• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DI KALANGAN PERAWAT

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

PUTRA PRATAMA

101301100

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

Adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumber secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 25 Juni 2014

Putra Pratama

(3)

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis DikalanganPerawat Di Kota Medan

Putra Pratama dan Zulkarnain

ABSTRAK

Perawat merupakan ujung tombak pelayanan medis serta mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan pelayanan medis. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis, kesejahteraan psikologis perawat perlu diperhatikan. Kesejahteraan psikologis dapat dicapai jika adanya dukungan organisasi dalam memberikan pengalaman kerja positif kepada perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat. Subjek penelitian ini adalah 161 orang perawat yang bekerja di rumah sakit di kota Medan. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala persepsi dukungan organisasi menggunakan teori Eisenberger dan skala kesejahteraan psikologis menggunakan teori Carol D. Ryff. Data penelitian di analisis secara statistik dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan persepsi dukungan organisasi berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis yang memiliki korelasi sebesar 0.248** dengan p = 0.002. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua aspek persepsi dukungan organisasi yang berhubungan positif secara signikan dengan kesejahteraan psikologis yaitu aspek penghargaan organisasi dan kondisi perkerjaan (r = 0.184*,p = 0.20) serta aspek dukungan yang diterima dari atasan (r = 0.391**, p = 000). Aspek keadilan prosedural tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan psikologis (r = 0.014, p = 0.862).

(4)

Perceived Organizational Support and Psychological Well-Being Among Nurse In Medan

Putra Pratama and Zulkarnain

ABSTRACT

Nurse is a spearheading of medical care and has a great responsibility in providing medical care. In an effort to improve the quality of medical services, psychological well-being needs to be considered. Psychological well-being can be achieved if there is organizational support that provides positive works. This study aims to determine the relationship between perceived organizational support and psychological well-being among nurses. The subjects were 161 nurses who work in hospitals in Medan. The data collection method using perceived organizational support scale with Eisenberger theory and psychological well-being scale with Carol D. Ryff theory. The research data were statistically analyzed using the Pearson product moment. The result showed that perceived organizational support was positively related to psychological well-being with correlation 0.248** and p = 0.002. This study also showed that there were two aspects of perceived organizational support positively related to psychological well-being that is organizational reward and work condition (r = 0.184*,p = 0.20), and supervisor support (r = 0.391**, p = 000). Procedural fairness aspect do not show a significant correlation with psychological well being (r = 0.014, p = 0.862).

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan

rahmat dan hidayah-Nya serta salawat dan salam senantiasa dihadiahkan kepada

Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk cinta kita kepadanya. Segala bentuk

kemudahan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga skripsi yang berjudul

“Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis

Di kalangan Perawat” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

papa dan mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya dalam

membimbing peneliti selama ini dan selalu menjadi inspirasi dalam kehidupan

peneliti. Semoga Allah selalu senantiasa mencurahkan kebahagiaan kepada

keduanya di dunia maupun akhirat. Kepada kakak dan adik-adikku, peneliti

ucapkan terima kasih atas segala perhatian dan dukungannya. Semoga kita bisa

member yang terbaik untuk kedua orang tua tercinta.

Terselesaikannya penelitiam ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih dengan tulus dan

ikhlas kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog selaku dosen pembimbing skripsi.

Terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan, dan dukungan yang

(6)

proses pengerjaan penelitian membuat Bapak kesal. Semoga Allah selalu

membalas setiap kebaikan Bapak dengan pahala yang melimpah, Amin.

3. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc, M.A., psikolog sebagai dosen

pembimbing akademik. Terima kasih atas nasihat dan bimbingan yang

Ibu berikan selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi USU. Semoga

Allah memberikan balasan yang terbaik atas kebaikan Ibu selama ini.

4. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc, M.A., Psi dan Ibu Emmy Mariatin,

M.A., Ph.D., Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih karena telah

bersedia meluangkan waktunya untuk menguhi dan memberikan masukan

serta saran yang sangat berarti demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga

Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang dan nikmatNya yang tak

terbalas kepada Ibu.

5. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih

atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga penulis dapat

memanfaatkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya.

6. Seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan

banyak bantuan kepada penulis khususnya dalam hal administrasi.

7. Pihak rumah sakit, yaitu RSUP H. Adam Malik, RSU Dr. Pirngadi, dan

RSU Haji yang telah mengizinkan dan memudahkan peneliti dalam

mengambil data penelitian di ketiga rumah sakit tersebut.

8. Perawat rumah sakit yang telah bersedia membantu peneliti dalam

(7)

9. Kepada Rizqa, Arief, Fauji, Febri, Ichsan, Fadly, Dea yang telah

mendoakan dan memberikan dukungan kepada peneliti selama kuliah di

Fakultas Psikologi USU.

10.Kepada keluarga besar FORMASI Al-Qalb dan Pemerintahan Mahasiswa

Fakultas Psikologis USU yang telah bersama-sama berjuang dalam

menjalankan organisasi serta mendapatkan pengalaman yang sangat

berharga. Semoga pengalaman yang kita dapatkan selama ini dapat

menjadi bekal kita untuk mengabdi kepada dunia terutama kepada Allah

SWT.

11.Kepada teman-teman angkatan 2010 yang sama-sama berjuang di dalam

aktifitas perkuliah.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan

baik dari segi penyusunan maupun isinya, oleh sebab itu penulis terbuka

menerima kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 24 Juni 2014

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kesejahteraan Psikologis ... 9

(9)

2. Perspektif Kesejahteraan Psikologis ... 10

3. Dimensi Kesejahteraan Psikologis ... 13

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ... 17

B. Persepsi Dukungan Organisasi ... 19

1. Defenisi Persepsi Dukungan Organisasi ... 19

2. Aspek-aspek Persepsi Dukungan Organisasi ... 21

3. Manfaat Dukungan Organisasi ... 22

C. Perawat ... 23

D. Dinamika Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis ... 24

E. Hipotesis Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 29

1. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 29

(10)

D. Metode Pengambilan Data ... 30

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33

1. Validitas Alat Ukur ... 33

2. Uji Daya Beda Item ... 35

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 36

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36

a. Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 36

b. Skala Kesejahteraan Psikologis ... 38

F. Prosedur Penelitian ... 40

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 40

2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 41

3. Tahapan Pengolahan Data ... 41

G. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

(11)

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 44

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45

5. Gambaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan ... 45

B. Uji Asumsi ... 46

1. Uji Normalitas ... 46

2. Uji Linieritas ... 47

C. Hasil Utama Penelitian ... 48

1. Korelasi Antara Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 48

2. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik ... 49

a. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik Persepsi Dukungan Organisasi ... 49

b. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik Kesejahteraan Psikologis ... 50

c. Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 51

d. Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis ... 52

(12)

1. Korelasi Antara Aspek-Aspek Persepsi Dukungan Organisasi

Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 54

E. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

1. Saran Metodologis ... 60

2. Saran Praktis ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 32

Tabel 2 Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis ... 33

Tabel 3 Skala Persepsi Dukungan Organisasi Setelah Uji Coba ... 37

Tabel 4 Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 5 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 6 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ... 44

Tabel 7 Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 44

Tabel 8 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45

Tabel 9 Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan ... 45

Tabel 10 Hasil Uji Linieritas ... 48

Tabel 11 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment ... 49

Tabel 12 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik Persepsi Dukungan Organisasi ... 50

(14)

Tabel 14 Norma Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 52

Tabel 15 Kategorisasi Data Persepsi Dukungan Organisasi ... 52

Tabel 16 Norma Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis ... 53

Tabel 17 Kategorisasi Data Kesejahteraan Psikologis ... 53

(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Uji Normalitas Persepsi Dukungan Organisasi ... 46

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan

Psikologis Pada Saat Uji Coba ... 72

Lampiran B Reliabilitas Dan Uji Daya Beda Skala Persepsi Dukungan

Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis Pada Saat Uji Coba 85

Lampiran C Hasil Uji Normalitas, Linieritas, Dan Korelasi ... 89

Lampiran D Data Mentah Persepsi Dukungan Organisasi dan Kesejahteraan

(17)

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis DikalanganPerawat Di Kota Medan

Putra Pratama dan Zulkarnain

ABSTRAK

Perawat merupakan ujung tombak pelayanan medis serta mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan pelayanan medis. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis, kesejahteraan psikologis perawat perlu diperhatikan. Kesejahteraan psikologis dapat dicapai jika adanya dukungan organisasi dalam memberikan pengalaman kerja positif kepada perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat. Subjek penelitian ini adalah 161 orang perawat yang bekerja di rumah sakit di kota Medan. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala persepsi dukungan organisasi menggunakan teori Eisenberger dan skala kesejahteraan psikologis menggunakan teori Carol D. Ryff. Data penelitian di analisis secara statistik dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan persepsi dukungan organisasi berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis yang memiliki korelasi sebesar 0.248** dengan p = 0.002. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua aspek persepsi dukungan organisasi yang berhubungan positif secara signikan dengan kesejahteraan psikologis yaitu aspek penghargaan organisasi dan kondisi perkerjaan (r = 0.184*,p = 0.20) serta aspek dukungan yang diterima dari atasan (r = 0.391**, p = 000). Aspek keadilan prosedural tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan psikologis (r = 0.014, p = 0.862).

(18)

Perceived Organizational Support and Psychological Well-Being Among Nurse In Medan

Putra Pratama and Zulkarnain

ABSTRACT

Nurse is a spearheading of medical care and has a great responsibility in providing medical care. In an effort to improve the quality of medical services, psychological well-being needs to be considered. Psychological well-being can be achieved if there is organizational support that provides positive works. This study aims to determine the relationship between perceived organizational support and psychological well-being among nurses. The subjects were 161 nurses who work in hospitals in Medan. The data collection method using perceived organizational support scale with Eisenberger theory and psychological well-being scale with Carol D. Ryff theory. The research data were statistically analyzed using the Pearson product moment. The result showed that perceived organizational support was positively related to psychological well-being with correlation 0.248** and p = 0.002. This study also showed that there were two aspects of perceived organizational support positively related to psychological well-being that is organizational reward and work condition (r = 0.184*,p = 0.20), and supervisor support (r = 0.391**, p = 000). Procedural fairness aspect do not show a significant correlation with psychological well being (r = 0.014, p = 0.862).

(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological

Well-Being (Bradburn, 1969; Ryff, 1989). Ryff (1989) menyebutkan bahwa

kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan,

kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Ryff (1989) juga

mengatakan seseorang dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis ketika

dapat berfungsi positif secara psikologis. kesejahteraan psikologis memiliki enam

karakteristik seperti penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,

otonomi, tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan penguasaan terhadap

lingkungan.

Individu yang kesejahteraannya lebih tinggi akan lebih produktif dan

memiliki kesehatan mental serta fisik yang lebih baik dibandingkan dengan yang

kesejahteraannya rendah (Ryff & Singer, 2002; Aggarwal-Gupta, Vohra,

Bhatnagar, 2010). Kesehatan fisik karyawan memiliki pengaruh terhadap

kesejahteraan psikologis karyawan, dimana kesehatan fisik karyawan akan

meningkatkan kesehatan emosional sehingga karyawan dapat menghindar dari

pemikiran yang negatif dan meningkatkan produktivitasnya (Envick, 2012).

Karyawan yang memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi memperlihatkan

sikap yang lebih positif dan respon yang lebih baik terhadap berbagai situasi di

kehidupannya dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kesejahteraan yang

(20)

kesejahteraan psikologis yang rendah akan melihat kejadian yang netral atau

ambigu sebagai suatu ancaman (Seidlitz & Diener, 1993; Seidlitz, Wyer &

Diener, 1997; Aggarwal-Gupta, Vohra, Bhatnagar, 2010). Efek samping dari

kesejahteraan, individu memiliki jangkauan yang luas terhadap hasil yang dicapai

oleh organisasi, seperti absen, penurunan produktivitas, dan tingkat turnover yang

tinggi (Weiss, 1983; Guimaraes & Igbaria, 1992; Catwright & Cooper, 1997;

Peter & Irani, 2007).

Lingkungan tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan

psikologiskaryawan. Hasil penelitian Aguir & Burillo (2004) yang mengacu pada

pengaruh karakteristik professional dan lingkungan psikososial pekerjaan

memperlihatkan bahwa tuntutan psikologis yang tinggi meningkatkan

kemungkinan karyawan untuk memiliki kesehatan mental yang buruk. Dengan

demikian, dukungan dari organisasi sangat penting untuk meningkatkan dan

mempertahankan kesejahteraan psikologis pada karyawan. Selain itu, lingkungan

kerja yang positif akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan organizational

citizenship behavior (OCB) karyawan sehingga akan mengarahkan pada

kesejahteraan psikologis(Rastogi & Garg, 2011).

Persepsi karyawan terhadap dukungan yang diberikan oleh organisasi akan

menciptakan pengalaman kerja yang positif karena karyawan akan merasa

diperhatikan dan nyaman bekerja di perusahaan atau organisasi. Penelitian

menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang positif mempengaruhi kesejahteraan

(21)

dukungan organisasi merefleksikan komitmen organisasi terhadap karyawan

(Shore & Wayne, 1993).

Persepsi dukungan organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai

sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan

mereka (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa 1986; Foley, Ngo & Lui,

2005). karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya hanya karena ingin

memberikan pelayanan yang terbaik tetapi memerlukan dukungan dari organisasi

sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Karyawan yang

memberikan kontribusi yang baik mengharapkan imbalan yang sesuai dengan

kontribusi yang diberikannya, misalnya pembayaran yang sesuai dengan hasil

kerja, fasilitas yang mendukung, promosi kenaikan jabatan, dan bentuk

penghargaan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Dukungan organisasi berhubungan positif dengan kepuasan kerja,

komitmen karyawan, dan prestasi kerja serta berhubungan negatif dengan

turnover intentions karyawan (Randall, Cropanzano, Bormann, &Birjulin, 1999).

Karyawan yang memiliki persepsi positif terhadap dukungan organisasi dan

kepuasan kerja juga memperlihatkan hubungan positif dengan performa kerja

serta perilaku menolong (Miao, 2011). Persepsi dukungan organisasi akan

mengarahkan pada performa kerja ekstra pada karyawan. Performa karyawan

yang tinggi akan mengarahkan pada dukungan organisasi yang lebih baik

sehingga karyawan merasa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli

terhadap kesejahteraan karyawan (Chen, Eisenberg, Johnson, Sucharski, &

(22)

Sejalan dengan hal tersebut, persepsi dukungan organisasi yang rendah

dapat mengurangi keterlibatan karyawan, dan keterlibatan karyawan yang

berkurang dapat menyebabkan perlakuan yang lebih buruk bagi karyawan dan

dukungan dirasakan rendah (Eisenberger, Fasolo, & Davis-Lamastro 1990;

Yamaguchi, 2001). Ketika karyawan merasakan dukungan organisasi yang tinggi

maka akan mengarahkan karyawan untuk merasa menjadi bagian dari organisasi

dan bangga dengan organisasinya sehingga meningkatkan komitmen terhadap

organisasi (Aube, Rousseau, & Morin, 2007).

Rumah sakit sebagai institusi penyedia layanan kesehatan perlu

memberikan dukungan organisasi kepada tenaga kesehatannya terutama perawat.

Hal ini dikarenakan perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di

rumah sakit, karena jumlah waktu dan intensitas perawat dalam memberikan

pelayanan kesehatan relatif lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kesehatan

lainnya (Simbolon, 2012).

Perawat di rumah sakit bekerja dengan beberapa pengaturan yang

berbeda-beda dan memiliki jabatan serta tanggung jawab yang berberbeda-beda (Marquis &

Huston, 2009). Tugas dan tanggung jawab perawat yang diberikan sistem

perawatan kesehatan antara lain menilai kondisi fisik, psikologis, dan sosial

pasien, memberikan konsultasi kepada pasien mengenai rencana perawatan,

menilai hasil perawatan, serta bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya,

seperti terapis dan dokter (Lu, While, & Barriball, 2008).

Andriani (2004) mengatakan bahwa tugas pokok perawat dalam membantu

(23)

dari kematian menjadikan profesi perawat rentan mengalami stres kerja. Sejalan

dengan hal tersebut, kematian pasien dapat menjadi tekanan psikologis bagi

perawat sehingga akan mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya (Qiao, Li, &

Hu, 2011). Kondisi kerja dan beban kerja yang tinggi juga menjadi stressor yang

kuat pada perawat di lingkungan kerjanya (Pitaloka, 2011). Faktor-faktor yang

juga menyebabkan stres pada perawat adalah karakteristik organisasi seperti,

otonomi, mutasi, beban/tanggung jawab kerja, karier, dan interaksi perawat

(Saragih, 2008), imbalan jasa, lingkungan kerja, pengembangan karir, tim kerja,

dan aspek tugas (Simanjorang, 2009).

Tekanan yang dihadapi oleh perawat di rumah sakit dapat menyebabkan

perubahan fisik dan psikologis. Pada level fisik, berkali-kali berhadapan dengan

kondisi stres dapat meningkatkan ketegangan dan kelelahan. Secara psikologis

dapat menyebabkan perawat mengalami kecemasan, depresi, ketakutan, dan

kemarahan. Dampak negatif stres yang dialami oleh perawat dapat berupa

peningkatan absen, perilaku bermusuhan, dan agresi (Kingdon & Halvorsen,

2006).

Permasalahan yang dialami oleh perawat di rumah sakit akan menimbulkan

dampak negatif yang dirasakan oleh penerima layanan. Musanif (2007)

mengatakan bahwa perawat rumah sakit pemerintah dan puskesmas dilaporkan

bersikap kasar serta membentak-bentak pasien dan keluarganya. Untuk

meningkatkan kualitas dari pelayanan medis bergantung pada kesejahteraan

(24)

Burke, Koyuncu, & Fiksenbaum (2010) mengatakan bahwa kelelahan yang

dialami oleh perawat memperlihatkan perasaan positif yang buruk, kurangnya

kepuasan hidup dan kesejahteraan psikologis, dan terjadinya gejala psikosomatis

berhubungan dengan rendahnya dukungan yang diberikan oleh rumah sakit. Oleh

karena itu, persepsi perawat terhadap dukungan yang diberikan oleh rumah sakit

perlu ditingkatkan. Persepsi positif perawat terhadap dukungan organisasi dapat

dilihat dari pemberian gaji yang wajar, beban kerja yang seimbang, serta otonomi

yang memadai (Shumaila, Aslam, Sadaqat, Maqsood, & Nazir, 2012).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan

antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada

perawat.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan

antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada

perawat”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi

dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis dikalangan perawat.

Selanjutnya, dalam penelitian ini juga ingin diketahui hubungan aspek-aspek

(25)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dengan

memberikan informasi teoritis di bidang psikologi industri dan organisasi,

yaitu mengenai hubungan persepsi dukungan organisasi dengan

kesejahteraan psikologispada perawat.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumah

sakit mengenai pentingnya dukungan organisasi terhadap kesejahteraan

psikologispara perawat. Selanjutnya, dari penelitian ini juga akan diperoleh

gambaran mengenai tingkat kesejahteraan psikologis dan persepsi

dukungan organisasi para perawat.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini berisi:

1. BAB I : Pendahuluan

BAB ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

2. BAB II : Landasan teori

BAB ini memuat tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan

mendukung data penelitian, diantaranya adalah teori mengenai

(26)

3. BAB III : Metode Penelitian

Dalam BAB ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian,

definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode

pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian,

serta metode analisa data.

4. BAB IV : Analisa Data Dan Pembahasan

BAB ini membahas tentang gambaran umum subjek penelitian, uji

asumsi, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian, serta

pembahasan.

5. BAB V : Kesimpulan Dan Saran

Pada BAB ini dijelaskan mengenai kesimpulan yang didapatkan

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis dapat disebut dengan

psychological well being yang merupakan pencapaian penuh dari potensi

psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima

kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,

mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang

mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara

personal.

Menurut Ryff (1989) gambaran dari karakteristik seseorang yang

memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Roger mengenai

individu yang berfungsi secara penuh (fully functioning person), pandangan

Maslow mengenai aktualisasi diri (self-actualization), pandangan Jung

mengenai individuasi (individuation), konsep Allport mengenai maturasi

(maturation), dan konsep Erickson mengenai pencapaian individu pada

integrasi dibandingkan putus asa.

Bradburn (1969) menjelaskan bahwa kebahagiaan (happiness) merupakan

hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin

dicapai oleh setiap manusia. Ryff (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan

psikologis memiliki enam dimensi, yaitu penerimaan diri, memiliki hubungan

(28)

hidup, serta pertumbuhan pribadi. Selain itu, setiap dimensi dari kesejahteraan

psikologis menjelaskan tantangan yang berbeda yang harus dihadapi individu

untuk berusaha berfungsi positif (Ryff & Keyes, 1995).

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari kesejahteraan psikologis

adalah pencapaian potensi psikologis individu di mana individu

mengaktualisasikan potensi dirinya dan dapat berfungsi secara penuh serta

dapat menerima diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, berhubungan positif

dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan

lingkungan, dan terus tumbuh secara personal tanpa adanya perasaan negatif

di dalam diri individu.

2. Perspektif Kesejahteraan

Perspektif mengenai kesejahteraan dibagi menjadi dua macam, yaitu

hedonistik dan eudaimonik (Ryan & Deci, 2008). Perspektif yang pertama

adalah hedonistik yang menjelaskan kesejahteraan sebagai munculnya

perasaan positif dan tidak adanya perasaan negatif (Kahneman, Diener, &

Schwarz, 1999). Perspektif yang kedua adalah eudaimonik yang menjelaskan

bahwa kesejahteraan tidak terdiri dari memaksimalkan pengalaman positif dan

meminimalkan pengalaman negatif (Ryan & Deci, 2001) tetapi merujuk pada

hidup sepenuhnya atau memungkinkan seseorang untuk mengaktualisasikan

potensi dirinya (Ryan, Huta, & Deci, 2008).

Perspektif hedonistik berawal dari filsuf Yunani dan Epicurus yang

mengatakan ide dasar dari tujuan hidup adalah untuk mendapatkan

(29)

kebahagiaan) (McMahon, 2006). Pendekatan hedonistik pada kesejahteraan

diasosiasikan dengan kesejahteraan subjektif (Subjective well-being)

(Kahneman, Diener, & Schwarz, 1999). Kesejahteraan subjektif mempunyai

dua elemen, yaitu keseimbangan afektif (Affective Balance), yang didapatkan

melalui pengurangan frekuensi perasaan negatif daripada perasaan positif, dan

persepsi kepuasan hidup (Perceived Life Satisfaction) yang merupakan

komponen kognitif yang lebih baik dan lebih stabil (Lucas, Diener, & Suh,

1996). Meskipun keseimbangan afektif dan kepuasan hidup menyiratkan

waktu yang berbeda dari kesejahteraan subjektif, seperti kepuasan hidup yang

merupakan penilaian keseluruhan dari kehidupan, dan keseimbangan afektif

yang membuat acuan mengenai frekuensi perasaan yang menyenangkan dan

tidak menyenangkan dari pengalaman langsung (Keyes, Shmotkin, & Ryff,

2002). hal ini dapat dipahami sebagai konsep yang berhubungan dengan

perspektif hedonistik (Vazquez, 2009).

Perspektif eudaimonik pada awalnya diperkenalkan dari filosofi

aristoteles mengenai kebahagiaan dalam Nicomachian Ethics (Broadie &

Rowe, 2002). Aristoteles mengatakan manusia hidup berdasarkan daimon,

yang merupakan ide atau kriteria kesempurnaan bahwa seseorang berharap

dan memberikan makna dalam kehidupannya. Semua usaha untuk kehidupan

didasari oleh daimon dan dalam memenuhi serta mendapatkan potensi penuh

diperkirakan akan menimbulkan keadaan optimal, yang dinamakan

eudaimonia (Avia & Vazquez, 1998). Eudaimonik menetapkan bahwa

(30)

serta menyiratkan komitmen penuh dimana manusia merasa hidup dan nyata

(Waterman, 1993). Ryff sebagai tokoh dalam perspektif eudaimonik yang

paling penting mengajukan istilah kesejahteraan psikologis untuk

membedakan dari konsep kesejahteraan subjektif yang memiliki kekhasan

konsep hedonistik. Ryff mencoba untuk mengatasi batasan dan

mendefinisikan kesejahteraan sebagai pengembangan potensi nyata manusia

(Ryff, 1995). Kebahagian atau kesejahteraan psikologis bukan motivasi utama

dari manusia melainkan hasil dari menjalani hidup dengan baik (Ryff &

Keyes, 1995; Ryff & Singer, 1998).

Teori self-determination juga berhubungan dengan ide eudaimonia dan

realisasi diri sebagai aspek utama untuk menjelaskan kesejahteraan (Ryan &

Deci, 2000). Teori ini berdasarkan salah satu premis dasar humanis, dimana

kesejahteraan merupakan konsekuensi utama dari fungsi psikologis yang

optimal. Teori self-determination mengatakan bahwa fungsi psikologis yang

sehat menyiratkan kepuasan yang memadai tiga kebutuhan dasar psikologis,

yaitu otonomi, kompetensi dan keterkaitan, dan sistem tujuan yang sama dan

terarah (Ryan & Deci, 2000). Komponen pertama, pemuasan kebutuhan dasar

terdiri dari mempertahankan keseimbangan hidup dimana menjamin kepuasan

yang memadai di setiap area secara bebas. Komponen kedua, untuk

mengembangkan kesejahteraan eudaimonik setiap manusia perlu untuk

menetapkan tujuan. Contohnya, tujuan ini seharusnya bersifat intrinsik

(31)

berdasarkan nilai dan ketertarikan dirinya serta kebutuhan dasar psikologisnya

(Vazquez & Hervas, 2008).

Kebutuhan dasar psikologis yang diajukan oleh teori self-determination

hampir bertepatan dengan dimensi otonomi, penguasaan lingkungan, dan

hubungan dengan orang lain dari model kesejahteraan psikologis Ryff

meskipun ada perbedaan konseptual antara kedua model ini (Lent, 2003).

Berdasarkan teori self-determination, pemenuhan kebutuhan dasar psikologis

meningkatkan kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan psikologis (Ryan &

Deci, 2001). Perspektif eudaimonik fokus pada konten dari kehidupan dan

proses kehidupan yang baik, dimana perspektif hedonik fokus pada hasil yang

spesifik, yaitu mendapatkan perasaan positif serta tidak hadirnya perasaan

negatif dan juga perasaan menyeluruh mengenai kepuasan hidup. Dapat

dikatakan kedua model ini mempunyai cara yang berbeda untuk mencapai

kebahagiaan (Seligman, 2002).

3. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis mempunyai

enam dimensi, yaitu:

a) Self acceptance (penerimaan diri), merupakan dimensi yang menekankan

pada penerimaan terhadap diri sendiri dan masa lalu. Individu yang

memiliki sikap positif terhadap dirinya memperlihatkan fungsi psikologis

yang positif. Dimensi ini merupakan ciri-ciri utama kesehatan mental dan

juga karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan

(32)

kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut

memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan

kehidupan yang dijalaninya. Individu yang memiliki penerimaan diri

yang baik ditandai dengan bersipak positif terhadap diri sendiri,

mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik

positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa

lalu. Demikian sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan

diri yang kurang baik akan memunculkan perasaan tidak puas terhadap

diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan

mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.

b) Positive relation with others (berhubungan positif dengan orang lain),

merupakan dimensi yang menekankan pada pentingnya kehangatan,

hubungan saling percaya, dan bersahabat dengan orang lain. Dimensi ini

berulang kali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep

kesejahteraan psikologis karena pentingnya menjalin hubungan saling

percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan

pada kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang memiliki

nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan hubungan yang hangat,

memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai

rasa empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang

rendah pada dimensi ini mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain

dan sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan

(33)

c) Autonomy (otonomi), merupakan dimensi yang menekankan pada

kemandirian, kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan

evaluasi dari dalam diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang

yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini mampu menolak

tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara

tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal.

Sebaliknya, individu yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini akan

memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan

berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung konformis.

d) Enviromental mastery (penguasaan lingkungan), merupakan kemampuan

individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan

diri sendiri dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri. Seseorang

yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai

kemampuan dalam menghadapi kejadian di luar dirinya. Hal ini yang

dimaksud dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan

sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi yang dianut dan

mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara kreatif melalui aktifitas

fisik maupun mental. Sebaliknya seseorang yang memiliki nilai rendah

dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur

kehidupan sehari-hari dan kurang control terhadap lingkungan di luar

dirinya.

e) Purpose in life (tujuan hidup), merupakan keyakinan bahwa individu

(34)

ingin dicapai serta mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan

ciri-ciri dari tujuan hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi

dalam dimensi ini mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, memiliki

perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian,

memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan memiliki

target yang ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya, seseorang yang

memiliki nilai rendah dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa

tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya

manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai

kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti.

f) Personal growth (pertumbuhan pribadi), merupakan kemampuan untuk

mengembangkan potensi diri dan terus berkembang secara positif

sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh. Dimensi ini

dibutuhkan oleh seseorang agar dapat berfungsi optimal secara

psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya

kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan

terhadap pengalaman baru. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi

dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat

diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang

terdapat dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan

tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang memiliki

nilai yang rendah dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan

(35)

perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan dan tidak tertarik

dengan kehidupan yang dijalaninya.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Ip (2008) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kesejahteraan karyawan di tempat kerja yaitu :

a) Karakteristik pekerjaan (Job characteristic) : design dan struktur

pekerjaan secara signifikan dapan mempengaruhi kesejahteraan karyawan

di tempat kerja. Design pekerjaan yang baik dapat memberikan karyawan

tiga keuntungan, yaitu pengalaman yang bermakna pada pekerjaannya,

pengalaman bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaan, dan

pengetahuan terhadap hasil kerja.

b) Peran pekerjaan (Job roles): peran pekerjaan menentukan batas tanggung

jawab yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan kepada

karyawan dalam proses produksi dan sebagai dasar pertanggungjawaban

karyawan atas kinerjanya. Peran pekerjaan yang jelas memungkinkan

karyawan untuk lebih memahami tanggung jawab mereka dan tugas-tugas

yang diminta kepada mereka. Peran yang tidak jelas sering memicu

konflik peran, ketegangan kerja, dan ketidakharmonisan sehingga

mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan karyawan. Pertimbangan yang

lebih besar dalam memberikan peran pekerjaan berkorelasi dengan

(36)

c) Keadilan organisasi (Organizational Justice): karyawan di dalam

organisasi memperhatikan mengenai keadilan. Mereka memperhatikan

hasil dari keadilan dan prosedur yang dilakukan oleh organisasi dalam

memberikan keadilan. Persepsi karyawan bahwa mereka diperlakukan

dengan adil akan mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap

perlakuan dan keputusan organisasi. Hasil dari keadilan mengacu pada

kewajaran hasil masukan dari pekerjaan mereka dibanding dengan hasil

pekerjaan karyawan lain. Dengan demikian, hasil dari keadilan

merupakan semacam keadilan distributif. Prosedur dalam memberikan

keadilan fokus pada keadilan dalam proses pengambilan keputusan atau

prosedur manajerial lainnya. Hasil dan prosedur dalam memberikan

keadilan yang positif mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan.

Persepsi mengenai hasil dari ketidakadilan akan menurunkan kepuasan

terhadap gaji dan akan merugikan kepuasan kerja karyawan.

d) Kesesuaian karyawan dengan pekerjaannya (Person-organization fit):

tingkat kesesuaian antara karakter karyawan dan karakter dari organisasi.

Ciri-ciri kepribadian, sikap, keyakinan, nilai-nilai, preferensi, dan

kepentingan karyawan berada di satu sisi serta tujuan, norma, budaya dan

tradisi, iklim organisasi berada di sisi lainnya. Ketika karakter kedua

belah pihak sesuai, maka kesesuaian akan terjadi. Kesesuaian akan

menghasilkan hubungan kerja yang lebih harmonis dan perilaku yang

menghasilkan hasil yang positif. Kesesuaian nilai dan tujuan mewakili

(37)

kesejahteraan karyawan. Kesesuaian nilai antara karyawan dan organisasi

merupakan hal penting karena nilai-nilai organisasi berada pada inti dari

budaya organisasi yang mempengaruhi nilai karyawan.

e) Konflik pekerjaan – keluarga (Work – family conflict): tempat kerja yang

memiliki tingkat stres yang tinggi merupakan salah satu sumber penting

dari stres yang terjadi dari ketegangan yang tercipta antara tuntutan

pekerjaan dan anggota keluarga. Konflik pekerjaan – keluarga mengacu

pada konflik antara tanggung jawab peran di tempat kerja dan anggota

keluarga. Akibat dari konflik ini, tingkat kepuasan kerja dan kehidupan

karyawan menurun. Konflik ini juga bertanggung jawab terhadap perilaku

absen, keterlambatan, dan turnover.

f) Perilaku kewargaan organisasi (Organization citizenship behavior) :

perilaku karyawan yang memberikan keuntungan di dalam organisasi

yang berkontribusi terhadap keberhasilan organisasi dengan menciptakan

hubungan saling mendukung dan kooperatif, kepercayaan, dan

keterlibatan aktif di tempat kerja. Perilaku ini mencakup perilaku saling

membantu, pengambilan peran lebih di antara karyawan.

B. Persepsi Dukungan Organisasi

1. Definisi Persepsi Dukungan Organisasi

Persepsi dukungan organisasi didasari oleh alasan bahwa karyawan

mengembangkan keyakinan mengenai seberapa besar penghargaan dan

(38)

Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986). Menurut Rhoades dan Eisenberger

(2002) persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan

mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli pada

kesejahteraan mereka. Jika karyawan menganggap bahwa dukungan

organisasi yang diterimanya tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan

keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka dan

kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap

organisasi tersebut.

Selanjutnya, Erdogan dan Enders (2007) mengatakan persepsi dukungan

organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai kepedulian organisasi

terhadap karyawan, menghargai usaha yang dilakukan karyawan, dan

menyediakan pertolongan serta dukungan kepada karyawan. Persepsi

dukungan organisasi dipengaruhi oleh perlakuan organisasi kepada karyawan

dan hal ini dapat mempengaruhi interpretasi mereka mengenai motivasi

organisasi (Tansky & Cohen, 2001).

Persepsi dukungan organisasi akan mempengaruhi ekspektasi karyawan

terhadap organisasi pada berbagai situasi, seperti ketelitian dalam

melaksanakan tanggung jawab pekerjaan, mengekspresikan perasaan,

komitmen terhadap organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, Sowa,

1986). Rhoades dan Eisenberger (2002) menemukan bahwa persepsi

dukungan organisasi mempunyai hubungan negatif dengan keamanan kerja,

ambiguitas peran, suasana ditempat kerja, dan tekanan psikologis secara

(39)

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari persepsi dukungan

organisasi adalah persepsi karyawan mengenai seberapa besar penghargaan,

kepedulian, dan perlakuan organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya

yang akan mempengaruhi interpretasi karyawan terhadap organisasi.

2. Aspek - Aspek Persepsi Dukungan Organisasi

Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), ada tiga aspek persepsi

dukungan organisasi, yaitu :

a) Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan (Organizational reward

and working condition): penghargaan dan kondisi pekerjaan yang

menyenangkan memiliki hubungan yang positif dengan persepsi dukungan

organisasi, seperti mengizinkan karyawan untuk mengembangkan

kemampuannya, otonomi mengenai bagaimana pekerjaan dilakukan, dan

pengakuan dari atasan. Bentuk penghargaan organisasi yang diterima oleh

karyawan dari organisasi dapat berupa gaji, tunjangan, bonus, promosi,

pelatihan/pengembangan diri. Salah satu bentuk dukungan organisasi

terhadap karyawannya adalah kondisi kerja yang nyaman dan aman bagi

karyawan.

b) Dukungan yang diterima dari atasan (support received from supervisor):

merupakan keyakinan karyawan bahwa atasan peduli terhadap

karyawannya dan menghargai kontribusi mereka. Atasan sebagai wakil

organisasi bertanggung jawab dan secara berkelanjutan mengevaluasi

(40)

karyawan, sehingga menyebabkan karyawan melihat perlakuan dari atasan

mereka sebagai bentuk dukungan organisasi.

c) Keadilan prosedural (procedural justice): melibatkan kebijakan organisasi

formal yang adil dan prosedur dalam mendistribusikan sumber daya yang

ada dalam organisasi. Terjadinya keadilan dalam membuat keputusan

mengenai distribusi sumber daya akan memiliki pengaruh yang kuat

terhadap dukungan organisasi yang dirasakan karyawan yang

diperlihatkan dengan adanya perhatian pada kesejahteraan karyawan.

Terdapat dua aspek keadilan prosedural, yaitu Keadilan struktural dan

prosedural yang menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan

pendistribusian sumber daya manusia diantara karyawan, keadilan yang

berkaitan dengan aturan-aturan formal dan kebijakan bagi karyawan, serta

keadilan dalam penerimaan informasi yang akurat. Kemudian, Keadilan

sosial yang dapat disebut juga keadilan interaksional, karena hal ini

berkaitan dengan cara organisasi memperlakukan karyawan dengan

hormat dan bermartabat.

3. Manfaat Dukungan Organisasi

Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002), berdasarkan norma timbal

balik, dukungan organisasi memiliki beberapa manfaat, yaitu:

a) Dukungan organisasi akan menghasilkan kewajiban untuk peduli terhadap

kesejahteraan organisasi pada karyawan dan membuat karyawan bekerja

(41)

b) Kepedulian, persetujuan, dan penghormatan yang dinyatakan sebagai

dukungan organisasi akan memenuhi kebutuhan sosioemosional karyawan

dan menyebabkan karyawan menggabungkan keanggotaannya ke dalam

organisasi serta menjadikan status peran mereka di dalam organisasi

menjadi identitas sosial mereka.

c) Dukungan organisasi akan memperkuat keyakinan bahwa pengakuan

organisasi dan penghargaan dari organisasi terhadap usaha dan loyalitas

karyawan akan meningkatkan performa (contohnya, performa akan

menghasilkan ekspektasi terhadap penghargaan).

C. Perawat

Sebagai pekerja, perawat merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di

rumah sakit atau klinik karena jumlah waktu dan intensitas memberikan

pelayanan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan profesi medis lainnya.

Menurut Elis & Hartley (1980) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat

dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan lanjut usia. Sebagian besar

perawat adalah pegawai rumah sakit, perawat merupakan tenaga kesehatan yang

dominan di rumah sakit baik dari segi jumlah maupun keberedaannya dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, perawat mempunyai hubungan

langsung dengan pasien (Praptiningsih, 2006).

Kalangan Profesi keperawatan telah menetapkan lingkup tugas

keperawatan yaitu dengan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan

keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,

(42)

Sedangkan yang menyangkut tindakan keperawatan meliputi intervensi

keperawatan, observasi serta konseling kesehatan. Hal inilah yang menjadi

kewenangan profesional yang melekat dalam diri perawat (Yahmono, 2000).

D. Dinamika Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian

penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat

menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,

mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang

mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal.

Selanjutnya, Sirgy, Reilly, Wu, dan Efraty (2008) menjelaskan bahwa

lingkungan kerja menjadi tempat pertemuan sosial untuk berbincang, bertukar

pikiran, bertemu dan bertukar pengalaman dengan rekan-rekan kerja. Hal ini tentu

saja menjelaskan bahwa karyawan tidak lepas dari keadaan sosial atau hubungan

interpersonal yang dapat mempengaruhi performanya dalam bekerja. Lingkungan

kerja yang sehat akan memunculkan perasan positif pada karyawan sehingga

karyawan akan lebih bahagia dan produktif (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002).

Hasil penelitian Ryff & Keyes (1995) memperlihatkan pengalaman kerja

yang positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Rhoades dan

Eisenberger (2002) juga menjelaskan penghargaan organisasi dan kondisi

pekerjaan merupakan aspek yang mempengaruhi pengalaman kerja. Keyakinan

karyawan mengenai penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap

kesejahteraan karyawannya mempengaruhi persepsi dukungan organisasi

(43)

Perilaku mendukung dari organisasi menyebabkan karyawan

menyimpulkan bahwa organisasi bangga dengan prestasi mereka dan percaya

kepada mereka untuk melakukan tugasnya dengan baik sehingga meningkatkan

perasaan kompetensi dan bernilai pada karyawan (Eisenberger, Armeli,

Rexwinkel, Lynch, & Rhoades, 2001). Pengalaman kerja yang memberikan

makna terhadap kehidupan individu berkontribusi terhadap kesejahteraan

karyawan dengan memenuhi berbagai kebutuhan mereka (McGregor & Little,

1998). Persepsi terhadap dukungan mendorong emosi positif karyawan dan

berhubungan dengan kesejahteraan psikologis mereka (Ryff & Singer, 1998).

Karyawan yang merasa didukung oleh organisasi berhubungan positif dengan

kepuasan hidup yang lebih besar (Richardsen, Burke, & Mikkelsen, 1999).

Keyes, Hysom, dan Lupo (2000) mengatakan bahwa kesejahteraan

psikologis karyawan dapat ditingkatkan dengan atasan yang efektif. Atasan yang

bertindak efektif akan menghasilkan kepercayaan dan emosi positif pada

karyawannya, dengan memberikan otonomi yang besar dalam melakukan

pekerjaannya serta memberikan kesempatan kepada karyawan untuk

mengembangkan kualitas (Keyes, Hysom, & Lupo, 2000). Perilaku atasan yang

mendukung meningkatkan kesejahteraan karyawan dan membantu melindungi

karyawan dari ketegangan, depresi, kelelahan emosional, dan gangguan kesehatan

(Greller, Parsons, & Mitchell, 1992). Dukungan atasan dan kebijakan yang

berhubungan dengan keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan meningkatkan

kontrol kerja dan personal yang dirasakan karyawan serta mengurangi depresi

(44)

kesejahteraan psikologis melalui makna pekerjaan, peran yang jelas, serta

kesempatan untuk mengembangkan diri (Nielsen, Randall, Yarker, & Brenner,

2008).

Teori self-determination telah memperlihatkan bahwa otonomi

meningkatkan peran penting lingkungan dalam memberikan kontribusi bagi

kesejahteraan psikologis, harga diri, kepuasan hidup, dan inisiatif karyawan

(O’Connor & Vallerand, 1994). Sejauh mana karyawan merasa bahwa mereka

memiliki otonomi dan kontrol dalam melakukan pekerjaannya secara signifikan

berhubungan dengan kepuasan kerja, prestasi pribadi, kinerja, ketegangan yang

berhubungan dengan pekerjaan, dan intensi turnover (Greenberger, Strasser,

Cummings, & Dunham, 1989a). Bond, Flaxman, & Bunce (2008) menemukan

bahwa otonomi kerja efektif dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan

terutama bagi karyawan yang memiliki fleksibilitas psikologis.

Sumber daya pekerjaan seperti otonomi, pemanfaatan keterampilan,

pengembangan professional, dan dukungan sosial terbukti berhubungan dengan

kesejahteraan individu, seperti keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan kesehatan

(Halbesleben, 2010). Jika karyawan merasa bahwa mereka sedang diperlakukan

dengan adil, mereka lebih cenderung untuk mengembangkan perilaku dan sikap

positif terhadap pekerjaan mereka. misalnya, keadilan distributif merupakan

faktor pendukung kepuasan kerja atau kesejahteraan di tempat kerja (McFarlin &

Rice, 1992). Dukungan emosi memiliki pengaruh paling kuat terhadap

(45)

2000). Persepsi dukungan organisasi efektif untuk memenuhi kebutuhan

emosional akan persetujuan, penghargaan, dan rasa keterikatan, serta memiliki

dampak positif terhadap kesejahteraan karyawan dan juga mengurangi

kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Eisenberger, Huntington,

Hutchison, & Sowa, 1986).

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah ada hubungan positif antara persepsi dukungan organisasi dengan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional

adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan

dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien

korelasi (Suryabrata, 2003). Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui hubungan

persepsi dukungan organisasi terhadap kesejahteraan psikologis pada perawat.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini antara lain :

 Variabel bebas : Persepsi Dukungan Organisasi

 Variabel tergantung : Kesejahteraan Psikologis

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional variabel – variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Persepsi Dukungan Organisasi

Persepsi karyawan mengenai seberapa besar organisasi menilai kontribusi

mereka dan peduli pada kesejahteraan mereka. Persepsi dukungan organisasi

diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek seperti yang

dikemukakan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002), yaitu penghargaan organisasi

dan kondisi pekerjaan, dukungan yang diterima dari atasan, dan keadilan

(47)

dukungan organisasi adalah positif. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala

maka persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi adalah negatif.

2. Kesejahteraan Psikologis

Penilaian karyawan terhadap dirinya atas pengalaman-pengalaman hidup

sebagai bentuk realisasi potensi diri dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan

psikologis diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan dimensi seperti

yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes (1995), yaitu penerimaan diri, hubungan

positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan

pertumbuhan pribadi. Semakin tinggi skor pada aspek-aspek tersebut maka

semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh individu.

Sebaliknya, semakin rendah skor pada aspek-aspek tersebut maka semakin rendah

pula kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh individu.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan sejumlah orang dari

populasi untuk dijadikan subjek penelitian yang disebut sebagai sampel.

Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai

minimal satu sifat yang sama atau ciri–ciri yang sama. Sampel merupakan

sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari

jumlah populasi dan harus mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi

yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah

(48)

menjangkau populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian perawat dari

populasi yang dijadikan subjek penelitian. Karakteristik dari sampel penelitian

ini adalah :

 Perawat pria dan wanita yang bekerja di rumah sakit.

 Memiliki masa kerja di atas 1 tahun. Perawat dianggap telah

memahami dan beradaptasi denga nilai-nilai, tujuan, dan aturan

dalam organisasi.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel

dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang

sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar

diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwanti,

1994).

Teknik sampling yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling. Teknik

ini digunakan untuk penelitian yang mengutamakan tujuan penelitian. Subjek

dipilih sesuai dengan ciri-ciri yang mewakili satu populasi tertentu (Silalahi,

2009). Sampel diambil sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.

D. METODE PENGAMBILAN DATA

Metode pengambilan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Metode pengambilan data yang digunakan

(49)

pengumpulan data melalui tulisan-tulisan tentang pertanyaan atau pernyataan

untuk mengukur variabel tertentu.

Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu stimulus

berupa pernyataan ataupun pertanyaan yang dapat mengungkapkan indikator

perilaku responden, indikator perilaku diungkapkan melalui item-item, respon

jawaban subjek dapat diterima selama diberikan secara jujur dan

sungguh-sungguh. Hadi (2000) mengungkapkan skala psikologis dapat mengungkapkan

laporan diri (self report). Azwar (2010) juga mengemukakan bahwa metode skala

dapat menggambarkan aspek kepribadian individu, dapat merefleksikan diri yang

biasanya tidak disadari responden yang bersangkutan, responden tidak menyadari

arah jawaban ataupun kesimpulan yang diungkapkan pernyataan atau pertanyaan.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert. Pada model

penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable.

Pernyataan favourable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek

sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavourable merupakan pernyataan

negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu

skala persepsi dukungan organisasi dan skala kesejahteraan psikologis.

1. Skala Persepsi Dukungan Organisasi

Item-item skala persepsi dukungan organisasi dalam penelitian ini

(50)

Eisenberger (2002), yaitu penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan,

dukungan yang diterima dari atasan, dan keadilan prosedural.

Skala persepsi dukungan organisasi ini menggunakan lima pilihan

jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai),

STS (Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan

favourable dan unfavourable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut

[image:50.595.128.500.344.515.2]

Blue Print dari skala persepsi dukungan organisasi :

Tabel 1. Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi

No. Aspek Favourable Unfavourable Total

1. Penghargaan

organisasi dan kondisi pekerjaan

1, 3, 5, 19 8, 10, 12, 22 8

2. Dukungan yang

diterima dari atasan

2, 4, 6, 20 13, 15, 17, 23 8

3. Keadilan procedural 7, 9, 11, 21 14, 16, 18, 24 8

Jumlah Total Item 12 12 24

2. Skala Kesejahteraan Psikologis

Item-item skala kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini disusun

berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989), yaitu penerimaan

diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan,

tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

Skala kesejahteraan psikologis ini menggunakan lima pilihan jawaban,

(51)

(Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable

dan unfavourable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut Blue Print dari

[image:51.595.118.508.232.489.2]

skala kesejahteraan psikologis :

Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis

No. Dimensi Favourable Unfavourable Total

1. Penerimaan diri 1, 3, 5, 37 19, 21, 23 7

2. Hubungan positif dengan

orang lain

2, 4, 6, 38 20, 22, 24 7

3. Otonomi 7, 9, 11, 25, 27, 29, 39 7

4. Penguasaan lingkungan 8, 10, 12, 26, 28. 30, 40 7

5. Tujuan hidup 13, 15, 17 31, 33, 35, 41 7

6. Pertumbuhan pribadi 14, 16, 18, 42 32, 34, 36 7

Jumlah Total Item 21 21 42

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk

melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak

diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.

1. Validitas Alat Ukur

Menurut Shaughnessy, Zeichmeister, & Zeichmeister (2012) validitas

merupakan kebenaran suatu pengukuran, apakah item mengukur apa yang

(52)

ukur sebagai sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudnya untuk

diukur, artinya mengukur derajat fungsi suatu tes atau derajat kecermatan

suatu tes. Validitas yang digunakan adalah content validity dan construct

validity. Content validity merupakan validitas yang menggunakan langkah

telaah dan revisi item pertanyaan berdasarkan dari pendapat professional

(menggunakan professional judgement). Construct validity merupakan

validitas yang menggunakan dasar pikiran penerapan teori (Suryabrata, 2011).

Analisa construct validity menggunakan analisis faktor.

Uji analisis faktor diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyers-Olkin

(KMO), yaitu mengukur apakah sampel sudah cukup memadai. Menurut

Wibisono (2003) kriteria kesesuaian dalam pemakaian analisis faktor adalah

nilai KMO > 0,5 :

a. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat memuaskan

b. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan

c. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah

d. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup

e. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan

f. Jika harga KMO kurang dari 0,5 tidak dapat diterima.

Kemudian dilihat nilai Measure of Sampling Adequency (MSA)

dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan

koefisein korelasi parsialnya. Menurut Santoso (2002) angka MSA berkisar

antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk intepretasi

(53)

a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh

variabel yang lainnya.

b. Jika MSA lebih besar dari 0,5 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi

dan bisa dianalisis lebih lanjut.

c. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka variabel

tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel

lainnya.

Selanjutnya validitas kontrak dilihat berdasarkan nilai bobot faktor

(loading factor) yang menunjukan besarnya korelasi antara variabel awal dengan

faktor yang terbentuk. Dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai faktor

loadingnya lebih besar dari 0,5 (Santoso, 2002).

2. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu

membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak

memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item

ini adalah dengan memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang

diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda item ini dilakukan dengan komputasi koefisien

korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan suatu kriteria yang

relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi

Pearson Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi

(54)

ini akan menghasilkan ko

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi
Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis
Tabel 3. Skala Persepsi Dukungan Organisasi Setelah Uji Coba
Tabel 4. Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

.HWLJD SDQGDQJDQ KLGXS 3DQFDVLOD GLUXPXVNDQ GDODP NHVDWXDQ OLPD VLOD \DQJ PDVLQJPDVLQJ PHQJXQJNDSNDQ QLODL IXQGDPHQWDOGDQVHNDOLJXVPHQMDGLOLPDDVDV RSHUDVLRQDO GDODP PHQMDODQL

Kalus dengan tekstur remah menunjukkan bahwa untuk inisiasi kalus mata tunas rimpang jahe merah pada konsentrasi sukrosa 20- 50 g/l sudah mampu untuk membentuk tekstur

43 tahun 2007 dijelaskan bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban; (1) menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di daerah, (2)

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP TANAH DAN BANGUNAN RUMAH SEBAGAI.. PERSEDIAAN DAN PENGARUHNYA PADA LAPORAN KEUANGAN

memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak- anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara

Dari sisi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dalam

DAN PR.ESTAS1 PtKADEMTS STSWA SEKOT,AH DASAR.. TIT YOGYARARTA

Yūsuf al - Qardāwī dalam menyatakan konsep kebajikan yang dianjurkan oleh Islam adalah dengan mempamerkan kelembutan terhadap orang yang lemah dalam kalangan non