• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR DASAR PERPAJAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DASAR DASAR PERPAJAKAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Definisi pajak

Menurut Prof.Dr. Rachmat Soemitro, S.H. pajak adalah iuran rakyat kepada Negara yang berdasarkan undang-undang, tidak mendapat timbal balik yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi lain dari pajak sendiri adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan sebagai public saving yang merupakan sumber utama untuk pembiayaan public investment.

Apabila dilihat dari sisi propektif ekonomi maka pajak adalah beralihnya sumber daya dari sector privat kepada sector public yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan individu dalam kepentingan menguasai sumber daya dan bertambahnya kemampuan keuangan Negara dalam penyediaan barang dan jasa public yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan pengertian pajak di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak mempunyai beberapa ciri-ciri utama yaitu pajak dipungut dan diatur oleh undang-undang sebagai pedoman pelaksanaanya, pajak tidak menghasilkan kontraprestasi (imbalan) langsung bagi individu yang membayarkannya, pajak dipungut oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat, pajak digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan pengeluaran pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya dan apabila ada surplus digunakan sebagai public investment.

Pungutan Lain Selain Pajak

Pajak bukan hanya pungutan yang dilakukan kepada rakyatnya ada beberapa macam pungutan lain yang diterapkan oleh Negara tapi mempunyai perlakuan dan sifat yang berbeda, beberapa pungutan tersebut adalah :

 Bea Materai, pungutan yang dikenakan kepada dokumen yang bersifat

perdata dan dokumen yang digunakan di pengadilan berbeda dengan pajak bea materai tidak memerlukan no identitas baik untuk objek pajak atau untuk wajib pajak.

 Bea Masuk dan Bea Keluar yang dimaksud dengan bea masuk adalah

pungutan atas barang yang dimasukan ke dalam daerah pabean sedangkan bea keluar adalah kebalikan dari bea masuk jumlah bea masuk dan bea keluar ditentukan berdasarkan harga/nilai dari barang tersebut atau berdasarkan tarif yang ditentukan bagi masing-masing golongan barang.

 Cukai adalah pungutan yang dikenakan kepada beberapa barang yang

(2)

perlu dibatasi, penggunaannya mempunyai dampak negative bagi masyarakat atau lingkungan dan pemakaiannya perlu dikenakan pembebanan pungutan Negara untuk menjaga keadilan) sedangkan barang yang terkena cukai dan tarif yang dikenakannya dapat dilihat pada undang-undang No 39 Tahun 2007.

 Retribusi adalah suatu beban atau biaya yang diberikan kepada

seseorang di dalam suatu negara yang mendapatkan layanan atau fasilitas tertentu. Retribusi lebih bersifat spesifik, misalnya seseorang mendapatkan layanan tertentu, maka dia wajib membayar retribusi secara rutin. Contohnya adalah parkir dan jalan tol.

 Iuran adalah pungutan yang diberikan akibat suatu jasa atau fasilitas

yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar.

Fungsi Pajak

Secara umum fungsi pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan pengatur (regularend).

Dalam fungsi budgetair pajak berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan Negara yang utama yang digunakan untuk membiayai pengeluaran dan pembiayaan baik rutin ataupun untuk pembangunan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan sumber pemasukan kas Negara dilakukan dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak misalnya dengan melakukan penyempurnaan peraturan perpajakan dan tata cara pemungutan pajak.

Selain sebagai fungsi budgetair atau anggaran pajak juga berfungsi sebagai regulasi atau pengatur pelaksanaan kebijakan pemerintah, contoh dari pajak sebagai regulator adalah pada tarif pajak ekspor yang 0% bertujuan untuk mendorong para pengusaha untuk menigkatkan hasil produksi yang diekspor ke luar negeri sehingga dapat meningkatkan devisa negara selain juga dapat dilihat pada penerapan tarif pajak progresif penghasilan sehingga pihak yang mempunyai penghasilan yang tinggi juga memberikan kontribusi yang tinggi pula sehingga menghasilkan pemerataan pendapatan.

Syarat Pemungutan Pajak

Didalam melakukan pemungutan pajak pemerintah selaku pihak yang berperan sebagai pemungut pajak harus memperhatikan beberapa syarat tertentu dalam tata cara pemungutan pajak yaitu:

 Keadilan, adil dalam artian undang-undang adalah pajak dikenakan

secara umum dan merata tanpa membeda-bedakan dan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

 Berdasarkan Undang-Undang, kegiatan pemungutan pajak dan hak

(3)

 Tidak Menggangu Perekonomian (Ekonomis), berarti pemungutan pajak

tidak menimbulkan kelesuan ekonomi dan menggangu kelancaran produksi maupun perdagangan.

 Efisien (Finansial), biaya pemungutan pajak harus diatur agar lebih

rendah dari hasil pemungutan pajak.

 Sederhana, yang dimaksud dengan sederhana adalah tata cara

pemungutan harus dibuat sesederhana mungkin agar memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya.

Hukum Pajak

Hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak secara materil dan secara formil

Hukum pajak materiil adalah norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang menjelaskan keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak dan besarnya jumlah pajak atau secara singkatnya hukum materiil berisi tentang norma mengenai timbulnya pajak, besarnya pajak, penghapusan utang pajak dan hubungan antara pemerintah dan wajib pajak.

Hukum pajak formil adalah peraturan yang mengatur mengenai tata cara perwujudan dan pelaksanaan hukum materiil secara nyata, pada hukum formil dimuat cara penyelenggaraan hukum pajak , control pemerintah terhadap penyelenggaraan pajak, kewajiban wajib pajak dan prosedur pemungutan pajak.

Jenis Pajak

Pajak dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu pengelompokan berdasarkan golongan, sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.

Berdasarkan Golongannya :

 Pajak langsung, adalah pajak yang harus ditanggung sendiri atau

menjadi beban oleh wajib pajak sendiri sehingga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain contoh dari pajak langsung adalah PPh atau pajak penghasilan.

 Pajak tidak langsung, adalah kebalikan dari pajak langsung dimana

(4)

Dalam menentukan apakah suatu kegiatan termasuk kedalam pajak langsung atau tidak harus dilihat tiga factor dalam arti ekonomis yaitu : penanggung jawab pajak (orang yang secara yuridis harus melunasi pajak), penanggung pajak (berdasarkan fakta adalah orang yang pertama memikul beban pajak) dan pemikul pajak ( orang yang menurut UU harus dikenakan pajak). Jika seseorang atau aktivitas tertentu terdapat ketiga unsur tersebut maka pajaknya adalah pajak langsung sedangkan apabila salah satu unsur itu terdapat secara terpisah maka disebut pajak tidak langsung.

Berdasarkan Sifatnya :

 Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan

keadaan wajib pajak sebagai subjeknya misalnya adalah dalam pengenaan PPh atau pajak penghasilan dimana subjeknya adalah orang pribadi yang memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (perkawinan, jumlah tanggungan) untuk dimasukan ke dalam perhitungan wajib pajak.

 Pajak objektif, adalah pajak yang memperhatikan objek pengenaan

pajak tanpa melihat keadaan subjek pajaknya, contohnya adalah PPN dan pajak penjualan atas barang mewah.

Menurut Lembaga Pemungutnya

 Pajak Negara, adalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh

pemerintah pusat dan digunakan oleh untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya contoh dari pajak pusat adalah PPh dan PPN.

 Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh daerah baik daerah

tingkat I atau daerah tingkat II dan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga masing-masing contohnya adalah pajak kendaraaan bermotor, pajak reklame, PBB dan BPHTB.

Referensi:

 Wikipedia.com

 Siti Resmi. 2011. ”PERPAJAKAN Teori dan Kasus”. Edisi ke 6. Jakarta:

Penerbit: Salemba Empat

(5)

Mengenal Sanksi Pajak

Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.

Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewajiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.

(6)

Ada 2 macam Sanksi perpajakan :

1. Sanksi Administrasi yang terdiri dari: a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda

Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.

Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih lanjut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.

b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga

Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.

Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang pajak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.

Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Wajib Pajak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi

Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak, pembaca dapat melihat dalam tabel 2

c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan

Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat dalam tabel 3.

2. Sanksi Pidana

(7)

bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui. Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.

Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya dapat juga dilihat pada tabel 1.

Sumber : Indonesian Tax Review

konsultanpajak-aaa.comkonsultan-pajak.co.ccaris-aviantara.blogspot aviantara.multiply.com Filed under: Dasar-Dasar Perpajakan | Leave a comment »

Hak-Hak bagi Wajib Pajak

Kerahasiaan Wajib Pajak

(8)

 Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;

 Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Penundaan Pembayaran Pajak

Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

Pengangsuran Pembayaran

Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.

Penundaan Pelaporan SPT Tahunan

Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.

Pengurangan PPh Pasal 25

Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

Pengurangan PBB

Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.

Pembebasan Pajak

Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

(9)

Yang Pertama, dengan melalui Surat Pemberitahuan (SPT),

Yang Kedua, dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.

Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak

Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.

Pajak Ditanggung Pemerintah

Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

Insentif Perpajakan

Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

Keberatan

Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.

Syarat pengajuan keberatan adalah :

(10)

Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.

Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

Banding

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.

Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Peninjauan Kembali (PK)

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.

Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.

Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.

http://konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.multiply

Filed under: Pengantar Perpajakan | Ditandai: SPT, SPT Masa PPh Pasal 23 | Leave a comment »

Kewajiban Perpajakan bagi Wajib Pajak Badan

(11)

adalah self assestment, di mana setiap Wajib Pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung sendiri pajak-pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau dalam suatu tahun pajak, kemudian menyetor dan melaporkannya kepada instansi pajak yang berwenang. Apabila Wajib Pajak melalaikan kewajiban yang dibebankan di pundaknya, sudah pasti akan timbul sanksi-sanksi yang dikenakan secara berjenjang, tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Secara umum ada tiga kelompok kewajiban pajak yang wajib dilaksanakan oleh setiap Wajib Pajak, yaitu:

1. Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29);

2. Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas penghasilan orang lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final); dan

3. Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Kewajiban Wajib Pajak Badan umumnya meliputi seluruh jenis pajak, baik atas pajak sendiri, pemotongan/pemungutan pajak atas penghasilan pihak lain, maupun pemungutan PPN dan atau PPn BM (jika ada), tergantung dari bentuk badan, jenis usaha yang dilakukan, serta status Wajib Pajak yang bersangkutan.

Jenis-jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa diuraikan sebagai berikut:

1. PPh Pasal 21/Pasal 26

Yaitu PPh yang wajib dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh orang pribadi, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh.

Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun penghasilan orang pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar atau terutang oleh perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan, yang termasuk objek PPh Pasal 21, kepada orang pribadi yang berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu pada ketentuan Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty.

Kewajiban PPh Pasal 21/Pasal 26 yang harus dilaksanakan, meliputi:

 SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 pada setiap Masa Pajak

(12)

 SPT Masa PPh Pasal 21 pada Akhir Tahun Pajak

Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dilunasi pada suatu tahun pajak, termasuk PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan orang pribadi berstatus WP luar negeri. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Akhir Tahun Pajak sebenarnya merupakan penghitungan ulang atas PPh Pasal 21 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember. Bisa jadi, pada SPT Masa PPh Pasal 21 pada akhir tahun nantinya timbul kurang bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil (PPh Pasal 21 yang sudah disetor sama dengan PPh Pasal 21 yang terutang).

2.

PPh Pasal 23

Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, royalty, bunga, hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa sehubungan dengan jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajeman, jasa konsultan, dan jasa lain, yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh.

3.

PPh Pasal 26

Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen; bunga; royalti; sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan; serta pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 26 UU PPh.

Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara tersendiri, meskipun untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, tergantung pada jenis objek pajaknya serta penerima penghasilannya;

 Jika objek pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima penghasilannya adalah orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26;

 Jika penerima penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri, pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.

4. PPh Final

(13)

5.

PPh Pasal 25

Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan. Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan pelaksanaannya.

6.

PPh Pasal 29

Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada akhir tahun pajak, dengan memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh Pasal 25 yang telah disetor setiap bulan dan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain.

7. PPN

Yaitu pemungutan pajak atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah Pabean, yang meliputi suatu masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang mewah, terdapat Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang juga terutang sesuai ketentuan UU yang berlaku.

Pembukuan

Sebagai titik awal pembuktian kebenaran penghitungan pajak, pembukuan mempunyai peranan yang sangat penting. Tanpa pembukuan, tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti berapa besarnya pajak yang sebenarnya terutang di perusahaan tersebut.

Sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU KUP diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh UU KUP, pembukuan dilakukan sekurang-kurangnya untuk memperoleh informasi mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

Dengan diterapkannya sistem self assessment, Wajib Pajak dituntut kesiapannya baik dari segi pengetahuan pajak maupun teknis administrasi. Sehingga apabila Wajib Pajak tidak atau lalai dalam menjalankan kewajiban perpajakan yang menjadi tanggung jawabnya, maka Wajib Pajak bisa terkena sanksi perpajakan. Oleh karena itu Wajib Pajak perlu memperhatikan dan berhati-hati dengan kewajiban pajaknya. Wajib Pajak seharusnya dapat menyusun suatu manajemen pajak yang baik, artinya mengusahakan agar pajak yang dibayar menjadi kecil atau menghindari pengenaan pajak yang tidak seharusnya atau menghindari pengenaan sanksi perpajakan. Manajemen pajak harus dilakukan secara legal atau tidak melanggar aturan pajak.

Sanksi Perpajakan yang terkait dengan Pelaporan dan Penyetoran Pajak:

1. Denda Administrasi (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), dalam hal :

(14)

 Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai

 Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya

 Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan

2. Bunga (Pasal 9 (2a) dan (2b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), dalam hal:

Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan Pajak Penghasilan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan dikenakan Sanksi Administrasi berupa Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

3. Kenaikan (Pasal 13 ayat 3 dan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), yaitu dalam hal:

- SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran sanksinya berupa kenaikan sebesar 50% (untuk PPh Badan/Orang Pribadi), 100% (untuk PPh Pemotongan/Pemungutan), 100% (untuk PPN) dari jumlah pajak yang kurang/tidak dibayar.

- Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang pertama kali, wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui SKPKB.

4. Sanksi Pidana:

a. Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. (Pasal 38 Undang-Undang 28 Tahun 2007)

b. Karena sengaja, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 Undang-Undang 28 Tahun 2007)

(15)

Filed under: Pengantar Perpajakan | Ditandai: konsultan pajak, konsultasi pajak, kup,pajak, Perpajakan | Leave a comment »

Pengertian-Pengertian dalam Ketentuan Umum Perpajakan

Posted on Januari 11, 2009 by aris aviantara Pajak

Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib Pajak

Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Pengusaha

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

PENDAFTARAN UNTUK MENDAPATKAN NPWP

(16)

tempat usaha tersebar di beberapa tempat, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

- Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bukan berikutnya.

- WP orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.

PELAPORAN USAHA UNTUK PENGUKUHAN PKP

- Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.

- Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarakan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.

- Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.

- Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

TEMPAT PENDAFTARAN WP TERTENTU & PELAPORAN BAGI PENGUSAHA TERTENTU

- Seluruh Wajib Pajak BUMN dan Wajib Pajak BUMD di Wilayah DKI Jakarta di KPP BUMN;

- Wajib Pajak PMA yang Tidak Go Public di KPP PMA Kecuali yang Telah Terdaftar di KPP Lama dan Wajib Pajak PMA di Kawasan Berikat dengan Permohonan Diberikan Kemudahan Mendaftar di KPP Terdaftar;

- Wajib Pajak Badan dan Orang Asing di KPP Badora;

- Wajib Pajak Go Public di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public) Kecuali Wajib Pajak BUMN/BUMD serta Wajib Pajak PMA yang Berkedudukan di Kawasan Berikat;

- Wajib Pajak BUMD di Luar Jakarta di KPP Setempat;

- Untuk Wajib Pajak BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di Luar Jakarta, Khusus PPh Pemotongan/Pemungutan dan PPN/PPnBM di Tempat Kegiatan Usaha atau Cabang.

(17)

- sebagai sarana dalam administrasi perpajakan

- tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya;

- menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan;

Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak; FUNGSI PENGUKUHAN PKP

- Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM

- Sebagai identitas PKP yang bersangkutan. - Pemenuhan kewajiban PPN dan PPnBM. PENERBITAN NPWP SECARA JABATAN

KPP dapat menerbitkan NPWP dan Pengukuhan PKP secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bila berdasarkan data yang dimiliki DJP ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP atau PKP.

SANKSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN NPWP & PENGUKUHAN PKP

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Cara Menghitung PPh Pasal 21 Tarif Dan Penerapan PPh Pasal 21

1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:

a. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

b. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan) dikurangi PTKP.

(18)

2. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak berkesinambungan;

3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah;

4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,00 dan atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000,00. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,00 sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.

5. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I kebawah.

6. Besar PTKP adalah :

Penerima PTKP Setahun Sebulan

untuk diri pegawai Rp

15.840.000 Rp1.320.000 tambahan untuk pegawai yang sudah

menikah(kawin) Rp 1.320.000 Rp 110.000 tambahan untuk setiap anggota

keluarga *) paling banyak 3 (tiga) orang

Rp 1.320.000 Rp 110.000

(19)

8. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif sampai dengan Rp 50 juta 5% diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250

juta 15%

diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500

juta 25%

diatas Rp 500 juta 30%

9. Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20 % lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 17.

Contoh Cara Menghitungan PPh Pasal 21 (pemotongan)

1. Cara Menghitung PPh pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan

a. Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2010. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp.2.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Cara Menghitung PPh Ps 21:

Penghitungan PPh Ps. 21 terutang: Gaji Sebulan = Rp. 2.000.000 Penghasilan bruto = Rp. 2.000.000

Pengurangan: Biaya Pensiun = 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000 Iuran pensiun = Rp. 50.000 (+)

Total Pengurangan = Rp. 150.000

Penghasilan netto sebulan = Rp. 1.850.000

Penghasilan netto setahun = 12 x 1.850.000 = Rp. 22.200.000 PTKP setahun:

 WP sendiri = Rp. 15.840.000

 Tambahan WP kawin = Rp. 1.320.000 Total PTKP = Rp. 17.160.000

PKP setahun = Rp. 5.040.000

PPh Ps. 21= 5 % x 5.040.000 = Rp. 252.000 PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 21.000

(20)

a. Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2005. Tahun 2010 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 3.000.000,00. Cara Menghitung PPh Ps 21 :

Pensiun sebulan = Rp. 3.000.000

Pengurangan: Biaya Pensiun = 5% x 3.000.000 = Rp. 150.000 (-) (Maksimum

diperkenankan Rp. 200.000)

Penghasilan Netto sebulan = Rp. 2.850.000 Penghasilan Netto setahun = Rp. 34.200.000 PTKP (K/1) = Rp. 18.480.000

PKP = Rp. 15.720.000

PPh Ps. 21 setahun = 5% x 15.720.000 = Rp. 786.000 PPh Ps. 21 sebulan = (Rp. 786.000 : 12) = Rp. 65.500

3. Cara Menghitung PPh pasal 21 atas Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem, Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.

a. Ikhsan Alisyahbani pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.500.000,00 menerima THR sebesar Rp. 1.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas gaji dan THR:

Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000 THR = Rp. 1.000.000

Jumlah Penghasilan Bruto = Rp. 31.000.000 Pengurangan:

 Biaya Jabatan = 5% x 31.000.000 = Rp. 1.550.000

 Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000

 Total Pengurangan = Rp. 2.150.000 Penghasilan netto setahun = Rp. 28.850.000 PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000

PKP setahun = Rp. 11.690.000

PPh Ps. 21 terutang = 5% x 11.690.000 Rp. 584.500 PPh Pasal 21 atas gaji

Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000 Pengurangan:

(21)

 Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000

 Total Pengurangan = Rp. 2.100.000 Penghasilan netto setahun Rp. 27.900.000

PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000 PKP setahun = Rp. 10.740.000

PPh Ps. 21 terutang = 5% x 10.740.000 Rp. 537.000 PPh Pasal 21 atas gaji dan THR – PPh Pasal 21 atas gaji: = Rp. 584.500– Rp.537.000 = Rp. 47.500

4. Cara Menghitung PPh Ps 21 atas Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.

a. Saputra (memiliki NPWP) memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp 1.500.000,00. Saputra juga memiliki sumber penghasilan lainnya. Cara Menghitung PPh Ps 21 : Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x (50% x jumlah penghasilan bruto ) = 5% x (50% x Rp1.500.000,00) = Rp37.500,00

5. Cara Menghitung PPh Ps 21 atas Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.

a. Hendra seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya dan berstatus bukan pegawai, dalam bulan Januari 2010 menerima komisi sebesar Rp4.000.000,00. Hendra tidak memiliki sumber penghasilan lainnya. Cara Menghitung PPh Ps 21 :

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x [(50% x jumlah penghasilan bruto ) -PTKP perbulan]: = 5% x [(50% x Rp4.000.000,00) - Rp 1.320.000,00] = Rp 34.000,00

6. Cara Menghitung PPh Ps 21 atas Honorarium atau imbalan lainnya kepada peserta kegiatan (pendidikan pelatihan magang).

a. Febri sebagai peserta magang menerima honor sebesar Rp3.500.000,00. Cara Menghitung PPh Ps 21, PPh Pasal 21 yang terutang :

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x jumlah penghasilan bruto = 5% x Rp3.500.000,00 = Rp175.000,00

7. Cara Menghitung PPh Ps 21 atas Penghasilan atas Upah Harian. a. Erfin (tidak memiliki NPWP) pada bulan Agustus 2010 bekerja

sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. Ia bekerja sehari sebesar Rp 200.000,00. Cara Menghitung PPh Ps 21 terutang :

Upah sehari Rp 200.000,00

(22)

Referensi

Dokumen terkait

〔商法 二六六〕「株式会社内外タイムス」の営業を引き継いだ「内 外タイムズ株式会社」につき、商法二六条一項の商号続用に基づく

The writer calculated the t-test tofind out whether using mind mapping technique is effective or notin developing students‟ vocabulary and to know is there any

Dalam hal wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu dengan ditemukannya data baru dan/atau data yang semula belum

Sedang- kan yang dilakukan oleh seseorang seperti Ahlulkitab , di samping me- reka telah berlaku syirik, kitab sucinya juga telah dirubah dan mereka tidak mempercayai

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menganalisis komposisi kimia sampel MOCAF seperti penentuan kadar air, kadar abu, kadar amilosa, dan pH dengan analisis kimiawi

Kecuali di mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan Istimewa) ayat (1), Pasal 12 (Bunga) ayat (5), atau Pasal 13

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi faktor-faktor pendorong terjadinya perubahan fungsi lahan di kelurahan tuatunu (2) menganalisis dampak perubahan fungsi

Pendatang (Madura) begitu menguasai, padahal (Dayak) adalah tuan rumah. Begitu pula dalam migrasi atau memindahkan orang dan terbentuk pemukiman satu suku, biasanya