• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa di Pegajahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa di Pegajahan"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

Data Informan 1. Nama : Tupon

Umur : 42 Tahun Pekerjaan : Produsen Mie 2. Nama : Lasmiem

Umur : 40 Tahun Pekerjaan : Produsen Mie 3. Nama : Karja

Umur : 35 Tahun Pekerjaan : Produsen Mie 4. Nama : Santi

Umur : 34 Tahun Pekerjaan : Produsen Mie 5. Nama : Isa

Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Pengupas Ubi 6. Nama : Amin

Umur : 55 Tahun Pekerjaan : Pengupas Ubi 7. Nama : Muliani

(2)

8. Nama : Samsiah Umur : 42 Tahun Pekerjaan : Pencetak 9. Nama : Anto

Umur : 35 tahun Pekerjaan : Agen Ubi 10.Nama : Saharudin

Umur : 60 Tahun Pekerjaan : Pemilik Warung 11.Nama : Nainggolan

Umur : 45 Tahun Pekerjaan : Agen Mie 12.Nama : Junaidi

Umur : 35 Tahun Pekerjaan : Penjual Ikan 13.Nama : Kari

Umur : 62 tahun Pekerjaan : Kepala Lorong 14.Nama : Drs. Agustrisno Msp

Umur : 55 Tahun

(3)

Lampiran Gambar

Gambar Mie Yeye Gambar Alen-Alen

Gambar Rengginang Ubi Kayu Gambar Opak Mie Rajang

(4)

Gambar Opak yang sudah Kering Gambar Mesin Penggiling

Gambar Hasil Penggilingan Ubi Gambar Hasil Penggilingan Ubi

(5)

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan.2006.Konstruksi dan Reproduksi kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2003. Ekonomi Moral, Rasional, Dan Politik Dalam

Industri Kecil Di Jawa. Kepel Press. Jakarta.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2009. “Paradigma Ilmu Sosial Budaya Sebagai

Sebuah Pandangan”. Kuliah Umum. Bandung.

Denzin, Norman K, Lincoln, Yvonna S. 2009. Handbook Of Qualitative

Research. Diterjemahkan Oleh: Dariyatno, Fata, Abi, Ridaldi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dove, Michael R. 1988. Sistem Perladangan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hefner, Robert W. 1999. Budaya Pasar Masyarakat dan Moralitas dalam

Kapitalisme Asia Baru. jakarta: LP3S.

Ihromi, T.O.1993. Antropologi Hukum Sebagai Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Keesing, R.M. & S. Gunawan.1981. Antropologi Budaya Sebagai Sebuah

Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga.

(6)

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koentjaraningrat.2005. Pengantar Antropologi I. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Mendel, Ernest. 2006. Tesis-Tesis Pokok Marxisme, Terj. Ign Mahendra K. Resist Book. Yogyakarta.

Mulyanto, Dede, Ermandara, Dicky P (ed). 2015. Marx, Kapital dan Antropologi. Bandung: Ultimus.

Mulyanto, Dede, Khu, Stanley (ed). 2014. Pengantar Pemikiran Tokoh-Tokoh

Antropologi Marxis. Tangerang: Marjin kiri.

Prasetyo, Agus.2013. Pluralitas Agama dalam Keluarga jawa. Jurnal Komunitas.

Renton, David (ed). 2009. Membongkar Akar Krisis Global. Yogyakarta:Resist Book.

Saifuddin, Achmad fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer:Suatu Pengantar

Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenada Media.

Sairin, Sjafri. Pujo Sumedi. Bambang Hudayana.2002. Pengantar Antropologi

Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Scoot, James C. 1994. The Moral Economy Of The Peasant : Rebellion And

Subsistence In Southeast Asia Diterjemahkan Hasan Basari. Jakarta :

(7)

Soedjito, Srosrodihardjo.1987.Aspek Sosial Budaya: Dalam Pembangunan

PeDesaan. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Spradley, James P. 2006. Metode Etnografi. Diterjemahkan Oleh: Elisabeth, Misbah Zulfa. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suwarsono, Alvin,Y.So. 1994.Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

T.W, Suseno Hg, dkk (ed). 2005. Reposisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

dalam Perekonomian Nasional. Yogyakarta: Universitas Sanata

Dharma.

Weber, Max. 2006. Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme. Diterjemahkan oleh: TW Utomo dan Yusuf Pria Sudiarja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber Jurnal:

Afandi, Khozin.2011.Konsep Kekuasaan Michael Foucoult.Jurnal Tasawuf dan

Pemikiran Islam Vol. 01, Nomor 02.

Jaya, Pajar Hatma Indra.2012.Dinamika Pola Pikir Orang Jawa Di Tengah Arus

Modernisasi. Humaniora Vol. 24

Sari, Fitiara. 2014. Kajian Dampak Keberadaan Industri Pt. Korindo Ariabima

Sari Di Kelurahan Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat.

(8)

Sartini, Ni Wayan. 2009. Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat

Ungkapan (Bebasan, Saloka, Dan Paribasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan

sastra. Volume V No. 1 April.

Suparlan, Parsudi. Paradigma Naturalistik Dalam Penelitian Pendidikan:

Pendekatan Kwalitatif Dan Penggunaanya. Jurnal Antropologi

Indonesia No. 53.

Sumber Internet:

Docslide. Pandangan Marxisme Dalam Antropologi Ekonomi.

Http://Dokumen.Tips/Documents/Pandangan-Marxisme-Dalam-Antropologi-Ekonomi.Html (Diakses Pada 20 Desember 2015: 20.15).

Sumber Lain:

Data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2014 mengenai pertanian ubi kayu (Badan Pusat Statistik Potensi Ubi Kayu di Sumatera Utara - Regional Investment.html)

(9)

BAB III

MIE RAJANG DAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA

3.1 Proses Produksi Mie Rajang

Proses pengolahan mie rajang mulai dilakukan oleh pemilik usaha dari pukul 5 pagi. Pengolahan mie rajang dari mulai dari awal sampai menjadi mie rajang membutuhkan waktu selama tiga sampai empat hari. Jadi apabila pemilik usaha mulai produksi pada hari senin maka mereka akan menerima hasilnya setelah kamis atau jumat. Proses produksi akan tetap dilakukan setiap hari, tidak menunggu proses selesai baru memulai lagi. Hal tersebut dilakukan agar produksi tetap berjalan setiap hari. Produksi mie rajang sangat bergantung kepada matahari membuat mereka harus pandai-pandai membaca cuaca. Ketika musim panas tiba mereka akan memproduksi setiap hari selama mereka masih sehat, karena ketika musim hujan datang mereka tidak lagi bisa memproduksi mie rajang.

Untuk mengolah ubi kayu menjadi mie rajang, proses yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengupasan ubi

(10)

baja. Pisau pengupas ubi ini tajam sekali, sehingga tidak jarang tangan pengupas akan terluka ketika mereka mengupas ubi. Karena mereka telah terbiasa mengupas ubi, jadi kelincahan tangan mereka ketika mengupas ubi membuat mereka bekerja sangat cepat dibandingkan saya yang lambat sekali untuk mengupas ubi, selain itu ukuran ubi yang besar-besar membuat saya kerepotan untuk mengupasnya. Tangan saya pun sering keram ketika kelamaan mengupas ubi.

Mengupas ubi harus benar-benar hilang kulit ari nya. Hal tersebut akan berakibat kepada warna mie rajang yang dihasilkan nantinya. Ubi yang dikupas tidak bersih akan membuat mie rajang menjadi warna kuning. Warna ubi yang banyak diminati oleh agen dan pembeli adalah mie rajang yang berwarna putih. ubi yang telah dikupas kemudian di masukkan kedalam bak pencuci ubi. Didalam bak pencuci sudah ada air yang digunakan untuk mencuci ubi.

2. Menggiling ubi

Ubi yang telah dicuci kemudian digiling dengan mesin penggiling. Cara menggunakan mesin penggiling yaitu dengan memasukkan ubi kayu yang telah dikupas saja. Ubi yang telah hancur akan keluar dengan sendirinya dan masuk kedalam bak lain khusus untuk ubi yang telah digiling. Ketika digiling ubi akan disiram air agar mudah hasil gilingan mudah keluar dari mesin penggilingan.

(11)

Ubi yang telah digiling akan diendapkan selama satu malam, hal ini dilakukan agar kanji dari ubi kayu yang telah digiling mengendap. Kanji dari ubi tersebut akan digunakan lagi untuk mencampur ubi yang telah digiling. Pencampuran kanji ubi dengan ubi giling tersebut untuk membuat berat ubi tidak banyak yang hilang.

3. Mencetak atau ngeletrek

Proses mencetak atau disebut juga ngeletrek ini merupakan proses yang sangat membosankan. Ubi yang telah di endapkan selama satu malam tadi kemudian dimasukkan kedalam ember dan di campur dengan kanji yang sudah mengendap. Mereka menyebut proses ini sebagai mengadoni15. Orang yang

mengadoni adalah pemilik usaha. Sedangkan orang yang mencetak adalah pekerja.

Mencetak adonan dilakukan dengan menggunakan plastik yang diletakkan keatas kaca kemudian di ratakan dengan ketebatalan tertentu. Hasil cetakan ini selanjutnya disebut sebagai opak. Opak yang mereka hasilkan tidak boleh terlalu tipis dan tidak boleh terlalu tebal. Hal tersebut akan mempengaruhi mie rajang nantinya. opak yang terlalu tipis akan membuat mie rajang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal tersebut akan membuat mie rajang akan hancur. Mie rajang yang hancur akan membuat agen enggan menerimannya. Sedangkan apabila opak terlalu tebal maka akan lama keringnya.

Cetakan yang telah jadi akan ditumpuk dengan yang lainnya kemudian diletakkan keatas rak. Rak tersebut adalah bambu yang disusun dan dipaku. Rak

(12)

ini menjadi dasar untuk proses pengukusan. Dalam satu rak hanya ada 12-16 cetakan. Mereka membatasi jumlah satu rak karena akan mempengaruhi kematangan opak tersebut.

4. Pengukusan

Pengukusan dilakukan setelah adonan selesai dicetak semua. Opak dikukus kedalam sebuah bak yang dibawahnya ada tempat pembakarannya. Didasar bak tersebut ada kuali yang sangat besar. Kuali tersebut diisi air. Wajan berisi air tersebutlah yang membuat keseluruhan opak yang disusun dalam rak akan matang.

Bahan bakar mengukus adalah kayu rambung atau blarak. Blarak adalah pelepah sawit yang suda kering. Mereka mendapatkan kayu serta blarak tersebut dari perkebunan sawit yang ada di depan dusun II. Kayu rambung mereka peroleh dari ladang rambung penduduk.

Proses pengukusan dilakukan kurang lebih lima jam. Ketika pengukusan pemilik usaha harus tetap menjaga api, karena apabila kayu habis maka api akan mati jadi mereka harus mengontrol api tersebut agar opak cepat matang. Untuk mempermudah proses pengukusan, mereka menggunakan blower16 untuk membuat api besar.

5. Penjemuran

Proses selanjutnya adalah penjemuran opak. Opak dijemur langsung dibawah sinar matahari dengan beralaskan plastik atau terpal yang sangat lebar.

(13)

Mereka menggunakan lahan yang ada disekitaran rumah untuk dijadikan lahan penjemuran.

Proses penjemuran ini ada yang dilakukan oleh pemilik usaha ada pula yang dilakukan oleh pekerja. Opak yang telah dikukus disusun satu persatu diatas terpal. Kemudian setelah disusun opak ditinggalkan dan ditunggu hingga kering untuk diangkat. Opak dijemur hingga setengah kereing saja, tidak sampai 100 % kering.

6. Mengampia

Setelah opak diangkat, kemudian opak dilepaskan dari plastiknya. Proses melepaskan plastik biasanya dilakukan sore atau malam hari ketika mereka sedang beristirahat. Melepaskan plastik tidak memerlukan waktu yang lama karena tidak terlalu sulit. Opak yang sudah terlepas dari plastik kemudian dipotong menjadi dua.

Selanjutnya adalah proses mengapia opak menjadi mie. Ampia yang digunakan oleh pemilik usaha adalah ampia yang besar. Proses mengampia juga tidak memerlukan waktu lama karena alat yang mereka gunakan sangat membantu mereka. Biasanya mereka mengampia opak pada pagi hari. Jadi setelah diampia mie dapat langsung dijemur.

7. Penjemuran Mie

(14)

secara merata. Mie yang sudah kering akan mereka masukkan kedalam goni besar. Setelah itu mereka susun didalam rumah mereka sampai ada agen yang mengambil mie untuk kemudian dijual.

Proses yang panjang tersebut tidak dilakukan sampai selesai baru mereka memulai yang baru. Proses tetap dilakukan setiap hari dan mereka bisa melakukan beberapa proses dalam satu waktu. Seperti, mengupas ubi dan meletrek yang dilakukan dalam satu waktu. hal tersebut bisa mereka lakukan karena mereka menggunakan beberapa pekerja untuk bisa membantu mereka membuat mie rajang.

(15)

Gambar 3.3: Proses Mencetak Gambar 3.4: Proses mengukus

Gambar 3.5: Proses menjemur opak

3.2 Spesialisasi Pekerjaan yang Terbentuk 3.2.1 Agen Ubi Kayu

Agen ubi merupakan pihak yang menyediakan ubi bagi produsen atau pemilik usaha. Agen ubi memiliki peran sebagai pihak yang mencari ubi dan memberikan ubi kepada pemilik usaha sesuai dengan jumlah yang inginkan oleh pemilik usaha. Dalam hal ini pemilik usaha tidak lagi ikut campur darimana ubi didapatkan.

(16)

maka produsen tidak akan mengolah sampai agen mengantarkan ubi kembali kepada produsen. Agen ubi hanya tidak akan memberikan ubi kepada produsen dikala Ia tidak mendapatkan ubi dan ketika agen ubi meliburkan diri. Seorang agen ubi biasanya memiliki anggota lain yang membantunya dalam menyediakan ubi bagi produsen, makadari itu kemungkinan untuk meliburkan diri jarang dilakukan karena mereka biasanya bergantian untuk mengambil libur.

A. Terikat Secara Tidak Langsung

Seorang produsen hanya memiliki seorang agen ubi, hal tersebut seperti sebuah langganan. Keuntungan bagi produsen yang hanya memiliki satu orang agen ubi yaitu kebutuhannya benar-benar ditanggungjawabi oleh agen ubi. Untuk menjaga hubungan baik tersebut produsen juga tidak akan mengambil ubi dari agen ubi selain langganannya. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga hubungan baik diantara mereka. Dengan begitu tidak ada diantara mereka yang kecewa.

Dalam menjalankan kerjasama ini mereka menjaga komunikasi mereka tetap terjalin. Salah satu bentuk komunikasi mereka yaitu ketika salah satu dari mereka sedang ingin libur maka mereka akan saling berkomunikasi. Ada sedikit perundingan diantara mereka supaya tercapai kesepakatan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Hal tersebut penting dilakukan mengingat produsen sangat bergantung kepada agen ubi dalam produksinya.

(17)

mau mengambil ubi dari agen lain, tidak mau dalam hal ini mereka sebutkan untuk menjaga hubungan baik dengan agen ubi yang sudah biasa bekerjasama dengan mereka.

Seperti hubungan yang terjalin antara Pak Tupon dengan Pak Anto (agen ubi). Mereka telah bekerjasama selama lebih dari satu tahun, selama bekerja sama dengan Pak Anto, Pak Tupon tidak mau mengambil ubi dari agen yang lain, meskipun ada saja agen yang menawarkan ubi yang mereka miliki dengan harga yang sama. Namun Pak Tupon tetap menunggu pak Anto untuk mengantar ubi kayu. Kejadian tersebut terjadi beberapa kali, meskipun Pak Tupon dan istri tidak mengakui bahwa mereka terikat dengan pak Anto, namun tindakan yang mereka lakukan menunjukkan adanya ikatan kerjasama tersebut.

Hal tersebut terlihat denganapa yang dikatakan Pak Tupon ketika ada agen lain yang menawarkan ubi. Perkataan Pak Tupon terlihat sebagai berikut:

“ Gak la wak, wes kambek Anto kami. Diluk mene tekoh wong nge,

coba kampek Munar ae wak, iku sampeng kono”. (artinya: gak la

wak, kami udah kerjasama sama Anto, sebentar lagi orangnya datang, coba tawarkan sama Munar aja wak, rumahnya yang disamping itu)

B. Piutang Menjadi Kekuatan Agen

Pertanda yang jelas sebuah kekuasaan seseorang adalah kemampuannya memfokuskan inner power untuk menyerap kekuatan dari luar dan

dikonsentrasikan melalui dirinya (Bennedict R. O‟G. Anderson dalam Heriyawati,

(18)

sistem pembayaran yang diberlakukan oleh mereka. Perlu diketahui bahwa agen ubi tidak langsung menerima bayaran dari ubi yang diantarnya. Untuk itu bagaimana sistem pembayaran yang berlaku dalam hubungan ekonomi mereka adalah sebagai berikut:

1. Pembayaran sebelum mie rajang terjual

Dalam sistem pembayaran ini, agen ubi akan meminta bayarannya sehari setelah ubi diantar. Waktu tenggang yang diberikan oleh agen ubi hanya sehari, agen tidak mempertimbangkan apakah mie rajang sudah terjual atau belum. Hal tersebut dikarenakan agen ubi perlu memutarkan modalnya kembali. Untuk itu pemilik usaha harus menyediakan modal awal. Hanya ada beberapa orang saja yang menggunakan agen ubi dengan sistem pembayaran seperti ini.

2. Pembayaran setelah mie rajang terjual

Agen ubi meminta bayaran kepada pemilik usaha setelah mie rajang yang diproduksi terjual, meskipun agen ubi harus menunggu paling lama satu minggu untuk mendapatkan modal mereka kembali, namun ketika pembayaran pemilik usaha langsung membayar sebanyak ubi kayu yang digunakannya. Pemilik usaha dalam hal ini harus mempertimbangkan kebutuhan dari agen ubi. Mereka tidak diperbolehkan menjual ubi dalam jangka waktu yang lama, waktu satu minggu sudah waktu yang lama untuk mereka. Agen ubi dengan tipe ini memiliki banyak langganan.

(19)

Hal tersebut sepertinya memiliki korelasi dengan alasan mengapa pemilik usaha mau tidak mau harus terikat kepada agen ubi. Apabila agen ubi telah menanamkan modalnya kepada pemilik usaha maka kewajiban pemilik usaha untuk mengembalikan modalnya. Hal tersebut terjadi secara terus menerus karena produksi tidak berhenti dan terus berlanjut.Untuk itu penting sekali bagi Pak Tupon untuk menjaga kerja sama dan hubungan baik dengan agen ubi.

3.2.2 Pengupas Ubi Kayu

Dalam setiap usaha pengolahan ubi kayu masing masing pemilik mempunyai beberapa pekerja tetap yang membantu proses pengolahan. Salah satunya adalah pengupas ubi kayu. Pengupas ubi kayu bertugas mengupas ubi kayu diawal proses pengolahan. Proses mengupas ubi dilakukan pagi hari, dimulai pada pukul 8 pagi atau 9 pagi. Untuk 400 kilogram ubi kayu Pak Tupon menggunakan 2 orang pengupas. Dengan pekerja 2 orang pengupas, pekerjaan mengupas ubi dapat diselesaikan selama kurang lebih 3 jam.

Dalam proses mengupas ubi pemilik usaha mematokkan kepada pengupas ubi untuk menyelesaikan tugasnya dengan jangka waktu tertentu. Namun pemilik membebaskan pengupas untuk menentukan kapan ingin memulai mengupas, yang penting bagi pemilik adalah ubi kayu terkupas seluruhnya.

(20)

mau menggantikan pekerja yang sedang tidak bisa bekerja disebut dengan

serep”.

Pemilik usaha akan mencari orang yang mau menggantikan pekerja yang izin. Biasanya mereka melihat produksi mana yang sedang tidak bekerja. Dengan begitu maka pengupas ubi diproduksi itu pun sedang tidak bekerja. Pemilik usaha akan mendatangi pengupas ubi dan memintanya membantu mereka mengupas ubi miliknya.

Dalam melakukan pengupasan suasana yang terlihat yaitu keakraban dimana pemilik maupun pekerja saling berbincang-bincang dengan menggunakan bahasa Jawa. Mereka juga saling bercanda satu dengan yang lainnya. Selain itu pemilik usaha menghidupkan radio sehingga suasana ramai dengan adanya musik yang berdendang. Musik yang menjadi idaman mereka yaitu musik dangdut. Mereka sesekali menyanyi mengikuti lantunan lagu dangdut yang diputar di radio.

Pemilik usaha yang juga berlaku sebagai tuan rumah memberikan celiman dan minuman untuk menemani mereka mengupas ubi. Pengupasan yang dilakukan pada pagi hari membuat pemilik rumah membuatkan teh manis dan roti sebagai menu wajib bagi rata-rata orang Jawa di sana. Kudapan seperti itu tidak selalu diberikan oleh pemilik rumah. Adakalanya pemilik rumah tidak sempat membuat minuman dan membuat atau membeli makanan sehingga pekerja tidak diberi minuman. Namun mereka selalu mempersilahkan pekerja untuk mengambil air minum sendiri didalam rumah apabila mereka merasa haus.

(21)

tersebut dirumah. Kebebasan tersebut disambut baik doleh pengupas dengan minta izin untuk membawa beberapa tongkol ubi. Kebebasan yang diberikan oleh pemilik ternyata tidak disalahgunakan oleh pengupas, hal tersebut terlihat dari sikap mereka yang meminta izin terlebih dahulu.

Upah yang diberikan untuk mengupas ubi dihitung berdasarkan kilogram ubi yang dikupas. satu kilogram ubi yang dikupas dihargai sebesar Rp. 60. Harga yang termasuk murah bila dirasa. Namun apabila dalam sehari seorang pekerja dapat menyelesaikan 200 kilogram ubi maka upah yang Ia peroleh sebesar Rp. 12000/ hari. Selanjutnya dalam seminggu mereka bisa mendapatkan Rp. 84.0000.

Ibu Parinem dalam wawancara mengatakan:

“Meskipun ada yang bilang kalau upah mengupas ubi itu tidak

termakan namun untuk saya sendiri upah mengupas ubi bisa mencukupi uang belanja saya sehari-hari. Namanya juga kerja

sambilan, ya gaji segitu sudah lumayan”.

(22)

3.2.3 Pencetak (Peletrek)

Dalam aktivitas pengolahan ubi kayu ada pekerjaan mencetak ubi kayu yang telah di parut untuk menjadi opak. Proses mencetak tersebut dilakukan secara manual. Sama seperti pengupas ubi, pencetak ubi kayu ini juga merupakan pekerja tetap didalam setiap produksi. Pemilik usaha bekerja sama dengan satu orang pencetak. Keseluruhan ubi yang telah diparut tersebut dicetak oleh seorang pencetak, pemilik usaha hanya membantu sedikit saja.

Proses mencetak merupakan proses yang menurut saya rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Ubi yang telah diparut akan diendapkan selama setidak-tidaknya satu malam. Proses memarut biasanya dilakukan siang atau sore hari, sedangkan proses mencetak dilakukan keesokan harinya. Waktu memulai proses mencetak berbeda-beda, ada yang memulai pada pukul 5 pagi adapula yang memulai pada pukul 8 pagi. Waktu pencetakan tidak ditetapkan oleh pemilik usaha.

Ubi yang telah diendapkan kemudian dimasukkan kedalam ember besar. Dari ember besar tersebutlah pencetak mulai mencetak ubi yang telah diparut tersebut. Ubi yang diendapkan akan kental dan sulit untuk dicetak maka dari itu pemilik usaha mengadoni terlebih dahulu ubi parut tersebut dengan saripati ubi yang dihasilkan oleh ubi parut yang ditiriskan. Adonan yang dihasilkan lebih encer dan mudah dicetak.

(23)

yang dipotong. Mereka meratakan hingga ukuran tertentu kemudian menumpuk hasilnya ditempat yang telah disediakan.

Berdasarkan hasil pengamatan saya dari seorang pencetak, dalam dua menit Ia menghasilkan tiga cetakan. Sehingga dalam satu jam Ia mampu menghasilkan 90 cetakan. Namun penghitungan yang dilakukan bukan berdasarkan jumlah cetakan yang mereka hasilkan melainkan berdasarkan jumlah ember yang mereka habiskan. Untuk satu ember saja mereka membutuhkan waktu satu jam lebih.

Dalam 400 kilogram ubi kayu adonan yang dihasilkan bisa mencapai 4 hingga 5 ember adonan. Keseluruhan adonan tersebut mereka selesaikan dalam sehari, maka untuk menyelesaikan adonan 400 kilogram ubi kayu mereka membutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Waktu yang sangat lama dengan pekerjaan yang sangat monoton tersebut.

Upah yang diberikan untuk pencetak adalah Rp. 8000/ ember. Maka dalam satu hari dengan beban kerja seperti dijelaskan diatas seorang pencetak akan mendapatkan upah sebanyak Rp.40. 000. Upah yang menurut pencetak sudah mendapat nilai lumayan.

(24)

sirup dan juga roti kaleng kepada pekerjanya. Hal tersebut hanya berlaku kepada pekerja tetap. Tidak bagi pekerja yang hanya menggantikan pekerja tetap.

Suasana bekerja pencetak ini menurut saya membosankan. Dengan waktu kerja yang cukup panjang mereka lebih sering tidak memiliki teman bicara. Pekerja yang lain hanya bekerja sebentar saja, begitu juga pemilik usaha yang hanya melihat sesekali waktu untuk melihat mereka bekerja dan mengecek apakah sudah ada hasil cetakan yang sudah bisa dipindah ke tempat pengukusan supaya menghemat waktu.

Seorang pencetak yang bernama Ibu Samsiah mengatakan sebagai berikut: “ Karena sudah terbiasa sendiri seperti ini maka saya tidak kenap

-kenapa. hanya terkadang bosan. Tapi ya gak ngantuk, kan kerjanya harus cepat mana bisa ngantuk. kalok ngantuk ya gak siap-siap

kerjaan saya ini”

Ketika pencetak tidak bisa bekerja karena alasan tertentu pemilik harus

mencari “serep” dari pencetak. Namun sedikit sulit mencari pencetak, tidak

banyak orang yang mampu mencetak, bahkan tidak banyak orang yang mau mencetak. Kesulitan mencetak membuat orang tidak mau mencetak, selain itu pekerjaan yang monoton dan lama membuat orang enggan untuk belajar mencetak.

3.2.4 Penjemur

(25)

Pemilik usaha yang tidak menggunakan jasa penjemur opak ubi dikarenakan mereka bekerja tidak seorang diri melainkan bekerja dengan suami atau istri mereka. Kalaupun tidak dengan suami atau istri mereka, mereka dibantu dengan anaknya. Selain memiliki orang yang bekerja pemilik usaha juga menghemat biaya operasional pengolahan. Keuntungan yang mereka dapat tentu akan semakin sedikit apabila dipergunakan untuk membayar banyak pekerja.

Proses pengeringan opak ubi masih menggunakan potensi alam, hal tersebut dikarenakan proses penjemuran menggunakan tenaga mahatari. Dengan bergantungnya penjemuran terhadap panas matahari maka proses penjemuran dilakukan pada pagi hari ketika cuaca cerah. Kebanyakan penjemur akan menjemur sebelum panas untuk menghindari terkena matahari. Namun tak jarang mereka menjemur ketika panas sudah tiba.

Pekerja menjemur merupakan tetangga atau saudara pemilik usaha. Kesemua penjemur adalah wanita, tidak ada penjemur yang berjenis kelamin laki-laki. Pekerjaan menjemur opak tidak terlalu sulit dilakukan, hanya menyusun opak ubi dilahan yang telah diberi alas. Lahan yang digunakan merupakan lahan pribadi dari pemilik usaha, kalau mereka kekurangan lahan mereka akan memanfaatkan lahan perkebunan kelapa sawit yang berada tepat disebrang jalan.

(26)

penjemuran. mereka tidak perlu meminta izin terlebih dahulu kepada perkebunan karena mereka tidak mengganggu kegiatan perkebunan.

Penjemur opak ada yang bekerja untuk menjemur saja, ada pula yang sekaligus diminta untuk mengangkat opak yang telah kering. Apabila mereka dipercaya sekaligus untuk mengangkat opak maka mereka bertanggungjawab pula untuk menjaga opak agar tidak terguyur hujan. Dengan begitu mereka tidak bisa leluasa untuk pergi jauh dari rumah.

Sebelum opak ubi dijemur maka pemilik usaha telah menumpuk opak-opak yang telah dikukus diwilayah penjemuran. kemudian penjemur oapk ubi hanya menyusun opak ubi ditempat yang telah disediakan dengan rapi dan tidak boleh bertumpuk. mereka juga harus memperhatikan keseragaman pengeringan. Karena apabila sebagian opak ubi dijemur dibalik dinding rumah maka sinar matahari yang menyinari akan lebih lama menyinari opak ubi dibandingnya yang tanpa penghalang dinding.

Pekerjaan menjemur opak terlihat mudah namun untuk melakukannya perlu tenaga yang cukup karena harus membungkuk untuk menyusunnya. Selain itu opak yang telah dikukus tidak selamanya baik dan tidak lengket dengan plastik. Penjemur harus pandai memisahkan opak yang lengket dengan plastik agar tidak rusak. Kerusakan opak akan menyebabkan mie rajang tidak bagus. Maka dari itu pekerjaan menjemur opak tidak semudah yang dipikirkan namun tidak sesulit yang dibayangkan.

(27)

Selain itu saat menjemur dan saat mengangkat penjemur selalu menggunakan kain untuk menutupi kepalanya sebagai pengganti topi, kemudian mereka menggunakan bedak dingin untuk melindungi wajah mereka dari panas matahari.

Dengan bekerja menjemur opak ubi, pekerja memperoleh upah yang dihitung per ton ubi yang diolah. Dalam satu ton ubi yang diolah maka upah yang diberikan kepada penjemur adalah Rp. 40.000. Kemudian mereka akan menerima upah setelah satu minggu bekerja. Namun hal tersebut tidak kaku, karena apabila pekerja membutuhkan uang maka pemilik usaha akan memberikan upah sebanyak yang telah diselesaikannya.

3.2.5 Agen Mie

Agen mie merupakan pihak yang membeli mie rajang dari produsen atau pemilik usaha. Mereka adalah pihak yang mendistribusikan mie rajang ke beberapa daerah. Peran agen mie sangat diperlukan bagi pemilik usaha, hal tersebut dikarenakan pemilik usaha tidak sanggup untuk mendistribusikan mie rajang yang mereka produksi sendiri kepasar.

(28)

Agen mie yang ada tidak hanya satu, ada beberapa orang yang berprofesi sebagai agen mie. Agen mie ini tidak hanya berasal dari Pegajahan saja. Banyak diantara mereka yang berasal dari luar Pegajahan. Masing-masing agen mie mempunyai pasar yang berbeda-beda, mereka memasarkan mie rajang kebeberapa tempat di Sumatera Utara mauapun di Luar Sumatera Utara.

A. Banyaknya Permintaan Mie Rajang Menaikkan Posisi Tawar Pemilik Usaha

Banyaknya agen yang bekerjasama dengan seorang pemilik usaha membuat pemilik usaha terkadang harus membagi ubi yang mereka miliki untuk beberapa agen mie. Hal tersebut dimaksudkan supaya agen mie tidak kecewa karena tidak mendapat mie untuk dipasarkan.

Kejadian tersebut sering terjadi pada Pak Tupon, Ia bekerjasama dengan tiga agen mie. Dua agen mie along-along dan satu agen mie besar. Perlu diketahui sebelumnya bahwa ada dua tipe agen mie, tipe tersebut yaitu:

a. Agen along-along

Pertama adalah agen along-along, agen along-along merupakan agen yang menggunakan motor yang dipakaikan along-along17 untuk tempat barang bawaan mereka. Kendaraan yang mereka bawa mempengaruhi pasar mereka. Agen along-along mengantarkan mie rajang ke wilayah-wilayah sekitaran Pegajahan seperti Pasar Bengkel, Tanjung Morawa, Seluruh wilayah Medan, dan sebagian Simalungun. Sementara agen besar memiliki wilayah pasar yang lebih jauh. Agen along-along memberikan harga yang lebih tinggi daripada agen besar. Hal

17

(29)

tersebut dikarenakan agen along-along tidak memerlukan banyak akomodasi untuk memasarkan produknya. Karena agen along-along yang menggunakan motor tentu tidak mampu untuk membawa banyak mie rajang. Mereka hanya sanggup membawa tiga sampai lima goni mie rajang untuk memenuhi kendaraan mereka dengan satu goni mie rajang memiliki bobot 25 kg.

b. Agen Besar

Kedua adalah agen besar, agen besar adalah agen yang menggunakan mobil

pickup untuk membawa barang mereka. Agen besar mengantarkan mie rajang ke

wilayah-wilayah Sumatera Utara dan keluar Sumatera Utara seperti Aceh, Pekan Baru, Jambi. Sementara agen besar yang pasarnya lebih jauh membutuhkan akomodasi yang lebih banyak daripada agen along-along. Sementara itu agen besar yang menggunakan mobil pickup mengambil mie rajang dalam jumlah besar dari produsen atau pemilik usaha. Agen besar mengambil semua persediaan mie rajang yang dimiliki oleh pemilik usaha.

(30)

untuk menjual hasil produksinya, selain itu pemilik usaha juga tidak bergantung kepada satu agen mie. Mereka tidak terikat dengan satu agen saja.

B. Kebebasan Memilih Agen Sebagai Wujud Kepemilikan Kekuasaan Telah dijelaskan sedikit sebelumnya bahwa pemilik usaha tidak bergantung kepada satu agen mie saja. Mereka bisa menggunakan lebih dari satu agen mie. Makadari itu dapat dikatakan bahwa pemilik usaha memiliki kebebasan untuk memilih kepada siapa mie rajang akan mereka jual.

Kebebasan tersebut datang karena adanya kekuasaan yang dimiliki oleh pemilik usaha, pemilik usaha tidak sulit untuk menjual mie rajang. Sehingga mereka bebas untuk menjual ubi dengan siapa saja. Hal tersebut bisa terjadi karena agen mie yang membutuhkan pemilik usaha untuk memberikan mie rajangnya kepada mereka, kalau pemilik usaha tidak menjual mie kepada mereka maka mereka akan kekurangan barang untuk dipasarkan.

keadaan tersebut baik bagi pemilik usaha, namun bukan berarti tidak baik untuk agen mie. Agen mie tidak dirugikan sama sekali dalam hal ini, karena agen mie juga mendapatkan barang seperti keinginannya. Maka dari itu hubungan yang terjalin diantara mereka tetap bertahan dengan baik.

(31)

1. Agen Lepas

Pertama adalah agen mie lepas, agen mie lepas merupaka agen mie yang bekerja sama dengan pemilik usaha secara tidak terikat. Agen mie dengan pemilik usaha memang tidak terikat dalam penjualan barang, namun mereka memiliki hubungan langganan. Agen mie lepas ini tidak selalu mengambil barang dari pemilik usaha yang sama. Terkadang Ia pun tidak mengambil mie rajang dari pemilik usaha yang sama beberapa waktu, Ia tidak melarang pemilik usaha untuk bekerjasama dengan agen mie yang lain. Ia membebaskan pemilik usaha untuk menjual mie dengan agen manapun.

2. Agen Tetap

(32)

3.2.6 Tengkulak

Dalam kehidupan para produsen pengolah ubi di Desa Pegajahan ada istilah yang diberikan kepada orang yang menyediakan ubi dan mengambil hasil olahan pemilik usaha. Istilah yang mereka gunakan adalah tengkulak. Tengkulak tidak berlaku pada seluruh pemilik usaha, hanya sebagian saja yang menggunakan jasa mereka untuk membantu aktivitas produksi pengolahan.

Peranan tengkulak yaitu sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk menyediakan bahan utama yaitu ubi kayu, setelah itu tengkulak juga bertanggungjawab untuk mengambil barang yang telah dibuat. Dalam hal ini pemilik usaha tidak perlu memikirkan penyediaan ubi kayu sebagai bahan utama yang terkadang sulit didapatkan. Mereka juga tidak perlu memikirkan siapa yang akan menjualkan hasil olahan mereka. pemilik usaha hanya bertanggungjawab mengolah ubi kayu menjadi mie rajang saja.

(33)

dengan beberapa agen ubi. Hal tersebut bertujuan ketika ubi sulit diperoleh ada pihak lain yang mampu menyediakan ubi bagi pemilik usaha pengolahan ubi. Tengkulak bekerjasama dengan agen ubi untuk memenuhi kebutuhan pemilik usaha. Dalam hal ini tengkulak hanya memerintahkan agen ubi yang bekerja dilapangan untuk mengantarkan ubi kayu ke tempat pemilik usaha. Pemilik usaha tidak membayar ubi kayu yang telah diberikan. urusan bayar membayar ubi kayu merupakan urusan tengkulak. Pemilik usaha hanya menerima ubi kayu saja.

Berbicara mengenai agen ubi, pada pembahasan sebelumnya saya telah menjelaskan keberadaan agen ubi langsung yang menyediakan ubi kayu kepada pemilik usaha dan proses pembayarannya langsung kepada pemilik usaha tanpa perantara orang ataupun pihak lain.

Pada kasus pemilik usaha yang bekerjasama dengan tengkulak, mereka memproduksi 500 kilogram ubi kayu. Ubi kayu yang diberikan kepada pemilik usaha diantarkan dua hari sekali. Banyaknya ubi yang diantarkan adalah satu ton ubi kayu. Pemilik usaha yang menggunakan tengkulak mengaku bahwa mereka tidak pernah kekurangan bahan baku, sehingga produksi mereka jalan terus. Itu merupakan salah satu alasan mengapa mereka menggunakan tengkulak untuk melanjutkan usaha mereka.

(34)
(35)

BAB IV

PEMILIK USAHA MIE RAJANG DESA PEGAJAHAN DUSUN II

4.1Modal Usaha

Hingga saat ini pemilik usaha mie rajang yang paling senior dan masih bertahan telah memulai usaha mereka pada tahun 2000-an. Mereka memulai dengan modal yang kecil dan peralatan seadanya. Modal yang dikeluarkan oleh mereka saat pertama kali memutuskan untuk membuat mie rajang hanya 500 ribu. Dengan modal 500 ribu tersebut pemilik usaha sudah mempunyai perlengkapan yang lengkap. Perlengkapan yang mereka miliki dahulu belum seperti sekarang, mereka masih menggunkan ampia kecil untuk mengampia dan juga dandang besar untuk mengukus. Karena alat yang mereka gunakan masih kecil maka produksi mereka juga sedikit. Hanya 50 hingga 100 kilogram ubi kayu.

(36)

Kesemua itu mereka lakukan secara bertahap, sehingga modal yang mereka keluarkan tidak terlalu besar. Modal yang mereka keluarkan untuk menambah peralatan tersebut merupakan uang hasil dari produksi mie rajang. Bila dibandingkan dengan sekarang, apabila ada orang yang ingin membuat usaha yang sama seperti yang mereka keluarkan maka mereka memerlukan modal kurang lebih Rp. 20.000.000 untuk bisa membuat usaha yang sama seperti yang mereka lakukan sekarang.

Banyak pula pemilik usaha yang tidak mampu mengolah penghasilannya untuk diputarkan kembali dalam usaha yang sama. Mereka yang tidak mampu mengolah keuangan mereka pada ujungnya mereka akan bangkrut. Hingga saat ini sudah banyak pemilik usaha yang bangkrut karena hal tersebut. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Pak Karja, para pemilik usaha beberapa tahun yang lalu lebih banyak dari yang sekarang. namun Pak Karja tidak bisa memberikan jumlah yang pasti.

4.2Konsep untung rugi

Dalam setiap aktivitas ekonomi pasti dilakukan untuk mendapatkan keuntungan. Namun dalam kenyatannya tidak selamanya setiap usaha selalu mengalami keuntungan, ada kalanya pemilik usaha mengalami kerugian. Dalam aktivitas perdagangan khususnya, untung dan rugi selalu menjadi hal yang biasa.

(37)

mereka tetap menjalani usaha mereka dan percaya bahwa usaha mereka akan

Keuntungan yang mereka peroleh tidak selalu sebanyak itu, ada kalanya ubi harga mie lebih rendah dan harga ubi kayu lebih mahal. Namun harga mie dan harga ubi kayu masih bisa dikendalikan oleh pemilik usaha dengan negosiasi diantara mereka sehingga kerugian mereka masih bisa diminimalisir.Kerugian menurut pemilik usaha olahan ubi kayu di daerah Pegajahan berbeda dengan konsep kerugian dari biasanya. Banyak masyarakat berpikir konsep kerugian merupakan besar pengeluaran atau modal dari pada penghasilan yang didapat. Sedangkan menurut beberapa pemilik usaha olahan ubi yang saya wawancarai, kerugian menurut mereka bukan tentang balik modal atau tidak. Kerugian disini diartikan yakni apabila pemilik usaha olahan ubi kayu tidak dapat mendapat untung dari hasil penjualan lebih dari atau rata-rata Rp.50.000/hari19, menurut pemilik usaha olahan ubi kayu hal itu sudah termasuk rugi. Kerugian itu sendiri terjadi karena pemilik usaha tidak mendapatkan uang Rp.50.000/hari, sedangkan menurut pemilik usaha jika seseorang bekerja diluar produksi olahan ubi kayu

18

Rp. 420.000 untuk ubi kayu, Rp. 24.000 untuk upah pengupas ubi, Rp. 40.000 untuk mencetak opak.

19

(38)

rata-rata bisa mendapatkan uang Rp.50.000, dengan asumsi itu pemilik usaha olahan ubi kayu mendefinisikan sendiri konsep kerugian.

Konsep kerugian yang dikatakan oleh pemilik usaha olahan ubi kayu di daerah Pegajahan mengidentifikasi bahwasannya terdapat sebuah pola pikir sendiri yang terdapat pada masyarakat di Pegajahan khususnya yang memiliki usaha olahan ubi kayu. Pengetahuan yang mereka dapat tentang konsep-konsep tersebut tentu diperoleh dari pengalaman mereka sendiri dalam proses produksi pengolahan ubi kayu.

4.3Pemilik Usaha

4.3.1 Pak Tupon Dan Buk Lasmiem

Buk Lasmiem merupakan seorang wanita berusia 40 tahun yang memiliki seorang suami bernama Pak Tupon yang berusia 42 tahun. Mereka mempunyai tiga orang anak, 2 orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang sudah menikah. Anak terakhir beliau masih kelas 5 SD seorang laki-laki. Anak kedua mereka sudah bekerja di PT Aquafarm Nusantara yang berlokasi di Nagakisar. Sementara anak pertama mereka sudah menikah dan menetap di Medan.

Buk Lasmiem dan pak Tupon memulai usaha mie rajang pada tahun 2002. Mereka memulai usaha dengan memproduksi puluhan kilogram ubi. Mereka masih bekerja berdua saja tidak ada bantuan dari orang lain. Mereka memutuskan untuk membuat usaha tersebut karena melihat tetangga mereka yang mempunyai usaha seperti itu memperoleh hasil yang lumayan dan dapat di andalkan.

Mereka mengetahui cara membuat mie rajang dari tetangga mereka yang

(39)

apa yang dilakukan oleh mereka. Setelah mereka mengerti cara membuatnya mereka pun mulai mencoba untuk membuat usaha tersebut.

Dahulu ketika masih awal mereka masih mencari ubi sendiri, namun seiring dengan berjalannya waktu karena usaha kunjung baik maka mereka menambah bahan baku mereka hingga saat ini mereka memproduksi 400 kg ubi per hari. Saat ini mereka menggunakan jasa agen ubi. Agen ubi mereka mengantarkan ubi sebanyak 400 kg setiap hari kecuali ketika agen tidak memperoleh ubi.

Selain itu pak Tupon juga pernah mencoba untuk menjadi agen dengan memasarkan sendiri hasil olahan mereka dan mencari mie dari orang lain namun hal tersebut hanya berjalan selama kurang lebih satu bulan. Pak Tupon berhenti menjadi agen mie karena ia merasa kasihan melihat Buk Lasmiem yang bekerja sendiri dirumah. Buk Lasmiem sangat kerepotan dengan semua pekerjaan membuat mie tersebut bahkan ia harus mencari kayu sendiri untuk proses pengukusan. Hal tersebut yang membuat pak Tupon berhenti menjadi agen mie.

(40)

Dalam proses produksi Buk Lasmiem memiliki 3 orang pegawai, 2 orang untuk proses pengupasan dan 1 orang untuk proses ngeletrek. Selebihnya mereka sendiri yang melakukan produksi mie rajang tersebut. Mereka menggunakan jasa pegawai kurang lebih sudah 7 tahunan.

Buk Lasmiem tidak menambah lebih banyak lagi produksinya karena keterbatasan lahan untuk menjemur. Ada keinginan untuk menambah proses produksi namun karena keterbatasan lokasi penjemuran membuat ia tidak menambah produksinya. Selain itu Buk Lasmiem mengatakan bahwa uang seberapa banyak pun dicari tetap saja kurang, dan rasa cukup itu datang ketika merasa bersyukur. Selagi mereka tidak kekurangan maka sudah merasa cukup untuk bisa tetap menjalani hidup.

(41)

4.3.2 Pak Karja dan Buk Santi

Buk Santi merupakan seorang ibu rumah tangga, Ia memiliki seorang suami bernama Karja. Pak Karja merupakan seorang pegawai di Perusahaan perikanan yaitu PT Aquafarm Nusantara di unit pengolahan Nagakisar. Buk Santi memiliki tiga orang anak, anak pertama seorang perempuan yang sudah duduk di bangku SMA, anak kedua seorang laki-laki yang sudah duduk di bangku SMP, sementara anak ketiga masih berusia 4 tahun.

Buk Santi sudah memulaui usaha sejak tahun 2002. Ia belajar dari para tetangga yang sudah membuat mie rajang. Diawal produksi dulu ia melakukannya berdua bersama suaminya. Mereka masih mencari ubi sendiri dan mie diambil oleh agen, namun agen yang mengambil yaitu agen lepas bukan tengkulak. Karena kerepotan mencari ubi sendiri akhirnya ia menggunakan agen ubi yang bernama Teguh yang tinggal diPegajahan juga. Selanjutnya Buk Santi mengalami kesulitan dimodal usaha, ia hampir menutup usahanya. Namun ia tidak menutup usahanya melainkan mengganti usahanya dari produksi mie rajang menjadi produksi opak sayur. Opak sayur merupakan ubi yang dicetak bulat bulat dimana adonannya diberi campuran bumbu bumbu. Ia mengalihkan produksinya karena untuk membuat opak sayur, tidak memerlukan ubi yang banyak dan satu hari prosesnya selesai sehingga setiap hari bisa menghasilkan.

(42)

tidak ada modal. Ketika itu lah datang agen tengkulak yang menawarkan diri untuk memberinya ubi tanpa membayar terlebih dahulu. Kemudian ia pula yang mengambil mie hasil produksinya dengan syarat ia tidak boleh menjual kepada agen yang lain. Buk Santi mengatakan karena ia kesulitan modal maka ia menggunakan agen tengkulak, selain itu dengan jaminan bahwa selalu ada ubi dari agen setiap hari tanpa memikirkan dari mana ubi berasal membuat ia lebih yakin untuk menggunakan jasa agen tengkulak.

Menggunakan jasa agen tengkulak membuatnya harus sepakat dengan resiko yang lain dimana harga ubi yang diberikan oleh mereka lebih tinggi dan harga mie dari mereka lebih murah dari pasaran. Harga ubi dari tengkulak menurut pengakuan Buk Santi yaitu 1200 dan harga mie yaitu 5700. Buk Santi merasa tidak masalah dengan hal tersebut karena kebutuhannya ia tidak perlu repot-repot mencari agen lagi.

Selain itu Buk Santi harus memenuhi jumlah produksi sesuai hitungan agen. Buk Santi memutuskan untuk mengambil 500 kg ubi setiap hari untuk proses produksinya, jumlah itu ditentukannya sendiri. Namun agen memiliki rumusan untuk 100kg ubi maka hasilnya adalah 30kg, maka agen akan mengambil 150 kg untuk sekali produksi. Agen akan mengambil mie rajang beberapa hari sekali.

(43)

isinya. kalau Buk Santi dan perajin lain bilang persen nya tidak keluar. sehingga berat mie juga tidak banyak.

Ketika ia tidak bisa memenuhi jumlah yang ditentukan ia akan mengatakan bahwa persennya tidak keluar. dan agen biasanya akan maklum dengan hal tersebut. namun apabila hasil yang mereka dapatkan lebih banyak dari yang seharusnya maka mereka hanya memberi jumlah yang sesuai dengan perhitungan agen sementara sisanya dijual dengan orang lain oleh Buk Santi. ia mengatakan itu adalah bonus.

Saat ini dalam proses produksinya Buk Santi menggunakan 3 pegawai. Satu untuk mengupas ubi, satu untuk ngeletrek, dan satu untuk menjemur. hal tersebut dilakukan karena sekarang untuk membuat mie ia kerjakan sendiri. Tidak lagi dibantu oleh suaminya karena suaminya bekerja di Aquafarm.

(44)

BAB V

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA DAN KETERBUKAAN PEMILIK USAHA

5.1 Strategi: Mengikuti Beberapa Perlombaan Usaha Kecil Menengah

Usaha produksi mie rajang di Pegajahan ini ternyata sudah beberapa kali mengikuti perlombaan baik itu tingkat Provinsi maupun tingkat Nasional. Keikutsertaan usaha mie rajang ini dilakukan oleh satu orang yang aktif mengikuti kegiatan semacam itu. Orang tersebut adalah Pak Ponijan. Pak Ponijan adalah pemilik usaha mie rajang di Pegajahan Dusun II. Namun saat ini beliau tidak lagi melakukan usaha tersebut. Pak Ponijan sudah tidak melakukan usaha produksi mie rajang pada tahun 2012.

(45)

tahun 2010. Namun hal tersebut tidak berjalan lama karena hasil yang mereka harapkan tidak sesuai dengan kenyataan.

Mereka memang sempat memenangkan kegiatan tersebut, hadiah yang mereka peroleh adalah oven besar dan juga beberapa mesin penggiling dan mesin ampia. Peralatan tersebut yang seharusnya menjadi milik kelompok justru dianggap milik pribadi. Pihak-pihak yang menggunakan nama kelompok untuk mendapatkan keuntungan pribadi membuat yang lainnya tidak lagi mau mengikuti kelompok. Sehingga pada akhirnya para pemilik usaha lebih memilih memproduksi mie rajang saja, dan tidak mengikuti kegiatan perlombaan lagi karena tidak ingin terpecah karena hasil yang telah mereka dapatkan.Keputusan para pemilik usaha yang tidak lagi mau membuat dan mengikuti kelompok dikarenakan kekecewaan yang mereka peroleh terhadap pengurus kelompok. Selain itu mereka tidak merasa keuntungan yang mereka dapatkan ketika mereka tergabung dalam kelompok. Bila tergabung dengan kelompok mereka setidaknya mereka memerlukan waktu luang untuk berkumpul dan mengurusi kelompok. Selain itu adanya dana-dana yang dikumpulkan untuk kepentingan kelompok tentu sedikit banyak akan membuat pemilik usaha enggan.

(46)

Dengan begitu orang lain menjadi tahu keberadaan produksi mereka dan mengakui bahwa usaha mereka ada dan mampu dijadikan salah satu sumber matapencaharian bagi mereka. Meskipun pada akhirnya keikutsertaan tersebut menjadikan masalah tersendiri diantara pemilik usaha tetapi usaha mereka sudah memiliki nama diluar Desa.

5.2Strategi: Mengikuti Kegiatan Pemerintah

Usaha produksi mie rajang ini telah mendapat perhatian dari pihak pemerintahan. Pemerintah sudah ikut berpartisipasi dalam memajukan usaha yang dimiliki oleh masyarakat di Pegajahan ini. Pemerintah sebagai pihak yang seharusnya mendukung dan memberikan kemudahan bagi pemilik usaha kecil menengah telah memberikan apa yang seharusnya diberikan oleh mereka. Pemerintah yang langsung mengurusi para pemilik usaha adalah pihak kelurahan Desa Pegajahan.

(47)

kepada warga Desa secara umum dan juga para pemilik usaha secara khusus. Pihak-pihak yang pernah memberikan pelatihan adalah Dinas Pariwisata, Dinas Kependudukan, PKK dari kabupaten maupun kecamatan, dan PKK Desa Pegajahan. Peserta yang mengikuti kegiatan pelatihan mendapatkan pengetahuan baru, namun tidak semua peserta menerapkan dalam usahanya. Alasan mereka tidak menerapkan apa yang diajarkan karena kesusahan yang mereka peroleh. Contoh pengajaran yang mereka peroleh namun tidak mereka terapkan adalah dibuatnya tempat yang tinggi untuk tempat penjemuran mie rajang. Tempat yang tinggi diharapkan dapat menjaga kebersihan mie. Namun karena keterbatasan lokasi penjemuran dan kesusahan membuat tempat penjemuran membuat mereka tidak menerapkannya.

(48)

anggota bukanlah seorang pemilik usaha olahan ubi kayu. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah tersebut yaitu berupa peralatan seperti mesin penggiling serta ampia. Bantuan tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi pemilik usaha dalam memajukan usaha mereka. Meskipun pada kenyataannya mesin yang mereka peroleh tidak mereka gunakan karena mereka perlu memperbaiki terlebih dahulu agar bisa digunakan seperti apa yang diharapkan. Bantuan yang terakhir kali diberikan dari pemerintah yaitu bantuan mesin penggiling kepada ibu Jaliah pada Oktober 2015.

5.3Keterbukaan: Mendapat Perhatian dari Pihak Akademisi

(49)

diharapkan oleh konsumen), mendapat alat baru (mahasiswa yang PKL membuat mesin baru bagi mereka sebagai hasil dari PKL mereka). Selain itu mereka juga memperoleh rezeki tambahan dari tamu yang tinggal dan menetap dirumah pemilik usaha karena tamu tentu membayar uang tempat tinggal dan uang makan.

Perhatian bidang akademisi ini bukan hanya untuk menguntungkan kepentingan mereka saja. Namun mereka memberikan bantuan kepada pemilik usaha untuk bisa dijadikan tambahan alat bagi pemilik usaha. Namun keluhan yang sering saya dengar adalah, para akademisi terkadang memberikan peralatan yang tidak dibutuhkan oleh mereka. Mereka memberikan alat baru kepada pengolah untuk bisa menggantikan mesin produksi yang lama, atau mengganti proses yang selalu mereka lakukan dengan menggunakan peralatan yang mereka berikan.

(50)

oven akan sangat merepotkan. Selain itu oven juga memerlukan gas atau listrik untuk dapat bekerja. Sedangkan mereka sangat menghemat biaya keluar untuk menekan pengeluaran. Pemilik usaha dalam hal ini tidak pernah mengundang pihak akademisi untuk datang dan belajar di sana. Pihak akademisi datang dengan sendirinya, mereka datang dan mengungkapkan tujuan mereka kepada pemilik usaha. Kebanyakan dari mereka mewawancarai pemilik usaha mengenai bagaimana cara memproduksi mie rajang. Sebagian dari mereka memberikan iming-iming untuk memberikan bantuan kepada mereka. Baik itu bantuan untuk memperbaiki alat, atau memberi peralatan yang baru. Dari sekian banyak mereka yang memberikan iming-iming hanya sebagian kecil saja yang benar-benar datang dan menepati janji mereka. Mereka datang dalam kurun waktu yang lama, bahkan pemilik usaha sudah tidak lagi mengenali mereka. Selain mereka yang memberikan bantuan ada pula sebagian dari mereka yang datang untuk meneliti kinerja mereka. Dari berbagai macam bidang mereka teliti, ada yang meneliti bagian kebersihannya, keuangannya, bahkan teknologi yang digunakan. Sempat ada beberapa mahasiswa yang melakukan praktek kerja lapangan dan mereka membuatkan mesin penggilingan baru dengan teknologi yang baru dari mereka.

(51)

BAB VI

TIDAK MENGEKSPLOITASI PEKERJA

6.1 Keharmonisan Hubungan Kerja Dengan Pemilik Sebagai Perwujudan Kenyamanan Dalam Bekerja

Eksploitasi merupakan logika kapitalis dalam meningkatkan keuntungan atau modal(Renton, 2009). Logika kapitalis lanjut renton adalah seperti adanya kepemilikan tanah yang menyebabkan kemunculan proletariat atau buruh yang dikuasai oleh pemilik tanah atau borjuis. Dalam kapitalisme ada dua hal yang perlu dipahami untuk mengerti bagaimana eksploitasi ini berlangsung. Pertama adalah kapitalis21 dan ploretariat22. Kapital bisa berkembang dengan mengeksploitasi proletariat23.

Dalam sistem ekonomi seperti dijelaskan diatas pengeksploitasian pekerja, pengerahan tenaga dan waktu dari pekerja sangat diatur dengan ketat. Kesemua aturan waktu, tenaga, dan pikiran dilakukan untuk memenuhi target kerja. Seperti dikatakan oleh Renton (2009) bahwa kaum kapital memiliki kecenderungan untuk memperpanjang jam kerja sepanjang yang dimungkinkan oleh fisik pekerja untuk menaikkan surplus dari tenaga kerja dan juga laba yang diperoleh darinya. Target

21

Kapitalis adalah orang-orang yang memiliki alat-alat produksi (lihat Renton, 2009: 209-211 dan Darmawan, Fazar Sandi. 2011.Teori Karl Marx Dalam Realita Kehidupan. Didalam

http://didanel.wordpress.com/2011/06/24/teori-karl-marx-dalam-realita-kehidupan/(diakses)

22 Ploretariat adalah para pekerja yang menjual kerja mereka dan tidak memiliki alat-alat produksi sendiri (lihat lihat Renton, 2009: 33-52 dan Darmawan, Fazar Sandi. 2011.Teori Karl Marx Dalam Realita Kehidupan. Didalam http://didanel.wordpress.com/2011/06/24/teori-karl-marx-dalam-realita-kehidupan/(diakses)

23

Darmawan, Fazar Sandi. 2011.Teori Karl Marx Dalam Realita Kehidupan. Didalam

(52)

kerja para pelaku ekonomi yang mengeksploitasi pekerja yaitu untuk meraup untung sebanyak-banyaknya sehingga produksi diusahakan sebisa mungkin agar tidak berhenti. Perekonomian yang mengeksploitasi pekerja contohnya adalah sistem industri pabrik karet. Dalam industri pabrik karet, pabrik tetap berproduksi selama 24 jam. Sistem tubuh manusia yang tidak bisa digunakan untuk bekerja selama 24 jam membuat industri membagi waktu kerja dalam beberapa shift.Jadi pekerja yang bekerja akan tetap ada selama 24 jam dengan sistem pergantian pekerja dalam tiap shift24.

Dalam ekonomi ubi sistem ekonomi yang terjadi memiliki perbedaan dengan konsep eksploitasi. Moral ekonomi yang terbentuk dari para pelaku usaha di pengoalahan mie rajang yaitu adanya pola ekonomi yang bukan eksploitasi. Pola yang terbentuk diantara pelaku ekonomi bukan untuk mempergunakan tenaga pekerja maupun waktu pekerja untuk memenuhi target keuntungan yang mereka inginkan. Penggunaan tenaga para pekerja yang mereka lakukan tidak membuat pekerja tereksploitasi, karena target kerja yang mereka lakukan bukan untuk memenuhi nafsu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Dengan sistem kerja yang tidak mengeksploitasi pekerja maka hubungan yang terjalin diantara pelaku usaha baik. Mereka memiliki banyak waktu selain bekerja untuk membangun relasi diantara mereka. Dalam ilmu kesehatan fisik yang terlalu letih akan membuat pikiran menjadi letih pula. Makadari itu pekerja yang tidak keletihan secara terus menerus akan memberikan pemikiran yang baik

24

(53)

sehingga mereka baik pula dalam berkomunikasi. Begitulah yang terjadi dalam ekonomi ubi ini.

6.1.1 Pekerja Tetap Namun Tidak Terikat

Dalam setiap usaha pasti ada aturan yang diberlakukan antara si-pemilik usaha dengan pekerjanya. Aturan yang dibuat tersebut diberlakukan dengan tujuan agar tidak ada kesimpangsiuran dalam menjalankan kewajiban dan memperoleh hak yang semestinya didapat oleh pekerja dan pemilik usaha. Dalam usaha yang umum ada yang membuat perjanjian khusus dengan pekerja dan menentukan apakah pekerja akan terikat dengan usaha tersebut atau tidak. Pekerja yang tetap25 biasanya diterapkan oleh perusahaan maupun indutri besar atau usaha kecil yang dilakukan untuk menentukan siapa saja yang akan bertanggungjawab untuk menyelesaikan satu bidang pekerjaan untuk waktu yang lama. Sementara itu disisi lain ada perusahaan maupun industri atau usaha kecil yang mempergunakan pekerja yang tidak tetap/ pekerja lepas26. Pekerja yang bekerja di industri kerap berganti dan tidak tetap siapakah orangnya, asalkan pekerjaan siap dan beres. Tentu ada kerugian serta keuntungan dari ke-dua sistem penentuan pekerja tersebut. Untuk pekerja yang tetap maka pekerja tidak diperkenankan bekerja ditempat lain namun perusahaan dapat memenuhi kebutuhan pekerja, baik itu

25

Berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2003: Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki perjanjian kerja dengan pengusaha untuk jangka waktu tertentu. (Sugiarto.2014.Peraturan Kerja Harian Lepas atau Karyawan Lepas didalam artonang.blogspot.co.id (diakses pada 28 April 2016, 12:15 wib)

26

(54)

sandang, pangan dan papan. Dalam konsep pekerja lepas tidak ada jaminan yang mereka terima dan tidak ada larangan untuk tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut.

Dalam hal ini pekerja yang bekerja dalam pengolahan mie rajang di Desa Pegajahan Dusun II termasuk ke dalam sistem pekerja tetap. Pekerja yang digunakan oleh pemilik usaha merupakan pekerja yang tetap dalam arti pekerja yang bekerja dengan pemilik usaha merupakan orang yang itu-itu saja dan tidak berganti. Pekerjaan yang dilakukan oleh mereka juga itu-itu saja. Namun pekerja tidak memperoleh jaminan apapun dari pekerjaan itu. Mereka hanya memperoleh gaji yang sesuai dengan pekerja saja.

Pekerja memang tidak mendapatkan jaminan lain, namun pemilik usaha tidak membatasi pekerja untuk tidak bekerja di tempat lain. Pekerja diperbolehkan untuk bekerja di tempat usaha yang lain setelah mereka selesai bekerja di tempat pemilik usaha. Untuk itu pekerja yang bekerja di industri pengolahan mie rajang ini tidak hanya bekerja di satu tempat saja. Mereka mampu bekerja di dua atau tiga tempat. Selain itu pemilik usaha juga tidak memberikan kewajiban untuk selalu datang dan bekerja di tempat usahanya. Pemilik usaha memberikan kebebasan kepada pekerjanya apakah mau bekerja atau tidak. Hal tersebut dilakukan oleh pemilik usaha kepada semua pekerjanya.

(55)

di tempat lain. Misalnya yang dilakukan oleh Buk Muliani, pekerja Pak Tupon yang bekerja sebagai pencetak/peletrek. Ketika musim tanam tiba, Buk Muliani sering izin tidak bekerja karena Ia ingin bekerja sebagai buruh tanam padi di sawah orang. Buk Muliani melakukan hal tersebut karena gaji menanam lebih besar dari gaji mencetak opak ubi. Pak Tupon yang mengetahui hal tersebut tidak melarang Buk Muliani untuk tidak masuk kerja. Ia membiarkan Buk Muliani bekerja nanam padi.

“Kami gak pernah melarang Buk Muliani untuk kerja nanem,

namanya Dia mau punya gaji yang banyak, mungkin kebutuhannya lagi banyak, kan kasian kalau saya larang. Lagian pun kalau saya larang nanti malah gak mau kerja lagi disini. Kan repot cari penggantinya, udah cocok sama Buk Mul. Masak kami larang dia cari uang sih, kalau Buk Mul libur ya kan kami bisa kerjain sendiri

kalau gk ya cari serepnya dulu untuk sementara” (Pak Tupon, 42

Tahun : 12/03/2016 (11:15))

Bekerja sebagai pencetak dalam sehari Buk Mul akan memperoleh gaji paling banyak Rp. 40.000. Sedangkan untuk bekerja menanam Buk Mul bisa mendapat gaji kurang lebih Rp. 100.000. Meskipun beban kerja menanam lebih melelahkan daripada mencetak tetapi hasil yang diperoleh cukup banyak. Maka dari itu Buk Mul akan memilih menanam ketika ada tawaran menanam padi.

(56)

6.1.2 Servis Yang di Berikan Pemilik Usaha

Pemilik usaha memang tidak bisa memberikan jaminan kepada pekerjanya, karena usaha yang mereka lakukan merupakan usaha kecil. Namun cukup membantu para tetangganya yang bekerja dengan mereka27. Gaji yang mereka berikan juga tidak banyak tetapi mampu membantu perekonomian tetangga, setidaknya untuk membeli sayur mayur setiap harinya.

Proses bekerja yang dilakukan dimulai dari pagi hari hingga siang hari. Pekerjaan yang monoton membuat pekerja dan pemilik usaha berusaha untuk membuat keseruan dalam bekerja. Salah satu yang mereka lakukan yaitu berbincang-bincang. Mereka selalu berbincang sepanjang bekerja, ada saja kelucuan yang terjadi ketika berbincang. Tema perbincangan mereka bisa apa saja, tergantung dari isu apa yang lagi booming diperbincangkan banyak orang.

Pemilik usaha juga berusaha supaya pekerja dan dirinya sendiri bekerja dengan hati yang bahagia, untuk itu pemilik usaha menyediakan radio. Seperti apa yang dilakukan oleh Pak Tupon, Ia selalu menghidupkan radio ketika ada proses bekerja. Pada dasarnya pak Tupon memang hobby mendengarkan musik. Hal tersebut Ia tularkan kepada pekerja nya. Musik yang selalu mereka dengarkan adalah musik dangdut, karo, minang dan melayu. Musik yang mereka dengarkan sebenarnya tergantung dari apa yang di putar oleh penyiar radio. Namun mereka suka mendengarkan musik-musik itu sambil mendendangkannya ketika mereka sedang bekerja.

27

(57)

Selain mendengarkan musik, pemilik usaha juga memberikan makanan serta minuman sebagai teman bekerja mereka. Makanan dan minuman sama pentingnya dengan mendengarkan musik. Bekerja beberapa jam pasti kehausan, dan mungkin lapar karena belum sarapan. Pemilik usaha memberikan makanan ringan dan minuman untuk menyenangkan pekerjanya. Pemilik usaha juga tidak ingin pekerjanya merasa tidak nyaman bekerja dengan mereka. Memberikan makanan dan minuman merupakan salah satu upaya untuk membuat orang yang bekerja dengan mereka merasa nyaman dan senang28.

Makanan yang diberikan berubah-ubah, terkadang roti, kue basah, buah-buahan, atau nasi serta lauknya. Biasanya ketika pemiik usaha memasak makanan enak29 maka pemilik usaha akan memberikan sarapan atau makan siang kepada pekerja. Minuman yang diberikan juga tergantung kepada situasi ketika bekerja, kalau kondisi panas maka pemilik usaha membuatkan minuman dingin untuk pekerja, namun bila tidak panas biasanya pemilik usaha menyediakan teh manis.

Pekerja juga sering meminta ubi kayu untuk mereka olah dirumah, pemilik usaha tidak melarang pekerja untuk membawa ubi kayu, bahkan pemilik usaha menawarkan kepada pekerja untuk membawa ubi kayu kerumah agar bisa diolah menjadi makanan. Pekerja juga diperbolehkan membawa mie rajang yang sudah jadi, namun tidak boleh banyak-banyak. Hal yang satu ini juga tidak kalah menarik, pemilik usaha sering memberikan makanan kepada pekerja untuk dibawa pulang, misalnya pemilik usaha lagi panen pepaya, kalau ada banyak

28

Berdasarkan pengakuan Buk Santi sebagai pemilik usaha 29

(58)

pepaya yang dimiliki pemilik usaha maka akan diberikan kepada pekerja untuk dibawa pulang.

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemilik usaha tersebut seperti servis yang diberikan untuk pekerja. Servis-servis yang diberikan seperti menjadi kebiasaan bagi mereka. Maka tidak ada beban yang dirasakan oleh pemilik usaha untuk melakukan itu. Pemilik usaha juga tidak merasa rugi karena sudah memberikan servis-servis seperti itu.

6.1.3 Kebebasan Berpendapat

Pentingnya berkomunikasi diantara pekerja dan pemilik usaha tentu akan mempengaruhi hubungan yang ada diantara mereka. Bagaimana pekerja dan pemilik usaha berhubungan tentu akan mempengaruhi kinerja mereka. Maka dari itu penting bagi mereka untuk menjaga hubungan mereka tetap baik.

Komunikasi yang terjalin diantara pemilik usaha dengan pekerja adalah komunikasi dua arah. Bagi mereka perlu mengeluarkan unek-unek didalam hati mereka mengenai keinginan mereka dalam bekerja dan berproduksi. Dengan memberitahu apa yang mereka inginkan maka tidak akan ada kesalahpahaman diantara mereka. Cara menyampaikan pemikiran mereka juga tidak bisa sembarangan, mereka melihat situasi serta kondisi untuk mengungkapkan apa yang ingin diungkapkannya.

(59)

ubi, masih ada kulit ari yang menempel didaging. Hal tersebut bisa membuat mie rajang yang dihasilkan menjadi kuning. Untuk itu pemilik usaha langsung mengatakan kepada pekerja sedang cara sembari bercanda.

Buk Santi pernah menegur pengupas ubi kayu karena hasil kupasannya tidak bersih. Berikut yang dikatakan Beliau:

“yuk, iki isek eneng kulite, ojo pelit pelit lah. keneng sitik daginge yo ora popo. Ojo ketok ngono pelite. haha” (artinya: kak, ini

masih ada kulitnya, jangan pelit-pelit kali lah. Terkena sedikit daging ubi nya kan gak papa. Jangan di nampakkan kali pelitnya.

haha”

Hal-hal seperti kasus diatas sering terjadi, pemilik usaha menyiasati masalah pekerja dengan langsung menegurnya. Mereka tidak mau menunda untuk menegur karena akan mempengaruhi bagus tidaknya mie rajang yang dihasilkan nanti.

Pekerja pun berperilaku seperti itu, adakalanya mereka memiliki pemikiran yang ingin diberitahukan kepada pemilik usaha. Misalnya mereka menginginkan kenaikan upah. Pengungkapan keinginan untuk naik upah disaat mereka saling berbincang. Mereka menyisipkan pembicaraan mengenai upah mereka. Dengan gamblang mereka meminta agar upah mereka naik. Masalah diterima atau tidak mereka tidak mempersoalkan hal tersebut. Namun beberapa kali mereka meminta naik upah, pemilik usaha menyetujuinya. Meskipun begitu pekerja tidak serta merta selalu meminta upah naik. Mereka tetap mempertimbangkan hal-hal seperti itu dengan baik.

(60)

juga semakin sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Kebiasaan seperti itu sudah mereka lakukan sejak lama. Maka sudah tidak canggung lagi untuk melakukannya.

6.2 Bekerja Atas Dasar “Rasa Iba”

6.2.1 Penentuan Gaji Pekerja

Upah yang diberikan kepada pekerja ditentukan oleh pemilik usaha, upah untuk pekerja yang mengupas ubi adalah Rp. 60/ kilogram ubi yang mereka kupas. Upah yang diberikan untuk pencetak adalah Rp. 8000/ ember. Upah yang diberikan untuk orang yang menjemur adalah Rp. 40.000/ 1 ton ubi yang diproduksi.

Upah tersebut diberlakukan oleh para pemilik usaha secara serempak, mereka berdiskusi untuk menentukan upah kepada para pekerja. Namun walaupun pemilik usaha yang menentukan upah, pekerja juga memiliki hak untuk bisa meminta naik upah. Mereka memiliki kebebasan untuk mengutarakan apa yang mereka inginkan.

(61)

Pada dasarnya para pemilik usaha berdiskusi dahulu untuk menentukan naik tidak nya upah, namun terkadang ada beberapa pemilik usaha yang menaikkan sendiri upah kepada pekerjanya. Seperti halnya kenaikan upah yang dilakukan oleh Buk Santi, Ia menaikkan upah kepada pencetak dengan tidak berunding terlebih dahulu. Alasan Buk Santi menaikkan upah dikarenakan pencetak yang bekerja dengan Buk Santi (Buk Samsiah) sudah bekerja sangat lama dengannya, Ia bekerja dari pagi sampai sore hari seorang diri. Buk Santi memang hanya mempekerjakan satu orang pencetak supaya Ia tidak kerepotan untuk mengadoni endapan ubi yang akan dicetak. Buk Samsiah sudah beberapa kali meminta untuk mempekerjakan satu orang pencetak lagi. Namun Buk Santi tidak menyetujui hal tersebut.

Kenaikan upah pencetak yang dilakukan oleh Buk Santi akan memancing pekerja lainnya untuk meminta naik upah. Mereka akan berbicara dengan pemilik usaha untuk menaikkan upah mereka karena di tempat lain upahnya sudah naik. Pemilik usaha yang telah dimintai kenaikan gaji akan mempertimbangkan kesanggupan mereka, namun biasanya mereka langsung menyetujui hal tersebut dikarenakan kalau mereka tidak menaikkan upah pekerja akan mogok kerja atau tidak mau lagi bekerja di tempatnya.

Dengan kenyataan seperti itu ada hal lain yang menggerakkan mereka dalam melakukan kegiatan ekonomi. Rasa iba dengan pekerjanya membuat mereka menaikkan gaji. Tidak ada aturan seperti itu dalam ekonomi kapitalis.

Gambar

Gambar Alen-Alen
Gambar Hasil Penggilingan Ubi
Gambar 3.2: Proses mengampia
Gambar 3.5: Proses menjemur opak
+4

Referensi

Dokumen terkait

Selengkapnya judul penelitian yang akan penulis angkat adalah “Pengaruh Pendapatan, Pendidikan dan Beban Tanggungan Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kecamatan

Skripsi dengan judul “ Model Penelusuran Banjir Pada Sungai Dengkeng dengan Menggunakan Metode Gabungan O’Donnel dan Muskingum-Cunge serta Metode Muskingum

Bahwa setelah satu bulan senjata api tersebut berada pada saksi-1, saksi-1 mengatakan bahwa senjata api tersebut ingin di beli oleh saksi-2, saat itu Terdakwa mengatakan

Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, dan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Kegiatan-kegiatan pokok RKP 2006: Dalam rangka pelaksanaan program ini

Dari tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan senam hamil mengalami lama persalinan lebih dari 90 menit yaitu sebanyak 5 responden (42,9 %) dan

SRI International telah mengembangkan program yang disebut VALS1 (value and life style 1) untuk mengukur gaya hdup ditinjau dari aspek nilai cultural yaitu (1) outer

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi

Dengan menggunakan metode intervensi sosial maka mahasiswa sebagai pelaksana dari KKN terlibat langsung dalam setiap pelaksanaan program yang dibuat. KESIMPULAN Dari