PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H2SO4) SEBAGAI STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI
GETAH PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DENGAN METODE RIIL
(Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)
SKRIPSI
Oleh:
AYU RAHAYU EFFENDI SURBAKTI 091201057/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H2SO4) SEBAGAI STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI
GETAH PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DENGAN METODE RIIL
(Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)
SKRIPSI
Oleh:
AYU RAHAYU EFFENDI SURBAKTI 091201057/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Hasil : Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H2SO4) Sebagai
Stimulansia Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii jungh et de vriese) Pada Metode Riil (Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)
Nama : Ayu Rahayu Effendi Surbakti Nim : 091201057
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P Dr. Muhdi, S.Hut., M. Si
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kehutanan
ABSTRACT
AYU RAHAYU EFFENDI SURBAKTI : The Influence of The Application of H2SO4 As Stimulant For The Production of Oleoresin (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) With Riil Method (Study Case At PT. Inhutani IV Areal North Sumatera-Aceh Unit, Siborong-borong, North Tapanuli), supervised by Ridwanti Batubara and Muhdi.
The Production of oleoresin is affected by the application of stimulant and time of tapping. The purpose of this research were to know the effect of H2SO4 stimulant and the time of tapping to Pinus merkusii and to know the H2SO4 concentration and the best time of pine tapping that gave the best of tapping. This research were carried at working area of PT. Inhutani IV, Siborong-borong in Mei – June 2013 using factorial randomized block design with two factors, i.e. the concentration of stimulant (0%, 10%, 20% and 30%) and time of tapping (3 days, 5 days and 7 days at once). Parameter measured were production of oleoresin (gram).
Result of this research showed that the application of H2SO4 stimulant on the tapping of pine trees increase considerably to oleoresin. The application of H2SO4 resulted in more than 2 – 4 times the yield of oleoresin from tree without stimulant. The concentration of H2SO4 (30%) and the time of tapping in 3 days can gave the best product of oleoresin.
ABSTRAK
AYU RAHAYU EFFENDI SURBAKTI : Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H2SO4) Sebagai Stimulansia Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii
Jungh et de Vriese) Dengan Metode Riil (Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara), dibimbing oleh Ridwanti Batubara dan Muhdi.
Produksi getah pinus dipengaruhi antara lain oleh penggunaan stimulansia dan jangka waktu pelukaan. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh kombinasi pemberian stimulansia H2SO4 dan jangka waktu pelukaan terhadap hasil sadapan
getah Pinus merkusii dan melihat konsentrasi H2SO4 dan jangka waktu pelukaan
yang memberikan hasil sadapan terbaik. Penelitian ini dilaksanakan di areal kerja PT. Inhutani IV, Siborong-borong pada Mei – Juni 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi stimulansia (0%, 10%, 20% dan 30%) dan jangka waktu pelukaan (3 hari sekali, 5 hari sekali dan 7 hari sekali). Parameter yang diamati adalah produksi getah pinus (gram).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan stimulansia H2SO4
pada penyadapan pohon pinus dapat mengakibatkan meningkatnya hasil getah. Penggunaan H2SO4 dapat meningkatkan hasil getah 2 – 4 kali lipat dari yang tidak
diberi stimulansia. Konsentrasi stimulansia 30% dan jangka waktu pelukaan setiap 3 hari memberikan hasil sadapan terbaik.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibolga, pada tanggal 28 Agustus 1991 dari ayah M. E. Surbakti (almarhum) dan ibu E. Tambunan. Penulis merupakan anak ketiga
dari empat bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD Sw. RK No. 3 Sibolga, tahun 2006 lulus
dari SMP Sw. Fatima Sibolga, tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sibolga dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih jurusan Teknologi Hasil
Hutan, Program Studi Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota organisasi
Himpunan Mahasiswa Sylva USU dan sebagai asisten praktikum Sifat Kimia Kayu. Pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya (Tahura), dan melaksanakan praktek kerja
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
hasil penelitian yang berjudul ”Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H2SO4)
Sebagai Stimulansia Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jungh Et De Vriese) Pada Metode Riil (Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera
Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara)”. Hasil penelitian ini merupakan suatu aplikasi ilmu yang didapat dari pembelajaran di ruang perkuliahan dan
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ridwanti Batubara S.Hut., M.P., dan Bapak Dr. Muhdi, S.Hut., M. Si., selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Bapak Iriyanto dan
Bapak P. Sihombing serta staff di PT. Inhutani IV, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Latifah, S.Hut., M. Si., Ph. D., selaku ketua Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, semua staf pengajar dan pegawai
serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah ... 10
Penyadapan Getah ... 14
Sistem Penyadapan Getah ... 15
Sistem Riil ... 16
Upaya Meningkatkan Produksi Getah Pinus ... 17
Stimulansia ... 18
Asam Sulfat (H2SO4) ... 19
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
Bahan dan Alat Penelitian ... 21
Prosedur Penelitian ... 21
Persiapan Penelitian ... 21
Penyadapan ... 22
Pemungutan Getah dan Pembaharuan Luka ... 24
Pengukuran Produksi ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas Getah P. Merkusii ... 29
Pengaruh Konsentrasi Stimulansia ... 31
Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan ... 35
Pengaruh Interaksi Konsentrasi Stimulansia dengan Jangka Waktu Pelukaan ... 37
Pengaruh Pengelompokan Diameter Pohon ... 39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41
Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Potensi Pengembangan Kegiatan Penyadapan Getah Pinus
di Tapanuli Selatan ... 10
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Pola Sadapan Metode Riil ... 17
2. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Konsentrasi Stimulansia .. 31 3. Hasil Produktivitas Getah Rata-rata Berdasarkan Kelas Diameter
dengan Perlakuan Konsentrasi Stimulansia ... 33 4. Proses Pemberian Stimulansia Cair ... 34
5. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Jangka Waktu Pelukaan .. 35 6. Hasil Produktivitas Getah Rata-rata Berdasarkan Kelas Diameter
dengan Perlakuan Jangka Waktu Pelukaan ... 36 7. Hasil Produktivitas Getah Rata-rata dengan Perlakuan Interaksi ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Data produksi getah selama 1 bulan ... 46
2. Rataan produksi getah pinus (gram/pohon/hari) ... 46
3. Data diameter pohon ... 47
4. Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 17 ... 48
ABSTRACT
AYU RAHAYU EFFENDI SURBAKTI : The Influence of The Application of H2SO4 As Stimulant For The Production of Oleoresin (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) With Riil Method (Study Case At PT. Inhutani IV Areal North Sumatera-Aceh Unit, Siborong-borong, North Tapanuli), supervised by Ridwanti Batubara and Muhdi.
The Production of oleoresin is affected by the application of stimulant and time of tapping. The purpose of this research were to know the effect of H2SO4 stimulant and the time of tapping to Pinus merkusii and to know the H2SO4 concentration and the best time of pine tapping that gave the best of tapping. This research were carried at working area of PT. Inhutani IV, Siborong-borong in Mei – June 2013 using factorial randomized block design with two factors, i.e. the concentration of stimulant (0%, 10%, 20% and 30%) and time of tapping (3 days, 5 days and 7 days at once). Parameter measured were production of oleoresin (gram).
Result of this research showed that the application of H2SO4 stimulant on the tapping of pine trees increase considerably to oleoresin. The application of H2SO4 resulted in more than 2 – 4 times the yield of oleoresin from tree without stimulant. The concentration of H2SO4 (30%) and the time of tapping in 3 days can gave the best product of oleoresin.
ABSTRAK
AYU RAHAYU EFFENDI SURBAKTI : Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H2SO4) Sebagai Stimulansia Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii
Jungh et de Vriese) Dengan Metode Riil (Studi Kasus Di Areal PT. Inhutani IV Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara), dibimbing oleh Ridwanti Batubara dan Muhdi.
Produksi getah pinus dipengaruhi antara lain oleh penggunaan stimulansia dan jangka waktu pelukaan. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh kombinasi pemberian stimulansia H2SO4 dan jangka waktu pelukaan terhadap hasil sadapan
getah Pinus merkusii dan melihat konsentrasi H2SO4 dan jangka waktu pelukaan
yang memberikan hasil sadapan terbaik. Penelitian ini dilaksanakan di areal kerja PT. Inhutani IV, Siborong-borong pada Mei – Juni 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi stimulansia (0%, 10%, 20% dan 30%) dan jangka waktu pelukaan (3 hari sekali, 5 hari sekali dan 7 hari sekali). Parameter yang diamati adalah produksi getah pinus (gram).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan stimulansia H2SO4
pada penyadapan pohon pinus dapat mengakibatkan meningkatnya hasil getah. Penggunaan H2SO4 dapat meningkatkan hasil getah 2 – 4 kali lipat dari yang tidak
diberi stimulansia. Konsentrasi stimulansia 30% dan jangka waktu pelukaan setiap 3 hari memberikan hasil sadapan terbaik.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manfaat yang diperoleh dari hutan antara lain berupa kayu maupun Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) cukup potensial untuk dikembangkan. Pengembangan HHBK diharapkan dapat menekan penurunan fungsi hutan akibat
pemanfaatan hasil hutan berupa kayu yang kurang mempertimbangkan aspek-aspek pemanfaatan lestari. Sementara potensi HHBK diperkirakan masih cukup banyak namun pemanfaatannya belum optimal (Nurapriyanto et. al., 2003).
Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di Indonesia. P. merkusii termasuk dalam jenis pohon serbaguna yang terus-menerus
dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk menghasilkan kayu, produksi getah dan konservasi lahan. Hampir semua bagian pohonnya dapat dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk
diambil getahnya. Getah tersebut diproses lebih lanjut menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat sabun,
resin dan cat. Terpentin digunakan untuk bahan industri, parfum, obat-obatan dan desinfektan. Hasil kayunya bermanfaat untuk konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang. Bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan
abunya dapat digunakan untuk bahan campuran pupuk, karena mengandung kalium (Dahlian dan Hartoyo, 1997).
Potensi hutan P. merkusii banyak dijumpai di Sumatera dan Jawa. Khusus di Sumatera Utara, hutan pinus dimiliki oleh negara dan juga oleh rakyat seluas 94.150 ha dari hasil inventarisasi tahun 1981. Apalagi pohon pinus memiliki
dihasilkan ini merupakan bahan baku industri gondorukem untuk industri cat, batik, kertas, dan lain-lain (Universitas Sebelas Maret, 1996).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam produksi getah pinus ini adalah rendahnya produktivitas yaitu rata-rata 1,50 kg per pohon per tahun, dibanding dengan produktivitas yang dicapai negara lain seperti China, India, Portugal dan
Spanyol, yaitu berkisar antara 2,50 – 4,00 kg per pohon per tahun (Perum Perhutani dan IPB, 1989). Menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun
2004, bahwa produksi hasil hutan getah pinus Sumatera Utara sebesar 295,63 kg. Penurunan produksi getah pinus dari tahun ke tahun disebabkan oleh sadapan pinus yang semakin berkurang (Sugiyono, et. al., 2001). Berdasarkan data statistik
kehutanan, produksi gondorukem Sumatera Utara pada tahun 1996/1997 sebesar 147,915 kg yaitu sebesar 0,27% dari total produksi gondorukem nasional sebesar
53,736 ton (Sasmuko dan Totok, 2001). Di lain pihak permintaan pasar akan gondorukem dan terpentin semakin meluas sehingga hal tersebut mendorong rimbawan untuk meningkatkan efisiensi dan intensifikasi sadapan tanpa
melanggar kaidah-kaidah manajemen hutan yang berlaku. Salah satu usaha yang sedang dicoba adalah penggunaan stimulansia kimia untuk meningkatkan hasil getah.
Dalam upaya meningkatkan produksi getah dengan menggunakan stimulansia asam, hal yang perlu diperhatikan adalah tentang konsentrasi asam.
Jika konsentrasinya terlalu rendah, upaya ini kurang efektif. Sebaliknya, jika konsentrasinya terlalu tinggi, dapat mengakibatkan kayu pohon pinus menjadi kering. Faktor lain yang dapat meningkatkan getah pinus adalah jangka waktu
sebaliknya jika terlalu cepat dapat mengakibatkan kerusakan pada pohon pinus akibat luka yang ditimbulkan terlalu banyak. Hal inilah yang mendorong penulis
untuk mengukur berapa besarnya konsentrasi asam sulfat sebagai bahan stimulansia dan jangka waktu pelukaan yang dapat memberikan hasil sadapan yang terbaik dalam metode riil.
TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi stimulansia asam sulfat (H2SO4) dan jangka waktu pelukaan terhadap hasil
sadapan getah Pinus merkusii.
Hipotesis Penelitian
1. Konsentrasi stimulansia mempengaruhi produksi getah pinus. 2. Jangka waktu pelukaan mempengaruhi produksi getah pinus.
3. Interaksi konsentrasi dan jangka waktu pelukaan mempengaruhi produksi
getah pinus.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam mengembangkan dan memanfaatkan hutan pinus dan
sebagai contoh dalam peningkatan produksi getah pinus.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama
tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang botani dari Jerman yaitu Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan
tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai 2o Lintang Selatan. Pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin
dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kelemahan P. merkusii adalah peka terhadap kebakaran,
karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami (Siregar, 2005).
Sugiono, et. al. (2001), menyebutkan tentang susunan taksonomi Pinus
merkusii sebagai berikut : Diviso : Spermatophyta
Sub Divisio : Gymnospermae Ordo : Coniferales Famili : Pinaceae
Genus : Pinus
Spesies : Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Tempat Tumbuh
mdpl. Di hutan alam masih banyak ditemukan pohon besar berukuran tinggi 70 m dengan diameter 170 m (Harahap dan Izudin, 2002).
P. merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii memiliki sifat pioner yaitu dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur seperti padang alang-alang. Di
Indonesia, P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian 200 – 2.000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400 – 1.500 mdpl
(Khaeruddin, 1999).
CiriUmum
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri umum
sebagai berikut :
Warna : Terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan
gubalnya berwarna putih krem.
Corak : Permukaan radial dan tangensialnya mempunyai corak yang
disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya sehingga terkesan ada pola dekoratif.
Riap tumbuh : Agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada
penampang lintang kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat.
Tekstur : Agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata.
Kekerasan : Agak keras dan berat agak ringan sampai agak berat.
Ciri Anatomi
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri anatomi
sebagai berikut :
Pori : Tidak berpori tapi mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang
jelas. Saluran damar aksial menyebar, sangat jarang dan diameter tangensialnya sekitar 170 – 190 mikron.
Jari-jari : Sangat halus dan sempit terdiri dari 1 seri, kadang-kadang ada yang fusifom jumlahnya sekitar 4 -7 per mm arah tangensialnya, tingginya terdiri dari 4 – 15 sel.
Saluran interseluler : Aksial menyebar dan jarang pada penampang lintang menyerupai pori namun tidak berdinding.
Sifat dan Kegunaan
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki sifat dan
kegunaan sebagai berikut :
Berat jenis : Rata-rata 0,55 (0,40 – 0,75) Kelas Awet : IV
Kelas Kuat : III
Kegunaan : - Korek api, pensil, kotak, dan permainan anak
-Papan Partikel, vinir, pulp dan kertas -Perabot rumah tangga
-Kerangka pintu dan jendela
Sugiyono, et. al. (2001), menyatakan bahwa pohon pinus dapat mencapai tinggi 70 m, mempunyai kulit yang sangat tebal, dengan alur-alur vertikal, agak
dalam, permukaan batang berwarna abu-abu, dan pada bagian bawah berwarna coklat kemerah-merahan. Pada umumnya orang mengenal kulit pohon pinus atas dasar ketebalan dan kekerasannya.
Pengertian dan Sifat Getah
Getah yang dihasilkan oleh Pinus merkusii digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar
apabila saluran resin pada kayu tersebut tersayat. Oleoresin pinus berbeda dengan
natural resin yang merupakan getah alami yang keluar dari rongga-rongga jaringan kayu pada genus dipterocarpaceae. Getah pinus terdapat pada saluran
interseluler sel atau saluran damar traumatis dimana saluran damar tersebut dibentuk dari oleh suatu mekanisme baik secara lysigenous (sel pada jaringan kayu hancur dan meninggalkan celah) maupun schizogenous (sel memisahkan
diri) atau schizolysigenous. Saluran resin memanjang batang di antara sel-sel trakeida atau melintang radial dalam berkas jaringan jari-jari kayu. Saluran
vertikal memanjang batang biasanya lebih besar dibandingkan saluran ke arah radial dan sering kedua saluran tersebut berhubungan dan membentuk jaringan transportasi getah di dalam pohon (Santosa, 2010).
Lebih lanjut Tobing (1999), menyatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti biokimia, getah dibentuk secara insitu. Getah ini berfungsi sebagai penutup luka
agar air tidak bisa masuk dan sekaligus sebagai bahan antiseptik untuk menahan serangan hama dan penyakit.
Sifat getah pinus (oleoresin) ini adalah suatu bahan hydrophobi, larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti etil eter, hexan, dan
pelarut minyak lainnya. Jenis getah ini mengandung terutama senyawa-senyawa terpenoid, hidrokarbon dan senyawa netral. Getah pinus yang didestilasi akan menghasilkan gondorukem (gum rosin) dan terpentin (gum turpentine) dengan
perbandingan antara 4:1 dan 6:1. Warna getah pucat, jernih dan lengket serta apabila diuapkan berubah menjadi rapuh. Sugiyono, et. al. (2001), menyatakan
getah pinus tersusun atas 66% asam resin (resin), 25% terpentin (monoterpene), 7% bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2% air.
Faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas getah pinus yaitu; faktor
pasif : kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat, sedangkan faktor aktif adalah kualitas dan kuantitas tenaga sadap serta perlakukan
dan metode sadapan. Faktor-faktor tersebut dapat diperinci bahwa produktivitas getah dipengaruhi juga oleh faktor; luas areal sadap, kerapatan pohon, jumlah koakan tiap pohon, arah sadap terhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat
individu pohon dan keterampilan penyadap serta pemberian stimulansia (Santosa, 2010).
Getah yang baik adalah getah yang segar biasanya mengandung banyak
terpentin, bewarna putih bersih, dan bebas dari kotoran (daun, tatal, pasir, debu, dan sebagainya). Getah pinus merupakan senyawa kompleks yang bersifat asam
dan sangat peka terhadap waktu dan rusak akibat penuaan atau aging (Perum Perhutani dan IPB, 1989).
Kegunaan Getah Pinus merkusii
Getah (oleoresin) yang diperoleh dari penyadapan pinus dapat diolah
menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem diketahui merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk campuran produksi ban dengan karet alam, bahan kosmetik, dan lain-lain. Menurut Darmawan, et. al. (2000), gondorukem
digunakan untuk campuran batik tulis dan cetak, disamping dapat dimasak lagi untuk campuran bahan-bahan sabun, cat dan vernis, kertas, fungisida, lacquers,
plasticizers.
Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau
sebagai minyak pengering. Selain itu minyak terpentin digunakan untuk ramuan semir sepatu, logam dan kayu, sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan
seluloid dan sebagai pelarut bahan organik. Minyak terpentin yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang berwarna bening sampai kuning muda, dapat diperoleh antara lain melalui destilat getah pinus atau menyuling secara fraksinasi
ekstrak tunggul kayu pinus (Darmawan, et. al., 2000).
Menurut Setiasih, et. al. (1997), dewasa ini gondorukem telah diekspor ke beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, Australia, dan Afrika. Ekspor ini
menghasilkan devisa bagi negara. Oleh karena itu industri gondorukem perlu ditingkatkan mengingat potensi hutan Pinus merkusii dan tenaga kerja di
Indonesia cukup besar.
Berikut ini merupakan potensi pengembangan kegiatan penyadapan getah pinus yang ada di Tapanuli Selatan.
Tabel 1. Potensi Pengembangan Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Tapanuli Selatan
Data statistik Perum Perhutani tahun 1991 menunjukkan bahwa pada
tahun 1990, dari hutan pinus seluas 480.048,64 ha, telah diekspor 30.788 ton gondorukem, 8.217 ton terpentin dan 1.232 ton getah dengan pendapatan devisa
sebesar US$15.241.274. Namun, jumlah tersebut baru memenuhi 58,85% permintaan konsumen luar negeri seperti : Asia, Australia, dan Eropa (Leksono, 1996).
Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Getah
Produksi getah pinus dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam adalah faktor-faktor yang berasal dari pohon itu sendiri, seperti : umur, tajuk, diameter batang, kesehatan akar, dan sebagainya. Sedangkan faktor
luar diantaranya kesuburan tanah (bonita), elevasi (ketinggian tempat), kerapatan tegakan dan cuaca (Kasmudjo, 1997).
Produksi getah Pinus secara keseluruhan dipengaruhi oleh : 1. Luas areal sadapan.
2. Kerapatan (jumlah pohon per Ha).
3. Jumlah koakan tiap pohon dan jangka waktu pelukaan. 4. Sifat individu pohon.
5. Keterampilan tenaga kerja penyadap.
Prinsip keluarnya getah dari luka adalah sebagai berikut : saluran getah pada
semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim di antara saluran getah dan sel-sel parenkim terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada batang pinus sehingga saluran getahnya terbuka, maka tekanan dinding berkurang akibatnya
getah keluar. Produksi getah per pohon per tahun untuk berbagai jenis pinus antara lain :
1. Pinus khaya : 7,0 kg/pohon/tahun 2. Pinus merkusii : 6,0 kg/pohon/tahun 3. Pinus palustris : 4,2 kg/pohon/tahun
4. Pinus maritima : 3,0 kg/pohon/tahun 5. Pinus longifolia : 2,5 kg/pohon/tahun 6. Pinus austriasca : 2,1 kg/pohon/tahun
7. Pinus excelsa : 1,2 kg/pohon/tahun (Kasmudjo, 1997).
Menurut Sugiyono, et. al., (2001), beberapa faktor yang mempengaruhi produksi getah adalah sebagai berikut :
a. Umur pohon
Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Semakin tua umur pohon menghasilkan getah semakin banyak sampai pada batas umur tertentu.
Ciri-ciri pohon pinus serta seluruh proses fisiologis yang terjadi di dalamnya akan berkembang sejalan dengan bertambahnya umur pohon, setiap tahap pertumbuhan
mempunyai proses fisiologis yang berbeda. Peningkatan kelas umur pohon diikuti oleh kenaikan getah.
b. Tajuk pohon
Hasil getah tiap pohon berhubungan langsung dengan besarnya tajuk, karena dalam tajuklah terjadi proses fotosintetis. Pohon dengan tajuk lebar akan
menerima cahaya matahari yang lebih banyak, sehingga akan terjadi proses fotosintetis yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang bertajuk lebih kecil. Hasil fotosintetis yang besar akan menambah pertumbuhan diameter pohon.
c. Diameter
Pohon-pohon dengan diameter kurang dari 25 cm pada setinggi dada menghasilkan getah sedikit. Pohon dengan hasil getah yang banyak dicirikan
dengan lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh dan bentuk kerucut serta mempunyai tinggi tajuk sampai setengah dari tinggi pohonnya.
d. Kesehatan pohon
Kesehatan pohon berpengaruh langsung terhadap kelancaran proses fotosintetis, pertumbuhan batang, dan pembentukan kayu gubal. Pohon-pohon
terserang penyakit. Pohon pinus yang berdaun kering terbakar dan terserang ulat menghasilkan getah sedikit.
e. Perbedaan jenis pohon
Pinus yang menghasilkan getah terdapat beberapa jenis dengan produksi yang berbeda-beda.
f. Bonita tanah
Pohon-pohon yang tumbuh pada tanah yang berbonita tinggi,
pertumbuhannya lebih baik dan pada gilirannya produksi getahnya lebih banyak, karena kandungan unsur hara tanahnya lebih besar.
g. Kerapatan tegakan
Kerapatan tegakan mempengaruhi pertumbuhan pohon yang dengan sendirinya mempengaruhi produksi getah.
h. Cuaca dan iklim
Faktor cuaca berpengaruh terhadap aliran getah dari sadapan. Pada suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi, getah yang membeku akan menyumbat
saluran getah dan muara akan tertutup akibatnya getah yang mengalir akan terhenti. Pada musin hujan hasil getah biasanya akan menurun karena curah hujan akan mempengaruhi kelembaban di sekitar luka sadapan. Suhu yang relatif rendah
menyebabkan getah cepat menggumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit juga muara tersumbat, sehingga aliran getah menjadi berkurang sampai terhenti.
Penyadapan Getah
Di Indonesia percobaan penyadapan getah pinus pertama kali dilakukan di
Aceh oleh W. G. Van deen Kloot tahun 1924, di pulau Jawa baru dilakukan di daerah Lawu Ds. dan Wilis pada tahun 1947 (Sugiyono, et. al., 2001).
Penyadapan getah pinus dilakukan dengan cara melukai batang pohon
dengan bentuk serta kedalaman luka tertentu sesuai dengan metoda penyadapan yang digunakan. Pelukaan ini bertujuan untuk dua hal, yaitu : pertama untuk
mengaktifkan atau memicu jaringan epitel agar memproduksi getah (oleoresin) dan kedua untuk menyingkapkan saluran damar yang berada pada jaringan xylem. Jaringan epitel adalah jaringan khusus pada tumbuhan yang memproduksi getah
apabila terjadi pelukaan pada pohon. Pada jenis-jenis pinus, jaringan epitel dapat memproduksi getah secara terus-menerus selama bagian tersebut berada di dalam
kayu gubal, sedangkan pada jenis kayu daun jarum lainnya, jarang yang berfungsi lebih dari satu musim. Saluran damar adalah ruang kosong antara sel yang berbentuk saluran. Saluran damar umumnya dibatasi atau dikelilingi oleh jaringan
epitel dan fungsinya adalah untuk menampung getah yang diproduksi oleh jaringan epitel serta menyalurkannya ke bagian luka. Dengan menyingkapkan saluran damar maka getah akan mengalir ke permukaan yang kemudian
ditampung ke dalam penampung dan selanjutnya dipungut. Pelukaan pohon dapat memicu terjadinya pembentukan saluran damar sekunder (saluran damar
traumatis), baik yang berupa saluran damar traumatis aksial maupun yang radial, walaupun kedua-duanya tidak akan dijumpai secara bersama-sama di dalam batang pohon. Pembentukan saluran damar traumatis ini mempunyai arti yang
akan semakin meningkat (Tobing, 1999). Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa, produksi getah pinus dapat dirangsang dengan adanya
pelukaan. Oleh karena pinus merupakan pohon yang sangat sensitif terhadap pelukaan maka apabila terjadi luka, segera akan dibentuk lebih banyak lagi saluran resin atau getahnya yang akan berfungsi menutup luka dan mencegah
infeksi.
Menurut Sugiyono, et. al. (2001), pohon pinus akan disadap memenuhi
beberapa ketentuan, yaitu :
1. Diameter minimum 20 cm, yaitu saat riap pohon maksimal.
2. Pemilihan pohon dimana hanya pohon-pohon yang akan ditebang yang
disadap, dimulai pada pohon berumur 11 tahun.
Hadipoernomo (1992) juga mengatakan bahwa pohon pinus dianggap sudah
masak sadap bila pohon tersebut sudah berumur 11 tahun atau masuk kelas umur III. Jika sesuatu berjalan lancar dan dilakukan menurut petunjuk kerja dengan seksama, maka jangka waktu sadap dapat berlangsung sampai 20 tahun.
Sistem Penyadapan Getah
Sistem penyadapan getah pinus di Indonesia secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : Koakan, Riil dan Bor. Cara-cara tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil getah seoptimal mungkin dengan memperhatikan kelestariannya. Dalam penentuan cara penyadapan getah
pinus tidak terlepas dari pertimbangan yang berhubungan dengan faktor teknis, sosial, ekonomi dan ekologi. Secara teknik, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang dapat dilakukan dengan mudah. Secara sosial, cara yang
sekitar. Secara ekonomi, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang efisien dan efektif sehingga dapat memberi keuntungan yang optimal. Ditinjau
dari segi ekologis, yang dipilih adalah cara penyadapan getah pinus yang tidak
menimbulkan kerusakan yang berarti pada pohon yang disadap (Inhutani IV, et. al., 1996).
Sistem Rill
Sadapan sistem rill ialah proses pelukaan pada permukaan kayu dengan membuat saluran induk arah vertikal dan saluran cabang arah miring yang
membentuk sudut 40° terhadap saluran induk dengan kedalaman 2 cm. Sistem ini caranya meliputi tahapan:
a. Bagian batang dibersihkan kira-kira 1/3 lingkaran batang pohon. b. Pelukaan dibuat dengan alat yang disebut hogal.
c. Luka sadap berbentuk “V” dengan kedalaman 2 - 5 cm dan kemiringan
saluran 20°- 40°.
d. Lebar sadapan sekitar 20 cm (Kasmudjo, 1997).
Kelemahan sistim rill antara lain bidang sadap yang luas menyebakan luasan sadapan yang dibutuhkan lebar sehingga untuk satu pohon hanya dapat dilakukan sadap buka sekali dan memerlukan waktu proses penyadapan yang
relatif lama dan kurang efisien.
Gambar 1. Pola Sadapan Metode Riil
Keterangan :
1. Bagian kayu yang tidak dibersihkan
2. Bagian kayu yang dibersihkan 3. Pola sadapan ukuran 20 x 65 cm 4. Letak saluran tengah (central groove).
Upaya Meningkatkan Produksi Getah Pinus
Getah pinus dapat diperoleh dengan penyadapan batang pohon. Saluran getah yang akan menyempit atau buntu dan apabila masih muda, getah yang dapat
keluar dengan segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah yang disadap sehingga menyumbat mulut saluran getah. Agar permukaan luka sadapan selalu
terbuka dan getah tidak membeku, dapat digunakan stimulansia tertentu (Sugiyono, et. al., 2001).
Hadipoernomo (1992), menyatakan telah banyak usaha pembaharuan yang
dicoba untuk meningkatkan produksi getah pinus, antara lain dengan 30 cm
1
3
4
2
40°
70 cm
10 cm
TANAH
menggunakan bor dan kantung plastik serta penggunaan pasta kimia. Riyanto pada tahun 1979 pernah mencoba untuk membandingkan pengaruh stimulan asam
sulfat dan asam klorida terhadap getah pinus dengan konsentrasi masing-masing sebesar 2,5%. Riyanto dalam penelitiannya juga menyebutkan perlakuan dengan pasta sulfat mampu meningkatkan produksi getah di India sekitar 40% - 50%. Di
Amerika Serikat penggunaan pasta sulfat 60% pada Pinus polustris dan Pinus
etliotii memberikan hasil 25,2 gr/pohon/hari.
Pada kesempatan lain, Sumadiwangsa, et. al., pada tahun 1999 meneliti penggunaan zat perangsang SOCEPAS 235 As pada kosentrasi 0%, 20%, 25% dan penutupan luka sadap untuk mengetahui produktivitas getahnya. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan stimulansia tersebut pada konsentrasi 20% dan 25% menghasilkan getah rata-rata sebesar 51,6 dan 48,2 gr/pohon.
Penyadapan pinus dengan sistem bor dan pemberian zat perangsang asam sulfat + CEPA pada hutan Sumatera Barat (Darmawan, et. al., 2000).
Stimulansia
Penggunaan stimulansia asam dapat menyebabkan terbukanya saluran getah yang menyempit atau tersumbat melalui proses penghangatan oleh asam. Akibatnya, saluran getah dan sel-sel parenkim terhidrolisi, tekanan menurun,
cairan sel keluar sehingga getah menjadi lebih encer dan lebih lama keluarnya (Kasmudjo, 1992).
Menurut Sudrajat (2002), bahan perangsang yang digunakan pada penyadapan getah pinus banyak macamnya, tetapi komponen utamanya adalah asam sulfat dan asam nitrat atau campurannya. Kedua asam tersebut termasuk
Campuran kedua asam tersebut akan mengeluarkan ion nitronium (NO2+) dan
mono hydrogen sulfat (HSO4). Pemakaian kedua asam ini pada kondisi berlebihan
akan mengganggu lingkungan dan kelangsungan hidup pohon serta diduga dapat mengubah komponen kimia getah, oleh karena itu penggunaan kedua asam ini patut dikaji ulang (Sumadiwangsa, et. al., 2000).
Suhu yang relatif rendah dan kelembaban yang tinggi, getah akan cepat menggumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit dan tersumbat sehingga
aliran getah terhambat atau terhenti. Menurut Sugiyono, et. al., (2001) agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan getah tidak membeku dapat digunakan stimulansia. Yusnita et. al., (2001) mengatakan bahwa pemilihan
konsentrasi stimulansia yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi getah dan menurunkan biaya stimulansia serta menurunkan resiko kesehatan pohon,
penyadap dan lingkungan.
Menurut Mardikanto dan Tobing (1996) dalam Sudrajat (2002), pemakaian kadar stimulansia yang tinggi belum tentu memberi hasil getah yang
lebih besar. Penyadapan dengan cara rill dan dengan pemakaian kadar stimulan 10% di KPH Sumedang memberikan hasil getah yang lebih tinggi daripada pemakaian kadar stimulan 30%, demikian juga yang terjadi di Pekalongan,
produksi getah dengan cara koakan dan pemakaian kadar stimulan sebesar 10% memberi hasil sadap yang lebih tinggi dibandingkan kadar stimulan 30%.
Asam Sulfat (H2SO4)
Menurut Perry dan Green (1997), asam sulfat memiliki sifat-sifat tertentu, baik fisika maupun sifat-sifat kimia. Yang merupakan sifat-sifat fisika asam sulfat
1,834; densitas (berat jenis) 1,84 gr/ml; titik didih 338° C; panas pembentukan standar -198,69 kkal/mol dan kapasitas panas 64,3664 kal/mol °K.
Adapun yang merupakan sifat kimia asam sulfat yaitu : sangat korosif, larut dalam air, merupakan osidator kuat, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap air, bersifat higroskopis, merupakan asam kuat, bersifat polar dan bila
direaksikan dengan basa akan membentuk garam. Selain itu, tanda lain yang dapat dilihat menurut Depkes RI (1995), bahwa asam sulfat merupakan cairan jernih,
seperti minyak, tidak bewarna, dan bau sangat tajam.
Asam sulfat mengandung asam kira-kira 98%, cairan ini dapat bercampur dengan air dengan semua perbandingan dengan melepaskan panas yang banyak
sekali. Ketika mencampur keduanya, asam harus selalu dituang dalam aliran yang tipis ke dalam air. Jika air yang dituangkan kepada asam yang lebih berat itu, uap
mungkin akan tiba-tiba akan terbentuk yang akan mengangkat asam sedikit bersamanya, sehingga mungkin menimbulkan cedera yang berat (Vogel, 1990).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja PT. Inhutani IV Unit Sumatera
Utara-Aceh, tepatnya di Siborong-borong, Tapanuli Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Juni 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penyadapan getah pinus adalah : H2SO4
teknis 97%, H2O, es batu, garam dan pohon Pinus merkusii. Alat yang digunakan
di laboratorium adalah pipet tetes, labu ukur, gelas ukur, ruang asam, sarung
tangan karet, masker, baskom, dan botol kaca. Sedangkan alat untuk di lapangan adalah parang, mal sadap (blaze frame), pisau sadap (freshening knife), tempurung, talang sadap (lips) berupa lempengan seng, alat semprot (sprayer),
palu, paku, plastik, ember plastik, sendok kayu, timbangan, alat tulis dan spidol.
Prosedur Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Pembuatan stimulansia
Stimulan yang dipakai dalam penelitian ini dibuat dari jenis asam kuat
dengan pelarut air. Asam yang dipakai adalah asam sulfat (H2SO4 teknis 97%).
Komposisi H2SO4 yang terdapat pada masing-masing konsentrasi
stimulansia tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Stimulansia yang Dipakai
Stimulansia Volume yang dibutuhkan
Konsentrasi
b. Persiapan lapangan
Untuk memudahkan jalannya penelitian, perlu dilakukan pekerjaan
persiapan lapangan yang terdiri atas rangkaian kegiatan sebagai berikut : 1. Pemilihan pohon contoh dimana pohon yang diambil sebanyak 36 pohon
dengan kriteria pohon yang disadap adalah pohon yang sehat dengan kelas umur 25 tahun dan diameter pohon sebesar 30 – 40 cm.
2. Pembersihan lapangan untuk memudahkan kegiatan penyadapan
3. Penomoran pohon dan pemasangan plat nomor pohon 4. Pembersihan kulit pohon
5. Penyediaan bahan dan alat
2. Penyadapan
a. Pembersihan kulit
Pohon yang akan disadap dibersihkan kulitnya terlebih dahulu dengan
menggunakan alat pembersih kulit, sampai benar-benar rata dan halus tanpa adanya alur kulit dan tidak mengenai bagian kayunya. Pembersihan kulit yang kurang baik akan menyulitkan pembuatan luka sadap.
b. Pembuatan pola sadap
Pola sadap dibuat di bagian tengah kulit yang sudah dibersihkan dengan
menggunakan mal sadap. Pola sadap ini dibuat untuk menetapkan letak saluran tengah dan letak dimana luka sadap harus dibuat.
c. Pembuatan luka sadap
Luka sadap dibuat dengan menggunakan pisau sadap (freshening knife), sesuai dengan pola yang sudah dibuat. Luka sadap dibuat dengan arah miring
ke atas, dengan membentuk sudut kemiringan 40°. Cara pembuatan luka sadap dengan menarik pisau sadap ke arah atas.
d. Pemasangan talang
Pemasangan talang dilakukan setelah pembuatan pola sadap. Talang sadap dipasang pada pohon, kemudian ditekuk ke atas dan bagian tengahnya ditekan
dengan menggunakan palu agar masuk ke dalam saluran tengah, dengan demikian getah dapat tertampung melalui talang.
e. Pemasangan batok penampung
Setelah pohon dilukai maka diletakkan batok penampung getah, diletakkan dengan baik agar penampungan getah tidak terganggu.
f. Pemberian stimulansia
Pada kombinasi perlakuan dengan pemberian stimulansia, luka sadap yang baru dibuat segera disemprot dengan stimulansia. Penyemprotan stimulansia
dilakukan pada luka sadapan baru (di kiri dan kanan saluran). Pemberian stimulansia tergantung pada waktu pelukaan yang telah ditetapkan.
3. Pemungutan Getah dan Pembaharuan Luka
Pemungutan getah dan waktu pelukaan dilakukan dalam tiga periode yaitu
tiga, lima dan tujuh hari sekali. Urutan pekerjaan pemanenan getah dan waktu pelukaan adalah sebagai berikut :
a. Persiapan tempat getah
Disiapkan plastik dan ember plastik sebagai tempat getah yang akan dipanen sebanyak 36 buah sesuai dengan jumlah pohon yang akan
disadap. Plastik dan ember plastik tersebut diberi tanda. Pemberian tanda pada plastik dan ember tersebut dilakukan sesuai dengan besar konsentrasi.
b. Pengambilan getah
Getah hasil luka sadap yang akan diambil terdapat pada batok
penampung. Getah diambil kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Untuk getah yang masih menempel di luka sadap diambil menggunakan alat pengerok (sendok kayu) sampai tidak tersisa dan dimasukkan ke dalam
plastik.
c. Menimbang getah yang telah diperoleh
Setiap pengambilan getah dilakukan pengukuran berat dengan
menimbang getah yang telah di panen. Penimbangan dilakukan setiap pengambilan getah dari pohon.
d. Memasukkan getah ke dalam ember plastik
Getah yang telah dipanen dimasukkan ke dalam ember plastik yang telah diberi tanda. Adapun tanda tersebut diberikan berdasarkan besar
konsentrasi stimulansia.
e. Pembaharuan luka sadap
Pohon yang telah dipanen getahnya kemudian diperbaharui luka
sadapnya. Sebelum luka sadap diperbaharui batok penampung dilepas terlebih dahulu. Luka sadap tersebut diperbaharui dengan menggunakan pisau sadap sesuai dengan luka sadap sebelumnya.
f. Pemasangan batok penampung
Pemasangan batok penampung dilakukan setelah pembaharuan
luka sadap. Dilakukan demikian bertujuan agar batok penampung tidak kotor oleh sisa-sisa pembaharuan luka sadap.
g. Pemberian stimulansia pada penyadapan dengan perlakuan asam
Setelah pembaharuan luka sadap dan pemasangan batok penampung maka pohon diberi perlakuan pemberian stimulansia asam
dengan cara penyemprotan. Pohon diberi perlakuan sesuai konsentrasi yang ditetapkan. Pada setiap pohon diberikan 25 ml stimulansia selama 1 bulan penelitian.
4. Pengukuran Produksi
Menurut Soenarno, et.al., (2000), perhitungan produksi getah rata-rata
yang dinyatakan dalam satuan gr/pohon/hari dihitung sebagai berikut :
Y = �
�
Dimana : Y = Produksi getah (gr/pohon/hari) V = Volume getah yang dipungut (gr) I = Intensitas pemungutan (hari)
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan dua faktor perlakuan yaitu : faktor konsentrasi stimulansia (K) sebanyak 4 taraf, yakni (a) K0 = Tidak diberi stimulansia (0%), (b) K1 = Pemberian
stimulansia dengan konsentrasi 10%, (c) K2 = Pemberian stimulansia dengan
konsentrasi 20%, (d) K3 = Pemberian stimulansia dengan konsentrasi 30% dan
faktor jangka waktu pelukaan (J) sebanyak 3 taraf, yakni (a) J1 = Waktu pelukaan
setiap 3 hari sekali, (b) J2 = Waktu pelukaan setiap 5 hari sekali, (c) J3 = Waktu
pelukaan setiap 7 hari sekali.
Dimana setiap kombinasi perlakuan dilakukan pada tiga kelompok. Yang
dijadikan kelompok adalah diameter pohon, yaitu dalam tiap tingkat (30 - < 32 cm; 32 - < 35 cm; dan 35 - < 40 cm), sehingga jumlah keseluruhan pohon yang
diukur sebanyak 36 pohon.
Model matematis untuk percobaan ini adalah :
�
ijk=
�
+
�
i+
�
j+ (
��
)
ij+ Tk +
�
ijkDimana :
Yijk = Produksi getah pada petak percobaan karena perlakuan konsentrasi
stimulansia asam ke-i dan jangka waktu pelukaan ke-j dan kelompok
ke-k
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh pemberian stimulansia asam dengan konsentrasi ke-i (i =
0,1,2,3)
βj = Pengaruh jangka waktu pelukaan ke-j (j = 1,2,3)
(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara pemberian stimulansia asam dengan
konsentrasi ke-i dan jangka waktu pelukaan ke-j
Tk = Pengaruh kelompok ke-k (k = 1,2,3)
Ɛijk = Pengaruh galat percobaan karena adanya pemberian stimulansia
asam dengan konsetrasi ke-i, jangka waktu pelukaan ke-j, dan
kelompok ke-k
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
I. Pengaruh Interaksi Perlakuan Konsentrasi Stimulansia Asam dan Jangka Waktu Pelukaan
H0 = Interaksi perlakuan konsentrasi stimulansia asam dan jangka waktu
pelukaan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi getah pinus H1 = Interaksi perlakuan konsentrasi stimulansia asam dan jangka waktu
pelukaan berpengaruh nyata terhadap produksi getah pinus II. Pengaruh Utama Konsentrasi Stimulansia
H0 = Besarnya konsentrasi stimulansia asam berpengaruh tidak nyata
terhadap produksi getah pinus
H1 = Besarnya konsentrasi stimulansia asam berpengaruh nyata terhadap
produksi getah pinus
III. Pengaruh Utama Jangka Waktu Pelukaan
H0 = Jangka waktu pelukaan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi
getah pinus
H1 = Jangka waktu pelukaan berpengaruh nyata terhadap produsi getah
pinus
Untuk mengetahui adanya pengaruh besarnya konsentrasi stimulansia dan jangka waktu pelukaan, dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F
hitung > F tabel maka H0 ditolak dan jika F hitung < F tabel maka H0 diterima.
Untuk mengetahui taraf perlakuan (besar konsentrasi dan jangka waktu pembaharuan luka) maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji
Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas Getah P. merkusii
Hasil pengumpulan data di lapangan meliputi produktivitas getah
P. merkusii yang diperoleh dengan cara melakukan penyadapan pada pohon P.
merkusii dengan menggunakan sadapan metode riil. Pohon yang disadap berumur ± 20 tahun dengan diameter 30-40 cm dan tinggi luka sadapan yang dibuat yaitu
10 cm di atas permukaan tanah. Menurut Martawijaya (1989) dalam Sasmuko, et. al. (2001), banyaknya getah yang dihasilkan oleh satu pohon sangat
ditentukan oleh faktor umur dan diameternya. Penambahan umur dan diameter maka akan menyebabkan produktivitas getah akan semakin bertambah.
Penyadapan getah pinus dilakukan di hutan Pinus Siborong-borong yang
merupakan hutan produksi seluas 30 hektar dimana status kepemilikan lahan adalah hutan milik Negara yang pengelolaannya diberikan kepada PT. Inhutani IV
Unit Sumatera Utara-Aceh, Siborong-borong, Tapanuli Utara. Tegakan pinus yang diuji coba adalah tegakan dengan jumlah sebanyak 36 pohon.
Penyadapan pohon P. merkusii dilakukan sesuai dengan perlakuan yang
telah ditentukan sebelumnya yakni 3 hari sekali, 5 hari sekali dan 7 hari sekali. Pada penyadapan pohon diperoleh hasil produktivitas getah getah selama 28 hari
yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari hasil penyadapan tersebut diperoleh produktivitas getah yang terendah yaitu 64,2 gr/pohon dan yang tertinggi yaitu 191,1 gr/pohon. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis
waktu pelukaan serta interaksi dua perlakuan tersebut menunjukkan adanya pengaruh nyata pada taraf 5%. Kemudian dilakukan uji wilayah berganda Duncan
(Duncan Multiple Range Test) yang hasil pengujiannya dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan konsentrasi stimulansia 30% menempati posisi pertama dalam memberikan hasil produksi
getah pinus terbesar, walaupun melalui uji Duncan dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi 20% tidak berbeda nyata pengaruhnya dengan konsentrasi 10% dan
30%. Pada perlakuan jangka waktu pelukaan dapat dilihat bahwa perlakuan jangka waktu 3 hari sekali menempati posisi pertama dalam menghasilkan getah yang mana dari hasil uji Duncan masing-masing perlakuan berbeda nyata
pengaruhnya.
Berdasarkan hasil tersebut di atas, maka diperoleh pilihan perlakuan
dengan perlakuan dengan produksi getah terbesar sebagai berikut : dari perlakuan pemberian stimulansia asam pada penyadapan pinus dipilih konsentrasi 30% karena melalui uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa konsentrasi 30%
memberikan hasil produksi getah tertinggi. Mengingat bahwa stimulansia yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat dan dapat
merusak pohon sesuai dengan pernyataan Sudrajat (2002) yang mengatakan
bahwa bahan perangsang yang digunakan pada penyadapan getah pinus banyak macamnya, tetapi komponen utamanya adalah asam sulfat dan asam nitrat atau
campurannya. Kedua asam tersebut termasuk oksidator kuat yang dapat merusak kulit manusia, kayu dan lingkungan. Oleh karena itu pemilihan penggunaan konsentrasi stimulansia sebesar 30% merupakan pemilihan konsentrasi yang tepat
pernyataan Yusnita et. al (2001) bahwa pemilihan konsentrasi stimulansia yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi getah dan menurunkan biaya
stimulansia serta menurunkan resiko kesehatan pohon, penyadap dan lingkungan. Untuk perlakuan jangka waktu pelukaan dipilih pelukaan dengan jangka waktu tiga hari sekali sebab melalui uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa perlakuan ini
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Pengaruh Konsentrasi Stimulansia
Hasil produktivitas getah pada areal PT. Inhutani IV dengan perlakuan konsentrasi stimulansia dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Konsentrasi Stimulansia Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa nilai produktivitas getah cenderung meningkat seiring dengan pertambahan konsentrasi stimulansia. Hal ini berarti
semakin tinggi konsentrasi stimulansia maka nilai produktivitas getah yang dihasilkan semakin besar. Kenaikan nilai produktivitas getah berbanding lurus
dengan tinggi konsentrasi stimulansia. Penggunaan stimulansia asam menyebabkan getah yang keluar semakin banyak hal ini sesuai dengan pernyataan
Kasmudjo (1992) bahwa penggunaan stimulansia asam dapat menyebabkan terbukanya saluran getah yang menyempit atau tersumbat melalui proses
penghangatan asam. Akibatnya, saluran getah dan sel-sel parenkim terhidrolisis, tekanan menurun, cairan sel keluar sehingga getah menjadi lebih encer dan lebih lama keluarnya. Secara umum, perbedaan konsentrasi stimulansia yang digunakan
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas getah rata-rata yang dihasilkan, akan tetapi, Sudrajat (2002), mengemukakan bahwa pemakaian
kadar stimulansia yang tinggi belum tentu memberikan hasil getah yang lebih besar. Dimana hasil produksi getah di KPH Sumedang yang menggunakan metode Riil dan pemakaian konsentrasi stimulansia sebesar 10% memiliki
produksi getah yang lebih besar dibandingkan pemakaian stimulansia dengan konsentrasi 30%, demikian juga yang terjadi di Pekalongan, produksi getah
dengan cara koakan dan pemakaian kadar stimulansia sebesar 10% memberi hasil sadap yang lebih tinggi dibandingkan kadar stimulansia 30%. Perbedaan hasil ini membuktikan bahwa keadaan tempat tumbuh pohon P. merkusii juga sangat
mempengaruhi perlakuan pemberian stimulansia. Penggunaan stimulansia diperlukan pada areal percobaan di Siborong-borong ini, dikarenakan suhu di areal ini relatif rendah dan kelembaban tinggi, sehingga getah akan cepat
menggumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit dan tersumbat maka dari itu aliran getah akan terhambat atau berhenti. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sugiyoni, et. al., (2001) yang menyatakan bahwa agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan getah tidak membeku dapat digunakan stimulansia.
Penelitian ini dilakukan dengan membagi kelas diameter pohon menjadi 3
dengan kelas diameter 32-<35 cm dan kelompok 3 dengan kelas diameter 35-<40 cm. Hasil produktivitas getah rata-rata berdasarkan pembagian kelompok dengan
perlakuan konsentrasi stimulansia dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil Produktivitas Getah Rata-rata Berdasarkan Kelas Diameter dengan Perlakuan Konsentrasi Stimulansia
Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai produktivitas getah berbeda-beda pada masing-masing kelompok. Kelompok 1 dengan hasil getah rata-rata tertinggi
sebesar 112,07 gram/pohon menggunakan konsentrasi stimulansia sebesar 30%, sedangkan untuk yang terendah didapat dengan menggunakan stimulansia sebesar
10% yakni 100,10 gram/pohon. Pada kelompok 2 hasil produksi getah tertinggi juga menggunakan konsentrasi stimulansia sebesar 30% dengan rata-rata hasil getah 130,93 gram/pohon, namun untuk yang terendah didapat dengan
menggunakan stimulansia sebesar 20% dengan rata-rata hasil getah sebesar 112,43 gram/pohon. Pada kelompok 3 yang tertinggi didapat dengan
menggunakan stimulansia 30% dengan produktivitas getah rata-rata sebesar 111,8 gram/pohon dan untuk yang terendah dengan menggunakan stimulansia sebesar 10% dengan rata-rata hasil getah sebesar 84,77. Hasil penelitian menunjukkan
69,93
Diameter 30-<32 cm Diameter 32-<35 cm Diameter 35-<40 cm
bahwa pada masing-masing kelompok, produktivitas getah rata-rata tertinggi didapat dengan menggunakan konsentrasi stimulansia sebesar 30%.
Penelitian ini menggunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai stimulansia
asam dalam bentuk cairan, sehingga penggunaannya dengan cara disemprotkan ke daerah yang dilukai. Setelah pohon dilukai stimulansia langsung disemprotkan ke
bagian luka (dapat dilihat pada Gambar 4)
Gambar 4. Proses Pemberian Stimulansia Cair
Perbedaan jumlah stimulansia yang diberikan untuk setiap luka dapat mempengaruhi hasil produksi getah, namun dalam penelitian ini tidak ada ukuran yang pasti untuk setiap penyemprotan luka, akan tetapi diasumsikan bahwa
banyak stimulansia yang dikeluarkan dari wadah penyemprot (sprayer) untuk sekali semprot adalah sama karena jenis wadah yang digunakan adalah sama dan
besar lubang semprot juga sama. Jarak semprot dan angin juga mempengaruhi hasil getah sehingga dalam penelitian ini ketika kegiatan penyemprotan stimulansia berlangsung mata semprot diusahakan selalu dekat dengan luka dan
kemampuan stimulansia untuk menstimulir getah menjadi berkurang atau tidak seragam dan akan mempengaruhi getah yang diperoleh.
Pengaruh Jangka Waktu Pelukaan
Produktivitas getah hasil penelitan dengan perlakuan jangka waktu pelukaan tercantum pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Jangka Waktu Pelukaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jangka waktu pelukaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas getah, dapat dilihat
bahwa untuk setiap jangka waktu pelukaan, jumlah produksi getah pinus tidak sama. Secara berturut-turut jumlah produksi getah pinus selama 28 hari adalah 1504,9 gram, 1141,7 gram, dan 1000 gram untuk penyadapan setiap 3, 5 dan 7
hari sekali.
Semakin lama jangka waktu pelukaan maka semakin berkurang
produksi getah yang dihasilkan, sebaliknya semakin cepat jangka waktu pelukaan dilakukan maka semakin besar produksi getah yang dihasilkan, atau dengan kata lain, semakin sering pohon dilukai maka getah yang dihasilkan akan semakin
meningkat. Hal ini sesuai dengan Gambar 5 yang menunjukkan bahwa jangka
1504,9
3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali
waktu pelukaan 3 hari sekali memberikan hasil produktivitas getah tertinggi dibandingkan dengan jangka waktu pelukaan 5 hari sekali dan 7 hari sekali.
Sejalan dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1989), bahwa produksi getah pinus dapat dirangsang dengan adanya pelukaan. Oleh karena pinus merupakan pohon yang sangat sensitif terhadap pelukaan maka apabila terjadi luka, segera
akan dibentuk lebih banyak lagi saluran resin atau getah yang akan berfungsi menutup luka dan mencegah infeksi.
Berdasarkan pembagian kelas diameter yang dilakukan maka didapat hasil produktivitas getah rata-rata yang dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 6. Hasil Produktivitas Getah Rata-rata Berdasarkan Kelas Diameter dengan Perlakuan Jangka Waktu Pelukaan
Berdasarkan Gambar 6 perlakuan jangka waktu pada kelompok 1 hasil produktivitas getah rata-rata tertinggi didapat dengan pelukaan 3 hari sekali sebesar 117,67 gram/pohon, sedangkan untuk pelukaan 5 hari sekali sebesar 95,3
gram/pohon dan yang terendah adalah pelukaan 7 hari sekali dengan hasil produktivitas getah rata-rata sebesar 80,47 gram/pohon. Perlakuan jangka waktu
untuk kelompok 2 menghasilkan produktivitas getah rata-rata tertinggi dengan
117,67
Diameter 30-<32 cm Diameter 32-<35 cm Diameter 35-<40 cm
jangka waktu pelukaan 3 hari sekali sebesar 141,73 gram/pohon. Pelukaan 5 hari sekali sebesar 101,23 gram/pohon dan yang terendah produktivitas getah rata-rata
dengan pelukaan 7 hari sekali sebesar 87,55 gram/pohon. Kelompok 3 produktivitas getah rata-rata tertinggi dihasilkan dengan perlakuan jangka waktu pelukaan 3 hari sekali yakni sebesar 116,83 gram/pohon dan terendah dihasilkan
dengan perlakuan jangka waktu pelukaan 7 hari sekali sebesar 81,97 gram/pohon, sedangkan untuk perlakuan jangka waktu pelukaan 5 hari sekali menghasilkan
getah rata-rata sebesar 88,9 gram/pohon. Hal ini menunjukkan pada setiap kelompok jangka waktu pelukaan 3 hari sekali memberikan produktivitas getah tertinggi dibandingkan jangka waktu lainnya atau dengan kata lain, produktivitas
getah tertinggi diperoleh pada jangka waktu terkecil.
Pengaruh Interaksi Konsentrasi Stimulansia dengan Jangka Waktu Pelukaan
Selama satu bulan penelitan pelukaan untuk perlakuan jangka waktu 3
hari sekali dilakukan sebanyak 10 kali, sedangkan untuk 5 hari sekali sebanyak 6 kali dan untuk 7 hari sekali sebanyak 4 kali. Untuk pemberian stimulansia didasarkan pada jangka waktu pelukaan sehingga pemberian stimulansia untuk
pelukaan 3 hari sekali dilakukan sebanyak 10 kali untuk masing-masing konsentrasi, pelukaan 5 hari sekali sebanyak 6 kali dan pelukaan 7 hari sekali
sebanyak 4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan yang memberikan produktivitas getah rata-rata tertinggi adalah konsentrasi stimulansia 30% dan jangka waktu pelukaan 3 hari sekali yakni sebesar 157,13 gram/pohon,
jangka waktu pelukaan 7 hari sekali yakni sebesar 72,93 gram/pohon. Hasil produktivitas getah yang dihasilkan dari interaksi antara kedua perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hasil Produktivitas Getah Rata-rata dengan Perlakuan Interaksi Hal ini berarti bahwa penggunaan konsentrasi stimulansia tertinggi dan
waktu pelukaan tercepat dapat memberikan produktivitas getah tertinggi, sedangkan yang memberikan produktivitas getah terendah adalah perlakuan tanpa
stimulansia dan waktu pelukaan paling lama jangka waktu pelukaannya yaitu 7 hari sekali. Perbedaan respon produksi getah pinus akibat berbedanya konsentrasi stimulansia bergantung pada lamanya jangka waktu pelukaan ataupun sebaliknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak perlakuan jangka waktu yang diterapkan maka semakin besar produksi getah pinus yang dihasilkan.
Namun, hasil produksi getah dengan jangka waktu pelukaan juga bergantung kepada tingginya konsentrasi stimulansia yang digunakan. Sehingga didapat kesimpulan bahwa pemberian konsentrasi stimulansia tergantung pada jangka
waktu pelukaan yang dilakukan dan sebaliknya.
Pengaruh Pengelompokan Diameter Pohon
Perlakuan lain yang memberikan pengaruh nyata dari hasil analisis sidik
ragam (Lampiran 4) adalah pengelompokan diameter pohon. Hasil produktivitas getah pada setiap kelompok terdapat pada Gambar 8.
Gambar 8. Produktivitas Getah Total Setiap Kelompok
Diameter pohon dibagi menjadi 3 kelompok yaitu 30 - < 32 cm sebagai
kelompok 1, 32 - < 35 cm sebagai kelompok 2 dan 35 - < 40 cm sebagai kelompok 3. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan keadaan yang ada di areal
penelitian, yang mana pohon pinus yang ada diameternya berkisar antara 30 – 40 cm. Dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 8, kelompok 2 memiliki nilai produktivitas getah yang paling tinggi yaitu sebesar 1322 gram selama 1
bulan penelitian, sedangkan kelompok 3 memiliki nilai produktivitas getah yang paling rendah yaitu sebesar 1150,8 gram, dan untuk kelompok 1 sebesar 1173,8 gram. Hal ini berarti bahwa besarnya diameter pohon pinus belum tentu
menghasilkan getah yang banyak, terbukti dari hasil penelitian ini kelompok 2 dengan diameter berkisar antara 32 - <35 cm lah yang menghasilkan produktivitas
1173,8
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
getah tertinggi dibandingkan dengan kelompok 3 yang diameternya lebih besar. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Tarigan (2006) bahwa kelas
diameter yang memberikan produktivitas getah tertinggi adalah kelas diameter sebesar 32 - <35 cm (kelompok 2) yakni sebesar 371,135 gram/hari sedangkan yang terendah adalah kelas diameter 35 - <40 cm (kelompok 3) yakni sebesar
354,953 gram/hari. Hal ini berarti penggunaan stimulansia sebesar 30% dan jangka waktu pelukaan 3 hari sekali memberikan hasil yang optimal pada kelas
diameter 32 - <35 cm (kelompok 2), selain itu pohon yang menghasilkan getah yang banyak dipengaruhi oleh banyak faktor bukan hanya diameter pohon saja. Sesuai dengan pernyataan Sugiyono et. al., (2001) mengatakan bahwa
pohon-pohon dengan diameter kurang dari 25 cm pada setinggi dada menghasilkan getah sedikit. Pohon dengan hasil getah yang banyak dicirikan dengan lingkaran tahun
yang lebar, tajuk rata atau penuh dan bentuk kerucut serta mempunyai tinggi tajuk sampai setengah dari pohonnya. Kelompok 3 menghasilkan getah lebih sedikit dibandingkan kelompok 2 dan kelompok 1 dikarenakan tidak didukung oleh
faktor lain tersebut. Pada areal penelitian pohon yang berada dalam kelompok 3 memiliki tajuk yang sedikit dan tidak rata antara kedua sisinya, tinggi tajuknya tidak sampai setengah dari pohonnya, bila dibandingkan dengan kelompok 2 yang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Semakin besar konsentrasi stimulansia dan semakin pendek jangka waktu
pelukaan dilakukan maka semakin besar pula produksi getah yang dihasilkan.
2. Interaksi yang memberikan produktivitas getah tertinggi adalah interaksi antara perlakuan konsentrasi stimulansia sebesar 30% dengan jangka waktu pelukaan 3 hari sekali, sedangkan yang memberikan produktivitas
getah terendah adalah interaksi antara perlakuan tanpa stimulansia dengan jangka waktu pelukaan 7 hari sekali.
3. Kelompok diameter pohon sebesar 32 - < 35 cm (kelompok 2) memberikan produksi getah terbesar, sedangkan yang terkecil dengan diameter 35 - < 40 cm (kelompok 3).
Saran
1. Untuk meningkatkan produksi getah pinus maka pihak PT. Inhutani IV dapat menggunakan stimulansia sebesar 30% atau lebih, sehingga dapat membandingkan produktivitas getah yang memberikan hasil yang lebih
baik dan menguntungkan, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang terjadi akibat dari penggunaan stimulansia tersebut.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis stimulansia yang memberikan produksi getah banyak namun ramah lingkungan.
4. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut mengenai dampak kerusakan yang disebabkan penggunaan stimulansia asam.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis biaya
penggunaan stimulansia asam.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.
Dahlian, E. dan Hartoyo. 1997. Komponen Kimia Terpentin dari Getah Tusam (Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Info Hasil Hutan. Badan Pengembangan dan Penelitian Kehutanan. Bogor. 4(1):38-39
Darmawan, S., E. Yusnita, dan N. Hadjib. 2000. Sari Hasil Penelitian Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Hlm. 33-35.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Hadipoernomo. 1992. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus. Duta Rimba No. 37/VI/1980. Jakarta. Hlm. 18-22
Harahap, R. M. S. dan E. Izudin. 2002. Konifer di Sumatera Bagian Utara. Konifera. Pematang Siantar. No. 1/Thn XVII:66-67
Haygreen, J. G dan Bowyer, J. L. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 98.
Inhutani IV dan P3HH & SEK. 1996. Laporan Penelitian: Kelayakan Penyadapan
Getah Pinus dengan Sistem Bor di PT. Inhutani IV Sumatera Barat. Kerjasama Penelitian antara PT Inhutani IV dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor. Kasmudjo. 1992. Usaha Stimulasi pada Penyadapan Getah Pinus. Duta Rimba.
No. 149-150/XVII Hal 15-20
---. 1992. Upaya Peningkatan Produksi Getah Pinus (Tusam). Duta Rimba. September – Oktober/207 – 208/XXII/1997.
Khaerudiin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.
Leksono, B. 1996. Analisis Multi Tapak Produksi Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di Dua Lokasi Uji Keturunan. Buletin Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar. 12 (2): 160.