• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikososial anak terlantar di yayasan sayap ibu Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Psikososial anak terlantar di yayasan sayap ibu Jakarta"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

ALWI DHUHA 106054102066

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Februari 2011

(3)

PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

ALWI DHUHA NIM. 106054102066

Di Bawah Bimbingan

Ismet Firdaus, M.Si

NIP:

150411196

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

i Alwi Dhuha

Psikososial Anak yang Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta

Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang tuanya atau kerabatnya, orang tua tidak mampu merawatnya, terlantar di sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberikan pertolongan, sehinggga kebutuhan anak tidak dapat dipenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu (YSI). Awalnya yayasan tersebut bertujuan untuk menolong anak-anak Batita (Bawah Tiga Tahun) yang terlantar saja, tetapi sampai saat ini anak yang berada di yayasan tersebut ada yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui psikososial anak yang berada di Yayasan Sayap Ibu khususnya anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.

Penulis melakukan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen, dan dimana yang menjadi informan peneliti adalah para pengurus, serta anak yang berada di yayasan tersebut. Para informan kunci dipilih dengan menggunakan sampel purposif (purposive sampling).

Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa; Pertama,anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang memiliki kecacacatan fisik di dalam dirinya cenderung memiliki sikap pemalu dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki kecacatan. Tetapi hal ini menjadikan anak yang mengalami kecatatan fisik cenderung lebih berprestasi di bandingakan anak yang normal di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Kedua, faktor pendukung

psikososial anak terlantar Yayasan Sayap Ibu Jakarta ialah bentuk kerjasama dan ketersediaan akomodasi dalam psikososial anak di Yayasan Sayap Ibu Jakarta sangat baik untuk perkembangan. Dan faktor penghambatnya ialah kurang fasilitas yang tidak mencukupi untuk aktivitas anak-anak dalam melakukan kegiatan bermain ataupun belajar. Hal ini terbukti dari kurangnya jumlah pengasuh di yayasan tersebut, sehingga pemberian kasih sayang terhadap mereka terbagi dan tidak terfokus baik dalam bermain ataupun sedang belajar.

(5)

ii

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan

semesta alam, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini penuh dengan

tanda-tanda kebesaranNnya, penguasa kehidupan dan penentu kematian atas

segala anugerah, nikmat, dan petunjuk yang dikaruniakanNya sehingga penulis

bisa memikirkan, merefleksikan dan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan

ini. Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk junjungan nabi besar

Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Suatu kenikmatan yang luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan

ungkapan kata adalah rampungnya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba

keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi

motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah

hambatan-hambatan yang ada. Skripsi ini berjudul Analisis Psikososoial Anak Terlantar di

Yayasan Sayap Ibu” Judul skripsi ini tercipta karena penulis pernah melakukan

praktikum dua di yayasan tersebut.

Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap

wawasan mahasiswa secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan,

maka kritik yang membangun tentu menjadi masukan yang sangat penting.

Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu

dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orang tua penulis, berkat doa dan wejangan-wejangan mereka sehingga penulis

(6)

iii

materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi ini, semoga

Allah SWT membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan dengan balasan

yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas

Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wejangannya.

3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si. selaku pembimbing yang dengan tulus

memberikan pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Siti Napsiyah, MSW ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta atas arahannya.

5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan dan bantuannya.

6. Dosen-dosen Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah

mendidik dan memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini.

7. Pihak Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang sudah mengizinkan menjalankan

praktikum dua dan melakukan penelitian skripsi ini (Ibu Osa, Ibu Ipung,

Ibu Rini, Pak Hadi) dan adik-adik yang berada di Yayasan Sayap Ibu

(Vikri, Jhoni, Akbar, Jaya, Mulya dan Oki).

8. Kepada teman-teman kesos 2006 yang berbagi pengalaman yaitu : teman

(7)

iv

support.

9. Kepada teman-teman tongkrongan scoter Dhe Djavu UIN, Toket Manais

(tongkrongan malam kamis), serta teman-teman penikmat alam, yang mau

berbagi waktu untuk pengalamannya dalam membuat skripsi.

Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga Allah SWT

membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan

mudah-mudahan skripsi ini membawa berkah bagi yang membaca. Amin...

Jakarta, 21 Februari 2011

(8)

v

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 5

1. Pembatasan Masalah ... 5

2. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 5

2. Manfaat Penelitian ... 6

a. Manfaat Akademis ... 6

b. Manfaat Praktis ... 6

D. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN TEORI

C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial pada Anak ... 12

1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun) ... 12

2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun) ... 13

3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun) ... 14

4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun) ... 14

5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun)... 15

D. Definisi Anak ... 18

E. Pengertian Anak Terlantar ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 25

B. Jenis Penelitian ... 26

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 27

1. Subyek Penelitian ... 27

(9)

vi

H. Pedoman Penulisan Skripsi ... 30

I. Tinjauan Pustaka ... 31

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu ... 34

1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu ... 34

2. Visi dan Misi ... 36

7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu ... 40

8. Pendanaan Yayasan Sayap Ibu ... 43

9. Sarana dan Pra Sarana ... 44

10.Data Anak Asuh dan Karyawan ... 45

11.Data Karyawan ... 47

12.Mekanisme Penerimaan dan Pelepasan Anak ... 48

B. Temuan ... 51

1. Vikri ... 51

2. Joni ... 52

C. Analisis ... 53

1. Analisis Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ... 54

a. Berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain ... 55

b. Berfikir dan merasa mengenai keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya ... 56

(10)

vii

kejadian-kejadian di sekitarnya ... 57

e. Pemahaman terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya ... 58

2. Tahap Perkembangan Psikososial Klien A dan B ... 58

3. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ... 60

a. Stimulasi ... 60

b. Motivasi dalam mempelajari sesuatu... 61

c. Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh) .... 61

d. Ilustrasi Klien A ... 63

e. Ilustrasi Klien B ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran-saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(11)

viii

DAFTAR TABEL

1. Daftar Nama Anak di Ruang Anyelir... 42

2. Daftar Nama Anak di Ruang Cempaka ... 43

3. Daftar Nama Anak di Ruang Begonia ... 43

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Proses Pengangkatan Anak ... 47

2. Ilustrasi Klien A ... 57

(13)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti yang telah dijelaskan di dalam al-Qur`an Surah al-Mukminun ayat

12-14 berikut :

” Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik.”.

Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri.

Termasuk juga telah membawa Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan

Emosional (EQ) dalam dirinya. Semua itu akan sangat mempengaruhi

kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun, bukan

berarti proses semuanya itu telah selesai, tidak dapat diubah, dan tidak dapat

dipengaruhi.

Orangtua, para pendidik, dan lingkungan, memiliki peran yang sangat

(14)

karuniakan pada diri anak tersebut. Anak tidak boleh dibebaskan mengikuti

kemauannya begitu saja, tetapi tidak patut juga dikekang dan dibelunggu untuk

menuruti kehendak orang lain, termasuk orang tuanya. Alangkah baiknya anak

diberikan kesempatan mengembangkan potensi dasar yang telah dimiliki sembari

orangtua mengarahkan dan meningkatkannya.

Pada sebagian masyarakat; tekanan, paksaan, ancaman, bahkan pukulan

dijadikan sebagai bagian dari metode mengajar. Siakap menghargai potensi anak

dan perasaannya kurang begitu dipahami. Hal seperti ini, menyebabkan semakin

bertambah kompleksnya problem anak.1

Dari tahun ke tahun pelanggaran terhadap hak anak di Indonesia semakin

meningkat, hal ini bisa diibaratkan sebuah gunung es yang semakin menjulang

tinggi dimana penyelesaiannya hanya pada tingkat permukaan saja. Anak

merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

mempunyai harkat dan martambat manusia seutuhnya,2 sehingga anak memiliki

hak-hak yang asasi manusia yang sama dan tak terpisahkan. Beberapa

pelanggaran hak anak itu dimulai dari kekerasan terhadap anak, eksploitasi,

diskriminasi, perdagangan anak sampai pada perlakuan salah lainnya. Maka

permasalahan ini begitu kompleks dan memprihatinkan. Hingga kini belum ada

penanganan yang komprehensif dan holistik dalam pencegahan pelanggaran hak

anak yang menjadikan generasi bangsa ke arah persimpangan jalan. Hal ini

diperparah lagi dengan adanya kebijakan negara yang tumpang tindih mengenai

1

DR. Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak (Jakarta 2006) h.xi 2

(15)

kebijakan perlindungan anak di Indonesia sehingga semakin terabaikannya

pemenuhan dan perlindungan hak anak di negeri ini.

Guna mengatasi semakin peliknya persoalan anak, Komnas Perlindungan

Anak melakukan survei apakah diperlukan sebuah kementerian yang khusus

menangani masalah anak. Dalam survei terjaring sebanyak 7.724 responden,

sebanyak 6.674 responden atau sekitar 86,41 persen yang memilih bahwa

Kementerian Khusus Anak perlu dibentuk, sedang yang memilih Kementerian

Khusus Anak tidak perlu dibentuk sebanyak 1.050 responden atau sekitar 13,59

persen.3

Upaya penanganan anak terlantar sampai saat ini tidak hanya dilakukan

oleh lembaga pemerintah saja, lembaga-lembaga swasta pun memiliki peran yang

cukup sentral dalam menumbukan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan

anak. Adanya sinergi antara lembaga swasta dengan pemerintah menjadi sangat

penting jika keinginan untuk mengentaskan anak yang diterlantarkan berjalan

dengan cepat. Selain itu, melakukan berbagai inovasi pendekatan dalam

penanganan anak tidak bisa dikesampingkan, bahkan menjadi prioritas yang terus

dipikirkan. Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab

tertentu (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang dari

orang tuanya/wali pengampu sakit, salah seorang/kedua orang tuanya/wali

pengampu atau wali meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada

pengampu/pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan

wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Istilah terlantar dalam hal ini

antara lain: tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang

3

(16)

tuanya atau kerabatnya, orang tua yang tidak mampu merawatnya, terlantar di

sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan.4

Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan

Sayap Ibu Jakarta yang telah melakukan inovasi pendekatan dalam penanganan

anak, yaitu melalui pendekatan psikososial. Kata psikososial itu sendiri

menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial,

yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial

mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain,

keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan

orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya

terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.5

Walaupun sebetulnya pendekatan ini sudah dilakukan oleh

lembaga-lembaga swasta atau pemerintah lainnya namun sedikit berbeda dalam pendekatan

teknisnya. Teknis pendekatan tersebut yaitu menolong anak-anak batita (Bawah

Tiga Tahun) yang terlantar, anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga

angkat dan disekolahkan. Dari uraian tersebut penulis memutuskan mengambil

tema psikososial sebagai analisis dalam melakukan penelitian anak terlantar di

Yayasan Sayap Ibu Jakarta . Penelitian ini penulis tuangkan dalam judul skripsi

yaitu : “Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta”.

4

Edi Suharto, Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial, artikel di akses pada tanggal 13 Oktober 2010 darihttp://www.policy.hu/suharto/modul a/makindo 40.htm

5

(17)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat terbatasnya waktu, dana dan demi terfokusnya pikiran

untuk melakukan penelitian skripsi ini maka penulis hanya membatasi

permasalahan yang akan dipaparkan yaitu pada psikososial anak terlantar

di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Hal ini bertujuan untuk menghindari

terjadinya perluasan materi yang akan dibahas selanjutnya. Pokok masalah

yang akan dibahas adalah pada dua anak yang sudah duduk di bangku

Sekolah Dasar (SD) saja yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak

tersebut memiliki perbedaan dalam segi fisik, ada yang mengalami

kecacatan di dalamnya dirinya dan ada pula yang tidak mengalami

kecacatan.

2. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat

dua rumusan masalah yaitu:

a. Bagaimana psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta?

b. Apa faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial

anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun secara umum tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap

(18)

b. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat

perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu

Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun dari hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap agar

hasilnya dapat diaplikasikan secara praktis dan akademis.

a. Manfaat Akademis

Secara teoritis, hasil penelitian ini untuk menambah wawasan bagi

para pembaca umumnya dan bagi peneliti khususnya dan para calon

pekerja sosial agar dapat gambaran umum tentang psikososial

anak-anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

b. Manfaat Praktis

(1) Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai psikososial

bagi anak-anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu

Jakrata.

(2) Memberikan sumabangan pengetahuan bagi kompetensi

pekerja sosial di bidang pelayanan sosial khususnya yang

berkaitan dengan psikososial bagi yang terlantar.

D. Sistematika Penulisan

Dalam hal sistematika penulisan ini penulis menggunakan pedoman karya

ilmiah yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and

Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai

(19)

secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub

bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut :

BAB I

Bab ini adalah bab awal yang akan membahas tentang pendahuluan, di dalamnya penulis menguraikan latar belakang masalah, pembatasan

masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian baik praktis

maupun akademis, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II

Bab ini adalah bab kerangka pemikiran. Merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah

dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori yang

berkaitan dengan psikososial, anak, anak terlantar.

BAB III

Bab ini membahas tentang metode penelitian. Pada bab ini penulis membahas mengenai metode penelitian diantaranya: pendekatan penelitian,

jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subjek dan

informan, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, teknik

(20)

BAB IV

Bab ini merupakan temuan dan analisis data. Pada bab ini penulis mencoba memaparkan tentang temuan mengenai lembaga, dikarenakan

penulis ingin menggambarkan profil Yayasan Sayap Ibu tersebut, baik sejarah

berdirinya yayasan, visi dan misi, tugas pokok, kedudukan, kepengurusan,

kegiatan, baik rutin maupun non rutin, pendanaan Yayasan Sayap Ibu, sarana

dan pra sarana, data anak asuh dan karyawan, mekanisme penerimaan dan

pelepasan anak, proses pengangkatan dan pelepasan anak dan jaringan

kerjasama. Selain itu penulis akan menganalisis data mengenai psikososial

anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

BAB V

Bab ini merupakan bab penutup. Yang di dalamnya terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang menjadi penutup dari pembahasan semua

(21)

9

TINJAUAN TEORI

A. Psikososial

Psikososial merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul

dan intensif dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari

psikologi sosial adalah fakta-fakta, gejala-gejala serta kejadian-kejadian dalam

kehidupan sosial manusia. Sekilas ternyata objek psikologi sosial mirip

dengan ilmu sosiologi dan bila digambarkan sebenarnya psikologi sosial

adalah merupakan pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosiologi.

Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang

dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya

saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang

berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan

orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan

lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap

kejadian-kejadian di sekitarnya.6

B. Faktor Psikososial

Ada beberapa hal yang termasuk faktor psikososial yaitu stimulasi,

motivasi dalam mempelajari sesuatu, pola asuh, serta kasih sayang dari

orang tua :

6

(22)

a). Stimulus: hal ini merupakan faktor yang penting dalam menunjang

perkembangan anak. Anak yang mendapat stimulasi atau rangsangan yang

terarah dan teratur akan lebih cepat mempelajari sesuatu karena lebih cepat

barkembang dibandingkan anak yang tidak mendapatkan banyak stimulasi.

Anak akan mengembangkan pola-pola berpikir, merasakan sesuatu, dan

bertingkah laku, bila banyak diberi ransangan yang berupa dorongan dan

kesempatan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun mungkin anak ada yang

berbakat, namun bila lingkungannya tidak mendukung, potensinya untuk

berkembang pun dapat terhambat. Sebaliknya, bila anak yang belum

terlihat potensi pada dirinya, namun rangsangan dan kesempatan

bereksplorasi diberikan secara maksimal dan sesuai dengan kebutuhan

usianya, maka anak tersebut dapat berkembang jauh lebih baik.

b). Motivasi dalam mempelajari sesuatu, motivasi yang ditimbulkan dari

sejak usia awal akan memberikan hasil yang berbeda pada anak dalam

mengusai sesuatu. Dorongan yang bersifat membangun daya pikir dan

daya cipta anak, akan membuat anak termotivasi untuk melakukan yang

lebih baik lagi. Pemberian kesempatan pada anak pun dalam

mengeksplorasiakan sesuatu merupakan salah satu cara dalam memotivasi

anak belajar. Hal ini dapat dilakukan terhadap pihak institut pendidikan

pra sekolah maupun dari pihak keluarga. Anak dimotivasi untuk

menjelajah, meneliti, berkarya atau memegang sesuatu untuk memuaskan

rasa ingin tahunya merupakan hal yang dibutuhkan anak usia ini. Bila

(23)

dilakukan adalah memberi pengertian namun bukan untuk melarang atau

menghapuskan rasa ingin tahunya dengan kemarahan.

c). Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua. Orang tua itu merupakan

area terdekat pada anak. Anak sangat memerlukan kasih sayang, rasa

aman, sikap dan perlakuan yang adil dari orang tua. Bagaimana gaya

pengasuhan orang tua yang diberikan pada anak; apakah permisif atau

serba boleh, otoriter yang tidak membolehkan anak berbuat apapun, atau

bersifat otoritatif yang merupakan perpaduan dari keduanya, semuanya

akan memberikan dampak yang berbeda pada anak. Pola asuh ini sangat

dipengaruhi oleh kualitas interaksi anak terhadap orang tua. Bagaimana

anak terbentuk tentunya didapat dari pembiasaan–pembiasaan yang terjadi

pada situasi rumah. Hal inilah yang terkadang mendasari anak untuk

mengembangkan dirinya.7

Begitu pula yang dikatakan oleh Daniel Goleman's di dalam bukunya

yang berjudul emotional intelligence (kecerdasan emosional). Kecerdasan

emosional semakin relevan dengan pengembangan organisasi dan

pengembangkan orang-orang, karena prinsip-prinsip EQ menyediakan cara

baru untuk memahami dan menilai perilaku orang-orang, gaya manajemen,

sikap, keterampilan interpersonal, dan potensi.8

Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak

melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan

tugas-tugas yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan,

7

ibid

8

(24)

perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas

peraturan-peraturan yang ada disekitarnya.

C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial Anak

Menurut Erik Erikson perkembangan psiososial terbagi menjadi

beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki do’a komponen,

yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak

diharapkan). Pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada

tahap masa sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan perkembangan pada

psikososial anak adalah sebagai berikut:

1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun)

Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang

adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun

pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontak dengan luar maka

ia mutlak tergantung dengan orang lain. Rasa aman dan rasa

percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang

digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut

dan panca indra, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan

lingkungan adalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu

melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial,

merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada

umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka akan

timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila

(25)

kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara dekat, yaitu kurangnya

pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial yang kurang

misalnya: anak tidak mendapatkan minuman atau air susu yang

dekat ketika ia lapar, tidak mendapatkan respon ketika ia menggigit

dot botol dan sebagainya.

2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)

Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa

percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi

selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak

untuk mengotrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak

menyadari ia dapat menggunakan kekuatan untuk bergerak dan

berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk

berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan

mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi

diri ini perlu dikembangkan karena penting untuk terbentuknya rasa

percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungannya dengan

orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri. Peran

lingkungan pada usia ini adalah memberikan dukungan dan

memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan

ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan

yang dipilihnya serta kekurangan dukungan dari orangtua dan

lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.9

(26)

3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun)

Pada tahapan ini anak belajar mengendalikan diri dan

mamanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak.

Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai

diikut sertakan sebagai individu misalnya, turut serta dalam

merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak

mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya, menjadi

aktif di luar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat.

Hubungan dengan teman sebaya dan saudara kandung adalah untuk

menang sendiri.

Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan

hubungan segitiga antara ayah-ibu-anak sangat penting untuk

membina kemantapan identitas diri. Orangtua dapat melatih anak

untuk mengintergrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab

sosial. Pada tahapan ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai

tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila

tuntutan lingkungan misalnya, dari orangtua atau orang lain terlalu

tinggi atau berlebihan maka dapat mangakibatkan anak merasa

aktivitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa

dan rasa bersalah.

4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun)

Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan

tugas. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing

(27)

memberi dan menerima, serta belajar peraturan-peraturan yang

berlaku. Kunci proses sosialisasi pada tahapan ini adalah guru dan

teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat netral. Identifikasi

bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat

menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan

pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan

sesuai standar dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka

dapat timbul masalah atau gangguan.

5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun)

Pada tahapan ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di

masa biologis seperti orang dewasa. Sehingga nampak adanya

kontradiksi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain

ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi

diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan

kegiatan. Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber

nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman

sebaya tinggi. Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib,

teman kerjasama dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini

remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri.

Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang

dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.10

10

(28)

Menurut Sigmund Freud dalam dalam Yupi Supartini, dalam

perkembangan psikososial anak dibagi mejadi:

a. Disebut Fase Oral

Pada tahapan ini anak mendapatkan kenikmatan dan

kepuasan dari berbagai pengalaman di sekitarnya. Fase ini

berlangsung dari masa bayi sampai umur 1 tahun. Bila ibu berhasil

memuaskan kebutuhan dasar bayi dalam fase ini maka anak tersebut

akan merasa aman dan melangkah dengan mantap ke fase

berikutnya. Bila fase oral tidak terselesaikan dengan baik maka akan

terbawa ke fase berikutnya. Ketidaksiapan tersebut tampak pada

prilaku anak yang tetap ingin bergantung, dan menolak untuk

mandiri.

b. Fase Anal

Fase ini berlangsun pada masa 1-3 tahun. Pada masa ini

anak mulai memperhatikan rasa ke AKU-annya. Sikapnya sangat

egoistik, ia pun mulai mengenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan

kepuasan dari pengalaman autoerotiknya (dalam dirinya). Sesuai

dengan namanya fase anal, salah satu tugas anak adalah latihan

kebersihan atau disebut “toilet training“. Anak mengalami rasa puas

saat bisa menahan maupun saat megeluarkan tinjanya. Bila orang

tua tidak dapat membantu anak untuk menyelesaikan tugas latihan

kebersihan dengan baik maka akan terjadi berbagai kesulitan

(29)

c. Fase Oedipal/falik

Biasanya terjadi pada anak usia 3-6 tahun. Anak mulai bisa

merasakan dorongan seksualitas yang kemudian ditujukan kepada

orangtua dengan jenis kelamin yang berbeda. Perasaan ini

menimbulkan dorongan untuk bersaing dengan orangtua yang lain.

Dengan demikian anak dapat merasakan rasa seksual yang

berkembang ini dengan bebas. Namun demikian lama kelamaan

anak akan sadar diri bahwa ia tidak mungkin mengekspresikan

perasaannya dengan seenaknya dan juga tidak mungkin

memenangkan persaingan melawan orang tuanya, maka ia belajar

untuk menahan diri. Disini tampak bahwa anak mulai belajar

menyesuaikan diri. Perasaan seksual yang negatif ini kemudian

menjadi anak menjauhi orangtua yang berjenis kelamin berbeda,

dan ia mulai mendekat pada orangtua dengan jenis kelamin sama.

Pada saat inilah dimulai proses identifikasi seksual. Ditandai dengan

pergaulan yang lebih suka bermain dengan teman yang jenis

kelamin sama.

d. Fase Laten

Biasanya terjadi pada anak usia 7-12 tahun. Periode ini

merupakan periode integrasi yang bercirikan anak harus berhadapan

dengan berbagai macam tuntutan sosial seperti hubungan kelompok,

pelajaran sekolah, konsep moral dan etik, dan hubungan dengan

dunia dewasa.

(30)

Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada

fase terakhir dalam perkembangan, yaitu fase genital. Dalam fase

ini anak dihadapkan dengan masalah yang kompleks, dan ia

diharapkan mampu bereaksi sebagai orang dewasa. Kesulitan yang

sering timbul pada fase ini seringkali disebabkan oleh karena si

anak belum dapat menyelesaikan tahap perkembangannya dengan

tuntas.

D. Definisi Anak

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang

masih kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di (suatu negeri,

daerah dsb), manusia yang lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa,

dapat juga dikatakan sebagai keturunan Adam (manusia).11

Anak juga merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat

menyenangkan hati, dan memberikan kebahagiaan serta sebagai perhiasan

pada kehidupan rumah tangga kerena sudahlah lengkap kebahagiaan

dengan hadirnya buah hati (anak). 12

Selanjutnya pengertian anak di dalam Undang-Undang adalah

seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.13 Dalam Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

11

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 30-31. 12

Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkemmbangan”, (Yogyakarta:Teras,2005), cet.1,h.50

13

(31)

menyebutkan bahwa : “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur

21 (dua puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin”.14

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan batasan

mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka

yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang telah

dikatakan pada Pasal 330 yang berbunyi : ”belum dewasa adalah mereka

yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih

dahulu kawin”. Selain itu, dapat pengertian lain bahwa anak pada

hakekatnya adalah seorang yang berada pada suatu masa perkembangan

tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.15

Anak juga dapat dikatakan sebagai manusia muda yang batasan

usianya tidak selalu sama di berbagai negara. Di Indonesia, sering dipakai

batasan usia anak dari 0 sampai 12 tahun. Maka dengan demikian, dalam

kelompok anak di Indonesia akan termasuk bayi, anak balita, anak usia

sekolah.16

Begitu pula yang dikutip oleh Nur Abdul Hafizh dalam bukunya

Mendidik Anak Bersama Rosulullah SAW, dikatakan juga bahwa menurut

al-Ghazali anak adalah amanat yang harus dijaga bagi orang tuanya,

hatinya, bersih, suci, polos, dan kosong dari segala ukiran dan gambar.

Disini dapat dipahami bahwa anak adalah seseorang yang masih

berada dalam tahap perkembangan menuju dewasa. Adanya pentahapan

menunjukan anak sebagai sosok manusia dengan

14

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 15

Wasty Soemanto, Psikologi PendidikanAnak (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet ke-3, h.. 166

16

(32)

kelengkapan dasar dalam dirinya baru mencapai kematangan hidup

melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya. Oleh karena

itu, anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang

dewasa (orang tua dan pendidik pada umumnya).17

Ada dua fenomena yang mempengaruhi pandangan terhadap

anak-anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis) dan anak-anak sebagai

fenomena sosial (dan legal).

a. Anak sebagai fenomena biologis

Secara biologis anak adalah orang yang mengalami fase

perkembangan masa kanak-kanak yaitu fase antara anak balita

dengan dewasa. Anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis),

anak juga di persepsikan sebagai manusia yang masih berada dalam

tahap perkembangan yang belum mencapai tingkat yang utuh.

Kenyataan itu ditandai dari kondisi fisik, organ reproduktif,

kemampuan motorik, kemampuan mental dan psikososialnya yang

dianggap masih belum selesai.

Dari perspektif biologis (dan psikologis), kategori anak

biasa diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkat perkembangan

seperti masa bayi, balita, kanak-kanak, remaja akhir dan

seterusnya.

b. Anak sebagai fenomena sosial

Sebagai fenomena sosial (dan legal), anak karena tingkat

perkembangan mental dan psikososialnya dianggap tidak

17Khasanah Sya’idah,

Pemikiran Pendidikan Anak”dalam“ Abdullah Nashih

(33)

mempunyai kapasitas untuk melakukan tindak sosial (dan legal)

tertentu.

Namun sebagai fenomena sosial (dan legal), sub

klasifikasi itu tidak dikenal. Dalam perspektif legal, anak

merupakan satu fenomena tunggal. Dalam hal ini anak hanya

dipertahankan dengan orang dewasa yang dianggap sudah

sepenuhnya mampu melakukan tindakan (legal) tertentu. Perbedaan

anak dengan orang dewasa biasanya dipatok dengan batas umur

tertentu. Batas umur tersebut bisa berbeda-beda bergantung pada

jenis tindakan yang dilakukan. Misalnya, untuk dianggap

mempunyai kapasitas melakukan suatu tindak kejahatan ditetapkan

suatu batasan umur yang ditetapkan untuk melakukan perkawinan.

E. Pengertian Anak Terlantar

Anak terlantar pada dasarnya telah menjadi kepedulian bangsa

Indonesia yang secara eksplisit telah tertuang dalam UUD 1945. Dalam

pasal 34 ditegaskan, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh

Negara.18 Negara dalam pengertian ini dapat dipahami pemerintah

bersama masyarakat. Secara fungsional, program ini telah menjadi salah

satu tugas dan tanggung jawab Kementrian Sosial Republik Indonesia.

Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur untuk melihat kondisi anak.

18

(34)

Berikut ini dapat dikemukakan beberapa pandangan tokoh masyarakat dari

beberapa lokasi penelitian sebagai.19

Anak terlantar adalah anak yang tidak terurus oleh orang tuanya,

pakaian compang-camping, tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari.

1. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang

lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan kebutuhan

sehari-hari (makan, pakaian, pendidikan).

2. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang

lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan sehari-hari (makan,

pakaian, pendidikan).

3. Anak terlantar adalah anak yang berasal dari keluarga miskin, baik sisi

ekonomi, miskin hati maupun miskin moral.

4. Anak terlantar bukan hanya dari ekonomi lemah tetapi anak berasal

dari keluarga ekonomi mapan tetapi terlantar secara sosial dan

psikologis.

5. Anak yang tidak mendapatkan perhatian, tinggalnya berpindah-pindah

(disembarang tempat), pakaian tidak karuan.

6. Anak yang kurang terjamin khususnya dalam pendidikan atau tidak

dapat sekolah kerena alasan orang tua kurang mampu dalam

ekonominya.

Tolok ukur anak terlantar yang dikemukakan oleh para tokoh di atas

terkesan bersifat parsial, namun masalah tersebut mempunyai keterkaitan

dengan permasalahan lain yang harus dihadapi oleh anak. Sebagai ilustrasi

19

(35)

dapat dikemukakan beberapa kondisi yang dapat berdampak negatif pada anak

sebagai berikut.20

a) Anak tidak terurus, berpakaian compang-camping, dan tidak

terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, sehingga ia harus bekerja dahulu

sebelum makan. Tolok ukur ini mengendikasikan, anak yang tidak

mendapatkan perhatian keluarga dan lingkungannya. Seringkali anak

tersebut didentifikasi sebagai anak gelandangan/pengemis dan atau

anak jalanan.

b) Mereka yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, waktu yang

mestinya dapat digunakan untuk belajar, bermain dipergunakan untuk

bekerja. Terlebih lagi jika anak harus membantu ekonomi keluarga

untuk bekerja. Kondisi semacam ini tentunya berpengaruh pada

perkembangan psikologi anak (rendah diri), terutama dalam pergaulan

(sosialisasi) anak dengan teman yang lebih luas. Dampak yang paling

panjang adalah masa depan anak yang tidak menentu.

c) Anak yang tidak mendapat perhatian dapat diinterpretasikan sebagai

anak yang kurang terawat kesehatan, pendidikan serta kasih sayang.

Kondisi ini tentunya dapat menghambat perkembangan anak, baik

secara psikologis maupun sosial.

d) Anak yang berada di lokasi pengungsian akibat bencana maupun

konflik/kerusuhan seringkali permasalahannya lebih kompleks. Di satu

sisi, mereka berada dalam kondisi tekanan psikologis yang paling tidak

menguntungkan seperti; kurang percaya diri, dan kesulitan untuk

20

(36)

belajar. Di sisi lain, masih banyak faktor yang mempengaruhi terhadap

kesempatan untuk mengakses pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Kondisi di atas mengindikasikan adanya hak kebutuhan dasar anak

sebagaimana termaktub di dalam Konvensi Hak Anak yang tidak dapat

terpenuhi. Secara empiris, pandangan masyarakat ini dapat disimpulkan

bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik, psikis

dan sosial secara baik. Jika ditelusuri akar permasalahan yang menyebabkan

meningkatnya anak terlantar adalah (1) faktor ekonomi yang lebih

menekankan pada masalah kemiskinan, dan (2) kondisi situasional (seperti

bencana alam, konflik/kerusuhan).21

21

(37)

25

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Kegunaan dari suatu penelitian menurut Nazir (1983) adalah untuk

menyelidiki keadaan suatu keadaan, alasan atas suatu keadaan dan

konsekuensi dari keadaan tersebut.22

Dalam penelitian sosial, dikenal adanya dua metode (proses, prinsip,

dan prosedur yang ditempuh seseorang peneliti dalam mendekati

permasalahan dan mencari jawabannya) yang dikenal dengan istilah kualitatif

dan kuantitatif.23. Dalam metode penelitian sosial, penelitian kualitatif adalah

penelitian yang digunakan untuk memahami gejala yang terbatas dengan

fokus yang dalam dan rinci serta mempersoalkan sesuatu yang diteliti

menurut pandangan dan definisi partisipan.24

Dan menurut Nawawi pandekatan kualitatif dapat diartikan sebagai

rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya

dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu

masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.25

Sedangkan menurut Bodgan dan Tailor dalam bukunya sebagaimana

dikutip oleh Lexy J. Moleong metodologi kualitatif adalah prosedur

22

Muhammad Nazir, Metode Penalitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h.27 23

Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Penerbit Karunika, 1986), h.31 24

Sonapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial; Dasar-dasar dan Aplikasinya, (Jakrta: Rajawali Press, 1992), h.22

25

(38)

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.

Menurut mereka pendekatan ini diartikan pada latar dan individu atau

organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu pemandangan sebagai

bagian dari suatu keutuhan.26

Pendekatan kualitatif inidipilih berdasarkan tujuan penelitian yang

ingin mendapatkan gambaran tentang psikososial anak terlantar di Yayasan

Sayap Ibu Jakarta. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan

penelitian terhadap anak serta pengurus yang berada di Yayasan Sayap Ibu

Jakarta.

B. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif.

Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,

gambar dan bukan angka-angka.

Seperti yang dijelaskan oleh Alston dan Bowles

descriptive research aims to find out in precise detail than explatory

research the „what’ of social phenomena....”

“penelitia deskriptif bertujuan untuk mecari jawaban „apa’ dari

sebuah gejala sosial , secara lebih tepat dan mendalam daripada penelitian eksploratori”

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data

untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut

26

(39)

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo, dan

dokumentasi resmi lainnya.27

Dalam penelitian deskriptif ini, penulisan menjelaskan dan

menerangkan tentang analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap

Ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak

Sekolah Dasar (SD) yang tinggal di Yayasan Sayap Ibu.

C. Subyek dan Obyek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Adapun subyek dalam penelitian ini adalah dua anak yang berada

di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak tersebut sudah duduk di bangku

Sekolah Dasar (SD). Mengapa peneliti mengambil dua sempel anak untuk

dijadikan penelitian, sedangkan di Yayasan Sayap Ibu memiliki 34 orang

anak yang berada di sana. Karena mayoritas anak yang berada di yayasan

tersebut Batitita (bawah tiga tahun) dan Balita (bawah lima tahun), dan

anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) berjumlah 6 orang,

dua orang sekolah di Sekolah Luar Biasa dan empat orang sekolah di

Sekolah Dasar. Untuk mempermudah peneliti mendapatkan informasi

dalam wawancara di dalam penelitian ini, maka peneliti mengambil dua

sempel anak yang sudah duduk di Bangku Sekolah Dasar tersebut. Dan

ketertarikan peneliti mengambil dua sempel anak ini yaitu anak tersebut

memiliki perbedaan fisik antara anak yang normal dan anak yang tidak

normal.

27

(40)

2. Objek Penelitaian

Dalam penelitian ini obyek yang digunakan penelitian adalah

psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

D. Tempat dan Waktu Penelitan

Tempat penelitan ini bertempat di Yayasan Sayap Ibu yang beralamat,

di Jalan Barito II. Sedangkan Waktu penelitan dimulai pada bulan

September-Desember 2010.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka penulis menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berkut :

1. Wawancara

Wawancara atau interview ini untuk melengkapi pengumpulan data

yang diperlukan, selain melakukan observasi langsung dan dokumentasi

penulis juga melakukan wawancara langsung kepada pihak Yayasan Sayap

Ibu yang dianggap dapat memberikan informasi kepada penulis ataupun

kepada pihak lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.

Untuk kebutuhan ini, penulis melakukan wawancara mendalam dengan

dua orang pengasuh satu orang pengurus dan dua orang klien.

2. Observasi

Yaitu penulis mendatangi Yayasan Sayap Ibu untuk meminta izin

melakukan pengamatan/penelitian secara langsung terutama anak SD

(41)

melakukan pengamatan langsung dalam mengikuti kegiatan yang di

lakukan anak sekolah tersebut seperti: (1) belajar di yayasan (2)

mengerjakan tugas/PR di yayasan (3) istirahat/bermain dan menjadi

pendamping belajar untuk para klien dengan tujuan agar penulis

mendapatkan data yang akurat dan kongkriet tentang masalah yang diteliti

penulis.

3. Catatan lapangan

Catatan lapangan ialah catatan tertulis tentang apa yang penulis

dengar, lihat, alami, dan pikirkan dalam rangka pengumpulan data dan

refleksi terhadap data penelitian.28 Penulis akan mencatat hasil observasi.

4. Dokumentasi

Hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak

diperbolehkan dengan observasi dan interview, tetapi hanya

diperbolehkan dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah

buku, jurnal, surat kabar, majalah, internet, modul-modul pelatihan dan

sumber lainnya yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh

penulis.

F. Teknik Analisa Data

Setelah data diperoleh, selanjutnya penulis melakukan analisa data.

Dalam hal ini penulis menganalisa dengan menggunakan analisa deskriptif,

yaitu suatu metode dalam penulisan sekelompok manusia, suatu obyek, suatu

kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa

28

(42)

sekarang29. Tujuan dari teknik ini adalah untuk berusaha menggambarkan

objek penelitian apa adanya sesuai dengan kenyataan yang ada.

G. Keabsahan Data

Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi analisis

dimana hasil penelitian sementara akan dijabarkan. Setelah itu akan dilakukan

pengoreksian bersama teman-teman untuk kemudian melakukan perbaikan

secara terus-menerus dan memfokuskan terhadap bahan yang diteliti. Teknik

pemeriksaan keabsahan data mempunyai beberapa kriteria, yaitu :

1. Teknik triangulasi sumber, dalam hal ini penulis mencari,

membandingkan pendapat seseorang dengan berbagai pendapat orang

lain.

2. Keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam sitiuasi yang sangat relavan dengan persoalan atau isu

yang sedang dicari, kemudian memusatkan dari pada hal-hal tersebut

secara rinci. Dengan hal ini penulis hanya melakukan pengamatan

kepada masalah yang sedang diteliti yaitu analisis psikososial anak

terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

H. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk memepermudah menyelesaikan skripsi ini, penulis melihat

teknik penulisan dari buku “Pedoman Penulisan karya Ilmiah” yang

diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008.

29

(43)

I. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai

langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti agar terhindar dari

kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada

sebelum-sebelumnya. Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka peneliti

menemukan beberapa skripsi yang hampir sama dari segi judul yang penulis

buat, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut yang berbeda, yaitu :

Skripsi Pertama

Nama : Aris Miarti

Universitas : Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Jurusan Kesejahteraan Sosial.

Judul : Pelayanan Psikososial dalam Mengenai Anak yang

Mengalami Trauma Akibat Kekerasan (Child abuse) (studi

kasus terhadap 3 klien korban kekerasan di Rumah

Perlindungan Sosial Anak (RPSA Bambu Apus), Depok

Juli 2009).

Meskipun sama mengambil objek kajiannya yaitu psikososial tetapi

berbeda dengan skripsi yang penulis kaji yaitu dari segi kajiannya. Aris

Miarti mengambil subjek terfokus pada pelayanan psikososial dalam

menangani anak korban kekerasan dan melakukan penelitian di RSPA Bambu

Apus, sedangkan penulis terfokus pada program analisis psikososial anak

(44)

Skripsi Kedua

Nama : Supriyanti

Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan

Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,

Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2009

Judul : Peran Yayasan Sayap Ibu dalam Membantu

Perkembangan Psikososial Anak Terlantar di Taman

Balita Sejahtera

Di dalam skripsi ini persamaannya terletak pada judul dan tempat

anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu. Walaupun mengambil

objek dan tempat yang sama penulis buat, perbedaan itu terletak pada judul

skripsi yang penulis buat yaitu analisis psikososial anak terlantar di Yayasan

Sayap Ibu Jakarta. Selain itu perbedaannya terletak pada sumber data yang

Supriyanti adalah anak-anak yang terlantar di Taman Balita Sejahtera,

sedangkan penulis peroleh adalah anak yang sudah duduk di bangku sekolah

dasar (SD).

Skripsi Ketiga

Nama : Megasari

Universitas : UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan

Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,

Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2010

Judul : Pengaruh Progam Sekolahku Terhadap Perkembangan

Psikososial Anak Penderita Kanker Yayasan Kasih Anak

(45)

Di dalam skripsi ini sama seperti skripsi-skripsi sebelumnya,

persamaan pada objek penelitian dan tempat penelitian. Di sini perbedaannya

terletak pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang penulis buat.

Megasari terfokus pada pengaruh program sekolahku terhadap perkembangan

psikososial anak penderita kanker sedangkan penulis memfokuskan pada

(46)

34

A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu

Yayasan Sayap Ibu adalah suatu lembaga yang berada di bawah naungan

Dinas Sosial, yang bergerak dibidang perawatan dan pengasuhan anak yang

diterlantarkan oleh orangtuanya. Pada bab ini penulis akan menjabarkan mengenai

latar belakang berdirinya Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu

Tahun 1955 penelantaran anak dan pembuangan bayi-bayi di

Jakarta, baik yang ditinggal di Rumah Sakit maupun yang kemudian di

temukan di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya semakin banyak.

Keadaan inilah yang kemudian mendorong beberapa Ibu antara lain Ny. Hj.

Sutomo, Ny. Soekardi dan Ny. Garland Soenaryo mendirikan Yayasan

dengan nama : Yayasan Sayap Ibu (YSI) pada tanggal 30 September 1955.

Awalnya YSI tersebut bertujuan untuk menolong anak-anak Batita

(Bawah Tiga Tahun), anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga

angkat. Untuk kegiatan saat itu dana dibantu oleh Women’s International

Club dan Pemerintah Daerah. Dalam perkembangannya tahun 1968 YSI

melakukan restrukturallisasi dan menempatkan diri dibawah Badan

PembinSa Kegiatan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta yang ketuanya Ny.

J.S. Nasution. Dalam mengasuh dan merawatkan anak, kriteria anak di

tingkatkan dari 0 – 5 tahun. Untuk memberikan tempat yang lebih baik dan

(47)

YSI di Jalan Barito direnovasi, sehingga dapat menampung anak terlantar

yang jumlahnya pada saat itu bertambah banyak.

Pada tahun 1976, akibat banyaknya adopsi anak oleh Warga

Negara Asing (WNA) yang dilakukan hanya dengan akte notaris saja

sehingga jual beli anak semakin marak, maka Guberbur DKI Jaya Bapak Ali

Sadikin mengeluarkan izin mengakui Badan Konsultasi Pengangkatan Anak

YSI sebagai lembaga resmi. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya Surat

Edaran dari Departemen Kehakiman No. JHAI/1/2 tahun 1978 tentang

Prosedur Pengang-katan Anak WNI oleh WNA yang menentukan bahwa

Notaris tidak boleh membuat Akte Adopsi Anak WNI oleh WNA harus

dilaksanakan dengan Penetapan Pengadilan dan Mahkamah Agung dengan

Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 yang kemudian disempurnakan dengan

SEMA No. 6 tahun 1983 tentang Prosedur pengangkatan Anak WNI oleh

WNA dan anak WNA oleh WNI.

Pada tahun 1978 Ny. J.S. Nasution, sebagai ketua YSI Pusat

membentuk 2 (dua) cabang yaitu: YSI cabang Jakarta dengan ketua Ny.

Moch. Said dan YSI cabang Yogyakarta dengan ketua Ny. C. Utaryo.

Dengan semakin meningkatnya jumlah anak terlantar yang harus

dirawat di Yayasan Sayap Ibu maka pada tahun 1979, Gedung YSI di Jalan

Barito dibangun kembali oleh Gubernur DKI Jakarta dengan mewujud

seperti sekarang menjadi 2 (dua) lantai. Sekarang merupakan tempat

perawatan balita terlantar baik normal maupun cacat. Pada tahun 1981

Departemen Sosial, melakukan Peraturan Pemerintah No. 13 tentang

(48)

terlantar (termasuk melaksanakan pengangkatan anak), ada 6 organisasi

salah satunya adalah YSI cabang Jakarta. Dengan berlakunya

Undang-undang Yayasan yang baru, tahun 2005 YSI Pusat dipindahkan ke

Yogyakarta, ketuanya adalah Ibu C. Utaryo, sementara Ny. J.S. nasution

bertindak sebagai Pembina YSI. Ketua cabang Jakarta sejak tahun 2002

adalah Ny. Rien Tjipto Winoto. Mulai tahun 2007, ketua YSI cabang

Jakarta ialah Ny. Maryono, yang dilantik pada bualan February 2007.30

2. Visi dan Misi

a. Didalam Yayasan Sayap Ibu Jakarta memiliki visi terhadap anak-anak yang berada disana, visi tersebut guna menjelaskan tentang

kesadaran dan kepedulian kita semua terhadap anak yang di berikan

Tuhan kepada kita. Visi dari Yayasan Sayap Ibu itu adalah:

“Anak adalah amanah yang berhak akan perawatan dan perlindungan

sejak semasa dalam kandungan sesudah dilahirkan”.

b. Begitu pula dengan Misi yang di terapkan di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yaitu:

“Berusaha semaksimal mungkin melaksanakan usaha kesejahteraan

anak bagi anak yang terlantarkan secara holistic, terpadu dan

berkesinanbungan sampai anak dalam asuhannya dapat terentaskan

dengan sebaik-baiknya”.3132

Cacatan : Istilah terlantarkan dalam hal ini

1) Tidak ada orang tua/wali yang merawatnya

2) Tidah diketahui orang tuanya atau kerabatnya

30

Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009 31

Ibid

32

(49)

3) Orang tua/walinya tidak mau merawatnya atau terlantar

4) Karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan

3. Tugas Pokok

Yayasan Sayap Ibu adalah Yayasan yang menyelenggarakan

pelayanan kesejahteraan sosial bagi bayi dan anak balita (bawah lima tahun)

terlantar, yang meliputi perawatan atau penampungan asuhan,

pengasramaan. Kemudian Yayasan Sayap Ibu juga melakukan pembinaan

juga perlindungan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Walaupun anak-anak

hidup di panti namun pembinaan serta perlindungan bagi mereka akan tetap

terjamin.

Lalu tugas pokok lainnya adalah pelayanan atau sosialisasi,

pengembangan dan kesehatan dan yang terakhir adalah sebagai penyaluran

dan bina lanjut. Panti sosial sebagai lembaga yang menyelenggarakan

pelayanan agar anak-anak tumbuh kembang secara wajar maupun mandiri.

Meskipun mereka tidak dirawat oleh keluarga mereka sendiri, tetapi mereka

akan merasakan kasih sayang serta pembinaan dari panti sosial agar mereka

tumbuh dan berkembang seperti anak-anak yang berada dalam suatu

keluarga yang utuh.

4. Kedudukan

Yayasan Sayap Ibu Pusat telah menjadi anggota Dewan Nasional

Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS). Dan dua cabangnya di

Jakarta dan Yogyakarta merupakan anggota Badan Kordinasi Kegiatan

Kesejahteraan Sosial (BKKKS) bergerak dalam pelayanan pembinaan anak

(50)

dengan untuk memberikan pelayanan seperti pengangkatan anak asuh, hak

perwalian atau orang tua asuh melalui Badan Pengangkatan Anak (BPA).

a. Tugas

Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial anak

terlantar usia tujuh tahun ke bawah yang meliputi asuhan dan

perlindungan, perawatan, sosialisasi dan pengembangan, penitipan

anak, penyaluran dan bina lanjut.

b. Fungsi

1) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi,

indentifikasi, motivasi, dan seleksi.

2) Pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi, persyaratan

administrasi, penempatan dalam panti dan penitipan.

3) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan serta asuhan dan

perlindungan sosial.

4) Pelaksanaan assesment meliputi penelaahan, pengungkapan dan

pemahaman masalah dan potensi.

5) Pelaksanaan pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan mental,

sosial, pendidikan formal dan non formal dan pengembangan

kepribadian.

6) Pelaksanaan sosialisasi meliputi, kemampuan bermasyarakat,

kehidupan dalam keluarga dan kesiapan pendidikan.

7) Pelaksanaan, penyaluran dan pembinaan lanjut meliputi

penempatan anak, monitoring, konsultasi, pemantapan, dan

(51)

5. Kepengurusan

Pembina : Ny. J.S. Nasution

Pengawas : Ny. Dr. Mimi Patmonodewo

Ny. Viviani Kartadjoemena

Ny. Prof. Dr. Dra. Endang Sumami, SH. M.

Hum

Ketua Umum : Ny. Soemarmi Maryono I.S.

Ketua I : Ny. Rien Tjipto Winoto

Ketua II : Ny. Tjondrowati Subiyanto

Bendahara I : Ny. Dr. Ken Martati

Bpk. Sumiadji, AK.

Sekretaris I & 2 : Ny. Dra. Heliyanti Jaswin, Apt.

Ny. Battalita Hendro

Personalia : Ny. Tjondrowati Subiyanto

Bid. Humas & Dana : Ny. Srie Wahyuni Bambang Subianto

Bid. Pengentasan Anak :Ny. Ajeng Dian Andari, SH

Bid. Pelayanan Masy : Ny. Ajeng Dian Andari, SH

Kordinotor Bid. Panti : Ny. C.E. Dodds

Logistik : Ny. Wiwiek P. Soeryo

Kesehatan : Ny. Dr. Endang Siti Mulyani

(52)

6. Dasar Hukum

1) UUD Tahun 1945

2) UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial

3) UU No. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

4) Per. Men. Sos. No. 13 Tentang ORSOS yang diijinkan

Menyelanggarakan Penyantunan Anak Terlantar termasuk

menyelanggarakan pengangkatan Anak

5) Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 sebagai

pengangkatan Anak WNI oleh WNA

6) KEP. Men. Sos. No. 41/HUK/KEP/VII/1984 Tentang Petunjuk

pelaksanaan perizinan pengangkatan Anak

7) UU No. 23 Th. 2002 Tentang Perlindungan Anak33

7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu

a. Kegiatan Rutin Kegiatan Pelayanan

1. Perawatan dan pengasuhan balita terlantar termasuk korban

kasus perdagangan anak.

2. Perawatan rehabilitasi, fisioterapi, bina wicara bagi anak

berkebutuhan khusus dan kesehatan.

3. Pendidikan tumbuh kembang anak asuh

b. Pengentasan anak kembali ke keluarga.

Pengangkatan anak, konsultasi dan bantuan hukum Yayasan Sayap

Ibu memberikan pelayanan pengangkatan anak dengan dasar keputusan

33

(53)

Menteri Sosial RI No. 23/HUK/KM/1982 dan keputusan Gubernur

Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. DII./7817/a/8/1976 baik

domestic maupun intercountry. Program rujukan ke panti asuhan

dengan adanya undang-undang perlindungan anak upaya rujukan tidak

semudah masa lampau dilaksanakan.

c. Pelayanan Masyarakat

1) Penyuluhan dan bimbingan baik bagi perorangan maupun

kelompok mengenai undang-undang kesejahteraan anak dan

pengangkatan anak.

2) Sosialisasi berbagai perundang-undangan/peraturan berkaitan

dengan usaha kesejahteraan anak dan konvensi PBB tentang

hak-hak anak.

3) Bimbingan dengan konsultasi untuk mahasiswa persiapan

skripsi mengenai asuhan balita terlantar, upaya pengangkatan

anak domestik dan intercontry antara Negara.

4) Tayangan di media massa maupun elektronik mengenai

pelayanan anak balita terlantar.

5) Pertemuan dengan para stakeholders sebagai rekan kerja.

6) Bhakti kerja membantu masyarakat kurang mampu.

d. Peningkatan sumberdaya manusia

Mengikutsertakan dalam kursus-kursus dan belajar melalui

kuliah bagi karyawan yang berpretasi menurut bidang baktinya.

e. Kegiatan Pendidikan

Gambar

gambar dan bukan angka-angka.
Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu
Tabel 1 Daftar Nama Anak Di Ruang Anyelir
Tabel 3. Daftar Nama Anak di Ruang Begonia
+5

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, berdasarkan faktor resiko terjadinya peningkatan tekanan darah pada akseptor KB suntik dan adanya pengaruh yang signifikan pada penggunaan KB

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 01 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantul Tahun

Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa sebanyak 8 responden atau 44,4 % berpendapat bahwa persepsi masyarakat Bali terhadap sistem kasta di Desa

Konsep bangunan yang diterapkan dalam perencanaan dan perancangan bangunan Sanggar Wayang Kulit sebagai wisata budaya ini untuk dapat memenuhi wadah kesenian di

Untuk menentukan suatu area gerombolan ikan berdasarkan layout suhu permukaan laut ditandai dengan pertemuan arus panas dan arus dingin, dimana pada daerah

Sehingga produk perjanjian dari Notaris tersebut disebut sebagai akta autentik.Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta autentik sebagaimana

Pengampunan memberikan peringatan kepada kita untuk tidak melakukan dosa yang sama maupun dosa lainnya, dan ketika kita melakukan dosa tersebut Tuhan Yesus tidak

Terkait dengan gangguan teknis tersebut kami mohon agar Saudara selaku pengelola LPSE dapat menyampaikan kepada panitia pengadaan yang proses lelangnya dilakukan melalui