• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 Tahun ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 Tahun )."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ii   

Disusun Oleh :

EVA NADIA KUSUMA NINGRUM 0743010205

Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001

Mengetahui DEKAN

(2)

iv

limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, skripsi yang berjudul Pola Komunikasi Antara Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia

Pernikahan Di Bawah 5 Tahun dapat penulis susun dan selesai sebagai wujud

pertanggung jawaban atas terlaksananya kegiatan perkuliahan penulis.

Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Dra. Hj. Suparwati.M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

2. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

3. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4. Dosen Pembimbing Skripsi Penulis, Ibu Diana Amalia, M.Si. Terima kasih atas bantuan dan bimbingan Ibu dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.

6. Dosen penguji Bu Diana, Pak Didiek, dan Bu Yuli yang telah banyak memberikan masukan bagi penulis untuk bisa lebih baik lagi..

(3)

v

kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik maupun saran penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, 6 desember 2010

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Komunikasi ... 8

2.1.1 Komunikasi Interpersonal ... 8

2.2 Pernikahan ... 13

2.2.1 Fase Kritis Dalam Pernikahan ... 14

2.3. Konflik ... 16

2.3.1. Tipe Manusia Dalam Menghadapi Konflik... 17

2.3.2. Manajemen Konflik Yang Efektif... 18

2.3.3. Jenis – Jenis Konflik ... 19

(5)

2.4.3. Tahapan Dalam Membina Hubungan ... 26

2.4.4. Perusakan Hubungan... 27

2.5. Kerangka Berpikir... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Metode Penelitian ... 34

3.2 Konsep Operasional ... 35

3.3 Informan... 36

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 37

3.6. Teknik Analisis Data... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Obyek Penelitian ... 40

4.1.2. Penyajian Data ... 41

4.2. Analisi Data... 45

4.2.1. Konflik Suami Istri ... 45

4.2.2. Pola Komunikasi Suami Istri ... 55

4.3. Pembahasan... 61

(6)
(7)
(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Ketika seorang laki-laki dan perempuan bertemu dan berkenalan kemudian saling mengenal satu sama lain dan menemukan kecocokan diantara mereka, pasti mereka memutuskan untuk membangun sebuah rumah tangga dengan melangsungkan pernikahan. Pernikahan merupakan sarana dalam mempersatukan dua anak manusia menjadi satu kesatuan yang utuh dalam sebuah rumah tangga, maka apabila penyatuan tersebut tidaklah dilandasi oleh pedoman hidup yang sejalan maka akan membawa sebuah permasalahan yang bisa membawa konflik dalam sebuah pernikahan.

(9)

pribadi yang berbeda, di dalamnya seseorang menaru makna dan kebahagian hidupnya di dalam diri seseorang lainnya. ( Norwan,2007:105)

Banyak pasangan suami istri mencita – citakan kehidupan perkawinan yang bahagia dan harmonis namun untuk mewujudkannya bukanlah persoalan yang mudah. Menurut Dr. Joseph Abraham seorang psikolog sekaligus konselor mengatakan bahwa tiap perkawinan tak selamanya berjalan mulus. Ada beberapa fase yang harus di lewati tiap pasangan suami istri yaitu fase bulan madu, Fase Akomodasi, fase tantangan, Fase Penyimpangan, dan Terlahir kembali. (www.walipop.com)

Ketika suami dan istri berikrar untuk menikah, berarti masing-masing ‘mengikatkan diri’ pada pasangan hidup. Kebebasan sebagai individu ‘dikorbankan’. pernikahan bukan sebuah titik akhir, tetapi sebuah perjalanan panjang untuk mencapai tujuan yang disepakati berdua. Tiap pasangan harus terus belajar mengenai kehidupan bersama dan harus menyiapkan mental untuk menerima kelebihan sekaligus kekurangan pasangannya dengan kontrol diri yang baik.

(10)

Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan.. Konflik pun dapat timbul karena adanya kesalahan dalam diri seseorang berkomunikasi. Konflik dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan segala macam hubungan. Contohnya hubungan orang tua dengan anak, kakak dan adik, mertua dengan menantu, suami istri,dsb. Seperti konflik yang terjadi dalam hubungan suami istri yang disebabkan suami kurang melakukan komunikasi atau sekedar berbicara. Sebab, banyak pasangan yang tenggelam dengan aktifitas sendiri. Suami istri yang sibuk dengan aktivitasnya tanpa banyak bicara antara pasangan. Sedangkan diwaktu senggan, sering kali mereka gunakan untuk istirahat karena kelelahan setelah aktifitas. Kurangnya atau tak adanya waktu untuk saling berbagi dan berkomunikasi ini sering kali menimbulkan salah pengertian yang mengacuh pada konflik. Faktor komunikasi terbatas merupakan faktor yang dapat menjadi pendorong terjadi konflik. Selain itu penghasilan, anak, orang ketiga, seks,kenyakinan, mertua, ragam perbedaan juga merupakan faktor penyebab terjadinya konflik. ( Tabloid Nova, Jumat 2 April 2010 )

(11)

penyesuaian, sehingga akan banyak menumbuhkan konflik," terang pembantu dekan I Fakultas Psikologi UI ini. Nah, konflik inilah yang merupakan pemicu terjadinya perceraian apabila suami-istri tak mampu mengelola konflik secara baik. ( Tabloid Nova, Jumat 23 Juli 2010 )

Sedangkan menurut Tiwin Herman, M.Psi, mengatakan bahwa usia di bawah 5 tahun merupakan usia pernikahan yang rawan dengan konflik. Hal ini disebabkan oleh proses penyesuaian diri yang terhambat. Banyak suami istri yang mengeluh bahwa sifat dan sikap pasangannya berubah setelah menikah, tidak seperti pacaran. Jika masa ini tidak terselesaikan akan menyebabkan komunikasi berjalan tidak lancar karena adanya ketidakpuasan dari masing – masing pihak dan itu akan menyebabkan masalah baru akan muncul karena adanya ketidak puasan atau kekecewaan dari sifat atau sikap pasangan. (www.kompas.com)

(12)

Di sisi lain manusia tidak akan pernah lepas dari sebuah komunikasi karena manusia merupakan mahkluk sosial. Seperti halnya suami istri di dalam sebuah pernikahan tidak akan terlepas dari adanya komunikasi karena setiap hari selalu terjadi proses interaksi antara suami dan istri. Namun masing – masing pasangan memiliki cara tersendiri dalam berkomunikasi yang dikenal dengan pola komunikasi. Pola komunikasi yang terjadi diantara suami istri di setiap masing – masing keluarga berbeda , hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu usia pernikahan , kondisi sosial ekonomi, latar belakang masing – masing pasangan, budaya dari masing – masing pasangan. Pola komunikasi ini merupakan bentuk hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti. (Djamarah,2004:1)

(13)

untuk mencari keseimbangan dengan cara mengubah sikap terhadap pihak lain atau terhadap hal yang di permasalahkan. Dan model ketiga yaitu model interaksional yang merupakan kebalikan dari pola komunikasi model S-R. Dalam model interaksional, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi sama – sama aktif dan kreatif dalam menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan via pesan, sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif.

(14)

1.1.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: “ Bagaimana pola komunikasi suami istri dalam penyelesaian konflik di usia pernikahan di bawah 5 tahun ?”

1.2.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulis yaitu untuk mengetahui Bagaimana pola komunikasi suami istri dalam konflik usia pernikahan di bawah 5 tahun

1.3.

Manfaat Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan pola komunikasi suami dengan istri.

1.4.2. Kegunaan praktis

a. Hasil Penelitian ini dapat memberi masukan pada suami istri tentang pola komunikasi yang tepat untuk menyelesaikan setiap konflik diantara suami istri.

b. Memberikan gambaran bagi pembaca, khususnya masyarakat umum tentang pola komunikasi di antara suami istri dalam menyelesaikan konflik dalam rumah tangga

(15)

2.1. Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Dalam komunikasi terdapat istilah komunikator yaitu orang yang menyampaikan pesan, sedangkan Komunikan yaitu orang yang menerima pesan. Berikut beberapa definisi komunikasi menerut beberapa para ahli yaitu:

1. Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang – lambang verbal ) untuk mengubah perilaku orang lain (Komunikan). ( Carl I. Hovland )

2. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku penerima. ( Everett M. Rogers )

3. Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih (Tubbs & Moss ). ( Mulyana, 2005)

2.1.1. Komunikasi Interpersonal

(16)

yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal (Mulyana, 2000).

. Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. Cara tertulis diambil sejauh diperlukan, misalnya dalam bentuk memo, surat, atau catatan. (hardjana, 2003, p. 85)

Dalam buku Joseph A. DeVito yang berjudul Essentials Of Human Communications edisi kelima, ia menerangakan bahwa komunikasi interpersonal dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan yang jelas. (DeVito,2002:134) Komunikasi antarpribadi juga dapat dibagi tiga anacangan utama, yaitu :

1. Definisi berdasarkan hubungan diadik (dua orang)

Komunikasi anatrpribadi adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang memiliki hubungan yang mantap dan jelas.

2. Definisi berdasarkan perkembangan (developmental) Komunikasi antarpribadi adalah akhir dari perkembangan komuniklasi yang bersifat tidak pribadi(impersonal). Pada suatu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain.

3. Definisi berdasarkan komponen ( componential )

(17)

penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelopmpok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. (DeVito,2002:231)

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri yang tetap, yaitu:

1. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan non verbal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasinya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya, selalu mencakup dua unsur pokok: isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal maupun non verbal. Untuk efektifnya, kedua unsur itu sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesannya.

2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu.

Perilaku dalam komunikasi meliputi perilaku verbal dan non verbal. Ada tiga perilaku dalam komunikasi interpersonal:

(18)

bunyi. Misalnya”hai”. “aduh” , “hore”. Perilaku spontan non verbal, misalnya meletakkan telapak tangan pada dahi waktu sadar telah berbuat keliru atau lupa, melambaikan tangan pada waktu berpapasan dengan teman, atau menggebrak meja dalam diskusi ketika tidak setuju atas pendapat orang.

2) Perilaku menurut kebiasaan (script behaviour) adalah perilaku yang dipelajari dari kebiasaan. Perilaku itu khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. 3) Perilaku sadar (contrived behaviour) adalah perilaku yang

dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi.

3. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan

(19)

4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi, dan koherensi.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Karena itu, kemungkinan umpan balik (feedback) besar sekali. Dalam komunikasi itu, penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, diantara pengirim dan penerima pesan terjadi interaksi yang satu mempengaruhi yang lain, dan kedua-duanya saling mempengaruhi dan memberi serta dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran kognitif-pengetahuan, efektif-perasaan, dan behavioral-perilaku. Semakin berkembang komunikasi interpersonal itu, semakin intensif umpan balik dan interaksinya karena peran pihak-pihak yang terlibat berubah peran dari penerima pesan menjadi pemberi pesan, dan sebaliknya. (hardjana, 2003)

(20)

2.2. Pernikahan

Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Pernikahan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

Pernikahan menurut Norwan adalah ungkapan iman, dimana terjadi persatuan dua tubuh dan pribadi yang berbeda, di dalamnya seseorang menaru makna dan kebahagian hidupnya di dalam diri seseorang lainnya. (Norwan,2007:105)

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(21)

Nurcholis,2009:33 )

Menurut Kejadian 2:24, pernikahan adalah perpaduan emosi dua pribadi yang saling berfungsi, meskipun keduanya berbeda dan tetap memegang teguh jati-diri masing-masing. Namun mereka adalah satu-kesatuan.

Pernikahan merupakan suatu anugerah sekaligus persembahan diri sendiri kepada pasangan, dimana salah satu tujuan pokok pernikahan adalah usaha suami istri untuk saling menyelamatkan, menyerahkan diri dengan rela, senang hati serta saling menyempurnahkan. Keseluruhan hidup dalam pernikahan hendaknya diresapi oleh cinta kasih yang tak berkesudahan, berkembang menjadi semakin sempurnah dan kuat dengan segala usaha serta upaya untuk saling berbagi segalanya menuju penyatuan seluruh hidup mereka sampai akhir. ( Norwan,2007 :105 )

2.2.1. Fase Kritis Dalam Pernikahan

Menurut Dr. Joseph Abraham seorang psikolog sekaligus konselor mengatakan bahwa tiap perkawinan tak selamanya berjalan mulus. Ada beberapa fase yang harus di lewati tiap pasangan suami istri yaitu :

1. Fase Bulan Madu

(22)

dongeng.

2. Fase Akomodasi

Fase ini dimulai sekitar 6 bulan pertama pernikahan. Pasangan mulai kembali ke dunia nyata dimana gelombang kecil pernikahan mulai timbul. Banyak hal – hal yang harus dikompromikan diantara keduanya, namun komunikasi adalah kunci utama untuk menyelesaikan fase ini dengan baik sehingga sebuah kata sepakat bisa tercapai.

3. Fase Tantangan

Pasangan mulai di hadapkan dengan berbagai masalah baik dari diri sendiri atau keluarga. Harapan – harapan yang teralu tinggi terhadap pasangan akan menjadi boomerang dalam sebuah pernikahan. Dalam fase ini pertengkaran akan terjadi jika komunikasi mulai berjalan kurang lancar. Terkadang pihak ketiga dapat bersifat netral diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah.

4. Fase Persimpangan

(23)

5. Fase Terlahir Kembali

Fase ini adalah keadaan saat pasangan merasakan ketenangan kembali setelah berhasil menghadapi aneka tantangan. Hidup mereka terlahir kembali seperti pengantin baru.(www.walipop.com)

2.3. Konflik

Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Yang dimaksud dengan konflik yaitu situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain. (Johnson,1981).

Menurut Duvall dan Miller (1985), masa awal pernikahan merupakan masa paling berat ketika pasangan yang baru menikah harus menghadapi berbagai proses penyesuaian diri terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Proses ini pasti melibatkan konflik didalamnya, dan melalui proses ini pasangan dapat mempelajari cara penyelesaian konflik yang efektif, yang dapat bermanfaat bagi mereka yang menjalani kehidupan pernikahan dimasa yang akan datang.

(24)

mengatakan konflik buruk tidak sepenuhnya benar. Karena konflik adalah bagian dalam tiap hubungan interpersonal, bila tidak ada konflik maka hubungan akan tumpul dan tidak seimbang.

Konflik dapat berefek negatif maupun positif. Dari efek negatif terjadi jika suatu konflik mengarah pada peningkatan perasaan – perasaan negatif terhadap pasangan. Hal ini akan membuat seseorang semakin menutup diri dengan orang lain. Sedangkan efek positif dari konflik adalah dapat membuat kita memeriksa maslah yang selama ini timbul dan dapat mencari jalan keluarnya. Bila kita dapat menggunakan strategi konflik dengan baik,, hubuingan yang baik dan sehat akan tampak. Fakta yang terjadi jika kita berusaha menyelesaikan konflik maka kita akan merasa hubungan tersebut layak dipertahankan. Dengan terjadinya konflik diharapkan kita dapat lebih memahami satu dengan yang lain dan dari pemahaman itu akan timbul saling pengertian.

2.3.1. Tipe Sifat Manusia Dalam Menghadapi Konflik

Dalam menghadapi berbagai macam konflik, manusia memiliki sifat – sifat yang berbeda antara lain :

(25)

2. Avoiding yaitu dimana dalam setiap menghadapi konflik,

seseorang akan cenderung untuk menghindar.

3. Accommudating yaitu dalam setiap terjadi konflik, seseorang

akan cenderung mengalah. Mengorbankan diri sendiri dengan tujuan menjaga keharmonisan dalam hubungan.

4. Collaborating yaitu memutuskan kepada kebutuhan kedua belah

pihak dengan filosofi “ Sama – sama enak “

5. Kompromiting yaitu mencari jalan tengah, dengan prinsipnya “

Saya kalah dan menang, dan Kamu juga kalah dan menang”( DeVito. 2002 : 151 )

2.3.2. Manajemen Konflik Yang Efektif

Ada beberapa manajemen konflik yang efektif dalam menyelesaikan konflik, yaitu :

1. Win-Lose dan Win-Win yaitu harus ada sikap saling besar hati dan niat untuk menyelesaikan suatu konflik.

2. Menghadapi konflik secara aktif.

3. Bicara untuk berani menyelesaikan masalah.

4. Bertindak tanpa mengganggu kepentingan orang lain. 5. Fokus pada sekarang yang dijalani, jangan mengungkit –

(26)

7. Jangan pernah menyalahkan, apalagi sampai menghina orang lain.

8. Jika maslah muncul, lakukan pendekatan secara baik – baik guna penyelesaian suatu konflik. Jangan malah membuat orang lain merasa terpojok, bersalah dan tidak berharga. 9. Mencari solusi terbaik, yaitu mau melihat sudut pandang dari

luar juga. Jangan memaksakan kehendak dan pemeikiran kita semata. ( DeVito, 2002:150 )

2.3.3. Jenis –Jenis Konflik

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu. Menurut James A . F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada 5 jenis konflik yaitu :

1. Konflik Intrapersonal yaitu konflik seseorang dengan dirinya sendiri.

(27)

3. Konflik antar individu – individu dengan kelompok – kelompok yaitu berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan – tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama yaitu

konflik yang sering terjadi di dalam organisasi-organisasi. 5. Konflik antar organisasi yaitu konflik ini biasanya disebut

dengan persaingan yang terjadi diantara satu komunitas dengan komunitas yang lainnya.( www.wikipedia.com )

2.3.3. Sumber Konflik Yang Dialami Oleh Suami Istri

(28)

Masalah yang satu ini sering kali jadi sumber keributan suami-istri yaitu seks. Biasanya yang sering komplain adalah pihak suami yang tak puas dengan layanan istri. Suami seperti ini umumnya memang egois dan tidak mau tahu. Padahal, banyak hal yang menyebabkan istri bersikap seperti itu. Bisa karena letih, stres, ataupun hamil. Masalah yang tidak kalah penting dan sering diributkan oleh suami istri yaitu keyakinan Biasanya, pasangan yang sudah berikrar untuk bersatu sehidup semati tidak mempersoalkan masalah keyakinan yang berbeda antar mereka. Namun, persoalan biasanya akan timbul manakala mereka mulai menjalani kehidupan berumah tangga. Mereka baru sadar bahwa perbedaan tersebut sulit disatukan. Masing - masing membenarkan keyakinannya dan berusaha untuk menarik pasangannya agar mengikutinya. Meski tak selalu, hal ini sering kali terjadi pada pasangan suami-istri yang berbeda keyakinan sehingga keributan pun tak dapat terhindarkan.

(29)

Dan satu permasalahan yang sering terjadi diantara suami istri yaitu komunikasi yang terbatas. Pasangan suami-istri yang sama-sama sibuk biasanya tak punya cukup waktu untuk berkomunikasi. Paling-paling mereka bertemu saat hendak tidur atau di akhir pekan. Kurangnya atau tak adanya waktu untuk saling berbagi dan berkomunikasi ini sering kali menimbulkan salah pengertian. Suami tidak tahu masalah yang dihadapi istri, demikian juga sebaliknya ( Nababan ,2010 )

2.4. Pola

Komunikasi

Komunikasi merupakan proses pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan untuk memberi atau bertukar informasi. Dan pola diartikan sebagai bentuk atau struktur . Sehingga pola komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti. (Djamarah,2004:1)

Menurut Tarmadji, pola komunikasi adalah gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya. (Tarmadji,1998:27)

(30)

komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar pribadi.

2.4.1. Pengertian Keluarga ( Suami Istri )

Suami istri dalam keluarga adalah satu kesatuan yang saling mendukung. Suami istri adalah dua orang yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama diikat secara sah oleh hukum dan agama. Sebagai satu kesatuan, suami istri harus memiliki rasa cinta, saling percaya, saling menghormati satu sama yang lain dan adanya sikap saling berharap juga merupakan salah satu unsur yang penting dalam suami istri untuk membina rumah tangga. ( Suhendi, 2001: 42 )

Suami dan istri mempunyai memiliki masing – masing peran dalam hidup rumah tangganya. Peran tersebut adalah :

a. Peran suami

1. Sumber kekuasaan , tanggungjawab ekonomi 2. Penghubung dengan dunia luar

3. Pelindung dari ancaman luar. 4. Pendidik segi rasional

b. Peran Istri

(31)

3. Pengatur Kehidupan Rumah Tangga 4. Pendidik segi emosional

2.4.2. Pola Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang intinya terdapat sepasang suami istri dan anaknya. Namun yang berperan penting dalam membangun sebuah keluarga yaitu hubungan yang terjadi antara anggota masing-masing. Sebuah hubungan akan berjalan dengan baik jika terdapat pola komunikasi yang efektif. Pola komunikasi yang efektif dapat harus terjalin di dalam keluarga terutama di antara suami istri.

Pola komunikasi yang sering terjadi antara suami dan istri dalam keluarga meliputi beberapa model pola komunikasi yaitu :

1. Model Stimulus – Respons

Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai proses “ aksi – reaksi “yang sangat sederhana. Pola S – R mengasumsikan bahwa kata – kata verbal ( lisan – tulisan ), isyarat – isyarat nonverbal, gambar – gambar, dan tindakan – tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan yang mempunyai sifat timbal – balik dan mempunyai banyak efek.

(32)

2. Model ABX

Menurut Mulyana, Bila A dan B mempunyai sikap positif terhadap satu sama lainnya dan terhadap X ( Oorang, gagasan, atau benda ) hubungan itu merupakan simetri. Bila A dan B saling membenci, dan salah satu menyukai X, sedangkan yang lainnya tidak, hubungan itu juga merupakan simetris. Akan tetapi bila A dan B saling menyukai, namun mereka tidak sependapat mengenai X atau bila mereka saling membenci, namun sependapat mengenai X, maka hubungan mereka bukan simetris.

X X

+ - + -

A + B A - B

3. Model Interaksional

(33)

memaknai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. (Djamarah,2004 : 38 – 43)

2.4.3. Tahapan Dalam Membina Hubungan

Dalam tahapan ini dapat terlihat sejauh mana seseorang menjalin hubungan dan hal tersebut dapat terlihat sejauh mana seseorang menjalin hubungan dan hal tersebut dapat terlihat dalam sebuah hubungan pernikahan. Tahapan dalan membina hubungan yaitu :

1. KONTAK

Pada tahap pertama kita membuat kontak. Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting. Hal pertama yang dilihat oleh orang lain dari diri kita adalah fisik kita. Dalam interaksi awal seseorang dapat memutuskan ingin melanjutkan hubungan tersebut atau tidak. 2. KETERLIBATAN

Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh dari, ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapakan diri kita

3. KEAKRABAN

(34)

mengungkap rahasia terbesar kita, membantu orang tersebut. Tahap ini hanya disediakan untuk sedikit orang saja kadang-kadang hanya satu, kadang dua, atau tiga sampai empat orang saja.

4. PERUSAKAN

Dua tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan, ketika ikatan diantara kedua pihak melemah. Kita dan orang itu akan menjadi semakin jauh. Semakin sedikit waktu senggang yang akan kita lalui bersama dan bila bertemu, kita akan saling berdiam diri, tidak lagi banyak mengungkapkan diri. Jika tahap perusakan ini berlanjut, kita memasukin tahap pemutusan.

5. PEMUTUSAN

Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua belah pihak. Jika bentuk ikatan itu pernikahan, pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian, walaupun pemutusan hubungan aktual dapat berupa hidup berpisah. Adakalanya terjadi peredaan, kadang-kadang ketegangan dan keresahan makin meningkat saling tuduh, permusuhan, dan marah-marah terus terjadi. (DeVito,1997:233)

2.4.4. Perusakan Hubungan

(35)

terjadi secara berangsur atau mendadak, sedikt atau ekstrim. Beberapa sebab perusakan hubungan menurut DeVito yaitu :

1. Alasan – alasan untuk membina hubungan telah luntur

Bila alasan kita untuk membina hubungan berubah secara drastis, hubungan itu dapat menjadi rusak. Contoh, bila kesepian tidak lagi berkurang, hubungan mungkin sedang menuju jurang kehancuran. Bila daya tarik luntur, kita kehilangan arah dan alasan terpenting untuk mengembangkan hubungan. Kita tahu bahwa bila hubungan terputus, biasanya pihak yang menarik yang memulainya.

2. Hubungan pihak ketiga

Hubungan yang dibina dan dipelihara karena sebagian besar di dalamnya, kesenangan menjadi maksimal dan penderitaan menjadi minimal. Bila hal ini tidak lagi terjadi, kecil harapan hubungan itu dapat bertahan. Hal ini menbuat pemenuhan kebutuhan dicari ditempat lain. Bila suatu hubungan yang baru dapat memenuhi kebutuhan ini secara lebih baik, maka hubungan yang lama dapat menjadi rusak

3. Perubahan sifat hubungan

(36)

4. Harapan yang tak pernah terkatakan

Adakalanya konflik menyangkut hal remeh. Siapa yang mencuci piring, siapa yang harus mencuci pakaian, siapa yang harus memasak, siapa yang memakai mobil atau tidak. Biasanya ini sering terjadi pada awal hubungan. Seringkali konflik kecil sebenarnya bersumber pada perasaan marah dan bermusuhan yang menyangkut perasaan tidak puas atau barankali ada perasaan sakit hati yang lama yang belum tersembuhkan.

5. Seks

Sedikit sekali hubungan seksual yang bebas dari masalah. Walaupun frekuensi hubungan seksual tidak ada kaitannya dengan putusnya hubungan, namun kepuasan seksual ada kaitannya. Hal ini biasanya terjadi pada pasangan suami istri yang masih tergolong baru menikah, yang menganggap bahwa kualitas hubungan seks jauh lebih penting dari pada kuantitasnya. Bila kualitas hubungan ini buruk, pihak yang terlibat mungkin mencari kepuasan diluar hubungan yang sah. 6. Pekerjaan

(37)

lebih besar dari pria). Hubungan mereka berada diambang bahaya. Ada juga yang karena kesibukan masing - masing sampai menyebabkan kurangnya perhatian kepada pasangan. 7. Masalah keuangan

Uang barangkali merupakan topik yang tabu untuk dibicarakan pada tahap awal suatu hubungan. Tetapi soal ini ternyata merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi semua pasangan ketika mereka mulai memantapkan hubungan mereka. Uang dapat menimbulkan kekuasaan. Penghasilan yang tidak sama antara pria dan wanita menimbulkan masalah lebih jauh, yang dalam hal ini biasanya pria selalu menginginkan penghasilan yang lebih besar daripada pasangannya.

8. Ketidamerataan distribusi penghargaan dan biaya

Hubungan yang setara adalah hubungan dimana ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Bila hubungan suatu pasangan sudah dirasakan tidak setara lagi, maka hubungan ini akan menjadi rusak.

9. Komitmen

(38)

berbagai macam biaya), dan komitmen waktu ( semakin lama hubungan sering kali pasangan semakin sayang kalau hubungan itu diputuskan). ( DeVito,1997: 250)

2.5. Kerangka Berpikir

Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. Komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang saling bertatap muka sering disebut dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi dalam sebuah interaksi pribadi, antara suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, dan antara anak dan anak. (Djamarah,2004 : 46 )

(39)

tersebut, namun tidak sedikit juga konflik tersebut dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada saat itu juga. Hal ini tentu saja selain dikuatkan oleh fakta – fakta yang ada juga di dukung oleh adanya teori – teori yang bersangkutan.

Seperti teori DeVito yang mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi pada suami istri pada umumnya disebabkan oleh faktor komunikasi. Pasangan suami istri yang sama – sama sibuk biasanya tidak punya cukup waktu untuk berkomunikasi. Paling mereka bertemu saat tidur, atau diakhir pekan. Hal tersebut menimbulkan kurangnya atau tak adantya waktu untuk saling berbagi dan berkomunikasi ini sering menimbulkan salah pengertian. Suami tidak tau permasalahan yang dihadapi istri, demikian juga sebaliknya. Akhirnya, ketika ketemu bukannya saling mencurahkan kasih sayang namun malah timbul pertengkaran.

Setiap individu memiliki strategi dalam mengatasi konflik. Namun, sebuah konflik dapat diselesaikan secara efektif jika diantara suami istri terbina pola komunikasi yang tepat. Karena semakin rumit suatu konflik, maka semakin komplek juga cara yang digunakan untuk menyelesaikannya.

(40)

pola komunikasi yang terjalin di antara suami istri yaitu model Stimullus- Respons (S – R), model ABX, dan model Interaksional.

(41)

34 

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu metode yang tidak menggunakan statistik atau angka – angka tertentu. Dan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam untuk memperoleh jawaban dari narasumber. Teknik wawancara mendalam digunakan karena dengan wawancara secara langsung antara peneliti dan informan, jawaban yang di dapat akan lebih murni, tidak dapat dimanipulasi, sebab dalam wawancara langsung bahasa yang muncul tidak hanya bahasa verbal namun bahasa non verbal pun akan tampak.

(42)

Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara penulis dengan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajamna pengaruh bersama dan terhadap pola – pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bias peneliti. Hasil penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasikan, yaitu tidak dapat diambil kesimpulan secara umum, jadi hanya dapat berlaku pada situasi dan kondisi serta keadaan diman peneliti dilakukan. ( Kountur, 2003:29)

3.2. Konsep Operasional

Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk hubungan yang terjadi pada pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti.

(43)

Ada tiga model pola komunikasi suami istri yang sering terjadi diantaranya yaitu Model Stimulus – Respons (S-R), Model ABX, dan Model Interaksional. Pola komunikasi Stimulus – Respons (S-R) bersifat linier yang tingkat kedudukannya tidak sama. Dalam model pola komunikasi S-R ada salah satu pihak ada yang lebih mendominasi. Adanya kedudukan yang tidak seimbang ini disebabkan karena salah satu pihak pasif dan pihak yang lain aktif dalam memberikan rangsangan. Sedangkan pola komunikasi model ABX menggambarkan adanya perbedaan pandangan antara kedua belah individu yang memiliki satu kedekatan terhadap sebuah obyek. Ketegangan mungkin akan muncul yang akan menuntut individu ini untuk mencari keseimbangan dengan cara mengubah sikap terhadap pihak lain atau terhadap hal yang di permasalahkan. Dan model ketiga yaitu model interaksional yang merupakan kebalikan dari pola komunikasi model S-R. Dalam model interaksional, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi sama – sama aktif dan kreatif dalam menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan via pesan, sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif.

3.3.

Informan

(44)

dilakukan. Karena itu pada riset kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada riset kualitatif disebut informan atau subyek penelitian (Kriyantono, 2007:161).

Pada penelitian ini, yang menjadi informan atau subyek penelitian yaitu pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun yang memiliki perbedaan dari segi budaya, kepercayaan, usia, dan jenjang pendidikan hingga pada pasangan yang tidak memiliki perbedaan tersebut karena dari segi usia, keyakinan, tingkat pendidikan pada posisi setara.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan bentuk penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulkan data penelitian ini sebagai berikut :

1. Observasi dengan pengamatan peran

(45)

seorang yang memang benar-benar terlibat dalam kasus yang sedang diteliti.

2. Wawancara mendalam ( In-Dept-Interview )

Yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh peneliti kepada informan. Jawaban informan dicatat dan direkam oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan adalah mendalam, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran tentang topik yang diteliti. ( Bungin, 2001:110 ). Peneliti mengajukan pertanyaan guna mendapatkan informasi yang diharapkan. Dalam melakukan wawancara, peneliti harus memiliki pedoman wawancara ( interview guide ) yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti.

3. Studi Literatur

Adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data penunjang dengan mengelolah buku – buku dan sumber bacaan lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.6.

Teknik Analisis Data

(46)

dan merumuskan hipotesis ( ide ) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. (Moleong, 2001:103)

Terdapat langkah – langkah dalam mengenalisis data ( Moleong,2001:105) :

1. Data yang terkumpul di kategorisasikan dan dipilah – pilah menurut jenis datanya.

2. Melakukan seleksi terhadap data yang dianggap data inti yang berkaitan langsung dengan permasalahan dan hanya merupakan data pendukung.

3. Menelaah, mengkaji, dan mempelajari lebih dalam data tersebut kemudian melakukan interpretasi data untuk mencari solusi dalam permaslahan yang diangkat dalam penelitian.

(47)

40   

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi informan atau subyek penelitian yaitu pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun yang memiliki perbedaan dari segi budaya, kepercayaan, usia, dan jenjang pendidikan hingga pada pasangan yang tidak memiliki perbedaan tersebut karena dari segi usia, keyakinan, tingkat pendidikan pada posisi setara.

(48)

4.1.2. Penyajian Data

Penelitian dilakukan selama kurang lebih satu bulan di Surabaya. Dan sebagaimana yang telah di tetapkan sebelumnya, subyek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau di tentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan pola komunikasi suami istri dalam menghadapi konflik di usia pernikahan di bawah lima tahun. Data diperoleh dengan melakukan observasi dan indepth interview yang dilakukan terhadap pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun. Wawancara dilakukan secara langsung bertatap muka dengan tujuan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang di teliti itu sendiri.

(49)

INFORMAN I

Informan I adalah pak ujang ( 28 tahun ) yang menikah dengan Bu Dian ( 24 tahun ) dan telah memiliki seorang anak. Usia pernikahan pasangan suami istri ini telah 2 tahun. Pak ujang bekerja sebagai seorang pegawai SPBU, dan Bu Dian sebagai ibu rumah tangga. Suami berasal dari Jawa Barat yang mayoritas penduduk merupakam suku sunda sedangkan istri merupakan suku jawa yang berasal dari Jawa Timur. Pasangan ini awal pertemuan di tempat saat mereka bekerja. saat itu suami bekerja di sebuah marketing sales multi produk, dan istri bekerja di sebuah counter handphone. Dan pasangan ini bertemu saat ada sebuah acara yang di dalamnya mereka terlibat. Pasangan ini memiliki perbedaan suku, namun perbedaan itu tidak menjadi penghambat bagi pasangan suami istri ini untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

INFORMAN II

(50)

Pernikahan mereka dilakukan karena pada saat itu istri dalam posisi hamil dahulu. Dan pernikahan pun dilakukan secara KUA yang hanya di hadirin oleh pihak keluarga saja.

INFORMAN III

Informan III ini merupakan pasangan suami istri yang melakukan pernikahan di usia dini. Suami yang bernama Angga (19 tahun) menikah Dwi (18 tahun) dan saat ini pasangan ini telah dikaruniai seorang anak perempuan. Pernikahan pasangan ini terjadi saat mereka duduk di kelas III Sekolah Menengah Atas. Pernikahan yang dilakukan pasangan ini dikarenakan istri telah hamil diluar nikah. Sekarang, pasangan ini menjalani pernikahannya dengan penuh kesederhanaan. Bertempat tinggal di sebuah kontrakan yang hanya memiliki 1 kamar tidur, dan ruang tamu yang sempit yang digunakan sebagai tempat usaha suami.Pasangan ini memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan mengandalkan uang dari usaha Play Station yang dijalankan suami di rumah. Sedang istri hanya di rumah sebagai ibu rumah tangga.

INFORMAN IV

(51)

bulan. Alasan mereka melakukan pernikahan karena usia suami yang sudah siap membina rumah tangga, disamping itu juga karena pasangan ini sama – sama serius ingin membina hubungan ini untuk menuju ke pernikahan. Kondisi suami yang lebih tua mendorong suami untuk mampu membimbing istri yang lebih muda menjadi seorang yang istri yang lebih dewasa. Dan saat ini mereka bertempat tinggal di sebuah rumah susun yang masih merupakan peninggalan warisan dari orang tua suami.

INFORMAN V

(52)

INFORMAN VI

Informan VI adalah pasangan suami istri yang telah menjalani masa pacaran selama 10 tahun. Pak Heri ( 32 tahun ) menikah dengan Bu Ika ( 32 tahun ) setelah melewati masa pacaran yang lama. Mereka telah memiliki seorang anak perempuan yang telah berusia 2 tahun. Saat ini Pak Heri bekerja sebagai seorang marketing di sebuah Bank Nasional di Surabaya, dan Bu Ika merupakan seorang guru matematika di sebuah sekolah swasta di Surabaya. Jenjang terakhir yang dijalanin oleh pasangan ini adalah S1. Dengan masa pacaran yang cukup lama yang dimulai semenjak mereka duduk di bangku SMA hingga di posisi telah bekerja membuat pasangan yang memiliki persamaaan usia, agama, dan tingkat pendidikan ini tidak ragu untuk membangun sebuah ruamah tangga. adanya dorongan dan doa restu dari masing – masing orang tua pasangan membuat pasangan ini menjadi lebih yakin untuk membawa hubungan ke jenjang pernikahan.

4.2. Analisis Data

4.2.1. Konflik Suami Istri Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 Tahun

A. Harapan Yang Tak Terkatakan

(53)

bukanlah hal yang pokok. Seringkali konflik ini berpusat pada dimensi hubungan. Pasangan yang sering mempermasalahkan siapa yang membersihkan rumah mungkin menghadapi masalah yang lebih dari pada persoalan membersihkan rumah. Bisa menyangkut hal yang lebih penting seperti siapa yang sebenarnya menjadi kepala keluarga. Sering kali konflik kecil bersumber pada perasaan marah yang menyangkut tidak puas atau tidak bahagia.

Seperti yang diungkapkan oleh pasangan suami istri informan III kepada peneliti melalui wawancara secara langsung jika konflik sering terjadi karena permasalahan yang sepele.

Informan III ( Suami ):

“biasanya masalah membersihkan rumah...soalnya dia

malas saya juga malas jadinya repot..soalnya istri tidak

suka bersih – bersih rumah”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )

Informan III ( istri : ):

Ya jika disuruh – suruh tidak mau...soalnya disuruh tidak

mau langsung malah ditinggal ..misalnya disuruh beli

popok anaknya selalu tidak langsung dibelikan biasanya

harus tunggu dulu..”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )

(54)

Penyebab yang sama juga diungkapkan oleh pasangan suami istri informan IV yang menyatakan bahwa persoalan sepele yang sering terjadi membuat mereka menjadi berselisih paham.

Informan IV ( Suami ) :

“ya istri saya khan terpaut jauh kadang saya menyadari

dia masih ingin senang- senag, ya saya marahin

sebentar..besok menangis besok saya selesakan,saya

minta maaf dan selesai..”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di

kediaman orang tua istri)

Informan IV ( Suami ) :

“konflik itu pasti ada tengkar - tengkar kecil, ya masalahnya

sepele, ya masalah ngidam hamil ini ”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di

kediaman orang tua istri)

Permasalahan sepele juga menjadi penyebab terjadinya konflik diungkapkan juga oleh pasangan suami istri informan V kepada peneliti melalui wawancara secara langsung.

Informan V ( Suami ) :

“Biasanya masalah sepel ya untuk bersih – bersih rumah

kadang malas”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di

(55)

Informan V ( Istri ) :

“Masalah yang dirumah..ya masalah pribadi sendiri ini di

dalam..ya tidak dapat dijelaskan ya...masalah bersih-

bersih rumah”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di kediaman informan)

(56)

B. ANAK

Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Konflik pun dapat timbul karena adanya kesalahan dalam diri seseorang berkomunikasi. Konflik juga dapat terjadi oleh siapa saja termasuk pasangan suami istri.

Pasangan suami istri yang usia pernikahan di bawah 5 tahun sering kali mengalami konflik yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu persoalan anak yang menyangkut cara pola asuh anak. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan pasangan suami istri kepada peneliti berikut ini :

Informan I ( Suami ) :

“selisih pendapat atau perbedaan dalam mendidik anak.

Karena menurut saya cara mendidik anak yang baik

adalah mengarahkan anak kita kearah yang lebih baik,

mengajarkan anak kita cara hidup dan etika dan yang

paling penting karena saya ingin anak saya memiliki

sopan santun.

(Interview : Senin, 26 Oktober 2010 jam 17.00 di kediaman informan)

Informan I ( Istri) :

”kalo menurut saya mendidik anak ajah dia terlalu keras,

bolehlah dia mendidiknya secara keras karena anak saya

laki – laki . Terkadang anak terlalu nakal sampai dipukul.

(57)

Konflik yang disebabkan oleh anak juga dialami oleh pasangan suami istri informan IV ini. Berikut pernyataan pasangan suami istri kepada peneliti mengenai penyebab konflik yang sering terjadi diantara pasangan.

Informan VI ( Suami ) :

“masalah anak, edukasi dini ke anak terkadang kita lepas

menyamaratakan anak yang baru 2thn dengan umur 5thn,

cara mendidik kita menyampaikan suatu perintah dengan

sistem yang langsung menyuruh,membentak , atau seperti

apa itu kadang juga menjadi konflik di kita”.

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di kantor)

Informan VI ( Istri ) “ masalah anak, kalo anak nakal ya bertengkar...”

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 19.00 di kediaman orang tua )

(58)

Sedangkan informan VI yang sama dengan informan I memberikan pernyataan yang sama jika anak menjadi penyebab konflik diantara mereka. Perbedaan pendapat tentang cara pola asuh anak yang menjadi awal konflik terjadi diantara mereka. Kesalahan terhadap pemberian pendidikan di usia dini yang diterapkan mereka, diakui oleh suami sering kali membuat cara mendidik anak menjadi salah. Sedangkan istri berpendapat jika kenakalan yang dilakukan oleh anak tidak seharusnya di sikapi dengan kekerasan. . (DeVito,1997:250)

C. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik diantara pasangan suami istri. Pasangan suami istri yang kondisinya sama – sama memiliki pekerjaan akan akan cenderung memiliki potensi terjadinya konflik. Karena pasangan yang sama –sama perkerjaan akan sering kali sulit menemukan waktu untuk bersama – sama. Dan pekerjaan ikut menyebabkan terjadinya konflik di kemukakan oleh Blumsteinn and Schwartz (1997) :

“ menghabiskan waktu terlalu banyak secara sendiri – sendiri merupakan petanda bahwa pasangan yang bersangkutan tidak ingin hidup sendiri lagi. Jika suatu pasangan berlibur sendiri – sendiri, makan terpisah, dan menghabiskan banyak waktu di tempat kerja dan jauh dari rumah, kecil harapan bahwa hubungan mereka dapat bertahan”

(59)

Saat melakukan penelitian, peneliti juga menemukan informan pasangan suami istri yang penyebab konflik adalah pekerjaan. Karena kesibukan suami akan pekerjaan dan juga lokasi kerja yang jauh, membuat pasangan ini kurang ada waktu untuk bersama.hal itu dinyatakan langsung oleh informan kepada peneliti.

Informan II ( Suami ):

“Seperti jarang pulang kerumah atau semaunya sendiri.

Saya jarang pulang karena setiap hari saya pulangnya

malam, dan jarak kantor dan rumah jauh, jadi saya lebih

sering menginap dirumah orang tua karena jaraknya lebih

dekat dengan kantor saya.”

( Interview : Kamis, 28 Oktober jam 15.00 di kediaman orang tua )

Informan II ( Suami ): “biasanya karena kurang perhatian”

( Interview : Kamis, 28 Oktober jam 15.00 di kediaman orang tua )

Pasangan suami istri yang menyatakan sama jika penyebab terjadinya konflik yaitu pekerjaan. Hal ini disampaikan langsung oleh Pak Heri dan Bu Ika kepada peneliti secara langsung

Informan VI ( Suami ) :

“Misalnya pekerjaan kita pulang telat agak malam sedikit

dari biasanya itu, kita tidak konfirmasi ke istri itu secara

otomatis bertanya yang tidak-tidak...”

(60)

Informan VI ( Istri ) : “trus kalo kerja gak pulang - pulang “

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di kediaman orang tua)

Kedua informan diatas memiliki penyebab konflik yang sama yaitu pekerjaan. Bagi mereka pekerjaan banyak menyita waktu kebersamaan. Karena masing – masing sibuk kerja, sehingga waktu bagi mereka merupakan sesuatu yang sangat berharga. Sehingga disaat ada waktu untuk bersama yang hanya di malam hari, tidak dapat digunakan dikarenakan suami yang jarang pulang kerumah atau suami yang telat pulang kerumah sering kali menjadi satu permasalahn bagi istri. Dan jika konflik ini tidak segera diatasi akan membawa hubungan ini menjadi lebih buruk. (DeVito,1997:250)

Dari keenam informan yang di teliti melalui wawancara secara langsung dapat diketahui jika ada 3 pokok penyebab konflik antara suami istri yaitu harapan yang tak terkatakan, anak, dan pekerjaan. Informan III, IV dan V menyebutkan jika penyebab konflik adalah harapan yang tidak terkatakan, informan I dan VI menyebutkan anak sebagai penyebab konflik, dan pekerjaan sebagai penyebab konflik bagi informan II dan IV.

(61)

sesuai. Pemecahan konflik semacam ini bukanlah pada pemenuhan harapan yang tidak realitis tapi melainkan lebih pada berusaha menemukan harapan tersebut tidak realitis dan menggantikannya dengan harapan yang lebih mungkin dicapai. (DeVito,1997:250)

Konflik yang disebabkan karena harapan yang tak terkatakan cenderung terjadi pada pasangan suami istri yang usia pernikahannya antara 1 hingga 2 tahun. Hal ini membuktikan jika konflik yang terjadi di usia awal pernikahan masih tergolong konflik yang kecil, karena konflik itu muncul juga disebabkan karena faktor kondisi suami istri yang masih harus melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadi.

(62)

4.2.2. Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia

Pernikahan Di Bawah 5 Tahun  

A. Pola Komunikasi Model Interaksional

Model Interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi disini digambar sebagai pebentukan makna yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lian oleh para peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, simbol, makna, penafsiran , dan tindakan. Interaksi yang terjadi antar individu tidak sepihak. Antar individu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam memaknai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. Semakin cepat memberikan pemaknaan dan penafsiran terhadap pesan yang disampaikan semakin mempelancar kegiatan sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif. (Djamarah 2004:38-43)

Berikut pasangan suami istri yang termasuk pola komunikasi model interaksional, dalam arti antara suami atau istri saling aktif dalam menyampaikan atau menafsirkan pesan secara kreatif untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti.

Informan II ( Suami ):

“ ya kita bicara berdua, bicara apa kesalahan kita ya kita

minta maaf . trus kita juga perlu intropeksi diri. Kadang istri

kadang saya, kadang saya tergantung siapa yang salah.”

(63)

Informan II ( Istri ):

“Biasanya dia lebih diam, jadi saya yang memulai

membicarakan lebih dulu, ya biasanya melalui sms atau

telepon. Biasanya saya yang mengalah. Ya bagaimana lagi,

daripada ada apa khan saya tidak ingin sampai ada

perceraian.”

( Interview : Kamis, 28 Oktober jam 15.00 di kediaman orang tua )

Cara yang sama juga dilakukan oleh informan IV. Interaksi yang sama antara suami dan istri juga dilakukan untuk menyelesaikan konflik diantara mereka

Informan IV ( Suami ) :

“Biasanya ya bicara..sudah berhenti..nanti baik kembali”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di kediaman orang tua istri)

Informan IV ( istri ) : “membicarakan bersama”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di kediaman orang tua istri)

Informan V juga menggunakan cara yang sama seperti informan II dan IV, namun proses penyampaiannya jauh lebih perlahan namun tujuannya sama yaitu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam hubungan mereka.

Informan V ( Suami ) :

“biasanya saya paling tidak merayu, saya mengajak bicara,

(64)

respon untuk masuk ke pembicaan intinya baru saya bahas

masalah itu”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di kediaman informan)

Informan V ( Istri ) :

“Ya biasanya kalo saya memang ada konflik itu selalu diam

mznya juga kemudian mznya deketin saya bicara , bercanda

trus langsung dibicarakan...ya dibuat bercanda...”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di kediaman informan)

Informan VI ( Suami ) :

“Eh setiap konflik itu hampir kita selesaikan dengan

pembicaraan jadi tidak biarkan berlarut larut jdi ketika

konflik itu terjadi kita biasanya kita ingatkan artinya ini tidak

sesuai dengan kesepakatan kita, ini yang harusnya pulang

jam 7 kog jadi jam 9 , atau dalam acara kegiatan itu

harusnya sehari jadi 3 hari, artinya proses itu tetap kita lalui

artinya parameter yang kita jadikan konflik itu tetep kita

jalankan tetapi untuk menyelesaikannya kita menyampaikan

itu seharusnya jangan seperti itu lagi karena jika seperti itu

kita tidak sesuai perkiraan akan menyita waktu dan jadi

masalah. ”

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di

kantor)

Informan VI ( Istri ) :

(65)

Biasanya melalui telepon khan suami berangkat j 6 pagi

pulang j 8, baru ketemu juga malam itu pun langsung

istirahat”

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di kediaman orang tua)

Komunikasi yang terjalin di antara hubungan suami istri informan III ini sama dengan informan yang lainnya. Namun ada perbedaan dari perilaku yang sangat ektrim di bandingkan dengan informan yang lainnya.

Informan III ( Suami ):

“mudah...ditinggal perginya saja..nanti pulang – pulang

langsung tinggal mandi saja..”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )

Informan III ( istri : ): “Ya dibiarkan ..nanti selesai sendiri”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )

Kelima pasangan suami istri ini menyampaikan pesan dan menafsirkan pesan secara aktif. Antara suami dan istri sama-sama aktif untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan, kemudian menafsirkannya pesan yang diterima dan memberikan umpan balik atau feedback sehingga terjadi komunikasi secara dinamis.

(66)

pengantara untuk menyampaikan hal ini karena adanya keterbatasan waktu dan tempat. Biasanya cara ini digunakan oleh pasangan suami istri yang sama- sama sibuk sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk bersama. Namun tetap suasana dialog yang terjadi diantara pasangan ini terbuka dalam arti satu dengan yang lain saling intropeksi diri pada kesalahan masing – masing. Cara penyampaian kedua yaitu dengan bertahap atau perlahan seperti yang dilakukan oleh infornam V.

Sedangkan cara yang lebih ekstrim yaitu yang terjadi pada informan III. Pasangan ini lebih memilih menghindar untuk menyelesaikan konflik. Konsep komunikasi pasangan ini lebih pada tindakan masing – masing individu.. Hal ini dilakukan karena adanya perbedaan latar belakang yang dimiliki oleh masing- masing individu. Baik perbedaan usia, tingkat pendidikan, atau karena faktor suasana psikologi. (Djamarah 2004:63)

B. Pola Komunikasi Model ABX

(67)

Dari hasil penelitian, peneliti menemukan informan yang pola komunikasinya yaitu pola komunikasi model ABX. Berikut pernyataannya.

Informan I ( Suami ) :

“kalo diposisi seperti itu biasanya istri saya yang lebih

mengalah. Mungkin karena saya seorang cowok jadi tingkat

ego saya masih cukup tinggi. Kalo untuk menyelesaikan

permasalahan atau perdebatan ini, saya juga tidak mengerti,

kadang- kadang selesainya begitu saja tanpa ada

pembicaraan. Ya seperti pertengkaran tidak jauh seperti

anak kecil hanya berselisih trus rapi kembali”

(Interview : Senin, 26 Oktober 2010 jam 17.00 di kediaman informan)

Informan I ( Istri) :

“saya, suami tipe orangnya keras. Hanya dia tidak langsung

minta maaf , ya nanti sikapnya tidak sekeras itu lagi.”

(Interview : Senin, 26 Oktober 2010 jam 17.00 di kediaman informan)

(68)

anak pada posisi X, sebagai obyek dari hubungan simetri antara A dan B. Di dalam hubungan simetri antara suami istri ini muncul ketegangan atau konflik yang menuntut mereka untuk mencari kesimbangan dengan cara mengubah sikap terhadap pihak lain atau sikap mereka terhadap X. Disini konflik yang terjadi karena tidak adanya ketidak sepahaman sikap suami istri yang seharusnya dilakukan kepada anaknya. Disini istri lebih dahulu untuk mengajak diskusi suami menyelesaikan konflik yang berhubungan dengan cara mereka mendidik anak sehingga mendapatkan satu pemahaman yang sama.(Djamarah, 2004 : 38-43 )

4.2.3. Pembahasan

(69)

Sedangkan hasil analisis yang dilakukan peneliti pada enam pasangan suami istri dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi antara suami istri dalam menyelesaikan konflik di usia pernikahan di bawah 5 tahun yaitu pola komunikasi model intraksional. Pasangan suami istri secara aktif memaknai atau menafsirkan pesan atau perilaku dari pasangannya. Interaksi yang terjadi antara pasangan suami istri ini tidak satu arah atau linier namun dua arah sehingga terjadi umpan balik (feedback) yang pada akhirnya akan menimbulkan sebuah efek.Pasangan suami istri lebih cenderung membicarakan konflik tersebut secara langsung dan terbuka. Yang artinya konflik tersebut dibicarakan hanya antara suami dan istri tidak ada pihak ketiga yang membantu untuk menyelesaikan dan secara bebas mengungkapkan apa yang menjadi permasalahan. Disamping itu masing – masing pasangan suami istri secara kreatif dalam menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan via pesan.( Djamarah,2004 : 38-43 )

(70)

Dari uraian diatas peneliti mengelompokkan pola komunikasi suami istri dalam penyelesaian konflik di usia pernikahan di bawah 5 tahun melalui sebuah tabel. Dengan adanya tabel berikut ini, dapat diketahui pengelompokan pasangan suami istri dengan berbagai perbedaan usia, agama, etnis, pendidikan, usia pernikahan, konflik, penyebab konflik, dan pola komunikasi antara suami istri.

Tabel 1.

Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 tahun

Dari tabel diatas, maka di dapat perincian sebagai berikut :

1. Pasangan suami istri Ujang, termasuk golongan pasangan suami istri dengan konflik yang dikarenakan perbedaan cara mendidik anak. Sesuai dengan teori yang ada di dalam bab 2 tentang penyebab konflik, diketahui jika penyebab konflik antara pasangan suami istri informan I adalah anak.

Nama Usia

Pekerjaan, Anak Pekerjaan, Anak

(71)

Dan pola komunikasi antara pasangan suami istri informan I adalah Pola Komunikasi Model ABX

2. Pasangan suami istri Okki, termasuk golongan pasangan suami istri dengan konflik yang dikarenakan suami yang jarang pulang. Sesuai dengan teori yang ada di dalam bab 2 tentang penyebab konflik, diketahui jika penyebab konflik antara pasangan suami istri informan II adalah pekerjaan. Dan pola komunikasi antara pasangan suami istri informan II adalah Pola Komunikasi Model Interaksional.

3. Pasangan suami istri Angga, termasuk golongan pasangan suami istri dengan konflik yang dikarenakan pembagian tugas rumah tangga. Sesuai dengan teori yang ada di dalam bab 2 tentang penyebab konflik, diketahui jika penyebab konflik antara pasangan suami istri informan III adalah harapan tak terkatakan dan keuangan. Dan pola komunikasi antara pasangan suami istri informan III adalah Pola Komunikasi Model Interaksional.

4. Pasangan suami istri Yohan, termasuk golongan pasangan suami istri dengan konflik yang dikarenakan kondisi istri hamil. Sesuai dengan teori yang ada di dalam bab 2 tentang penyebab konflik, diketahui jika penyebab konflik antara pasangan suami istri informan IV adalah harapan tak terkatakan dan keuangan. Dan pola komunikasi antara pasangan suami istri informan IV adalah Pola Komunikasi Model Interaksional.

(72)

dengan teori yang ada di dalam bab 2 tentang penyebab konflik, diketahui jika penyebab konflik antara pasangan suami istri informan V adalah harapan tak terkatakan. Dan pola komunikasi antara pasangan suami istri informan V adalah Pola Komunikasi Model Interaksional.

(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan beberapa hal sperti berikut :

1. Pola komunikasi suami istri dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di usia pernikahan di bawah 5 tahun adalah pola komunikasi model interaksional. Suami dan istri yang terlibat dalam komunikasi sama – sama aktif dan kreatif dalam menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan via pesan, sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif sehingga setiap konflik yang terjadi tidak sampai pada titik rawan perceraian.

2. Konflik yang sering terjadi di antara pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun yaitu konflik yang disebabkan oleh masalah anak, keuangan, pekerjaan, tugas dan kewajiban rumah tangga, kurang kasih sayang dan perhatian.

(74)

5.2. Saran

Setiap pasangan yang terlibat konflik baik itu karena permasalah yang sepele atau pun karena adanya perbedaan latar blakang yang berbeda, sebaiknya semua diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Karena semua konflik timbul berawal dari adanya kesalahan dalam penyampaina pesan itu sendiri atau dari cara orang lain menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk itu, setiap penyelesaian konflik tidaklah perlu harus ada yang memberikan aksi sehingga baru bereaksi namun hendaknya ada niatan yang baik antara masing – masing pihak yang berkonflik untuk segera menyelesaikan. Dan dengan komunikasi langsung bertatap muka juga jauh lebih efisien dan efektif untuk menyelesaikan konflik daripada menggunakan media sebagai alat penyampaian pesan.

(75)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. (2001). Metode Penelitian Kualitatif ( Aktualisasi Metodelogi Ke Arah Varian Kontemporer ). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

DeVito, Joseph A. (1997). Komunikasi antar manusia, edisi 5. Jakarta : Profesionial Book

DeVito, Joseph A. (2002). Essentials of human communication: 5th edition. Pearson Educations, Inc

DeVito, Joseph A. (2007) . The Interpersonal Communication Book.edisi 11. Pearson Educations, Inc

Djamarah, Syaiful Bahri. (2004) . Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga : Sebuah perspektif pendidikan islam, Jakarta : PT. Rineka Cipta

Hardjana, Agus M. (2003) . Komunikasi Interpersonal dan Interpersonal. Yogyakarta :kanisius

Kountur,, Roeny. (2003). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta : PPM

Mulyana, Deddy. (2000) . Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. (2005) . Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Moeleong, J.L (2002). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Monib, Moh. Nurcholis. (2007). Kado Cinta Bagi Pasangan Beda Agama. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Moss, Sylvia dan Tubbs, L. Stewart. (2000). Human Communication : Prinsip – Prinsip Dasar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Norwan. (2007) . Pain Love Peace Happiness : True Love. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

(76)

Suhendi, Handi, Ramdani Wahyu. (2001). Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung : CV. Pustaka Setia

Non Literatur

(77)

Panduan Wawancara

Identitas :

1. Nama Informan 2. Usia Informan 3. Usia Penikahan 4. Agama Informan 5. Pendidikan Informan 6. Etnis

7. Jumlah Anak 8. Pendidikan Topik Pertanyaan :

1. Suka duka menjalani pernikahan 2. Pentingnya arti sebuah keluarga

3. Pihak – pihak yang paling banyak menimbulkan konflik 4. Apa saja penyebab konflik

5. Penyelesaian konflik

6. Cara penyelesaian konflik melalui pola komunikasi Perkiraan Hasil Wawancara :

1. Diharapkan hasil jawaban dari para informan dapat memberikan satu titik temu yang menyatakan bahwa pola komunikasi adalah salah satu alternatif untuk menyelesaikan konflik

Gambar

Tabel 1.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada saat penelitian mengenai hambatan komunikasi yang terjadi antara pasangan suami istri yang memiliki

Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk hubungan yang terjadi pada pasangan yang sama-sama bekerja dalam proses pengiriman pesan dan

proses komunikasi antarpribadi pada pasangan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran, di. mana dalam hal ini peneliti memfokuskan penelitian terhadap pasangan suami

Pertama, pasangan adjusting adalah pasangan suami istri yang usia pernikahannya cenderung lebih muda, menjalani commuter marriage di awal pernikahan dan memiliki sedikit

Berkaitan dengan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh sabar terhadap self awareness (kesadaran diri) pasangan suami istri dalam menjalani

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sukses di masa tua pada pasangan suami istri lanjut usia di Gunungkidul. Informan dalam penelitian ini, berjumlah 3 pasangan

Dari beberapa informan dapat ditunjuk informan lain yang dapat memenuhi informasi-informasi berkaitan dengan strategi penyelesaian konflik pada pasangan suami istri tentang

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi dengan judul : Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri