• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding di Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding di Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA PENGGUNA SCAFFOLDING DI PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL

GATOT SUBROTO MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 091000045 DEWI JULIATIN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENILAIAN RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA PENGGUNA SCAFFOLDING DI PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL

GATOT SUBROTO MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 091000045 DEWI JULIATIN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

PENILAIAN RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA PENGGUNA SCAFFOLDING DI PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL

GATOT SUBROTO MEDAN TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM 091000045 DEWI JULIATIN

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 Januari 2013

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dra. Lina Tarigan, Apt., MS Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes NIP. 19590806 198811 2 001 NIP. 19791107 200501 2 003

Penguji II Penguji III

dr.Halinda Sari Lubis, MKKK Umi Salmah, SKM, M.Kes NIP. 196506151996012001 NIP. 197305232008122002

Medan, Januari 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto yang dibangun dengan ketinggian 40,8 m. Kondisi scaffolding yang digunakan sudah tidak layak dipakai dan pekerja tidak menggunakan APD. Penelitian ini bertujuan untuk menilai risiko kecelakaan kerja pada pengguna scaffolding di proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto.

Penelitian bersifat deskriptif dengan populasi berjumlah 26 orang, pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive sampling, yang memenuhi syarat pernah menggunakan scaffolding, melakukan pemasangan bata, pemelesteran dan pengacian, dikontrak pada tanggal 14 - 20 Mei 2012 dan bersedia diwawancarai, maka diperoleh sejumlah 17 orang sampel yang terbagi atas pemasangan bata 3 orang di lantai 8; pemelesteran 7 orang yaitu 2 orang di lantai 2, 2 orang di lantai 6, 1 orang di lantai 7, 2 orang di lantai 8 dan pengacian 7 orang yaitu 1 orang di lantai 3, 2 orang di lantai 6, 2 orang di lantai 7, 2 orang di lantai 8. Penilaian risiko kecelakaan kerja dilakukan dengan rumus Risk = Probability x Consequences.

Hasil penelitian diperoleh bahwa risiko terbanyak pada pemasangan bata dengan jumlah risiko 11, pemelesteran dengan jumlah risiko 10 dan pengacian dengan jumlah risiko 9. Berdasarkan perhitungan mean setiap kategori kemungkinan, konsekuensi dan tingkat risiko diperoleh hasil akhir bahwa kemungkinan kecelakaan kerja pada pemasangan bata adalah sangat mungkin, pemelesteran adalah mungkin dan pengacian adalah mungkin. Konsekuensi kecelakaan kerja pada pemasangan bata adalah sedang, pemelesteran adalah sedang dan pengacian adalah sedang. Penilaian risiko pada pemasangan bata adalah sedang, pemelesteran adalah sedang dan pengacian adalah sedang.

Jadi disarankan menggunakan main frame sesuai SOP penggunaan scaffolding,

platform terbuat dari besi atau logam, mencampur bahan di tempat yang terlokalisir, memberikan pelatihan pekerja yang belum terampil dan alat pelindung diri.

(5)

ABSTRACT

Has been done a study at Gatot Subroto Hotel Construction Project that was built with high 40,8 meters. Scaffolding condition not suitable used and workers don’t use personal protective equipment. This study purposed to assess the risk of occupational accident to scaffolding users at Gatot Subroto Hotel construction project.

The descriptive study population was 26 workers, sampling based on purposive sampling technique, complete the requirements have used scaffolding, put in brick, roughcast and softcast, worked on 14 – 20 May 2012 and ready to interview, the sample was 17 workers consist of putting in brick 3 workers at 8th floor; roughcasting 7 workers that 2 workers at 2nd floor, 2 workers at 6th floor, 1 worker at 7th floor, 2 workers at 8th floor and softcasting 7 workers that 1 worker at 3rd floor,2 workers at 6th floor, 2 workers at 7th floor, 2 workers at 8th floor. Occupational accident risk assessment done by form Risk = Probability x Consequences.

The results obtained the highest risk on putting in brick with 11 risks, roughcasting with 10 risks and softcasting with 9 risks. By accounting mean for each probability, consequences and level of risk obtained probability putting in brick was very likely, roughcasting was likely and softcasting was likely. Consequences putting in brick was moderate, roughcasting was moderate and softcasting was moderate. Risk assessment putting in brick was moderate, roughcasting was moderate and softcasting was moderate.

So suggested to use main frame appropriate SOP using scaffolding, platform made from iron or metal, mix materials at suitable place, give training to workers haven’t skilled yet and personal protective equipment.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dewi Juliatin

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/7 Juli 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Nama Orang Tua

Ayah : Ngatno Harianto

Ibu : Surati

Anak ke : 2 dari 2 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Sei Deli No 66/92 Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997-2003 : SDN 060876 Medan

Tahun 2003-2006 : SMPN 14 Medan

Tahun 2006-2009 : SMAN 3 Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul : “Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding di Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012“, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat .

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk

itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja FKM USU

3. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt., MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan

4. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM,M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

5. Ibu dr.Halinda Sari Lubis, MKKK, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

(8)

6. Ibu Umi Salmah SKM,M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak

memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini

7. Ibu Drh. Hiswani, M.Kes, selaku Dosen Penasihat Akademik

8. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara

9. PT MJS yang telah senantiasa memberikan izin kepada penulis untuk melakukan

penelitian sehingga skripsi ini dapat dijalankan dan diselesaikan

10.Para pengguna scaffolding atas kerjasama dan kesediaannya menjadi sampel

penellitian sehingga skripsi ini sangat terbantu dan terselesaikan

11.Teristimewa untuk orangtua tercinta, Ayahanda (Ngatno Harianto) dan Ibunda

(Surati) yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat,

dukungan dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. You’re the best in my

life.

12.Kakak penulis yang telah memberikan inspirasi untuk segala hal, dorongan,

nasehat, dan senantiasa mendoakan penulis.

13.Sahabat-sahabat penulis, Adelina Irmayani, Rizqiana Halim, Dwi Putri, Rahma

Fazrina dan Winda Melisa, atas semangat, dukungan dan doa yang telah diberikan

kepada penulis, terkhusus kepada Dipo Satryo Suhendra, atas doa, dukungan,

masukan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

14.Teman-teman peminatan K3, Kak Nona, Kak Sri Yusnani, Kak Naja, Kak Nadya,

Rizka Wita, Mayan, Annisa Mentari, Deby, Florentina, Novtalin, Dunia terang,

Mareza, Fentra, Fahrurozi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas

(9)

15.Teman-teman stambuk 09, Andy Yusri, Ilham Khairi, Rudi Daulay, Mukhtar,

NurMaya Sari, Ulfah, Thomson, Sulina, dan yang lain yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu, atas doa yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta

masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Aplikatif ... 6

1.4.2 Manfaat Teoritif ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kecelakaan Kerja ... 7

2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja ... 7

2.1.2 Teori Kecelakaan Kerja... 8

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ke celakaan Kerja ... 9

2.1.4 Klasifikasi Kecelakaan Kerja ... 11

2.1.5 Kerugian Oleh Karena Kecelakaan ... 13

2.1.6 Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 13

2.2 Industri Konstruksi ... 15

2.3 Scaffolding ... 17

2.3.1 Pengertian Scaffolding ... 17

2.3.2 Jenis dan Fungsi Scaffolding ... 18

2.4 Risiko Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi ... 31

2.5 Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja ... 32

2.6 Kerangka Konsep ... 34

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

3.3.1 Populasi ... 35

3.3.2 Sampel ... 36

3.4 Instrumen Penelitian ... 37

(11)

3.5.1 Data Primer ... 37

3.5.2 Data Sekunder ... 37

3.6 Definisi Operasional ... 37

3.7 Aspek Penilaian ... 38

3.8 Analisis Data ... 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.2 Penggunaan Scaffolding pada Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto ... 40

4.3 Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding di Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto ... 43

4.3.1 Kemungkinan ... 43

4.3.1.1 Pemasangan Bata ... 43

4.3.1.2 Pemelesteran ... 47

4.3.1.3 Pengacian ... 52

4.3.2 Konsekuensi ... 57

4.3.2.1 Pemasangan Bata ... 57

4.3.2.2 Pemelesteran ... 59

4.3.2.3 Pengacian ... 64

4.3.3 Penilaian Risiko ... 68

4.3.3.1 Pemasangan Bata ... 68

4.3.3.2 Pemelesteran ... 69

4.3.3.3 Pengacian ... 71

BAB 5 PEMBAHASAN ... 74

5.1 Proses Kerja ... 74

5.1.1 Pemasangan Bata ... 74

5.1.2 Pemelesteran ... 76

5.1.3 Pengacian ... 78

BAB 6 KESIMPULAN ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 82

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kemungkinan Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna

Scaffolding saat Memasang Bata di Proyek Pembangunan

Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.2 Kemungkinan Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna

Scaffolding saat Memplester di Proyek Pembangunan

Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 49 Tabel 4.3 Kemungkinan Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna

Scaffolding saat Mengaci di Proyek Pembangunan

Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 54 Tabel 4.4 Konsekuensi Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna

Scaffolding saat Memasang Bata di Proyek Pembangunan

Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 59 Tabel 4.5 Konsekuensi Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna

Scaffolding saat Mempelester di Proyek Pembangunan

Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 61 Tabel 4.6 Konsekuensi Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna

Scaffolding saat Mengaci di Proyek Pembangunan

Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 65 Tabel 4.7 Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Scaffolding Andang Kayu ... 20

Gambar 2.2 Scaffolding Andang Bambu ... 20

Gambar 2.3 Scaffolding Besi ... 20

Gambar 2.4 Scaffolding Tiang Dari Bambu ... 21

Gambar 2.5 Sistem Scaffolding Bambu Dengan Konsol Dari Besi ... 22

Gambar 2.6 Scaffolding Tiang Besi atau Pipa ... 22

Gambar 2.7 Scaffolding Besi Beroda ... 22

Gambar 2.8 Scaffolding Besi Tanpa Roda ... 23

Gambar 2.9 Scaffolding Menggantung ... 23

Gambar 2.10 Scaffolding Bingkai ... 24

Gambar 2.11 Ukuran Main Frame ... 24

Gambar 2.12 Ukuran Ladder Frame ... 25

Gambar 2.13 Cross Brace ... 25

Gambar 2.14 Arm lock (a) dan arm lock yang terpasang pada Scaffolding (b) 25 Gambar 2.15 Jack Base ... 26

Gambar 2.16 Joint Pin ... 26

Gambar 2.17 U-Head Jack ... 26

Gambar 2.18 Platform ... 27

Gambar 2.19 Stair ... 27

Gambar 2.20 Horizontal Frame (a) dan Pada Penggunaannya (b) ... 28

Gambar 2.21 Pipa Support ... 28

Gambar 2.22 Swivel Clamp ... 28

Gambar 2.23 Pararel Construction ... 29

Gambar 2.24 Staggered Construction ... 29

Gambar 2.25 Pijakan Scaffolding yang Salah ... 30

Gambar 2.26 Scaffolding yang Menggunakan Roda... 30

Gambar 2.27 Kerangka Konsep Penelitian ... 34

Gambar 4.1 Diagram Batang Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding saat Pemasangan Bata di Lantai 8 Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 68

Gambar 4.2 Diagram Batang Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding saat Pemelesteran di Lantai 2 Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 69

Gambar 4.3 Diagram Batang Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding saat Pemelesteran di Lantai 6 Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 69

Gambar 4.4 Diagram Batang Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding saat Pemelesteran di Lantai 7 Proyek Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 70

(14)

Pengguna Scaffolding saat Pengacian di Lantai 3 Proyek

Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 71 Gambar 4.7 Diagram Batang Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada

Pengguna Scaffolding saat Pengacian di Lantai 6 Proyek

Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 71 Gambar 4.8 Diagram Batang Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada

Pengguna Scaffolding saat Pengacian di Lantai 7 Proyek

Pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan Tahun 2012 ... 72 Gambar 4.9 Diagram Batang Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada

Pengguna Scaffolding saat Pengacian di Lantai 8 Proyek

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Pengguna Scaffolding

Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari PT Mitra Jaya Solid

(16)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto yang dibangun dengan ketinggian 40,8 m. Kondisi scaffolding yang digunakan sudah tidak layak dipakai dan pekerja tidak menggunakan APD. Penelitian ini bertujuan untuk menilai risiko kecelakaan kerja pada pengguna scaffolding di proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto.

Penelitian bersifat deskriptif dengan populasi berjumlah 26 orang, pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive sampling, yang memenuhi syarat pernah menggunakan scaffolding, melakukan pemasangan bata, pemelesteran dan pengacian, dikontrak pada tanggal 14 - 20 Mei 2012 dan bersedia diwawancarai, maka diperoleh sejumlah 17 orang sampel yang terbagi atas pemasangan bata 3 orang di lantai 8; pemelesteran 7 orang yaitu 2 orang di lantai 2, 2 orang di lantai 6, 1 orang di lantai 7, 2 orang di lantai 8 dan pengacian 7 orang yaitu 1 orang di lantai 3, 2 orang di lantai 6, 2 orang di lantai 7, 2 orang di lantai 8. Penilaian risiko kecelakaan kerja dilakukan dengan rumus Risk = Probability x Consequences.

Hasil penelitian diperoleh bahwa risiko terbanyak pada pemasangan bata dengan jumlah risiko 11, pemelesteran dengan jumlah risiko 10 dan pengacian dengan jumlah risiko 9. Berdasarkan perhitungan mean setiap kategori kemungkinan, konsekuensi dan tingkat risiko diperoleh hasil akhir bahwa kemungkinan kecelakaan kerja pada pemasangan bata adalah sangat mungkin, pemelesteran adalah mungkin dan pengacian adalah mungkin. Konsekuensi kecelakaan kerja pada pemasangan bata adalah sedang, pemelesteran adalah sedang dan pengacian adalah sedang. Penilaian risiko pada pemasangan bata adalah sedang, pemelesteran adalah sedang dan pengacian adalah sedang.

Jadi disarankan menggunakan main frame sesuai SOP penggunaan scaffolding,

platform terbuat dari besi atau logam, mencampur bahan di tempat yang terlokalisir, memberikan pelatihan pekerja yang belum terampil dan alat pelindung diri.

(17)

ABSTRACT

Has been done a study at Gatot Subroto Hotel Construction Project that was built with high 40,8 meters. Scaffolding condition not suitable used and workers don’t use personal protective equipment. This study purposed to assess the risk of occupational accident to scaffolding users at Gatot Subroto Hotel construction project.

The descriptive study population was 26 workers, sampling based on purposive sampling technique, complete the requirements have used scaffolding, put in brick, roughcast and softcast, worked on 14 – 20 May 2012 and ready to interview, the sample was 17 workers consist of putting in brick 3 workers at 8th floor; roughcasting 7 workers that 2 workers at 2nd floor, 2 workers at 6th floor, 1 worker at 7th floor, 2 workers at 8th floor and softcasting 7 workers that 1 worker at 3rd floor,2 workers at 6th floor, 2 workers at 7th floor, 2 workers at 8th floor. Occupational accident risk assessment done by form Risk = Probability x Consequences.

The results obtained the highest risk on putting in brick with 11 risks, roughcasting with 10 risks and softcasting with 9 risks. By accounting mean for each probability, consequences and level of risk obtained probability putting in brick was very likely, roughcasting was likely and softcasting was likely. Consequences putting in brick was moderate, roughcasting was moderate and softcasting was moderate. Risk assessment putting in brick was moderate, roughcasting was moderate and softcasting was moderate.

So suggested to use main frame appropriate SOP using scaffolding, platform made from iron or metal, mix materials at suitable place, give training to workers haven’t skilled yet and personal protective equipment.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak

dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan

dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Syarat-syarat

keselamatan kerja ditetapkan salah satu untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan

dan termasuk di tempat kerja yang sedang dikerjakan pembangunan, perbaikan,

perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya

(UU No 1 Tahun 1970).

Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia dapat dikatakan telah

mengalami kemajuan dan mendapat porsi yang seimbang dengan perkembangan

sektor industri yang lain. Keseimbangan tersebut diindikasikan oleh peran serta

sektor konstruksi dalam aktivitas pembangunan di Indonesia. Semakin

berkembangnya industri konstruksi juga menunjukkan tantangan yang semakin ketat

dan kompleks di bidang konstruksi. Industri konstruksi memberikan kontribusi yang

esensial terhadap proses pembangunan di Indonesia. Hasil pembangunan dapat dilihat

dari semakin banyaknya gedung bertingkat, sarana infrastruktur jalan dan jembatan,

sarana irigasi dan bendungan, perhotelan, perumahan dan sarana prasarana lain (Pio,

2012).

Di negara Indonesia, penyelenggaraan konstruksi telah banyak menimbulkan

masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan termasuk ke dalam salah satu

(19)

konstruksi yang mencakup sekitar 7-8 persen atau sekitar 4,5 juta orang dari jumlah

tenaga kerja di seluruh sektor yang terdapat di Indonesia. Sekitar 1,5 persen dari

tenaga kerja di bidang konstruksi yang kebanyakan belum pernah mendapatkan

pendidikan formal dan sebagian merupakan pekerja harian lepas atau borongan yang

tidak memiliki kontrak kerja secara formal terhadap perusahaan yang akan

mempersulit penanganan masalah K3 (Warta Ekonomi, 2006).

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki

risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan

kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik

proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan

dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut

ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak

terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,

akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko

tinggi. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejak awal tahun 1980an

pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus

untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Per-01/Men/1980 (Reini, 2005)

Setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan atau

dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja terhadap tenaga kerjanya.

Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin bahwa peralatan perancah,

(20)

atau dijatuhkan ke bawah dari tempat yang tinggi sehingga dapat menyebabkan

kecelakaan (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/1980)

Di Indonesia tingkat kecelakaan kerja merupakan salah satu yang tertinggi di

dunia. Sedikitnya terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia

pada periode tahun 2007. Namun hal itu dipercaya hanya sekitar 50% dari jumlah

yang sebenarnya, karena data tersebut dapat diambil dari jumlah claim kepada

Jamsostek. Dan hanya sekitar 50% perusahaan saja yang mengasuransikan

pekerjanya kepada Jamsostek. Dari sekian banyak jumlah tersebut, penyumbang

terbanyak berasal dari kecelakaan kerja konstruksi yang mencapai 30% dari total

keseluruhan jumlah kecelakaan kerja (Anshori, 2008).

Berdasarkan data yang tercatat di PT Jamsostek, menunjukkan bahwa untuk

tahun 2002 terdapat 103.804 kasus kecelakaan kerja di Indonesia, angka ini

mencakup 1.903 meninggal dunia dan 10.345 cacat tetap. Khusus untuk sektor jasa

konstruksi, terdapat 1.253 kasus kecelakaan kerja (Reini, 2005)

Salah satu komponen penting dalam pengerjaan struktur suatu proyek

konstruksi adalah perancah/scaffolding yang dipakai dari awal hingga akhir proyek

sebagai material support yang harus digunakan pada semua kegiatan konstruksi

untuk melindungi para pekerja di sektor konstruksi. Telah diperkirakan 2,3 juta dari

pekerja konstruksi atau 65 persen dari seluruh pekerja konstruksi bekerja pada

scaffolding/perancah. Tanpa disadari seringkali scaffolding kurang menjadi perhatian

bagi para kontraktor. Bahkan, kecelakaan fatal dan serius dapat diakibatkan oleh

pemasangan scaffolding yang keliru. sekitar 72 persen pekerja yang terluka dalam

(21)

oleh papan tempat mereka bekerja atau tertimpa oleh barang/bahan yang jatuh dari

atas perancah (Biro Statistik Tenaga Kerja dalam skripsi mahasiswa FKM UI, 2009).

Kasus kecelakaan kerja juga terjadi di proyek Puspem Badung yang

menyebabkan empat buruh terjatuh dari lantai III. Buruh yang terjatuh mengalami

luka lecet dan satu orang buruh mengalami patah tulang belakang. Penyebab jatuhnya

pekerja akibat pasangan batu padas di atas gedung tiba-tiba terjatuh. Batu padas

tersebut kemudian mengenai scaffolding yang digunakan buruh untuk melaksanakan

pekerjaan (Denpost, 2011).

Penggunaan scaffolding juga digunakan pada proyek pembangunan Hotel

Gatot Subroto setinggi 12 lantai yang terletak di Jalan Gatot Subroto Medan. Proyek

pembangunan hotel ini menggunakan jasa konstruksi dari PT MJS yang bergerak di

bidang civil engineering, architectural, mechanical dan electrical. Proses

pembangunan hotel yang sudah berjalan 2 tahun hingga saat ini menggunakan

scaffolding bingkai yang dipasang pada bagian depan dan belakang bangunan.

Scaffolding adalah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk

sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat

pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan

pembongkaran. Scaffolding yang sesuai dan aman harus disediakan untuk semua

pekerjaan dan harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan

dengan aman tenaga kerja, peralatan dan bahan yang dipergunakan. Lantai

scaffolding harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. Para

pekerja memanfaatkan scaffolding yang dipasang untuk menaiki bangunan serta

(22)

scaffolding memiliki tinggi 170 cm dan untuk satu lantainya menggunakan dua

scaffolding, berarti untuk pembangunan hotel yang setinggi 12 lantai digunakan

sekitar 24 scaffolding dengan tinggi 40,8 m. Tentu saja tingkat risiko dari scaffolding

ini besar apabila tidak dipasang dengan benar terlebih pekerja dapat bekerja dan

berada di atas bangunan selama berjam-jam untuk melakukan pekerjaan mereka

ditambah lagi scaffolding yang digunakan untuk proyek pembangunan hotel tersebut

banyak yang berkarat dan sudah bengkok. Bukan hanya itu saja tetapi pekerja juga

berpijak di atas scaffolding dengan menggunakan kayu triplek, memanjat dan

menuruni scaffolding melalui besi-besi yang terdapat di kanan dan kiri main frame

tanpa menggunakan alat pelindung diri apapun, padahal hal tersebut justru dapat

membahayakan keselamatan pekerja. Aspek keselamatan dalam hal ini sangat perlu

diupayakan agar pekerja dapat bekerja dengan rasa aman, nyaman dan selamat. Oleh

karena itu dalam penelitian ini akan dibahas mengenai penilaian risiko kecelakaan

kerja pada pengguna scaffolding di proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto

Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana risiko kecelakaan

kerja pada pengguna scaffolding di proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan

(23)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menilai risiko kecelakaan kerja

pada pengguna scaffolding di proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan

tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menilai risiko kecelakaan kerja saat memasang bata di proyek pembangunan

Hotel Gatot Subroto Medan tahun 2012.

2. Menilai risiko kecelakaan kerja saat memplester di proyek pembangunan Hotel

Gatot Subroto Medan tahun 2012.

3. Menilai risiko kecelakaan kerja saat mengaci di proyek pembangunan Hotel

Gatot Subroto Medan tahun 2012.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Aplikatif

1. Sebagai masukan bagi PT MJS untuk menerapkan aspek keselamatan dan

kesehatan kerja agar tidak menimbulkan risiko kecelakaan kerja pada pengguna

scaffolding

2. Sebagai masukan bagi pengguna scaffolding agar mengetahui risiko-risiko yang

dapat menyebabkan kecelakaan kerja sehingga dapat diupayakan pencegahan.

1.4.2 Manfaat Teoritif

1. Menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja

2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada

penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya

dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya

preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang

kembali (Suma’mur, 2009). World Health Organization (WHO) mendefinisikan

kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan

sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang riil.

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak

diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan

Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Menurut (OHSAS

18001, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba

yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta

benda atau kerugian waktu.

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan

kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang

mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan

kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan menurut UU No. 3

(25)

kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju tempat

kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

2.1.2 Teori Kecelakaan Kerja

Teori kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan

yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu.

Salah satu teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja

yang diusulkan oleh H.W. Heinrich yang dikenal sebagai teori Domino Heinrich.

Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling

berhubungan, yaitu : (1) kondisi kerja, (2) kelalaian manusia, (3) tindakan tidak

aman, (4) kecelakaan, dan (5) cedera. Kelima faktor ini tersusun seperti kartu domino

yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain

hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino,

jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang

menyebabkan robohnya bangunan lain.

Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan

menghilangkan tindakan tidak aman yang merupakan poin ketiga dari lima faktor

penyebab kecelakaan yang menyumbang 98% terhadap penyebab kecelakaan. Jika

dianalogikan dengan kartu domino, maka jika kartu nomor 3 tidak ada lagi,

seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh maka tidak akan menyebabkan jatuhnya semua

kartu. Dengan adanya jarak antara kartu kedua dengan kartu keempat, maka ketika

kartu kedua terjatuh tidak akan sampai menimpa kartu nomor 4. Akhirnya kecelakaan

(26)

Teori Frank E. Bird Petersen mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu

kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan

harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber

energi yang melebihi ambang batas atau struktur. Teori ini memodifikasi teori

Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor

dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain :

a. Manajemen kurang control

b. Sumber penyebab utama

c. Gejala penyebab langsung

d. Kontak peristiwa

e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja yang terjadi menurut Suma’mur (2009) disebabkan oleh dua

faktor, yaitu :

1. Faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan

kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan

dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang

mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan

yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu

berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau

bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan

sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik

(27)

kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan

pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah,

ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.

2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat

pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor

mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan

suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun

menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat, terjatuh

di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang

dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda

pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan

kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi maupun di tempat

datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor

keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari

pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada

rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada

tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga

ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa

tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap,

(28)

2.1.4 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 dalam

Suma’mur (1987), klasifikasi kecelakaan kerja sebagai berikut :

1. Berdasarkan jenis pekerjaan

a) Terjatuh

b) Tertimpa benda jatuh

c) Tertumbuk atau terkena benda-benda

d) Terjepit oleh benda

e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

f) Pengaruh suhu tinggi

g) Terkena arus listrik

h) Kontak bahan berbahaya atau radiasi

2. Berdasarkan penyebab

a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu,

dan sebagainya.

b) Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan peralatannya, alat

angkut darat, udara dan air

c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,

alat-alat listrik, bejana bertekanan, tangga, scaffolding dan sebagainya.

d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, debu, gas, zat-zat

kimia, dan sebagainya.

(29)

3. Berdasarkan sifat luka atau kelainan

a) Patah tulang

b) Dislokasi (keseleo)

c) Regang otot

d) Memar dan luka dalam yang lain

e) Amputasi

f) Luka di permukaan

g) Gegar dan remuk

h) Luka bakar

i) Keracunan-keracunan mendadak

j) Pengaruh radiasi

4. Berdasarkan letak kelainan atau luka di tubuh

a) Kepala

b) Leher

c) Badan

d) Anggota atas

e) Anggota bawah

f) Banyak tempat

(30)

2.1.5 Kerugian Oleh Karena Kecelakaan

Korban kecelakaan kerja mengeluh dan menderita, sedangkan sesama pekerja

ikut bersedih dan berduka cita. Kecelakaan seringkali disertai terjadinya luka,

kelainan tubuh, cacat bahkan juga kematian. Gangguan terhadap pekerja demikian

adalah suatu kerugian besar bagi pekerja dan juga keluarganya serta perusahaan

tempat ia bekerja.

Tiap kecelakaan merupakan suatu kerugian yang antara lain tergambar dari

pengeluaran dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya

kecelakaan seringkali sangat besar, padahal biaya tersebut bukan semata-mata beban

suatu perusahaan melainkan juga beban masyarakat dan negara secara keseluruhan.

Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas P3K, pengobatan,

perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak mampu bekerja, kompensasi cacat,

biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan, mesin dan biaya tersembunyi

meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca

kecelakaan terjadi, seperti berhentinya operasi perusahaan oleh karena pekerja

lainnya menolong korban, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang

yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta berada dalam perawatan dengan

orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan

(Suma’mur, 2009)

2.1.6 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang penyebab

kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan

(31)

kecelakaan harus benar-benar diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya. Selain

analisis mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan, untuk pencegahan

kecelakaan kerja sangat penting artinya dilakukan identifikasi bahaya yang terdapat

dan mungkin menimbulkan insiden kecelakaan di perusahaan serta mengases

besarnya risiko bahaya.

Pencegahan kecelakaan kerja menurut Suma’mur (2009) ditujukan kepada

lingkungan, mesin, peralatan kerja, perlengkapan kerja dan terutama faktor manusia.

1. Lingkungan

Syarat lingkungan kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara,

pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara

ruang kerja

b. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja

yang dapat menjamin keselamatan

c. Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan

penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan

tempat dan ruangan

2. Mesin dan peralatan kerja

Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan

memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari

baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas

yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman

(32)

pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap

mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.

3. Perlengkapan kerja

Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi

pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang

kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam

penggunaannya.

4. Faktor manusia

Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,

mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan

hal-hal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari

perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya

ketidakcocokan fisik dan mental.

2.2 Industri Konstruksi

Bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja telah diatur pemerintah dalam UU

No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan

pekerja meliputi upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja dan termasuk juga

masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak hanya itu, pemerintah juga mengatur

peraturan bagi pekerja di bidang konstruksi, yang diatur melalui Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan

(33)

Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,

pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan

Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang

selanjutnya disingkat sebagai pedoman K3 konstruksi ini merupakan pedoman yang

dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia.

Aspek K3 untuk bidang konstruksi juga diterapkan di Amerika Serikat melalui

Occupational Safety and Health Administration (OSHA, 1926), dengan dikeluarkan

pedoman K3 termasuk untuk bidang konstruksi. Pedoman ini bertujuan agar

tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan,

tetapi juga disempurnakan secara terus menerus dan mengakomodasikan

masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan sehingga akan

menumbuhkan kesadaran untuk mengikuti peraturan agar tercapainya keselamatan

dan kesehatan kerja.

Dalam prosedur keselamatan kerja konstruksi ada beberapa jenis izin kerja yang harus dipatuhi dan dibuat oleh para pekerja sebelum memulai pekerjaannya,

antara lain :

a. Izin kerja bekerja di ketinggian atau working at height permit. Izin ini

dibutuhkan oleh pekerja-pekerja scaffolding yang lebih banyak bekerja di

ketinggian.

b. Izin kerja pada tempat terbatas atau confine space permit. Izin ini dibutuhkan

(34)

bukan hanya sempit, dalam atau bertekanan tinggi, tetapi juga minim ventilasi

dan asupan oksigen.

c. Izin kerja panas atau hot work permit. Izin ini diperlukan untuk semua pekerja

yang melakukan pekerjaan mengelas, menggerinda, memotong atau

menghaluskan material logam dengan peralatan listrik.

d. Izin kerja aman atau safe work permit. Izin ini merupakan inti dari semua izin

kerja yang telah disebutkan sebelumnya. Karena izin kerja aman harus tetap

ada bersamaan izin kerja lain yang dibutuhkan (Ahira, 2012).

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan

dijelaskan bahwa pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan

pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja terhadap

tenaga kerjanya. Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana untuk

keperluan keluar masuk dengan aman. Tempat-tempat kerja, tangga-tangga,

lorong-lorong dan gang-gang tempat orang bekerja atau sering dilalui harus dilengkapi

dengan penerangan yang cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semua tempat

kerja juga harus mempunyai ventilasi yang cukup sehingga dapat mengurangi bahaya

debu, uap dan bahaya lainnya.

2.3 Scaffolding

2.3.1 Pengertian Scaffolding

Scaffolding adalah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk

sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat

(35)

pembongkaran. Scaffolding yang sesuai dan aman harus disediakan untuk semua

pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seseorang yang berdiri di

atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat

dilakukan dengan aman dan mempergunakan tenaga. Scaffolding harus diberi lantai

papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja,

peralatan dan bahan yang dipergunakan. Lantai scaffolding harus diberi pagar

pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. PER-01/MEN/1980)

Scaffolding dibuat apabila pekerjaan bangunan gedung sudah mencapai

ketinggian 2 meter dan dan tidak dapat dijangkau oleh pekerja. Scaffolding harus

dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dijamin keamanannya bila

dikerjakan pada ketinggian yang melebihi 2 meter dengan menggunakan scaffolding

yang memenuhi standar.

2.3.2 Jenis dan Fungsi Scaffolding

Scaffolding digunakan dengan tujuan sebagai tempat untuk bekerja yang aman

bagi pekerja konstruksi sehingga keselamatan kerja terjamin dan sebagai pelindung

bagi pekerja yang lain seperti pekerja yang berada di bawah agar terlindung dari

jatuhnya bahan atau alat. Berdasarkan fungsinya, konstruksi scaffolding menurut

Frick dan Setiawan (2012) dapat dibagi atas :

1. Konstruksi scaffolding kerja panggung

Terbuat dari bambu atau kasau (4x6 atau 5x7 cm) sebagai kerangka scaffolding.

(36)

bangunan. Scaffolding jenis ini dapat dipindah-pindah dengan mudah karena

biasanya ukuran scaffolding tersebut tidak besar.

2. Konstruksi scaffolding pengaman

Scaffolding jenis ini berfungsi sebagai pengaman tukang dan buruh yang bekerja

pada ketinggian lebih dari 5 m diatas permukaan tanah, atau sebagai panggung

pengaman bagi orang yang harus lewat dekat tempat bangunan, misalnya jika

tempat bangunan terletak pada sisi jalan raya dan sebagainya, sehingga mereka

aman terhadap debu dan bahan bangunan atau alat-alat yang jatuh.

3. Konstruksi scaffolding penyangga tegak dan mendatar

Scaffolding ini ditujukan untuk menahan bagian gedung yang harus

dipertahankan pada waktu membongkar sebagian atau mengadakan perbaikan

terhadapnya sehingga tidak akan runtuh.

Secara umum scaffolding dapat dibagi atas :

A. Scaffolding andang

Scaffolding andang digunakan pada pekerjaan yang tingginya 2,5-3 m. apabila

pekerjaan lebih tinggi maka scaffolding andang tidak dapat digunakan lagi.

Scaffolding andang dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1) Scaffolding andang kayu

Scaffolding andang kayu dapat dipindah-pindahkan dan dapat dibuat dengan

cepat. Untuk tinggi scaffolding tidak dapat disetel. Scaffolding ini biasanya

digunakan untuk pekerjaan pada ketinggian yang tidak lebih dari 3 m, sedangkan

(37)

Gambar 2.1 Scaffolding andang kayu

2) Scaffolding andang bambu

Scaffolding andang bambu dapat dipindah-pindah dan sebagai pengikatnya

memakai tali ijuk, karena tali ijuk ini tahan terhadap air, panas. Perancang

andang bambu ini sudah disetel terlebih dahulu, sehingga panjang dan tingginya

tidak dapat disetel. Biasanya scaffolding andang bambu dapat dipakai pada

ketinggian pekerjaan tidak lebih dari 3 meter, mengenai kaki andang bambu ada

yang pakai 2 atau 3 pasang.

Gambar 2.2 Scaffolding andang bambu

3) Scaffolding besi

Scaffolding besi sangat praktis dan efisien karena pemasangannya mudah dan

dapat dipindah-pindahkan. Tinggi scaffolding besi dapat disetel untuk jarak kaki

[image:37.612.280.397.85.152.2]

scaffolding yang satu dengan yang lain 180 cm dengan tebal papan 3 cm.

(38)

B. Scaffolding tiang

Scaffolding tiang digunakan apabila pekerjaan sudah mencapai diatas 3 m.

Scaffolding tiang dapat dibuat lebih dari 10 m tergantung kebutuhan. Scaffolding

tiang dapat dibagi atas :

1) Scaffolding tiang dari bambu

Pada umumnya scaffolding bambu banyak dipakai oleh pekerja di lapangan, baik

pada bangunan bertingkat maupun tidak, dikarenakan :

a. Bambu mudah didapat, kuat, dan murah

b. Pemasangan scaffolding bambu mudah

c. Mudah dibongkar dan dapat dipasang kembali tanpa merusak bambu

[image:38.612.274.401.386.473.2]

d. Bahan pengikatnya pakai tali ijuk

Gambar 2.4 Scaffolding tiang dari bambu

2) Sistem Scaffolding Bambu dengan Konsol dari Besi

Sistem scaffolding bambu dengan konsol besi hanya ditahan oleh satu tiang

bambu saja, berbeda dengan scaffolding yang ditahan oleh beberapa tiang.

Keuntungan dari sistem scaffolding bambu dengan konsol besi adalah :

a. Tidak terlalu banyak bambu yang dibutuhkan

b. Cara pemasangannya lebih cepat daripada scaffolding bambu

(39)

d. Pemasangan konsol dapat dipindah dari tingkat 1 ketingkat diatasnya

[image:39.612.283.396.138.216.2]

e. Untuk tiang bambu tidak perlu dipotong

Gambar 2.5 Sistem scaffolding bambu dengan konsol dari besi

3) Scaffolding Tiang Besi atau Pipa

Pada scaffolding tiang dari besi atau pipa memakai kopling sebagai alat

penyambung, untuk penyetelannya lebih cepat dibandingkan scaffolding tiang

bambu.

Gambar 2.6 Scaffolding Tiang Besi atau Pipa

C. Scaffolding besi beroda

Scaffolding besi beroda ini terbuat dari pipa galvanis. Pada scaffolding besi

beroda dapat dipasang di lapangan atau di dalam ruangan. Fungsi rodanya adalah

untuk memindahkan scaffolding. Pada scaffolding besi beroda sedikit lain dari

scaffolding yang ada, karena disini bagian-bagian dari tiangnya sudah berbentuk

[image:39.612.291.387.367.437.2]
(40)
[image:40.612.298.382.83.147.2]

Gambar 2.7 Scaffolding besi beroda

D. Scaffolding besi tanpa roda

Gambar 2.8 Scaffolding besi tanpa roda

(1) Kaki pipa berulir, (2) kusen bangunan, (3) penguat vertikal, (4) tiang sandaran, (5)

sambungan pasak, (6) papan panggung, (7) panggung datar, (8) papan pengaman, (9)

tiang sandaran, (10) penutup sandaran, (11) konsol penyambung, (12) penopang, (13)

konsol keluar, (14) tiang sandaran tangga, (15) pinggiran tangga, (16) anak tangga,

(17) sandaran tangga, (18) sandaran dobel.

E. Scaffolding menggantung

Pada scaffolding menggantung digunakan pada pekerjaan pemasangan eternit,

pekerjaan finishing pengecatan eternit, plat beton, dan sebagainya. Jadi scaffolding

menggantung digunakan pada pekerjaan bagian atas saja dan pelaksanaannya

scaffolding digantungkan pada bagian atas bangunan seperti pada dengan memakai

[image:40.612.222.363.224.319.2]
(41)

Gambar 2.9 Scaffolding menggantung

Jenis scaffolding sangat beragam, namun yang paling sering digunakan adalah

jenis scaffolding bingkai dan pipa. Standar internasional untuk scaffolding adalah

jenis scaffolding pipa, sedangkan di Indonesia scaffolding yang paling sering

digunakan adalah scaffolding bingkai (frame scaffolding).

Gambar 2.10 Scaffolding bingkai

Komponen scaffolding bingkai terdiri dari :

a) Bingkai utama (main frame)

Main frame merupakan salah satu bagian vital dari sebuah scaffolding yang

berfungsi sebagai pembentuk dan penyangga utama dari bentuk konstruksi

sebuah scaffolding. Apabila dilihat secara visual kondisi main frame sudah

bengkok dan berkarat yang dapat mengakibatkan berkurangnya daya kekuatan

dari sebuah scaffolding. Untuk scaffolding dasar, bagian bawah main frame

dipasangi jack base dan bagian atasnya dipasangi joint pin (untuk membuat

[image:41.612.298.390.73.157.2]
(42)

Gambar 2.11 Ukuran main frame

b) Ladder frame

Ladder frame adalah bingkai yang digunakan pada susunan puncak dari

scaffolding. Ladder frame terpasang hanya pada kedua sisi dari scaffolding yang

berfungsi sebagai pembatas pada pekerja yang melakukan aktivitas bekerja

diatas scaffolding. Sering kali yang pekerja lakukan adalah memasang platform

pada ladder frame, hal tersebut sangat keliru dan secara tidak sadar pekerja

[image:42.612.231.445.87.161.2]

tersebut membahayakan dirinya sendiri.

Gambar 2.12 Ukuran ladder frame

c) Cross brace

Cross brace adalah palang yang berfungsi untuk mempersatukan sepasang main

frame sehingga didapatkan konstruksi scaffolding yang kuat.

[image:42.612.286.390.411.456.2]
(43)

d) Arm lock

Arm lock adalah pengunci/penguat dari 2 susunan atau lebih scaffolding agar

susunan scaffolding tidak mudah goyang. Arm lock dipasang antara susunan

main frame satu ke susunan main frame yang berada diatasnya, lebih tepatnya

terpasang pada konektor pada cross brace.

Gambar 2.14 Arm lock (a) dan arm lock yang terpasang pada scaffolding (b)

e) Jack base

Jack base adalah alat yang berfungsi sebagai alas kaki dari scaffolding,

konstruksinya berulir sehingga dapat menyesuaikan dengan jarak dari lantai.

Gambar 2.15 Jack base

f) Joint pin

Joint pin adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyambung scaffolding satu

dengan scaffolding lainnya secara vertikal sehingga memungkinkan untuk dibuat

menjadi lebih dari 1 tingkatan scaffolding. Diameter atas dan bawah joint pin

dibuat lebih kecil dari diameter lubang dari main frame, namun pada bagian

(44)

Gambar 2.16 Joint pin

g) U-Head Jack

U-Head Jack adalah alat yang pada umumnya dipasang pada bagian atas

scaffolding yang berfungsi menyanggah konstruksi diatasnya. Bentuk yang

seperti huruf “U” memungkinkan untuk mengapit bagian konstruksi diatasnya

yang juga sebagai penahan dari scaffolding agar tidak mudah goyah. Alat ini

tidak efektif digunakan pada konstruksi bagian atas yang rata.

Gambar 2.17 U-Head Jack

h) Platform

Platform (papan scaffolding) adalah alat yang diletakkan pada susunan

scaffolding yang diinginkan yang akan digunakan pekerja sebagai penopang

pijakan dalam melakukan pekerjaan. Platform harus kuat (terbuat dari logam)

[image:44.612.305.370.367.452.2]
(45)

Gambar 2.18 Platform

i) Stair

Stair (tangga) adalah alat yang berfungsi sebagai akses pekerja untuk dapat

menuju susunan scaffolding yang dikehendaki. Keberadaan stair (tangga) ini

sangat penting, seringkali pekerja menaiki scaffolding dengan memanjat

sambungan besi horizontal pada main frame padahal itu bukanlah berfungsi

sebagai tangga. Perlu diperhatikan juga, apabila dipasangi stair (tangga) juga

harus dipasang handrail, untuk pegangan tangan saat menaiki tangga.

Gambar 2.19 Stair

j) Horizontal Frame

Horizontal frame adalah bingkai besi yang membujur berfungsi sebagai penguat

susunan scaffolding. Apabila scaffolding lebih dari 1 susunan, maka harus

memakai horizontal frame pada kedua sisi scaffolding.

(46)

Peralatan tambahan (Attachments)

1. Pipa support

Pipa support ini biasanya digunakan pada saat pembongkaran bekisting.

Gambar 2.21 Pipa support

2. Swivel Clamp

Swivel clamp adalah penjepit yang berbentuk lingkaran dan dapat diputar 360o,

biasanya digunakan untuk menjepit pipa besi untuk membuat hand rail pada

stair (tangga).

Gambar 2.22 Swivel clamp

Scaffolding dapat disusun dengan dua cara, yaitu :

A. Pararel Construction

Susunan scaffolding pararel dengan peralatan yang dibagi menjadi yaitu untuk

(47)

pertemuan antara 2 orang yang lajunya berlawanan. Susunan scaffolding pararel

adalah susunan yang paling sering digunakan.

Gambar 2.23 Pararel Construction

B. Staggered Construction

Susunan scaffolding staggered construction hanya menggunakan 1 jalur yaitu

hanya dipakai stair (tangga) saja. Keuntungannya dapat menghemat platform,

namun kekurangannya tidak dapat mengantisipasi apabila terjadi pertemuan

antara 2 orang yang lajunya berlawanan dan harus menggunakan jenis stair

(tangga) yang sedikit dimodifikasi dengan penambahan plat besi di ujung tangga.

Selain itu juga konstruksi scaffolding akan mudah goyah apabila dinaiki pekerja.

[image:47.612.310.366.140.263.2] [image:47.612.308.368.527.648.2]
(48)

Seringkali kondisi scaffolding yang sudah berkarat, bengkok dan secara visual

sudah tidak layak masih sering digunakan padahal hal tersebut dapat mempengaruhi

daya kekuatan dari scaffolding tersebut. Selain itu pijakan scaffolding yang kurang

sejajar (tinggi sebelah) dapat menyebabkan susunan dari scaffolding yang tidak

sejajar, sehingga rentan untuk roboh. Hal yang diperhatikan juga adalah besi

horizontal pendek pada sisi kanan dan kiri main frame bukan berfungsi sebagai

tangga, namun banyak juga pekerja yang menaiki scaffolding melalui bagian tersebut.

Padahal besi horizontal pendek tersebut berfungsi sebagai penguat main frame.

Apabila bagian tersebut dipijaki maka besar kemungkinan untuk besi patah dan kaki

terperosok sehingga dapat mencederai pekerja. Gambar 2.25 Pijakan scaffolding yang

salah.

Menaiki scaffolding dapat dilakukan dengan memasang tangga (stair) yang

sesuai standar dan selalu memasang handrail pada tangga tersebut. Handrail

biasanya adalah dari pipa besi yang terpasang dengan menggunakan swivel clamp.

Cat walk atau platform yang digunakan sesuai standar yang selayaknya, bukan

menggunakan platform yang terbuat dari kayu triplek atau sejenisnya. Untuk pijakan

scaffolding yang menggunakan roda, apabila saat digunakan pekerja seharusnya

keempat roda dikunci agar tidak bergeser saat diatasnya ada pekerja. Akan lebih baik

lagi apabila keempat roda dikunci dan menggunakan penyangga pada keempat sisi

(49)

Gambar 2.26 Scaffolding yang menggunakan roda

2.4 Risiko Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi

Kecelakaan kerja di sektor konstruksi merupakan penyumbang angka

kecelakaan kerja terbesar pada beberapa tahun terakhir ini di samping kecelakaan

kerja di sektor lainnya. Pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan

yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada kedua jenis pekerjaan ini

kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan

cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat

terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi.

Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko

tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan

penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah

diatur dalam pedoman K3 konstruksi.

Berdasarkan hasil evaluasi atas kejadian-kejadian kecelakaan kerja selama ini

dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik yang telah

menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka meliputi terjadinya kegagalan

konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli teknik konstruksi,

penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat, lemahnya pengawasan

[image:49.612.265.412.83.172.2]
(50)

ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya

pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya baik dalam kualitas dan

kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri dan kurang disiplinnya para tenaga

kerja didalam mematuhi ketentuan mengenai K3 yang antara lain pemakaian alat

pelindung diri kecelakaan kerja.

Dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja pada tempat kegiatan

konstruksi serta adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja,diperlukan

upaya-upaya kedepan untuk mewujudkan tecapainya zero accident di tempat kegiatan

konstruksi. Zero accident adalah suatu kondisi dimana kecelakaan kerja pada suatu

perusahaan atau industri tidak terjadi kecelakaan kerja (angka kecelakaan kerja nol).

Oleh karena itu diperlukan peran dari semua pihak agar dapat mewujudkan zero

accident tersebut (Wiryanto, 2012)

2.5Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja

Risiko merupakan probability atau kemungkinan ataupun kecenderungan

untuk terjadinya kecelakaan maupun kematian (Sanders, 1993). Risiko juga dikatakan

sebagai ukuran dari kemungkinan atau kecenderungan dan dampak yang dapat

diakibatkan oleh bahaya-bahaya yang terdapat dari kegiatan maupun kondisi tertentu.

(Brauer, 1990). Sedangkan menurut Cross, risiko adalah likelihood (kemungkinan)

bahwa sakit dan cedera karena suatu bahaya akan terjadi pada individu tertentu atau

kelompok individu yang terpajan. Ukuran dari risiko tergantung pada seberapa

mungkin (how likely) hazard tersebut kontak dengan pekerja dan kekuatannya

(51)

buruk tertentu untuk terjadi (the probability of a specific adverse effect to occur)

(Holmberg, et al.) dalam Health Psychology in Action.

Berdasarkan berbagai definisi risiko yang telah dijelaskan dapat disimpulkan

bahwa risiko merupakan ukuran kemungkinan (probability) dengan besarnya dampak

(qonsequence) dari suatu keadaan yang dapat menimbulkan kecelakaan. Untuk dapat

mengenali risiko terlebih dahulu harus diperoleh pemahaman mengenai what is at

risk. Teknik yang dapat digunakan untuk mengenali risiko adalah dengan

mengumpulkan dan menelaah dokumen-dokumen organisasi

1) Mereview struktur dan bagan organisasi

2) Melakukan wawancara dengan pihak terkait

a. Ruang Lingkup

Penilaian risiko dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan

identifikasi risiko. Identifikasi risiko adalah tahapan yang sangat kritikal dalam

proses penilaian risiko yaitu merekam semua risiko baik yang sudah maupun belum

dikendalikan melalui pengendalian inten. Proses yang dilakukan dalam tahap

identifikasi risiko adalah:

1) Menginventarisasi data kejadian/peristiwa komprehensif yang mempengaruhi

organisasi

2) Menentukan sumber-sumber risiko, antara lain hubungan bisnis dan hukum,

lingkungan ekonomi, perilaku manusia, kejadian alam, lingkungan politik, isu

(52)

3) Menentukan area yang terkena pengaruh risiko, antara lain aset dan sumber daya,

pendapatan, biaya, pegawai, masyarakat, kinerja, waktu dan jadual aktivitas,

lingkungan.

4) Menentukan penyebab dan skenario risiko.

[image:52.612.116.527.271.489.2]

2.6 Kerangka Konsep

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk

mengidentifikasi dan menilai risiko-risiko kecelakaan kerja pada pengguna

scaffolding di proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan

yang terletak di jalan Gatot Subroto, pemilihan lokasi dikarenakan :

1. Belum pernah dilakukan penelitian tentang penilaian risiko kecelakaan kerja

pada pengguna scaffolding di proyek pembangunan tersebut

2. Belum adanya penerapan program K3 pada proyek pembangunan Hotel Gatot

Subroto

3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak PT MJS untuk melakukan

penelitian tersebut.

3.2.2Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Februari 2012 – Januari 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di proyek pembangunan

(54)

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling

berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

(1) Pernah menggunakan scaffolding

(2) Melakukan pekerjaan seperti memasang bata, memplester dan mengaci

(3) Dikontrak dalam waktu 1 minggu mulai tanggal 14 – 20 Mei 2012

(4) Bersedia diwawancarai

Berdasarkan kriteria tersebut, maka terdapat 17 orang yang menjadi sampel

dalam penelitian ini yang terdiri dari :

A. Pemasangan bata = 3 orang

- Lantai 8 = 3 orang

B. Pemelesteran = 7 orang

- Lantai 2 = 2 orang

- Lantai 6 = 2 orang

- Lantai 7 = 1 orang

- Lantai 8 = 2 orang

C. Pengacian = 7 orang

- Lantai 3 = 1 orang

- Lantai 6 = 2 orang

- Lantai 7 = 2 orang

(55)

3.4Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan tabel pengamatan untuk mengidentifikasi risiko

kecelakaaan kerja dan media foto untuk membantu dalam proses penilaian risiko.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung dan tabel identifikasi

risiko kecelakaan kerja pada pengguna scaffolding yang menjadi sampel dalam

penelitian ini.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data penempatan pekerja dari tanggal 14 – 20

Mei 2012 yang diperoleh dari PT MJS.

3.6Definisi Operasional

1. Penilaian : Memberikan scoring pada setiap risiko kecelakaan

kerja saat memasang bata, memplester dan mengaci

2. Risiko Kecelakaan Kerja : Segala sesuatu yang berpotensial untuk

mengacaukan proses yang telah diatur dan dapat

menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun

harta benda pada saat memasang bata, memplester

dan mengaci

3. Pengguna Scaffolding : Orang yang menggunakan scaffolding yang dibuat

untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga

tenaga kerja, bahan-bahan, serta alat-alat untuk

(56)

memplester dan mengaci di proyek pembangunan

seperti memasang bata, memplester dan mengaci di

proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan

3.7 Aspek Penilaian

Kategori kemungkinan dari yang paling rendah ke kategori tertinggi adalah :

1(jarang) = kemungkinan tidak terjadi

2(kurang mungkin) = kemungkinan terjadi tetapi sangat kecil sekali

3(mungkin) = kemungkinan terjadi kadang-kadang saja

4(sangat mungkin) = kemungkinan terjadi pasti tetapi jarang

5(hampir pasti) = kemungkinan terjadi berulang

Kategori konsekuensi dari yang paling rendah ke kategori tertinggi adalah :

1 = sangat ringan

- tidak ada cedera atau pun cedera sangat ringan

2 = ringan

- perlu P3K

3 = sedang

- cedera atau sakit dengan kehilangan satu hari kerja

4= berat

- kehilangan beberapa hari kerja

5= sangat berat

- terjadi kecacatan dan atau kematian

(57)

Keterangan :

ditangani dengan peraturan

atau prosedur yang rutin

te) : perlu tanggung jawab

yang spesifik dari pihak

manajemen

ngat membutuhkan perhatian

dari pihak manajemen

e) : dibutuhkan dan harus

dilakukan tindakan

penanganan secepatnya

Anonim. Risk Assessment Form. Situs :

3.8 Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan diidentifikasi dan dinilai risiko kecelakaan

kerja pada setiap pengguna scaffolding yang diwakili berdasarkan lantai tempat

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Proyek pembangunan Hotel Gatot Subroto Medan menggunakan jasa

Gambar

Gambar 2.3 Scaffolding besi
Gambar 2.4 Scaffolding tiang dari bambu
Gambar 2.6 Scaffolding Tiang Besi atau Pipa
Gambar 2.7 Scaffolding besi beroda
+7

Referensi

Dokumen terkait