1 SKRIPSI
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP UPAYA PAJAK DAERAH PADA
PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
OLEH:
NAMA : YOHANES WARUWU
NIM : 050503244
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: ”Pengaruh Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Upaya Pajak Daerah Pada
Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara”, adalah benar hasil
karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau
diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk program S-1
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua
sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar
apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia
menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, Desember 2009
Yang Membuat Pernyataan
Yohanes Waruwu
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan hanya bagiMu Tuhan Yesus Kristus
atas segala berkat yang tiada terkira yang telah Engkau berikan kepadaku dalam
menyelesaikan skripsi ini. Kasih dan penyertaanMu sungguh luar biasa dalam
setiap langkah kehidupanku sehingga saya dapat melalui segala rintangan dan
hambatan dalam kehidupan ini.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta, teristimewa
kepada bapak, mama, abang dan kakak serta adik-adik ku terima kasih buat
segala hal yang boleh kalian berikan unutk mendukung penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus terhadap Upaya Pajak Daerah pada Pemerintah Kabupaten/
Kota di Provinsi Sumatera Utara”, yang ditujukan untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Universitas Sumatera Utara untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Hal ini disebabkan
keterbatasan dari kemampuan penulis. Oleh karena itulah penulis selalu
berusaha untuk memperbaiki diri lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Dengan keterbatasan yang penulis miliki selama menyusun skripsi ini, maka
skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah
moril dan materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku Ketua Departemen
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak. selaku Sekretaris
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Syahrul Rambe, MM, Ak, selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak. selaku dosen penguji I dan
Bapak Drs. Arifin Lubis, MM, Ak. Selaku dosen penguji II yang telah
banyak membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan karuniaNya. Amin.
Medan, Desember 2009 Penulis,
Yohanes Waruwu
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Upaya Pajak Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 17 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F pada level signifikansi 5% (=0.05).
Hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif terhadap Upaya Pajak Daerah, sedangkan Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Upaya Pajak Daerah. Secara simultan Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Upaya Pajak Daerah. Dimana 21.5% variasi dari perubahan Upaya Pajak Daerah dapat dijelaskan oleh variasi dari kedua variabel independen, sedangkan sisanya sebesar 78.5% dijelaskan oleh variasi atau faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution toward Local Expenditure in government of regency / city at North Sumatera.
The method of this scientific paper is a causal research design with 24 regency/ city as a sample for every year from 33 regency / city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Central Bureau of Statistics (BPS) on North Sumatera province. The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression, with t test and with F test on 5% level of significant (=0.05).
The result of this research show that in partial, General Allocation Fund have negative impact the Local Tax Effort, but Special Allocation Fund have positive impact Local Tax Effort, as simultan General Allocation Fund, Special Allocation Fund have a significant impsct toward the Local Tax Effort. 21.5% variation from the Local Tax Effort change which can be explained by the two independent variable. Meanwhile, the remainder 78.5% explained by other variation or factor which not include in regression model.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRAC ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis... ... 6
1. Pengertian Keuangan Daerah ... 6
2. Pengertian dan Unsur-unsur APBD ... 6
B. Penerimaan Daerah ... 7
C. Dana Perimbangan ... 13
D. Dana Alokasi Umum ... 20
1. Pengertian Dana Alokasi Umum ... 20
2. Tujuan Dana Alokasi Umum ... 22
E. Dana Alokasi Khusus ... 24
1. Pengertian Dana Alokasi Khusus ... 24
2. Penetapan Alokasi dan Penggnaan DAK ... 25
3. Penyaluran DAK ... 26
F. Pajak Daerah dan Upaya Pajak... 27
G. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 36
H. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 37
1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 37
2. Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 39
B. Jenis Data dan Sumber Data ... 39
C. Teknik Pengumpulan Data ... 39
D. Populasi dan Sampel Penelitian... 40
1. Populasi Penelitian ... 40
2. Sampel Penelitian ... 41
F. Metode dan Teknik Analisis Data ... 43
G. Jadwal Penelitian ... 52
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian... 53
B. Hasil Analisis Data Penelitian ... 55
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 55
2. Pengujian Asumsi Klasik ... 56
a. Uji Normalitas ... 56
b. Uji Multikolinearitas ... 62
c. Uji Heterokedasititas ... 63
d. Uji Autokorelasi ... 65
3. Model dan Teknik Analisis Data ... 66
a. Model Regresi Berganda ... 66
b. Pengujian Hipotesis ... 67
1. Uji Parsial t ... 67
2. Uji Simultan F ... 69
3. Koefisien Determinasi ... 70
C. Pembahasan Hasil Analisis ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 73
C. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Pajak Propinsi dan Kabupaten/Kota ... 29
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu... 36
Tabel 3.1 Daftar Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara ... 40
Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian... 42
Tabel 3.3 Definisi Operasionaldan Pengukuran Variabel……….. 43
Tabel 3.4 Tabel Jadwal Penelitian ………. 52
Tabel 4.1 Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota Sampel ... 54
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ………. 55
Tabel 4.3 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov... 57
Tabel 4.4 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov Setelah Tansformasi... 60 Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas………... 63
Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ... 65
Tabel 4.7 Uji Autokorelasi ………. 65
Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi ……… 66
Tabel 4.9 Uji Statistik t ……….. 68
Tabel4.10 Uji Statistik F ……… 69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1
Gambar 4.1
Kerangka Konseptual ……….
Grafik Histogram ……….
37
58
Gambar 4.2 Grafik Normal Probability Plot ………. 59
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Grafik Histogram Setelah Transformasi ...
Grafik Normal Probability Plot Setelah Transformasi ..
Grafik Scatterplot ... 61
62
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran i Data Variabel Penelitian Tahun 2005... 79
Lampiran ii Data Variabel Penelitian Tahun 2006... 80
Lampiran iii Data Variabel Penelitian Tahun 2007... 81
Lampiran iv Data Anggaran APBD Tahun 2005-2007... 82
Lampiran v Data Realisasi PAD Tahun 2005-2007………. 83
Lampiran vi Statistik Deskriptif... 84
Lampiran vii Hasil Uji Normalitas ... 85
Lampiran viii Hasil Uji Multikolinearitas………..……... 89
Lampiran ix Hasil Uji Heteroskedastisitas... 90
Lampiran x Hasil Uji Autokorelasi……… 92
Lampiran xi Model Regresi………..……... 93
Lampiran xii Hasil Uji Hipotesis (Uji t)……… 94
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Upaya Pajak Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 17 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F pada level signifikansi 5% (=0.05).
Hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif terhadap Upaya Pajak Daerah, sedangkan Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Upaya Pajak Daerah. Secara simultan Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Upaya Pajak Daerah. Dimana 21.5% variasi dari perubahan Upaya Pajak Daerah dapat dijelaskan oleh variasi dari kedua variabel independen, sedangkan sisanya sebesar 78.5% dijelaskan oleh variasi atau faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution toward Local Expenditure in government of regency / city at North Sumatera.
The method of this scientific paper is a causal research design with 24 regency/ city as a sample for every year from 33 regency / city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Central Bureau of Statistics (BPS) on North Sumatera province. The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression, with t test and with F test on 5% level of significant (=0.05).
The result of this research show that in partial, General Allocation Fund have negative impact the Local Tax Effort, but Special Allocation Fund have positive impact Local Tax Effort, as simultan General Allocation Fund, Special Allocation Fund have a significant impsct toward the Local Tax Effort. 21.5% variation from the Local Tax Effort change which can be explained by the two independent variable. Meanwhile, the remainder 78.5% explained by other variation or factor which not include in regression model.
1 A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (dalam
perkembangannya kedua regulasi ini diperbaharui dengan UU No. 32 tahun
2004 dan UU No 33 tahun 2004) menjadi babak baru terkait dengan hubungan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Daerah (kabupaten dan kota)
diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengelola berbagai sumber daya
yang dimiliki. Daerah diharapkan mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi
(peningkatan kesejahteraan masyarakat). Peningkatkan pertumbuhan ekonomi
lokal lebih cepat terwujud dan pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja
(kemampuan) keuangan daerah. Hal ini berarti, idealnya pelaksanaan otonomi
daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat,
daerah menjadi lebih mandiri, yang salah satunya di indikasikan dengan
meningkatnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam hal pembiayaan
daerah. Salah satu kendala yang dihadapi dalam implementasi otonomi daerah
adalah adanya disparitas (kesenjangan) fiskal antar daerah.
Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah pusat memberikan bantuan
Umum (DAU). Daerah yang mempunyai kemampuan fiskal rendah akan
mendapatkan DAU dalam jumlah yang relatif besar, sebaliknya daerah yang
mempunyai kemampuan fiskal tinggi akan mendapat DAU dalam jumlah yang
kecil. Pemberian DAU ini diharapkan benar-benar dapat mengurangi disparitas
fiskal horizontal, daerah mempunyai tingkat kesiapan fiskal yang relatif sama
dalam mengimplementasikan otonomi daerah. Daerah diharapkan mampu
mengalokasikan sumber dana ini pada sektor-sektor produktif yang mampu
mendorong adanya peningkatan investasi di daerah dan juga pada sektor yang
berdampak pada peningkatan pelayanan publik, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kontribusi publik terhadap pajak (misal : membayar pajak atau
retribusi). Kemandirian daerah menjadi semakin tinggi seiring dengan
meningkatnya kapasitas fiskal daerah, dan pada gilirannya tanggungan
pemerintah untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi.
Namun demikian, realitas menunjukkan bahwa dalam perkembangannya
daerah tidak menunjukkan adanya peningkatan kemandiran. Penelitian Susilo
dan Adi (2007), serta Setiaji dan Adi (2007) memberikan fakta empirik tidak
adanya peningkatan kontribusi (share) PAD terhadap belanja daerah. Daerah
justru lebih mengandalkan sumber pendanaan lain dalam pembiayaan. Abdullah
dan Halim (2003) memberikan bukti bahwa DAU mempunyai pengaruh yang
lebih kuat terhadap belanja daerah daripada pengaruh PAD terhadap belanja
daerah. Daerah cenderung mempertahankan penerimaan DAU dikarenakan
jumlahnya yang sangat besar daripada mengupayakan peningkatan pendapatan
mengoptimalkan potensi yang dimiliki, lebih mengandalkan penerimaan DAU
yang bersifat hibah. Bisa jadi sebagai pertimbangan praktis upaya ini lebih
dipilih daripada meningkatkan PAD secara signifikan, namun disisi lain sebagai
konsekuensinya DAU yang diterima menjadi lebih kecil. Dengan kata lain
pemberian DAU ini justru memberikan dampak negatif terhadap peningkatan
upaya pajak (tax effort) daerah. Pemberian DAU yang semula bertujuan untuk
mengurangi disparitas horizontal, justru menjadi disinsentif bagi daerah untuk
mengupayakan peningkatan kapasitas fiskal. Upaya pajak menjadi lebih rendah,
harapan adanya peningkatan kemandirian daerah justru menjadi semakin jauh.
Demikian juga dengan kondisi pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara, belum ada satupun pemerintah daerah yang mampu untuk
mengelola keuangan daerahnya tanpa bantuan pemerintahan diatasnya, ditandai
dengan besarnya penerimaan daerah yang bersumber dari transfer pemerintah
pusat. Contoh kasus seperti di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2005
memperoleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp 188.714.000.000, Dana Alokasi
Khusus sebesar Rp 8.000.000.000, upaya pajaknya sebesar 0.921964456. Pada
tahun 2006 jumlah DAU sebesar Rp 303.501.000.000, DAK sebesar Rp
32.378.383.000, upaya pajaknya sebesar Rp 0.716681908. Tahun 2007 jumlah
DAU yang diterima sebesar Rp 344.516.000.000, DAK sebesar Rp
39.038.000,upaya pajaknya sebesar Rp 0.473153896. Upaya pajak dapat
dihitung dengan membandingkan realisasi anggaran PAD dan Anggaran PAD.
Berdasarkan contoh kasus diatas terlihat penerimaan DAU dan DAK dari tahun
upaya pajak. Hal ini tidak sesuai dengan harapan bahwa pemberian DAU untuk
mengatasi disparitas fiskal horizontal. Daerah cenderung bergantung pada DAU
yang jumlahnya sangat besar daripada mengupayakan peningkatan pendapatan
asli daerahnya. Kenyataannya, belum semua pemerintah daerah mampu
mengalokasikan sumber penerimaan ini sebagai salah satu upaya untuk
memaksimalkan kemampuan daerah dalam mengembangkan wilayahnya
melalui peningkatan pembangunan dan investasi. Pemberian DAU yang
seharusnya menjadi stimulus peningkatan kemandirian daerah, justru direspon
berbeda oleh daerah. Daerah pada akhirnya tidak menjadi lebih mandiri, bahkan
semakin bergantung pada bantuan dana dari pemerintah pusat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam
bentuk skripsi dengan judul:
“PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI
KHUSUS TERHADAP UPAYA PAJAK DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti membuat hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah : “Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh signifikan secara parsial dan
simultan terhadap Upaya Pajak (Tax Effort) Daerah pada Pemerintah Kabupaten/
C. Batasan Penelitian
Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. batasan aspek dalam penelitian ini, hanya terhadap akuntansi keuangan
daerah saja untuk menjelaskan pengaruh Dana Alokasi Umum(DAU)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Upaya Pajak Daerah.
2. objek penelitian adalah kabupaten dan kota yang ada di Provinsi
Sumatera Utara
3. batasan waktu penelitian ini adalah hanya meliputi tahun 2005-2007
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh signifikan secara
parsial dan simultan terhadap upaya pajak daerah pada Pemerintahan Kabupaten/
Kota di Provinsi Sumatera Utara.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan
tentang pengaruh Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap upaya pajak daerah pada pemerintah kabupaten/ kota di
Provinsi Sumatera Utara.
2. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dalam hal penggunaan keuangan daerah dengan optimal.
3. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk
6 A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Keuangan Daerah
Menurut Halim (2004 : 16), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari
“Keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang
inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD).”
“Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang
berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).” (Saragih,
2003 : 12).
2. Pengertian dan unsur-unsur APBD
Menurut Bastian (2006 : 189). APBD merupakan “pengejawantahan rencana
kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan
berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.”
Menurut Saragih (2003:122) “APBD adalah dasar dari pengelolaan
keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun.
1. rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,
2. adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,
3. jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, 4. periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.
3. Klasifikasi APBD
Klasifikasi APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 13 tahun 2006 pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun
bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri nomor 13 tahun
2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan daerah, belanja
daerah, dan pembiayaan daerah”.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 ABPD
terdiri atas:
Pendapatan daerah dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah.
B. Penerimaan Daerah
Menurut PP RI No. 58 Tahun 2005 Penerimaan Daerah adalah hak dan
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Menurut Halim (2004:96-99) sumber pendapatan daerah adalah sebagai
berikut:
1. pendapatan asli daerah,
pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi. Kelompok PAD dipisahkan menjadi empat jenis
pendapatan , yaitu:
a. pajak daerah,
b. retribusi daerah,
c. hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan,
d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2. pendapatan transfer-dana perimbangan,
pendapatan transfer merupakan pendapatan daerah yang diperoleh dari
otoritas di atasnya. Sebelum munculnya Peraturan Menteri dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 , kelompok pendapatan ini terbatas hanya pada
transfer ini digolongkan menjadi dua jenis pendapatan (untuk provinsi) dan
menjadi tiga jenis pendapatan (untuk kabupaten/kota), yaitu:
a. transfer pemerintah pusat-dana perimbangan, meliputi:
i. dana bagi hasil pajak,
ii. dana bagi hasil bukan pajak (sumber daya alam),
iii. dana Alokasi Umum,
b. transfer pemerintah pusat-lainnya, meliput i:
i. dana otonomi khusus,
ii. dana penyesuaian.
c. transfer pemerintah provinsi, meliputi:
i. pendapatan bagi hasil pajak,
ii. pendapatan bagi hasil lainnya.
3. lain-lain pendapatan yang sah
pada peraturan sebelumnya, yaitu Keputuasan Menetri Dalam Negeri
(Kepmendagri) Nomor 29 Tahun 2002, pendapatan ini dikelompokkan
dalam jenis pendapatan bantuan dana kontijensi/penyeimbang dari
pemerintah dan dana darurat. Sesuai dengan peraturan terbaru, yaiu lampiran
C.V. butir H Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pendapatan ini dibagi
menurut jenis pendapatan yang mencakup:
a. Pendapatan hibah merupakan bantuan berupa uang, barang dan atau jasa
yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri
dan luar negeri.
b. Pendapatan dana darurat merupakan bantuan pemerintah dari APBN
kepada pemerintah daerah untuk mendanai keprluan mendesak yang
diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD
c. Pendapatan lainnya.
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah
anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja
daerah. Dan sebaliknya jika pendapatan daerah dalam satu tahun diperkirakan
lebih kecil dari anggaran belanjannya, maka akan terjadi defisit APBD.
Apabila APBD mengalami defisit, pemerintah dapat menganggarkan
penerimaan pembiayaan. Sebaliknya, pemerintah dapat mengganggarkan
pengeluaran pembiayaan jika ada surplus.
Menurut Renyowijoyo (2008:224-225) ketentuan mengenai pinjaman daerah
dan obligasi daerah diatur dengan peraturan pemerintah, yang
sekurang-kurangnya mengatur tentang:
a. persyaratan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman, b. penganggaran keuangan pinjaman daerah yang jatuh tempo dalam
APBD,
c. pengenaan sanksi dalam hal pemerintah daerah memenuhi kewajiban membayar pinjaman kepada pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga perbankan, serta lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat,
d. tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap semester dalam tahun anggaran berjalan ,
e. penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan pokok obligasi, f. pengelolaan obligasi daerah mencakup pengendalian resiko,
penjualan dan pembelian obligasi, pelunasan dan penganggaran dalam APBD.
Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan yang terdapat pada
rekening kas umum daerah. Kelompok penerimaan pembiayaan terdiri atas jenis
pembiayaan berikut:
a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya
merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari sisa anggaran tahun lalu
yang mencakup penghematan belanja, kewajiban pada pihak ketiga yang
semua pelampauan atas penerimaan daerah seperti penerimaan PAD,
penerimaan dana pembangunan, penerimaan lain-lain pendapatan daerah
yang sah, dan penerimaan pembiayaan.
b. pencairan dana cadangan
merupakan sumber pembiayaan yang dapat berasal dari penyisihan atas
penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah atau
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. penerimaan pinjaman daerah
merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari kegiatan meminjam dana
termasuk menerbitkan obligasi.
d. penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah
merupakan sumber pembiayaan yang didapatkan dari diterimanya kembali
sejumlah pinjaman yang telah diberikan kepada pemerintah pusat atau
pembda lainnya.
e. penerimaan piutang daerah
merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari pelunasan piutang pihak
ketiga seperti penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah
pusat, pembda lainnya, lembaga keuangan bank dan bukan bank, serta
penerimaan piutang lainnya.
merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari penjualan perusahaan milik
daerah/BUMD, dan penjualan aset milik pemda yang dikerjasamakan dengan
pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pembda.
Pegeluaran Pembiayaan adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
mengalokasikan surplus anggaran. Kelompk pembiayaan pengeluaran daerah
terdiri atas jenis pembiayaan berikut:
a. pembentukan dana cadangan
dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
tahun anggaran.
b. penyertaan modal
merupakan sumber pembiayaan yang berupa kegiatan penyertaan modal
(investasi).
c. pembayaran pokok utang
akun pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan
pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan
perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
d. pemberian pinjaman daerah
akun pemberian pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan pinjaman
yang diberikan kepada pemerintah pusat atau pembda lain.
Ketentuan lebih lanjut tentang pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur
C. Dana Perimbangan
Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut Saragih
(2003:85) adalah:
Suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transpran, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan, desentralisasi,dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut,termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
Menurut Bastian (2001:261) Dana perimbangan adalah dana yang bersumber
dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mebiayai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Menurut Saragih (2003:85), “ Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara
pemeritah pusat dan daerah (intergovernmental fiscal relation system), sebagai
konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyediaan
sebahagian wewenang pemerintahan.
Menurut Halim (2004:69), dana perimbangan merupakan “dana yang
bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah.”
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004, dana perimbangan terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil Pajak
Dana Bagi hasil pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan
penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Orang Pribadi dalam Negeri, dan Pajak
Penghasilan Pasal 21.
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas objek pajak bumi
dan bangunan adalah sebesar 0,5%. Dasar pengenaan pajaknya adalah Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP). Dasar perhitungan pajaknya adalah Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setingi-tingginya 100%.
Ketentuan dalam peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2002:
a. sebesar 40% dari NJOP untuk objek pajak perkebunan, pajak kehutanan, dan
pertambangan,
b. untuk objek pajak lainnya sebesar 40% dari NJOPnya Rp. 1.000.000,00 atau
lebih, dan 20% dari NJOP apabila NJOP kurang dari Rp. 1.000.000,00.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan penyalurannya diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud peraturan perundang-perundang-undangan yang
berlaku adalah Peraturan Pemerintah tentang pembagian hasil penerimaan PBB
anatar pusat dan daerah dan Keputusan Menteri Keuangan yang menindak lanjuti
peraturan pemerintah tersebut.
Peneriman Negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi
dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Dana Bagi
Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (DBH BPHTB) untuk daerah
sebesar 80% dibagi untuk daerah dengan rincian:
a. 16% untuk provinsi yang bersangkutan,
Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang
sama besar untuk seluruh kabupaten/kota. Bagian pemerintah dari penerimaan
BPHTB (Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan) dibagikan dengan porsi
yang sama besar untuk kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Alokasi Pembagian
didasarkan atas realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyaluran dan penerimaan BPHTB diatur dengan keputusan Menteri
Keuangan.
Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh pasal 25 da 29 Wajip pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh pasal 21 dibagi dengan imbangan
60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Berdasarkan pasal 8 PP Nomor 55 tentang dana perimbangan
“Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN (Wajip Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri) dan PPh pasl 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% dengan rincian 8%
untuk provinsi yang bersangkutan dan 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi
yang bersangkutan”.
b. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam adalah bagian daerah yang berasal dari
penerimaan sumber daya kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas
bumi.
1. Pembagian peneriman negara yang berasal dari sumber daya alam kehutanan
i. 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. Yang diperoleh dari
penerimaan iuran Hak Pengusaha Hutan dan provisi Sumber Daya Hutan,
ii. bagian negara dari penerimaan Negara iuran hak penguasaan hutan dibagi
dengan perincian 16% untuk daerah yang bersangkutan dan 64% untuk
daerah kabupaten/kota penghasil,
iii. bagian daerah dari penerimaan negara provisi sumber daya hutan dibagi
dengan perincian 16% untuk daerah yang bersangkutan, 32% untuk daerah
kabupaten/kota penghasil lainnya dalam provinsi yang bersangkutan,
iv. penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan
imbangan sebesar 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah,
2. Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk
daerah. Yang diperoleh dari penerimaan iuran tetap (Land-rent) dan
penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (Royalti).
i. bagian daerah dari penerimaan negara iuran tetap, dibagi dengan perincian
16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk daerah
kabupaten/kota penghasil,
ii. bagian daerah dari penerimaan negara iuran eksplorasi dan iuran
eksploitasi, dibagi dengan perincian 16% untuk daerah provinsi yang
bersangkutan, 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil lainnya dalam
iii. bagian kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan, dibagikan
dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi
yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan iuran tetap (land-rent) adalah seluruh penerimaan
iuran yang diterima Negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum,
eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan.
Yang dimaksud dengan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi
(royalti) adalah iuran produksi yang diterima Negara dalam hal pemegang kausa
pertambangan eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas
kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh
dari usaha pertambangan eksploitasi (royalti) satu atau lebih bahan galian.
3. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor perikanan terdiri dari:
i. Penerimaan pungutan pengusahaan perikanan,
ii. Penerimaan pungutan hasil perikanan.
Dana bagi hasil perikanan untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan porsi yang
sama besar untuk seluruh kabupaten/kota. Bagian daerah dari penerimaan
negara sektor perikanan dibagikan dengan sama besar kepada kabupaten/kota
di seluruh Indonesia.
4. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan
gas yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya
alam sektor pertambangan dan gas alam dari wilayah daerah yang
DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dibagi dengan
imbangan:
i. 84,5% untuk pemerintah,
ii. 15,5% untuk daerah.
DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15% dibagi dengan rincian:
i. 3% untuk provinsi yang bersangkutan,
ii. 6% untuk kabupaten/kota penghasil,
iii. 6% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
DBH pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian:
i. 0,1% untuk provinsi yang bersangkutan,
ii. 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil,
iii. 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkuatan.
DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Gas Bumi dibagi dengan imbangan:
i. 69,5% untuk pemerintah,
ii. 30,5% untuk daerah.
DBH Pertambangan Gas Bumi sebesar 30% dibagi dengan rincian:
i. 6% untuk provinsi yang bersangkutan,
ii. 12% untuk kabuaten/kota penghasil,
iii. 12% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
i. 0,1% untuk provinsi yang bersangkutan,
ii. 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil,
iii. 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi dibagi dengan
imbangan:
i. 20% untuk pemerintah,
ii. 80% untuk daerah.
DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi sebesar 80% dibagi
dengan rincian:
i. 16% untuk provinsi yang bersangkutan,
ii. 32% untuk kabupaten/kota penghasil,
iii. 32% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan
gas alam berasal dari kegiatan operasi pertamina sendiri, kegiatan kontrak bagi
hasil (production Sharing Contract) dan kontrak kerja sama selain Kontrak Bagi
hasil.
Komponen Pajak adalah pajak-pajak dalam kegiatan pertambangan minyak
dan gas alam dan pungutan-pungutan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Dana Alokasi Umum(DAU)
D. Dana Alokasi Umum (DAU)
1. Pengertian Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut Halim (2004:141), Dana Alokasi Umum adalah “dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelakasanaan desentralisasi.
Berdasarkan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan pengertian bahwa :
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah, untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa DAU merupakan sarana untuk
mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga sebagai sumber
pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih diprioritaskan pada
daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. Daerah yang mempunyai
kapasitas fiskal tinggi justru akan mendapat jumlah DAU yang lebih kecil,
sehingga diharapkan dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam
memasuki era otonomi. Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar
dari dana perimbangan dalam APBN. Alokasi DAU untuk daerah dihitung
dengan menggunakan formula sebagai berikut:
DAU = CF + AD
DAU = Dana Alokasi Umum,
AD = Alokasi Dasar.
Proporsi DAU antar daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan
berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
DAU antar daerah celah fiskal
DAU Provinsi =
∑
cf provinsi provinsi CfKeterangan:
CF Provinsi = Celah Fiskal suatu daerah Provinsi,
∑
CF Provinsi = Total celah fiskal seluruh Provinsi.DAU atas daerah celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota
DAU kab/kota = bobot kab/kota x DAU kab/kota
Bobot DAU kab/kota =
∑
CF kab kota kota kab cf/ /
Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah
sebagai berikut:
a. dana alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam
b. dana alokasi umum untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota
ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum
sebagaimana ditetapkan diatas,
c. dari dana alokasi untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan
berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah
kabupaten/kota yang ditetapkan APBN denga porsi daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan,
d. porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan
proporsi bobot daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.
Menurut Kuncoro (2004:30) Dana Alokasi Umum (DAU) dapat diartikan
sebagai berikut:
a. Salah satu komponen dari Dana Perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep Kesenjangan Fiskal atau Celah Fiskal (fiscal Gap), yaitu selisih antara Kebutuhan fiskal dengan Kapasitas Fiskal.
b. Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalances, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah dimana pengguanaanya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
c. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisis ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil sumber daya alam yang diperoleh daerah.
2. Tujuan Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Aloksi Umum (DAU) merupakan block grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan atar kapasitas dan kebutuhan
fiskalnya, dan distribusikan dengan formula berdasrkan prinsip tertentu yang secara
umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih
Umum (DAU) adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan keuangan penyediaan
pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia (Kuncoro, 2004;30). Dana alokasi
umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi
daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan
masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang
belum berkembang dapat diperkecil.
Ada beberapa alasan perlunya dilakukan pemberian Dana Alokasi Umum
(DAU) dari pemeritah pusat ke daerah yaitu:
a. untuk mengatasi permasalahan ketimpangan fiskal vertikal. Hal ini disebabkan
sebagian besar sumber-sumber penerimaan Negara, atau hanya berwenang
untuk memungut pajak yang bersifat lokal dan mobilitas yang rendah dengan
karakteristik besaran penerimaan relatif kurang signifikan,
b. untuk menanggulangi persoalan ketimpangan fiskal horizontal. Hal ini
disebabkan karena kemampuan daerah untuk menghimpun pendapatan sangat
bervariasi, tergantung kepada kondisi daerah dan sangat bergantung kepada
sumber daya alam yang dimiliki daerah tersebut,
c. untuk stabilisasi ekonomi. Dana Alokasi Umum (DAU) dapat dikurangi
diisaat perekonomian daerah sedang maju pesat, dan dapat ditingkatkan ketika
perkonomian sedang lesu.
Mengacu pada PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
(Mardiasmo, 2002:157)
Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (suciffiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. Suciffiency
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: kewenangan, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM).
Menurut Saragih (2003:132), “tujuan Dana Alokasi Umum di samping
mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan (equalization)
kemampuan keuangan pemerintah daerah.”
E. Dana Alokasi Khusus (DAK) 1. Pengertian Dana Alokasi Khusus
Menurut Renyowijoyo (2008:223) Dana Alokasi khusus (DAK) dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan
desentralisasi untuk :
a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas
nasional,
b. mendanai kegiatan khusus yang daerah tertentu.
Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah tersebut
dikoordinasikan dengan Gubernur, dan dilakukan setelah dikoordinasikan
daerah yang bersangkutan.
Penghitungan alokasi dilakukan melalui 2 (dua ) tahapan, yaitu : Penentuan
daerah tertentu yang menerima DAK dan penetuan besaran alokasi DAK
masing-masing daerah. Penetuan daerah tertentu harus memenuhi kriteria umum, kriteria
ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,
dan kriteria teknis.
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang
dicerminkan dari peneriaman umum APBD setelah dkurangi Belanja Pegawai
Negeri Sipil Daerah. Kemampuan keuangan dihitung melalui indeks fiskal netto.
Daerah yang memenuhi kriteria umum merupakan daerah dengan indeks fiskal
netto tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Kriteria khusus dirumuskan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan
otonomi khusus dan karakteristik daerah. Kriteria khusus dirumuskan melalui
indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan
dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pemimpin
lembaga terkait. Kriteria teknis 51 disusun berdasarkan indikator-indikator
kegiatan khusus yang akan didanai DAK. Kriteria teknis dirumuskan melalui
indeks teknis terkait.
2. Penetapan Alokasi dan Penggunaan DAK
Alokasi DAK per daerah dietapkan deengan Peraturan Menteri Keuangan.
Berdasarkan penetapan alokasi DAK sebagaimna dimaksud dalam PP No. 55
Pasal 58 tentag Dana Perimbangan, Menteri teknis menyusun petunjuk
penggunaan DAK. Petunjuk teknis penggunaan DAK dikoordinasikan oleh
Menteri Dalam Negeri. Daerah penerimaan DAK wajib mencatumkan alokasi dan
penggunaan DAK di dalam APBD penggunaan DAK dilakukan sesuai dengan
administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan
perjalanan dinas. Daerah penerimaan DAK wajib menganggarkan Dana
Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari
besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana Pendamping digunakan untuk
mendanai kegiatan yang bersifat kegiatan fisik. Daerah dengan kemampuan
keuangan tertentu tidak diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping.
3. Penyaluran DAK
DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Kepala Daerah menyampaikan laporan
triwulan yang memuat laporan palaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK
kepada : Menteri Keuangan, Menteri teknis, Menteri Dalam Negeri. Penyampaian
laporan triwulan dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
triwulan yang bersangkutan berakhir ( PP 55 Pasal 63). Penyaluran DAK dapat
ditunda apabila Daerah tidak menyampaikan laporan Menteri teknis
menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK setiap akhir tahun anggaran
kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan
Menteri Dalam Negeri.
Menteri Perencanan Pembangunan Nasional dengan Menteri Teknis
melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis
pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK. Menteri Keuangan melakukan
F. Pajak Daerah dan Upaya Pajak 1. Pajak Daerah
a. Pengertian Pajak Daerah Menurut Prakoso (2003 : 1):
pengertian pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing Peraturan Daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya.
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000,
yang dimaksud dengan pajak daerah adalah sebagai berikut:
pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa
pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.
Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut:
i. pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak daerah,
iii. pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang
dan/atau peraturan hukum lainnya,
iv. hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai
pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa pajak daerah
merupakan pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah
yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
b. Jenis-Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah di
Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/
Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan
pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi
provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Dan berdasarkan UU No. 34
Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak
Tabel 2.1
Pajak Propinsi dan Kabupaten/Kota
Pajak Provinsi Pajak Kabupaten / Kota
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air. 2. Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor Dan Kendaraan Di Atas Air
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Pengambilan Dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan Air Permukaan.
1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7. Pajak Parkir
c. Jenis-Jenis Pajak Kabupaten / Kota
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah untuk
pemerintahan kabupaten/ kota dibagi menjadi 7 (tujuh) jenis, yaitu:
i. pajak hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus
disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh
pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran,
termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak
yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran,
ii. pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan
pembayaran di restoran, yaitu adalah tempat yang disediakan untuk
menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai
nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan/ minuman, tempat
iii. pajak hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis
pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan
nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang
dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk
berolahraga,
iv. pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat,
perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya
untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan
atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik
perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau
yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali
yang dilakukan oleh pemerintah,
v. pajak penerangan jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan,
vi. pajak pengambilan bahan galian golongan C, adalah pajak atas kegiatan
pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
vii.pajak parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan
d. Pajak Kabupaten / Kota Lainnya
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan peluang kepada daerah
kabupaten/ kota untuk memungut jenis pajak daerah lain yang dipandang
memenuhi syarat, selain ketujuh jenis pajak kabupaten/kota yang telah
ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar spesifik dan
potensial di daerah tersebut, hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
kepada daerah kabupaten/kota dalam mengantisispasi situasi dan kondisi serta
perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan
perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis
pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
e. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000,
yang dimaksud dengan subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat
dikenakan pajak daerah, sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk
pemungut atau pemotong pajak tertentu.
i. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
ii. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha
restoran,
iii. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan
atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan
yang menyelenggarakan hiburan,
iv. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelengarakan atau memesan reklame . Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame
v. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib
pajaknya adalah orang pribadi atua badan yang menjadi pelanggan listrik dan
atau pengguna tenaga listrik,
vi. Subjek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi
atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajakknya
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan
galian gol C,
vii.Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran
atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan tempat parkir.
Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 55). ”Untuk dapat mengenakan pajak,
satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki
atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan
manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata)”. Objek pajak dari pajak
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
i. objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan
pembayaran termasuk:
1) fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek,
2) pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau
tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan,
3) fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel,
bukan untuk umum, dan
4) jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
ii. objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan
pembayaran.
iii. objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran.
iv. objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.
v. objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di wilayah
yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah
daerah.
vi. objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan
vii.objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan,
baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
g. Tarif Pajak Kabupaten/ Kota
Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah
ditetapkan paling tinggi sebesar :
i. pajak hotel 10%;
ii. pajak restoran 10%;
iii. pajak hiburan 35%;
iv. pajak reklame 25%;
v. pajak penerangan jalan 10%;
vi. pajak pengambilan bahan galian golongan C 20%;
vii.pajak parkir 20%.
Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat
ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam melakukan
pemungutan pajak daerah untuk kabupaten/ kota di wilayah masing-masing.
2. Upaya Pajak (tax Effort)
Upaya pajak (tax effort) seringkali diidentikkan dengan tekanan fiskal (fiscal
stress). Otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan kemandirian daerah, yang
cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan
daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya
peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil
penerimaan (realisasi) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan
potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Upaya Pajak menunjukkan
upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan
mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah
seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam
tahun anggaran daerah tersebut.
Upaya pajak merupakan aspek relevan bila dikaitkan dengan tujuan otonomi
daerah, yaitu peningkatan kemandirian daerah. Kemandirian daerah seringkali
diukur dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana pajak
daerah dan retribusi daerah menjadi komponen PAD yang memberikan
kontribusi yang sangat besar. Pelaksanaan otonomi daerah direspon secara
agresif oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan perda-perda terkait dengan
pajak maupun retribusi daerah. Fakta ini menunjukkan adanya respon yang
sangat agresif untuk segera meningkatkan penerimaan sendiri, khususnya pajak
maupun retribusi daerah.
Upaya pajak (Tax Effort) diukur dengan membandingkan realisasi penerimaan
PAD dengan Potensi PAD (yang diukur dari anggaran terkait). Menurut Soekanto
(1999) upaya pajak diformulasikan sebagai berikut :
G. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Upaya Pajak (tax effort)
Daerah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Terdahulu
Nama Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Priyo
H. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tinjauan teoritis
dan tinjauan dari penelitian terdahulu, maka kerangka konseptual dapat
H1
H2
H3 Dana Alokasi Umum
(X1)
Dana Alokasi Khusus (X2)
Upaya Pajak Daerah (Y)
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
Dari kerangka konseptual diatas dapat kita melihat bahwa Dana Alokasi
Umum (DAU) yang disimbolkan dengan “X1” dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) yang disimbolkan dengan “X2” mempengaruhi Upaya Pajak Daerah
yang disimbolkan dengan “Y” secara parsial dan secara simultan.
Dana alokasi umum dapat mempengaruhi upaya pajak daerah dengan cara,
yaitu dengan adanya dana alokasi umum dapat meningkatkan penerimaan dari
sektor pajak, misalnya dana alokasi umum tersebut digunakan pada hal yang
produktif seperti pembangunan infrastruktur, dan investasi. Daerah dituntut
untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dalam hal ini dana
alokasi umum dan salah satunya dengan memberikan porsi belanja daerah yang
lebih besar untuk sektor-sektor produktif. Pergeseran komposisi belanja daerah
merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk
peningkatan investasi modal. Investasi modal yang dimaksud dalam bentuk aset
investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan
pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik
terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD.
Perubahan alokasi belanja ini juga ditujukan untuk pembangunan berbagai
fasilitas modal. Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas
kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Wong (2004)
menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak
yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dana Alokasi khusus juga dapat
meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan yang ditentukan pemerintah atas
dasar prioritas nasional dan yang diusulkan daerah tertentu.
2. Hipotesis
Menurut Erlina, Mulyani (2007:41) “Hipotesis adalah proporsi yang
dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Hipotesis merupakan
dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya
akan diketahui setelah dilakukan penelitian.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang diuraikan
seebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap
39 A. Desain Penelitian
Desain Penelitian yang digunakan adalah desain kausal atau hubungan sebab
akibat. Desain penelitian ini berguna untuk menganalisis hubungan antara satu
variabel dengan variabel lainnya atau bagaiman suatu variabel mempengaruhi
varaiabel lainnya (Umar, 2003 : 30)
B. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu
data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono,
2004:13). Data yang digunakan merupakan data sekunder, yaitu data primer
yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data
primer maupun oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel atau
diagram-diagram (Umar, 2001:69). Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi
APBD. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) .
C. Teknik Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
mendokumentasi data sekunder yang diperlukan berupa laporan keuangan yang
D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2004:72) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya.
“Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan realisasi APBD Pemerintah
kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2005-2007, dimana di Sumatera Utara
terdapat 33 pemerintah daerah (25 pemerintahan kabupaten dan 8 pemerintahan
kota).
Tabel 3.1
Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
No Pemerintah Kabupaten No Pemerintah Kota
1 Kabupaten Asahan 1 Kota Binjai
2 Kabupaten Batubara 2 Kota Gunung Sitoli
3 Kabupaten Dairi 3 Kota Medan
4 Kabupaten Deli Serdang 4 Kota Padang Sidempuan
5 Kabupaten Humbang Hasundutan 5 Kota Pematang Siantar
6 Kabupaten Karo 6 Kota Sibolga
7 Kabupaten Labuhan Batu 7 Kota Tanjung Balai
8 Kabupaten Labuhan Batu Selatan 8 Kota Tebing Tinggi
22 Kabupaten Tapanuli Selatan
23 Kabupaten Tapanuli Tengah
24 Kabupaten Tapanuli Utara
25 Kabupaten Toba Samosir
Sumber:
2. Sampel penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan
purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu
dengan pertimbangan (judgement sampling) (Jogiyanto, 2004 : 79).
Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan
sampel adalah sebagai berikut:
1. pemerintahan kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara yang telah
menyerahkan laporan realisasi APBDnya ke Badan Pusat Statistika (BPS)
Provinsi Sumatera Utara,
2. pemerintahan kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara yang menyerahkan
laporan APBDnya selama periode 2005-2007.
Berdasarkan pertimbangan yang telah disebutkan diatas, maka peneliti
menggunakan 6 (enam) Pemerintahan Kota dan 11 (sesbelas) Pemerintahan
Tabel 3.2
Daftar sampel Penelitian
No Pemerintah Kabupaten No Pemerintah Kota
1
E. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum
(X1) dan Dana Alokasi Khusus (X2) dan variabel terikatnya adalah Upaya
Pajak Daerah (Y). Definisi Operasional dan pengukuran variabel penelitian