PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT KOTA TAMBANG
MINYAK “PERTAMA” PANGKALAN BRANDAN
(Periode 1980 - 2014)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1)
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
DisusunOleh:
Rospita Linda. H
100901021
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Perubahan sosial adalah suatu keniscayaan tidak terkecuali pada masyarakat kota Pangkalan Brandan. Pangkalan Brandan yang dulunya merupakan tonggak lahirnya industri migas pertama di Indonesia karena di kawasan inilah awal minyak ditemukan hingga menjadi tempat dari cikal bakal Pertamina. Hingga pengusahaan minyak tersebut berkembang dalam dua jurus pertama domestik yaitu keuntungan nasional terkhusus regional dan kedua ekspor yang dilandasi ekspektasi keuntungan yang lebih menjanjikan. Kehadiran pertambangan tersebut memberi kontribusi baik secara langsung bagi para pekerja maupun tidak langsung yaitu bagi pihak dari bagian multiple effect. Akan tetapi, seiring dengan perjalanan waktu, masyarakat kota Pangkalan Brandan harus menghadapi tantangan dengan menyurutnya peran migas. Penutupan kilang minyak akibat sifat minyak bumi sebagai SDA yang tidak dapat diperbaharui membuat masyarakat harus menerima segala perubahan yang terjadi bagi para pekerja maupun yang di-PHK serta yang menerima imbas dari side effect. Keadaan tersebut merupakan kondisi paradoksal karena di satu sisi Pangkalan Brandan merupakan tempat kelahiran migas Indonesia tetapi di sisi lain kenyataan akan menurunnya peran migas juga tidak terhindarkan. Oleh sebab itu, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah proses perubahan sosial masyarakat kota tambang minyak “pertama”Pangkalan Brandan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan paradigma kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di kota Pangkalan Brandan, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah keseluruhan pihak yang diperhitungkan untuk menjadi subjek penelitian yaitu informan kunci yang terdiri dari dinas perindustrian dan peradgangan, pensiunan Pertamina, pegawai Pertamina dan tokoh masyarakat dan yang menjadi informan biasa adalah perwakilan dari etnis tionghoa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi partisispasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan sumber data sekunder. Terakhir, interpretasi data disajikan dalam bentuk laporan dari hasil penelitian tersebut.
Hasil studi penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perubahan sosial yang terjadi adalah sebagai berikut: Pertama; perubahan mata pencaharian, dulu dominasi yang digeluti kecendrungan di industri pertambangn sekarang berubah ke sektor formal, informal serta investasi lahan pertanian/perkebunan.
Kedua; kesempatan kerja, dulu besar peluang untuk bekerja di UP I sekarang
hampir tidak ada kecuali non-pertambangan. Ketiga; perubahan gaya hidup, dulu hedonis merupakan ciri dari kehidupan pegawai Pertamina dan dominan bersosialisasi di dalam komplek sekarang hidup sederhana dan lebih banyak bersosialisasi di luar komplek. Keempat; perubahan peran ekonomi, dulu sektor domestik dipegang oleh istri dan publik oleh suami sekarang baik suami dan istri keduanya bekerja di sektor publik. Kelima; tingkat kriminalitas, dulu tercipta keadaan aman dan kondusif sekarang banyak kriminalitas, preman kampung dan rasa aman yang berkurang
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat,
rahmat dan karunia-Nya, karena akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat guna
dapat menyelesaikan studi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul : PERUBAHAN
SOSIAL KOTA TAMBANG MNYAK “PERTAMA” PANGKALAN
BRANDAN.
Banyak hambatan dan tantangan yang dilalui penulis dari pengerjaan
awal skripsi hingga akhir. Namun, berkat bantuan dan kontribusi dari berbagai
pihak, hingga akhirnya kesulitan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, atas
segala bentuk bantuannya, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima banyak
kepada pihak-pihak yang terhormat dan tercinta :
1. My beloved nuclear family, terima kasih banyak sekali khususnya buat
inangku tersayang. Terima kasih sekali untuk setiap pengorbanan
mamak, kerja keras, perjuangan tiada lelah, cerewetnya, perhatian,
kasih, suka maupun duka serta yang paling utama doa mamak buat
saya. Semoga usaha dan doaku bisa membahagiakan engkau kelak.
Terima kasih juga buat bapak yang telah mendidik saya sebagai anak
yang mandiri. Pasukan-pasukan mafia hutauruk lainnya: kak Mely,
bang Osen dan dek Memi, untuk kucuran dana, perhatian, doa,
dukungan, semangat dan bantuan lainnya selama kita bersama
terkhusus selama awak kuliah.
3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi
Fisip
4. Bapak Dr. Muba Simanihuruk, M. Si, selaku Sekretaris Departemen
Sosiologi sekaligus dosen pembimbing saya. Terima kasih banyak atas
masukan, ilmu, ketelitian serta setiap waktu yang bapak luangkan
untuk membimbing saya di tengah-tengah kesibukan agar
menghasilkan skripsi yang baik serta bermanfaat.
5. Ibu Dra Linda Elida, M.Si, selaku dosen wali saya. Terima kasih
karena telah memberikan nasehat, motivasi dan keteladanan selama
masa perkuliahan.
6. Bapak/ibu Dosen dan staf Pengajar Departemen Sosiologi FISIP USU:
Bapak Rizabuana, Bapak Henry Sitorus, Bapak Aief Nasution, Bapak
Sismudjito, Bapak Junjungan, Ibu Rosmiani, Ibu Ria Manurung, Ibu
Marhaine, Ibu Harmona serta asisten Dosen bang Rizky, bang Haris,
bang Jhony, kak Arimbi, kak Sugik, dan kak Irma. Terima kasih atas
ilmu yang telah diberikan dan waktu yang telah diluangkan, semoga
bekal tersebut dapat menjadikan penulis lebih berkualitas dengan
wawasan yang telah diterima sehingga dapat dipergunakan
sebaik-baiknya.
7. Terima kasih kepada seluruh informan, Dinas Pemprov Kabupaten
Langkat dan seluruh masyarakat di Kota Pangkalan Brandan yang
telah membantu saya dalam melakukan penelitian saat turun lapangan.
8. Terima kasih buat persahabatan terdahsyat dan terlucu se-kota Medan,
canda tawa, air mata, pelukan, makanan, minumman, khayalan,
tunggu-tungguan, gosip, melekek, senokan, temakan cakap, hiburan,
keringat, rambut lepek, lapak baru, percintaan, make-upan,
perhutangan, tolong-menolong selama kita bersama terspesial selama
perkuliahan dan skripsi.
9. Terima kasih buat teman sekampung mpok Grace dan mpok Tere, buat
bantuannya, dukungan, cerita lucu, melalak-melalaknya dan doa
selama pengerjaan skripsi ini. Serta buat Kak Erna, bang Alex, Eka
dan Juli.
10.Kepada kawan-kawan seperjuangan Sosiologi angkatan 2010 dan
kawan-kawan sedoping Yati, Siti dan Sugik.
11.Kepada Ikatan Mahasiswa Sosiologi (IMASI), semoga semakin lama
masa pengurusannya menjadi lebih baik dan betul-betul efektif bagi
jurusan Sosiologi.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis telah berupaya untuk
mengerjakannya sebaik mungkin tetapi tidak menutup kemungkinan adanya
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun akan
sangat diperlukan.
Medan, Desember 2014
Penulis
Rospita Linda. H
Daftar Isi
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ...viii
Daftar Grafik ... x
Daftar Gambar ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
1.5. Defenisi Konsep ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
2.1. Perubahan Sosial ... 14
2.2. Mobilitas Sosial ... 17
2.3. Kota ... 21
2.4. Perkembangan Kota ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.2. Lokasi Penelitian ... 27
3.3. Unit Analisis dan Informan ... 28
3.3.1. Unit Analisis ... 28
3.3.2. Informan ... 28
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29
3.5. Interpretasi Data ... 31
3.6. Jadwal Kegiatan ... 32
BAB IVDESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI PENELITIAN ... 33
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 33
4.1.1. Sejarah Singkat Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat .. 33
4.1.2. Kondisi Geografis Kecamatan Babalan ... 35
4.1.3. Kondisi Demografi Kecamatan Babalan ... 36
4.1.4. Sarana Perekonomian ... 37
4.1.5. Sarana Sosial Budaya ... 38
4.1.6. Sejarah Tambang Minyak Telaga Said dan Pertamina Secara Singkat ... 40
4.2.1. Awal Perkembangan Kehidupan Ekonomi Masyarakat
Pangkalan Brandan ... 45
4.2.2. Proses Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Pangkalan Brandan ... 52
4.2.2.1. Perubahan Mata Pencaharian ... 55
4.2.2.2. Kesempatan Kerja ... 61
4.2.2.3. Perubahan Gaya Hidup ... 67
4.2.2.4. Perubahan Peran Ekonomi ... 72
4.2.3. Perubahan Tingkat Kriminalitas ... 76
4.2.4. Kondisi Terkini Sosial Ekonomi dan Kota Pangkalan Brandan ... 81
4.2.4. Gambaran Matrix Perubahan ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
5.1. Kesimpulan ...
5.2. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA...
Daftar Tabel
Kecamatan Babalan ... 36
Tabel 2 : Presentasi Penduduk Menurut Agama ... 36
Tabel 3 : Presentasi Penduduk Menurut Suku ... 37
Tabel 4 : Sarana Perekonomian ... 37
Tabel 5 : Banyaknya Jumlah Usaha Toko Klont... 38
Tabel 6 : Banyaknya Jumlah Usaha Warung/Kedai Makanan Minuman ... 38
Tabel 7 : Banyaknya Jumlah Usaha Restoran Rumah Makan ... 38
Tabel 8 : Sarana Pendidikan ... 39
Tabel 9 : Prasarana Ibadah ... 39
Tabel 10 : Kesehatan ... 39
Tabel 11: Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 40
Tabel 12 : PAD kab Langkat 2009-2013 ... 54
Tabel 13 : Jumlah Tindak Pidana Sektor Pangkalan Brandan ... 81
Tabel 14 : Tabel Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan ... 82
Tabel 15 : Tabel Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ... 82
Grafik 1 : Penurunan Produksi Migas Pada Tahun 2003-2012 ... 7
Grafik 2 : Perkembangan Minyak Bumi Pada Tahun 2000-2009... 53
Gambar 1 : Kondisi Perkembangan Kota Pangkalan Brandan
ABSTRAK
Perubahan sosial adalah suatu keniscayaan tidak terkecuali pada masyarakat kota Pangkalan Brandan. Pangkalan Brandan yang dulunya merupakan tonggak lahirnya industri migas pertama di Indonesia karena di kawasan inilah awal minyak ditemukan hingga menjadi tempat dari cikal bakal Pertamina. Hingga pengusahaan minyak tersebut berkembang dalam dua jurus pertama domestik yaitu keuntungan nasional terkhusus regional dan kedua ekspor yang dilandasi ekspektasi keuntungan yang lebih menjanjikan. Kehadiran pertambangan tersebut memberi kontribusi baik secara langsung bagi para pekerja maupun tidak langsung yaitu bagi pihak dari bagian multiple effect. Akan tetapi, seiring dengan perjalanan waktu, masyarakat kota Pangkalan Brandan harus menghadapi tantangan dengan menyurutnya peran migas. Penutupan kilang minyak akibat sifat minyak bumi sebagai SDA yang tidak dapat diperbaharui membuat masyarakat harus menerima segala perubahan yang terjadi bagi para pekerja maupun yang di-PHK serta yang menerima imbas dari side effect. Keadaan tersebut merupakan kondisi paradoksal karena di satu sisi Pangkalan Brandan merupakan tempat kelahiran migas Indonesia tetapi di sisi lain kenyataan akan menurunnya peran migas juga tidak terhindarkan. Oleh sebab itu, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah proses perubahan sosial masyarakat kota tambang minyak “pertama”Pangkalan Brandan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan paradigma kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di kota Pangkalan Brandan, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah keseluruhan pihak yang diperhitungkan untuk menjadi subjek penelitian yaitu informan kunci yang terdiri dari dinas perindustrian dan peradgangan, pensiunan Pertamina, pegawai Pertamina dan tokoh masyarakat dan yang menjadi informan biasa adalah perwakilan dari etnis tionghoa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi partisispasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan sumber data sekunder. Terakhir, interpretasi data disajikan dalam bentuk laporan dari hasil penelitian tersebut.
Hasil studi penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perubahan sosial yang terjadi adalah sebagai berikut: Pertama; perubahan mata pencaharian, dulu dominasi yang digeluti kecendrungan di industri pertambangn sekarang berubah ke sektor formal, informal serta investasi lahan pertanian/perkebunan.
Kedua; kesempatan kerja, dulu besar peluang untuk bekerja di UP I sekarang
hampir tidak ada kecuali non-pertambangan. Ketiga; perubahan gaya hidup, dulu hedonis merupakan ciri dari kehidupan pegawai Pertamina dan dominan bersosialisasi di dalam komplek sekarang hidup sederhana dan lebih banyak bersosialisasi di luar komplek. Keempat; perubahan peran ekonomi, dulu sektor domestik dipegang oleh istri dan publik oleh suami sekarang baik suami dan istri keduanya bekerja di sektor publik. Kelima; tingkat kriminalitas, dulu tercipta keadaan aman dan kondusif sekarang banyak kriminalitas, preman kampung dan rasa aman yang berkurang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia memiliki salah satu industri minyak tertua di dunia dan
menunjukkan eratnya kaitan antara ekonomi dan negara. Berdasarkan hasil
penelitian oleh (Zainal, 2009 : 86) sejak tahun 1920 minyak bumi tersebut
mengalami peningkatan hasil yang setiap tahun semakin meningkat yang
membuat sektor perekonomian yang paling utama mengalami dampak positif
serta ditopang oleh hasil kebun dan hutan sampai Indonesia bebas dari penjajahan.
Hasilnya sejak Indonesia berada di tangan pemerintahan Orde Baru, sangat
banyak terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat seperti peningkatan dalam
taraf hidup yang diaplikasikan lewat jerih payah pembangunan yaitu melalui
industri tambang, salah satunya karena penghasilan negara yang sangat melimpah
dari cucuran sektor Migas pada tahun 1960 dan 1970-an (Sjafri 2002 : 242).
Zaki (2013), mengatakan bahwa sektor Migas telah menjadi elemen penting
dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 1980-an Indonesia merupakan negara
pengekspor minyak di dunia. Indonesia telah menempatkan paradigma pendirian
perusahaan tambang sebagai agen pembangunan dan agen modernitas yang akan
membawa perubahan untuk pembangunan sosial ekonomi. Menurut Isra (2013),
keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat merupakan dua
komponen yang saling mempengaruhi dimana perusahaan memerlukan
masyarakat sekitar dalam pengembangan perusahaan itu sendiri, begitupun
perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan
perusahaan.Oleh karena itu, aktivitas perusahaan tidak dapat dipungkiri memiliki
dampak sosial terhadap masyarakat sekitarnya. Di Indonesia secara jeneral banyak
perusahaan tambang yang memberikan dampak sosial kepada masyarakat baik itu
yang bersifat negatif ataupun positif antara lain, PT. Freport Indonesia, PT. Inco
dan PT. Newmount dan lain sebagainya.
Hal serupa juga dapat kita lihat salah satunya dari kota tambang minyak
Pangkalan Brandan. Sekelumit kisah tentang masyarakat Pangkalan Brandan,
tepatnya di sumur Telaga Said yang tercatat sebagai tempat penjajakan perdana
penemuan minyak bumi yang berawal dari rembesan minyak atau oil seepage
tahun 1882. Pertama sekali ditemukan oleh inspektur perkebunan yang bernama
Aeilko Janszoon Zeijlker berkebangsaan Belanda sekaligus sebagai sumur minyak
bumi pertama yang memiliki taraf produksi komersial di Netherland Hindie atau
Hindia Belanda dan sekarang berganti nama menjadi Indonesia dan ini adalah
pertanda awal perkembangan kota Pangkalan Brandan.
Kota Pangkalan Brandan seketika itu menjadi kawasan yang dikenal sebagai
daerah petro dollar walaupun diperjuangkan dengan berat karena harus
membangun kembali dari puing-puing tragedi Brandan Bumi Hangus. Akibat dari
tragedi tersebut setiap tanggal 13 Agustus diperingati sebagai hari Brandan Bumi
Hangus (BBH). Menurut Lohanda (2008), nilai sejarah kilang minyak Pangkalan
Brandan terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil dalam
catatan sejarah perminyakan Indonesia sebab minyak tersebut merupakan minyak
kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra-putri Langkat melalui kilang
tersebut
Keberhasilan tersebut telah menorehkan Sumatera Utara sebagai daerah
penambang minyak di Indonesia. Sumur-sumur minyak di kawasan ini sekaligus
telah menghantarkan Indonesia menjadi anggota (OPEC) Organization of
Petroleum Exsporting Countrys. Tambang minyak Pangkalan Brandan dikenal
sebagai tambang minyak terbesar kedua di dunia setelah Pennslyvania, Amerika
Serikat hingga tahun 1970-an, yaitu era sebelum penambang minyak di
negara-negara Timur Tengah. Indonesia sempat menikmati puncak kejayaan industri
perminyakan terutama kilang minyak Pangkalan Brandan karena terjadinya oil
booming sekitar tahun 1971-1972 sehingga diuntungkan dengan harga minyak
internasional yang mengalami peningkatan disertai dengan jumlah produksi dan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat serta perkembangan kota.
Bila kita kaitkan terhdap penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amri
Marzali (1975) yang terjadi pada kota Cilegon yang mengambarkan perubahan
sosial masyarakat akibat kehadiran pabrik baja PT Krakatau Steel, yaitu sebuah
perusahaan industri yang mampu memberi pengaruh sangat besar dihampir semua
lapangan kehidupan masyarakat desa Cilegon dan sekitarnya dalam mengubah
wajah desa mereka menjadi kota. Aspek paling dominan yang berdampak bagi
masyarakat adalah ekonomi, perubahan mata pencaharian hidup, tingginya tingkat
urbanisasi, serta perubahan kota dari desa ke kota. Aspek lainnya yang berdampak
adalah rendahnya tingkat solidaritas masyarakat desa, hilangnya norma dan adat
sesungguhnya sekarang telah berganti nama dari desa, sekarang disebut dengan
nama kota Cilegon.
Penelitian tersebut dapat menjadi gambaran bagaimana kehadiran
perusahaan tambang mempengaruhi daerahnya. Kondisi ini serupa dengan
masyarakat kota Pangkalan Brandan yang pernah merasakan kejayaan akibat
kehadiran Pertamina. Pertamina sebagai perusahaan besar dengan jumlah pekerja
yang banyak serta gaji yang besar membuat masyarakat berlomba-lomba untuk
bekerja di sana yang berdampak pada tingginya tingkat migrasi karena adanya
peluang dan kesempatan masyarakat sebagai tenaga kerja yang membuat kota
Brandan menjadi lebih ramai, sibuk, dan semarak dengan pendatang-pendatang
baru yang membawa gaya dan sikap hidup yang berbeda.
Pendatang-pendatang baru ini merupakan bagian yang didominasi para
pekerja Pertamina yang sebelumnya bekerja pada unit-unit pengolahan minyak
yang ada di Indonesia. Para sataff Pertamina ini kemudian mengisi seluruh bagian
komplek dari ujung ke ujung dengan kendaraan pribadi yang mewah serta segala
fasilitas yang dimiliki dan dalam sudut pandang sosiologi hal ini menciptakan
stratifikasi antara pegawai Pertamina dan yang bukan bahkan antar sesama.
Selain itu, selama masa kesuksesannya kota minyak juga sering
mengadakan acara-acara besar dan sering menjadi bagian dari panitia
penyelenggara seperti perlombaan drum band di tingkat sekolah dasar hingga
menengah atas, dan lahirnya marching band (BPP) Bahana Patra Pratama, sepak
Langkat), pertandingan Basket dan melahirkan kelompok Basket Pertamina yaitu
Bapor, serta kegiatan lain yaitu jalan santai, senam, dan sebagainya.
Pada masa kesuksesan itu, Pangkalan Brandan bukan sepenuhnya mendapat
penghasilan dari tambang, karena kota ini juga terdapat penghasilan dari laut,
tambak serta tanaman diantaranya sawit, karet, coklat dan pertanian. Namun, tidak
semua penduduk melakukan kegiatan tersebut untuk menopang atau sebagai
penambah penghasilan mereka. Hal ini dikarenakan kehadiran satu perusahaan
tambang besar yaitu Pertamina yang secara otomatis telah membuat laju gerak
pertumbuhan dan pendapatan masyarakat meningkat dengan baik yang secara
langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, pada masa kesuksesan Pertamina terlihat sebuah kota yang ramai,
adanya kegiatan pasar yang baik, di saat siang hari sewaktu istirahat dan sore hari
setelah jam pulang kerja jalanan selalu ramai karena pegawai yang hendak makan
siang ataupun siap bekerja, berbelanja, menyinggahi tempat olahraga, hiburan
serta aktifitas ekonomi lainnya.
Laju perkembangan yang signifikan tersebut telah memberikan kontribusi
positif terhadap kota Pangkalan Brandan, sehingga wilayah Pangkalan Brandan
dirancang menjadi sebuah kota tambang yang maju, beragam fasilitas dibangun
mulai dari stasiun kereta api, gedung perkantoran, pergudangan, rumah karyawan,
sekolah, rumah sakit kelas 1 dan 2, balai penelitian, kolam renang, pusat pasar,
perbengkelan, dan bahkan pemadam kebakaran. Lain daripada itu, turut pula
pertemuan, pertokoan, perbankan, perhotelan, bioskop, rumah ibadah, lapangan
olahraga seperti Golf, Tenis, Sepak Bola dan lain sebagainya.
Pada masa pengolahan minyak masih aktif, pengaruhnya juga di rasakan
oleh pedagang atau jualan pasar, swalayan serta angkutan umum karena setiap
hari libur keagamaan, pegawai biasanya mudik sehingga mobil trayek antar kota
dalam provinsi di padati penumpang. Selain itu banyak di buka toko-toko baik itu
baju, sepatu, rumah makanan, prabot-prabot rumah tangga karena ada hal saling
menguntungkan bagi pegawai maupun yang tidak untuk mendukung jualan-jualan
yang mereka tawarkan bahkan, tempat hiburan sengaja di bangun bagi
masyarakat, seperti bioskop (Brandan Theater) dimana filim yang diputar
merupakan filim-filim terbaru di masa itu.
Kehadiran Pertamina saat itu secara drastis merubah wajah Pangkalan
Brandan menjadi daerah pertambangan Migas. Gerak pertumbuhan ekonomi
sangat baik secara pasti berdampak pada taraf hidup para pekerjanya sehingga
melahirkan orang-orang yang sukses dan gaya hidup mereka yang terlihat mewah
terkhusus para staff Pertamina. Semua staff pertamina mendapat fasilitas rumah
dengan beberapa prabot yang telah tersedia secara gratis seperti tempat tidur, meja
dan kursi ruang tamu serta listrik dan air. Komplek-komplek tersebut sengaja
dibuat dan diberikan secara cuma-cuma selama masa bekerja selain itu setiap
komplek diisi sesuai dengan golongannya masing-masing. Kondisi itu
menunjukkan status sosial mereka yang tinggi sehingga mendapat perlakuan
khusus dan dikelompok-kelompokkan sesuai golongan. Keadaan ini menjadi
berbanding terbalik jika di komparatifkan dengan masyarakat yang hanya hanya
Namun, masa kejayaan itu berangsur menurun hingga Pertamina yang lahir
dan berjaya di Pangkalan Brandan serta secara resmi berdiri sejak 10 Desember
1957, akhirnya pihak manajemen menghentikan operasi UP I Pangkalan Brandan
mulai tanggal 22 Desember 2006 dan efektif pada tahun 2007 Pertamina menutup
UP I minyak Pangkalan Brandan. Penutupan terkait semakin sedikitnya
ketersediaan minyak dan gas yang akan diolah. Dengan kedaan tersebut, maka
tidak ada lagi aktivitas hulu di kota Pangkalan Brandan. Ini dapat dilihat dari
grafik penurunan produksi Migas pada tahun 2003-2012:
Hal tersebut tidak hanya berdampak pada kota P. Brandan tapi juga dari
skala nasional hal ini terbukti pada tahun 2008, Indonesia telah berhenti dari
keanggotaan OPEC. Indonesia sekarang ini tidak lagi menjadi oil exporting
country dalam arti nett yang betul-betul mengekspor lebih banyak, karena
penurunan hasil yang drastis. Indonesia sekarang menjadi oil importing country,
walaupun Indonesia masih mengekspor minyak tapi import juga dilakukan dan
melebihi jumlah ekspor. Kontribusi menurun untuk daerah penghasil juga dapat
dilihat dari penjelasan ini, jika dulunya Pertamina sebagai penyokong terbesar
untuk APBD sekarang pendapatan terbesar PAD Kab Langkat bersumber dari
Pajak Daerah yakni menyumbang di atas 50 % dari total Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Kontribusi sektor Migas di kelompokkan ke dana perimbangan sebagai
bagi hasil bukan pajak. Di tahun 2010, kontribusi sektor Migas hanya sebesar Rp.
3.607.811.000.
Jika dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) kontribusi
terbesar Kabupaten Langkat berasal dari sektor pertanian, sementara kontribusi
minyak dan gas bumi terhadap PDRB tidak terlalu besar yakni kurang dari 0,5 %
yang trend pertumbuhannya relatif tetap dan semakin lama cenderung menurun.
Hal ini menunjukkan bahwa pengaruhnya terhadap pendapatan masyarakat tidak
terlalu besar (http://migas.bisbak.com).
Penutupan Pertamina tersebut sangat berdampak pada kehidupan sosial
masyarakat, bila dilihat tampilan dan masyarakat Pangkalan Brandan semakin
termarginalkan hingga mengalami kemorosotan terkhusus pada aspek ekonomi,
tidak ada lagi kegiatan Migas yang berarti dan pusat pengendalian kegiatan
Perlahan tapi pasti kesenyapan mulai menyelimuti kota ini, daerah yang dulu
banyak didatangi msyarakat sekarang telah banyak ditinggalkan. Tidak sedikit
yang diputuskan hubungan kerjanya (PHK), ribuan karyawan tidak tetap terpaksa
harus mencari pekerjaan lain dan banyak para migran meninggalkan kota Brandan
tetapi ada juga yang menetap sampai sekarang.
Bagi karyawan tetap Pertamina, penutupan unit I hanya berakibat pada
pemindahan tugas dari P.Brandan ke kilang lapangan lain yang dimiliki Pertamina
namun, bagi yang tidak tetap yang jumlahnya cukup banyak persoalnnya menjadi
berbeda karena mereka terpaksa kehilangan mata pencaharian yang kemudian
berdampak pada keberlangsungan hidup keluarga mereka. Di sisi lain, mereka
yang selama ini menikmati multiplier effect dari kegiatan kilang seperti pedagang
bahan makanan, pakaian, restorant, pengusaha transportasi, penginapan, hiburan,
mengalami penurunan. Hal ini diperparah lagi dengan tutupnya pabrik playwood
Raja Garuda Mas (RGM) yang berada di daerah Besitang karena kehabisan bahan
baku yang tentunya menimbulkan PHK (Daryono, 2013: 242).
Akibat sudah tidak ada lagi kegiatan operasi yang dilakukan, banyak
komplek kosong bekas staff Pertamina yang sekarang cenderung dijadikan arena
balap liar serta tempat berkumpulnya para remaja kota di sore hari, ada yang
sekedar untuk bersantai berkumpul bersama teman, jalan-jalan, ada yang memadu
kasih dan rumah kosong komplek pertamina sampai dijadikan tempat hubungan
terlarang. Sebagian komplek Pertamina beserta rumah sakit kelas satu dihuni
sebagai markas Marinir sejak tahun 2009 yang dipinjam pakaikan begitu pula
Dampak lainnya adalah ketika perekonomian mengalami kemerosotan maka
akan menjadi sejalan dengan bertambahnya tindak kriminal sehingga di Brandan
ada kawasan-kawasan tertentu menjadi daerah yang lebih didominasi oleh preman
seperti Taman bunga, Perlis, Imam bonjol dan Sei bilah bahkan, yang bukan
penduduk asli dari masing-masing daerah tersebut tidak berani masuk tanpa ada
kenalan yang tinggal didalam.
Bertolak dari latar belakang diatas yang telah memberikan gambaran
perubahan sedikit tentang kota Pangkalan Berandan serta masyarakatnya mulai
dari eksplorasi perdana, saat-saat berjayanya, hingga masa penutupan pengolahan
minyaknya maka, penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan
tersebut ke dalam penelitian ini dengan formulasi judul Perubahan Sosial
Masyarakat Kota Tambang Minyak “Pertama” Pangkalan Brandan.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah hal yang sangat penting pada setiap penelitian
yang bertujuan untuk membuat batasan masalah sehingga menjadi fokus dan jelas
kearah mana penelitian yang akan dituju. Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: Bagaimanakah proses perubahan sosial masyarakat
kota tambangminyak pertama Pangkalan Brandan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil yang
jelas dan menganalisis tentang perubahan sosial yang terjadi pasca menurunnya
1.4. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik untuk
ilmu pengetahuan serta meningkatkan dan mengembangkan sumber
pengetahuan khususnya ilmu Sosiologi.
Menjadi sumbangan refrensi dan informasi bagi peneliti lain dalam
mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial pada masyarakat
kota yang mengalami kemunduran yang tidak hanya di Pangkalan Brandan
tetapi juga kota-kota lainnya.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini penulis dapat meningkatkan kemampuan penulis dan
mahasiswa dalam pembuatan kajian ilmiah serta memperluas wawasan
tentang Perubahan Sosial Masyarakat Kota Tambang Minyak “pertama”
Pangkalan Brandan. Selain itu, merupakan prasyarat untuk menyelesaikan
studi di perguruan tinggi sesuai jurusan yang ditekuni.
1.5. Defenisi Konsep
1.5.1. Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah suatu proses pergeseran serta perubahan yang
dialami oleh anggota masyarakat yang mencakup unsur-unsur budaya,
lembaga dan sistem-sistem sosial ataupun seluruh aspek tatanan kehidupan
masyarakat. Dalam hal ini yang menjadi fokus perubahan sosial yang akan
Selain itu agar penelitian ini tidak terlalu meluas maka peneliti membuat
batasan waktu yaitu mulai dari tahun 2000 hingga 2014, hal ini terkait waktu
sebelum dan sesudah penutupan kilang minyak Pangkalan Brandan.
Dalam menganalisis perubahan sosial pada masyarakat kota Pangkalan
Brandan, jika dalam aspek ekonomi peneliti memfokuskan kajian yang
mencakup pada perubahan mata pencaharian ataupun pekerjaan masyarakat,
kesempatan kerja, peran ekonomi, serta gaya hidup. Jika dari aspek
kriminalitas yang di maksud adalah perubahan pada tingkat keamanan
masyarakat yang bekerja di sektor formal.
1.5.2. Kota
Kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat bekerja, tempat
kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Dengan kata lain,
Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya umat manusia. Kota sebagai
hasil dari peradaban yang lahir dari pedesaan, masyarakat kota merupakan
suatu kelompok teritorial dimana penduduknya menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu kelompok
terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki
derajat interkomuniti yang tinggi.
1.5.3. Perkembangan Kota
Perkembangan kota adalah bentuk kebutuhan dan keinginan warga kota
yang selalu berkembang sebagai akibat dari adanya pertambahan jumlah
penduduk, ekonomi, pendidikan, budaya dan sebagainya. Namun, tidak
selamanya suatu perkembangn kota menghantarkan masyarakatnya ke arah
mengarah pada kemajuan dan ada pula yang sebaliknya, perkembangan kota
yang di maksudkan disini adalah perkembangan yang mengarah pada suatu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perubahan Sosial
Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan serta
senantiasa berada dalam proses perubahan tersebut, dengan kata lain perubahan
merupakan gejala yang melekat di setiap kehidupan masyarakat. Perubahan sosial
adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur
budaya dan sistem-sistem sosial yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu
proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat meliputi:
pola pikir, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang
lebih bermartabat. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dapat diketahui
dengan membandingkan keadaan pada dua atau lebih rentang waktu yang
berbeda.
Untuk dapat melakukan studi perubahan sosial, kita harus melihat adanya
perbedaan dan perubahan kondisi objek yang menjadi fokus studi. Studi
perubahan harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda atau melibatkan studi
komparatif dalam dimensi waktu yang berbeda tetapi objek yang menjadi
fokusnya haruslah sama. Dimensi ruang menunjukkan pada wilayah terjadinya
perubahan sosial serta kondisi yang melingkupinya, dimensi ini mencakup pula
konteks historis yang terjadi. Sedangkan dimensi waktu melingkupi konteks masa
lalu, sekarang bahkan yang akan datang, sehingga sosiolog akan mampu
menggambarkan kondisi perubahan yang dialami oleh masyarakat seperti dari
Alfred menyebutkan bahwa, masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai
keadaan yang tetap tetapi sebagai proses, bukan objek semu yang kaku tetapi
sebagai aliaran peristiwa terus menerus yang tiada henti. Pada dasarnya keadaan
suatu perubahan yang dialami anggota masyarakat berubah ke arah yang positif
namun, pada waktu tertentu kehidupan masyarakat dapat berubah ke arah yang
sebaliknya pula. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi pada tingkat-tingkat
makro yaitu, terjadi perubahan sistem internasional, ekonomi, politik. Ditingkat
mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro
sendiri terjadi perubahan interaksi, dan perilaku individual (Sztompka, 2004 : 6).
Perubahan sosial menyangkut pada 3 (tiga) aspek menurut Bungin dalam
Rini (2011 : 48) yaitu:
1. Perubahan pola pikir masyarakat, perubahan pola pikir dan sikap
masyarakat menyangkut sikap masyarakat terhadap berbagai persoalan
sosial dan budaya di sekitarnya yang berakibat terhadap pemerataan
pola-pola pikir baru masyarakat sebagai sebuah sikap yang modern.
2. Perubahan perilaku masyarakat, menyangkut persoalan-persoalan
sistem-sistem sosial, dimana masyarakat meninggalkan sistem sosial
lama dan menjalankan sistem sosial baru.
3. Perubahan budaya materi, menyangkut perubahan artefak budaya yang
digunakan oleh masyarakat seperti model pakaian.
Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin, perubahan sosial sebagai suatu variasi
dari cara-cara hidup yang telah diterima baik karena perubahan kondisi geografis,
ataupun penemuan baru dalam masyarakat. Menurut Selo Soemardjan, perubahan
sosial merupakan perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
Menganalisis fenomena perubahan sosial dapat dilakukan apabila sejauh
mana fenomena itu bisa diamati ataupun diukur seperti, mobilitas sosial (tenaga
kerja), komposisi penduduk, perubahan sistem pemerintahan dan seterusnya.
Perubahan-perubahan yang terjadi bisa merupakan kemajuan atau mungkin justru
suatu kemunduran. Unsur-unsur yang mengalami perubahan biasanya adalah
mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan,
organisasi sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan,
tanggung jawab, kepemimpinan dan sebagainya.
Perubahan sosial dari aspek ekonomi merupakan proses berubahnya sistem
di masyarakat yang meliputi perubahan kehidupan perekonomian masyarakat. Hal
tersebut meliputi perubahan mata pencaharian, perubahan penghasilan, bahkan
sampai peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik lagi. Para ahli sosiologi
mempercayai bahwa, masyarakat manapun pasti mengalami perubahan
berlangsung puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu. Perbedaannya dengan
yang terjadi di masa yang lalu adalah dalam hal kecepatannya, intensitasnya, dan
sumber-sumbernya.
Biersted dalam Mansyurdin (1994 : 146) mengartikan perubahan sosial
peranan, hubungan sosial kelompok dan lembaga. Perubahan sosial bisa terjadi
dengan cara direncanakan (planed) atau tidak direncanakan (unplaned). Menuju
kearah kemajuan (progressive) atau kemunduran (regressive), mengarah pada
suatu kemajuan atau kemunduran, bersifat tetap - sementara atau umum - terbuka,
spontan ataupun terencana, hanya satu arah atau majemuk, menunjukkan suatu
keuntungan ataupun kerugian.
Hal serupa juga terjadi pada masyarakat kota Pangkalan Brandan dimana
arah perubahan sosial yang berlangsung sekarang adalah sebuah kemunduran
walaupun kota ini merupakan penghasil minyak akan tetapi jika dibandingkan
dengan keadaan di masa lampau sangat jelas terlihat bahwa semakin lama pola
kehidupan serta aktifitasnya tidak menunjukkan suatu perubahan ke arah yang
progress padahal kita tahu sewajarnya dalam perkembangan zaman yang semakin
lama semakin berkembang masyarakat kota harus disertai dengan perubahan
sosial masyarakatnya kearah progresif serta pada pekembangan kotanya itu
sendiri.
2.2. Mobilitas Sosial
Membahas mobilitas sosial tidak hanya mengacu pada perpindahan status
seseorang dari suatu tingkat yang rendah ketingkat yang lebih tinggi.
Sesungguhnya, mobilitas sosial dapat berlangsung dalam dua arah. Sebagian
orang mencapai status yang lebih tinggi, sebagian orang lagi mengalami
kegagalan atau mengalami mobilitas menurun dan ada juga individu yang tetap
Mobilitas sosial mempunyai dua tipe, yaitu mobilitas sosial vertikal dan
mobilitas sosial horizontal. Mobilitas sosial vertikal merupakan perpindahan
individu dari suatu kedudukan sosial kepada kedudukan sosial lainya tetapi tidak
sederajat, sedangkan mobilitas sosial horizontal merupakan peralihan individu
dari satu kelompok sosial yang kedudukanya sederajat. Dalam mobilitas
horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang atau objek sosial
lainnya.
Gerak sosial vertikal terbagi lagi dalam dua macam, yaitu:
a. Gerak sosial meningkat ( social climbing ), mempunyai dua bentuk
yaitu peralihan kedudukan individu dari kedudukan rendah pada
kedudukan yang lebih tinggi. Pada kelompok yang sama dan
terbentuknya kelompok baru kemudian mendapatkan kedudukan
yang lebih tinggi dari kedudukan pada kelompok pembentukan.
b. Gerak sosial yang menurun ( sosial slinking ), juga
mempunyai dua bentuk, yaitu peralihan individu pada kedudukan
yang lebih rendah dan turunya derajat kelompok karena ada
disintergrasi dalam diri kelompok tersebut (Soerjono Soekanto,
2009: 220).
Menurut Horton dan Hunt, mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu
gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas
sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan
biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa
Horton dan Hunt, menerangkan ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat
mobilitas pada masyarakat modern, yaitu:
a. Faktor struktural, yaitu jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang
bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya.
b. Faktor individu, yaitu kualitas orang per orang, baik ditinjau dari
segi tingkat pendidikannya, penampilanya, keterampilan pribadi,
dan termasuk faktor kesempatan yang menentukan siapa yang akan
berhasil mencapai kedudukan itu (Narwoko, 2007 : 211).
Menurut Kimbal Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah
suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur
organisasi suatu kelompok sosial termasuk perubahan pergeseran, peningkatan,
ataupun penurunan status dan peran anggotanya (Soerjono Soekanto, 2007: 141).
Ada beberapa faktor yang memepengaruhi terjadinya mobilitas sosial, yaitu:
a. Perubahan kondisi sosial
Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya, misalnya
karena masyarakat berubah pandangan terbuka. Selain itu perubahan
kondisi sosial ekonomi suatu daerah apakah itu mengalami
peningkatan atau penurunan.
b. Ekspansi teritorial dan gerak populasi
Ekspansi territorial akibat perkembangan kota dapat mendorong
terjadinya mobilitas sosial. Gerak populasi pada suatu daerah, apakah
gerak populasinya didominasi pada penurunan jumlah penduduk atau
c. Pembagian kerja
Besarnya kemungkinan terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat
pembagian kerja yang ada. Pembagian kerja berhubungan dengan
spesifikasi jenis pekerjaan yang menuntut keahlian khusus. Jadi
semakin spesifik kerjaan yang ada di masyarakat maka semakin sedikit
pula kemungkinan untuk berpindah atau mendapatkan kerja.
d. Situasi politik
Kondisi politik yang tidak stabil memungkinkan terjadinya mobilitas
sosial.
Gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial
yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur
sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan
hubungan antar individu dengan kelompoknya, sehingga masyarakat dalam
melakukan mobilitas sosial khususnya secara vertikal dapat dilakukann lewat
beberapa saluran penting salah satunya di bidang organisasi ekonomi.
Organisasi ini, baik yang bergerak dalam bidang perusahaan maupun jasa
pada umumnya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang ataupun
sekelompok orang untuk mencapai mobilitas sosial karena sifatnya relatif terbuka.
Seperti halnya pada kota Pangkalan Brandan yang merupakan kota
tambangdengan adanya unit pengolahan minyak yaitu sebesar Pertamina.
Sehingga dapat di lihat bagaimana gerak mobilitas sosial masyarakat kota
2.3. Kota
Pengertian kota sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup
pengertian town dan city dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim
kota yang merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi. Pada
hakekatnya kota itu lahir dan berkembang dari suatu wilayah pedesaan yang
sebelumnya merupakan panorama alamiah berupa sawahan, kebun atau daerah
perbukitan dengan kesejukan udara dan keindahan alamnya.
Dalam masyarakat yang modern seperti sekarang ini tampilan kota terus
berkembang karena telah diubah oleh manusia yang disebabkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang kehidupan menjadi
bangunan-bangunan perkantoran, perumahan, pasar, pusat-pusat pertokoan dan
tempat-tempat fasilitas lainnya. Kota juga merupakan wilayah pusat-pusat dari kegiatan
manusia seperti pusat industri, perdagangan, sektor jasa, dan pelayanan
masyarakat, pendidikan, pemerintahan, yang sudah merupakan bagian dari
aktifitas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kota-kota di Indonesia telah berkembang sejak zaman dahulu, sebagian
besar kota-kota yang tumbuh dengan cepat adalah kota-kota yang terletak di dekat
pelabuhan. Pemilihan lokasi didasarkan pada potensi-potensi yang dapat
dikembangkan terutama potensi sumber daya alam dan letak yang strategis.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 4/1980, kota
adalah wadah yang memiliki batasan administratif wilayah seperti kotamadya dan
kota administrasi. Mayer, melihat kota sebagai tempat bermukimnya penduduk,
baginya yang penting bukanlah rumah, jalan raya, rumah ibadat, kantor, taman,
Weber, memandang suatu tempat itu kota jika penghuninya sebagian besar telah
mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat (Daldjoeni, 2003 : 37).
Dari sudut Sosiologis, kota haruslah mencakup stuktur sosial dan pola-pola
psikologis dan prilaku dengan pemahaman bahwa masyarakat kota berbeda dari
masyarakat desa. Menurut Bintarto, kota adalah sebagai bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala
pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat
heterogen dan materialistik dibanding dengan daerah belakangnya. Dalam hal ini
yang menjadi klasifikasi kota berdasarkan fungsinya yaitu, kota sebagai pusat
industri, perdagangan, pemerintahan, kebudayaan, pendidikan, kesehatan.
Sedangkan yang menjadi klasifikasi kota berdasarkan jumlah penduduknya adalah
sebagai berikut:
1. Megapolitan, yaitu kota yang berpenduduk di atas 5 juta orang.
2. Metropolitan (kota raya), yaitu kota yang berpenduduk antara 1–5
juta orang.
3. Kota besar, yaitu kota yang berpenduduk antara 500.000– 1 juta
orang.
4. Kota sedang, yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 100.000–
500.000 orang.
5. Kota kecil, yaitu kota yang berpenduduk antara 20.000–100.000
orang.
Menurut Mumford, kota dilihat sebagai suatu tempat yang berkiblat keluar.
Di sini, kota seperti magnet yang semakin kuat tarikannya baik bagi
perekonomian maupun keagamaan. Sedangkan Marx dan Engels memandang kota
sebagai perserikatan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan
memperbanyak alat produksi untuk mempertahankan diri para penduduknya.
Dalam memberikan defenisi dari kota, para ahli mengajukan beberapa aspek yang
akan mendasarinya menurut perhatian mereka masing-masing yaitu:
1. Morfologi, bentuk fisik kota dengan gedung-gedung besar dan
tinggi.
2. Jumlah Penduduk, kota diukur berdasarkan jumlah penduduknya
3. Hukum, pengertian kota di sini dikaitkan dengan adanya hak-hak
hukum tersendiri bagi penghuni kota.
4. Ekonomi, hidup yang non-agraris; kota fungsi khasnya lebih
kultural, industry, dan perdagangan.
5. Sosial, masyarakat kota hidup seperti terkotak-kotak oleh
kepentingan yang berbeda-beda dan manusia bebas memilih
hubungannya dengan siapa yang diinginkannya (Naldjoeni, 2003 :
40).
Dalam kaitannya, kota Pangkalan Berandan dahulunya memiliki ciri-ciri
sebagai kota yang sangat berkembang walaupun dari segi luas wilayah kota
Pangkalan Brandan sangat berbeda jauh dengan kota lainnya seperti kota Medan.
Penjelasan diatas dapat kita kaitkan dari sektor ekonominya dan sosialnya dimana
kota ini menjadi pusat penghasil minyak, jumlah penduduk yang banyak serta
seiring berkembangnya zaman mengalami perubahan dan bila kita lihat tampilan
kota Pangkalan Brandan berbeda jauh jika dibandingkan dengan kondisi yang
dulu.
2.4. Perkembangan Kota
Sejalan dengan peradaban maka kota-kota di dunia telah mengalami
perkembangan. Dahulu kota hampir seperti desa yang masih bersifat tradisional
dan sederhana, masyarakat kota masih homogen dengan latar belakang historis
yang sama. Seiring dengan waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi maka kotapun berkembang menjadi lebih maju. Kota mengalami sejarah
pertumbuhan, perkembangan, mekar menjadi kota besar dan kemudian kita lihat
kota yang hilang, yang tinggal namanya saja dalam sejarah, kotapun menunjukkan
dinamika masyarakat manusia.
Bila kita membicarakan tentang perkembangan kota, maka berarti kita
dihadapkan pada dua aspek. Pertama aspek yang menyangkut perubahan–
perubahan yang dikehendaki dan yang dialami oleh warga kota. Kedua aspek
yang menyangkut perluasan atau pemekaran kota. Mengikuti tahap–tahap
perkembangan kota sejak sebelum masehi sampai zaman modern
perkembangannya tidak hanya dalam arti kuantitatif seperti jumlah penduduk,
bertambahnya bangunan dan jalur–jalur transportasi, tetapi juga dalam arti
kualitatif yaitu terjadinya atau terbentuknya berbagai organisasi dan kelembagaan
yang ikut menghidupkan kota. Kota sebagai perubahan mengubah masyarakat
mulai dari lapisan terbawah hingga yang teratas. Perubahan yang didorong oleh
kota secara sosiologis, ada yang menyangkut tentang penyebaran kebudayaan dan
perubahan dibidang ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya (Naldjoeni,
2003 : 102).
Lewis Mumford dalam bukunya yang terkenal berjudul The Culture of
Cities (1938) menyimpulkan adanya enam tahap perkembangan kota, mulai dari
munculnya sampai runtuhnya. Enam tahap perkembangan kota tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Neopolis, yaitu tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur
ketahap kehidupan kota (kota kecamatan). kota ini menempati suatu
pusat dari daerah pertanian dengan adat istiadat yang bercorak
kesederhanaan
2. Polis, yaitu tahap perkembangan kota yang masih ada pengaruh
kehidupan agraris (kota kabupaten). kota ini merupakan pusat dari
kehidupan keagamaan dan pemerintahan.
3. Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota sudah mengarah ke
sektor industri. Merupakan kota besar tempat bertemunya orang dari
berbagai bangsa untuk berdagang dan tukar-menukar harta budaya
rohani juga terdapat percampuran perkawinan antara bangsa dan ras
dengan akibat munculnya filsafat dan kepercayaan baru. Selain
keagungan kota, secara fisik kota menjanjikan kontras yang
menonjol antara golongan kaum kaya dan kaum miskin.
4. Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai
tingkat tertinggi diantaranya dengan dengan pemekaran atau
menonjol, sedangkan dipihak lain meluaslah kemiskinan dan
berontaklah kaum proletar.
5. Tyranopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya
sudah sulit dikendalikan baik masalah lalu-lintas, pelayanan maupun
kriminalitas. Tahap ini merupakan tahap kota besar yang dilanda
kepincangan berupa degenerasi dan korupsi moral dan pada
penduduknya merosot karena adanya relasi erat antara politik
ekonomi dan kriminalitas, disamping itu kaum proletar menjadi
kekuatan yang tidak diremehkan.
6. Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya
mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati. Artinya peradaban kota
runtuh dan kota menjadi bangkai (Hadi, 2006 : 22).
Tidak semua kota mengikuti jaur lengkap, banyak kota yang belum sampai
mencapai tingkat metropolis sudah menurun kualitasnya. Hal tersebut dapat
terjadi akibat politik atau pemindahan jalur-jalur ekonomi. Pada umumnya kota
berfungsi ganda (multifungsional), baik sebagai pusat administrasi, pusat
perdagangan, pusat industri, tempat tinggal, dan lain-lainnya. Akan tetapi ada juga
kota yang memiliki fungsi tertentu, seperti Tembagapura yang secara khusus
merupakan kota tambang tembaga, ataupun Pangkalan Brandan yang secara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif
dengan menggunakan paradigma kualitatif. Studi deskriptif adalah jenis penelitian
yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu masalah secara rinci tanpa ada
perlakuan terhadap objek yang diteliti (Bungin, 2008 : 229). Sedangkan paradigm
kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu konteks khusus yang
alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Maleong, 2010 : 6).
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di kota Pangkalan Brandan, Kecaatan Babalan,
Kabupaten Langkat. Alasan peneliti memilih kota Pangkalan Brandan sebagai
lokasi penelitiannya karena, tepat di kota ini sumber daya alam yaitu minyak bumi
diperoleh sehingga kota ini merupakan pusat terjadinya aktifitas ekonomi yang
terbilang sangat sukses dahulunya tetapi seiring berkembangnya zaman ternyata
tampilan kota pangkalan Berandan serta masyarakatnya tidak mengalami
perkembangan melainkan mengalami kemerosotan hingga menyebabkan
terjadinya perubahan sosial terkhususnya pada aspek ekonomi serta menyebabkan
Selain itu alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini dikarenakan mudah
dijangkau dan peneliti berasal dari daerah Pangkalan Brandan hingga sekarang
dan sempat tinggal dan bersekolah di Pertamina. Jadi, peneliti kurang lebih mudah
untuk mengamati, memperoleh informan sebagai objek penelitian serta
mendekatkan diri dalam wawancara dan memahami kondisi kota.
3.3. Unit Analisis dan Informan
3.3.1. Unit Analisis
Unit analisis atau unit of analysis adalah satuan tertentu yang
diperhitungkan sebagai subjek penelitian atau unsur yang menjadi fokus
penelitian (Bungin, 2008 : 76). Unit analisis membantu untuk melakukan
wawancara meliputi aktor pihak yang berkaitan dengan objek yang akan
diteliti dan aktifitas yaitu kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam kegiatan
yang sedang berlangsung.
3.3.2. Informan
Informan adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin,
2008 : 76). Informan diperkirakan mampu menguasai dan memahami data,
informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Informan yang
mendukung untuk memperoleh data dalam penelitian ini diklasifikasikan
menjadi dua yaitu informan kunci dan informan biasa.
• Informan Kunci
Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah sebagai
a. Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Jabatan : Selaku Kabid Industri atau Kepala Bidang di Dinas
Perindurian dan Perdagangan. Serta mantan camat di
Kecamatan Babalan.
b. Pensiunan Pertamina Pangkalan Brandan
Informan terdiri dari 1 orang yang menjabat sebagai Tekhnik
Instrumen di bagian Pengolahan minyak.
c. Pegawai Pertamina Pangkalan Brandan
Informan terdiri dari 2 orang dengan jabatan sebagai berikut: Supervisor Utilities
Sip Supervisor d. Tokoh Masyarakat • Informan Biasa
Dalam penelitian ini yang menjadi informan biasa adalah seorang
etnis Tionghoa yang menjabat sebagai Skretaris di HISOBA.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dan baku. Artinya terdapat
cara-cara yang mengikuti aturan ilmiah dan sesuai dengan metode agar data yang
diperoleh terkumpul secara lengkap. Data penelitian dapat digolongkan menjadi
dua yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
informan-informan penelitian dan merupakan sumber datayang pertama di lapangan.
Observasi Partisipasi atau pengamatan langsung dimana peneliti
terlibat dan ikut serta, merasakan, serta berada dalam kegiatan
objek pengamatan (Bungin, 2008 : 115). Dengan demikian,
observasi partisipasi membuat peneliti benar-benar menyelami
kehidupan objek pengamatan dan harus selalu ingat dan memahami
betul apa yang hendak direkam. Hasil observasi ini nantinya akan
dituangkan dalam bentuk catatan lapangan .
b. Metode Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang
yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat
dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Meleong, 2010 : 186).
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dan
tidak secara langsung ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumentasi digunakan untuk menelusuri data berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari subjek penelitian
(Meleong, 2010 : 216-217). Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya data-data, dokumen pribadi, buku harian, sejarah
terbentuknya, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain) berupa informasi dari buku-buku referensi, majalah, jurnal,
dokumen dan bahan internet yang dianggap relevan dengan penelitian yang
sedang kita teliti.
3.5. Interpretasi Data
Pengelolaan data dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data
yang telah tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan yang
sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar foto dan
sebagainya (Moleong, 2010: 151). Data yang diperoleh nantinya disaring dan
menghasilkan inti atau rangkuman dari data yang diperoleh kemudian ditampilkan
kembali dalam bentuk yang sederhana.
Untuk menghasilkan rangkuman maka, data yang telah tersedia sebelumnya
telah dibaca, dipelajari dan ditelaah sebelumnya dengan demikian, hasil
intrepetasi data ini tetap berada dalam fokus penelitian. Selanjutnya dilakukan
penyusunan data-data kemudian dikategorisasikan dan dikembangkan dengan
dukungan teori dalam kajian pustaka serta diinterpretasikan secara kualitatif yaitu
proses pengolahan data mulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok
permasalahan serta metode penelitian yang telah ditetapkan. Akhirnya hasil dari
3.6. Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Survey
2 Acc Judul Penelitian
3 Penyususnan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Revisi Proposal
6 Penelitian Lapangan
7 Pengumpulan Data dan Analisi Data
8 Bimbingan Skripsi
9 Penulisan Laporan
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI PENELITIAN
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat
Pada zaman Belanda, di kota Pangkalan Brandan berkedudukan seorang
Controleur yang membawahi Tengku Pangeran yang juga berkedudukan di
Pangkalan Brandan, membawahi empat orang “datuk” atau dapat bermakna sama
dengan raja. Sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan sebagai taktik
perjuangan, maka dengan dibentuknya NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950
hapuslah negara Sumatera Timur dan oleh Panitia Persiapan Negara Kesatuan
seluruh Kabupaten Langkat, termasuk Kabupaten Langkat yang berkedudukan di
Binjai.
Sejak saat itu, secara resmi ibu kota Kabupaten Langkat dipindahkan dari
kota Pangkalan Brandan ke kota Binjai yang membawahi tiga wilayah
kewedanaan dengan lima belas kecamatan yakni, kewedanaan Langkat hulu di
Binjai dengan enam kecamatan, kewedanaan Langkat hilir di Tanjung Pura
dengan lima kecamatan dan kewedanaan Teluk Aru di Pangkalan Brandan dengan
empat kecamatan. Dengan keadaan ini berubahlah status kota Pangkalan Brandan
dari ibu kota kabupaten menjadi ibu kota kewedanaan Teluk Aru. Maka, sejak
saat itu lahirlah wilayah kecamatan Babalan yang terdiri dari lima belas desa yang
ibu kotanya bertempat di Pangkalan Brandan. Selanjutnya, pada tanggal 1
Oktober 1964 dilakukanlah likuidasi terhadap daerah-daerah kewedanaan
termasuk Teluk Aru dan sejak saat itu kota Pangkalan Brandan menjadi ibu kota
kecamatan Babalan.
Pangkalan Brandan adalah sebuah kota kecil yang terletak di Kecamatan
Babalan Kabupaten Langkat. Pada umumnya, tanahnya merupakan jenis tanah
bebatuan (lithosol) dan tanah liat berwarna abu-abu serta kawasannya
berdampingan langsung dengan laut (selat Malaka) sangat berpengaruh terhadap
mata pencaharian penduduknya sebagai nelayan. Di beberapa bagian cenderung
merupakan perpaduan antara tanah humus dan liat, sehingga tidak memungkinkan
dijadikan menjadi areal tanaman-tanaman muda seperti sayur mayur. Komoditas
utama dari daerah ini adalah perkebunan seperti sawit, rambung, karet, coklat dan
4.1.2. Kondisi Geografis Kecamatan Babalan
Kecamatan Babalan terletak antara: Lintang utara : 4°4°30” dan 3°58’13”,
Bujur Timur : 98° 27’ 2” dan 98° 17’ 00”. Kecamata Babalan merupakan satu
dari 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat dan terdapat pusat
pemerintahan, perdagangan, perekonomian dan kegiatan dibidang lainnya.
Kecamatan Babalan terdiri dari empat desa yaitu: • Desa Pelawi Selatan
• Desa Securai Utara
• Desa Securai
• Desa Teluk Meku Selatan
Serta terdiri dari empat kelurahan yaitu: • Kelurahan Brandan Barat
• Kelurahan Brandan Timur
• Kelurahan Brandan Timur Baru
• Kelurahan Pelawi Utara
Dengan luas wilayah keseluruhan 101,80 Km²(10.180 Ha) dengan batas
wilayah kecamatan Babalan adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Brandan Barat
Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Gebang
Sebelah Barat berbatasandengan kecamatan Sei Lepan
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Sumatera.
Kecamatan Babalan berada lebih kurang 5 meter dari atas permukaan laut
potensi lahan pertanian dan perikanan. Dari luas kecamatan Babalan, 7.100 Ha
merupakan lahan pertanian dan perkebunan atau berkisar lebih kurang 72% dari
seluruh luas kecamtan Babalan.
No
Tabel 1 : Pembagian Satuan Administrasi Wilayah Kecamatan Babalan
Wilayah Jumlah
1 Desa 4
2 Kelurahan 4
3 Dusun 26
4 Lingkungan 25
5 Rukun Warga 109
6 Rukun Tetangga 185
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012
4.1.3. Kondisi Demografi Kecamatan Babalan
Jumlah penduduk dan kepala keluarga di kecamatan Babalan adalah 56.920
jiwa dan 14.566 KK dimana jumlah laki-laki yaitu 29.003 dan jumlah perempuan
27.917 yang terdiri dari berbagai suku antara lain: Melayu, Aceh, Minang, Jawa,
Batak Toba, Karo, Batak Simalungun, Madina, Kalimantan dan etnis Tionghoa.
Penyebaran penduduk pada umumnya tidak merata dimana sebahagian besar
bermukim di kota dan pinggiran kota, selebihnya menyebar di desa dan kelurahan.
Secara umum presentasi penduduk kecamatan Babalan yang dilihat menurut
agama yang dianut dan suku bangsa dapat digambarkan sebagai berikut:
No
Tabel 2 : Presentasi Penduduk Menurut Agama
Agama Jumlah
1 Islam 85.17
2 Khatolik 1.12
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012 Tabel 3 : Presentasi Penduduk Menurut Suku
4.1.4. Sarana Perekonomian
Dalam menunjang perekonomian rakyat di kecamatan Babalan terdapat
sarana perekonomian antara lain:
No
Tabel 4 : Sarana Perekonomian
Nama Sarana Jumlah
1 KUD 0 unit
2 Koperasi simpan pinjam 1 unit
3 Pasar ikan (TPI) 1 unit
4 Toko/ Warung/ Kios 152 unit
5 Pasar pagi 1 unit
6 Pelabuhan laut 0 unit
7 Stasiun BUS,/ KPU/ Taxi 1 unit
6 Bank 9 unit
7 Pengadaian 1 unit
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012
Banyaknya toko / warung klontong, warung / kedai makanan minuman dan
4 Hindu 0.02
5 Budha 2.25
No Suku Jumlah
1 Melayu 14,46
2 Karo 2,57
3 Tapanuli 13,75
4 Madina 5,69
Tabel 5 : Banyaknya Jumlah Usaha Toko Klontong
Sumber: Kantor BPS Kab. Langkat, Tahun 2013
No
Tabel 6 : Banyaknya Jumlah Usaha Warung/Kedai Makanan Minuman
Tahun Jumlah Warung/ Kedai Makanan
Minuman
1. 2010 102
2. 2011 124
3. 2012 142
Sumber: Kantor BPS Kab. Langkat, Tahun 2013
No
Tabel 7 : Banyaknya Jumlah Usaha Restoran/ Rumah Makan
Tahun Jumlah Restoran / Rumah Makan
1. 2010 3
2. 2011 15
3. 2012 18
Sumber: Kantor BPS Kab. Langkat, Tahun 2013
4.1.5. Sarana Sosial Budaya
Dalam upaya meningkatkan kecerdasan masyarakat, pembangunan kegiatan
keagamaan dan kemasyarakatan serta lainnya yang berhubungan dengan sosial
budaya dapat di gambarkan sebagai berikut:
No Tahun Jumlah toko/warung klontong
1. 2010 73
2. 2011 152
Tabel 8: Sarana Pendidikan
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012
Tabel 9 : Prasarana Ibadah
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012
Tabel 10 : Kesehatan
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012
No Pendidikan Jumlah
1 TK 1 unit
4 Balai pengobatan 4unit
Selain hal tersebut, tempat tinggal penduduk kecamatan Babalan memiliki
3 bagian yaitu ada yang permanen dengan jumlah 69.218 unit, bukan permanen
dengan jumlah 5.236 unit dan sederhana dengan jumlah 2.981 unit dengan total
jumlah keseluruhan adalah 9.651 unit. Selain itu, prasarana lain yang dimiliki
adalah adanya masjid yang berjumlah 29 unit, musholah 50 unit, gereja 28 unit
dan vihara 1 unit. Kecamatan Babalan juga memiliki jumlah masyarakat dilihat
dari bidang pekerjannya sebagai berikut:
Tabel 11 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan
Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012
4.1.7. Sejarah Tambang Minyak Telaga Said dan Pertamina Secara Singkat
Sejarah mencatat bahwa penemuan minyak bumi secara komersil di
Indonesia untuk pertama kalinya diawali dengan penemuan di lapangan Telaga
Said, Pangkalan Brandan. Penjajakan perdana dilakukan tahun 1883 kemudian
pada 15 Juni 1885 tercatat sebagai awal penemuan minyak bumi oleh inspektur
perkebunan yang bernama Aeilko Janszoon Zeijlker berkebangsaan Belanda.
Konsesi eksplorasi diberikan oleh Sultan Musa dari Langkat, dimana pada saat itu
Indonesia masih dalam genggaman Belanda maka pada tanggal 15 Juni 1885
No Bidang Pekerjaan Jumlah
1 Pertanian 5.813 orang
2 Industri/kerajinan 394 orang
3 PNS, TNI dan POLRI 697 orang
4 Perdagangan 3.375 orang
5 Angkutan 1.593 orang
sumur minyak mulai digali dengan kedalaman 121 meter, hingga pada tahun 1890
mulailah minyak bumi diproduksi (Zainal, 2009 : 15).
Pada tahun 1892 dibangun kilang penyulingan BBM (Bahan Bakar Minyak)
di Pangkalan Brandan dan minyak bumi yang dihasilkan sangat melimpah.
Eksplorasi tersebut membuat peningkatan pendapatan yang besar namun
keuntungannya tidak dapat menggerakkan perekonomian serta kemajuan bagi
masyarakat kota Brandan, hanya saja pembangunan fasilitas kota semakin
meningkat untuk menunjang produksi minyak seperti jaringan pipa, fasilitas
pengeboran minyak di lapangan, rel kreta api dan pelabuhan.
Hal tersebut dikarenakan konsesi eksplorasi dan keuntungan hanya diperoleh
perusahaan asing yang terkenal dengan sebutan THE Big Three yaitu Shell,
Stanvac dan Caltex, karena pada saat itu Indonesia khususnya kilang minyak
Pangkalan Brandan masih dikuasai pihak Belanda dimana negara penjajah ini
melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap hasil bumi. Telaga said itu sendiri
akhirnya berhenti beroperasi pada tahun 1934 setelah habis minyaknya disedot
pemerintah Belanda yang mengelola ladang minyak ini melalui perusahaan
Bataafsche Petroleum Matschappij ( BPM ).
Sebelum akhirnya minyak bumi dikuasai Indonesia, terlebih dahulu sumur
dan kilang minyak Pangkalan Brandan dikuasai pada masa penjajahan Jepang,
karena pihak belanda mengalami kekalahan dari Jepang dan secara otomatis
seluruh daerah jajahan Belanda jatuh ke tangan Jepang. Belanda tidak ingin
ladang minyaknya yang menjadi tempat pendapatan yang sangat besar di serahkan