PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
ALWI DHUHA 106054102066
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Februari 2011
PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
ALWI DHUHA NIM. 106054102066
Di Bawah Bimbingan
Ismet Firdaus, M.Si
NIP:
150411196PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i Alwi Dhuha
Psikososial Anak yang Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta
Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang tuanya atau kerabatnya, orang tua tidak mampu merawatnya, terlantar di sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberikan pertolongan, sehinggga kebutuhan anak tidak dapat dipenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu (YSI). Awalnya yayasan tersebut bertujuan untuk menolong anak-anak Batita (Bawah Tiga Tahun) yang terlantar saja, tetapi sampai saat ini anak yang berada di yayasan tersebut ada yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui psikososial anak yang berada di Yayasan Sayap Ibu khususnya anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.
Penulis melakukan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen, dan dimana yang menjadi informan peneliti adalah para pengurus, serta anak yang berada di yayasan tersebut. Para informan kunci dipilih dengan menggunakan sampel purposif (purposive sampling).
Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa; Pertama,anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang memiliki kecacacatan fisik di dalam dirinya cenderung memiliki sikap pemalu dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki kecacatan. Tetapi hal ini menjadikan anak yang mengalami kecatatan fisik cenderung lebih berprestasi di bandingakan anak yang normal di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Kedua, faktor pendukung
psikososial anak terlantar Yayasan Sayap Ibu Jakarta ialah bentuk kerjasama dan ketersediaan akomodasi dalam psikososial anak di Yayasan Sayap Ibu Jakarta sangat baik untuk perkembangan. Dan faktor penghambatnya ialah kurang fasilitas yang tidak mencukupi untuk aktivitas anak-anak dalam melakukan kegiatan bermain ataupun belajar. Hal ini terbukti dari kurangnya jumlah pengasuh di yayasan tersebut, sehingga pemberian kasih sayang terhadap mereka terbagi dan tidak terfokus baik dalam bermain ataupun sedang belajar.
ii
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan
semesta alam, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini penuh dengan
tanda-tanda kebesaranNnya, penguasa kehidupan dan penentu kematian atas
segala anugerah, nikmat, dan petunjuk yang dikaruniakanNya sehingga penulis
bisa memikirkan, merefleksikan dan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan
ini. Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk junjungan nabi besar
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Suatu kenikmatan yang luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan
ungkapan kata adalah rampungnya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba
keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi
motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah
hambatan-hambatan yang ada. Skripsi ini berjudul “Analisis Psikososoial Anak Terlantar di
Yayasan Sayap Ibu” Judul skripsi ini tercipta karena penulis pernah melakukan
praktikum dua di yayasan tersebut.
Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap
wawasan mahasiswa secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan,
maka kritik yang membangun tentu menjadi masukan yang sangat penting.
Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua
orang tua penulis, berkat doa dan wejangan-wejangan mereka sehingga penulis
iii
materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi ini, semoga
Allah SWT membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan dengan balasan
yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas
Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wejangannya.
3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si. selaku pembimbing yang dengan tulus
memberikan pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Siti Napsiyah, MSW ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas arahannya.
5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan dan bantuannya.
6. Dosen-dosen Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah
mendidik dan memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini.
7. Pihak Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang sudah mengizinkan menjalankan
praktikum dua dan melakukan penelitian skripsi ini (Ibu Osa, Ibu Ipung,
Ibu Rini, Pak Hadi) dan adik-adik yang berada di Yayasan Sayap Ibu
(Vikri, Jhoni, Akbar, Jaya, Mulya dan Oki).
8. Kepada teman-teman kesos 2006 yang berbagi pengalaman yaitu : teman
iv
support.
9. Kepada teman-teman tongkrongan scoter Dhe Djavu UIN, Toket Manais
(tongkrongan malam kamis), serta teman-teman penikmat alam, yang mau
berbagi waktu untuk pengalamannya dalam membuat skripsi.
Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga Allah SWT
membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan
mudah-mudahan skripsi ini membawa berkah bagi yang membaca. Amin...
Jakarta, 21 Februari 2011
v
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 5
1. Pembatasan Masalah ... 5
2. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 5
1. Tujuan Penelitian ... 5
2. Manfaat Penelitian ... 6
a. Manfaat Akademis ... 6
b. Manfaat Praktis ... 6
D. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II TINJAUAN TEORI
C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial pada Anak ... 12
1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun) ... 12
2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun) ... 13
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun) ... 14
4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun) ... 14
5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun)... 15
D. Definisi Anak ... 18
E. Pengertian Anak Terlantar ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 25
B. Jenis Penelitian ... 26
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 27
1. Subyek Penelitian ... 27
vi
H. Pedoman Penulisan Skripsi ... 30
I. Tinjauan Pustaka ... 31
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu ... 34
1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu ... 34
2. Visi dan Misi ... 36
7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu ... 40
8. Pendanaan Yayasan Sayap Ibu ... 43
9. Sarana dan Pra Sarana ... 44
10.Data Anak Asuh dan Karyawan ... 45
11.Data Karyawan ... 47
12.Mekanisme Penerimaan dan Pelepasan Anak ... 48
B. Temuan ... 51
1. Vikri ... 51
2. Joni ... 52
C. Analisis ... 53
1. Analisis Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ... 54
a. Berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain ... 55
b. Berfikir dan merasa mengenai keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya ... 56
vii
kejadian-kejadian di sekitarnya ... 57
e. Pemahaman terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya ... 58
2. Tahap Perkembangan Psikososial Klien A dan B ... 58
3. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ... 60
a. Stimulasi ... 60
b. Motivasi dalam mempelajari sesuatu... 61
c. Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh) .... 61
d. Ilustrasi Klien A ... 63
e. Ilustrasi Klien B ... 65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70
B. Saran-saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
viii
DAFTAR TABEL
1. Daftar Nama Anak di Ruang Anyelir... 42
2. Daftar Nama Anak di Ruang Cempaka ... 43
3. Daftar Nama Anak di Ruang Begonia ... 43
ix
DAFTAR GAMBAR
1. Proses Pengangkatan Anak ... 47
2. Ilustrasi Klien A ... 57
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang telah dijelaskan di dalam al-Qur`an Surah al-Mukminun ayat
12-14 berikut :
” Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik.”.
Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri.
Termasuk juga telah membawa Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan
Emosional (EQ) dalam dirinya. Semua itu akan sangat mempengaruhi
kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun, bukan
berarti proses semuanya itu telah selesai, tidak dapat diubah, dan tidak dapat
dipengaruhi.
Orangtua, para pendidik, dan lingkungan, memiliki peran yang sangat
karuniakan pada diri anak tersebut. Anak tidak boleh dibebaskan mengikuti
kemauannya begitu saja, tetapi tidak patut juga dikekang dan dibelunggu untuk
menuruti kehendak orang lain, termasuk orang tuanya. Alangkah baiknya anak
diberikan kesempatan mengembangkan potensi dasar yang telah dimiliki sembari
orangtua mengarahkan dan meningkatkannya.
Pada sebagian masyarakat; tekanan, paksaan, ancaman, bahkan pukulan
dijadikan sebagai bagian dari metode mengajar. Siakap menghargai potensi anak
dan perasaannya kurang begitu dipahami. Hal seperti ini, menyebabkan semakin
bertambah kompleksnya problem anak.1
Dari tahun ke tahun pelanggaran terhadap hak anak di Indonesia semakin
meningkat, hal ini bisa diibaratkan sebuah gunung es yang semakin menjulang
tinggi dimana penyelesaiannya hanya pada tingkat permukaan saja. Anak
merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
mempunyai harkat dan martambat manusia seutuhnya,2 sehingga anak memiliki
hak-hak yang asasi manusia yang sama dan tak terpisahkan. Beberapa
pelanggaran hak anak itu dimulai dari kekerasan terhadap anak, eksploitasi,
diskriminasi, perdagangan anak sampai pada perlakuan salah lainnya. Maka
permasalahan ini begitu kompleks dan memprihatinkan. Hingga kini belum ada
penanganan yang komprehensif dan holistik dalam pencegahan pelanggaran hak
anak yang menjadikan generasi bangsa ke arah persimpangan jalan. Hal ini
diperparah lagi dengan adanya kebijakan negara yang tumpang tindih mengenai
1
DR. Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak (Jakarta 2006) h.xi 2
kebijakan perlindungan anak di Indonesia sehingga semakin terabaikannya
pemenuhan dan perlindungan hak anak di negeri ini.
Guna mengatasi semakin peliknya persoalan anak, Komnas Perlindungan
Anak melakukan survei apakah diperlukan sebuah kementerian yang khusus
menangani masalah anak. Dalam survei terjaring sebanyak 7.724 responden,
sebanyak 6.674 responden atau sekitar 86,41 persen yang memilih bahwa
Kementerian Khusus Anak perlu dibentuk, sedang yang memilih Kementerian
Khusus Anak tidak perlu dibentuk sebanyak 1.050 responden atau sekitar 13,59
persen.3
Upaya penanganan anak terlantar sampai saat ini tidak hanya dilakukan
oleh lembaga pemerintah saja, lembaga-lembaga swasta pun memiliki peran yang
cukup sentral dalam menumbukan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan
anak. Adanya sinergi antara lembaga swasta dengan pemerintah menjadi sangat
penting jika keinginan untuk mengentaskan anak yang diterlantarkan berjalan
dengan cepat. Selain itu, melakukan berbagai inovasi pendekatan dalam
penanganan anak tidak bisa dikesampingkan, bahkan menjadi prioritas yang terus
dipikirkan. Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab
tertentu (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang dari
orang tuanya/wali pengampu sakit, salah seorang/kedua orang tuanya/wali
pengampu atau wali meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada
pengampu/pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan
wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Istilah terlantar dalam hal ini
antara lain: tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang
3
tuanya atau kerabatnya, orang tua yang tidak mampu merawatnya, terlantar di
sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan.4
Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan
Sayap Ibu Jakarta yang telah melakukan inovasi pendekatan dalam penanganan
anak, yaitu melalui pendekatan psikososial. Kata psikososial itu sendiri
menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial,
yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial
mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain,
keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan
orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya
terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.5
Walaupun sebetulnya pendekatan ini sudah dilakukan oleh
lembaga-lembaga swasta atau pemerintah lainnya namun sedikit berbeda dalam pendekatan
teknisnya. Teknis pendekatan tersebut yaitu menolong anak-anak batita (Bawah
Tiga Tahun) yang terlantar, anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga
angkat dan disekolahkan. Dari uraian tersebut penulis memutuskan mengambil
tema psikososial sebagai analisis dalam melakukan penelitian anak terlantar di
Yayasan Sayap Ibu Jakarta . Penelitian ini penulis tuangkan dalam judul skripsi
yaitu : “Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta”.
4
Edi Suharto, Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial, artikel di akses pada tanggal 13 Oktober 2010 darihttp://www.policy.hu/suharto/modul a/makindo 40.htm
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Mengingat terbatasnya waktu, dana dan demi terfokusnya pikiran
untuk melakukan penelitian skripsi ini maka penulis hanya membatasi
permasalahan yang akan dipaparkan yaitu pada psikososial anak terlantar
di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya perluasan materi yang akan dibahas selanjutnya. Pokok masalah
yang akan dibahas adalah pada dua anak yang sudah duduk di bangku
Sekolah Dasar (SD) saja yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak
tersebut memiliki perbedaan dalam segi fisik, ada yang mengalami
kecacatan di dalamnya dirinya dan ada pula yang tidak mengalami
kecacatan.
2. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat
dua rumusan masalah yaitu:
a. Bagaimana psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta?
b. Apa faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial
anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun secara umum tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap
b. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat
perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu
Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Adapun dari hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap agar
hasilnya dapat diaplikasikan secara praktis dan akademis.
a. Manfaat Akademis
Secara teoritis, hasil penelitian ini untuk menambah wawasan bagi
para pembaca umumnya dan bagi peneliti khususnya dan para calon
pekerja sosial agar dapat gambaran umum tentang psikososial
anak-anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
b. Manfaat Praktis
(1) Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai psikososial
bagi anak-anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu
Jakrata.
(2) Memberikan sumabangan pengetahuan bagi kompetensi
pekerja sosial di bidang pelayanan sosial khususnya yang
berkaitan dengan psikososial bagi yang terlantar.
D. Sistematika Penulisan
Dalam hal sistematika penulisan ini penulis menggunakan pedoman karya
ilmiah yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and
Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub
bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut :
BAB I
Bab ini adalah bab awal yang akan membahas tentang pendahuluan, di dalamnya penulis menguraikan latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian baik praktis
maupun akademis, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
Bab ini adalah bab kerangka pemikiran. Merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah
dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori yang
berkaitan dengan psikososial, anak, anak terlantar.
BAB III
Bab ini membahas tentang metode penelitian. Pada bab ini penulis membahas mengenai metode penelitian diantaranya: pendekatan penelitian,
jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subjek dan
informan, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, teknik
BAB IV
Bab ini merupakan temuan dan analisis data. Pada bab ini penulis mencoba memaparkan tentang temuan mengenai lembaga, dikarenakan
penulis ingin menggambarkan profil Yayasan Sayap Ibu tersebut, baik sejarah
berdirinya yayasan, visi dan misi, tugas pokok, kedudukan, kepengurusan,
kegiatan, baik rutin maupun non rutin, pendanaan Yayasan Sayap Ibu, sarana
dan pra sarana, data anak asuh dan karyawan, mekanisme penerimaan dan
pelepasan anak, proses pengangkatan dan pelepasan anak dan jaringan
kerjasama. Selain itu penulis akan menganalisis data mengenai psikososial
anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
BAB V
Bab ini merupakan bab penutup. Yang di dalamnya terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang menjadi penutup dari pembahasan semua
9
TINJAUAN TEORI
A. Psikososial
Psikososial merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul
dan intensif dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari
psikologi sosial adalah fakta-fakta, gejala-gejala serta kejadian-kejadian dalam
kehidupan sosial manusia. Sekilas ternyata objek psikologi sosial mirip
dengan ilmu sosiologi dan bila digambarkan sebenarnya psikologi sosial
adalah merupakan pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosiologi.
Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang
dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya
saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang
berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan
orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan
lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap
kejadian-kejadian di sekitarnya.6
B. Faktor Psikososial
Ada beberapa hal yang termasuk faktor psikososial yaitu stimulasi,
motivasi dalam mempelajari sesuatu, pola asuh, serta kasih sayang dari
orang tua :
6
a). Stimulus: hal ini merupakan faktor yang penting dalam menunjang
perkembangan anak. Anak yang mendapat stimulasi atau rangsangan yang
terarah dan teratur akan lebih cepat mempelajari sesuatu karena lebih cepat
barkembang dibandingkan anak yang tidak mendapatkan banyak stimulasi.
Anak akan mengembangkan pola-pola berpikir, merasakan sesuatu, dan
bertingkah laku, bila banyak diberi ransangan yang berupa dorongan dan
kesempatan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun mungkin anak ada yang
berbakat, namun bila lingkungannya tidak mendukung, potensinya untuk
berkembang pun dapat terhambat. Sebaliknya, bila anak yang belum
terlihat potensi pada dirinya, namun rangsangan dan kesempatan
bereksplorasi diberikan secara maksimal dan sesuai dengan kebutuhan
usianya, maka anak tersebut dapat berkembang jauh lebih baik.
b). Motivasi dalam mempelajari sesuatu, motivasi yang ditimbulkan dari
sejak usia awal akan memberikan hasil yang berbeda pada anak dalam
mengusai sesuatu. Dorongan yang bersifat membangun daya pikir dan
daya cipta anak, akan membuat anak termotivasi untuk melakukan yang
lebih baik lagi. Pemberian kesempatan pada anak pun dalam
mengeksplorasiakan sesuatu merupakan salah satu cara dalam memotivasi
anak belajar. Hal ini dapat dilakukan terhadap pihak institut pendidikan
pra sekolah maupun dari pihak keluarga. Anak dimotivasi untuk
menjelajah, meneliti, berkarya atau memegang sesuatu untuk memuaskan
rasa ingin tahunya merupakan hal yang dibutuhkan anak usia ini. Bila
dilakukan adalah memberi pengertian namun bukan untuk melarang atau
menghapuskan rasa ingin tahunya dengan kemarahan.
c). Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua. Orang tua itu merupakan
area terdekat pada anak. Anak sangat memerlukan kasih sayang, rasa
aman, sikap dan perlakuan yang adil dari orang tua. Bagaimana gaya
pengasuhan orang tua yang diberikan pada anak; apakah permisif atau
serba boleh, otoriter yang tidak membolehkan anak berbuat apapun, atau
bersifat otoritatif yang merupakan perpaduan dari keduanya, semuanya
akan memberikan dampak yang berbeda pada anak. Pola asuh ini sangat
dipengaruhi oleh kualitas interaksi anak terhadap orang tua. Bagaimana
anak terbentuk tentunya didapat dari pembiasaan–pembiasaan yang terjadi
pada situasi rumah. Hal inilah yang terkadang mendasari anak untuk
mengembangkan dirinya.7
Begitu pula yang dikatakan oleh Daniel Goleman's di dalam bukunya
yang berjudul emotional intelligence (kecerdasan emosional). Kecerdasan
emosional semakin relevan dengan pengembangan organisasi dan
pengembangkan orang-orang, karena prinsip-prinsip EQ menyediakan cara
baru untuk memahami dan menilai perilaku orang-orang, gaya manajemen,
sikap, keterampilan interpersonal, dan potensi.8
Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak
melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan
tugas-tugas yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan,
7
ibid
8
perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas
peraturan-peraturan yang ada disekitarnya.
C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial Anak
Menurut Erik Erikson perkembangan psiososial terbagi menjadi
beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki do’a komponen,
yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak
diharapkan). Pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada
tahap masa sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan perkembangan pada
psikososial anak adalah sebagai berikut:
1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun)
Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang
adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun
pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontak dengan luar maka
ia mutlak tergantung dengan orang lain. Rasa aman dan rasa
percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang
digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut
dan panca indra, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan
lingkungan adalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu
melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial,
merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada
umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka akan
timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila
kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara dekat, yaitu kurangnya
pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial yang kurang
misalnya: anak tidak mendapatkan minuman atau air susu yang
dekat ketika ia lapar, tidak mendapatkan respon ketika ia menggigit
dot botol dan sebagainya.
2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)
Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa
percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi
selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak
untuk mengotrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak
menyadari ia dapat menggunakan kekuatan untuk bergerak dan
berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk
berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan
mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi
diri ini perlu dikembangkan karena penting untuk terbentuknya rasa
percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungannya dengan
orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri. Peran
lingkungan pada usia ini adalah memberikan dukungan dan
memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan
ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan
yang dipilihnya serta kekurangan dukungan dari orangtua dan
lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.9
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun)
Pada tahapan ini anak belajar mengendalikan diri dan
mamanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak.
Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai
diikut sertakan sebagai individu misalnya, turut serta dalam
merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak
mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya, menjadi
aktif di luar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat.
Hubungan dengan teman sebaya dan saudara kandung adalah untuk
menang sendiri.
Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan
hubungan segitiga antara ayah-ibu-anak sangat penting untuk
membina kemantapan identitas diri. Orangtua dapat melatih anak
untuk mengintergrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab
sosial. Pada tahapan ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai
tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila
tuntutan lingkungan misalnya, dari orangtua atau orang lain terlalu
tinggi atau berlebihan maka dapat mangakibatkan anak merasa
aktivitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa
dan rasa bersalah.
4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun)
Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan
tugas. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing
memberi dan menerima, serta belajar peraturan-peraturan yang
berlaku. Kunci proses sosialisasi pada tahapan ini adalah guru dan
teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat netral. Identifikasi
bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat
menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan
pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan
sesuai standar dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka
dapat timbul masalah atau gangguan.
5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun)
Pada tahapan ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di
masa biologis seperti orang dewasa. Sehingga nampak adanya
kontradiksi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain
ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi
diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan
kegiatan. Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber
nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman
sebaya tinggi. Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib,
teman kerjasama dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini
remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri.
Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang
dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.10
10
Menurut Sigmund Freud dalam dalam Yupi Supartini, dalam
perkembangan psikososial anak dibagi mejadi:
a. Disebut Fase Oral
Pada tahapan ini anak mendapatkan kenikmatan dan
kepuasan dari berbagai pengalaman di sekitarnya. Fase ini
berlangsung dari masa bayi sampai umur 1 tahun. Bila ibu berhasil
memuaskan kebutuhan dasar bayi dalam fase ini maka anak tersebut
akan merasa aman dan melangkah dengan mantap ke fase
berikutnya. Bila fase oral tidak terselesaikan dengan baik maka akan
terbawa ke fase berikutnya. Ketidaksiapan tersebut tampak pada
prilaku anak yang tetap ingin bergantung, dan menolak untuk
mandiri.
b. Fase Anal
Fase ini berlangsun pada masa 1-3 tahun. Pada masa ini
anak mulai memperhatikan rasa ke AKU-annya. Sikapnya sangat
egoistik, ia pun mulai mengenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan
kepuasan dari pengalaman autoerotiknya (dalam dirinya). Sesuai
dengan namanya fase anal, salah satu tugas anak adalah latihan
kebersihan atau disebut “toilet training“. Anak mengalami rasa puas
saat bisa menahan maupun saat megeluarkan tinjanya. Bila orang
tua tidak dapat membantu anak untuk menyelesaikan tugas latihan
kebersihan dengan baik maka akan terjadi berbagai kesulitan
c. Fase Oedipal/falik
Biasanya terjadi pada anak usia 3-6 tahun. Anak mulai bisa
merasakan dorongan seksualitas yang kemudian ditujukan kepada
orangtua dengan jenis kelamin yang berbeda. Perasaan ini
menimbulkan dorongan untuk bersaing dengan orangtua yang lain.
Dengan demikian anak dapat merasakan rasa seksual yang
berkembang ini dengan bebas. Namun demikian lama kelamaan
anak akan sadar diri bahwa ia tidak mungkin mengekspresikan
perasaannya dengan seenaknya dan juga tidak mungkin
memenangkan persaingan melawan orang tuanya, maka ia belajar
untuk menahan diri. Disini tampak bahwa anak mulai belajar
menyesuaikan diri. Perasaan seksual yang negatif ini kemudian
menjadi anak menjauhi orangtua yang berjenis kelamin berbeda,
dan ia mulai mendekat pada orangtua dengan jenis kelamin sama.
Pada saat inilah dimulai proses identifikasi seksual. Ditandai dengan
pergaulan yang lebih suka bermain dengan teman yang jenis
kelamin sama.
d. Fase Laten
Biasanya terjadi pada anak usia 7-12 tahun. Periode ini
merupakan periode integrasi yang bercirikan anak harus berhadapan
dengan berbagai macam tuntutan sosial seperti hubungan kelompok,
pelajaran sekolah, konsep moral dan etik, dan hubungan dengan
dunia dewasa.
Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada
fase terakhir dalam perkembangan, yaitu fase genital. Dalam fase
ini anak dihadapkan dengan masalah yang kompleks, dan ia
diharapkan mampu bereaksi sebagai orang dewasa. Kesulitan yang
sering timbul pada fase ini seringkali disebabkan oleh karena si
anak belum dapat menyelesaikan tahap perkembangannya dengan
tuntas.
D. Definisi Anak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang
masih kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di (suatu negeri,
daerah dsb), manusia yang lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa,
dapat juga dikatakan sebagai keturunan Adam (manusia).11
Anak juga merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat
menyenangkan hati, dan memberikan kebahagiaan serta sebagai perhiasan
pada kehidupan rumah tangga kerena sudahlah lengkap kebahagiaan
dengan hadirnya buah hati (anak). 12
Selanjutnya pengertian anak di dalam Undang-Undang adalah
seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.13 Dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
11
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 30-31. 12
Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkemmbangan”, (Yogyakarta:Teras,2005), cet.1,h.50
13
menyebutkan bahwa : “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur
21 (dua puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin”.14
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan batasan
mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka
yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang telah
dikatakan pada Pasal 330 yang berbunyi : ”belum dewasa adalah mereka
yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih
dahulu kawin”. Selain itu, dapat pengertian lain bahwa anak pada
hakekatnya adalah seorang yang berada pada suatu masa perkembangan
tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.15
Anak juga dapat dikatakan sebagai manusia muda yang batasan
usianya tidak selalu sama di berbagai negara. Di Indonesia, sering dipakai
batasan usia anak dari 0 sampai 12 tahun. Maka dengan demikian, dalam
kelompok anak di Indonesia akan termasuk bayi, anak balita, anak usia
sekolah.16
Begitu pula yang dikutip oleh Nur Abdul Hafizh dalam bukunya
“Mendidik Anak Bersama Rosulullah SAW, dikatakan juga bahwa menurut
al-Ghazali anak adalah amanat yang harus dijaga bagi orang tuanya,
hatinya, bersih, suci, polos, dan kosong dari segala ukiran dan gambar.
Disini dapat dipahami bahwa anak adalah seseorang yang masih
berada dalam tahap perkembangan menuju dewasa. Adanya pentahapan
menunjukan anak sebagai sosok manusia dengan
14
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 15
Wasty Soemanto, Psikologi PendidikanAnak (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet ke-3, h.. 166
16
kelengkapan dasar dalam dirinya baru mencapai kematangan hidup
melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya. Oleh karena
itu, anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang
dewasa (orang tua dan pendidik pada umumnya).17
Ada dua fenomena yang mempengaruhi pandangan terhadap
anak-anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis) dan anak-anak sebagai
fenomena sosial (dan legal).
a. Anak sebagai fenomena biologis
Secara biologis anak adalah orang yang mengalami fase
perkembangan masa kanak-kanak yaitu fase antara anak balita
dengan dewasa. Anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis),
anak juga di persepsikan sebagai manusia yang masih berada dalam
tahap perkembangan yang belum mencapai tingkat yang utuh.
Kenyataan itu ditandai dari kondisi fisik, organ reproduktif,
kemampuan motorik, kemampuan mental dan psikososialnya yang
dianggap masih belum selesai.
Dari perspektif biologis (dan psikologis), kategori anak
biasa diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkat perkembangan
seperti masa bayi, balita, kanak-kanak, remaja akhir dan
seterusnya.
b. Anak sebagai fenomena sosial
Sebagai fenomena sosial (dan legal), anak karena tingkat
perkembangan mental dan psikososialnya dianggap tidak
17Khasanah Sya’idah, “
Pemikiran Pendidikan Anak”dalam“ Abdullah Nashih
mempunyai kapasitas untuk melakukan tindak sosial (dan legal)
tertentu.
Namun sebagai fenomena sosial (dan legal), sub
klasifikasi itu tidak dikenal. Dalam perspektif legal, anak
merupakan satu fenomena tunggal. Dalam hal ini anak hanya
dipertahankan dengan orang dewasa yang dianggap sudah
sepenuhnya mampu melakukan tindakan (legal) tertentu. Perbedaan
anak dengan orang dewasa biasanya dipatok dengan batas umur
tertentu. Batas umur tersebut bisa berbeda-beda bergantung pada
jenis tindakan yang dilakukan. Misalnya, untuk dianggap
mempunyai kapasitas melakukan suatu tindak kejahatan ditetapkan
suatu batasan umur yang ditetapkan untuk melakukan perkawinan.
E. Pengertian Anak Terlantar
Anak terlantar pada dasarnya telah menjadi kepedulian bangsa
Indonesia yang secara eksplisit telah tertuang dalam UUD 1945. Dalam
pasal 34 ditegaskan, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
Negara.18 Negara dalam pengertian ini dapat dipahami pemerintah
bersama masyarakat. Secara fungsional, program ini telah menjadi salah
satu tugas dan tanggung jawab Kementrian Sosial Republik Indonesia.
Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur untuk melihat kondisi anak.
18
Berikut ini dapat dikemukakan beberapa pandangan tokoh masyarakat dari
beberapa lokasi penelitian sebagai.19
Anak terlantar adalah anak yang tidak terurus oleh orang tuanya,
pakaian compang-camping, tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari.
1. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang
lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (makan, pakaian, pendidikan).
2. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang
lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan sehari-hari (makan,
pakaian, pendidikan).
3. Anak terlantar adalah anak yang berasal dari keluarga miskin, baik sisi
ekonomi, miskin hati maupun miskin moral.
4. Anak terlantar bukan hanya dari ekonomi lemah tetapi anak berasal
dari keluarga ekonomi mapan tetapi terlantar secara sosial dan
psikologis.
5. Anak yang tidak mendapatkan perhatian, tinggalnya berpindah-pindah
(disembarang tempat), pakaian tidak karuan.
6. Anak yang kurang terjamin khususnya dalam pendidikan atau tidak
dapat sekolah kerena alasan orang tua kurang mampu dalam
ekonominya.
Tolok ukur anak terlantar yang dikemukakan oleh para tokoh di atas
terkesan bersifat parsial, namun masalah tersebut mempunyai keterkaitan
dengan permasalahan lain yang harus dihadapi oleh anak. Sebagai ilustrasi
19
dapat dikemukakan beberapa kondisi yang dapat berdampak negatif pada anak
sebagai berikut.20
a) Anak tidak terurus, berpakaian compang-camping, dan tidak
terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, sehingga ia harus bekerja dahulu
sebelum makan. Tolok ukur ini mengendikasikan, anak yang tidak
mendapatkan perhatian keluarga dan lingkungannya. Seringkali anak
tersebut didentifikasi sebagai anak gelandangan/pengemis dan atau
anak jalanan.
b) Mereka yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, waktu yang
mestinya dapat digunakan untuk belajar, bermain dipergunakan untuk
bekerja. Terlebih lagi jika anak harus membantu ekonomi keluarga
untuk bekerja. Kondisi semacam ini tentunya berpengaruh pada
perkembangan psikologi anak (rendah diri), terutama dalam pergaulan
(sosialisasi) anak dengan teman yang lebih luas. Dampak yang paling
panjang adalah masa depan anak yang tidak menentu.
c) Anak yang tidak mendapat perhatian dapat diinterpretasikan sebagai
anak yang kurang terawat kesehatan, pendidikan serta kasih sayang.
Kondisi ini tentunya dapat menghambat perkembangan anak, baik
secara psikologis maupun sosial.
d) Anak yang berada di lokasi pengungsian akibat bencana maupun
konflik/kerusuhan seringkali permasalahannya lebih kompleks. Di satu
sisi, mereka berada dalam kondisi tekanan psikologis yang paling tidak
menguntungkan seperti; kurang percaya diri, dan kesulitan untuk
20
belajar. Di sisi lain, masih banyak faktor yang mempengaruhi terhadap
kesempatan untuk mengakses pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Kondisi di atas mengindikasikan adanya hak kebutuhan dasar anak
sebagaimana termaktub di dalam Konvensi Hak Anak yang tidak dapat
terpenuhi. Secara empiris, pandangan masyarakat ini dapat disimpulkan
bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik, psikis
dan sosial secara baik. Jika ditelusuri akar permasalahan yang menyebabkan
meningkatnya anak terlantar adalah (1) faktor ekonomi yang lebih
menekankan pada masalah kemiskinan, dan (2) kondisi situasional (seperti
bencana alam, konflik/kerusuhan).21
21
25
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Kegunaan dari suatu penelitian menurut Nazir (1983) adalah untuk
menyelidiki keadaan suatu keadaan, alasan atas suatu keadaan dan
konsekuensi dari keadaan tersebut.22
Dalam penelitian sosial, dikenal adanya dua metode (proses, prinsip,
dan prosedur yang ditempuh seseorang peneliti dalam mendekati
permasalahan dan mencari jawabannya) yang dikenal dengan istilah kualitatif
dan kuantitatif.23. Dalam metode penelitian sosial, penelitian kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk memahami gejala yang terbatas dengan
fokus yang dalam dan rinci serta mempersoalkan sesuatu yang diteliti
menurut pandangan dan definisi partisipan.24
Dan menurut Nawawi pandekatan kualitatif dapat diartikan sebagai
rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya
dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu
masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.25
Sedangkan menurut Bodgan dan Tailor dalam bukunya sebagaimana
dikutip oleh Lexy J. Moleong metodologi kualitatif adalah prosedur
22
Muhammad Nazir, Metode Penalitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h.27 23
Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Penerbit Karunika, 1986), h.31 24
Sonapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial; Dasar-dasar dan Aplikasinya, (Jakrta: Rajawali Press, 1992), h.22
25
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Menurut mereka pendekatan ini diartikan pada latar dan individu atau
organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu pemandangan sebagai
bagian dari suatu keutuhan.26
Pendekatan kualitatif inidipilih berdasarkan tujuan penelitian yang
ingin mendapatkan gambaran tentang psikososial anak terlantar di Yayasan
Sayap Ibu Jakarta. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan
penelitian terhadap anak serta pengurus yang berada di Yayasan Sayap Ibu
Jakarta.
B. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif.
Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka.
Seperti yang dijelaskan oleh Alston dan Bowles
“descriptive research aims to find out in precise detail than explatory
research the „what’ of social phenomena....”
“penelitia deskriptif bertujuan untuk mecari jawaban „apa’ dari
sebuah gejala sosial , secara lebih tepat dan mendalam daripada penelitian eksploratori”
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data
untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut
26
berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo, dan
dokumentasi resmi lainnya.27
Dalam penelitian deskriptif ini, penulisan menjelaskan dan
menerangkan tentang analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap
Ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak
Sekolah Dasar (SD) yang tinggal di Yayasan Sayap Ibu.
C. Subyek dan Obyek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Adapun subyek dalam penelitian ini adalah dua anak yang berada
di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak tersebut sudah duduk di bangku
Sekolah Dasar (SD). Mengapa peneliti mengambil dua sempel anak untuk
dijadikan penelitian, sedangkan di Yayasan Sayap Ibu memiliki 34 orang
anak yang berada di sana. Karena mayoritas anak yang berada di yayasan
tersebut Batitita (bawah tiga tahun) dan Balita (bawah lima tahun), dan
anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) berjumlah 6 orang,
dua orang sekolah di Sekolah Luar Biasa dan empat orang sekolah di
Sekolah Dasar. Untuk mempermudah peneliti mendapatkan informasi
dalam wawancara di dalam penelitian ini, maka peneliti mengambil dua
sempel anak yang sudah duduk di Bangku Sekolah Dasar tersebut. Dan
ketertarikan peneliti mengambil dua sempel anak ini yaitu anak tersebut
memiliki perbedaan fisik antara anak yang normal dan anak yang tidak
normal.
27
2. Objek Penelitaian
Dalam penelitian ini obyek yang digunakan penelitian adalah
psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
D. Tempat dan Waktu Penelitan
Tempat penelitan ini bertempat di Yayasan Sayap Ibu yang beralamat,
di Jalan Barito II. Sedangkan Waktu penelitan dimulai pada bulan
September-Desember 2010.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berkut :
1. Wawancara
Wawancara atau interview ini untuk melengkapi pengumpulan data
yang diperlukan, selain melakukan observasi langsung dan dokumentasi
penulis juga melakukan wawancara langsung kepada pihak Yayasan Sayap
Ibu yang dianggap dapat memberikan informasi kepada penulis ataupun
kepada pihak lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
Untuk kebutuhan ini, penulis melakukan wawancara mendalam dengan
dua orang pengasuh satu orang pengurus dan dua orang klien.
2. Observasi
Yaitu penulis mendatangi Yayasan Sayap Ibu untuk meminta izin
melakukan pengamatan/penelitian secara langsung terutama anak SD
melakukan pengamatan langsung dalam mengikuti kegiatan yang di
lakukan anak sekolah tersebut seperti: (1) belajar di yayasan (2)
mengerjakan tugas/PR di yayasan (3) istirahat/bermain dan menjadi
pendamping belajar untuk para klien dengan tujuan agar penulis
mendapatkan data yang akurat dan kongkriet tentang masalah yang diteliti
penulis.
3. Catatan lapangan
Catatan lapangan ialah catatan tertulis tentang apa yang penulis
dengar, lihat, alami, dan pikirkan dalam rangka pengumpulan data dan
refleksi terhadap data penelitian.28 Penulis akan mencatat hasil observasi.
4. Dokumentasi
Hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak
diperbolehkan dengan observasi dan interview, tetapi hanya
diperbolehkan dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah
buku, jurnal, surat kabar, majalah, internet, modul-modul pelatihan dan
sumber lainnya yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh
penulis.
F. Teknik Analisa Data
Setelah data diperoleh, selanjutnya penulis melakukan analisa data.
Dalam hal ini penulis menganalisa dengan menggunakan analisa deskriptif,
yaitu suatu metode dalam penulisan sekelompok manusia, suatu obyek, suatu
kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa
28
sekarang29. Tujuan dari teknik ini adalah untuk berusaha menggambarkan
objek penelitian apa adanya sesuai dengan kenyataan yang ada.
G. Keabsahan Data
Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi analisis
dimana hasil penelitian sementara akan dijabarkan. Setelah itu akan dilakukan
pengoreksian bersama teman-teman untuk kemudian melakukan perbaikan
secara terus-menerus dan memfokuskan terhadap bahan yang diteliti. Teknik
pemeriksaan keabsahan data mempunyai beberapa kriteria, yaitu :
1. Teknik triangulasi sumber, dalam hal ini penulis mencari,
membandingkan pendapat seseorang dengan berbagai pendapat orang
lain.
2. Keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam sitiuasi yang sangat relavan dengan persoalan atau isu
yang sedang dicari, kemudian memusatkan dari pada hal-hal tersebut
secara rinci. Dengan hal ini penulis hanya melakukan pengamatan
kepada masalah yang sedang diteliti yaitu analisis psikososial anak
terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
H. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk memepermudah menyelesaikan skripsi ini, penulis melihat
teknik penulisan dari buku “Pedoman Penulisan karya Ilmiah” yang
diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008.
29
I. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai
langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti agar terhindar dari
kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada
sebelum-sebelumnya. Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka peneliti
menemukan beberapa skripsi yang hampir sama dari segi judul yang penulis
buat, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut yang berbeda, yaitu :
Skripsi Pertama
Nama : Aris Miarti
Universitas : Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Jurusan Kesejahteraan Sosial.
Judul : Pelayanan Psikososial dalam Mengenai Anak yang
Mengalami Trauma Akibat Kekerasan (Child abuse) (studi
kasus terhadap 3 klien korban kekerasan di Rumah
Perlindungan Sosial Anak (RPSA Bambu Apus), Depok
Juli 2009).
Meskipun sama mengambil objek kajiannya yaitu psikososial tetapi
berbeda dengan skripsi yang penulis kaji yaitu dari segi kajiannya. Aris
Miarti mengambil subjek terfokus pada pelayanan psikososial dalam
menangani anak korban kekerasan dan melakukan penelitian di RSPA Bambu
Apus, sedangkan penulis terfokus pada program analisis psikososial anak
Skripsi Kedua
Nama : Supriyanti
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,
Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2009
Judul : Peran Yayasan Sayap Ibu dalam Membantu
Perkembangan Psikososial Anak Terlantar di Taman
Balita Sejahtera
Di dalam skripsi ini persamaannya terletak pada judul dan tempat
anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu. Walaupun mengambil
objek dan tempat yang sama penulis buat, perbedaan itu terletak pada judul
skripsi yang penulis buat yaitu analisis psikososial anak terlantar di Yayasan
Sayap Ibu Jakarta. Selain itu perbedaannya terletak pada sumber data yang
Supriyanti adalah anak-anak yang terlantar di Taman Balita Sejahtera,
sedangkan penulis peroleh adalah anak yang sudah duduk di bangku sekolah
dasar (SD).
Skripsi Ketiga
Nama : Megasari
Universitas : UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,
Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2010
Judul : Pengaruh Progam Sekolahku Terhadap Perkembangan
Psikososial Anak Penderita Kanker Yayasan Kasih Anak
Di dalam skripsi ini sama seperti skripsi-skripsi sebelumnya,
persamaan pada objek penelitian dan tempat penelitian. Di sini perbedaannya
terletak pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang penulis buat.
Megasari terfokus pada pengaruh program sekolahku terhadap perkembangan
psikososial anak penderita kanker sedangkan penulis memfokuskan pada
34
A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu
Yayasan Sayap Ibu adalah suatu lembaga yang berada di bawah naungan
Dinas Sosial, yang bergerak dibidang perawatan dan pengasuhan anak yang
diterlantarkan oleh orangtuanya. Pada bab ini penulis akan menjabarkan mengenai
latar belakang berdirinya Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu
Tahun 1955 penelantaran anak dan pembuangan bayi-bayi di
Jakarta, baik yang ditinggal di Rumah Sakit maupun yang kemudian di
temukan di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya semakin banyak.
Keadaan inilah yang kemudian mendorong beberapa Ibu antara lain Ny. Hj.
Sutomo, Ny. Soekardi dan Ny. Garland Soenaryo mendirikan Yayasan
dengan nama : Yayasan Sayap Ibu (YSI) pada tanggal 30 September 1955.
Awalnya YSI tersebut bertujuan untuk menolong anak-anak Batita
(Bawah Tiga Tahun), anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga
angkat. Untuk kegiatan saat itu dana dibantu oleh Women’s International
Club dan Pemerintah Daerah. Dalam perkembangannya tahun 1968 YSI
melakukan restrukturallisasi dan menempatkan diri dibawah Badan
PembinSa Kegiatan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta yang ketuanya Ny.
J.S. Nasution. Dalam mengasuh dan merawatkan anak, kriteria anak di
tingkatkan dari 0 – 5 tahun. Untuk memberikan tempat yang lebih baik dan
YSI di Jalan Barito direnovasi, sehingga dapat menampung anak terlantar
yang jumlahnya pada saat itu bertambah banyak.
Pada tahun 1976, akibat banyaknya adopsi anak oleh Warga
Negara Asing (WNA) yang dilakukan hanya dengan akte notaris saja
sehingga jual beli anak semakin marak, maka Guberbur DKI Jaya Bapak Ali
Sadikin mengeluarkan izin mengakui Badan Konsultasi Pengangkatan Anak
YSI sebagai lembaga resmi. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya Surat
Edaran dari Departemen Kehakiman No. JHAI/1/2 tahun 1978 tentang
Prosedur Pengang-katan Anak WNI oleh WNA yang menentukan bahwa
Notaris tidak boleh membuat Akte Adopsi Anak WNI oleh WNA harus
dilaksanakan dengan Penetapan Pengadilan dan Mahkamah Agung dengan
Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 yang kemudian disempurnakan dengan
SEMA No. 6 tahun 1983 tentang Prosedur pengangkatan Anak WNI oleh
WNA dan anak WNA oleh WNI.
Pada tahun 1978 Ny. J.S. Nasution, sebagai ketua YSI Pusat
membentuk 2 (dua) cabang yaitu: YSI cabang Jakarta dengan ketua Ny.
Moch. Said dan YSI cabang Yogyakarta dengan ketua Ny. C. Utaryo.
Dengan semakin meningkatnya jumlah anak terlantar yang harus
dirawat di Yayasan Sayap Ibu maka pada tahun 1979, Gedung YSI di Jalan
Barito dibangun kembali oleh Gubernur DKI Jakarta dengan mewujud
seperti sekarang menjadi 2 (dua) lantai. Sekarang merupakan tempat
perawatan balita terlantar baik normal maupun cacat. Pada tahun 1981
Departemen Sosial, melakukan Peraturan Pemerintah No. 13 tentang
terlantar (termasuk melaksanakan pengangkatan anak), ada 6 organisasi
salah satunya adalah YSI cabang Jakarta. Dengan berlakunya
Undang-undang Yayasan yang baru, tahun 2005 YSI Pusat dipindahkan ke
Yogyakarta, ketuanya adalah Ibu C. Utaryo, sementara Ny. J.S. nasution
bertindak sebagai Pembina YSI. Ketua cabang Jakarta sejak tahun 2002
adalah Ny. Rien Tjipto Winoto. Mulai tahun 2007, ketua YSI cabang
Jakarta ialah Ny. Maryono, yang dilantik pada bualan February 2007.30
2. Visi dan Misi
a. Didalam Yayasan Sayap Ibu Jakarta memiliki visi terhadap anak-anak yang berada disana, visi tersebut guna menjelaskan tentang
kesadaran dan kepedulian kita semua terhadap anak yang di berikan
Tuhan kepada kita. Visi dari Yayasan Sayap Ibu itu adalah:
“Anak adalah amanah yang berhak akan perawatan dan perlindungan
sejak semasa dalam kandungan sesudah dilahirkan”.
b. Begitu pula dengan Misi yang di terapkan di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yaitu:
“Berusaha semaksimal mungkin melaksanakan usaha kesejahteraan
anak bagi anak yang terlantarkan secara holistic, terpadu dan
berkesinanbungan sampai anak dalam asuhannya dapat terentaskan
dengan sebaik-baiknya”.3132
Cacatan : Istilah terlantarkan dalam hal ini
1) Tidak ada orang tua/wali yang merawatnya
2) Tidah diketahui orang tuanya atau kerabatnya
30
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009 31
Ibid
32
3) Orang tua/walinya tidak mau merawatnya atau terlantar
4) Karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan
3. Tugas Pokok
Yayasan Sayap Ibu adalah Yayasan yang menyelenggarakan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi bayi dan anak balita (bawah lima tahun)
terlantar, yang meliputi perawatan atau penampungan asuhan,
pengasramaan. Kemudian Yayasan Sayap Ibu juga melakukan pembinaan
juga perlindungan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Walaupun anak-anak
hidup di panti namun pembinaan serta perlindungan bagi mereka akan tetap
terjamin.
Lalu tugas pokok lainnya adalah pelayanan atau sosialisasi,
pengembangan dan kesehatan dan yang terakhir adalah sebagai penyaluran
dan bina lanjut. Panti sosial sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pelayanan agar anak-anak tumbuh kembang secara wajar maupun mandiri.
Meskipun mereka tidak dirawat oleh keluarga mereka sendiri, tetapi mereka
akan merasakan kasih sayang serta pembinaan dari panti sosial agar mereka
tumbuh dan berkembang seperti anak-anak yang berada dalam suatu
keluarga yang utuh.
4. Kedudukan
Yayasan Sayap Ibu Pusat telah menjadi anggota Dewan Nasional
Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS). Dan dua cabangnya di
Jakarta dan Yogyakarta merupakan anggota Badan Kordinasi Kegiatan
Kesejahteraan Sosial (BKKKS) bergerak dalam pelayanan pembinaan anak
dengan untuk memberikan pelayanan seperti pengangkatan anak asuh, hak
perwalian atau orang tua asuh melalui Badan Pengangkatan Anak (BPA).
a. Tugas
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial anak
terlantar usia tujuh tahun ke bawah yang meliputi asuhan dan
perlindungan, perawatan, sosialisasi dan pengembangan, penitipan
anak, penyaluran dan bina lanjut.
b. Fungsi
1) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi,
indentifikasi, motivasi, dan seleksi.
2) Pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi, persyaratan
administrasi, penempatan dalam panti dan penitipan.
3) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan serta asuhan dan
perlindungan sosial.
4) Pelaksanaan assesment meliputi penelaahan, pengungkapan dan
pemahaman masalah dan potensi.
5) Pelaksanaan pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan mental,
sosial, pendidikan formal dan non formal dan pengembangan
kepribadian.
6) Pelaksanaan sosialisasi meliputi, kemampuan bermasyarakat,
kehidupan dalam keluarga dan kesiapan pendidikan.
7) Pelaksanaan, penyaluran dan pembinaan lanjut meliputi
penempatan anak, monitoring, konsultasi, pemantapan, dan
5. Kepengurusan
Pembina : Ny. J.S. Nasution
Pengawas : Ny. Dr. Mimi Patmonodewo
Ny. Viviani Kartadjoemena
Ny. Prof. Dr. Dra. Endang Sumami, SH. M.
Hum
Ketua Umum : Ny. Soemarmi Maryono I.S.
Ketua I : Ny. Rien Tjipto Winoto
Ketua II : Ny. Tjondrowati Subiyanto
Bendahara I : Ny. Dr. Ken Martati
Bpk. Sumiadji, AK.
Sekretaris I & 2 : Ny. Dra. Heliyanti Jaswin, Apt.
Ny. Battalita Hendro
Personalia : Ny. Tjondrowati Subiyanto
Bid. Humas & Dana : Ny. Srie Wahyuni Bambang Subianto
Bid. Pengentasan Anak :Ny. Ajeng Dian Andari, SH
Bid. Pelayanan Masy : Ny. Ajeng Dian Andari, SH
Kordinotor Bid. Panti : Ny. C.E. Dodds
Logistik : Ny. Wiwiek P. Soeryo
Kesehatan : Ny. Dr. Endang Siti Mulyani
6. Dasar Hukum
1) UUD Tahun 1945
2) UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial
3) UU No. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
4) Per. Men. Sos. No. 13 Tentang ORSOS yang diijinkan
Menyelanggarakan Penyantunan Anak Terlantar termasuk
menyelanggarakan pengangkatan Anak
5) Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 sebagai
pengangkatan Anak WNI oleh WNA
6) KEP. Men. Sos. No. 41/HUK/KEP/VII/1984 Tentang Petunjuk
pelaksanaan perizinan pengangkatan Anak
7) UU No. 23 Th. 2002 Tentang Perlindungan Anak33
7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu
a. Kegiatan Rutin Kegiatan Pelayanan
1. Perawatan dan pengasuhan balita terlantar termasuk korban
kasus perdagangan anak.
2. Perawatan rehabilitasi, fisioterapi, bina wicara bagi anak
berkebutuhan khusus dan kesehatan.
3. Pendidikan tumbuh kembang anak asuh
b. Pengentasan anak kembali ke keluarga.
Pengangkatan anak, konsultasi dan bantuan hukum Yayasan Sayap
Ibu memberikan pelayanan pengangkatan anak dengan dasar keputusan
33
Menteri Sosial RI No. 23/HUK/KM/1982 dan keputusan Gubernur
Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. DII./7817/a/8/1976 baik
domestic maupun intercountry. Program rujukan ke panti asuhan
dengan adanya undang-undang perlindungan anak upaya rujukan tidak
semudah masa lampau dilaksanakan.
c. Pelayanan Masyarakat
1) Penyuluhan dan bimbingan baik bagi perorangan maupun
kelompok mengenai undang-undang kesejahteraan anak dan
pengangkatan anak.
2) Sosialisasi berbagai perundang-undangan/peraturan berkaitan
dengan usaha kesejahteraan anak dan konvensi PBB tentang
hak-hak anak.
3) Bimbingan dengan konsultasi untuk mahasiswa persiapan
skripsi mengenai asuhan balita terlantar, upaya pengangkatan
anak domestik dan intercontry antara Negara.
4) Tayangan di media massa maupun elektronik mengenai
pelayanan anak balita terlantar.
5) Pertemuan dengan para stakeholders sebagai rekan kerja.
6) Bhakti kerja membantu masyarakat kurang mampu.
d. Peningkatan sumberdaya manusia
Mengikutsertakan dalam kursus-kursus dan belajar melalui
kuliah bagi karyawan yang berpretasi menurut bidang baktinya.
e. Kegiatan Pendidikan