BERBAHAN PASIR DAN TANAH LEMPUNG
Oleh
SYAHRIZAL ADRI LATIEF
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
STUDY OF CORAL POWDER USE INFLUENCE AS POZZOLAN MATERIAL IN BLOCK PAVING MADE FROM SAND AND CLAY
By
SYAHRIZAL ADRI LATIEF
Block paving is a concrete product and commonly used for pavement. Increasing use of block paving today, encourages researches to improve block paving quality. One of the quality improvement efforts is using pozzolan material available in nature in form of coral powder. Coral powder contains of amorphous hydrated silicaactive substance which can be hydrated with cement to improve block paving or concrete qualities. strength and water absorption tests.
The results showed that block paving made from sand produced B quality with 22.17 Mpa compression strength and block paving made from clay produced D quality with highest compression strength was 11.73 Mpa. The water absorption test results showed that sand block paving produced B quality with lowest water absorption of 4.92% and clay block paving produced D quality with lowest water absorption of 9.24%. The results showed that coral powder is able to improve compression strength of block paving and reduce water absorption at optimal level of 5%-10%. However, 15% coral powder content resulted in decreasing compression strength value and improving significantly water absorption and these altogether decreasing block paving quality.
ABSTRAK
STUDI PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KARANG SEBAGAI MATERIAL POZOLLAN PADA PAVING BLOCK BERBAHAN
PASIR DAN TANAH LEMPUNG
Oleh
SYAHRIZAL ADRI LATIEF
Paving block merupakan produk dari beton yang umumnya digunakan sebagai perkerasan. Semakin banyaknya penggunaan paving block saat ini, mendorong banyaknya penelitian untuk meningkatkan kualitas paving block. Salah satunya dengan memanfaatkan material pozzolan yang tersedia pada alam yaitu serbuk karang (fosil karang). Serbuk karang memiliki kandungan aktif amorphous
hydrated silica yang dapat berhidrasi dengan dengan semen sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan mutu paving block maupun beton.
Pada penelitian ini, benda uji yang digunakan berupa paving block berbentuk persegi dengan ketebalan ± 6 cm. Paving block yang digunakan digolongkan dalam 2 jenis paving block yang berbeda yaitu paving block berbahan pasir dan paving block berbahan tanah lempung. Masing-masing jenis paving block dibuat dengan perbandingan 1:4 dengan variasi penambahan kadar serbuk karang sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15%. Pengujian benda uji terdiri dari dua pengujian yaitu pengujian kuat tekan dan pengujian penyerapan air pada paving block.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paving block berbahan pasir menghasilkan mutu B dengan kuat tekan tertinggi 22,17 Mpa dan paving block berbahan tanah menghasilkan mutu D dengan kuat tekan tertinggi 11,73 Mpa. Sedangkan pada pengujian penyerapan air, paving block berbahan pasir menghasilakan mutu B dengan nilai penyerapan air terendah 4,92% dan paving block berbahan tanah menghasilkan mutu D dengan nilai penyerapan air terendah 9,24%. Berdasarkan hasil yang didapatkan, serbuk karang mampu meningkatkan nilai kuat tekan paving block dan menurunkan penyerapan air pada kadar optimum 5% - 10%. Sedangkan pada kadar 15%, nilai kuat tekan menurun dan penyerapan air meningkat signifikan, sehingga menurunkan kualitas paving block.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR NOTASI... x
I. PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang .. ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Batasan Masalah... 2
D. Tujuan Penelitian ... 3
E. Manfaat Penelitian ... 4
II. Tinjauan Pustaka……….. ... 9
A. Paving Block ... 5
B. Klasifikasi Paving Block ... 5
1. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatan ... 6
2. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Penggunaan ... 7
C. Semen Portland ... 8
ii
E. Klasifikasi Tanah ... 13
1. Klasifikasi Berdasarkan Butiran ... ... 13
2. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian ... 15
1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 15
2. Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO ... 17
F. Tanah Lempung ... 18
G. Agregat ... 20
H. Pasir ... 23
I. Air ... 24
J. Bahan Tambahan (Admixtures) ... 25
K. Serbuk Karang... 27
L. Berat Jenis ... 29
M. Kebutuhan Campuran Mortar ... 29
N. Kuat Tekan ... 30
O. Penyerapan Air ... 31
P. Analisis Data ... 32
1. Kuat Tekan Rata-Rata ... 32
2. Standar Deviasi ... 33
III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 38
A. Populasi ... 35
B. Sampel/Benda Uji ...……… 35
D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37
E. Bahan ... 37
F. Alat ... 38
G. Tahapan Penelitian ... 38
H. Pengujian Bahan-Bahan Dasar ... 39
1. Pengujian Kadar Air Agregat ... 39
2. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus ... 40
3. Pengujian Gradasi agregat/ Analisis Saringan ... 42
4. Pengujian hidrometri ... 44
5. Pengujian Kadar Lumpur ... 46
6. Pengujian Batas-Batas Atterberg ... 47
1. Batas Cair (Liquid Limit) ... 47
2. Batas Plastis (Plastic Limit) ... 49
I. Pembuatan Benda Uji ... 50
J. Perawatan Benda Uji ... 51
K. Pengujian Kuat Tekan Paving Block ... 51
L. Pengujian Penyerapan Air Paving Block... 52
M. Analisa Data ... 52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 1
A. Hasil Pengujian Bahan ... 55
1. Uji Kadar Air Agregat Halus ... 55
2. Uji Berat Jenis ... 55
iv
4. Uji Kadar Lumpur Agregat ... 58
5. Uji Hidrometri Tanah ... 60
6. Uji Batas Atterberg ... 61
B. Rencana Campuran Bahan Dasar Paving Block ... 63
C. Kebutuhan Campuran Mortar ... 64
D. Pencetakan Benda Uji ... 65
E. Uji Tekan Paving Block ... 67
F. Standar Deviasi & Evaluasi Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 69
G. Uji Penyerapan Air Paving Block ... 74
H. Hubungan Kuat Tekan Dengan Penyerapan Air ... 76
V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 1
A. Kesimpulan .. ... 79
B. Saran ... 80
………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN A ( Lampiran Hasil Penelitian )
LAMPIRAN B ( Lampiran Perhitungan )
LAMPIRAN C ( Lampiran Foto Pelaksanaan Penelitian )
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Klasifikasi Paving Block Menurut Kuat Tekan SNI ... 7
2.2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USC) ... 16
2.3. Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO ... 18
2.4. Pengaruh Sifat Agregat Pada Sifat Block Beton ... 21
2.5. Jenis dan Kegunaan Bahan Admixtures ... 26
2.6. Klasifikasi Material Pozollan ... 28
2.7. Faktor Modifikasi Untuk Standar Deviasi Jika Jumlah Pengujian Kurang Dari 30 Sampel ... 34
3.1. Benda Uji Golongan I (Paving Pasir) ... 36
3.2. Benda Uji Golongan II (Paving Tanah). ... 36
4.1. Hasil Pengujian Kadar Air Agregat. ... 55
4.2. Hasil Pengujian Berat Jenis Agregat Halus ... 56
4.3. Hasil Pengujian Analisis Saringan Tanah ... 56
4.4. Hasil Pengujian Analisis Saringan Pasir... 57
4.5. Hasil Pengujian Kadar Lumpur Pasir ... 59
4.6. Hasil pengujian Hidrometri Tanah ... 60
4.8. Hasil Pengujian Bahan Keseluruhan ... 63
4.9. Kebutuhan Material Yang Digunakan Untuk Pembuatan Paving... 65
4.10. Hasil Uji Tekan Paving Block ... 67
4.11. Perhitungan Nilai Standar Deviasi (P4-0%) ... 70
4.12. Nilai Kuat Tekan Paving Block dan Standar Deviasi ... 71
4.13. Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4-0%) ... 73
4.14. Nilai Penyerapan Air Paving Block Berbahan Pasir ... 75
4.15. Nilai Penyerapan Air Paving Block Berbahan Tanah ... 75
LAMPIRAN
B.1. Nilai Standar Deviasi ( P4 - 0 %).
B.2. Nilai Standar Deviasi ( P4 - 5 %).
B.3. Nilai Standar Deviasi ( P4 - 10 %).
B.4. Nilai Standar Deviasi ( P4 - 15 %).
B.5. Nilai Standar Deviasi ( T4 - 0 %).
B.6. Nilai Standar Deviasi ( T4 - 5 %).
B.7. Nilai Standar Deviasi ( T4 - 10 %).
B.8. Nilai Standar Deviasi ( T4 - 15 %).
B.9. Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4 - 0%).
B.10. Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4 - 5%).
B.11. Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4 - 10%).
B.12. Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4 - 15%).
vii
B.14. Evaluasi Nilai Kuat Tekan (T4 - 15%).
B.15. Evaluasi Nilai Kuat Tekan (T4 - 10%).
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Denah Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran... 14
3.1. Diagram Alur Penelitan... ... 54
4.1. Grafik Analisis Saringan Tanah ... 57
4.2. Grafik Analisis Saringan Pasir ... 58
4.3. Hasil Pengujian Atterberg Pada Grafik USCS ... 61
4.4. Perbandingan Kuat Tekan Paving Block ... 68
4.5. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan P4-0% ... 73
4.6. Perbandingan Nilai Penyerapan Air Paving Block ... 75
4.7. Grafik Hubungan Kuat Tekan dan Penyerapan Air Paving Pasir ... 77
4.8. Grafik Hubungan Kuat Tekan dan Penyerapan Air Paving Tanah ... 77
LAMPIRAN
B.1. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4-0%)
B.2. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4-5%)
B.3. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4-10%)
B.4. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan (P4-15%)
B.5. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan (T4-0%)
B.7. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan (T4-10%)
B.8. Grafik Evaluasi Nilai Kuat Tekan (T4-15%)
C.1. Mesin Press Manual Paving Block.
C.2. Pengambilan Material Pasir.
C.3. Proses Penyaringan Material.
C.4. Proses Pencampuran Material (mixing).
C.5. Pencetakan Paving Block.
C.6. Paving Block Yang Baru Di Cetak.
C.7. Proses Pengeringan dan Pemberian Label/Nomor Paving Block.
C.8. Pengujian Kuat Tekan Paving Block.
C.9. Pola Keretakan Paving Block.
C.10. Perendaman Pengujian Penyerapan Air.
C.11. Penimbangan Paving block.
DAFTAR NOTASI
Notasi
A : Berat basah paving block.
B : Berat kering paving block.
ƒc : Kuat Tekan Pada Masing-Masing Benda Uji (Mpa).
ƒc' : Kuat Tekan Rencana (Mpa).
ƒ'cr : Kuat Tekan Beton Rata-Rata (Mpa).
Gs : Berat Jenis.
P : Beban Maksimum (N).
P4 : Pasir Berbanding 1:4.
PC : Semen Portland.
PS : Pasir.
N / n : Jumlah Benda Uji Yang Diperiksa.
S / SD : Standar deviasi (simpangan baku).
W1 : Berat Picnometer (gram).
W2 : Berat Picnometer dan bahan kering (gram).
W3 : Berat Picnometer bahan dan air (gram).
W4 : Berat Picnometer dan air (gram).
TN : Tanah.
Vu : Persentase Udara Dalam Mortar.
: Berat Jenis Air (Gram/Cm3).
: Berat Jenis Pasir (Gram/Cm3).
: Berat Jenis Semen (Gram/Cm3).
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan paving block sebagai alternatif perkerasan jalan lingkungan
akhir-akhir ini mulai marak digunakan. Meningkatnya kebutuhan akan
perkerasaan jalan lingkungan menimbulkan banyaknya penelitian yang
dilakukan bertujuan untuk menghasilkan kualitas mutu paving block yang
lebih baik. Paving block yang memiliki mutu kualitas yang baik adalah paving
block yang memiliki nilai kuat tekan yang tinggi untuk menahan beban yang
berada diatasnya.
Untuk menghasilkan paving block yang memiliki kekuatan yang baik, sangat
bergantung pada material yang terkandung didalamnya. Berbagai penelitian
dilakukan untuk mencari alternatif variasi bahan guna menghasilkan paving
block yang efisien dan memiliki karakteristik yang baik. Salah satunya dengan
pemanfaatan material tanah dan pecahan batu karang.
Di daerah Pesisir Lampung Selatan, pecahan batu karang umumnya digunakan
oleh masyarakat sekitar pantai sebagai alternatif campuran bahan dalam
pekerjaan konstruksi bangunan. Sulitnya mendapatkan material bahan karena
keterbatasan daya beli dan jangkauan distribusi material, membuat masyarakat
sumber daya alam yang tersedia untuk keperluan konstruksi bangunan.
Banyaknya kegunaan pecahan batu karang sebagai campuran bahan bangunan,
menggagaskan ide untuk meneliti kemungkinan pecahan batu karang dapat
digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan lingkungan salah satunya adalah
paving block.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana pengaruh serbuk karang terhadap kekuatan tekan paving
block.
2. Bagaimana pengaruh serbuk karang terhadap nilai penyerapan air pada
paving block.
3. Bagaimana karakteristik paving block berbahan dasar tanah lempung
dengan campuran serbuk batu karang yang dibandingkan dengan paving
block pasir dengan campuran yang sama.
4. Bagaimana hubungan antara kuat tekan dengan nilai penyerapan air pada
paving block.
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini permasalahan yang akan diteliti dibatasi oleh hal-hal
berikut:
1. Sampel tanah yang digunakan sebagai bahan campuran paving block
3
2. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan paving adalah serbuk
karang.
3. Nilai kadar serbuk karang yang diteliti adalah 0%, 5%, 10 %, dan 15 %
dari total perbandingan campuran bahan.
4. Proses pemadatan pembuatan paving block dilakukan dengan
mengunakan mesin press getar manual.
5. Sampel akan diuji pada saat mencapai umur 14 hari (Standar lama
pengeringan minimal untuk semen Portland).
6. Pengujian paving block dititik beratkan pada pengujian kuat tekan dan
nilai penyerapan air pada paving block.
7. Pengujian kuat tekan dilakukan di laboratorium bahan dan konstruksi
dengan menggunakan alat compression test machine (CTM).
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimanakah pengaruh campuran bahan serbuk karang
terhadap karakteristik paving block.
2. Mengetahui dan membandingkan kekuatan tekan paving block yang
menggunakan material pasir dan paving block yang menggunakan
material tanah lempung yang masing-masing diberi penambahan serbuk
karang.
3. Mengetahui pengaruh penambahan serbuk karang terhadap nilai
4. Mengetahui korelasi antara nilai kuat tekan dengan nilai penyerapan air
pada paving block.
5. Mengetahui kadar optimum serbuk karang dalam campuran paving block.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain :
1. Memberikan informasi tentang karakterisik paving block berbahan pasir
dan tanah lempung yang diberi tambahan material serbuk karang.
2. Mengembangkan penelitian pembuatan paving block dengan
menggunakan bahan-bahan alternatif lain.
3. Memberikan informasi tentang karakteristik paving block yang baik dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Paving Block
Paving block merupakan perkerasan block beton yang merupakan versi
modern block granit. Paving block umumnya digunakan untuk jalan kecil atau
jalan kendaraan dan apabila kegunaannya untuk pelayanan yang banyak,
masalah pecahan atau pemulihan permukaan dapat diminimumkan
(Wignal,1999).
Paving block atau block beton terkunci menurut SK SNI 0819-88 adalah suatu
komposisi bahan bangunan yang terbuat dari semen portland atau bahan
perekat hidrolis lainnya, seperti air, dan agregat dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Sedangkan menurut SK SNI T-04 1990-F, Paving block merupakan bagian
dari segmen kecil yang terbuat dari beton dengan berbagai bentuk yang
dipasang dengan sedemikian rupa sehingga saling mengunci.
B. Klasifikasi Paving Block
Berdasarkan klasifikasinya paving block dibedakan menjadi beberapa
1. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatannya
Berdasarkan cara pembuatannya Paving block dapat digolongkan dalam
beberapa jenis yaitu :
a) Paving Block Press Manual / Tangan
Paving block Press Manual/ Tangan yang diproduksi secara manual
dengan tangan. Paving block jenis ini termasuk jenis beton kelas D (K
50-100). Sesuai dengan mutunya yang rendah, paving jenis ini
memiliki nilai jual rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, paving
block press manual umumnya digunakan untuk perkerasaan non
struktural, seperti halaman rumah, trotoar jalan, dan perkerasaan
lingkungan dengan daya beban rendah.
b) Paving Block Press Mesin Vibrasi / Getar
Paving block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan
umumnya memiliki mutu beton kelas C-B (K150-250). Dalam
pemakaiannya Paving Block Press Mesin Vibrasi ini banyak
digunakan sebagai alternatif perkerasan di pelataran garasi rumah dan
lahan parkiran.
c) Paving Block Press Mesin Hidrolik
Paving jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin
press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm². Paving block press
hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton
7
Pemakaian paving jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non
struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi untuk
menahan beban yang berat yang dilalui diatasnya, seperti: areal jalan
lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan pelataran terminal peti
kemas di pelabuhan (Wintoko, 2007).
2. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Penggunaan
Paving block memiliki beragam kekuatan dan klasifikasi penggunaan
bila diukur dengan standar SNI.
Tabel 2.1 Klasifikasi Paving Block Menurut Kuat Tekan SNI.
MUTU Kekuatan (Mpa*) Ketahanan Aus Penyerapan
air
(rata-rata maksimal) Rata–rata Minimal Rata-rata Minimal
A 40 35 0,090 0,103 3
B 20 17 0,130 0,149 6
C 15 12,5 0,160 0,184 8
D 10 8,5 0,219 0,251 10
Berdasarkan SNI 03-0691-1996 klasifikasi paving block dibedakan
menurut kelas penggunaannya sebagai berikut :
1. Paving block mutu A digunakan untuk jalan.
2. Paving block mutu B digunakan untuk pelataran parkir
3. Paving block mutu C digunakan untuk pejalan kaki.
4. Paving block mutu D digunakan untuk taman dan kegunaan lain.
Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam
mutu beton kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non struktural seperti
untuk taman dan penggunaan lain yang tidak diperlukan untuk menahan
beban diatasnya. Mutu paving block yang pengerjaannya dengan
menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton kelas
C sampai A dengan kuat tekan diatas 125 Kg/cm2 bergantung pada
perbandingan campuran bahan yang digunakan.
C. Semen Portland
Semen portland adalah semen yang diperoleh dari hasil proses pabrik dan
tergolong sebagai bahan pengikat hidroulis, yatu bila dicampur dengan air,
maka akan terjadi proses pengerasan. Semen portland dicampur dengan pasir,
kerikil, dan air membentuk suatu adukan beton, yang merupakan bahan
bangunan penting dan banyak digunakan pada konstruksi bangunan besar
9
Semen portland adalah semen yang diperoleh dengan mencampurkan
bahan-bahan yang mengandung kapur dan lempung, kemudian dibakar pada
tempratur yang mengakibatkan terbentuknya klinker dan kemudian
menghaluskan klinker dengan gips sebagai bahan tambahan.
Dengan adanya air, silikat dan alumunium membentuk produk hidrasi yang
berupa mikrokristal dan kapur mati (padam) yang kemudian membentuk
massa yang kuat dan keras. Kapur mati merupakan bagian yang lemah pada
beton/mortar setelah mengeras oleh sebab itu pada proses pembuatan semen
perlu ditambahkan gips sebagai bahan additive (Sebayang, 2005).
Reaksi Hidrasi :
Untuk C3S
2 C3S + 6 H C3S2H6 + 3Ca
Untuk C2S
2C2S + 4H C3S2H6 + Ca (OH)2
Untuk C3A
C3A + 6 H C3AH6
H = H2O
Semen portland adalah semen yang terbuat dari dari 60 % kapur, 25 % silika,
dan 10 % alumina. Pengikat campuran ini terdiri atas besi oksida dan gipsum.
Kapur, sebagai bahan campuran utama dapat berbentuk dari bahan lain seperti
batu kapur, kulit kerang, kapur tulis, dan tanah liat tertentu. Silika dan
ataupun batu bara. Besi oksida berasal dari besi logam. Gipsum (yang berasal
dari deposit alami kalsium sulfat) menetukan waktu pembentukan atau
pengerasan semen.
Terdapat lima jenis atau tipe semen portland, perinciannya adalah sebagai
berikut :
Tipe 1 : Semen portland biasa (Ordinary Portland Cement) merupakan jenis yang paling sering digunakan dalam konstruksi normal.
Tipe 2 : Semen portland modifikasi (Modified Sulfat Resistance)
merupakan jenis semen yang dirancang untuk digunakan pada
tempat dimana panas hidrasi atau penguapan harus dikontrol,
misalnya dalam tempat yang lebar dan luas (bendungan, dermaga,
dinding penahan besar, dll). Jenis ini digunakan dalam kondisi
dimana dibutuhkan ketahanan terhadap serangan sulfat, misalnya
dalam struktur pengairan atau jenis konstruksi yang langsung
berhubungan dengan tanah yang mengandung sulfat cukup tinggi.
Tipe 3 : Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early
Strength). Jenis semen ini memberikan kekuatan lebih cepat dan
lebih kuat untuk digunakan dalam semua proyek yang
11
untuk menekan biaya pemeliharaan yang dibutuhkan dalam
konstruksi dengan udara dingin.
Tipe 4 : Semen portland dengan hidrasi panas rendah (Low Heat Of
Hydration). Jenis ini dapat mencapai kekuatan tinggi dengan
lambat dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih
panjang.
Tipe 5 : Semen portland penahan Sulfat (Sulfat Resistance Cement)
merupakan jenis semen yang dapat sangat kuat menahan serangan
basa. Jenis ini adalah yang paling sering digunakan untuk
jenis-jenis proyek yang berhubungan langsung dengan tanah dan air
berkandungan sulfat tinggi (Walker, 1996).
Ditinjau dari segi kekuatannya semen portland dibedakan menjadi empat
jenis antara lain :
a. Semen portland mutu S-400, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 400 kg/cm2.
b. Semen portland mutu S-475, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 475 kg/cm2.
c. Semen portland mutu S-550, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
d. Semen portland mutu S-S, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 1 hari sebesar 225 kg/cm2, dan pada umur 7 hari sebesar 525 kg/cm2
(Samekto, 2001).
D. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di
antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan
bangunan pada berbagai macam pekerjaan, disamping itu tanah berfungsi
juga sebagai pendukung pondasi bangunan (Das, 1998).
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terekat satu
dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik). Rongga-ronga di
antara bagian-bagian tersebut bersisi udara dan air. Tanah terjadi sebagai
produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan kimiawi dan mekanis
(kecuali tanah organik/gambut). Terutama sekali batuan yang mengalami
pelapukan kimiawi.
Mineral yang peka terhadap pelapukan akan berubah menjadi mineral
lempung yang berbutir sangat halus. Pelapukan mekanis, misalnya “desakan
es” (frost wedging), atau kegiatan yang dilakukan oleh tumbuhan dan
13
E. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi
tanah dengan cara yang sistematis guna menentukan kesesuaiannya terhadap
pemakaian tertentu yang didasarkan pada pengalaman terdahulu. Sistem
klasifikasi juga berfungsi untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan
tanah dari suatu daerah kepada daerah geografis lainnya. Pemakaian sistem
klasifikasi tanah tidak menghilangkan keperluan untuk studi yang lebih
terinci mengenai tanah (Bowles, 1984).
Pemilihan tanah-tanah ke dalam kelompok ataupun sub kelompok yang
menunjukan sifat atau kekakuan yang sama akan sangat membantu.
Pemilihan tanah ini disebut sebagai klasifikasi.
Sistem klasifikasi tanah sendiri adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang sama kedalam
kelompok-kelompok dan sub-sub kelompok berdasarkan pemakaian (Das,
1998).
Tanah dapat diklasifikasikan menurut sistem-sistem sebagai berikut :
1. Klasifikasi Menurut Ukuran Butiran
Pada klasifikasi ini pemberian nama jenis tanah dapat diperluas dengan
jalan memperkirakan jumlah relatif kelas ukuran butiran. Pada klasifikasi
ini tanah dibagi menjadi tiga kelompok besar :
1. Tanah berbutir kasar (pasir dan kerikil).
3. Tanah campuran.
Klasifikasi ukuran butiran tidak mencakup susunan mineralogis dari
tanah. Pada umumnya volume mineral pun tidak ditentukan. Pada tanah
yang sering menimbulkan masalah, sering kali perlu menentukan volume
mineralnya (Verhoef, 1994).
15
2. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian.
Sejumlah klasifikasi tanah banyak digunakan oleh berbagai kalangan.
Tetapi, sistem klasifikasi baku yang paling sering dipakai adalah sistem
klasifikasi tanah Unified Soil Classification (USC) dan sistem klasifikasi
American Association Of State Highway and Transportation Officials
(AASTHO).
1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Sistem klasifikasi ini banyak digunakan secara internasional untuk
pekerjaan teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan, dan
konstruksi yang sejenis. Selain itu sistem ini banyak digunakan juga
dalam pembuatan lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan
tanah untuk jalan. Sistem ini mulanya dikembangkan untuk
pembangunan lapangan terbang dan sudah terpakai sejak tahun 1942,
tetapi kemudian dimodifikasi sedikit pada tahun 1952 agar dapat
terpakai untuk bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya (Bowles,
1984).
Sistem klasifikasi unified mendefinisikan tanah sebagai berikut:
1. Berbutir kasar apabila lebih dari 50 persen tertahan pada saringan
nomor 200.
2. Berbutir halus apabila lebih dari 50 persen dapat lolos saringan
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USC).
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
17
2. Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO
Sistem klasifikasi ini dahulu disebut juga Bureau of Public Roads,
sering dipakai secara ekslusif oleh beberapa departemen transportasi
negara bagian di Amerika Serikat dan Administrasi Jalan Raya
Federal (Federal Highway Administration) dalam spesifikasi
pekerjaan tanah untuk lintas transportasi (Bowles, 1984).
Sistem klasifikasi ini telah direvisi beberapa kali sejak 1920-an.
Sistem ini mengklasifikasikan tanah ke dalam delapan kelompok, A-1
sampai A-8, dan awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan Ip yang dihitung.
3. Batas susut.
4. Ekuivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana
satu tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil
tidak segera diserap oleh permukaan tanah.
5. Ekuivalen kelembaban sentrifugal. Sebuah percobaan untuk
Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO.
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
halus Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Biasa sampai jelek
F. Tanah Lempung
Tanah Lempung adalah tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub
mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun
batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah
terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah,
19
lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan wujudnya yang bersabun
atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air
yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat
lunak (Terzaghi, 1987).
Tanah Lempung adalah tanah yang sebagian besar penyusunnya terdiri dari
partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas
bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung
sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang.
Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa
partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat
yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau
tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau
terpecah-pecah (Das, 1998).
Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai
sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan
mempunyai komposisi berupa hydrous aluminium dan magnesium silikat
dalam jumlah yang besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung umumnya
adalah kurang dari 2 μm (1μm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang
struktur dasar dari mineral lempung.terdiri dari silika tetrahedron dan
aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk
struktur lembaran. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari komposisi
susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan
antara masing-masing lembaran.
Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada
permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh
karena pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih
besar dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih
besar. Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral
penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite
group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan
batasan yang ada (mika group, serpentinite group)(Das, 1998).
G. Agregat
Agregat merupakan material yang menempati 70-75% dari total volume
beton/block beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas
block beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable),
kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Mengingat agregat lebih murah
daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukkan sebanyak
mungkin selama secara teknis memungkinkan, dan kandungan semennya
minimum. Meskipun dulu agregat dianggap sebagai material pasif, berperan
21
beton, seperti stabilitas volume, ketahanan abrasi, dan ketahanan umum
(durability) diakui. Bahkan beberapa sifat fisik beton secara langsung
tergantung pada sifat agregat, sepertu kepadatan, panas jenis, dan modulus
elastis (Nugraha, 2007).
Tabel 2.4 Pengaruh Sifat Agregat Pada Sifat Block Beton.
Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beton
Bentuk, Tekstur, Gradasi.
Block beton cair. Kelecakan.
Pengikat dan Pengerasan.
Sifat fisik, sifat kimia, sifat mineral.
Block Beton keras. Kekuatan, kekerasan, ketahanan (durability).
Agregat atau granular material adalah material berbutir yang keras dan
kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu
batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
dalam perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian
besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat
dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan
pembangunan atau pemeliharaan jalan.
Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum
digunakan. Pemecah agregat dilakukan karena tiga alasan yaitu :
1. Untuk merubah tekstur permukaan partikel dari licin ke kasar.
3. Untuk mengurangi serta meningkatkan distribusi dan rentang ukuran
partikel.
4. Khusus untuk batuan krakal yang besar, tujuan pemecahan batuan krakal
ini adalah mendapatkan ukuran batu yang dapat dipakai (Litbang, 2004).
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai pengisi dalam
campuran mortar atau beton. Agregat dapat juga didefinisikan sebagai bahan
yang digunakan sebagai pengisi yang dipakai bersama dengan bahan perekat,
dan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu, yang disebut adukan
beton/block beton. Di dalam beton, agregat halus dan kasar mengisi sebagian
besar volume beton, yaitu antara 50% sampai 80%, sehingga sifat-sifat dan
mutu agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat dan mutu beton.
Penggunaan agregat dalam pembuatan beton/block beton berfungsi untuk :
1. Menghemat penggunaan semen portland.
2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton.
3. Mengurangi susut perkerasan beton.
4. Mencapai susunan yang padat pada beton. Dengan gradasi agregat yang
baik, maka akan didapatkan beton yang padat.
5. Mengontrol workability dalam adukan beton. Dengan gradasi agregat yang
baik, maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan atau memiliki
workability yang baik.
Semakin banyak bahan batuan (agregat) yang digunakan dalam pembuatan
23
portland. Tetapi, dalam penggunaannya bahan batuan tersebut ada
batasannya, sebab pasta semen diperlukan untuk pelekat butir-butir dalam
pengisi rongga-rongga halus dalam adukan beton. Karena bahan batuan tidak
susut, maka susut pengerasan hanya disebabkan oleh adanya pengerasan
pasta semen.
Semakin banyak agregat, semakin berkurang susut pengerasan betonnya.
Gradasi yang baik pada agregat dapat menghasilkan beton yang padat,
sehingga volume rongga berkurang dan penggunaan semen portland
berkurang pula. Susunan beton yang padat dapat menghasilkan beton dengan
kekuatan besar (Samekto, 2001).
H. Pasir
Pasir merupakan agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari
batuan induknya, dan terdapat dekat atau sering kali jauh dari asalnya karena
terbawa oleh arus air atau angin, dan mengendap di suatu tempat. Pasir yang
terbawa oleh arus air umumnya berbentuk bulat dan bentuk ini dianggap baik
sebagai agregat adukan. Dalam pemakaiannya untuk beton, agregat jenis ini
memerlukan perhatian khusus, karena perubahan susunan butir agregat sangat
berpengaruh terhadap sifat beton yang dibuat dari agregat itu
(Samekto,2001).
Pasir untuk paving block dapat berupa pasir alami hasil disintregasi alam dari
batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu.
terdiri dari butir-butir tajam, keras, kekal dengan gradasi yang beraneka
ragam. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari
berat total agregat, bahan organik dan reaksi terhadap alkali harus negatif.
I. Air
Air merupakan bahan yang penting pada pembuatan beton/block beton. Air
berfungsi untuk membuat terjadinya reaksi kimia dengan semen. Pada
dasarnya air yang layak minum dapat dipakai untuk campuran beton.
Apaabila terjadi keraguan akan kualitas air untuk campuran beton, sebaiknya
dilakukan pengujian kualitas air atau diadakan trial mix untuk campuran
dengan menggunakan air tersebut (Sebayang, 2005).
Persyaratan air sebagai bahan bangunan untuk campuran beton harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Air harus bersih.
2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda-benda merusak lainnya
yang dapat dilihat secara visual.
3. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/liter.
4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak
beton (zat asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter.
Kandungan khlorida (Cl) tidak lebih dari p.p.m dan senyawa sulfat tidak
25
5. Bila dibandingkan dengan kuat tekan beton yang memakai air suling,
maka penurunan kekuatan kuat tekan beton yang memakai air yang
diperiksa tidak boleh lebih dari 10 %.
6. Air yang mutunya diragukan dianalisa secara kimia dan dievaluasi
mutunya.
J. Bahan Tambahan (Admixtures)
Penggunaan bahan tambah dapat dilakukan dengan maksud :
1. Untuk kemudahan pekerjaan (workability) yang lebih tinggi
2. Pengikat beton/block beton yang lebih cepat, agar penyelesaian akhir
(finishing), pembukaan acuan dan pembukaan jalur lalu lintas dapat
dipercepat.
3. Pengikat yang lebih lambat, misalnya pada pembetonan yang lebih jauh.
Setiap bahan tambah yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai
berikut:
a. SNI 03-2495-1991 Bahan tambah untuk beton (block beton).
b. SNI 03-2496-1991 Spesifikasi bahan tambah pembentukan gelembung
udara.
c. ASTM C-618 Spesifikasi untuk fly ash atau Calcined Natural Pozzolan
yang digunakan dalam beton semen portland.
d. AASTHO M 144-78 Spesifikasi untuk Calcium Chloride.
Tabel 2.5 Jenis dan Kegunaan Bahan Admixtures.
NO JENIS KEGUNAAN MAKSUD
1 Air Entrainment Kemudahan pengerjaan kedap
air dan keawetan.
Memasukkan gelembung udara (0,03-0,08 mm) secara merata ke dalam beton.
2 Water Reducer Mempertahankan slump dan
kemudahan pengerjaan.
Mengurangi Penggunaan air dan Semen.
3 Retarder Menyesuaikan waktu pada saat
pelaksanaan pembetonan.
Memperlambat waktu pengikatan.
4 Accelerator - Kuat awal tinggi dalam waktu
relatif singkat.
- Tidak boleh digunakan bersamaan dengan Air Entrainment.
- Sering mengandung Calcium
Chloride yang menimbulkan
korosi.
Mempercepat waktu pengikatan.
5 Platicizer Meningkatkan kemudahan dan
mutu pengerjaan (workability).
Bila proporsi campuran dan bentuk agregat kurang
27
K. Serbuk Karang
Karang (Fosil Karang) merupakan salah satu bahan mineral tambahan
pembantu yang dapat digunakan sebagai campuran block beton. Mineral
pembantu ini mengandung komponen aktif yang disebut dengan pozzolanik
(disebut juga pozzolan) yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas (kalsium
hidroksida) yang dilepas semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa
yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air.
Reaksi Semen Portland
C3S + H cepat
C-S-H + CH
Reaksi dengan Tambahan Material Pozzolan
Pozzolan + CH + H lambat C-S-H
Berbeda dengan reaksi hidrasi dari semen dengan air yang berlangsung cepat
dan kemudian membentuk gel kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida,
reaksi pozzolanik ini berlangsung dengan lambat sehingga pengaruhnya lebih
kepada kekuatan akhir dari beton. Panas Hidrasi yang dihasilkan juga jauh
lebih kecil daripada semen portland sehingga efektif untuk pembuatan beton
pada cuaca panas.
Penambahan material pozzolan ini juga berpengaruh terhadap kelecakan
block beton. Dengan bertambahnya partikel halus ini kemungkinan
kemungkinan terjadinya bleeding pada beton segar akan berkurang karena
Tabel 2.6 Klasifikasi Material Pozzolan.
Kategori Material Umum Komponen Aktif
Material Alami
Abu vulkanis murni Aluminosilicate glass
Abu vulkanis terkena cuaca
Fly Ash– Tipe F Aluminosilicate glass
Fly Ash– Tipe C Calcium aluminosilicate
glass
Silika Fume Amorphous silica
Abu sekam padi
(Rice husk ask)
Amorphous silica
Calcined clay Amorphous alumino
29
L. Berat Jenis
Berat jenis didefinisikan sebagai rasio perbandingan dari berat isi
bahan/material terhadap berat isi air. Sebagian butiran tanah (butiran-butiran
individu yang terkumpul) mengandung banyak kuarsa dan felspar dan jumlah
yang lebih kecil mika dan mineral-mineral berdasarkan besi (Bowles, 1984).
Berat Spesifik atau berat jenis (spesifix gravity) tanah (Gs) adalah
perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air pada
temperatur 4o.
Berat Jenis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Gs =
W2 = Berat Picnometer dan bahan kering (gram).
W3 = Berat Picnometer bahan dan air (gram).
W4 = Berat Picnometer dan air (gram).
M. Kebutuhan Campuran Mortar
Untuk membuat 1 m3 mortar dihitung berdasarkan volume absolut, yaitu
berat jenis semen dan agregat halus. Prinsip perhitungan ini adalah bahwa
Adapun kebutuhan campuran mortar dapat dihitung dengan menggunakan
(w/c) : Perbandingan Berat Air Terhadap Berat Semen.
�� : Berat Jenis Semen (Gram/Cm3).
Bila sepasang gaya aksial menekan suatu batang dan akibatnya cenderung
untuk memperpendek atau menekan batang tersebut, gaya ini disebut gaya
tekan dan menghasilkan tegangan-tegangan tekan dalam aksial batang di
suatu bidang yang tegak lurus atau normal terhadap sumbunya (Jensen,
1991).
Kekuatan tekan adalah kemampuan block beton/beton untuk menerima gaya
tekan persatuan luas. Walaupun dalam block beton terdapat tegangan tarik
yang kecil, diasumsikan kekuatan tekan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur
31
Tekan adalah kebalikan dari tarik. Apabila suatu bahan yang liner dengan
potongan primatis tertekan, maka partikel-partikel akan memendek ke arah
gaya tekan. Tetapi ke arah tegak lurus sumbu gaya, partikel akan
mengembang. Perpendekan dari bahan tadi tergantung besarnya gaya luar
yang menekan, luas potongan lntang bahan, panjang bahan dan modul
elastisitas terhadap tekan. Bahan yang umumnya tidak mempunyai daya tahan
terhadap gaya tarik pada umumnya dapat menerima gaya tekan yang besar,
seperti batu alam, bata keras dan beton (Sutrisno, 1984).
Kekuatan tekan paving block dapat dihitung dengan rumus :
ƒc = A P
...(3)
Keterangan :
ƒc = Kuat Tekan (Mpa)
P = Beban Maksimum (N)
A = Luas Penampang Bidang Tampang (mm2)
O. Penyerapan Air
Penyerapan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kekuatan dari
material getas. Penyerapan air dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya sifat material, pemakaian ukuran material, bentuk pori dan
Penyerapan air paving block dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Setelah seluruh pengujian paving selesai dilakukan seluruh data hasil
pengujian dimuat dalam bentuk tabel dan grafik secara keseluruhan.
Penganalisisan data dilakukan dengan menghitung kuat tekan rata-rata, nilai
kuat tekan karakteristik, dan hubungannya dengan standar deviasi.
33
2. Standar Deviasi
Ukuran variasi yang paling banyak digunakan dalam analisis statistik ialah
yang biasa dinamakan simpangan baku/standar deviasi dan dinyatakan
dengan simbol (s). Dalam sebuah penelitian, biasanya dikenal dua kategori
ukuran sampel, yakni ukuran sampel kecil dan besar. Dapat dikatakan
suatu sampel berukuran kecil bila jumlah sampel berjumlah dibawah 30
buah sampel (n ≤ 30), dan berukuran besar untuk jumlah sampel diatas 30
buah sampel (n ≥ 30) (Sudjana, 1981).
Menurut SNI 03-2847-2002, nilai deviasi standar dapat diperoleh jika
fasilitas produksi beton mempunyai catatan hasil uji. Standar deviasi
dapat dihitung dengan rumus :
1
Tabel 2.7 Faktor Modifikasi Untuk Standar Deviasi Jika Jumlah Pengujian Kurang Dari 30 Sampel.
Jumlah Pengujian Faktor Untuk Modifikasi Untuk Standar Deviasi
15 Contoh 1,16
20 Contoh 1,08
25 Contoh 1,03
30 Contoh Atau Lebih 1,00
Catatan :
Interpolasi untuk jumlah pengujian yang berada diantara nilai-nilai diatas
Evaluasi penerimaan Desain Mix dihitung dengan syarat penerimaan
desain mix dalam SNI adalah nilai ƒcr' dari seluruh data yang diuji harus
memenuhi nilai terbesar dari syarat di bawah ini :
ƒcr’ = ƒc’ + 1,34 Sd ... (7)
ƒcr’ = ƒc’ + 2,33 Sd – 3,5 ...(8)
Keterangan :
fcr’ = Nilai kuat tekan rata-rata dari keseluruhan sample desain/trial mix yang diuji.
fc’ = Nilai kuat tekan yang disyaratkan dari desain (Kuat Tekan Rencana).
III. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan
langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan diantaranya adalah :
A. Populasi
Populasi adalah subyek penelitian secara keseluruhan. Dalam penelitian ini
populasi/subyek yang diteliti adalah paving block dengan campuran subtitusi
material tanah dan serbuk batu karang. Penelitian ini terdiri dari dua
eksperimen percobaan yaitu dengan perbandingan material bahan yang
digunakan adalah 1 semen (PC) : 4 pasir (PS) dan 1 semen (PC) : 4 tanah
lempung, dengan bahan campuran serbuk karang masing-masing dengan
perbandingan 0%, 5%, 10%, 15% dari perbandingan agregat yang digunakan.
B. Sampel / Benda Uji
Sampel atau benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah paving
block berbentuk segi persegi panjang dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 10
cm dan ketebalan 6 cm (20 cm x 10 cm x 6 cm) yang umum digunakan
sebagai perkerasan jalan lingkungan. Material penyusun sampel/benda uji
Benda uji pada penelitian ini dibagi dalam dua golongan :
Golongan I :
Tabel 3.1 Benda Uji Golongan I (Paving Pasir).
No Perbandingan
Tabel 3.2 Benda Uji Golongan II (Paving Tanah).
37
C. Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian ini di titik beratkan pada data
hasil uji kuat tekan paving block. Untuk itu metode yang digunakan adalah
dengan pengamatan secara langsung (observasi) di Laboratorium Analisis
Bahan dan Konstruksi Universitas Lampung .
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara
langsung di setiap pengujian sampel benda uji. Setiap data hasil uji sampel di
catat langsung di lembar observasi penelitian, dan dimasukan dalam daftar
sistematis.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengerjaan pembuatan sampel/benda uji dilakukan dengan mesin press di
kawasan pembuatan paving block Way Kandis Bandar Lampung. Pengujian
sampel dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan dan Konstruksi Universitas
Lampung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 - April 2013.
E. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Semen Portland Tipe I ( Ordinary Portland Cement)
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland tipe I
dengan merk Holcim dengan berat 50 Kg/ Sak semen.
2. Pasir
Pasir yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir dengan gradasi
3. Tanah
Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lempung yang
umum digunakan sebagai material dalam pembuatan batako.
4. Serbuk Karang
Dalam penelitian ini serbuk batu karang yang digunakan adalah serbuk
batu karang mati yang dikumpulkan dari pantai. Batu karang mati yang
didapat kemudian dipecah dan ditumbuk hingga bergradasi halus
berbentuk serbuk.
5. Air
Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang jernih tidak
berwarna dan tidak mengandung lumpur yang bersumber dari lokasi
tempat pembuatan benda uji.
F. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1. Alat cetak paving block yaitu mesin press/mesin cetak paving block.
2. Mesin pengaduk campuran material bahan.
3. Alat uji tekan statis / Compression Testing Machine (CTM).
4. Peralatan lain-lain, seperti alas kaki, sarung tangan, sendok semen, dan
lain-lain.
G. Tahapan Penelitian
Tahapan peneltian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu :
39
2. Perencanaan campuran bahan.
3. Pembuatan benda uji.
4. Perawatan benda uji dengan pemeraman.
5. Pengujian benda uji.
6. Pengambilan data dan analisis hasil uji sampel.
H. Pengujian Bahan-Bahan Dasar
Pengujian bahan-bahan dasar pembuatan paving block terdiri dari beberapa
pengujian yaitu :
1. Pemeriksaan Kadar Air Agregat
a. Tujuan
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kadar air agregat dengan
cara pengeringan.
b. Bahan
Bahan-bahan yang dipakai dalam pengujian ini antara lain :
1. Pasir 1 Kg.
2. Tanah lempung 1 Kg.
3. Serbuk karang 1 Kg.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
2. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu.
d. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Menimbang dan mencatat berat talam.
2. Memasukkan benda uji kedalam talam, kemudian menimbang
dan mencatat beratnya.
3. Menghitung berat sampel/benda uji.
4. Mengeringkan benda uji beserta talam kedalam oven sampai
beratnya tetap.
5. Setelah kering menimbang dan mencatat berat benda uji beserta
talam.
6. Menghitung berat benda uji.
2. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
a. Tujuan
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan berat jenis dan
penyerapan agregat halus.
b. Bahan
Bahan-bahan yang dipakai dalam pengujian ini adalah :
1. Agregat pasir sebanyak 1000 gr.
41
3. Serbuk karang sebanyak 1000 gr.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
2. Picknometer dengan kapasitas 500 gram.
3. Cetakan kerucut pasir dan tongkat pemadat logam.
4. Talam.
d. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengeringkan agregat halus yang jenuh air sampai dapat
keadaan kering merata dan dapat tercurah.
2. Memasukkan sebagian benda uji kedalam cetakan kerucut pasir
menjadi tiga lapis. Memadatkan tiap lapis dengan tongkat
pemadat logam, dengan jumlah total 25 kali pemukulan. Kondisi
jenuh kering permukaan untuk pasir diperoleh jika cetakan
diangkat, agregat halus runtuh atau longsor 1/3 dari tinggi
kerucut.
3. Memasukkan benda uji pasir pada kondisi SSD sebanyak 500 gr
kedalam piknometer dan menambah air sebanyak 500 cc.
4. Mengeluarkan udara sedikit demi sedikit dengan cara
5. Merendam piknometer kedalam bak air pada temperatur 20o C
selama 1 jam.
6. Menimbang piknometer + air + sampel.
7. Mengeluarkan contoh + air dari dalam piknometer kemudian
memasukkan kedalam kontainer dan di oven pada suhu 105o C-
110o C selama 24 jam.
8. Mencatat berat contoh setelah di oven.
9. Menimbang berat piknometer + air.
3. Pengujian Gradasi Agregat/Analisis Saringan.
a. Tujuan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui distribusi ukuran atau
susunan pembagian butiran agregat halus yang akan dipakai dalam
pembuatan sampel (tanah dan pasir) dan menghitung kehalusan
(fineness modulus) sesuai dengan ASTM C136.
b. Bahan
Bahan-bahan yang dipakai dalam pengujian ini adalah :
1. Pasir sebanyak 500 gr.
2. Tanah lempung sebanyak 500 gr.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
43
2. Mesin pengguncang saringan.
3. Talam.
4. Satu set ayakan.
5. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu.
6. Kuas, sikat kuningan, dan sendok.
d. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengambil agregat halus yang akan diuji sebesar 500 gram dan
mencuci agregat halus hingga bagian kasarnya tertahan, lalu
mengeringkannya dalam oven dengan temperatur 105o C – 110o
C selama 24 jam.
2. Menyusun saringan menurut ukuran diameter dari yang terbesar
berada pada bagian atas dan diameter terkecil berada dibagian
bawah, sebelumnya membersihkan terlebih dahulu saringan yang
akan digunakan.
3. Memasukkan sampel kedalam saringan yang paling atas.
4. Menyusun saringan dan memasangnya pada mesin pengguncang
atau mengayak dengan tangan selama 10-15 menit.
4. Pengujian Hidrometri
a. Tujuan
Tujuan pengujian hidrometri adalah untuk menetukan besarnya
distribusi ukuran butiran tanah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
analisa sedimen dengan hidrometer, sedangkan ukuran butiran
tertahan saringan no. 200 (0,0075 mm) digunakan menggunakan
saringan.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah tanah lempung.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
1. Hidrometer pengukuran tanah standar ASTM.
2. Satu Set Saringan.
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
4. Gelas silinder dengan kapasitas 1000 cc.
5. Cawan porselin.
6. Alat pengaduk suspensi
7. Termometer dengan ketelitian 0,50 C.
8. Stopwatch.
9. Sieve Shaker.
45
d. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Menyiapkan sampel tanah yang akan diuji.
2. Menimbang dan mencatat massa tanah yang akah di uji.
3. Menaruh contoh tanah dalam tabung gelas dan menuangkan ±
125 cc air dan cairan dispersi/reagant yang telah disiapkan.
4. Melakukan pemeraman terhadap tanah yang tercampur cairan
dispersi selama 24 jam.
5. Menuangkan campuran tersebut dalam mixer dan mengaduk
campuran tanah dengan menambahkan air hingga separuh
penuh.
6. Memindahkan suspensi ke gelas silinder dan menambahkan air
destilasi sehingga volumenya mencapai 1000 cm3.
7. Mempersiapkan gelas silinder kedua yang hanya diisi dengan air
destilasi ditambah cairan dispersi sebagai bacaan koreksi.
8. Menutup gelas yang berisi suspensi dengan tutup karet.
Kemudian, membolak-balik secara vertikal keatas dan kebawah
selama 1 menit.
9. memasukkan hidrometer pada tabung pertama, kemudian
melakukan pembacaan hidrometer pada T = 2, 5, 30, 60, dan
1440 menit. Setiap setelah memasukkan hidrometer dan
melakakukan pencatatan skala hidrometri pada silinder pertama,
diikuti dengan memasukkan hidrometer pada silinder kedua
5. Pengujian Kadar Lumpur
a. Tujuan
Tujuan pengujian kadar lumpur adalah untuk menentukan persentase
kadar lumpur dalam agregat halus (ASTM-C117).
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah agregat pasir.
c. Peralatan.
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
2. Wadah pencucian benda uji berkapasitas penuh/cukup.
3. Saringan no.16 (1,2 mm) dan no. 200 (0,0074 mm).
4. Kontainer.
5. Oven dengan alat pengatur suhu.
d. Prosedur kerja
Prosedur kerja yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Menimbang pasir sebanyak 1200 gr, lalu mengoven pasir yang
lolos saringan diameter 4,74 mm selama 24 jam dengan
temperatur 105o C – 110o C.
2. Mendinginkan sampel dan mempersiapkan 100 gram, kemudian
membagi sampel menjadi dua bagian dengan masing-masing 500
47
3. Memasukkan sampel satu kedalam kontainer dengan
menuangkan air secukupnya sampai pasir terendam.
4. Mengaduk-aduk beberapa saat lalu menuangkannya keatas
saringan no.16 dan no.200.
5. Mengulang langkah nomor 4 sehingga air tampak bersih
6. Memasukkan pasir yang telah bersih ke dalam oven selama 24
jam, kemudian menimbang sampel setelah didinginkan (W2).
7. Melakukan hal serupa untuk sampel 2 seperti langkah diatas.
6. Uji Batas Atterberg
Pengujian ini terdiri dari 2 pengujian yaitu :
I. Batas Cair (Liquid Limit) a. Tujuan
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu
jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.
Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-4318.
b. Prosedur Kerja
Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-4318, antara lain :
1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan
menggunakan saringan No.40
2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk cassagrande setinggi 10
3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No.40,
kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga
merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk
cassagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga
sejajar dengan alas.
4. Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi
benda uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan
menggunakan grooving tool.
5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu
sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan
dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10-40 kali.
6. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk
untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja
yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda
uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji
dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah
25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.
c. Perhitungan
1. Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai
jumlah pukulan.
2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan
pada grafik semi logritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah
49
3. Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.
4. Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.
II. Batas Plastis (Plastic Limit) a. Tujuan
Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah
pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi
padat. Nilai batas plastis adalah nilai dari kadar air rata-rata
sampel. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-4318.
b. Prosedur Kerja
Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-4318 :
1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan
saringan No. 40.
2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian
digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter
3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.
3. Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian
ditimbang.
4. Menentukan kadar air benda uji.
c. Perhitungan
1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga
2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga
sampel tanah yang diuji, dengan rumus :
PI = LL - PL
Dimana :
PI = Indeks Plastisitas.
LL = Nilai Batas Cair.
PL = Nilai Batas Plastis.
I. Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
1. Menyiapkan bahan-bahan pembuatan paving block.
a. Menentukan takaran campuran bahan dan menimbang setiap
bahan-bahan pembuatan paving block sesuai dengan perbandingan campuran
yang telah ditentukan.
b. Menyiapkan peralatan pembuatan paving, seperti mesin press/cetak
paving block, mesin pengaduk bahan (concrete mixer), dan peralatan
penunjang lainnya.
2. Pembuatan paving block.
a. Bahan-bahan material yang telah disiapkan dimasukan dalam mesin
adukan bahan (concrete mixer). Perbandingan yang digunakan pada
sampel golongan pertama adalah 1 semen (PC) : 4 pasir (PS) dengan
penambahan serbuk karang dengan kadar 0%, 5%, 10%, dan 15%.
51
tanah lempung (TN) dengan subtitusi serbuk karang dengan kadar 0%,
5%, 10 %, dan 15%.
b. Setelah adukan bahan sudah terlihat menyatu, peralatan cetak paving
disiapkan. Adukan bahan lalu dimasukkan kedalam papan cetakan
paving dan diratakan.
c. Papan cetakan paving yang sudah terisi adukan bahan kemudian
dimasukan dalam mesin press/cetak paving block.
d. Setelah proses pencetakan selesai, paving block ditempatkan pada
tempat yang teduh tidak terkena sinar matahari langsung.
J. Perawatan Benda Uji
Paving block yang sudah tercetak, kemudian disimpan dalam tempat dengan
suhu kamar dan dikeringkan/diperam selama kurang lebih 14 hari. Setelah
masa pengeringan/pemeraman benda uji selesai, benda uji golongan I dan
benda uji golongan II dapat langsung di uji.
K. Pengujian Kuat Tekan Paving Block
Pengujian benda uji dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap :
1. Mempersiapkan benda uji (paving block), kemudian dipisahkan dan
dibagi dalam dua golongan.
2. Mempersiapkan mesin uji tekan (Compression Testing Machine).
3. Benda uji kemudian diletakkan pada alat uji tekan.
4. Lakukan pembebanan pada benda uji sampai benda uji hancur. (Pengujian