HUBUNGAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DI KALANGAN PERAWAT
DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
PUTRA PRATAMA
101301100
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :
Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat
Adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumber secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 25 Juni 2014
Putra Pratama
Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis DikalanganPerawat Di Kota Medan
Putra Pratama dan Zulkarnain
ABSTRAK
Perawat merupakan ujung tombak pelayanan medis serta mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan pelayanan medis. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis, kesejahteraan psikologis perawat perlu diperhatikan. Kesejahteraan psikologis dapat dicapai jika adanya dukungan organisasi dalam memberikan pengalaman kerja positif kepada perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat. Subjek penelitian ini adalah 161 orang perawat yang bekerja di rumah sakit di kota Medan. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala persepsi dukungan organisasi menggunakan teori Eisenberger dan skala kesejahteraan psikologis menggunakan teori Carol D. Ryff. Data penelitian di analisis secara statistik dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan persepsi dukungan organisasi berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis yang memiliki korelasi sebesar 0.248** dengan p = 0.002. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua aspek persepsi dukungan organisasi yang berhubungan positif secara signikan dengan kesejahteraan psikologis yaitu aspek penghargaan organisasi dan kondisi perkerjaan (r = 0.184*,p = 0.20) serta aspek dukungan yang diterima dari atasan (r = 0.391**, p = 000). Aspek keadilan prosedural tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan psikologis (r = 0.014, p = 0.862).
Perceived Organizational Support and Psychological Well-Being Among Nurse In Medan
Putra Pratama and Zulkarnain
ABSTRACT
Nurse is a spearheading of medical care and has a great responsibility in providing medical care. In an effort to improve the quality of medical services, psychological well-being needs to be considered. Psychological well-being can be achieved if there is organizational support that provides positive works. This study aims to determine the relationship between perceived organizational support and psychological well-being among nurses. The subjects were 161 nurses who work in hospitals in Medan. The data collection method using perceived organizational support scale with Eisenberger theory and psychological well-being scale with Carol D. Ryff theory. The research data were statistically analyzed using the Pearson product moment. The result showed that perceived organizational support was positively related to psychological well-being with correlation 0.248** and p = 0.002. This study also showed that there were two aspects of perceived organizational support positively related to psychological well-being that is organizational reward and work condition (r = 0.184*,p = 0.20), and supervisor support (r = 0.391**, p = 000). Procedural fairness aspect do not show a significant correlation with psychological well being (r = 0.014, p = 0.862).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta salawat dan salam senantiasa dihadiahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk cinta kita kepadanya. Segala bentuk
kemudahan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga skripsi yang berjudul
“Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis
Di kalangan Perawat” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
papa dan mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya dalam
membimbing peneliti selama ini dan selalu menjadi inspirasi dalam kehidupan
peneliti. Semoga Allah selalu senantiasa mencurahkan kebahagiaan kepada
keduanya di dunia maupun akhirat. Kepada kakak dan adik-adikku, peneliti
ucapkan terima kasih atas segala perhatian dan dukungannya. Semoga kita bisa
member yang terbaik untuk kedua orang tua tercinta.
Terselesaikannya penelitiam ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih dengan tulus dan
ikhlas kepada :
1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan, dan dukungan yang
proses pengerjaan penelitian membuat Bapak kesal. Semoga Allah selalu
membalas setiap kebaikan Bapak dengan pahala yang melimpah, Amin.
3. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc, M.A., psikolog sebagai dosen
pembimbing akademik. Terima kasih atas nasihat dan bimbingan yang
Ibu berikan selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi USU. Semoga
Allah memberikan balasan yang terbaik atas kebaikan Ibu selama ini.
4. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc, M.A., Psi dan Ibu Emmy Mariatin,
M.A., Ph.D., Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih karena telah
bersedia meluangkan waktunya untuk menguhi dan memberikan masukan
serta saran yang sangat berarti demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga
Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang dan nikmatNya yang tak
terbalas kepada Ibu.
5. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih
atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga penulis dapat
memanfaatkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya.
6. Seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan
banyak bantuan kepada penulis khususnya dalam hal administrasi.
7. Pihak rumah sakit, yaitu RSUP H. Adam Malik, RSU Dr. Pirngadi, dan
RSU Haji yang telah mengizinkan dan memudahkan peneliti dalam
mengambil data penelitian di ketiga rumah sakit tersebut.
8. Perawat rumah sakit yang telah bersedia membantu peneliti dalam
9. Kepada Rizqa, Arief, Fauji, Febri, Ichsan, Fadly, Dea yang telah
mendoakan dan memberikan dukungan kepada peneliti selama kuliah di
Fakultas Psikologi USU.
10.Kepada keluarga besar FORMASI Al-Qalb dan Pemerintahan Mahasiswa
Fakultas Psikologis USU yang telah bersama-sama berjuang dalam
menjalankan organisasi serta mendapatkan pengalaman yang sangat
berharga. Semoga pengalaman yang kita dapatkan selama ini dapat
menjadi bekal kita untuk mengabdi kepada dunia terutama kepada Allah
SWT.
11.Kepada teman-teman angkatan 2010 yang sama-sama berjuang di dalam
aktifitas perkuliah.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan
baik dari segi penyusunan maupun isinya, oleh sebab itu penulis terbuka
menerima kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 24 Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Kesejahteraan Psikologis ... 9
2. Perspektif Kesejahteraan Psikologis ... 10
3. Dimensi Kesejahteraan Psikologis ... 13
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ... 17
B. Persepsi Dukungan Organisasi ... 19
1. Defenisi Persepsi Dukungan Organisasi ... 19
2. Aspek-aspek Persepsi Dukungan Organisasi ... 21
3. Manfaat Dukungan Organisasi ... 22
C. Perawat ... 23
D. Dinamika Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis ... 24
E. Hipotesis Penelitian ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 29
1. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 29
D. Metode Pengambilan Data ... 30
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33
1. Validitas Alat Ukur ... 33
2. Uji Daya Beda Item ... 35
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 36
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36
a. Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 36
b. Skala Kesejahteraan Psikologis ... 38
F. Prosedur Penelitian ... 40
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 40
2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 41
3. Tahapan Pengolahan Data ... 41
G. Metode Analisis Data ... 41
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 44
4. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45
5. Gambaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan ... 45
B. Uji Asumsi ... 46
1. Uji Normalitas ... 46
2. Uji Linieritas ... 47
C. Hasil Utama Penelitian ... 48
1. Korelasi Antara Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 48
2. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik ... 49
a. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik Persepsi Dukungan Organisasi ... 49
b. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik Kesejahteraan Psikologis ... 50
c. Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 51
d. Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis ... 52
1. Korelasi Antara Aspek-Aspek Persepsi Dukungan Organisasi
Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 54
E. Pembahasan ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 60
1. Saran Metodologis ... 60
2. Saran Praktis ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 32
Tabel 2 Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis ... 33
Tabel 3 Skala Persepsi Dukungan Organisasi Setelah Uji Coba ... 37
Tabel 4 Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba ... 39
Tabel 5 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
Tabel 6 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ... 44
Tabel 7 Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 44
Tabel 8 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45
Tabel 9 Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan ... 45
Tabel 10 Hasil Uji Linieritas ... 48
Tabel 11 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment ... 49
Tabel 12 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik Persepsi Dukungan Organisasi ... 50
Tabel 14 Norma Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 52
Tabel 15 Kategorisasi Data Persepsi Dukungan Organisasi ... 52
Tabel 16 Norma Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis ... 53
Tabel 17 Kategorisasi Data Kesejahteraan Psikologis ... 53
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Uji Normalitas Persepsi Dukungan Organisasi ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Skala Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan
Psikologis Pada Saat Uji Coba ... 72
Lampiran B Reliabilitas Dan Uji Daya Beda Skala Persepsi Dukungan
Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis Pada Saat Uji Coba 85
Lampiran C Hasil Uji Normalitas, Linieritas, Dan Korelasi ... 89
Lampiran D Data Mentah Persepsi Dukungan Organisasi dan Kesejahteraan
Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis DikalanganPerawat Di Kota Medan
Putra Pratama dan Zulkarnain
ABSTRAK
Perawat merupakan ujung tombak pelayanan medis serta mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan pelayanan medis. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis, kesejahteraan psikologis perawat perlu diperhatikan. Kesejahteraan psikologis dapat dicapai jika adanya dukungan organisasi dalam memberikan pengalaman kerja positif kepada perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat. Subjek penelitian ini adalah 161 orang perawat yang bekerja di rumah sakit di kota Medan. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala persepsi dukungan organisasi menggunakan teori Eisenberger dan skala kesejahteraan psikologis menggunakan teori Carol D. Ryff. Data penelitian di analisis secara statistik dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan persepsi dukungan organisasi berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis yang memiliki korelasi sebesar 0.248** dengan p = 0.002. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua aspek persepsi dukungan organisasi yang berhubungan positif secara signikan dengan kesejahteraan psikologis yaitu aspek penghargaan organisasi dan kondisi perkerjaan (r = 0.184*,p = 0.20) serta aspek dukungan yang diterima dari atasan (r = 0.391**, p = 000). Aspek keadilan prosedural tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan psikologis (r = 0.014, p = 0.862).
Perceived Organizational Support and Psychological Well-Being Among Nurse In Medan
Putra Pratama and Zulkarnain
ABSTRACT
Nurse is a spearheading of medical care and has a great responsibility in providing medical care. In an effort to improve the quality of medical services, psychological well-being needs to be considered. Psychological well-being can be achieved if there is organizational support that provides positive works. This study aims to determine the relationship between perceived organizational support and psychological well-being among nurses. The subjects were 161 nurses who work in hospitals in Medan. The data collection method using perceived organizational support scale with Eisenberger theory and psychological well-being scale with Carol D. Ryff theory. The research data were statistically analyzed using the Pearson product moment. The result showed that perceived organizational support was positively related to psychological well-being with correlation 0.248** and p = 0.002. This study also showed that there were two aspects of perceived organizational support positively related to psychological well-being that is organizational reward and work condition (r = 0.184*,p = 0.20), and supervisor support (r = 0.391**, p = 000). Procedural fairness aspect do not show a significant correlation with psychological well being (r = 0.014, p = 0.862).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological
Well-Being (Bradburn, 1969; Ryff, 1989). Ryff (1989) menyebutkan bahwa
kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan,
kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Ryff (1989) juga
mengatakan seseorang dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis ketika
dapat berfungsi positif secara psikologis. kesejahteraan psikologis memiliki enam
karakteristik seperti penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
otonomi, tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan penguasaan terhadap
lingkungan.
Individu yang kesejahteraannya lebih tinggi akan lebih produktif dan
memiliki kesehatan mental serta fisik yang lebih baik dibandingkan dengan yang
kesejahteraannya rendah (Ryff & Singer, 2002; Aggarwal-Gupta, Vohra,
Bhatnagar, 2010). Kesehatan fisik karyawan memiliki pengaruh terhadap
kesejahteraan psikologis karyawan, dimana kesehatan fisik karyawan akan
meningkatkan kesehatan emosional sehingga karyawan dapat menghindar dari
pemikiran yang negatif dan meningkatkan produktivitasnya (Envick, 2012).
Karyawan yang memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi memperlihatkan
sikap yang lebih positif dan respon yang lebih baik terhadap berbagai situasi di
kehidupannya dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kesejahteraan yang
kesejahteraan psikologis yang rendah akan melihat kejadian yang netral atau
ambigu sebagai suatu ancaman (Seidlitz & Diener, 1993; Seidlitz, Wyer &
Diener, 1997; Aggarwal-Gupta, Vohra, Bhatnagar, 2010). Efek samping dari
kesejahteraan, individu memiliki jangkauan yang luas terhadap hasil yang dicapai
oleh organisasi, seperti absen, penurunan produktivitas, dan tingkat turnover yang
tinggi (Weiss, 1983; Guimaraes & Igbaria, 1992; Catwright & Cooper, 1997;
Peter & Irani, 2007).
Lingkungan tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan
psikologiskaryawan. Hasil penelitian Aguir & Burillo (2004) yang mengacu pada
pengaruh karakteristik professional dan lingkungan psikososial pekerjaan
memperlihatkan bahwa tuntutan psikologis yang tinggi meningkatkan
kemungkinan karyawan untuk memiliki kesehatan mental yang buruk. Dengan
demikian, dukungan dari organisasi sangat penting untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesejahteraan psikologis pada karyawan. Selain itu, lingkungan
kerja yang positif akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan organizational
citizenship behavior (OCB) karyawan sehingga akan mengarahkan pada
kesejahteraan psikologis(Rastogi & Garg, 2011).
Persepsi karyawan terhadap dukungan yang diberikan oleh organisasi akan
menciptakan pengalaman kerja yang positif karena karyawan akan merasa
diperhatikan dan nyaman bekerja di perusahaan atau organisasi. Penelitian
menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang positif mempengaruhi kesejahteraan
dukungan organisasi merefleksikan komitmen organisasi terhadap karyawan
(Shore & Wayne, 1993).
Persepsi dukungan organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai
sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan
mereka (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa 1986; Foley, Ngo & Lui,
2005). karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya hanya karena ingin
memberikan pelayanan yang terbaik tetapi memerlukan dukungan dari organisasi
sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Karyawan yang
memberikan kontribusi yang baik mengharapkan imbalan yang sesuai dengan
kontribusi yang diberikannya, misalnya pembayaran yang sesuai dengan hasil
kerja, fasilitas yang mendukung, promosi kenaikan jabatan, dan bentuk
penghargaan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Dukungan organisasi berhubungan positif dengan kepuasan kerja,
komitmen karyawan, dan prestasi kerja serta berhubungan negatif dengan
turnover intentions karyawan (Randall, Cropanzano, Bormann, &Birjulin, 1999).
Karyawan yang memiliki persepsi positif terhadap dukungan organisasi dan
kepuasan kerja juga memperlihatkan hubungan positif dengan performa kerja
serta perilaku menolong (Miao, 2011). Persepsi dukungan organisasi akan
mengarahkan pada performa kerja ekstra pada karyawan. Performa karyawan
yang tinggi akan mengarahkan pada dukungan organisasi yang lebih baik
sehingga karyawan merasa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli
terhadap kesejahteraan karyawan (Chen, Eisenberg, Johnson, Sucharski, &
Sejalan dengan hal tersebut, persepsi dukungan organisasi yang rendah
dapat mengurangi keterlibatan karyawan, dan keterlibatan karyawan yang
berkurang dapat menyebabkan perlakuan yang lebih buruk bagi karyawan dan
dukungan dirasakan rendah (Eisenberger, Fasolo, & Davis-Lamastro 1990;
Yamaguchi, 2001). Ketika karyawan merasakan dukungan organisasi yang tinggi
maka akan mengarahkan karyawan untuk merasa menjadi bagian dari organisasi
dan bangga dengan organisasinya sehingga meningkatkan komitmen terhadap
organisasi (Aube, Rousseau, & Morin, 2007).
Rumah sakit sebagai institusi penyedia layanan kesehatan perlu
memberikan dukungan organisasi kepada tenaga kesehatannya terutama perawat.
Hal ini dikarenakan perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di
rumah sakit, karena jumlah waktu dan intensitas perawat dalam memberikan
pelayanan kesehatan relatif lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kesehatan
lainnya (Simbolon, 2012).
Perawat di rumah sakit bekerja dengan beberapa pengaturan yang
berbeda-beda dan memiliki jabatan serta tanggung jawab yang berberbeda-beda (Marquis &
Huston, 2009). Tugas dan tanggung jawab perawat yang diberikan sistem
perawatan kesehatan antara lain menilai kondisi fisik, psikologis, dan sosial
pasien, memberikan konsultasi kepada pasien mengenai rencana perawatan,
menilai hasil perawatan, serta bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya,
seperti terapis dan dokter (Lu, While, & Barriball, 2008).
Andriani (2004) mengatakan bahwa tugas pokok perawat dalam membantu
dari kematian menjadikan profesi perawat rentan mengalami stres kerja. Sejalan
dengan hal tersebut, kematian pasien dapat menjadi tekanan psikologis bagi
perawat sehingga akan mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya (Qiao, Li, &
Hu, 2011). Kondisi kerja dan beban kerja yang tinggi juga menjadi stressor yang
kuat pada perawat di lingkungan kerjanya (Pitaloka, 2011). Faktor-faktor yang
juga menyebabkan stres pada perawat adalah karakteristik organisasi seperti,
otonomi, mutasi, beban/tanggung jawab kerja, karier, dan interaksi perawat
(Saragih, 2008), imbalan jasa, lingkungan kerja, pengembangan karir, tim kerja,
dan aspek tugas (Simanjorang, 2009).
Tekanan yang dihadapi oleh perawat di rumah sakit dapat menyebabkan
perubahan fisik dan psikologis. Pada level fisik, berkali-kali berhadapan dengan
kondisi stres dapat meningkatkan ketegangan dan kelelahan. Secara psikologis
dapat menyebabkan perawat mengalami kecemasan, depresi, ketakutan, dan
kemarahan. Dampak negatif stres yang dialami oleh perawat dapat berupa
peningkatan absen, perilaku bermusuhan, dan agresi (Kingdon & Halvorsen,
2006).
Permasalahan yang dialami oleh perawat di rumah sakit akan menimbulkan
dampak negatif yang dirasakan oleh penerima layanan. Musanif (2007)
mengatakan bahwa perawat rumah sakit pemerintah dan puskesmas dilaporkan
bersikap kasar serta membentak-bentak pasien dan keluarganya. Untuk
meningkatkan kualitas dari pelayanan medis bergantung pada kesejahteraan
Burke, Koyuncu, & Fiksenbaum (2010) mengatakan bahwa kelelahan yang
dialami oleh perawat memperlihatkan perasaan positif yang buruk, kurangnya
kepuasan hidup dan kesejahteraan psikologis, dan terjadinya gejala psikosomatis
berhubungan dengan rendahnya dukungan yang diberikan oleh rumah sakit. Oleh
karena itu, persepsi perawat terhadap dukungan yang diberikan oleh rumah sakit
perlu ditingkatkan. Persepsi positif perawat terhadap dukungan organisasi dapat
dilihat dari pemberian gaji yang wajar, beban kerja yang seimbang, serta otonomi
yang memadai (Shumaila, Aslam, Sadaqat, Maqsood, & Nazir, 2012).
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan
antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada
perawat.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan
antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada
perawat”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi
dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis dikalangan perawat.
Selanjutnya, dalam penelitian ini juga ingin diketahui hubungan aspek-aspek
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dengan
memberikan informasi teoritis di bidang psikologi industri dan organisasi,
yaitu mengenai hubungan persepsi dukungan organisasi dengan
kesejahteraan psikologispada perawat.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumah
sakit mengenai pentingnya dukungan organisasi terhadap kesejahteraan
psikologispara perawat. Selanjutnya, dari penelitian ini juga akan diperoleh
gambaran mengenai tingkat kesejahteraan psikologis dan persepsi
dukungan organisasi para perawat.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini berisi:
1. BAB I : Pendahuluan
BAB ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
2. BAB II : Landasan teori
BAB ini memuat tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan
mendukung data penelitian, diantaranya adalah teori mengenai
3. BAB III : Metode Penelitian
Dalam BAB ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode
pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian,
serta metode analisa data.
4. BAB IV : Analisa Data Dan Pembahasan
BAB ini membahas tentang gambaran umum subjek penelitian, uji
asumsi, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian, serta
pembahasan.
5. BAB V : Kesimpulan Dan Saran
Pada BAB ini dijelaskan mengenai kesimpulan yang didapatkan
BAB II
LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis
1. Definisi Kesejahteraan Psikologis
Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis dapat disebut dengan
psychological well being yang merupakan pencapaian penuh dari potensi
psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima
kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,
mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang
mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara
personal.
Menurut Ryff (1989) gambaran dari karakteristik seseorang yang
memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Roger mengenai
individu yang berfungsi secara penuh (fully functioning person), pandangan
Maslow mengenai aktualisasi diri (self-actualization), pandangan Jung
mengenai individuasi (individuation), konsep Allport mengenai maturasi
(maturation), dan konsep Erickson mengenai pencapaian individu pada
integrasi dibandingkan putus asa.
Bradburn (1969) menjelaskan bahwa kebahagiaan (happiness) merupakan
hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin
dicapai oleh setiap manusia. Ryff (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan
psikologis memiliki enam dimensi, yaitu penerimaan diri, memiliki hubungan
hidup, serta pertumbuhan pribadi. Selain itu, setiap dimensi dari kesejahteraan
psikologis menjelaskan tantangan yang berbeda yang harus dihadapi individu
untuk berusaha berfungsi positif (Ryff & Keyes, 1995).
Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari kesejahteraan psikologis
adalah pencapaian potensi psikologis individu di mana individu
mengaktualisasikan potensi dirinya dan dapat berfungsi secara penuh serta
dapat menerima diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, berhubungan positif
dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan
lingkungan, dan terus tumbuh secara personal tanpa adanya perasaan negatif
di dalam diri individu.
2. Perspektif Kesejahteraan
Perspektif mengenai kesejahteraan dibagi menjadi dua macam, yaitu
hedonistik dan eudaimonik (Ryan & Deci, 2008). Perspektif yang pertama
adalah hedonistik yang menjelaskan kesejahteraan sebagai munculnya
perasaan positif dan tidak adanya perasaan negatif (Kahneman, Diener, &
Schwarz, 1999). Perspektif yang kedua adalah eudaimonik yang menjelaskan
bahwa kesejahteraan tidak terdiri dari memaksimalkan pengalaman positif dan
meminimalkan pengalaman negatif (Ryan & Deci, 2001) tetapi merujuk pada
hidup sepenuhnya atau memungkinkan seseorang untuk mengaktualisasikan
potensi dirinya (Ryan, Huta, & Deci, 2008).
Perspektif hedonistik berawal dari filsuf Yunani dan Epicurus yang
mengatakan ide dasar dari tujuan hidup adalah untuk mendapatkan
kebahagiaan) (McMahon, 2006). Pendekatan hedonistik pada kesejahteraan
diasosiasikan dengan kesejahteraan subjektif (Subjective well-being)
(Kahneman, Diener, & Schwarz, 1999). Kesejahteraan subjektif mempunyai
dua elemen, yaitu keseimbangan afektif (Affective Balance), yang didapatkan
melalui pengurangan frekuensi perasaan negatif daripada perasaan positif, dan
persepsi kepuasan hidup (Perceived Life Satisfaction) yang merupakan
komponen kognitif yang lebih baik dan lebih stabil (Lucas, Diener, & Suh,
1996). Meskipun keseimbangan afektif dan kepuasan hidup menyiratkan
waktu yang berbeda dari kesejahteraan subjektif, seperti kepuasan hidup yang
merupakan penilaian keseluruhan dari kehidupan, dan keseimbangan afektif
yang membuat acuan mengenai frekuensi perasaan yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan dari pengalaman langsung (Keyes, Shmotkin, & Ryff,
2002). hal ini dapat dipahami sebagai konsep yang berhubungan dengan
perspektif hedonistik (Vazquez, 2009).
Perspektif eudaimonik pada awalnya diperkenalkan dari filosofi
aristoteles mengenai kebahagiaan dalam Nicomachian Ethics (Broadie &
Rowe, 2002). Aristoteles mengatakan manusia hidup berdasarkan daimon,
yang merupakan ide atau kriteria kesempurnaan bahwa seseorang berharap
dan memberikan makna dalam kehidupannya. Semua usaha untuk kehidupan
didasari oleh daimon dan dalam memenuhi serta mendapatkan potensi penuh
diperkirakan akan menimbulkan keadaan optimal, yang dinamakan
eudaimonia (Avia & Vazquez, 1998). Eudaimonik menetapkan bahwa
serta menyiratkan komitmen penuh dimana manusia merasa hidup dan nyata
(Waterman, 1993). Ryff sebagai tokoh dalam perspektif eudaimonik yang
paling penting mengajukan istilah kesejahteraan psikologis untuk
membedakan dari konsep kesejahteraan subjektif yang memiliki kekhasan
konsep hedonistik. Ryff mencoba untuk mengatasi batasan dan
mendefinisikan kesejahteraan sebagai pengembangan potensi nyata manusia
(Ryff, 1995). Kebahagian atau kesejahteraan psikologis bukan motivasi utama
dari manusia melainkan hasil dari menjalani hidup dengan baik (Ryff &
Keyes, 1995; Ryff & Singer, 1998).
Teori self-determination juga berhubungan dengan ide eudaimonia dan
realisasi diri sebagai aspek utama untuk menjelaskan kesejahteraan (Ryan &
Deci, 2000). Teori ini berdasarkan salah satu premis dasar humanis, dimana
kesejahteraan merupakan konsekuensi utama dari fungsi psikologis yang
optimal. Teori self-determination mengatakan bahwa fungsi psikologis yang
sehat menyiratkan kepuasan yang memadai tiga kebutuhan dasar psikologis,
yaitu otonomi, kompetensi dan keterkaitan, dan sistem tujuan yang sama dan
terarah (Ryan & Deci, 2000). Komponen pertama, pemuasan kebutuhan dasar
terdiri dari mempertahankan keseimbangan hidup dimana menjamin kepuasan
yang memadai di setiap area secara bebas. Komponen kedua, untuk
mengembangkan kesejahteraan eudaimonik setiap manusia perlu untuk
menetapkan tujuan. Contohnya, tujuan ini seharusnya bersifat intrinsik
berdasarkan nilai dan ketertarikan dirinya serta kebutuhan dasar psikologisnya
(Vazquez & Hervas, 2008).
Kebutuhan dasar psikologis yang diajukan oleh teori self-determination
hampir bertepatan dengan dimensi otonomi, penguasaan lingkungan, dan
hubungan dengan orang lain dari model kesejahteraan psikologis Ryff
meskipun ada perbedaan konseptual antara kedua model ini (Lent, 2003).
Berdasarkan teori self-determination, pemenuhan kebutuhan dasar psikologis
meningkatkan kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan psikologis (Ryan &
Deci, 2001). Perspektif eudaimonik fokus pada konten dari kehidupan dan
proses kehidupan yang baik, dimana perspektif hedonik fokus pada hasil yang
spesifik, yaitu mendapatkan perasaan positif serta tidak hadirnya perasaan
negatif dan juga perasaan menyeluruh mengenai kepuasan hidup. Dapat
dikatakan kedua model ini mempunyai cara yang berbeda untuk mencapai
kebahagiaan (Seligman, 2002).
3. Dimensi Kesejahteraan Psikologis
Ryff (1989) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis mempunyai
enam dimensi, yaitu:
a) Self acceptance (penerimaan diri), merupakan dimensi yang menekankan
pada penerimaan terhadap diri sendiri dan masa lalu. Individu yang
memiliki sikap positif terhadap dirinya memperlihatkan fungsi psikologis
yang positif. Dimensi ini merupakan ciri-ciri utama kesehatan mental dan
juga karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan
kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut
memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan
kehidupan yang dijalaninya. Individu yang memiliki penerimaan diri
yang baik ditandai dengan bersipak positif terhadap diri sendiri,
mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik
positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa
lalu. Demikian sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan
diri yang kurang baik akan memunculkan perasaan tidak puas terhadap
diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan
mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.
b) Positive relation with others (berhubungan positif dengan orang lain),
merupakan dimensi yang menekankan pada pentingnya kehangatan,
hubungan saling percaya, dan bersahabat dengan orang lain. Dimensi ini
berulang kali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep
kesejahteraan psikologis karena pentingnya menjalin hubungan saling
percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan
pada kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang memiliki
nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan hubungan yang hangat,
memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai
rasa empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang
rendah pada dimensi ini mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain
dan sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan
c) Autonomy (otonomi), merupakan dimensi yang menekankan pada
kemandirian, kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan
evaluasi dari dalam diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang
yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini mampu menolak
tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara
tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal.
Sebaliknya, individu yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini akan
memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan
berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung konformis.
d) Enviromental mastery (penguasaan lingkungan), merupakan kemampuan
individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan
diri sendiri dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri. Seseorang
yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai
kemampuan dalam menghadapi kejadian di luar dirinya. Hal ini yang
dimaksud dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan
sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi yang dianut dan
mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara kreatif melalui aktifitas
fisik maupun mental. Sebaliknya seseorang yang memiliki nilai rendah
dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur
kehidupan sehari-hari dan kurang control terhadap lingkungan di luar
dirinya.
e) Purpose in life (tujuan hidup), merupakan keyakinan bahwa individu
ingin dicapai serta mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan
ciri-ciri dari tujuan hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi
dalam dimensi ini mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, memiliki
perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian,
memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan memiliki
target yang ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya, seseorang yang
memiliki nilai rendah dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa
tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya
manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai
kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti.
f) Personal growth (pertumbuhan pribadi), merupakan kemampuan untuk
mengembangkan potensi diri dan terus berkembang secara positif
sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh. Dimensi ini
dibutuhkan oleh seseorang agar dapat berfungsi optimal secara
psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya
kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan
terhadap pengalaman baru. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi
dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat
diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang
terdapat dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan
tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang memiliki
nilai yang rendah dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan
perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan dan tidak tertarik
dengan kehidupan yang dijalaninya.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
Ip (2008) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan karyawan di tempat kerja yaitu :
a) Karakteristik pekerjaan (Job characteristic) : design dan struktur
pekerjaan secara signifikan dapan mempengaruhi kesejahteraan karyawan
di tempat kerja. Design pekerjaan yang baik dapat memberikan karyawan
tiga keuntungan, yaitu pengalaman yang bermakna pada pekerjaannya,
pengalaman bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaan, dan
pengetahuan terhadap hasil kerja.
b) Peran pekerjaan (Job roles): peran pekerjaan menentukan batas tanggung
jawab yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan kepada
karyawan dalam proses produksi dan sebagai dasar pertanggungjawaban
karyawan atas kinerjanya. Peran pekerjaan yang jelas memungkinkan
karyawan untuk lebih memahami tanggung jawab mereka dan tugas-tugas
yang diminta kepada mereka. Peran yang tidak jelas sering memicu
konflik peran, ketegangan kerja, dan ketidakharmonisan sehingga
mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan karyawan. Pertimbangan yang
lebih besar dalam memberikan peran pekerjaan berkorelasi dengan
c) Keadilan organisasi (Organizational Justice): karyawan di dalam
organisasi memperhatikan mengenai keadilan. Mereka memperhatikan
hasil dari keadilan dan prosedur yang dilakukan oleh organisasi dalam
memberikan keadilan. Persepsi karyawan bahwa mereka diperlakukan
dengan adil akan mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap
perlakuan dan keputusan organisasi. Hasil dari keadilan mengacu pada
kewajaran hasil masukan dari pekerjaan mereka dibanding dengan hasil
pekerjaan karyawan lain. Dengan demikian, hasil dari keadilan
merupakan semacam keadilan distributif. Prosedur dalam memberikan
keadilan fokus pada keadilan dalam proses pengambilan keputusan atau
prosedur manajerial lainnya. Hasil dan prosedur dalam memberikan
keadilan yang positif mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan.
Persepsi mengenai hasil dari ketidakadilan akan menurunkan kepuasan
terhadap gaji dan akan merugikan kepuasan kerja karyawan.
d) Kesesuaian karyawan dengan pekerjaannya (Person-organization fit):
tingkat kesesuaian antara karakter karyawan dan karakter dari organisasi.
Ciri-ciri kepribadian, sikap, keyakinan, nilai-nilai, preferensi, dan
kepentingan karyawan berada di satu sisi serta tujuan, norma, budaya dan
tradisi, iklim organisasi berada di sisi lainnya. Ketika karakter kedua
belah pihak sesuai, maka kesesuaian akan terjadi. Kesesuaian akan
menghasilkan hubungan kerja yang lebih harmonis dan perilaku yang
menghasilkan hasil yang positif. Kesesuaian nilai dan tujuan mewakili
kesejahteraan karyawan. Kesesuaian nilai antara karyawan dan organisasi
merupakan hal penting karena nilai-nilai organisasi berada pada inti dari
budaya organisasi yang mempengaruhi nilai karyawan.
e) Konflik pekerjaan – keluarga (Work – family conflict): tempat kerja yang
memiliki tingkat stres yang tinggi merupakan salah satu sumber penting
dari stres yang terjadi dari ketegangan yang tercipta antara tuntutan
pekerjaan dan anggota keluarga. Konflik pekerjaan – keluarga mengacu
pada konflik antara tanggung jawab peran di tempat kerja dan anggota
keluarga. Akibat dari konflik ini, tingkat kepuasan kerja dan kehidupan
karyawan menurun. Konflik ini juga bertanggung jawab terhadap perilaku
absen, keterlambatan, dan turnover.
f) Perilaku kewargaan organisasi (Organization citizenship behavior) :
perilaku karyawan yang memberikan keuntungan di dalam organisasi
yang berkontribusi terhadap keberhasilan organisasi dengan menciptakan
hubungan saling mendukung dan kooperatif, kepercayaan, dan
keterlibatan aktif di tempat kerja. Perilaku ini mencakup perilaku saling
membantu, pengambilan peran lebih di antara karyawan.
B. Persepsi Dukungan Organisasi
1. Definisi Persepsi Dukungan Organisasi
Persepsi dukungan organisasi didasari oleh alasan bahwa karyawan
mengembangkan keyakinan mengenai seberapa besar penghargaan dan
Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986). Menurut Rhoades dan Eisenberger
(2002) persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan
mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli pada
kesejahteraan mereka. Jika karyawan menganggap bahwa dukungan
organisasi yang diterimanya tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan
keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka dan
kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap
organisasi tersebut.
Selanjutnya, Erdogan dan Enders (2007) mengatakan persepsi dukungan
organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai kepedulian organisasi
terhadap karyawan, menghargai usaha yang dilakukan karyawan, dan
menyediakan pertolongan serta dukungan kepada karyawan. Persepsi
dukungan organisasi dipengaruhi oleh perlakuan organisasi kepada karyawan
dan hal ini dapat mempengaruhi interpretasi mereka mengenai motivasi
organisasi (Tansky & Cohen, 2001).
Persepsi dukungan organisasi akan mempengaruhi ekspektasi karyawan
terhadap organisasi pada berbagai situasi, seperti ketelitian dalam
melaksanakan tanggung jawab pekerjaan, mengekspresikan perasaan,
komitmen terhadap organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, Sowa,
1986). Rhoades dan Eisenberger (2002) menemukan bahwa persepsi
dukungan organisasi mempunyai hubungan negatif dengan keamanan kerja,
ambiguitas peran, suasana ditempat kerja, dan tekanan psikologis secara
Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari persepsi dukungan
organisasi adalah persepsi karyawan mengenai seberapa besar penghargaan,
kepedulian, dan perlakuan organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya
yang akan mempengaruhi interpretasi karyawan terhadap organisasi.
2. Aspek - Aspek Persepsi Dukungan Organisasi
Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), ada tiga aspek persepsi
dukungan organisasi, yaitu :
a) Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan (Organizational reward
and working condition): penghargaan dan kondisi pekerjaan yang
menyenangkan memiliki hubungan yang positif dengan persepsi dukungan
organisasi, seperti mengizinkan karyawan untuk mengembangkan
kemampuannya, otonomi mengenai bagaimana pekerjaan dilakukan, dan
pengakuan dari atasan. Bentuk penghargaan organisasi yang diterima oleh
karyawan dari organisasi dapat berupa gaji, tunjangan, bonus, promosi,
pelatihan/pengembangan diri. Salah satu bentuk dukungan organisasi
terhadap karyawannya adalah kondisi kerja yang nyaman dan aman bagi
karyawan.
b) Dukungan yang diterima dari atasan (support received from supervisor):
merupakan keyakinan karyawan bahwa atasan peduli terhadap
karyawannya dan menghargai kontribusi mereka. Atasan sebagai wakil
organisasi bertanggung jawab dan secara berkelanjutan mengevaluasi
karyawan, sehingga menyebabkan karyawan melihat perlakuan dari atasan
mereka sebagai bentuk dukungan organisasi.
c) Keadilan prosedural (procedural justice): melibatkan kebijakan organisasi
formal yang adil dan prosedur dalam mendistribusikan sumber daya yang
ada dalam organisasi. Terjadinya keadilan dalam membuat keputusan
mengenai distribusi sumber daya akan memiliki pengaruh yang kuat
terhadap dukungan organisasi yang dirasakan karyawan yang
diperlihatkan dengan adanya perhatian pada kesejahteraan karyawan.
Terdapat dua aspek keadilan prosedural, yaitu Keadilan struktural dan
prosedural yang menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan
pendistribusian sumber daya manusia diantara karyawan, keadilan yang
berkaitan dengan aturan-aturan formal dan kebijakan bagi karyawan, serta
keadilan dalam penerimaan informasi yang akurat. Kemudian, Keadilan
sosial yang dapat disebut juga keadilan interaksional, karena hal ini
berkaitan dengan cara organisasi memperlakukan karyawan dengan
hormat dan bermartabat.
3. Manfaat Dukungan Organisasi
Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002), berdasarkan norma timbal
balik, dukungan organisasi memiliki beberapa manfaat, yaitu:
a) Dukungan organisasi akan menghasilkan kewajiban untuk peduli terhadap
kesejahteraan organisasi pada karyawan dan membuat karyawan bekerja
b) Kepedulian, persetujuan, dan penghormatan yang dinyatakan sebagai
dukungan organisasi akan memenuhi kebutuhan sosioemosional karyawan
dan menyebabkan karyawan menggabungkan keanggotaannya ke dalam
organisasi serta menjadikan status peran mereka di dalam organisasi
menjadi identitas sosial mereka.
c) Dukungan organisasi akan memperkuat keyakinan bahwa pengakuan
organisasi dan penghargaan dari organisasi terhadap usaha dan loyalitas
karyawan akan meningkatkan performa (contohnya, performa akan
menghasilkan ekspektasi terhadap penghargaan).
C. Perawat
Sebagai pekerja, perawat merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di
rumah sakit atau klinik karena jumlah waktu dan intensitas memberikan
pelayanan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan profesi medis lainnya.
Menurut Elis & Hartley (1980) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat
dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan lanjut usia. Sebagian besar
perawat adalah pegawai rumah sakit, perawat merupakan tenaga kesehatan yang
dominan di rumah sakit baik dari segi jumlah maupun keberedaannya dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, perawat mempunyai hubungan
langsung dengan pasien (Praptiningsih, 2006).
Kalangan Profesi keperawatan telah menetapkan lingkup tugas
keperawatan yaitu dengan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan
keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
Sedangkan yang menyangkut tindakan keperawatan meliputi intervensi
keperawatan, observasi serta konseling kesehatan. Hal inilah yang menjadi
kewenangan profesional yang melekat dalam diri perawat (Yahmono, 2000).
D. Dinamika Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis
Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian
penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat
menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,
mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang
mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal.
Selanjutnya, Sirgy, Reilly, Wu, dan Efraty (2008) menjelaskan bahwa
lingkungan kerja menjadi tempat pertemuan sosial untuk berbincang, bertukar
pikiran, bertemu dan bertukar pengalaman dengan rekan-rekan kerja. Hal ini tentu
saja menjelaskan bahwa karyawan tidak lepas dari keadaan sosial atau hubungan
interpersonal yang dapat mempengaruhi performanya dalam bekerja. Lingkungan
kerja yang sehat akan memunculkan perasan positif pada karyawan sehingga
karyawan akan lebih bahagia dan produktif (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002).
Hasil penelitian Ryff & Keyes (1995) memperlihatkan pengalaman kerja
yang positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Rhoades dan
Eisenberger (2002) juga menjelaskan penghargaan organisasi dan kondisi
pekerjaan merupakan aspek yang mempengaruhi pengalaman kerja. Keyakinan
karyawan mengenai penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap
kesejahteraan karyawannya mempengaruhi persepsi dukungan organisasi
Perilaku mendukung dari organisasi menyebabkan karyawan
menyimpulkan bahwa organisasi bangga dengan prestasi mereka dan percaya
kepada mereka untuk melakukan tugasnya dengan baik sehingga meningkatkan
perasaan kompetensi dan bernilai pada karyawan (Eisenberger, Armeli,
Rexwinkel, Lynch, & Rhoades, 2001). Pengalaman kerja yang memberikan
makna terhadap kehidupan individu berkontribusi terhadap kesejahteraan
karyawan dengan memenuhi berbagai kebutuhan mereka (McGregor & Little,
1998). Persepsi terhadap dukungan mendorong emosi positif karyawan dan
berhubungan dengan kesejahteraan psikologis mereka (Ryff & Singer, 1998).
Karyawan yang merasa didukung oleh organisasi berhubungan positif dengan
kepuasan hidup yang lebih besar (Richardsen, Burke, & Mikkelsen, 1999).
Keyes, Hysom, dan Lupo (2000) mengatakan bahwa kesejahteraan
psikologis karyawan dapat ditingkatkan dengan atasan yang efektif. Atasan yang
bertindak efektif akan menghasilkan kepercayaan dan emosi positif pada
karyawannya, dengan memberikan otonomi yang besar dalam melakukan
pekerjaannya serta memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
mengembangkan kualitas (Keyes, Hysom, & Lupo, 2000). Perilaku atasan yang
mendukung meningkatkan kesejahteraan karyawan dan membantu melindungi
karyawan dari ketegangan, depresi, kelelahan emosional, dan gangguan kesehatan
(Greller, Parsons, & Mitchell, 1992). Dukungan atasan dan kebijakan yang
berhubungan dengan keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan meningkatkan
kontrol kerja dan personal yang dirasakan karyawan serta mengurangi depresi
kesejahteraan psikologis melalui makna pekerjaan, peran yang jelas, serta
kesempatan untuk mengembangkan diri (Nielsen, Randall, Yarker, & Brenner,
2008).
Teori self-determination telah memperlihatkan bahwa otonomi
meningkatkan peran penting lingkungan dalam memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan psikologis, harga diri, kepuasan hidup, dan inisiatif karyawan
(O’Connor & Vallerand, 1994). Sejauh mana karyawan merasa bahwa mereka
memiliki otonomi dan kontrol dalam melakukan pekerjaannya secara signifikan
berhubungan dengan kepuasan kerja, prestasi pribadi, kinerja, ketegangan yang
berhubungan dengan pekerjaan, dan intensi turnover (Greenberger, Strasser,
Cummings, & Dunham, 1989a). Bond, Flaxman, & Bunce (2008) menemukan
bahwa otonomi kerja efektif dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan
terutama bagi karyawan yang memiliki fleksibilitas psikologis.
Sumber daya pekerjaan seperti otonomi, pemanfaatan keterampilan,
pengembangan professional, dan dukungan sosial terbukti berhubungan dengan
kesejahteraan individu, seperti keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan kesehatan
(Halbesleben, 2010). Jika karyawan merasa bahwa mereka sedang diperlakukan
dengan adil, mereka lebih cenderung untuk mengembangkan perilaku dan sikap
positif terhadap pekerjaan mereka. misalnya, keadilan distributif merupakan
faktor pendukung kepuasan kerja atau kesejahteraan di tempat kerja (McFarlin &
Rice, 1992). Dukungan emosi memiliki pengaruh paling kuat terhadap
2000). Persepsi dukungan organisasi efektif untuk memenuhi kebutuhan
emosional akan persetujuan, penghargaan, dan rasa keterikatan, serta memiliki
dampak positif terhadap kesejahteraan karyawan dan juga mengurangi
kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Eisenberger, Huntington,
Hutchison, & Sowa, 1986).
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah ada hubungan positif antara persepsi dukungan organisasi dengan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional
adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan
dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien
korelasi (Suryabrata, 2003). Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui hubungan
persepsi dukungan organisasi terhadap kesejahteraan psikologis pada perawat.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini antara lain :
Variabel bebas : Persepsi Dukungan Organisasi
Variabel tergantung : Kesejahteraan Psikologis
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Definisi operasional variabel – variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Persepsi Dukungan Organisasi
Persepsi karyawan mengenai seberapa besar organisasi menilai kontribusi
mereka dan peduli pada kesejahteraan mereka. Persepsi dukungan organisasi
diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek seperti yang
dikemukakan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002), yaitu penghargaan organisasi
dan kondisi pekerjaan, dukungan yang diterima dari atasan, dan keadilan
dukungan organisasi adalah positif. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala
maka persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi adalah negatif.
2. Kesejahteraan Psikologis
Penilaian karyawan terhadap dirinya atas pengalaman-pengalaman hidup
sebagai bentuk realisasi potensi diri dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan
psikologis diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan dimensi seperti
yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes (1995), yaitu penerimaan diri, hubungan
positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan
pertumbuhan pribadi. Semakin tinggi skor pada aspek-aspek tersebut maka
semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh individu.
Sebaliknya, semakin rendah skor pada aspek-aspek tersebut maka semakin rendah
pula kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh individu.
C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan sejumlah orang dari
populasi untuk dijadikan subjek penelitian yang disebut sebagai sampel.
Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai
minimal satu sifat yang sama atau ciri–ciri yang sama. Sampel merupakan
sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari
jumlah populasi dan harus mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi
yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah
menjangkau populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian perawat dari
populasi yang dijadikan subjek penelitian. Karakteristik dari sampel penelitian
ini adalah :
Perawat pria dan wanita yang bekerja di rumah sakit.
Memiliki masa kerja di atas 1 tahun. Perawat dianggap telah
memahami dan beradaptasi denga nilai-nilai, tujuan, dan aturan
dalam organisasi.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel
dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang
sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar
diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwanti,
1994).
Teknik sampling yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling. Teknik
ini digunakan untuk penelitian yang mengutamakan tujuan penelitian. Subjek
dipilih sesuai dengan ciri-ciri yang mewakili satu populasi tertentu (Silalahi,
2009). Sampel diambil sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.
D. METODE PENGAMBILAN DATA
Metode pengambilan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Metode pengambilan data yang digunakan
pengumpulan data melalui tulisan-tulisan tentang pertanyaan atau pernyataan
untuk mengukur variabel tertentu.
Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu stimulus
berupa pernyataan ataupun pertanyaan yang dapat mengungkapkan indikator
perilaku responden, indikator perilaku diungkapkan melalui item-item, respon
jawaban subjek dapat diterima selama diberikan secara jujur dan
sungguh-sungguh. Hadi (2000) mengungkapkan skala psikologis dapat mengungkapkan
laporan diri (self report). Azwar (2010) juga mengemukakan bahwa metode skala
dapat menggambarkan aspek kepribadian individu, dapat merefleksikan diri yang
biasanya tidak disadari responden yang bersangkutan, responden tidak menyadari
arah jawaban ataupun kesimpulan yang diungkapkan pernyataan atau pertanyaan.
Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert. Pada model
penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable.
Pernyataan favourable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek
sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavourable merupakan pernyataan
negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu
skala persepsi dukungan organisasi dan skala kesejahteraan psikologis.
1. Skala Persepsi Dukungan Organisasi
Item-item skala persepsi dukungan organisasi dalam penelitian ini
Eisenberger (2002), yaitu penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan,
dukungan yang diterima dari atasan, dan keadilan prosedural.
Skala persepsi dukungan organisasi ini menggunakan lima pilihan
jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai),
STS (Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan
favourable dan unfavourable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut
[image:50.595.128.500.344.515.2]Blue Print dari skala persepsi dukungan organisasi :
Tabel 1. Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi
No. Aspek Favourable Unfavourable Total
1. Penghargaan
organisasi dan kondisi pekerjaan
1, 3, 5, 19 8, 10, 12, 22 8
2. Dukungan yang
diterima dari atasan
2, 4, 6, 20 13, 15, 17, 23 8
3. Keadilan procedural 7, 9, 11, 21 14, 16, 18, 24 8
Jumlah Total Item 12 12 24
2. Skala Kesejahteraan Psikologis
Item-item skala kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini disusun
berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989), yaitu penerimaan
diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan,
tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.
Skala kesejahteraan psikologis ini menggunakan lima pilihan jawaban,
(Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable
dan unfavourable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut Blue Print dari
[image:51.595.118.508.232.489.2]skala kesejahteraan psikologis :
Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis
No. Dimensi Favourable Unfavourable Total
1. Penerimaan diri 1, 3, 5, 37 19, 21, 23 7
2. Hubungan positif dengan
orang lain
2, 4, 6, 38 20, 22, 24 7
3. Otonomi 7, 9, 11, 25, 27, 29, 39 7
4. Penguasaan lingkungan 8, 10, 12, 26, 28. 30, 40 7
5. Tujuan hidup 13, 15, 17 31, 33, 35, 41 7
6. Pertumbuhan pribadi 14, 16, 18, 42 32, 34, 36 7
Jumlah Total Item 21 21 42
E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk
melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak
diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.
1. Validitas Alat Ukur
Menurut Shaughnessy, Zeichmeister, & Zeichmeister (2012) validitas
merupakan kebenaran suatu pengukuran, apakah item mengukur apa yang
ukur sebagai sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudnya untuk
diukur, artinya mengukur derajat fungsi suatu tes atau derajat kecermatan
suatu tes. Validitas yang digunakan adalah content validity dan construct
validity. Content validity merupakan validitas yang menggunakan langkah
telaah dan revisi item pertanyaan berdasarkan dari pendapat professional
(menggunakan professional judgement). Construct validity merupakan
validitas yang menggunakan dasar pikiran penerapan teori (Suryabrata, 2011).
Analisa construct validity menggunakan analisis faktor.
Uji analisis faktor diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyers-Olkin
(KMO), yaitu mengukur apakah sampel sudah cukup memadai. Menurut
Wibisono (2003) kriteria kesesuaian dalam pemakaian analisis faktor adalah
nilai KMO > 0,5 :
a. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat memuaskan
b. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan
c. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah
d. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup
e. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan
f. Jika harga KMO kurang dari 0,5 tidak dapat diterima.
Kemudian dilihat nilai Measure of Sampling Adequency (MSA)
dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan
koefisein korelasi parsialnya. Menurut Santoso (2002) angka MSA berkisar
antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk intepretasi
a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh
variabel yang lainnya.
b. Jika MSA lebih besar dari 0,5 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi
dan bisa dianalisis lebih lanjut.
c. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka variabel
tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel
lainnya.
Selanjutnya validitas kontrak dilihat berdasarkan nilai bobot faktor
(loading factor) yang menunjukan besarnya korelasi antara variabel awal dengan
faktor yang terbentuk. Dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai faktor
loadingnya lebih besar dari 0,5 (Santoso, 2002).
2. Uji Daya Beda Item
Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu
membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak
memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item
ini adalah dengan memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang
diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).
Pengujian daya beda item ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan suatu kriteria yang
relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi
Pearson Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi
ini akan menghasilkan ko