getah pinus berhubungan dengan pertumbuhan diameter pohon. Sehingga dengan adanya pertumbuhan dimeter pohon, menyebabkan volume kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu semakin besar volume kayu gubal, maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus akan semakin banyak dan produksi getah pinus akan semakin meningkat.

Penyadapan teknik Riil

(42)

Bawono (2004) sistem riil ini banyak digunakan di Perum Perhutani karena tidak sampai melukai pohon.

(43)

Duncan utuk perlakuan jangka waktu pelakuan menunjukkan bahwa pelukaan jangka waktu 3 hari sekali memberikan produktivitas getah tertinggi yang mana masing-masing perlakuan berbeda nyata pengaruhnya.

Pengaruh Perlakuan Pemukulan Terhadap Produktivitas Getah Pinus

Hasil produktivitas getah pada areal PT. Inhutani IV dengan perlakuan pemukulan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Pemukulan

Berdasarkan Gambar 2. menunjukkan bahwa perlakuan pemukulan 10 kali merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan pemukulan 20 kali dan pemukulan 30 kali. Hal ini disebabkan bahwa semakin banyak pemukulan yang dilakukan pada pohon pinus maka produktivitas getah pinus yang dihasilkan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah pemukulan yang dilakukan maka semakin banyak produktivitas getah yang dihasilkan karena pemukulan yang dilakukan sebanyak 10 kali tidak sampai melukai pohon sehingga tidak merusak alur pola sadap yang telah dibuat sebelumnya, sedangkan pemukulan 20 kali dan pemukulan 30 kali yang dilakukan pada pohon pinus menghasilkan getah yang

600,1

Tanpa Pemukulan Pemukulan 10 Kali Pemukulan 20 Kali Pemukulan 30 Kali

(44)

tidak terlalu banyak. Hal ini berarti pemukulan 20 kali dan pemukulan 30 kali telah melukai pohon sehingga kulit di sekitar areal penyadapan mengalami kerusakan sehingga getah yang keluar tidak menuju ke batok penampungan melainkan keluar dari sisi yang terluka tersebut.

Hasil rata- rata produksi getah pada areal PT. Inhutani IV dengan perlakuan pemukulan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rata–rata Produktivitas Getah Pinus Pada Berbagai Perlakuan Pemukulan

Dari Gambar 3. menunjukkan bahwa nilai dari produktivitas getah pinus yang diperoleh berbeda-beda. Hasil rata-rata produktivitas getah pinus tertinggi pada kelompok 1 terdapat pada pukulan 10 kali yaitu sebesar 99,8 gram/pohon, sedangkan untuk pemukulan 20 kali sebesar 80,9 gram/pohon, dan produktivitas getah pinus yang paling rendah yaitu terdapat pada pukulan 74,3 gram/pohon dan untuk tanpa pemukulan (kontrol) sebesar 61,8 gram/pohon.

Hasil rata-rata produktivitas getah pinus tertinggi pada kelompok 2 terdapat pada pemukulan 10 kali sebesar 100,9 gram/pohon, sedangkan untuk pemukulan 20 kali sebesar 83,3 gram/pohon, dan produktivitas getah pinus yang

61,8

10 kali 20 kali 30 Kali

(45)

paling rendah sebesar 81,6 gram/pohon yaitu pada pukulan 30 kali dan untuk tanpa pemukulan (kontrol) sebesar 65,4 gram/pohon.

Berdasarkan Gambar 3. pada kelompok 3 dengan hasil rata-rata produktivitas getah pinus yang tertinggi terdapat pada pemukulan 10 kali sebesar 121 gram/pohon, pada pemukulan 30 kali sebesar 97,4 gram/pohon, sedangkan nilai rata-rata produktivitas getah pinus terendah terdapat pada pemukulan 20 kali yaitu sebesar 95 gram/pohon, dan tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 72,8 gram/pohon.

Dari Gambar 3. dapat diperoleh kesimpulan bahwa kelompok 3 merupakan kelompok yang paling tinggi menghasilkan produktivitas getah pinus dengan perlakuan pemukulan 10 kali sebesar 121 gram/pohon dan produktivitas getah pinus paling rendah terdapat pada pemukulan 30 kali dengan kelompok 1 sebesar 74,3 gram/pohon.

(46)

Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara pemukulan pada pohon dengan menggunakan kayu Damar berukuran 10 cm x 7 cm x 30 cm dengan pemukulan sisi kanan dan kiri pada bagian atas dan bawah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses Perlakuan Pemukulan

Perbedaan pemukulan dapat mempengaruhi produktivitas getah yang dihasilkan, sehingga semakin banyak pemukulan yang dilakukan dapat mengakibatkan getah yang keluar tidak sesuai lagi dengan pola sadap yang telah dibuat sebelumnya.

Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan Terhadap Produktifitas Getah Pinus Jangka waktu pelukaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 3 hari sekali, 5 hari sekali dan 7 kali sehari. Berikut hasil produktivitas getah pinus yang dilakukan dalam jangka waktu pelukaan disajikan dalam Gambar 5.

(47)

Gambar 5. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Jangka Waktu Pelukaan Gambar 5. menunjukkan bahwa semakin lama jangka waktu pelukaan pohon maka produksi getah yang dihasilkan akan sedikit, dapat dilihat bahwa produktivitas getah yang dihasilkan selama 28 hari mempunyai nilai yang berbeda-beda secara bertutut-turut yaitu 1101 gram, 1022,4 gram, dan 979,77 gram untuk penyadapan jangka waktu pelukaan 3,5, dan 7 hari sekali. Pada setiap pelukaan 3 hari sekali menunjukkan hasil yang signifikan dalam menghasilkan produksi getah pinus. Ada pun hal yang mempengaruh produktivitas getah pinus menurut Hadipoernomo (1992) adalah faktor perlakuan terhadap pohon dan tegakan, dalam hal ini produksi getah pinus dipengaruhi oleh perlakuan manusia terhadap pohon dan tegakan seperti: sistem penyadapan, arah sadap dan penggunaan bahan kimia dalam penyadapan.

Jangka waktu pelukaan 3 hari sekali merupakan jangka waktu pelukaan yang banyak mengasilkan produktivitas getah pinus dibandingkan jangka waktu pelukaan 5 dan 7 hari sekali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Perum Perhutani

1101

3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

(48)

(2005) menyatakan bahwa penyadapan dilakukan setiap 3 hari sekali dan 5 hari sekali menghasilkan getah yang maksimal.

Berdasarkan pembagian kelas diameter yang telah dikelompokkan dapat dilihat rata-rata produktivitas getah yang dihasilkan pada Gambar 6. di bawah ini

Gambar 6. Rata- rata Produktivitas Getah Pinus Pada Berbagai Jangka Waktu Pelukaan

Gambar 6. menunjukkan pada kelompok 1 memperoleh rata- rata produktivitas getah pinus yang paling tinggi terdapat pada pelukaan 3 hari sekali sebesar 81,8 gram/pohon. Pelukaan 5 hari sekali sebesar 79,3 gram/pohon sedangkan pelukaan 7 hari sekali memperoleh nilai rata- rata yang rendah dengan nilai 76,5 gram/pohon.

Hasil rata-rata jangka waktu pelukaan pinus pada kelompok 2 diperoleh dengan produktivitas getah pinus yang terendah terdapat pada pelukaan 7 hari sekali pada pohon pinus yakni 79,4 gram/pohon, dan pelukaan 5 hari sekali sebesar 82,2 gram/pohon, sedangkan produksi getah tertinggi terdapat pada pelukaan 3 hari sekali sebesar 86,9 gram/pohon.

81,8 79,3

3 Hari Sekali 5 Hari Sekali 7 Hari Sekali

(49)

Jangka waktu pelukaan pohon yang tetinggi pada kelompok 3 terdapat pada pelukaan 3 hari sekali dengan nilai 106,6 gram/pohon, untuk pelukaan 5 hari sekali sebesar 94,1 gram/pohon, sedangkan nilai rata- rata produksi getah pinus terendah adalah sebesar 89,1 gram/pohon yaitu terdapat pada pelukaan 7 hari sekali.

Pengaruh Interaksi Pemukulan dengan Jangka Waktu Pelukaan Terhadap Produktivitas Getah Pinus

Interaksi perlakuan fisik (pemukulan) dan jangka waktu pelukaan memberikan pengaruh nyata terhadap produksi getah pinus. Di bawah ini merupakan gambar interaksi antara perlakuan dan jangka waktu pelukaan dapat di lihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Rata – rata Produktivitas Getah antara Perlakuan Fisik Dengan Jangka Waktu Pelukaan

Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dan pelukaan untuk perlakuan jangka waktu 3 hari sekali dilakukan sebanyak 10 kali, sedangkan untuk 5 hari sekali sebanyak 6 kali dan untuk 7 hari sekali sebanyak 4 kali.

208,9

10 Kali 20 Kali 30 Kali

(50)

Berdasarkan Gambar 6. di atas dapat dilihat bahwa interaksi pemukulan 10 kali dengan jangka waktu pelukaan 3 hari sekali merupakan produksi getah tertinggi sebesar 361,3 gram/pohon, sedangkan nilai terkecil sebesar 249 gram/pohon terdapat pada interaksi pemukulan 20 kali dengan jangka waktu pelukaan 7 hari sekali. Perbedaan nilai rata-rata produksi getah pinus pada gambar di atas disebabkan pada pemukulan 10 kali berpengaruh terhadap laju produksi getah pinus yang dihasilkan, sedangkan dilihat dari jangka waktu pelukaan 3 hari sekali semakin banyak pohon yang dilukai (sadap) maka produksi getah yang dihasilkan juga semakin bertambah, sedangkan jangka waktu pelukaan 7 hari sekali produksi getah yang dihasilkan sedikit, proses pelukaan yang dilakukan tidak terlalu sering sehingga produksi getah yang dihasilkan rendah.

Pengaruh Pengelompokan Diameter Pohon Terhadap Produktivitas Getah Pinus

Berikut ini merupakan Gambar 8. hasil pengelompokan diameter pohon di lihat berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 1).

Gambar 8. Rata–rata Produktivitas Getah Pada Berbagai Diameter 0

Kelompok 1 (30-<32 cm) Kelompok 2 (32-<35 cm) Kelompok 3 (35-<40 cm)

(51)
(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan perlakuan jangka waktu pelukaan 3 kali sehari dapat meningkatkan

produktivitas getah Pinus merkusii dibandingkan dengan pelukaan 5 hari sekali

dan pelukan 7 hari sekali. Pemukulan 10 kali lebih banyak meningkatkan hasil

produktivitas getah dibandingkan pemukulan 20 kali dan pemukulan 30 kali.

2. Interaksi pemukulan 10 kali dengan jangka waktu pelukaan 3 hari sekali

merupakan produksi getah tertinggi sebesar 361,3 gram/pohon, sedangkan nilai

terkecil sebesar 249 gram/pohon terdapat pada interaksi pemukulan 20 kali

dengan jangka waktu pelukaan 7 hari sekali.

3. Perlakuan pengelompokkan berdasarkan pohon nilai tertinggi terdapat kelompok

tiga sebesar 1158.9 gram/pohon, sedangkan terkecil terdapat pada kelompok satu

yaitu 950,4 gram/pohon.

Saran

Diharapkan perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perlakuan yang berbeda

(pemukulan, pemberian stimulansia) sehingga dengan adanya perlakuan yang lain dapat

(53)

Bawono. 2004. Optimasi Produksi Getah Pinus Untuk Memperoleh Jumlah Pohon Sadapan Optimal guna Meningkatkan Produktivitas Penyadapan di RPH Ciawi KPH Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[BPPKP] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan, Pusat Penelitian Hasil Hutan. 2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian Mangiumdan Tusam. Bogor : BPPKP.

Butar- Butar, T., R. M. S. Harahap dan P. Mudiana. 1998. Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Pinus merkusii di Aceh Tengah. Buletin Penelitian Kehutanan Vol. 13 No 4

Dahlan, E. Hartoyo. 1997. Komponen Kimia Terpentin dari Getah Tusam (Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Info Hasil Hutan. Vol. 4 No. 1

Darmawan, S., E. Yusnita, dan N. Hadjib. 2000. Sari Hasil Penelitian Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Hlm. 33-35.

Dulsalam, M. M. Idris dan D. Tinambunan. 1998. Produksi dan Biaya Penyadapan Getah Tusam dengan Sistem Bor; Studi Kasus di PT. Inhutani IV Sumatera Barat. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 16 No. 1

Hadipoernomo. 1992. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus. Duta Rimba 6 (37): 18- 22

Harahap, R. M. S. dan E. Izudin. 2002. Konifer di Sumatera Bagian Utara. Konifera. Pematang Siantar. No. 1/ Thn XVII

Haygreen, J. G dan J. L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu (Terjemahan Sujipto, A. H). Gadjah Mada Uneversity Press.

Yogyakarta.

Hermawan D. 1992. Pengaruh Elevasi Terhadap Produksi Getah Pinus merkusii

dan Prestasi Kerja Penyadap di KPH Kediri dan Lawu DS Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

(54)

Kasmudjo. 1992. Usaha Stimulansia Pada Getah Pinus. Duta Rimba. 147- 158 (18): 15- 17.

---. 1992. Upaya Peningkatan Produksi Getah Pinus (Tusam). Duta Rimba. September – Oktober/207 – 208/XXII/1997.

---. 1992. Usaha Stimulasi Pada Penyadapan Getah Pinus. Duta Rimba 149-150(18):15-20.

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta

Pandit, I. K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu; Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan baku. Yayasan Penerbit Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Perum Perhutani. 1997. Himpunan Pedoman Kerja Bidang Sadapan Pinus. Jakarta: Perum Perhutani.

Perum Perhutani. 2005. Pedoman Penyadapan Getah Pinus Tahun 2005. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 792/KPTS/DIR/2005.

Purwoko, Agus. 1998. Kontribusi Kegiatan Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH di KPH Lawu Dx. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skrisi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Rasyadi C. 2003. Pengaruh Sudut Kemiringan Bor dan Pemberian Cairan Asam Sulfat (CAS) pada Sistem Penyadapan Bor terhadap Produksi Getah Pinus [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 56 Rochidayat, Sukawi. 1978. Usaha Peningkatan Produktivitas Getah Pinus merkusii. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan

Sanudin, 2009. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat Pinus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera utara. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 6 No. 2 Halaman : 131 – 149. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.

Santosa, Gunawan. 2010. Pemanenan Hasil Hutan Bukan Kayu : Penyadapan Getah Pinus. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sasmuko, Fithry, A., Mardjono, Darmo dan Tarjo. 2004. Kuantifikasi Getah Tusam (Pinus merkusii) di Sumatera Utara. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Siantar.

Soenarno, M. Lempang dan Muhammad. 2000. Intensitas Pembaharuan Luka dan Penggunaan Jenis Stimulansia serta Dampaknya terhadap Jangka Waktu Sadap dan Produktivitas Getah Pinus. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 6 Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pematang Siantar.

(55)

Sugiyono, Y., H. Sutjipto, dan Nyuwito. 2001. Peningkatan Produksi Getah Pinus. Duta Rimba. Januari/2001. Hlm. 23-27.

Sumadiwangsa S, Lestari NH, Bratamiharja S. 1999. Pengaruh Kadar Stimulan dan Penutupan Luka Sadap Pada Penyadapan Pinus (Pinus merkusii). Duta Rimba.

Sumantri I. 1991. Perbaikan Sistem Penyadapan Getah Pinus untuk Meningkatkan Hasil Getah, Duta Rimba No. 135-136/XVIII/199.

Tobing, T. L. 1999. Pengaruh Penyadapan Pohon Pinus Terhadap Pembentukan Saluran Damar Traumatis. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Vol. XII. No.2 Hlm 37-43.

Waluyo, T.K. 2009. Komponen Kimia Minyak Terpentin Pinus Eksotik Asal Aek Nauli, Sumatera Utara. Jurnal Hasil Hutan Vol. 15 No. 2, Halaman: 89 – 94. Pusat Penelitian Pengembangan Hasil Hutan. Bogor

(56)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Produksi Getah Selama 1 Bulan

Lampiran 2. Rataan Produksi Getah Pinus (gram/pohon/hari)

(57)

Rata-Lampiran 3. Data diameter pohon

Kode Pohon Keliling (cm) Diameter (cm)

P0J3K1 99.7 31.7

Kode Pohon Keliling (cm) Diameter (cm)

P0J3K2 100.4 31.9

Kode Pohon Keliling (cm) Diameter (cm)

P0J3K3 118.8 37.8

(58)

Lampiran 5. Hasil uji beda jarak nyata Duncan menggunakan program SPSS 17 Perlakuan Pemukulan Rata-rata

Tanpa pukulan 66.6778a 10 pukulan 107.2667c 20 pukulan 86.3889b 30 pukulan 84.4556b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05

Jangka Waktu Pelukaan Rata-rata 3 hari sekali 91.7500b 5 hari sekali 85.2000ab 7 hari sekali 81.6417a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05

(59)

Bawono. 2004. Optimasi Produksi Getah Pinus Untuk Memperoleh Jumlah Pohon Sadapan Optimal guna Meningkatkan Produktivitas Penyadapan di RPH Ciawi KPH Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[BPPKP] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan, Pusat Penelitian Hasil Hutan. 2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian Mangiumdan Tusam. Bogor : BPPKP.

Butar- Butar, T., R. M. S. Harahap dan P. Mudiana. 1998. Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Pinus merkusii di Aceh Tengah. Buletin Penelitian Kehutanan Vol. 13 No 4

Dahlan, E. Hartoyo. 1997. Komponen Kimia Terpentin dari Getah Tusam (Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Info Hasil Hutan. Vol. 4 No. 1

Darmawan, S., E. Yusnita, dan N. Hadjib. 2000. Sari Hasil Penelitian Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Hlm. 33-35.

Dulsalam, M. M. Idris dan D. Tinambunan. 1998. Produksi dan Biaya Penyadapan Getah Tusam dengan Sistem Bor; Studi Kasus di PT. Inhutani IV Sumatera Barat. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 16 No. 1

Hadipoernomo. 1992. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus. Duta Rimba 6 (37): 18- 22

Harahap, R. M. S. dan E. Izudin. 2002. Konifer di Sumatera Bagian Utara. Konifera. Pematang Siantar. No. 1/ Thn XVII

Haygreen, J. G dan J. L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu (Terjemahan Sujipto, A. H). Gadjah Mada Uneversity Press.

Yogyakarta.

Hermawan D. 1992. Pengaruh Elevasi Terhadap Produksi Getah Pinus merkusii dan Prestasi Kerja Penyadap di KPH Kediri dan Lawu DS Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Inhutani IV P3HH dan SEK. 1996. Laporan Penelitian: Kelayakan Penyadapan

(60)

Kasmudjo. 1992. Usaha Stimulansia Pada Getah Pinus. Duta Rimba. 147- 158 (18): 15- 17.

---. 1992. Upaya Peningkatan Produksi Getah Pinus (Tusam). Duta Rimba. September – Oktober/207 – 208/XXII/1997.

---. 1992. Usaha Stimulasi Pada Penyadapan Getah Pinus. Duta Rimba 149-150(18):15-20.

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta

Pandit, I. K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu; Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan baku. Yayasan Penerbit Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Perum Perhutani. 1997. Himpunan Pedoman Kerja Bidang Sadapan Pinus. Jakarta: Perum Perhutani.

Perum Perhutani. 2005. Pedoman Penyadapan Getah Pinus Tahun 2005. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 792/KPTS/DIR/2005.

Purwoko, Agus. 1998. Kontribusi Kegiatan Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH di KPH Lawu Dx. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skrisi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Rasyadi C. 2003. Pengaruh Sudut Kemiringan Bor dan Pemberian Cairan Asam Sulfat (CAS) pada Sistem Penyadapan Bor terhadap Produksi Getah Pinus [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 56 Rochidayat, Sukawi. 1978. Usaha Peningkatan Produktivitas Getah Pinus merkusii. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan

Sanudin, 2009. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat Pinus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera utara. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 6 No. 2 Halaman : 131 – 149. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.

Santosa, Gunawan. 2010. Pemanenan Hasil Hutan Bukan Kayu : Penyadapan Getah Pinus. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sasmuko, Fithry, A., Mardjono, Darmo dan Tarjo. 2004. Kuantifikasi Getah Tusam (Pinus merkusii) di Sumatera Utara. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Siantar.

Soenarno, M. Lempang dan Muhammad. 2000. Intensitas Pembaharuan Luka dan Penggunaan Jenis Stimulansia serta Dampaknya terhadap Jangka Waktu Sadap dan Produktivitas Getah Pinus. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 6 Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pematang Siantar.

(61)

Sugiyono, Y., H. Sutjipto, dan Nyuwito. 2001. Peningkatan Produksi Getah Pinus. Duta Rimba. Januari/2001. Hlm. 23-27.

Sumadiwangsa S, Lestari NH, Bratamiharja S. 1999. Pengaruh Kadar Stimulan dan Penutupan Luka Sadap Pada Penyadapan Pinus (Pinus merkusii). Duta Rimba.

Sumantri I. 1991. Perbaikan Sistem Penyadapan Getah Pinus untuk Meningkatkan Hasil Getah, Duta Rimba No. 135-136/XVIII/199.

Tobing, T. L. 1999. Pengaruh Penyadapan Pohon Pinus Terhadap Pembentukan Saluran Damar Traumatis. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Vol. XII. No.2 Hlm 37-43.

Waluyo, T.K. 2009. Komponen Kimia Minyak Terpentin Pinus Eksotik Asal Aek Nauli, Sumatera Utara. Jurnal Hasil Hutan Vol. 15 No. 2, Halaman: 89 – 94. Pusat Penelitian Pengembangan Hasil Hutan. Bogor

(62)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Produksi Getah Selama 1 Bulan

Lampiran 2. Rataan Produksi Getah Pinus (gram/pohon/hari)

(63)

Rata-Lampiran 3. Data diameter pohon

Kode Pohon Keliling (cm) Diameter (cm)

P0J3K1 99.7 31.7

Kode Pohon Keliling (cm) Diameter (cm)

P0J3K2 100.4 31.9

Kode Pohon Keliling (cm) Diameter (cm)

P0J3K3 118.8 37.8

(64)

Lampiran 5. Hasil uji beda jarak nyata Duncan menggunakan program SPSS 17 Perlakuan Pemukulan Rata-rata

Tanpa pukulan 66.6778a 10 pukulan 107.2667c 20 pukulan 86.3889b 30 pukulan 84.4556b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 Jangka Waktu Pelukaan Rata-rata

3 hari sekali 91.7500b 5 hari sekali 85.2000ab 7 hari sekali 81.6417a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

Gambar

Tabel 1.  Potensi Pengembangan Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Tapanuli Selatan
Gambar 1. Pola Sadapan Metode Riil
Gambar 2. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Pemukulan
Gambar  3. Rata–rata Produktivitas Getah Pinus Pada Berbagai Perlakuan
+6

Referensi

Dokumen terkait

The Taming of the Shrew: Women‟s Magazines and the Regulation of Desire, Journal of Communication Inquiry, 20(1), 18-31.. Language

Dengan adanya banyak penelitian yang sudah dilakukan dan banyak terbukti bahwa spiritualitas di tempat kerja berpengaruh pada kepuasan kerja, komitmen organisasi, motivasi maupun

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Bandung 2011-2031, maka struktur tata ruang kota Bandung

kota orang Filistin itu dan berkata: &#34;Antarkanlah tabut Allah Israel itu; biarlah itu kembali ke tempatnya, supaya jangan dimatikannya kita dan bangsa kita.&#34; Sebab di

Coregistration for TOF cameras and RGB images is done calculating the relative orientation in a bundle adjustment with Homologous points (Hastedt and Luhmann, 2012)

diatas telah dianulir oleh Surat Mahkamah Agung Nomor : 32/TUADA-AG/III-UM/IX/1993 yang antara lain berisi bahwa ketentuan Pasal 84 ayat (4) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989

selaku Pembimbing Teknis di PT Caterpillar Indonesia yang telah membimbing Saya selama pelaksanaan skripsi, atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih, yang

Dampak Health-Related Quality Of Life (HRQOL) pada penderita gagal jantug diperkirakan memiliki dampak yang lebih besar daripada HRQOL dari penyakit kronis lainnya