• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan karismatik: studi tentang kepemimpinan politik Megawati Soekarno Putri dalam partai demokrasi Indonesia perjuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepemimpinan karismatik: studi tentang kepemimpinan politik Megawati Soekarno Putri dalam partai demokrasi Indonesia perjuangan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DALAM PDIP

PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Hadi Mustafa

NIM: 1060320 1174

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya

asli saya atau merupakan hasil jiblakan dari karya orang lain, maka

saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Juni 2011

(3)

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DALAM PDIP

PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Hadi Mustafa

NIM: 10603201174

Di bawah bimbingan

A. Bakir Ihsan, M.Si

NIP: 19720412 200312 1 002

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

“Karma Nevad Ni Adikaraste

Ma Phalesu Kada Canna

,”

“Kerjakan kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitungkan akibatnya!”

(5)

STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN POLITIK MEGAWATI

SOEKARNOPUTRI DALAM PARTAI DEMOKRASI INDONESIA

PERJUANGAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2011. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

pada Program Studi Ilmu Politik.

Jakarta, 17 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Ali Munhanif, Ph.D M. Zaki Mubarak, M.Si NIP: 19651212 19903 1 004 NIP: 19730927 200501 1 008

Anggota,

Penguji I Penguji II

Idris Thaha, M.Si M. Zaki Mubarak, M.Si NIP: 19660805 200112 1 001 NIP: 19730927 200501 1 008

Pembimbing,

(6)
(7)

i Hadi Mustafa

Kepemimpinan Karismatik:

Studi Tentang Kepemimpinan Politik Megawati Soekarnoputri dalam PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)

Nama Megawati Soekarnoputri muncul sebagai calon Ketua Umum PDI (Partai Demokrasi Indonesia) terkuat pada Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, akibat dari kisruh kongres PDI IV di Medan yang berujung pada kegagalan. Pemerintah sudah tidak suka dengan gaya kepemimpinan Soerjadi yang terkesan sudah membandel dan tidak mau menuruti kemauan pemerintah. Kemunculan nama Megawati itu ternyata di luar skenario pemerintah Orde Baru. Mutlak kemenangan Megawati di KLB yang didukung oleh golongan bawah sebagai simbol perlawanan terhadap intervensi pemerintah di internal partai tersebut. Kemudian kemenangannya itu dilanjutkan dengan Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta. Hal ini Menunjukkan bahwa Megawati merupakan pemimpin karismatik yang berpengaruh dan bukan hanya sebagai ibu rumah tangga biasa. Megawati bisa menjadi vote getter karena nama besar ayahnya yaitu Soekarno (Presiden Pertama Indonesia) yang melekat pada dirinya. Ia merupakan pemimpin karismatik yang digandrungi oleh para kader dan simpatisannya. Resistensi sebagai ketua umum partai terhadap intervensi pemerintah, serta sikapnya yang berani beroposisi layak ia disandingkan dengan para tokoh nasional lainnya. Ia merupakan salah satu tokoh penggerak perubahan di penghujung pemerintahan despotis Orde Baru.

Melalui penelitian ini penulis mencoba menjabarkan perihal bagaimana Megawati menjadi pemimpin yang karismatik selain karena faktor trah dari Soekarno. Kemudin penelitian ini juga menjawab bagaimana Megawati bisa mempertahan kepemimpinan karismatiknya tersebut selama beberapa kali memimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Megawati memiliki ciri-ciri sebagai pemimpin karismatik yaitu di antaranya sebagai pemimpin yang percaya diri, memiliki visi misi, dan pelopor perubahan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Megawati menjadi pemimpin yang karismatik di dalam PDIP di antaranya karena faktor trah Bung Karno, sistem kepartaian yang sangat sentralistik dan monoloyalitas kepada figur sentral Megawati.

Kata kunci:

(8)

ii

Sempurna. Sumber ilmu dari segala ilmu. Raja dari segala raja. Maha Pencipta

dari segala pencipta. Atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan. Solawat serta salam penulis tidak lupa haturkan

kepada baginda Nabi Besar Muhammad. Sebagai panutan abadi umat, pemimpin

yang mampu menjadi tauladan bagi semua.

Penulis menyadari jika penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai

tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Ini merupakan salah satu

capaian yang penulis hasilkan selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terima kasih penulis haturkan kepada segenap civitas akademika UIN Jakarta:

kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN beserta staf dan

jajarannya,

Ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) Prof. Dr. Bahtiar Effendy beserta staf dan jajarannya. Dan juga Ketua

Program Studi Ilmu Politik Ali Munhanif, Ph.D. beserta M. Zaki Mubarak, M.Si

selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik.

Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada A. Bakir Ihsan,

M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk

memberikan arahan dan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini. Kepada Idris

Thaha, M.Si yang memberikan banyak kritik, masukan, serta saran kepada penulis

(9)

iii

Upacan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada

kedua orang tua: Bapak Kariadi dan Ibu Widjiati yang memberikan segalanya

kepada penulis hingga sampai penulis tidak mampu membalas segala

pengorbanannya. Untuk keluarga besar dan para saudara tercinta yang telah

banyak memberikan doa kepada penulis: Ita Purwati, Syafa’atun, Robiatin,

Zaenab Hafidz, Cholidah, Iin Muthmainnah, Fathurahman, salam sayangku

selalu.

Kepada segenap Pengurus DPP PDIP yang telah memberikan banyak data

berupa informasi, sumber buku, dan wawancaranya sehingga penulis bisa lebih

mudah mengerjakan skripsi ini dengan baik.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap rekan, sahabat

dan juga teman: Kepada Anwar beserta segenap sahabat Pergerakan Mahasiswa

Islam Indonesia (PMII), Rosidi beserta kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional

(FMN), rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Islam, (HMI), Dino Munfaidzin

beserta para punggawa Forum Kajian Ciputat School (CS), para aktivis Forum

Mahasiswa Politik Indonesia (Formapi), dan teman-teman di Vocational Training

Center (VTC) Pasar Rebo.

Kepada segenap teman seperjuangan; Dedi Candra, Prio Pamungkas,

Asharul Hakim, Altea Maria, Lukman Harfah, Santi vebriana, Afrina, Ahmad

Haris Hariri, Bara Ilyasa, Ahmad Riki, Yebi Ma’asan, Dede Sahruddin, Anwar

(10)

iv

Terakhir ucapan terima kasih kepada Listya Anggraeni beserta keluarga

besarnya di Bandung, yang telah banyak memberi dukungan, inspirasi, dan juga

semangat kepada penulis agar secepatnya menyelesaikan kuliah. Mereka

merupakan keluarga kedua bagi penulis.

Semoga apa yang penulis susun dalam skripsi ini bisa bermanfaat untuk

semua pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya. Saran dan masukan

yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan penulisan selanjutnya.

Jakarta, 10 Juni 2011

(11)

v

KATA PENGANTAR………...…...…….ii

DAFTAR ISI………..………… ..v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah……….……...……..1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………..8

C. Tujuan Penelitian ……….………..9

D. Manfaat Penelitian……….………...……..9

E. Metode Penelitian ……….………...…..9

F. Sistematika Penulisan……….………..…………11 BAB II TEORI KEPEMIMPINAN DAN PEMIMPIN KARISMATIK A. Teori Kepemimpinan……….13

B. Teori Kepemimpinan Karismatik………...……..….………17

BAB III BIOGRAFI POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI A. Biografi Megawati Soekarnoputri………….……….…20

B. Pemikiran dan Perjalanan Politik……….……….….23

C. Kemenangan Megawati sebagai Ketua Umum dalam Setiap Kongres PDIP……….………...…37

1. Kongres PDIP Pertama…….…………...………..………….37

2. Kongres PDIP Kedua………..…...…….……38

(12)

vi SEBAGAI PEMIMPIN PDIP

A. Sosok Megawati dalam Sifat-sifat

Kepemimpinan Karismatik……...………...……….43

1. Memiliki Rasa Percaya Diri……….………..…..43

2. Memiliki Visi dan Misi………...……….45

3. Menjadi Sosok yang Fenomenal………..…..……….…48

4. Menjadi Pahlawan yang Membawa Perubahan….………..…50

5. Mampu Memanfaatkan Situasi………51

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kepemimpinan Karismatik Megawati Soekarnoputri dalam PDIP...…..53

1. Megawati Memiliki Trah Bung Karno………...……….53

2. Sistem Kekuasaan Partai……….……….…55

3. Megawati Memposisikan Diri sebagai Tokoh Oposisi Pemerintahan………...………...58

4. Megawati Dijadikan sebagai Simbol Pemersatu Partai……..60

5. Megawati Mampu Menyelamatkan Ideologi Partai..…..……61

6. Loyalitas Kader kepada Figur Sentral…………....…...…....63

(13)

vii

B. Saran-Saran………..………...………69

DAFTAR PUSTAKA………..………...……….…………71

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Megawati Soekarnoputri merupakan salah satu pemimpin yang hadir dalam sejarah proses kepemimpinan di negeri ini. Ia adalah putri sulung dari Presiden

Indonesia yang pertama, Soekarno. Sama seperti ayahnya, ia dikenal masyarakat sebagai pemimpin karismatik. Ia dianggap sebagai salah satu tokoh perempuan

bermental baja yang berani mendobrak kekuatan politik Orde Baru (Orba). Dengan tekat yang bulat, Megawati tampil berani menghadapi berbagai tantangan dan ujian. Dia memasuki area kepemimpinan politik dengan segala kemampuan dan

keterbatasannya. Dengan keyakinan untuk menegakkan demokrasi dan reformasi di republik ini. Hanya sedikit tokoh yang berani bertindak kala itu. Barulah setelah

Megawati mengadakan perlawanan terbuka terhadap kekuasaan yang represif, keberanian tokoh-tokoh lainnya mulai ikut bangkit.1

Turunnya Megawati ke kancah politik dianggap sebagai mengingkari

kesepakatan keluarga besar Bung Karno untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada 1987, Megawati mulai meniti

karier politiknya sebagai Wakil Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Walau tergolong tidak banyak bicara, Megawati bisa menjadi vote getter karena nama besar Bung

Karno yang melekat pada dirinya. Nama Megawati dipasang sebagai calon daerah

1 “Megawati Soekarnoputri, “ dalam

Ensiklopedi Tokoh Indonesia, diakses tanggal 10 Januari 2011 dari http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/247-presiden-berkepribadian-kuat?start=1

(15)

pemilihan Jawa Tengah, yang merupakan basis PNI. Suara untuk PDI naik di daerah

pemilihan itu. Dia pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR.2

Megawati mendeklarasikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

pada 1998, Partai ini merupakan peralihan dan pemisahan dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI dideklarasikan 10 Januari 1973).3 Berdirinya PDIP merupakan buah dari perjuangan Megawati mempertahankan kepemimpinannya dan menghidari

konflik dalam tubuh PDI.

Konflik itu terjadi ketika kongres PDI pada Juni 1996 di Medan,

kepemimpinan Megawati digoyang oleh pemerintah Orde Baru. Bahkan beberapa tokoh dalam PDI yang disokong oleh pemerintah dengan terang-terangan menentang kepemimpinan Megawati. Hal ini menyebabkan perpecahan dalam tubuh partai,

sehingga ada dua kubu yaitu PDI pro-Mega dan PDI pro-Surjadi.

Para aktivis dari berbagai elemen yang mendukung pergerakan Megawati berkumpul dan berani berorasi secara bergantian untuk menumpahkan segala

kemarahan terhadap penguasa represif di Kantor DPP PDI Jalan Diponegoro, Jakarta. Mereka datang dari berbagai daerah berkumpul di kantor tersebut. Keberanian yang

dibayar mahal, karena kantor itu kemudian diserang aparat keamanan dan orang-orang tertentu atas kehendak rezim Orba. Peristiwa 1996 itu, kemudian dikenal dengan sebutan Kudatuli (Kasus 27 Juli). Peristiwa tersebut menjadi inspirasi

perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung otoriter ketika itu. Tercatat muncul

2

Sumarno, MegawatiSoekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 12.

3

(16)

aksi-aksi protes yang lebih banyak seperti di Bandung, Yogjakarta, dan Ujung

Pandang. Bukan hanya politisi yang mulai terinspirasi dan terpicu keberaniannya, tetapi juga para pengamat yang sebelumnya bungkam malah ikut memuja-muji, dan

juga para mahasiswa yang turun bergerak bersama rakyat.4

Puncak dari sengketa di tubuh PDI adalah perebutan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996. Hasil konflik berdarah saat itu adalah meroketnya nama Megawati sebagai

lambang perlawanan terhadap Orde Baru yang berujung pada gerakan rakyat (people power) 1998. Gerakan rakyat 1998 berujung pada pengunduran diri Presiden

Soeharto setelah 32 tahun berkuasa, sekaligus menjadi babak baru kehidupan demokrasi di Indonesia. Peristiwa di internal PDI dan Peristiwa 27 Juli membuat sosok Megawati kian berkibar sebagai pemimpin yang berkarisma dan berpengaruh.5

Trauma terhadap pemerintah yang sering melakukan campur tangan internal partai, memaksa PDI pro-Mega untuk segera menyelenggarakan kongres V di Bali, bulan Oktober 1998. Hasilnya Megawati terpilih kembali menjadi Ketua Umum

secara aklamasi untuk periode 1998-2003. Hasil keputusan kongres yang tak kalah pentingnya yaitu mempertegas posisi partai, dengan artian sudah membedakan dan

memisahkan diri dari PDI pro-Soerjadi. Sehingga berguna untuk membedakan dengan PDI Soerjadi, Megawati memutuskan untuk pengganti nama dengan menambahkan kata Perjuangan di belakang kata PDI dan juga merubah lambang

partai menjadi banteng moncong putih. Hal ini dilakukan untuk syarat mengikuti Pemilu 1999 dan mencalonkan Megawati sebagai Presiden.

4

Max Lane, Bangsa Yang Belum Selesai, Indonesia Sebelum dan Sesudah Soeharto (Jakarta: Reform Institute, 2007), h. 169-170.

5

(17)

Pengenai pemikiran Megawati, setidaknya ada dua publikasi tertulis yang

menjelaskan pemikiranya tentang persoalan bangsa, yang pertama yang berjudul Pokok-Pokok Pikiran Megawati, Bendera Sudah Saya Kibarkan buku ini

diluncurkan Megawati menjelang kongres luar biasa PDI di Surabaya 1993, buku ini berisi tentang pemikirannya berkaitan dengan pembelaan terhadap nasib rakyat yang harus didahulukan, tentang konsep penegakkan demokrasi, persatuan dan kesatuan

bangsa, hak asasi manusia, dwi fungsi ABRI, kesenjangan sosial dan pembangunan Indonesia.

Sedangkan buku kedua adalah buku yang ditulis dalam bahasa Inggris: Restoring Democrasi, Justice Andorder In Indonesia: An Agenda for Reform

(Menegakkan Demokrasi, Keadilan dan Ketertiban di Indonesia; Sebuah Agenda

Reformasi). Buku ini berisi tentnag manifesto setebal 20 halaman yang diluncurkan

sekitar April 1997 menjelang Pemilu. Manifesto itu berisi empat agenda reformasi yaitu, reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi sosial dan tranformasi

budaya, dan reformasi hukum.6

Perjalanan politik Megawati sampai pada puncak kekuasaan di negeri ini,

yaitu terpilihnya ia sebagai Wakil Presiden Indonesia dan dua tahun selanjutnya ia terpilih menjadi presiden Indonesia menggantikan Abdurrahman Wahid yang menjabat presiden sebelumnya. Banyak para pengamat politik menyebutkan bahwa

kesuksesan Megawati sampai pada puncak tertinggi pemegang kekuasaan di negeri ini karena ia merupakan pemimpin yang karismatik.

6

(18)

Melalui penelitian yang disusun ini, penulis ingin menjawab pertanyaan

mengapa kepemimpinan karismatik itu bisa muncul dalam kondisi tertentu. Benarkah sosok Megawati yang merupakan pemimpin karismatik yang muncul karena faktor

dari keturunan biologis Bung Karno semata? Dan bagaimana kepemimpinan Megawati ini dilihat melalui kacamata teori kepemimpinan karismatik?

Penulis mencoba menyusun skripsi ini menggunakan teori dari Max Weber

tentang kepemimpinan karismatik. Weber mendefinisikan karisma sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan

biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa.7 Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari Tuhan, dan

berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin karismatik.

PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) tidak bisa dipisahkan dari trah

Soekarno dan nama besar Megawati. Ini fakta yang mau tidak mau, suka atau tidak harus diterima. Kita bisa melihat drama soal pergantian pemimpin utama partai dari

kongres ke kongres. Tidak ada yang berani menantang dengan mencalonkan diri menjadi ketua umum selama Megawati masih mau duduk di sana.8 Ketika Orde Baru, Presiden Soeharto yang mencoba mengobok-obok PDI kepemimpinan Megawati

tidak pernah benar-benar berhasil dan berbuah kegagalan. Bahkan sejarah mencatat,

7Kepemimpinan,” dalam

Ensiklopedia Wikipedia artikeldiakses pada 7 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan.

8Lukman Ali, “Bung Karno dan Megawati dalam Retorika,” dalam Afdal Tanjung,

(19)

PDIP di bawah kepemimpinan Megawati yang merupakan kelanjutan PDI menjadi

pemenang pada Pemilu 1999.

Pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), hampir tidak

ada pemimpin partai yang berani terang-terangan menjadi partai oposisi yang mampu mengimbangi pemerintah SBY. Partai-partai besar yang diharapkan beroposisi tidak punya nyali berada di luar kekuasaan. Tinggallah partai PDIP, inilah kekuatan

Megawati saat ini yang masih tersisa, sebagai Ketua Umum PDIP ia memilih menjadi penggerak oposisi terhadap pemerintah.9

Megawati dari kongres ke kongres selalu tak tertandingi, mutlak suara kader mengiginkan ia terus menjadi ketua umum partai yang dideklarasikannya itu. Dari kongres PDIP I yang dilaksanakan di Semarang pada 2000, hingga Kongres PDIP III

dilaksanakan pada 2010 di Pulau Dewata Bali, sudah bisa dipastikan sebelumnya bahwa Megawati terpilih kembali sebagai ketua umum partai berlambang banteng tersebut. Kenyataannya memang benar jika sang pendiri partai ini terpilih untuk yang

ketiga kalinya menjadi ketua umum periode 2010-2015. Terpilihnya Megawati ini bagi banyak kalangan pengamat politik sebagai langkah mundur sebuah regenerasi

partai.

Kiranya amat mengherankan ketika kekalahan PDIP pada Pemilu 2004 dan 2009 dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif, Kongres PDIP III justru

membulatkan pilihannya kepada Megawati sebagai Ketua Umum PDIP lagi. Walau grafik popularitas partai cenderung menurun, tetap saja dari tingkat elit tokoh partai

9

(20)

sampai tingkat pengurusan daerah percaya bahwa Megawati masih cukup mampu

memegang kendali partai dan mampu menjadi magnet untuk menarik simpati rakyat Indonesia pada Pemilu 2014 nanti.

Banyak pengamat politik yang memahami bahwa apa yang dilakukan partai ini adalah sebuah upaya untuk tidak memecah konflik dalam internal tubuh partai. Megawati telah membangun PDIP menjadi sebuah organisasi politik yang solid

sehingga terus bertahan hingga saat ini. Kondisi inilah yang tampaknya membuat sebagian besar kader partai masih menginginkan Megawati memimpin PDIP. Tanpa

sang putri Bung Karno ini mungkin juga partai ini akan berantakan terpecah-belah seperti partai-partai yang lain. Di sisi lain mempertahankan terus Megawati sebagai ketua umum juga dilematis bagi partai, karena ketika pada saatnya Megawati tak

dapat lagi memimpin partai, PDIP bisa terjun bebas tersungkur menjadi partai gurem.10

Kemunculan Guruh Soekarnoputra, Puan Maharani, Prananda Prabowo, dan

beberapa kader lainnya tampaknya diharapkan sebagai tahap transisi regenerasi kepemimpinan utama partai. Pada kenyataanya aklamasi keputusan kongres lagi-lagi

mementahkan itu semua. Padahal perkembangan politik masa kini juga meniscayakan hadirnya pemimpin parpol yang pintar mengelola isu-isu dalam partai sebagai aset dalam merebut dukungan dan simpati rakyat banyak. Para kader partai yang brilian

semestinya diberi kesempatan untuk ini meski mereka tak memiliki garis darah Soekarno.

10Syamsuddin Haris, “Mega dan Masa Depan PDI

(21)

Barangkali inilah tantangan terbesar bagi partai berlambang banteng moncong

putih atas hasil keputusannya tersebut. Kemajuan demokrasi kita saat ini, hampir tidak mungkin PDIP bertahan hanya mengandalkan karisma Megawati ataupun trah

Bung Karno. Sudah saatnya partai ini berkaca pada kegagalan beruntun sejak 2004 dan 2009. Ketika para pemilih semakin rasional, maka yang dapat bertahan adalah parpol yang mampu mentransformasikan ide-ide perubahan menjadi program politik

yang membumi bagi rakyat.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah proses dan hasil keputusan kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang memilih

Megawati sebagai ketua umum partai berturut-turut sampai tiga kali periode. Dari periode awal deklarasi partai sampai Kongres yang ketiga. Selain itu juga melihat bagaimana gaya atau corak kepemimpinan karismatik Megawati yang bisa bertahan

dalam partai dan ia bahkan merasa siap membawa partainya menyongsong Pemilu 2014 nanti. Melihat hal ini maka penulis mencoba merumuskan permasalahan melalui

pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri dari sejarah awal ia memasuki dunia politik melalui sebuah partai berlanjut

hingga ia mampu menjadi pemimpin utama pada partainya tersebut? b. Apa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kepemimpinan

(22)

C. Tujuan Penelitian

Beranjak dari rumusan masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka penelitan ini bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan fenomena kepemimpinan

karismatik Megawati Soekarnoputri di tubuh partai PDIP. Hal-hal apa saja yang menyebabkan para kader tetap memilih Megawati sebagai Ketua Umum partai selama tiga kali periode atau faktor-faktor penyebab munculnya kepemimpinan

karismatik Megawati dalam PDIP.

D. Manfaat Penelitian

a. Memberikan gambaran tentang sejarah dan perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam pentas perpolitikan Indonesia.

b. Menambah pengetahuan tentang teori kepemimpinan karismatik dalam

tubuh partai (PDIP).

c. Memberikan sumbangan bagi keilmuan politik tentang perbendaharaan dinamika kepemimpinan dan kepartaian di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, bersifat analisis deskriptif dengan cara menelaah beberapa pustaka (library research) secara historis, artinya melalui metode ini penulis mencoba untuk menguji dan menganalisis secara

kritis mengenai kepemimpinan Megawati dan perjalanan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dari beberapa sumber data itu bersifat primer yang telah diperoleh dan

(23)

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Pemerintahan Susilo

Bambang Yudoyono- Yusuf Kalla. Buku ini berisi tentang oposisi yang dilakukan

oleh PDIP dibawah pemimpin kharismatik Megawati. buku yang mengulas biografi

Megawati lengkap yang ditulis oleh Suwarno yang berjudul Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara, atau buku biografi yang lain dipublikasikan oleh tim sukses Megawati yang berjudul Megawati The

President. Afdal Tanjung juga menulis tentang perjalanan kepemimpinan Megawati

dalam PDIP dengan judul buku: Maju Tak Gentar PDIP Berkibar. Dan beberapa

naskah pidato Megawati yang telah dipublikasikan oleh DPP PDIP sebagai acuan untuk melihat pemikiran dan visi-misi Megawati selama menjabat sebagai ketua umum partai.

Karena penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk mempelajari kepemimpinan karismatik Megawati dalam PDIP yang terkait juga kronologi kemenangannya dari kongres ke kongres, maka untuk kebutuhan ini penulis

menggunakan surat kabar dan majalah yang terpercaya yaitu Kompas dan majalah mingguan Tempo, serta penulis juga memanfaatkan sumber internet sebagai fasilitas

penunjang yang memudahkan search beberapa data yang dibutuhkan.

Selain itu, agar penelitian ini lebih obyektif dan sistematis, penulis juga melakukan riset lapangan sebagai data sekunder, dengan mewawancarai dua orang

perwakilan pengurus atau kader partai yang ditunjuk langsung oleh DPP PDIP. Tentu saja seseorang yang direkomendasikan oleh DPP PDIP itu yang faham betul dengan

(24)

Sedangkan dalam hal teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada

sebuah buku yang biasa digunakan dalam penulisan karya ilmiah di UIN Jakarta. Buku tersebut berjudul Pedoman Penulisan Karya Ilmia (Kripsi, Tesis, dan

Disertasi), yang disusun oleh tim penulis Hamid Nasuhi, dkk.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Kelima

bab yang akan dibahas sesuai dengan outline yang telah ada dan berguna memudahkan pembahasan.

Pada Bab yang pertama ini merupakan penjabaran awal, penulis mencoba menerangkan latar belakang permasalahan, mengapa penulisan skripsi ini disusun, batasan dan rumusan masalah. Selain itu, tujuan untuk menjawab permasalahan

penelitian juga dipaparkan dalam bab ini, disertai dengan manfaat penelitian secara akademis, metode penelitian secara kualitatif, dan sistematika penulisan dijabarkan

lengkap pada bab ini.

Bab II, Menerangkan tentang teori kepemimpinan dari beragam pakar yang mendefisinikannya, kemudian dalam bab ini juga penulis memfokuskan pada teori

kepemimpinannya Max Weber yang membagi kepemimpinan itu berdasarkan kewenangannya menjadi tiga: tradisional, rasional dan karismatik. Kemudian

dilanjutkan dengan penjabaran teori tersebut yang kemudian digunakan sebagai teori untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini.

Bab III, penulis memaparkan biografi tokoh politik Megawati Soekarnoputri,

(25)

merupakan sosok yang mampu memanfaatkan nama besar Bung Karno yang tidak

lain adalah ayahnya sendiri, sehingga ia mampu mendapatkan tempat pada pentas politik nasional. Selain itu, penulis mencoba memotret secara singkat

kongres-kongres PDIP yang terus menempatkannya sebagai Ketua Umum PDIP selama tiga kali periode. Melalui penjabaran bab ini, terlihat jelas jika Megawati merupakan sosok yang mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi para pengikutnya.

Bab IV, Merupakan inti dari pembahasan penelitian ini. Penulis menyajikan temuan-temuan pokok studi ini, yakni menganalisa kepemimpinan Megawati sebagai

pemimpin PDI-P yang berpengaruh bagi para kader dan simpatisannya. Pada bab ini juga mengeskplorasi sosok Megawati dalam sifat-sifat kepemimpinan karismatik. Serta menjelaskan faktor-faktor apa saja yang membuat kepemimpinan karismatik

Megawati Soekarnoputri muncul dan bertahan dalam PDIP selain karena nama besar sang ayah,

Bab V Berupa penutup dan akhir dari pembahasan dalam penulisan skripsi,

(26)

BAB II

TEORI KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN KARISMATIK

Di tengah berbagai permasalahan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita

membutuhkan kehadiran para pemimpin sebagai solusi dari segala permasalahan tersebut, Pemimpin merupakan pemandu dan panutan bagi pengikutnya. Tanpa sebuah

kepemimpinan maka suatu kelompok (organisasi) bisa kacau. Namun masalah yang sangat mendasar dalam proses kepemimpinan adalah sulitnya mendapatkan pemimpin yang mumpuni dan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga Kehadiran pemimpin amat

diperlukan, untuk mendapatkan jalan keluar dari berbagai persoalan.

Tema mengenai kepemimpinan selalu hangat dan selalu menarik untuk dibahas,

karena hanya pemimpinlah yang mampu merubah sejarah peradaban manusia. Pemimpin mempunyai pengaruh yang mampu menggerakkan orang lain untuk ikut pada gerbong yang diinginkan oleh pemimpin tersebut. Pada bab ini penulis mencoba menjabarkan tentang

teori kepemimpinan dan pengaruhnya (wewenang).

Max Weber telah mengklasifikasikan kepemiminan dan wewenangnya menjadi tiga

yaitu kepemimpinan rasional, tradisional dan karismatik. Tema besar dalam penyusunan skripsi ini ialah tentang kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri, sehingga bab

ini sangat urgen untuk dibahas. Sesuai dengan tema besarnya maka pemaparan pada bab ini memfokuskan pada pengertian kempemimpinan karismatik.

A. Teori Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimmpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (orang yang dipimpin atau para pengukut),

(27)

sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

pemimpin.1 Menurut Akbar Tandjung, definisi pemimpin adalah sosok yang, dengan segenap potensi dan kewenangan yang ada, mampu mampu memotivasi, mengarahkan, dan

menggerakkan orang lain untuk secara sadar dan sukarela berpartisipasi di dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam memimpin organisasi. Kepemimpinan adalah

kemampuan seseorang guna mempengaruhi, memotivasi, dan mengaktivasi aneka potensi dan sumber daya yang ada, sehingga organisasi yang dipimpinnya mampu berjalan secara

efektif dalam rangka mengupayakan perwujudan tujuan-tujuannya.2

Menurut George Terry, kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok. Menurut Cyriel

O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.3 Northouse merangkum dari 65 klasifikasi atas definisi kepemimpinan dari berbagai perspektif, ada empat unsur dalam memahami pengertian kepemimpinan, pertama

adalah kepemimpinan itu proses, kedua setiap kepemimpinan adanya pengaruh, ketiga konteks kepemimpinan adanya kelompok dan unsur yang terakhir adalah pencapaian

tujuan. Sehingga definisi kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang punya pengaruh dalam satu kelompok (organisasi) untuk menggerakkan individu lain meraih tujuan bersama.4

1

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006), h. 288.

2Akbar Tandjung, “

Kepemimpinan Politik yang Negarawa,” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=728&Itemid=135

3 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP–UPI,

Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Imperial Bakti Utama, 2007), h. 237.

4

(28)

Sumber pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin bisa didapat secara formal

dan informal. Sumber pengaruh formal didapat oleh seorang pemimpin apabila ia berada pada posisisi jabatan atau majerial tertentu dalam sebuah kelompok, memiliki dasar

legalitas, diangkat secara resmi dan memiliki hak dan kewajiban yang tegas sesuai dengan jabatannya, seperti presiden disebuah negara, ketua umum partai dan direktur sebuah perusahaan.

Sedangkan sumber pengaruh seorang pemimpin informal atau tidak resmi didapat dari organisasi atau kelompok masyarakat yang tidak formal, dan tidak tergantung pada

acuan formal dan legitimasi. Sumber kepemimpinan informal ini sangat tergantung pada pengakuan kelompok dan komunitasnya. Sehingga pemimpin harus memiliki kualitas yang benar-benar unggul. Contohnya seperti pemuka agama, tokoh masyarakat dan adat. 5

Konsep tentang kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan (power) adalah setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, sedangkan wewenang (autority) adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang

yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Penggunaan wewenang timbul tatkala masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan

menentukan penggunaannya.6 Maka kekuasaan tanpa wewenang disebut sebagai kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat yang di sebut sebagai wewenang.

5

Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 4.

6

(29)

Max Weber membagi kepemimpinan dan wewenangnya menjadi tiga: tradisional,

rasional dan karismatik.7 Pengertian pertama, pemimpin tradisional mendapatkan wewenangnya di masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan di masyarakat secara

tradisional. Biasanya berkaitan dengan hubungan kekeluargaan, atau didapat secara turun temurun berdasarkan tradisi yang diwarisi, seperti raja.

Kedua, pemimpin rasional adalah kepemimpinan yang wewenangnya didasarkan

pada hukum dan kaidah-kaidah yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat. Pada masyarakat yang menerapkan nilai-nilai demokratis, biasanya pemimpin yang mendapatkan

kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Wewenang rasional biasa disebut sebagai wewenang absah atau legal atau bikorasi. Contohnya seperti presiden, perdana menteri, gubernur, bupati, dan camat.

Dan ketiga, pemimpin karismatik yaitu didasarkan pada seseorang yang mempunyai kemampuan khusus yang didapatkan karena anugrah. Wewenang ini tidak diatur oleh kaidah-kaidah tradisional dan rasional, bahkan sifatnya cenderung irasional.

Adakalanya wewenang karismatik bisa hilang dari seorang pemimpin manakala masyarakatnya sendiri telah berubah dan mempunyai faham yang berbeda. Dan karisma

bisa saja bertahan dan bahkan meningkat sesuai dengan individu yang bersangkutan membuktikan manfaat bagi masyarakat dan pengikut-pengikutnya akan menikmatinya.

Sekarang ini istilah kepemimpinan karismatik digunakan semakin luas dan kurang

saksama. Hampir semua pemimpin memiliki daya tarik dan popularitas sehingga semuanya dapat dikategorikan sebagai pemimpin karismatik. Sebut saja Megawati Soekarnoputri, M.

Amien Rais, Abdurrahman Wahid, Barack Obama, Lee Kuan Yew, Mahathir Muhamad,

7

(30)

Benazir Butto, Ayatollah Khamaeni, Ahmadinejad, Fidel Casro, Hamid Karzai dan lain

sebagainya. Oleh karena ini memunculkan perdebatan dalam bidang ilmu politik dan sosiologi mengenai apakah istilah ini sebaiknya ditiadakan saja atau tetap dipertahankan.

Kebanyakan ilmu secara akademik cenderung mempertahankan istilah karismatik ini dalam batas-batas tertentu.8

B. Teori Kepemimpinan Karismatik

Istilah karisma berasal dari kata yunani yang berarti karunia (gift), anugerah atau pemberian. Karis berarti menyukai, merujuk kepada kepribadian seseorang yang memiliki

kepribadian menarik ataupun memiliki daya pikat mempunyai penampilan menarik atau mampu berkomunikasi. Sehingga banyak orang yang menyukainya.9 Artinya orang yang memiliki karisma berarti orang yang memiliki kelebihan, perbedaan dan keistimewaan

dari pada yang lain.

Menurut Max Weber, karisma sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan

atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa.10 Karisma merupakan kemampuan khusus (wahyu, pulung, nubuah, keramat) yang ada pada diri

seseorang. Kemampuan khusus ini melekat karena anugrah dari Tuhan. Orang-orang di sekitarnya mengakui kemampuan tersebut atas dasar kepercayaaan dan pemujaan, karena mereka menggangap bahwa sumber kemampuan tersebut berada di atas kemampuan dan

kekuasaan manusia pada umumnya. Masyarakat akan masih mempercayai karismatik

8

Juliet Thornton, “Persepsi Masyarakat Indonesia Terhadap Kepemimpinan Barack Obama,” (Skripsi SI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang , 2009), h. 16.

9

Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h. 140.

10

(31)

seseorang selama hal tersebut terbukti keampuhan dan maanfaatnya bagi masyarakat.

Contohnya nabi, rasul, raja dan para pemimpin yang terkemuka sepanjang sejarah.11

Mengenai benar dan tidaknya Megawati disebut sebagai pemimpin karismatik, tentu

bisa dijabarkan melalui pembahasan ini. Sehingga Megawati layak menyandang label pemimpin yang karismatik. Penjelasan mengenai pemimpin karismatik itu ada yang mengatakan bahwa hal itu merupakan bawaan sejak lahir dan melekat secara alamiah,

tetapi adapula yang mengatakan karisma itu bisa dipelajari. Pendapat yang pertama memang dianggap paling kuat, namun jika kita merujuk kepada pendapat itu, bagaimana

mungkin seseorang menjadi pemimpin karismatik bisa muncul di tengah-tengah masyarakat tanpa melalui seleksi sosial dan tanpa ujian kepemimpinan? Pasti ada faktor non-pembawaan yang sangat berpengaruh, yakni faktor lingkungan yang mempertegas

kepemimpinan. Namun yang jelas karisma merupakan sifat yang melekat pada diri seseorang sehingga memiliki daya pikat yang kuat.

Setidaknya ada beberapa ciri yang menunjukkan karismatiknya kepemimpinan

seseorang,12. Diantaranya memiliki kepekaan yang tinggi terhadap masalah artinya pemimpin tersebut faham dengan situasi, ia percaya diri sehingga mampu mempengaruhi

orang lain secara luar biasa dan tidak mudah terpengaruh dengan orang lain.

Pemimpin yang berkarisma cenderung menciptakan efek mitologis, supranatural

dan berbagai kejadian ajaib sehingga menarik orang awam untuk mengkultuskan dan bahkan sampai memujanya. Pemimpin yang karismatk bagi kebanyakan orang Indonesia seperti sang ratu adil yang ditunggu kedatanganya untuk memperbaiki keadaan, atau

11

Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 282.

12

(32)

menurut kepercayaan dari orang yahudi bagaikan Mesies, atau umat nasrani yang

mempercayai hadirnya Yesus sang juru selamat yang muncul dari Nazaret.13

Menurut teori kepemimpinan karismatik, dalam masa krisis pengikut mencari penyelamat, satria piningit, atau ratu adil. 14 Batasan Karismatik bertumpu pada kesetiaan

atau ketaatan kepada kesucian yang spesifik dan luar biasa, heroisme atau karakter teladan dari seorang individu, dan pola normatif atau perintah yang diwahyukan atau ditahbiskan

oleh pemimpin tersebut (otoritas karismatik).15

Menurut Weber kepemimpian bisa muncul tatkala masyarakat sedang mengalami krisis dan ketidakpastian. seorang pemimpin karisma muncul dengan sebuah visi radikal

yang menawarkan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi itu terlihat

dapat dicapai, dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.16 Seperti yang pernah dialami oleh Indonesia ketika keruntuhan Orde Baru, rakyat Indonesia memimpikan adanya pemimpin yang mampu mengendalikan keadaan

baik seperti semula. Salah satu nama yang muncul adalah Megawati Soekarnoputri, dengan meyandang nama besar ayahnya, dia diharapkan mampu mengulang kembali kejayaan

Soekarno untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Sehingga kemunculan Megawati bagaikan ratu adil yang dinantikan oleh rakyat Indonesia. Megawati memanfaatkan hal

13

Ibid., h. 145.

14 Thornton, “Persepsi Masyarakat Indonesia,” h.11 15

Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization. Ed. Parsons, Talcott (New York: OxfordUniversity Press, 1947), h. 328.

16

(33)

tersebut sehingga ia mampu mendulang popularitas yang tinggi sebagai pemimpin yang

(34)

BAB III

BIOGRAFI POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa menjadi pemimpin yang

karismatik bukan karena semata didapat dari faktor keturunan semata, tetapi juga memalui proses seleksi sosial sehingga pemimpin tersebut layak menyandang pemimpin yang berkarisma. Aspek penting pada pembahasan bab ini adalah penulis

mencoba mendeskripsikan secara historis kehidupan dan aktivitas politik Megawati Seokarnoputri sebagai pemimpin yang mempunyai karisma, dari pertama kalinya ia

terjun ke dunia politik hingga akhirnya ia mampu menduduki singgasana Ketua Umum PDIP.

Pada bab ini pula dipaparkan kronologi kemenangan Megawati dari kongres

PDIP pertama hingga kongres yang ketiga. Ini merupakan sebuah bukti jika sosok Megawati merupakan pigur yang berpengaruh dalam internl partainya. Bertahannya sosok Megawati sebagai ketua umum selama berturut-turut merupakan simbol sisi

karismatiknya masih melekat pada dirinya. Sehingga melalui pembahsan pada bab ini kita dapat melihat secara utuh figur Megawati sebagai pemimpin karismatik dari

berbagai aspek kehidupan politik yang melingkupinya.

A. Biografi Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati

Soekarnoputri. Dia dilahirkan pada 23 Januari 1947 di Yogyakarta. Dia terlahir dari rahim Fatmawati, yaitu istri kedua Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia.1

1

Sumarno, MegawatiSoekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 1-2.

(35)

Pendidikam Megawati Soekarnoputri dari Sekolah Dasar hingga SMA dilaluinya di

Sekolah Cikini Jakarta. Di sekolah inilah ia berkawan dengan Akbar Tandjung. Setamat sekolah ia melanjutkan kuliah ke Fakultas Pertanian di Universitas Pajajaran

Bandung. Ia juga sempat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Bandung pada 1965. Kala itu GMNI adalah organisasi mahasiswa yang dekat dengan Partai Nasional Indoneia (PNI). GMNI juga dikenal sangat

mendukung semua ajaran-ajaran Bung Karno.

Pada 1967 Megawati memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliahnya

untuk mendampingi sang ayah, Soekarno ketika itu sedang menjalani masa karantina politik oleh rezim Orde Baru. Megawati merasakan betul goncangan jiwa yang dirasakan ayahnya akibat tekanan politik oleh rezim Soeharto. Barangkali Soekarno

sangat sulit menerima kenyataan jika ia harus menjadi tahanan rumah di negeri yang ia perjuangkannya. Sang Proklamator itu kesehatannya semakin lama semakin memburuk. Kepedihan Megawati memuncak ketika Bung Karno wafat pada 21 Juni

1970.2

Megawati Soekarnoputri memang seorang tokoh yang lahir dan tumbuh besar

tidak pernah mengenyam pendidikan politik secara formal. Ia hanya mengaku belajar

politik dari sang ayah, “Ya walau bagaimanapun dalam kehidupna saya ini sudah

terjadi asahan dari naluri politik yang sudah ada” tutur Megawati kepada wartawan

majalah Tempo. Selama dalam istana memang Megawati menjalani sosialisasi politik yang intensif dari tokoh-tokoh politik yang menemui ayahnya. Dari sang ayah,

2

(36)

Megawati mendapatkan komentar-komentar sang ayah mengenai peristiwa-peristiwa

besar baik skala Nasional maupun di tingkat Internasional.

Sedangkan dari ibunya, ia banyak belajar dari bagaimana cara memelihara

ketabahan dalam menghadapi penderitaan. Megawati paling banyak menikmati fasilitas Negara ketimbang saudara-saudara yang lainnya. Di kemudian hari, ia memilih meninggalkan istana bersama ibunya Fatmawati tatkala Soekarno menikah

lagi dengan Hartini. Kemudian Megawati dan ibunya menetap di jalan Sriwijaya, Jakarta.3 Dari sinilah Megawati mendapat banyak pelajaran mengenai ketabahan,

yang pada saatnya kelak berguna pemimpin politik. Memang terjun ke arena politik banyak konsekuensi yang harus diterima, dunia politik memang sarat dengan konflik dan perebutan kekuasaan. Namun begitu, Megawati sudah mempersiapkan dirinya

dengan pengalaman-pengalamannya bersama orang tuanya sewaktu kecil.

Presiden Soeharto amatlah khawatir terhadap kebangkitan keluarga Bung Karno. sebagai pemimpin yang menggunakan filsafat Jawa. Tentu saja Soeharto

yakin betul bahwa dalam raga Megawati terdapat bayang-bayang Soekarno. Walaupun Megawati merupakan sosok ibu rumah tangga biasa, beliau adalah anak

dari Bung Karno. Tentu saja karisma soekarno bisa saja sewaktu-waktu bangkit kembali oleh penerus-penerusnya. Tidak heran jika pihak keamanan rezim Soeharto terus mengawasi dan mengekangnya. Di masa Orde Baru memang Kehidupan

keluarga besar Bung karno selalu mendapatkan kesulitan. Jika tidak ditekan tentu saja berpotensi merongrong kelangsungan pemerintahan.

3

(37)

Meski ia merupakan salah satu anak dari Bung Karno yang mulanya

terkesaan menghindari arena politik, karena trauma yang mendalam akibat pengalamannya yang pernah dialaminya tatkala menyaksikan sendiri keruntuhan

karier sang ayah, tapi sejarah justru memaksa Megawati harus tampil dan bahkan mengulang nama besar sang ayah yang dikenal sebagai Pemimpin yang karismatik dan mampu menjadi orang nomor satu di negeri ini.

B. Perjalanan Politik Megawati Soekarnoputri

Pada 1982 keluarga besar Bung Karno pernah membuat konsensus yang disepakati oleh semua putra-putri Bung Karno: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh dari Fatmawati serta putra dari Hartini; Bayu dan Taufan.

Mereka bersepakat untuk menjauhi dunia politik. Latar belakang dari kesepakatan itu adalah karena adanya trauma atas kejatuhan ayahnya di dunia politik yang dialami pada akhir hanyat sang ayah. Dan mereka melihat sendiri bahwa kekuatan politik

pada saat itu tidak ada yang mampu meneruskan semangat marhaenisme, yaitu salah satu dari ajaran Bung Karno.4

Pada 1987, kesepakatan itu mereka langgar sendiri. Yaitu ketika Soerjadi sebagai Ketua Umum DPP PDI memiliki strategi untuk mendokrak perolehan suara PDI dengan memanfaatkan nama besar Bung Karno. Ia lalu menggaet anak sulung

Bung Karno yaitu Guntur untuk masuk dalam partai, karena Guntur adalah anak yang dirasa mirip dengan perawakan Bung Karno dan paling memiliki potensi atau bakat

politik dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Namun karena sesuatu

4

(38)

hal, akhirnya Soerjadi menggandeng anak Bung Karno yang lain yaitu Megawati dan

Guruh.

Perjalanan politik Megawati dimulai sebagai pengurus DPC PDI Jakarta

Pusat menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua, kemudian di 1987 nama muncul calon untuk darerah pemilihan Jawa Tengah yang dikenal sebagai basis PNI. Megawati tampil sebagai juru kampanye yang mampu menambah stamina dan

performa partai. Dan keberadaan Megawati mampu menggiring massa fanatik ke lapangan tempat kampanye partai berkepala banteng itu, isu kembalinya titisan Bung

Karno mampu mendongkrak perolehan suara PDI menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 dibandingkan pada Pemilu 1982 yang hanya mendapatkan 24 kursi dan mengantarkan Megawati Soekarnoputri duduk sebagai anggota DPR. 5

Namun kiprah Megawati sebagai politisi di Senayan terbilang amat biasa. Sejak menjadi anggota DPR 1987, Megawati jarang ditampilkan sebagai juru bicara fraksi atau memberikan pernyataan kepada pers, kebetulan ia memang tak punya

posisi apa-apa di DPP atau Fraksi PDI. Bahkan menurut Budi Hardjono yang menjadi pesaingnya, Megawati termasuk malas dan sering tak muncul di Senayan. Ia tidak

kritis merespon kebijakan penguasa dan tampak kurang tangkas menangkis serangan pihak lain dengan pernyataan-pernyataan politik yang tajam. Ia juga tidak

menonjol dalam memperjuangkan aspirasi kepentingan rakyat yang diwakilinya. Ia

5

(39)

tetap seperti watak aslinya yaitu pendiam dan lemah lembut seperti layaknya ibu

rumah tangga biasa. 6

Rupanya keunggulan Megawati bukanlah di dalam gedung MPR yang

menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang hanya menjadi tim yes-nya Presiden Soeharto, tetapi di tempat lain Megawati merupakan sosok yang bisa menjadi magnet penarik massa, masa berduyun-duyun datang memenuhi acara-acara yang

diselenggarakan partai. Megawati selalu disanjung para simpatisan dan kader partai berlambang banteng tersebut karena menyandang nama besar Bung Karno.

Walau perannnya tidak kelihatan di gedung DPR, Megawati tetap dicalonkan pada Pemilu 1992, ia disebut-sebuat oleh banyak orang sebagai tokoh yang mampu mendokrak perolehan suara, bisa dilihat dari presentase suara PDI yang cenderung

menaik; pada 1977 hanya 8%, 1982 yitu 6,7%, 1987 yaitu 10% dan 1992 sebesar 14% atau tepatnya menambah dari 40 kursi menjadi 56 kursi pada Pemilu 1992.7 Karier politik Megawati bertambah berkibar ketika diselenggarakannya

Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, 2-6 Desember 1993. KLB ini dilakukakn setelah kegagalan Kongres IV PDI di Medan pada 21-26 Juli 1993

yang memicu bentrok antara kubu Soerjadi dan kelompok 17 yang dipimmpin oleh Marsoesi-Dudy Singadilanga. Walaupun pada kongres ini berhasil memilih kembali Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI, tidak otomatis bisa memimpin partai berlambang

kepala banteng ini. Kelomok DPP peralihan yang dipimpin oleh Ahmad Subagyo

6 Budiman S. Hartoyo, “Apa di Balik Mega,”

Tempo Online, 11 Desember 1993, artikel diakses pada 13 April 2011 dari

http://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/1993/12/11/NAS/mbm.19931211.NAS6427.id.html

7

(40)

menentang keras terpilihnya Soerjadi. Dengan didukung aparat keamanan,

kelompok ini berhasil menduduki lokasi penyelenggaraan Kongres di Asrama Haji Pangkalan Mansyur, Medan. Pangab Feisal Tanjung menyebut kemenangan Soerjadi

saat itu sebagai cacat hukum akibat penculikan lawan politiknya.

Menurut pandangan pemerintah, kepemimpinan Soerjadi telah melakukan hal-hal yang dianggap mengancam pemerintahan Orde Baru, di antaranya adalah

ketika PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi secara tajam mengkritik kebijakan dalam Pemilu 1992, ia juga dianggap sebagai ancaman potensial bagi dominasi

Golkar karena berhasil menaikkan suara pada Pemilu 1992 secara cukup signifikan. Bahkan ia pernah mengancam tidak mau mendatangani hasil Pemilu 1992 karena terjadi kecurangan untuk memenangkan Golkar. Untuk itu kubu Soerjadi harus

dilengserkan. Maka pemerintah menunjuk carataker yang dipimpin oleh Latief Pudjosakti yang menjabat DPD PDI Jawa Timur dengan tugas utama mempersiapakan pengelenggaraan KLB di Surabaya.8

Namun di luar dugaan bahwa nama Megawati muncul sebagai calon ketua umum yang baru, ini di luar skenario pemerintah. Karena majunya Megawati pada

bursa pencalonan Ketua Umum PDI didukung oleh lapisan bawah kader dan pengurus partai. Kejadian ini bermula pada 11 September 1993. Saat itu 100 fungsionaris dari 70 DPC PDI mendatangi kediaman Megawati di Kebagusan,

Jakarta Selatan. Intinya mereka menginginkan salah satu dari anak-anak Bung Karno tampil menjadi ketua umum sebagai pilihan alternatif dan untuk menandingi kubu

Budi Hardjono yang di sebut-sebut mendapat restu dari pemerintah Orde Baru.

8

(41)

Pada mulanya Megawati masih ragu menerima pencalonan itu, tetapi setelah

beberapa hari kemudian atas desakan para kader itulah Megawati akhirnya menyatakan diri siap untuk maju.

Di arena KLB, kubu Megawati sudah memastikan bahwa semuanya sudah dipersiapkan dengan seksama, namun bukan berarti langkahnya bisa mulus mendapatkan kursi nomor satu di partai tersebut. Pemerintah berusaha mengganjal

obsesi anak Bung Karno itu dengan berbagai cara. Beberapa Ketua DPC Jawa Timur mengaku bahwa mereka diintimidasi oleh Kakansospol (Kepala Kantor Sosial

Politik) agar tidak mendukung Megawati. Bahkan Pangdam Diponegoro Mayjen

Suyono saat itu menyatakan, “Sebaiknya PDI tidak memilih pemimpin yang

mendompleng nama besar orang tuanya atau nama besar orang lain, lebih baik

Megawati mengkonsentrasikan dirinya pada masalah kerumahtanggaan.”

Selain hambatan dari eksternal partai, Megawati juga mendapat hambatan dari lingkungan internal PDI, pada mulanya Megawati tidak mendapat mandat dari

DPC PDI Jakarta Selatan sebagai peserta KLB. Dengan alasan bahwa KTP Megawati dikeluarkan di Jakarta Pusat, padahal ia sendiri berdomisili di Jakarta

Selatan. Karena tidak mendapat mandat, maka panitia cakateker KLB PDI menolak kehadiranya di Kongres. Namun akhirnya karena ada upaya dari dari para pendukung Megawati, hal itu bisa di selesaikan dan Megawati bisa mengikuti kongres KLB

tersebut.

Ketika KLB berlangsung Ketua Carateker DPP PDI Latief Pudjosakti yang

(42)

Hardjono yang dijagokan pemerintah berhasil memenangkan posisisi ketua umum.

Namun upaya itu ditentang oleh mayoritas peserta kongres. Mekipun para delegasi diintai oleh setiap aparat Direktorat Sospol masing-masing yang ikut hadir dalam

acara kongres. Dukungan kepada anak Bung Karno ini justru meningkat menjadi 84%. Itu artinya sekitar 256 Cabang mendukung Megawati Soekarnoputri dari 305 Cabang yang hadir. 9

Megawati tidak dapat dipilih secara formal karena semua panitia carateker menghindar dari Sidang Pleno Kongres. Namun sebelum sidang ditutup di depan

para pererta kongres yang mendukungnya, Megawati mengumumkan dirinya menjadi Ketua Umum PDI periode 1993-1998. “Secara de facto saya sudah menjadi Ketua Umum DPP PDI. Secara de jure memang belum. Karena itu saya minta

kepada saudara-saudara tetap tenang dan berdiam di sini. Harapan saya kita bisa menegakkan konstitusi partai yang kita cintai ini, saya tidak ingin ada keributan yang dilakukan oleh sementra pihak yang tidak bertanggung jawab. Apakah saudara

sanggup?“ Tegas Megawati yang disambut para pendukungnya secara gemuruh,

”Sanggup!”10

Setelah itu kongres diambil alih oleh aparat keamanan dan

membubarkan seluruh peserta KLB. Seperti sudah diduga caratecer menyerahkan urusan KLB yang dianggap deadlock kepada pemerintah. Dan pemerintah pun menilai bahwa keputusan kongres tidak ada yang berarti bahwa terpilihnya

Megawati sebagai ketua umum tidak sah.

9

Ibid., h.17-19.

10

(43)

Pemerintah melalui Mendagri Yogie S. Memet memutuskan diselenggaranya

Musyawarah Nasioanal (Munas) untuk memilih kembali pimpinan PDI dan menyelesaikan kemelut partai. Sementara itu Megawati dan timnya mencoba

melakukan manuver politik yang cerdik, mereka melakukan safari politik ke berbagai pejabat tinggi negara dan para petinggi ABRI, diantranya adalah Mendagri Yoe S.M. Menko Polhukam Soesilo Soedirman, Kasospol ABRI Letjen Hariyoto PS,

Pangdam Jaya Mayjen Hendro Priono, dan Siti Hardianti Rukmana alias Mbak Tutut (putri sulung Soeharto). Meskipun tidak ada pembicaraan khusus, langkah

pendekatan persuasif itu dirasa lebih menguntungkan karier politik Megawati.11 Munas dilaksanakan pada 22 Desember 1993 di Hotel Garden, Kemang, Jakarta. Munas seolah hanya menjadi pengukuhan kembali Megawati sebagai orang

yang pantas menduduki kursi kepemimpinanan ketua umum. Tepat pukul 20.00 perwakilan 40 DPD dari 27 propinsi secara aklamasi menyerahkan kepercayaan kepada Megawati untuk memimpin PDI periode 1993-1998. Amien Rais menilai

bahwa mulusnya Megawati menjadi orang nomor satu dalam partai itu dikarenakan Megawati memiliki citra yang positif: sebagai putri Bung Karno, politikus muda

yang keibuan dan merakyat. Fahri Ali juga menyebut bahwa bukan karena kapasitas Megawati dalam berpolitik namun karena refleksi dari kalangan grasroot partai yang marah atas campur tangan pemerintah terhadap internal partai.12

Terpilihnya Megawati sebagai ketua umum bukan akhir dari cerita, namun ini adalah awal Ia memasuki konflik internal partai yang lebih dasyat dan juga tekanan

11

Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 20.

12

(44)

pihak pemerintah yang tidak merestui kebangkitan dinasti Bung Karno. Awalnya isu

yang digulirkan adalah bahwa Megawati dan beberapa pengurus PDI terlibat kasus G30 S PKI. Atas dasar itulah beberapa eskponen PDI membentuk DPP reshuffle di

bawah kepemimpinan Yusuf Merukh sebagai tandingan terhadap kepemimpinan Megawati, namun ujian seperti itu bisa diatasi. Kemudian upaya lain untuk menyingkirkan Megawati dari kepemimpinannya ialah ketika beberapa pengurus

PDI di bawah Fatimah Achmad menyelenggarakan kongres PDI di Medan pada 20-23 Juni 1996. Kongres ini didukung oleh ABRI dan pemerintah Orde Baru. Kongres

ini sudah disiapkan sebelumnya bahwa menjadikan kembali Soerjadi menjadi ketua umum dan Butu R. Hutapea sebagai sekjen. Pada kongres yang terakhir inilah yang dinyatakan oleh pemerintah sebagai kepemimpinan yang sah dan legal. 13

Walhasil, partai berlambang banteng ini terbelah menjadi kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Dengan begitu ada dualisme kepemimpinan terjadi di dalam partai ini. Bahkan eskalasi konfliknya pun makin lama makin memanas dan akhirnya

konflik ini berubah menjadi konflik fisik. Kubu Megawati dengan massa dari bawah yang militant berhadapan dengan kubu Soerjadi dengan dukungan penuh dari

pemerintah. Bentrok masa pun terjadi tatkala kelompok Megawati yang menguasai kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta dipaksa pergi oleh kelompok kubu Soerjadi

dukungan pemerintah Orde Baru. Bentrok yang memakan korban massa pun terjadi pada hari Sabtu, ketika pagi-pagi buta, tepatnya pada 27 Juli 1996. Massa Soerjadi yang didukung aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Komando Daerah Militer

13

(45)

Jaya menyerbu dan merebut dengan paksa kantor tersebut. Puluhan aktivtis

pro-Megawati kemudian ditangkap dan dihukum. 14

Setelah kejadian itu, Megawati memendekkan rambutnya hingga sekarang.

Wajahnya pun terpampang dalam berbagia media dan elektrotik sebagai tokoh oposisi terhadap pemerintah, meskipun ia merupakan tokoh yang sangat pelit berbicara pada wartawan, ia tetap dimanjakan diberbagai media massa. Justru

bungkamnya sosok yang satu ini menambahkan kesan sebagai tokoh fenomenal yang dilingkupi misteri. Kegigihannya untuk menuntut hak-hak yang direnggut penguasa

inilah yang menjadikannya sebagai orang yang tidak bisa disepelekan oleh rezim penguasa. Inilah yang membesarkan namanya selain faktor trah Bung Karno.

Semakin lama Megawati dianiaya oleh sang penguasa yang coba

menyingkirkannya, maka semakin kuatlah dirinya. Selain itu Megawati merupakan orang yang berhasil membangun image dirinya sebagai ratu adil di tengah congkaknya kekuasaan yang selalu menindas rakyat. Ia bersama partainya

memposisikan dirinya sebagi partainya wong cilik, partainya tukang becak, partainya sandal jepit yang terinjak–terinjak oleh rezim otoriter. Citra inilah yang melahirkan

simpatisan yang fanatik dan emosianal. Bahkan sampai ada semboyan, “Mati urip

melu Mbak Mega atau pejah gesang nderek Mbak Mega”.15

Pada Pemilu 1997, muncul kembali persoalan siapakah yang sebenarnya berhak mengikuti pemilu, apakah kubu Megawati atau kubu Soejadi. Keduanya pun sama-sama mengajukan daftar calon legislatif yang akan dipilih melalui pemilu

14

Beban Berat Seorang Putri,” Tempo, 30 Juni 2004 , h. 45.

15

(46)

tersebut. Namun dipastikan bahwa kubu Soerjadi yang diperbolehkan pegikuti

Pemilu 1997. karena kubu Megawati tidak diakui legalitasnya.

Hal ini membuat massa dari kubu Megawati naik pitam dan menolak untuk

bergabung ke PDI kubu Soerjadi. Para simpatisan meminta arahan dari Megawati tentang nasibnya ini. Mereka pun menunggu dan akhirnya Megawati menyatakan dengan tegas kalau dirinya golput (golongan putih) dan tidak memihak kepada

siapapun. Ia membacakan pesan dihadapan ribuan massanya di kediamannya pada kamis 22 Mei 1997. Dengan tenang dan jelas, sambil sesekali membersihkan air mata

yang bergelayut di matanya, Megawati membacakan pidato keprihatinan atas jalannya kampanye pemilihan umum. Ia memutuskan untuk tidak menggunakan hak politik untuk memilih dalam pemungutan suara pada 29 Mei 1997.16

Dengan adanya kejadian yang seperti ini maka terjadi penggembosan massa yang luar biasa yang dialami PDI Soerjadi pada perhitungan hasil suara pemilu. Hasil perolehan suaranya turun drastis menjadi 3.05% atau cuma 11 kursi. Pada pemilu

sebelumnya berhasil mencapai angka 14,89%, para pendukung Megawati tidak mungkin mengalihkan suaranya ke Golkar, sebagai partainya pemerintah. Bisa

dipastikan suara Megawati beralih ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).17 Bahkan kampanye terbentuklah aliansi Mega-Bintang, karena pendukung Megawati mengalihkan suaranya ke partai yang berlambang bintang. Sehingga PPP mendapat

suara sampai dengan 22,6%.

16

Megawati Golput, Dia Tidak Sendiri,” Edisi 12/02 – 24 Mei 1997, artikel ini diakses pada 28 April 2011 dari http://www.tempo.co.id/ang/min/02/12/nas2.htm

17 “Mega-Bintang Menerobos Kampanye yang Membosankan,” Edisi 10/02

(47)

Ketika Presiden B J Habibie membuka kran selebar–lebarnya kepada

masyarakat untuk kebebasan mendirikan partai, momentum ini pun tidak disia-siakan oleh Megawati. Ia bersama basis massa yang riil menyelenggarakan Kongres

PDI di Bali 8-10 Oktober 1998. Pulau Dewata memerah oleh para kader yang berdatangan dari berbagai penjuru tanah air. Salah satu keputusan terpenting kongres tersebut adalah ditetapkannnya Megawati sebagai calon Presiden RI yang arus

diperjuangkan pada Pemilu 1999 dan SU MPR 1999. Sejak saat itulah partai ini dimasuki oleh beberapa pengusaha ternama seperti Arifin Panigoro, Eilono

Suwondo, dari barisan tentara seperti Theo Sjafei, dan RK Sembiring Meliala, dari politisi eks-Golkar seperti Jacob Tobing dan Frans Seda.18

Karena desakan para kader, untuk membedakan partai mereka dan PDI Budi

Hardjono, maka pada 14 Februari 1999 di Stadion Senayan Jakarta, Megawati memproklamirkan berdirinya PDI Perjuangan. PDIP ini berlambang banteng yang lebih gemuk, bermoncong putih di dalam suatu lingkaran. Sehingga hal ini bisa

mengakhiri konflik itu. Selanjutnya para simpatisan dan kader secara mandiri mendirikan posko-posko yang mereka sebut sebagai posko perjuangan secara

sukarela. Posko ini digunakan untuk konsolidasi secara informal dan juga beberapa kegiatan lainnnya. Posko-posko ini tersebar sampai ke pelosok desa-desa dan mudah

ditemui karena warnanya yang merah dan kombinasi hitam yang mencolok pandangan mata.

Kebesaran Megawati tampak pada Pemilu 1999, ia bukan dianggap sebagai

ketua partai saja, bahkan ia seolah-olah sudah menjadi presiden di negeri ini. Di mata

18

(48)

para pendukung fanatiknya, Megawati tidak punya celah buruk sedikit pun mengenai

kejujuran, integritas dan moralitasnya. Partai ini pun melaju menjadi pemenang dan mengalahkan 47 partai lainnya. PDIP mampu meraup suara hingga 33,76% atau

mendapatkan 153 kursi, meskipun tidak menang secara mayoritas mutlak (single mayority) akan tetapi mayoritas sederhana (simple mayority). Hal ini yang membuat

optimisme para pengurus partai bahwa MPR tinggal mengetuk palunya untuk

mengesahkan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke-4 masa bakti 1999-2004.19

J.B Kristiadi dari Centre For Strategic And International Studies (CSIS) pernah mengomentari tentang keberhasilan Megawati bahwa secara pandangan Jawa, Megawati seperti ratu adil. Sebagai ratu adil masyarakat sangat mengharapkan

kepemimpinannya bisa memperbaiki kondisi bangsa yang telah rusak. Megawati merupakan sosok yang pernah hidup dalam lingkungan istana dan mendapatkan pelajaran langsung dari sang ayah. Kini dia harus tampil sebagai ratunya gerakan

reformasi. Semula ia memang banyak terlihat sebagai sosok yang pendiam dalam menyikapi berbagai perkembangan reformasi. Sehingga banyak yang berpendapat

bahwa ia kekurangan dan ketinggalan ide. Namun setelah ia mampu membawa partainya memenangi Pemilu pertama dalam era reformasi barulah banyak orang yang percaya kepada kematangan dan ketahanannya dalam perpolitik. 20

Namun rupanya nasib belum seratus persen berpihak pada Megawati, meski pemenang pemilu bukan berarti otomatis dinobatkan menjadi presiden. Karena

19

Ibid., h. 33-34.

20

Gambar

Grafika Mardi Yuana, 1999.

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA: (Studi pada Siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran di SMK Negeri 11

1) Kegiatan penilaian surat masuk sebenarnya sudah mulai dilaksanakan pada tahap pencatatan, yaitu pada waktu menilai sementara apakah surat masuk termasuk yang

Endapan bijih besi primer merupakan endapan bijih besi yang terbentuk akibat adanya proses dari tektonik lempeng sehingga terjadilah proses magmatisme yang

mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu, dalam satuan m³/detik. n) Koefisien aliran permukaan merupakan bilangan yang menunjukan

Seperti halnya model Kemp, model lain yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk terkait dengan pembelajaran adalah model Pengembangan Dick &

Pandangan MUI NTB yang tidak menyalahkan intervensi Pemerintah provinsi NTB melalui SE Gubernur yang mengatur tentang batas usia minimal menjadi 21 tahun syarat usia menikah

Jika sampel yang diambil cukup representatif, inferensial (pengambilan keputusan) dan simpulan yang dibuat dari sampel dapat digunakan untuk menggambarkan

Identifikasi Dan Aplikasi Strain Azolla Asal Bondowoso Dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah ( Oryza sativa L ) Fakultas Pertanian: Universitas Muhammadiyah