• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)

Oleh: Abror

Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung dalam mewujudkan tujuannya yakni membangun Masyarakat Madani, memiliki posisi dan peran yang harus dijalankan, diantaranya adalah melakukan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan demi terwujudnya masyarakat madani tersebut, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. penentuan informan menggunakan teknik Purposive Sampling. pengumpulan data di lakukan dengan metode wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan antara lain reduksi data, penyajian data, dan verifikasi kesimpulan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Muhammadiyah Kota Bandar Lampung dalam posisinya sebagai civil society melakukan peran di bidang fungsi komplementer yaitu dengan mendirikan sekolah, pa nt i asuhan dan adanya majelis ekonomi BTM atau Koperasi Simpan Pinjam Syariah yang bekerjasama dengan BSM dalam pengelolaan keuangan. Pada fungsi Subtitusi / Subtitutor, organisasi Muhammadiyah mendirikan Pengajian-Pengajian dan melakukan gerakan dakwah. Serta pada fungsi kekuatan tandingan, organisasi Muhammadiyah telah mengajukan sumbang saran dalam rangka untuk meluruskan atau memperbaiki sikap Pemerintah Daerah terhadap umat beragama kaitannya untuk kepentingan masyarakat. Selain itu juga mela k u k a n Amar

(2)

tersebut. Pemerintah kota Bandar Lampung kurang melibatkan Muhammadiyah, sehingga kurang nyambungnya visi misi dilapangan. Akan tetapi terlepas dari kendala yang dihadapi, organisasi Muhammadiyah telah memberikan kontribusi dalam membangun SDM yang berkualitas untuk kemaslahatan umat. Hal itu terlihat dengan telah terlaksananya 3 fungsi Civil Society kaitannya dengan relasi masyarakat dengan negara yang telah dijabarkan oleh penulis di atas.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung) (Skripsi)

Oleh: Abror

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(44)

CURICULUM VITAE

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI BANDAR LAMPUNG (Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)

Identitas Pribadi

1. Nama : Budi Santoso Budiman, S.P.

2. Tempat Tanggal Lahir : Tanjung Karang 9 Desember 1967

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Umur : 45 Tahun

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jln. Pulau Bawean 2 Gg Family No 19 B Sukarame

7. Pendidikan : Strata 1 Pertanian

8. Pengalaman Organisasi : 1.Gerakan Rakyat Anti Korupsi Lampung

2. Perkupulan KB Lampung

3. Aliansi Jurnalis Indipenden Lampung

9. Jabatan : Redaktur LKBN Kantor Berita Antara Lampung

(45)

CURICULUM VITAE

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI BANDAR LAMPUNG (Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)

Identitas Pribadi

1. Nama : Dr. Sudarman,M.A.

2. Tempat Tanggal Lahir : Purwodadi 1 Juli 1967

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Umur : 45 Tahun

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jl. Seibai Gg Melati 2 No 14 Haji Mena Natar Lamsel

7. Pendidikan : S3

8. Pengalaman Organisasi : 1. Ikatan Pemuda Muhammadiyah

2. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

3. Muhammadiyah

9. Jabatan : Wakil Rektor IV Muhammadiyah

Dosen Institut Agama Islam Negeri Raden Intan

(46)

CURICULUM VITAE

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)

Identitas Pribadi

1. Nama : Heni Damayanti, Amd

2. Tempat Tanggal Lahir : Kedondong 11 Agustus 1989

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Umur : 23 Tahun

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jl Bukit Kemiling Permai Blok 5 No 278

7. Pendidikan : D3 Informatika

(47)
(48)

KENDARAAN OPERASIONAL BAITUT TAMWIL MUHAMMADIYAH

SALAH SATU BENTUK USAHA MUHAMMADIYAH DI BIDANG

(49)

PENULIS BERADA DI KANTOR BERITA ANTARA UNTUK

MELAKUKAN WAWANCARA DENGAN REDAKTUR KANTOR

(50)

Panti Asuhan Budi Mulya Muhammadiyah Bandar Lampung

di Jl Pulau Sangiang Gg Budi Mulya ,Sukarame, Bandar Lampung Adalah

bentuk Pelayannan Muhammadiyah di Bidang Pendidikan dan Sosial

(51)

Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Muhammadiyah di Kota Bandar Lampung Adalah Bentuk Kepedulian Muhammadiyah di Bidang

(52)

Universitas Muhammadiyah Lampung Bentuk Kontribusi Muhammadiyah Dalam mecetak Akademisi, Beralamat di JL.H.Zainal Abidin Pagar Alam

(53)
(54)

KENDARAAN OPERASIONAL BAITUT TAMWIL MUHAMMADIYAH

SALAH SATU BENTUK USAHA MUHAMMADIYAH DI BIDANG

(55)

PENULIS BERADA DI KANTOR BERITA ANTARA UNTUK

MELAKUKAN WAWANCARA DENGAN REDAKTUR KANTOR

(56)

Panti Asuhan Budi Mulya Muhammadiyah Bandar Lampung

di Jl Pulau Sangiang Gg Budi Mulya ,Sukarame, Bandar Lampung Adalah

bentuk Pelayannan Muhammadiyah di Bidang Pendidikan dan Sosial

(57)

Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Muhammadiyah di Kota Bandar Lampung Adalah Bentuk Kepedulian Muhammadiyah di Bidang

(58)

Universitas Muhammadiyah Lampung Bentuk Kontribusi Muhammadiyah Dalam mecetak Akademisi, Beralamat di JL.H.Zainal Abidin Pagar Alam

(59)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijah 1330 H) tepatnya di Kampung

Kauman Yogyakarta terbentuk suatu organisasi Islam yang terinspirasi dari

tokoh Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan.

Organisasi tersebut dinamai Organisasi Muhammadiyah. Pada perkembangannya

Organisasi Muhammadiyah tersebar di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi

Lampung yang Penulis dalam Penelitian ini membahas posisi dan peran

Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung.

Muhammadiyah Kota Bandar Lampung mempunyai visi dan misi yang sama

dengan Muhammadiyah yang berada di wilayah Indonesia lainnya, yaitu misi

gerakan sosial untuk membantu masyarakat.

Muhammadiyah Kota Bandar Lampung yang telah berdiri sejak tahun 1970,

saat ini telah memiliki kepengurusan tingkat cabang (kecamatan) hingga tingkat

ranting (kelurahan) di seluruh kelurahan Kota Bandar Lampung. Diharapkan

dengan tersebarnya kepengurusan Muhammadiyah di semua tingkat kelurahan

di Bandar Lampung, akan sangat efektif di dalam membantu Pemerintah Kota

Bandar Lampung dalam mengatasi masalah-masalah sosial di Kota Bandar

(60)

2

K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melakukan

cita-cita dalam pembaharuan Islam di Indonesia. K.H. Ahmad Dahlan ingin

mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut

tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam di Indonesia untuk

kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sejak pertama

didirikan, telah ditegaskan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi yang

bergerak dibidang politik, namun bersifat sosial dan bergerak di bidang

pendidikan. Hasil pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang dilakukan secara

mendalam dan sungguh-sungguh tersebut, kemudian melahirkan berbagai

gerakan pembaharuan yang merupakan operasionalisasi dan pelaksanaan dari

hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap ajaran Islam.

Di Indonesia lahir beberapa organisasi atau gerakan Islam, diantaranya adalah

Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka dan organisasi

lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial, dan pendidikan. Muhammadiyah

adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan kebangkitan masyarakat

Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari ini bertahan dan

membesar yang sulit dicari persepadanannya. dilihat dari amal usaha dan

gerakannya di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya di bidang pendidikan

dan kesehatan, Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di

Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW,

sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang

(61)

3

Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan

yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan

ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan

alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan

pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. menampilkan ajaran

Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan

berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan

yang nyata (riil).

Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit,

panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia. Muhammadiyah

sebagai salah satu organisasi Islam terbesar yang berumur lebih tua dari bangsa

ini sangat wajar jika ikut berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan

bangsa. Dalam arti memberikan kontribusi riil terhadap masa depan bangsa. Sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah tidak

bisa tinggal diam dalam setiap aspek kehidupan. Sebagai konsekuensinya

muhammadiyah dalam gerakannya harus senantiasa berdimensi dakwah baik

dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial dan budaya. Melihat

kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan yang sudah carut marut dan jauh

dari nuansa religius, Muhammadiyah merasa bertanggung jawab untuk ikut

(62)

4

mewujudkan terciptanya masyarakat utama yang cerdas, berpendidikan,

berkualitas, mandiri tertib hukum, tolong menolong dan diridhoi Allah SWT.

Pada perjalanannya Muhammadiyah telah memberikan banyak sumbangsihnya

terhadap upaya terciptanya masyarakat sipil di Indonesia. Tidak sedikit program

dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Muhammadiyah yang mengarah

pada terciptanya civil society di Indonesia, baik itu di tingkatan nasional maupun lokal. Beberapa kiprah Muhammadiyah dalam perpolitikan nasional

diantaranya, pertama, menjelang Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Agustus 2000, Muhammadiyah menolak

dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Amandemen

Undang-Undang Dasar 1945.

Muhammadiyah menyadari bahwa dengan dimasukkannya tujuh kata Piagam

Jakarta ke dalam Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 akan membangkitkan

kembali prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam mengenai

“Negara Islam” di Indonesia. Prasangka seperti itu juga mengandung bahaya

terhadap integrasi bangsa yang saat ini mengalami ancaman dari berbagai

sudut. Kedua, Muhammadiyah mempunyai peran dan kontribusi yang besar

dalam penyusunan dan pengesahan Rancangan Undang Undang Sistem

pendidikan nasional. Sejak proses sosialisasi dan perumusan awal di Panitia

Kerja Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pimpinan

Pusat Muhammadiyah bersama Majelis Ulama Indonesia dan ormas-ormas

Islam lainnya berperan aktif sampai pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat

(63)

5

pada tanggal 10-11 Juni 2003 yang penuh dinamika dan kontroversial. Ketiga,

Muhammadiyah-Nahdatul Ulama bekerjasama dengan Kemitraan bagi

pembaharuan Tata Pemerintahan mendeklarasikan berdirinya “Gerakan

Nasional Pemberantasan Korupsi”, pada hari Senin, 17 September 2003 di

Pondok Pesantren Al Hikam, Malang Jawa Timur. Salah satu point terpenting

dalam deklarasi tersebut adalah bahwa Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama

akan berjuang dan berjihad dengan sungguh-sungguh untuk melawan praktik

korupsi di segala bidang serta menginstruksikan kepada seluruh pengurus

disemua tingkatan untuk terlibat secara aktif dalam mensosialisaikan gerakan

tersebut. Keempat, bersama Nahdatul Ulama dan Dewan Dakwah Indonesia,

Muhammadiyah menolak Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi. Muhammadiyah menilai bahwa keberadaan Rancangan Undang

Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang diusulkan pemerintah kurang

efektif untuk direalisasikan. Keberadaannya tidak akan bisa memberikan jaminan

terwujudnya rekonsiliasi. Bahkan dikhawatirkan akan menjadi sumber konflik

baru yang dapat mengganggu stabilitas politik dan ekonomi.

Selain kebijakan yang mencakup sektor nasional di atas, kebijakan-kebijakan

program kerja Muhammadiyah juga diarahkan pada terciptanya masyarakat sipil

di Indonesia, diantaranya program kerja dibidang pengkaderan dan sumber

daya manusia, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan pengembangan

masyarakat, supremasi hukum dan bidang lingkungan hidup yang kesemuanya

(64)

6

Kita ketahui dewasa ini banyak organisasi-organisasi Islam yang berkembang

di Indonesia selain Muhammadiyah, pada dasarnya organisasi-organisasi yang

berkembang di Indonesia bertujuan untuk menegakkan aturan agama Islam

sebagaimana mestinya, tetapi pada perjalanannya pola pikir dan ilmu

pengetahuan yang terbatas sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran,

sebagai contoh ada para pengikut organisasi Islam yang masih menjalankan

ajaran agama Islam,tetapi masih menjalankan kebudayaan nenek moyang yang

sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama Islam, di sisi lain ada juga

pengikut organisasi Islam yang lebih condong ke arah radikal.

Sementara itu karakteristik gerakan sosial Muhammadiyah adalah gerakan

sosial yang bertujuan untuk mengikuti sunah rasul secara murni tanpa di

campuri hal-hal yang tidak ada ajaranya dalam peraturan agama Islam yang

bersumber dari Al-Quran dan Al-hadis, juga mengutamakan kedamaian dalam

dakwah tanpa menimbulkan konflik secara langsung. Oleh karena penafsiran

yang berbeda tersebut, Penulis tertarik untuk membahas posisi dan peran

Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung

yang mempunyai kontribusi yang cukup signifikan untuk membangun

kesejahteraan umat melalui gerakan sosial yang dilakukan.

Dipilihnya Muhammadiyah Kota Bandar Lampung sebagai fokus penelitian

berdasarkan hasil pengamatan penulis Organisasi Muhammadiyah memiliki

sumbangsih terhadap pembangunan Kota Bandar Lampung melalui gerakan

sosial yang dilakukan kaitannya dengan masyarakat sipil di Kota Bandar

(65)

7

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat

sipil di Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui posisi dan peran masyarakat sipil di Bandar Lampung

(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung).

D. Kegunaan penelitian

1. Aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan kontribusi wacana serta pemikiran bagi perkembangan Ilmu

Pemerintahan, khususnya tentang posisi dan peran Muhammadiyah sebagai

organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung yang diaktualisasikan

melalui gerakan sosial untuk memberdayakan umat. Selain itu diharapkan

hasil penelitian ini dapat berguna sebagai referensi tambahan bagi semua

pihak yang tertarik melakukan penelitian dengan kajian gerakan sosial di

masa yang akan datang.

2. Aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi aktivis Muhammadiyah dalam mengaktualisasikan posisi dan peran

nya dalam usahanya mewujudkan penguatan masyarakat sipil di Kota

(66)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Gerakan Sosial Politik

Menurut kurniawan, Lutfi J. dan Hesti Puspito sari gerakan sosial adalah:

“Gerakan sosial adalah gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang, sebagai aksi kolektif, baik untuk mendukung dan atau menentang keberlakuan suatu nilai atau norma tertentu, maka proses bekerjanya gerakan sosial harus bertumpu kepada daya intelektualitas yang dimiliki oleh individu atau kelompok tersebut” (2012:84).”

Berdasarkan kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa gerakan sosial

berurusan dengan nilai, norma, dan budaya tertentu yang harus didukung atau

ditentangnya. Di sinilah esensi gerakan sosial yang merupakan sebuah upaya

kolektif yang dilakukan oleh sekelompok orang melalui instrument kelembagaan sosial baik yang berbentuk organisasi, komunitas ataupun sejenisnya.Gerakan

yang dilakukan tersebut kemudian ditransformasikan menjadi sebuah gerakan

bersama yang mempunyai fokus pada suatu isu atau masalah baik masalah

sosial politik, lingkungan dan sebagainya. Melalui upaya gerakan bersama

tersebut, ekspresi gerakannya dapat diwujudkan dalam bentuk penolakan,

mendukung, ataupun mengkampanyekan sebuah perubahan sosial yang tentu

saja harus disampaikan dengan pemikiran yang berintelektualitas, sehingga

tujuan untuk kemaslahatan bersama yang hendak dicapai dapat terwujud secara

(67)

9

Prof. Jerome Davis dalam kurniawan, Lutfi J. dan Hesti Puspito Sari

(2012:115) menyatakan:

“Gerakan sosial muncul sebagai reaksi atas sekumpulan individu maupun kelompok yang tidak puas terhadap kondisi kehidupan sosial yang terjadi. Ada semacam ketamakan hidup yang bisa menyebabkan perpecahan sosial dan mental, maka gerakan sosial ini berkembang dengan tujuan untuk

menciptakan keharmonisan”

Berdasarkan pernyataan di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa sebuah

gerakan sosial dapat timbul sebagai reaksi yang dilakukan oleh individu,

kelompok ataupun organisasi sebagai reaksi terhadap masalah sosial yang

terjadi dimasyarakat dan pada dasarnya gerakan sosial ini bertujuan untuk

menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini pulalah

yang tercermin dalam gerakan sosial yang dilakukan oleh organisasi

Muhammadiyah.

Pengertian gerakan sosial menurut Jary, Julia dan David Jary Collins dalam

Dictionary of Sociology menyatakan “social movement as any board social alliance of people who are associated in seeking to effect or to block an aspect of social change within a society” artinya, Suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi

perubahan sosial dalam suatu masyarakat. (1995: 614-615).

Berdasarkan pernyataan di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa terjadinya

perubahan sosial dalam suatu tatanan masyarakat, baik ataupun buruknya dapat

terjadi karena suatu aliansi sosial yang bertindak sebagai pendorong ataupun

(68)

10

1. Teori-teori Gerakan Sosial

Berikut ini beberapa teori gerakan sosial:

1) Teori tindakan/aksi kolektif

Teori tindakan kolektif banyak berkonsentrasi pada kondisi-kondisi

eksternal tindakan manusia dalam konteks keseluruhan sosial, yakni

pada alasan-alasan sosial aksi massa.

2) Teori Nilai Tambah

Teori ini diambil dari kajian ekonomi yang menghasilkan nilai tambah.

Gerakan sosial sebagai nilai tambah sebagai tujuan utama yakni di

bidang ekonomi.

3) Teori Mobilisasi Sumber Daya

Sumber daya yang dimaksud dalam teori ini meliputi keahlian atau

pengalaman, keuangan, sumber informasi dan legitimasi, berdasarkan

teori ini sebuah gerakan sosial di pengaruhi oleh keberadan sumber daya

yang ada dengan kata lain keberadaan sumber daya sangat menentukan

keberhasilan, kesinambungan bahkan kemunduran dan kehancuran

gerakan sosial, begitu pentingnya faktor ini sehingga tanpa adanya

sumber daya yang cukup atau ketidakmampuan mengelola sumber

daya menjadi penyebab berhentinya sebuah gerakan.

4) Teori Proses Politik

Proses politik berperan dalam gerakan situasi sosial politik dalam

masyarakat merupakan keberpihakan Negara kepada kepentingan

(69)

11

5) Teori Gerakan Sosial Baru (New Sosial Movement)

Menurut Pichardo dan Singh (2001), teori gerakan sosial baru

bercirikan sebagai berikut:

a. Ideologi dan tujuan gerakan sosial baru meninggalkan orientasi ideologis yang melekat pada gerakan sosial lama. Gerakan sosial baru menepis semua asumsi Marxian semua perjuangan dan pengelompokan di dasari pada konsep kelas. Gerakan sosial yang bertujuan untuk menumbangkan posisi Negara kemudian menggantikannya dengan kekuatan proletar. Namun dalam gerakan sosial baru, mereka memposisikannya sebagai partner pemerintah atau Negara untuk menciptakan kehidupan baru yang lebih baik.

b.Taktik dan pengorganisasian,Gerakan sosial baru umumnya tidak lagi mengikuti pengorganisasian seperti serikat buruh, atau model politik kepartaian lebih memilih saluran di luar politik normal dan menerapkan taktik yang mengganggu dari mobilisasi opini publik untuk mendapatkan daya tawar politik serta cenderung menggunakan demonstrasi yang amat dramatis.

c.Partisipan atau aktor, menurut Pichardo (1997) partisipan gerakan sosial baru muncul dari kalangan kelas menengah baru yang bekerja di sektor ekonomi non produktif umumnya adalah kaum terdidik.

d. Medan atau area, merupakan lintasan batas regional,dari arah lokal sampai internasional. Strategi dan cara mobilisasi bersifat global.

2. Gerakan sosial politik

Ada beberapa pengertian gerakan sosial (politik) yang di berikan para

ahli, seperti yang di jelaskan oleh Kamanto Sunarto (2004:195), bahwa

yang di maksud dengan gerakan sosial politik adalah perilaku kolektif

yang di tandai kepentingan bersama dan tujuan jangka panjang yaitu

untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang

ada di dalamnya. sedangkan ciri-ciri dari gerakan sosial (politik)

(70)

12

1. Adanya perilaku Kolektif. 2. Adanya kepentingan bersama.

3. Mengubah serta mempertahankan masyarakat atau intuisi yang ada di dalamnya.

4. Tujuan jangka panjang.

Selain ciri-ciri, Kamanto juga menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab

adanya sebuah gerakan (politik) yaitu:

1. Adanya faktor psikologis. 2. Faktor sosiologis

3. Defrivasi ekonomi dan sosial seperti Bahan bakar minyak naik. 4. Defriasi relative seperti mapan ekonomi, tetapi tidak puas dengan

kemacetan demokrasi.

Menurut Bruce.J.Chohen (1992:435), gerakan sosial (politik) adalah

gerakan yang di lakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk

mengubah (perubahan) atau mempertahankan (konservatif) unsure tertentu

dari masyarakat yang lebih luas, kemudian Bruce.J. Cohen memberikan

ciri-ciri gerakan sosial (politik) sebagai berikut:

1. Gerakan yang di lakukan oleh kelompok.

2. Struktur, mekanisme kerja, jaringan yang teroganisir. 3. Memiliki rencana dan metode yang teroganisir.

4. Memiliki sebuah ideology yang menjadi pegangan dasar organisasi. 5. Mengubah atau mempertahankan sesuatu.

6. Memiliki usia jauh lebih panjang

Selain itu, ia juga menjelaskan faktor faktor yang menyebabkan gerakan

sosial (politik) yaitu:

1. Karena ketidakpuasan banyak orang terhadap sesuatu. 2. Frustasi kolektif.

3. Persamaan nasib.

(71)

13

Sedangkan menurut Kartasapura dan Kreimers (1987:180), gerakan sosial

(politik) adalah kegiatan atau usaha kolektif yang berusaha untuk

mengadakan orde kehidupan yang baru. Untuk ciri-ciri dari gerakan sosial

politik Kartasaputra memberikan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Keadaan gelisah atau kacau.

2. Mendapatkan daya gerak dari ketidakpuasan kehidupan sekarang.

3. Mendapatakan daya gerak dari keinginan mewujudkan sistem

kehidupan baru.

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian gerakan sosial

politik tersebut, maka bisa diambil suatu pengertian umum tentang

gerakan sosial politik, yaitu gerakan yang dilakukan oleh sekelompok

orang yang memiliki, visi, misi, tujuan, ide, nilai politik yang sama

(mempertahankan, merubah, merebut, mengontrol dan menjalankan

kehidupan sosial politik) yang dilakukan secara sistematis, terorganisir dan

bertahan cukup lama.

Terkait dengan gerakan Muhamadiyah, bisa disimpulkan bahwa gerakan

yang dilakukan Muhamadiyah adalah gerakan dari sebuah organisasi

sosial keagamaan yang memiliki tujuan mengikuti ajaran Islam dengan

mencontoh nabi Muhammad SAW, tidak mencampuradukkan agama

dengan adat yang berbau mistik, dan lebih modern dibanding organisasi

(72)

14

3. Fungsi Gerakan Sosial

Gerakan Sosial memberikan sumbangsih ke dalam pembentukan opini

publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan

melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan ke dalam opini

publik yang dominan seperti memberi pelajaran politik yang benar.

Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang akan menjadi

bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi

negarawan penting. Gerakan-gerakan buruh sosialis dan kemerdekaan

nasional menghasilkan banyak pemimpin yang sekarang memimpin

negaranya.

Fungsi-fungsi gerakan sosial sekunder atau “laten” dapat dilihat sebagai

berikut:

1.Gerakan Sosial memberikan sumbangsih ke dalam pembentukan opini

publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik

dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan kedalam

opini publik yang dominan.

2. Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang akan

menjadi bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya

(73)

15

4. Tipe Gerakan Sosial

Disekitar kita banyak terdapat macam-macam gerakan sosial. Seperti halnya

gerakan buruh, gerakan petani, gerakan mahasiswa, gerakan religius, gerakan

sosial, gerakan radikal, gerakan ideologi, dan kalau kita menganalisis

secara terperinci maka sangat banyak macam-macam gerakan sosial yang

tumbuh di dalam tataran masyarakat.

Karena keragaman gerakan sosial sangat besar, maka berbagai ahli sosiologi

mencoba mengklarifikasikan dengan menggunakan kriteria tertentu. David

Aberle, misalnya, dengan menggunakan kriteria tipe perubahan yang

dikehendaki (perubahan perorangan dan perubahan sosial) dan besar

pengaruhnya yang diingginkan (perubahan untuk sebagian dan perubahan

menyeluruh). Membedakan empat tipe gerakan sosial, tipologi Aberle

adalah sebagai berikut:

1. Alternative Movement

Ini merupakan gerakan yang bertujuan untuk merubah sebagian perilaku

perorangan. Dalam kategori ini dapat kita masukan berbagai kampanye

untuk merubah perilaku tertentu, seperti misalnya kampanye agar

orang tidak minum-minuman keras. kini pun banyak dilancarkan

kampanye agar dalam melakukan perbuatan seks dengan bertanggung

(74)

16

2. Rodemptive Movement

Gerakan ini lebih luas dibandingkan dengan alterative movement, karena yang hendak dicapai ialah perubahan menyeluruh pada perilaku

perorangan. Gerakan ini kebanyakan terdapat di bidang agama.

Melalui gerakan ini, misalnya, perorangan diharap untuk bertobat dan

mengubah cara hidupnya sesuai dengan ajaran agama.

3. Reformative Movement

Gerakan ini yang hendak diubah bukan perorangan melainkan

masyarakat namun lingkup yang hendak diubah hanya segi-segi

tertentu masyarakat, misalnya gerakan kaum homoseks untuk

memperoleh perlakuan terhadap gaya hidup mereka atau gerakan kaum

perempuan yang memperjuangkan persamaan hak dengan laki-laki.

Gerakan people power di Filipina atau gerakan menentang pedana menteri Suchinda di Thailand pun dapat dikategorikan dalam tipe ini

karena tujuannya terbatas, yaitu pergantian pemerintah.

4. Transformative Movement

Gerakan ini merupakan gerakan untuk mengubah masyarakat secara

menyeluruh. Gerakan kaum Khamer Merah untuk menciptakan

masyarakat komunis di kamboja. Suatu proses dimana seluruh

penduduk kota dipindahkan ke desa dan lebih dari satu juta orang

kamboja kehilangan nyawa mereka karena di bunuh kaum Khamer

Merah, menderita kelaparan atau sakit merupakan contoh ekstrim

(75)

17

oleh rezim komunis di Uni Soviet pada tahun 30-an serta di Tiongkok

sejak akhir 40-an untuk mengubah masyarakat mereka menjadi

masyarakat komunis pun mengakibatkan menentang diskriminasi oleh

orang kasta-kasta bawah, menengah dan atas. Hal itu dapat di

kategorikan kedalam gerakan ini karena keberhasilan gerakan mereka

akan berarti pula perombakan mendasar pada masyarakat India.

(Light, Keller dan Craig Calhoun,1989:599-600).

5. Strategi Gerakan Sosial

Para akademisi menyebut pentingnya proses framing dalam memahami sukses tidaknya sebuah gerakan sosial. Menurut Snow dan Banford,

suksesnya gerakan sosial terletak pada sejauh mana mereka memenangkan

pertempuran atas arti. Hal ini berkaitan dengan upaya para pelaku perubahan

mempengaruhi makna dalam kebijaksanaan publik. Oleh karena itu,

pelaku perubahan memiliki tugas penting mencapai perjuangannya melalui

pembuatan framing masalah-masalah sosial dan ketidakadilan. Cara ini merupakan upaya meyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas

sehingga mereka terdorong mendesakkan sebuah perubahan. Komponen

utama dari proses framing gerakan adalah diagnosis elemen atau mendefinisikan masalah dan sumbernya serta memprediksi elemen

sekaligus mengindentifikasi strategi yang tepat untuk memperjuangkan

masalah tersebut. Snow menambahkan bahwa proses framing membuat orang mampu memformulasikan sekumpulan konsep untuk berpikir

(76)

18

dunia. Skema ini bisa menyalahkan atau menyarankan garis aksi (Snow

dan Banford, 1988 dalam Situmorang, 2007).

Untuk mencapai sebuah kelompok sasaran, aktor gerakan membutuhkan

alat dalam menjalankan framing, yaitu media. Zald berpendapat bahwa pengkontesan framing terjadi dalam interaksi berhadap-hadapan dan melalui beragam media cetak dan elektronik (Zald, 1996 dalam

Situmorang, 2007).

Indikasi awal untuk menangkap gejala gerakan sosial menurut John

Lofland (Protes; Insist Press 2003 dalam Iswinarto, 2008) adalah dengan

mengenali terjadinya perubahan-perubahan pada semua elemen arena

publik dan ditandai oleh kualitas “aliran” atau “gelombang”. Dalam

prakteknya suatu gerakan sosial dapat diketahui terutama lewat banyak

organisasi baru yang terbentuk, bertambahnya jumlah anggota pada suatu

organisasi gerakan dan semakin banyaknya aksi kekerasan atau protes

terencana dan tak terencana.

Selain itu menurut Lofland dua aspek empiris gelombang yang perlu

diperhatikan adalah, pertama, aliran tersebut cenderung berumur pendek

antara lima sampai delapan tahun. Jika telah melewati kurun waktu itu

gerakan akan melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah

mengalami proses „cooled down‟. Kedua, banyak organisasi kekerasan

atau protes yang berubah menjadi gerakan sosial atau setidaknya bagian

dari gerakan-gerakan yang disebut diatas. Organisasi-organisasi ini selalu

(77)

19

teori operasi yang berbeda maka mereka akan dengan sabar menunggu

pergeseran struktur makro yang akan terjadi (misalnya krisis kapitalisme)

atau pertarungan yang akan terjadi antara yang baik dan jahat, atau kedua

hal tersebut, serta menunggu kegagalan fungsi lembaga sentral. Kala itulah

gerakan itu bisa dikenali sebagai gerakan pinggiran, gerakan awal dan

embrio gerakan.

Lebih lanjut dapat dirumuskan bahwa sebuah gerakan sosial terdiri dari:

1. Lahirnya kekerasan atau protes baru dengan semangat muda yang dibentuk secara independent

2. Bertambahnya jumlah (dan peserta) aksi kekerasan dan/atau protes terencana dan tak terencana (terutama kumpulan) secara cepat. 3. Kebangkitan opini massa

4. Semua yang ditujukan kepada oknum lembaga sentral

5. Sebagai bentuk usaha untuk melahirkan perubahan pada struktur dari lembaga-lembaga sentral.

Selain itu 5 gejala gerakan sosial seperti disebutkan oleh Lofland,

pemahaman tentang gerakan sosial dapat diturunkan lebih jauh ke dalam

enam pertanyaan pokok tentang Gerakan Sosial. Ke 6 pertanyaan pokok

merupakan indikator yang praktis untuk menganalisis gerakan sosial

sekaligus sebagai petunjuk praktis bagi pelaku gerakan sosial untuk

„merancang’ atau paling tidak memicu gerakan sosial

1. Kepercayaan: hal-hal yang dianggap benar (ideologi, doktrin,

pandangan, harapan, kerangka berpikir, wawasan, perspektif.)

realitas apa yang mereka tuntut/pertentangkan siapa yang dianggap

lawan dan siapa yang diteladani perubahan secara total atau parsial

(78)

20

2. Organisasi: cara bagaimana orang-orang yang mempunyai

„pandangan’ yang sama, diatur/diarahkan untuk mencapai tujuan.

bagaimana orang-orang diorganisir/cara-cara mengorganisir-

bagaimana proses pengambilan keputusan adakah pembagian kerja

di organisasi gerakan cara memelihara orang-orang tetap

melaksanakan tugasnya cara-cara memperoleh dana dari gerakan

organisasi bersifat sementara atau permanent.

3. Sebab-sebab: variabel-variabel yang berpengaruh terhadap gerakan

sosial bagaimana gerakan sosial dimulai/dibentuk, kapan gerakan

itu dibentuk mengapa gerakan itu muncul Secara teoritik ada 16

variabel yang berpengaruh, yaitu:

1. perubahan dan ketimpangan sosial

2. kesempatan politik

3. Campur tangan negara terhadap kehidupan warga

4. kemakmuran (yang menimbulkan deprivasi ekonomi)

5. konsentrasi geografis

6. identitas kolektif

7. solidaritas antar kelompok

8. krisis kekuasaan

9. melemahnya kontrol kelompok yang dominan

10.pemfokusan krisis

11.sinergi gelombang warga negara (penduduk)

12.adanya pemimpin

(79)

21

14.integrasi jaringan di antara para pembentuk potensial

15.adanya situasi yang memudahkan para pembentuk potensial

16.kemampuan mempersatukan

4. Keikutsertaan : keanggotaan dalam arti yang paling lemah sampai

yang paling kuat

mengapa orang ikut dalam gerakan

sampai seberapa jauh keterlibatannya dalam organisasi siapa yang menjadi pendukung gerakan

5. Strategi : cara atau metode untuk melakukan sesuatu dalam rangka

mencapai tujuan usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mencapai

tujuan gerakan apa ada tujuan utama dari setiap strategi yang

digunakan dalam mencapai tujuan itu, akan lebih menekankan yaitu

pada perubahan institusi-institusi sosial (societal manipulation)

ataukah dengan mengubah hati dan pemikiran orang-orang (personal

transformation) strategi yang digunakan bersifat terbuka atau tertutup, terang-terangan atau tersembunyi menggunakan strategi

penyerangan frontal atau pengikisan „pendirian’ mereka dinyatakan

secara halus (polite), melalui aksi protes atau kekerasan

mekanisme taktik yang digunakan terhadap kelompok sasaran :

persuasi, negosiasi atau paksaan.

6. Efek : tanggapan atau reaksi kalangan luar terhadap gerakan sosial

Reaksi penguasa Reaksi elit Reaksi media

(80)

22

6. Penguatan Masyarakat Sipil

Penguatan masyarakat sipil secara umum adalah melakukan

kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat

miskin, marjinal, terbelakang dan tertindas dari pihak yang kuat atau

berkuasa agar masyarakat sipil bisa hidup mandiri dan memiliki status

posisi tawar yang kuat dengan pihak lain. Sedangkan menurut organisasi

Muhammadiyah biasa disebut dengan pemberdayaan masyarakat,

pembangunan masyarakat atau pengembangan masyarakat melalui

beberapa jalur yaitu jalur pendidikan dan non pendidikan.

Istilah civil society berasal dari bahasa Latin societes civiles yang mula-mula dipakai oleh Cicero (106-43 SM), seorang orator, politisi dan filosof

Roma. Sejak saat itu sampai dengan abad ke-18, pengertian civil society masih disamakan dengan negara (the state), yakni sekelompok masyarakat

yang mendominasi seluruh kelompok lain.

Dalam rentang waktu yang panjang itu, Thomas Hobbes (1588-1679),

John Locke (1632-1704) dan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) kembali

menghidupkan dan mengembangkan istilah civil society (masyarakat sipil)

dengan merujuk kepada masyarakat dan politik. Hobbes, misalnya,

berpendapat bahwa perjanjian masyarakat diadakan oleh individu-individu

untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara. Locke

mendefinisikan masyarakat sipil sebagai masyarakat politik (political

(81)

23

yang senada dengan Hobbes, merupakan hasil dari suatu kontrak sosial.

Perlu digarisbawahi bahwa pengertian-pengertian ini lahir ketika

perbedaan antara masyarakat sipil dan negara belum dikenal, sehingga

negara merupakan bagian dari masyarakat sipil yang mengontrol pola-pola

interaksi warga negaranya.

Barulah pada paruh kedua abad 18 Adam Ferguson (1723-1816) dan

Thomas Paine (1737-1809) memberi tekanan lain terhadap makna civil society. Civil society dan negara dipahami sebagai dua buah entitas yang berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial dan

perubahan-perubahan struktur politik sebagai akibat pencerahan (enlightment).

Keduanya diposisikan dalam posisi yang diametral. Masyarakat sipil

bahkan dinilai sebagai anti tesis terhadap negara, ia harus lebih kuat untuk

mengontrol negara demi kepentingannya.

Pemahaman ini mengundang reaksi para pemikir lainnya seperti Hegel

(1770-1831) yang beraliran idealis. Menurutnya civil society tidak dapat dibiarkan tanpa terkontrol. Ia justru memerlukan berbagai macam aturan

dan pembatasan melalui kontrol hukum, administrasi dan politik. Lebih

lanjut, Hegel membedakan masyarakat politik (the state) dan masyarakat

sipil (civil society). Masyarakat politik adalah perkumpulan-perkumpulan

yang mengandung aspek politik yang mengayomi masyarakat secara

keseluruhan. Sedangkan masyarakat sipil ialah perkumpulan merdeka

(82)

24

Karl Marx (1818-1883) sependapat dengan Hegel dalam melihat civil society sebagai masyarakat borjuis. Bedanya, Hegel menganggap hanya melalui negara, kepentingan-kepentingan masyarakat yang universal dan

mengandung potensi konflik bisa terselesaikan. Dus, negara merupakan

sesuatu yang ideal. Marx berpandangan sebaliknya, ia menganggap negara

tak lain sebagai badan pelaksana kepentingan kaum borjuis. Oleh sebab

itu, negara harus dihapuskan, atau harus diruntuhkan oleh kelas proletar.

Ketika negara akhirnya lenyap, maka yang tinggal hanyalah masyarakat

tanpa kelas. Visi ini berseberangan dengan visi Hegel yang mengatakan di

masa depan masyarakat sipillah yang akan runtuh dari dalam, jika negara

telah mampu mengayomi seluruh kepentingan masyarakat. Sedangkan

menurut Antonio Gramsci (1891-1937) yang juga memandang civil society

sebagai milik kaum borjuis yang akhirnya menjadi pendukung negara,

disamping mereka memegang hegemoni, mereka juga seharusnya bisa

menjalankan fungsi etis dalam mendidik dan mengarahkan perkembangan

ekonomi masyarakat. (Dawam Raharjo: 1999)

Adapun menurut Alexis de Tocqueville (1805-1859), masyarakat sipil

tidak secara apriori subordinatif terhadap negara, tetapi lebih dari itu ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga

mampu menjdi kekuatan penyeimbang menghadapi intervensi negara dan

tidak hanya berorientasi pada kepentingan sendiri tetapi juga terhadap

kepentingan publik. Pendapat Tocqueville ini kemudian diperkuat oleh

Hannah Arendt (1906-1975) dan Jurgen Habermas (1929-) dengan konsep

(83)

25

negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Penciptaan

ruang publik, bagi Arendt merupakan prasyarat terciptanya civil society dan demokratisasi. Hal senada diungkapkan Ernest Gellner (1925-1995)

yang memandang perlunya ruang dan kebebasan publik. Menurutnya civil society adalah seperangkat institusi non pemerintah yang cukup kuat untuk mengimbangi negara dan mencegah timbulnya tirani kekuasaan.

Secara umum saat ini, penganut sosialis banyak mengadopsi konsep

hegemoni Gramsci dalam memahami civil society dimana hegemoni tidak lagi dilakukan secara fisik, melainkan melalui penjinakan budaya dan

ideologi yang diselenggarakan secara terstruktur oleh negara. Sementara

penganut kapitalis lebih tertarik kepada civil society versi Tocqueville dimana masyarakat dapat melakukan partisipasi mengenai pembuatan

kebijakan-kebijakan publik dalam sebuah negara dan dapat saling berinterksi

dengan semangat toleransi. Adapun di negara-negara berkembang umumnya,

sikap Hegelian terhadap negara merupakan pandangan yang dominan. Di

satu sisi mereka memandang negara sebagai wadah segala sesuatu yang

ideal dan di sisi lain mereka kurang percaya terhadap masyarakat sipil.

Muhammad A.S. Hikam (1996) menyatakan bahwa:

“Masyarakat sipil sebagaimana dikonsepsikan oleh para pemikirnya mempunyai tiga ciri khusus yaitu: pertama, adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok dalam masyarakat, terutama saat berhadapan dengan negara. Kedua, adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara demi kepentingan publik. Ketiga, adanya kemampuan membatasi kuasa

(84)

26

kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya. Sebagai sebuah ruang publik, masyarakat sipil adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya perilaku, tindakan, dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap oleh jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (free public sphere), tempat di mana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat”.

Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali

menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep

civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes.

Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang

mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoks gereja (Larry Diamond, 2003: 278).

Berbeda dari pandangan Hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan

masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi

dari lembaga negara. Sebaiknya, civil society bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan

penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.

(85)

27

itu dapat pula menjadi sumber legitimasi kekuasaan negara dan pada saat

bersamaan ia pun bisa menjadi kekuatan kritis (reflective-force) untuk

mengurangi frekuensi konflik dalam masyarakat sebagai akibat dari proses

modernisasi. Dapatlah disimpulkan, pandangan civil society ala Tocqueville ini merupakan model masyarakat sipil yang tidak hanya berorientasi pada

kepentingan individual, tetapi juga mempunyai komitmen terhadap

kepentingan publik.

Konsepsi civil society ala Tocqueville ini dipadukan pula oleh (Rahardjo 1999) dengan pandangan Hannah Arendt dan Juergen Habermas tentang

ruang publik yang bebas (free public sphere). Menurut keduanya, dengan

adanya ruang publik yang bebas, maka setiap individu warga negara dapat

dan berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan

pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan penerbitan yang

berkenaan dengan kepentingan umum yang lebih luas. Lebih lanjut

(Rahardjo 1999) menyatakan, institusionalisasi dari ruang publik ini

adalah melalui kemunculan lembaga-lembaga sosial yang bersifat sukarela

(volunteers), media massa, sekolah, partai politik, sampai pada lembaga

yang dibentuk oleh negara tetapi berfungsi sebagai lembaga pelayanan

masyarakat.

Selain kedua model di atas, pola hubungan kerja antara negara

(pemerintahan), masyarakat madani (civil society), dan swasta (pasar)

berada dalam kerangka keseimbangan peran masing-masing. Dengan pola

(86)

28

mengatur ekonominya, institusi, dan sumber-sumber sosial dan politiknya

tidak hanya digunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan

kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian,

jelas sekali, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan

pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya

di mana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi

komersial dan civil society.

Seperti dikatakan di muka bahwa tata kepemerintahan yang baik itu

merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran,

kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol

yang dilakukan oleh tiga komponen, yakni pemerintah (government),

rakyat (citizen) atau civil society, dan usahawan (business) yang berada di

sektor swasta. Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama

dan sederajat. Kesamaan derajat ini akan sangat berpengaruh terhadap

upaya menciptakan tata kepemerintahan yang baik.

B. Masyarakat Sipil

Civil Society juga dapat dipahami dengan arti masyarakat madani masyarakat madani adalah masyarakat sipil masyarakat yang tanggap, dan

juga beradab dan tentunya masyarakat yang memiliki budaya dan dapat

menjaga budaya aslinya meskipun terjadi pertukaran budaya yang besar –

besaran saat ini. Masyarakat madani adalah suatu konsep yang diambil

oleh Indonesia dari Kota Madinah, dimana Kota Madinah ini telah

(87)

29

kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang hingga saat ini masih dinilai

sebagai peradaban tertinggi. Dahulunya Madinah tersebut bernama asli

Yasrib yang berada di wilayah Arab. Madani tersebut berarti Kota (city

state) sedangkan dalam bahasa Yunani disebut dengan Polis yang artinya juga sama yaitu kota. Civil Society merupakan satu cara untuk memahami relasi antara individu dan negara yang melestarikan kebebasan dan

tanggung jawab.

Pengertian Civil Society menurut Jean L. Kohen dan Andrew Arato (1992) adalah Modern Civil Society is based on egalitarian principle and

universal inclusion experience in articulating the political will and in collective decision making is crucial to the reproduction of democracy . Civil Society yang dimakasudkan adalah suatu masyarakat sipil yang didasari oleh kesetaraan dan selain itu juga masyarakat yang mampu

mempengaruhi kebijakan umum serta masyarakat yang didasari oleh

demokrasi sehingga dapat membentuk masyarakat yang mandiri.

Civil Society, dua kata tersebut kurang popular di ruang lingkup masyarakat Indonesia jika diubah ke Bahasa Indonesia artinya adalah masyarakat

sipil. Kebanyakan masyarakat pada umumnya mengertakaitkan antara

kata sipil dengan militer oleh karena itu kata tersebut masih terasa asing

di lingkungan masyarakat Indonesia. Berbeda dengan masyarakat madani

, meski tidak semua memahami apa arti masyarakat madani tersebut

namun sudah tidak asing di telingan masyarakat Indonesia. Namun

(88)

30

Civil Society dan masyarakat sipil tersebut. Suatu kondisi kehidupan masyarakat yang tegak diatas prinsip – prinsip egaliterisme-sederajat dan

inklusivisme universal. Secara konkret, masyarakat sipil bisa terwujud

bebagai organisasi yang berada di luar institusi pemerintah yang mempunyai

cukup kekuatan untuk melakukan counter hegemoni yang sudang pasti dapat mempengaruhi kebijakan umum.

C. Relasi Masyarakat Dengan Negara

Idi, Jahidi dalam Peranan Masyarakat Sipil Menuju Sistem Pemerintahan

Negara Yang Demokratis (2004) menyatakan bahwa:

Dalam hubungan masyarakat dengan negara, civil society memiliki tiga fungsi, yaitu

1. Fungsi Komplementer

komplementer di mana elemen-elemen civil society mempunyai aktivitas memajukan kesejahteraan untuk melengkapi peran negara sebagai pelayan

publik (public services).

2. Fungsi Subtitusi / Subtitutor

kalangan civil society melakukan serangkaian aktivitas yang belum atau tidak dilakukan negara dalam kaitannya sebagai institusi yang melayani

(89)

31

3. Fungsi Kekuatan Tandingan

sebagai kekuatan tandingan negara atau counterbalancing the state atau counterveiling forces. Kalangan civil society melakukan advokasi, pendampingan, ligitasi, bahkan praktik-praktik oposisi untuk mengimbangi

kekuatan hegemonik negara atau paling tidak menjadi wacana alternatif di

luar aparatur birokrasi negara.

D. Kerangka Pikir

Sebagai sebuah agama, Islam juga di pandang pengikutnya sebagai sebuah

ideologi yang mereka percaya Islam tidak hanya mengatur masalah

ruhaniah semata atau hubungan manusia dengan Tuhannya melainkan

mengatur segala aspek kehidupan manusia baik dalam lingkup sosial,

ekonomi, politik, budaya yang sering di sebut sebagai hubungan manusia

dengan manusia (Hablum Minannas). Dengan di jadikanya Islam sebagai

sebuah ideologi tidak heran di kalangan penganutnya timbul berbagai

pemikiran dari tokoh-tokoh pemikir Islam tentang konsep yang

diaktualisasikan ke dalam sebuah gerakan Islam.

Banyak sekali gerakan-gerakan Islam yang ada sekarang ini mulai dari

gerakan Islam tradisional, gerakan Islam liberal sampai kepada gerakan

Islam modern. Gerakan – gerakan tersebut timbul selain karena ingin

menyampaikan aspirasinya tentang masalah-masalah sosial yang terjadi

dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat, juga mempunyai tujuan

(90)

32

tentunya bagi kemaslahatan bersama terlepas dari kendala-kendala yang

dihadapi, ataupun kekurangan dan kelebihannya. dari beragam gerakan

Islam tersebut, Penulis mencoba meneliti mengenai posisi dan peran

organisasi Muhammadiyah yang diaktualisasikan melalui gerakan sosial

yang berbasiskan Agama Islam yang dasar pemikirannya tentu saja

bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah.

Gambar 1. Kerangka Pikir

Relasi Masyarakat Sipil dengan Pemerintah Di Kota Bandar Lampung

Fungsi Komplementer

Fungsi Subtitusi

Fungsi Kekuatan Tandingan

(91)

33

III.METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Hadari Nawawi

(1991:63) menyatakan bahwa metode deskriptif kualitatif sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek

atau obyek penelitian (seseorang,kelompok,lembaga) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya.

Menurut Iskandar (2008:191) ciri-ciri utama penelitian kualitatif adalah (1)

peneliti terlibat secara langsung dengan setting sosial penelitian, (2) bersifat

deskriptif, (3) peneliti merupakan instrumen utama. Menurut Usman, Husaini

Dr. dan purnomo setiady akbar (2003:4) menyatakan penelitian deskriftif

bermaksud membuat penginderaan secara sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat populasi tertentu.

Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, dan didalam

penelitian kualitatif ditekankan pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan

situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas

dan kondisi kehidupan nyata. lebih dari itu metode kualitatif adalah prosedur

(92)

34

perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan

ini langsung menunjukkan latar dan individu-individu dalam latar itu secara

keseluruhan; subjek penyelidikan, baik berupa organisasi ataupun individu,

tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis,

melainkan dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan.

B. Fokus penelitian

Sugiyono (2011:207): Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan apa yang

menjadi pusat perhatian, berisikan pokok masalah yang masih bersifat umum.

Hal ini karena penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong atau

tanpa adanya masalah.

“Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan batas dalam penelitiannya atas

dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Bagaimanapun

penentuan fokus sebagai masalah dalam penelitian penting artinya dalam

usaha mememukan batasan penelitian. Dengan hal seperti ini Si peneliti akan

dapat menemukan lokasai penelitian”.

Beradasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini penulis menetapkan

bahwa yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah peran dan posisi

masyarakat sipil di Bandar Lampung (Studi Pada Pengurus Daerah

(93)

35

C. Sumber Data

Data yang akan di gunakan dalam penelitian ini di lihat dari karakteristik

sumbernya terbagi dalam :

1. Data primer

Menurut Sangadji (2010:44): Merupakan sumber data penelitian yang

diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data

primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu atau kelompok,

hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan

hasil pengujian.

Dalam hal ini yang menjadi informan adalah Ketua Muhammadiyah Kota

Bandar Lampung dalam struktur organisasi Muhammadiyah, Ketua

bertugas sebagai penyampai informasi ke luar, mengenai keputusan atau

ketetapan yang di buat oleh Muhammadiyah, dan sebagai pemberi

informasi jika ada pihak di luar Muhammadiyah yang ingin mengetahui

informasi mengenai Muhammadiyah. Selain daripada itu Penulis Juga

melakukan wawancara langsung terhadap informan lainnya sebagai data

primer Penulis, yaitu Sekretaris Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota

Bandar Lampung, Redaktur kantor berita Antara Lampung, Rektor IV

Muhammadiyah Kota Bandar Lampung sebagai akademisi, dan Sekretaris

Eksekutif Muhammadiyah Kota bandar Lampung.

2. Data sekunder

Menurut Sangadji (2010:44): Merupakan sumber data penelitian yang

(94)

36

sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip yang dipublikasikan atau tidak di publikasikan.

Dalam hal ini dokumen dapat berupa buku-buku yang di jadikan pegangan

oleh Muhammadiyah, dan bahan-bahan lain yang di keluarkan oleh

Muhammadiyah yang berkaiatan dengan pokok bahasan penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu

1. Wawancara

Sugiyono (2011:137): Mengungkapkan wawancara digunakan sebagai

teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan

jumlah respondennya sedikit/kecil.

2. Observasi

Nasution dalam Sugiyono (2011: 226) menerangkan bahwa:

(95)

37

Berdasarkan definisi di atas, maka observasi merupakan pengamatan

langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data atau gambaran

yang jelas dari obyek penelitian yang berhubungan dengan masalah yang

akan diteliti. Dalam obeservasi ini, penelitian ini mengkaji tentang

Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kegiatan observasi dalam penelitian

ini akan ditujukan pada kondisi objektif dan aktivitas yang berada di

dalam Ruang Lingkup Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar

Lampung.

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan dokumentasi dalam penelitian ini berupa catatan,

literatur, jurnal atau skripsi, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

Peraturan Daerah, agenda dan sebagainya. Dokumentasi dalam penelitian

ini, dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang berkaitan dengan

Pengurus Daerah Muhammadiyah daerah Kota Bandar Lampung.

E. Penentuan Informan

Penentuan informan merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan

hasil penelitian. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan

secara purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang

tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin

dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi

(96)

38

purposive sampling bertujuan untuk mengambil sampel secara subjektif, dengan anggapan bahwa sampel yang diambil itu merupakan keterwakilan

(refresentatif) bagi peneliti, sehingga pengumpulan data yang langsung pada

sumbernya dapat dilakukan secara proporsional demi keakuratan penelitian

Selanjutnya, Faisal mengutip pendapat Spreadley dalam Sugiyono (2011 :

221) mengungkapkan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai

informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya.

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diimintai informasi.

4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri.

5. Mereka yang pada mulanya tergolong ”cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Para Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung Dimana

Informan yang diambil adalah dengan kriteria mengetahui secara baik tentang

peran dan fungsi, serta kegiatan-kegiatan sosial Pengurus Daerah

Muhammadiyah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan keterangan di atas

maka informan yang ditentukan adalah Ketua dan Sekretaris Pengurus

Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung, Redaktur kantor berita

Antara Lampung, Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Lampung,

(97)

39

F. Teknik pengolahan data

Dalam penelitian ini, tahap pengolahan datanya adalah sebagai berikut:

Editing, Pengecekan atau pengkoreksian data yang telah di kumpulkan karena

kemungkinan data yang telah masuk atau data yang terkumpul itu tidak logis

dan meragukan (Iqbal hasan,2002:89). Selain itu editing di lakukan untuk

meneliti kembali data yang di peroleh di lapangan, baik melalui kuesioner,

wawancara ataupun melalui dokumentasi. Langkah ini di lakukan untuk

meningkatkan validitas yang diolah.

E.Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Data

yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan menganalisa data

lalu menggambarkan tentang fenomena yang terjadi. Fenomena yang diteliti

secara deskriptif tersebut dicari informasinya tentang beberapa hal yang

dianggap mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian Mengorganisasikan

Data.

Sugiyono (2011:247), Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis

data dapat dilakukan dalam beberapa tahap:

1. Reduksi Data

Sugiyono (2011:247): Reduksi data diartikan sebagai merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

(98)

40

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Sugiyono (2011:249): Penyajian data dilakukan setelah data direduksi.

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang

paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif

adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Verifikasi dan Kesimpulan

Menurut Sugiyono (2011:253): Verifikasi dan Kesimpulan ialah,

”Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori”.

Sangadji (2010:210): Penarikan kesimpulan sebenarnya hanyalah sebagian kegiatan dari konfigurasi utuh. Kesimpulan diverifikasi selama kegiatan berlangsung. Verifikasi mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis suatu tinjauan ulang pada catatan.

Berdasarkan kutipan diatas, dapat dinyatakan bahwa kesimpulan adalah temuan

baru berupa deskripsi yang setelah diteliti menjadi jelas, yang sebenarnya

merupakan sebagian kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan tersebut

diverifikasi selama kegiatan berlangsung, dan verifikasi tersebut sesingkat

pemikiran kembali atau tinjauan ulang dari Penulis yang melakukan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks Citizen Kane sebagai awal sinema modern oleh Aumont dikritik berdasarkan kriteria bahwa modern tidak hanya memiliki konsekuensi atas bentuk tapi juga tema

Pengalaman Kerja Gender Equity Sensitivity Self Efficacy Auditor internal LOC dengan auditor external LOC Auditor Senior dengan Auditor Yunior Auditor Pria dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah ada mengenai efek antimikroba dari kayu manis selain Cinnamomum burmannii terhadap.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh yang signifikan penggunaan metode Yanbu’a terhadap kemampuan membaca Al- Qur’an pada mata pelajaran

Produk yang dihasilkan yaitu berupa permainan ular tangga islami dalam pembelajaran IPA.. Langkah-langkah Pengembangan Ular

Berdasarkan pengertian tersebut diatas bahwa Notaris berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki oleh para pihak atau menurut aturan hukum wajib dibuat dalam

Usman dkk., (2016:187) dalam penelitiannya menyatakan bahwa proses pemberian motivasi kepada siswa dapat menentukan hasil belajar, untuk meningkatkan motivasi siswa dalam

(2) Perusahaan atau industri yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dengan kuantitas sama atau lebih kecil dari Nilai Ambang Kuantitas (NAK) sebagaimana